skripsi atmosfir toko
DESCRIPTION
skripsiTRANSCRIPT
PENGARUH STORE ATMOSPHERE ( SUASANA TOKO ) DAN HARGA TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN DI TOKO ALFAMART CABANG MARGAHAYU RAYA BANDUNG
DRAFT SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Penyusunan Skripsi
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
LUVI PURNAMA
064010096
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Era pasar bebas di kawasan Asia telah dimulai dengan AFTA 2003, hal ini membawa dunia ritel
Indonesia pada realitas Global Retailing yang mau tidak mau harus diterima. Era ini ditandai dengan
masuk dan semakin berkembangnya peritel global. Kelompok industri ritel saat ini banyak dipegang
oleh peritel asing, seperti Carrefour milik Perancis, Sogo milik Jepang, Makro milik Belanda, dan juga
Tesco dan Bigzy milik Inggris, kehadiran peritel di Indonesia turut menyemarakan persaingan industri
ritel Indonesia. Indonesia menjadi sasaran empuk para peritel dunia dengan pasar kurang lebih sebesar
230 juta jiwa. Industri ini merupakan sektor kedua terbesar dalam hal penyerapan tenaga kerja, yaitu
menyerap kurang lebih 18,9 juta orang, urutan kedua setelah sektor pertanian yang mampu menyerap
sekitar 41,8 juta orang (sumber : butir-butir pemikiran perdagangan Indonesia 2009-2014).
Pasar yang besar ini menjadikan Indonesia sebagai pasar para peritel global yang paling atraktif
di kawasan Asia. Lembaga survey AC Nielsen menyebutkan bahwa tingkat pertumbuhan ritel secara
umum di Indonesia sebesar 15 % di tahun 2009. Sementara secara lebih spesifik dinyatakan bahwa
jumlah pasar modern seperti hypermarket, supermarket dan minimarket di Indonesia mengalami
kenaikan sebesar 34,4% di tahun 2009, dengan minimarket menempati posisi kedua kenaikan omsetnya
sebesar 32,1% atau Rp.17,78 trilyun dari keseluruhan omset penjualan pasar modern
(www.aprindo.org). Pasar modern di Indonesia telah menjadi pasar yang banyak diminati para
pengusaha dalam dan luar negeri terutama untuk ritel minimarket, karena bisnis tersebut sangat maju
pesat didukung dengan pengaruh pada gaya hidup masyarakat yang mengarah ke gaya hidup modern.
pasar modern(ritel) di indonesia menerapkan sistem waralaba (franchise). Sistem tersebut dirasa aman
bagi investasi yang dikeluarkan dan target pasarnya pun sudah pasti.
Sebagai akibat dari maraknya bisnis eceran saat ini, maka semakin meningkat pula persaingan
antar pengusaha eceran. Tidak jarang di suatu lokasi yang hanya berbeda jarak ±50m, telah terdapat dua
atau tiga toko ritel. Ketatnya persaingan diantara pengusaha ritel dengan disertai perubahan pada
perilaku konsumen perlu dicermati dan dipahami oleh peritel. Semakin tinggi dan kompetitifnya
persaingan di antara peritel dibutuhkan rencana strategi-strategi untuk merebut dan mempertahankaan
pangsa pasar (market share) diantaranya meningkatkan minat beli konsumen.. Masyarakat pada saat ini
sudah selektif dalam memilih sesuatu, baik itu berupa produk atau jasa. Dalam memilih toko yang akan
dikunjungi , konsumen akan memilih toko yang menurut mereka lokasinya mudah dijangkau,
kemudahan dalam parkir, kelengkapan barang, harga yang menarik, tata letak barang, kebersihan dan
faktor lain yang memungkinkan konsumen untuk memilih toko dan mengunjunginya secara rutin untuk
memenuhi kebutuhannya atau hanya untuk sekedar melihat-lihat.
Adapun pelaku bisnis ritel di Indonesia yang tergolong dalam kategori minimarket menurut Media
Data edisi Februari 2009 yaitu :
Tabel 1.1
Pelaku Bisnis Ritel di Indonesia
No Gerai Pemilik Omset
(Rp. milyar)
Market Share
1 Indomart PT. Indomarco Prismatama (Group Salim)
7.882 43,16 %
2 Alfamart PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk 7.253 40,75 %
3 CMI Tt 731 4,11 %
4 Ceriamart PT. Global Niaga Perkasa 426 2,39 %
5 Circle K The Circle K Indonesia Utama – Circle K Group (Amerika)
386 2,17 %
6 Yomart PT. Akur Pratama 284 1,60 %
7 Starmart PT. Hero Supermarket Tbk. – (Group Hero/Dairy Farm)
223 1,25 %
8 Am/Pm PT. Sinar Sahabat 122 0,69 %
9 Morkaz Tt 109 0,57 %
10 Lainnya Tt 591 3,32 %
Total 17.800 100,00 %
Sumber : Media Data – Februari 2009
Ket tt : data tidak tersedia
Ketatnya tingkat persaingan yang terjadi dewasa ini menuntut pemasar untuk lebih memahami
akan kebutuhan dan keinginan konsumen. Pemasar, khususnya pemasar jasa harus mampu
mengembangkan strategi pemasaran yang tepat untuk meningkatkan minat beli konsumen. Dalam
konteks pemasaran jasa, khususnya retail, pemasar harus mengembangkan strategi pemasaran yang
lebih baik dari pesaing agar konsumennya dapat terus dipertahankan dan tidak beralih pada pesaing.
Pada lingkungan pemasaran jasa, khususnya retail, konsumen dapat terekspos oleh berbagai
stimuli yang keseluruhannya dapat mempengaruhi bagaimana konsumen bertindak, mempengaruhi
terhadap apa yang mereka beli, dan mempengaruhi kepuasan mereka terhadap pengalaman berbelanja
secara potensial. Musik merupakan salah satu bentuk environmental stimuli yang dapat mempengaruhi
konsumen pada lingkungan jasa disamping bentuk environmental stimuli lainnya seperti warna,
temperatur, dan cahaya.
Salah satu dari ritel modern tersebut adalah Alfamart Cabang Margahayu Raya. Perusahaan ini
berada dibawah naungan PT. Sumber Alfaria TrijayaTbk. Dengan jumlah geraijaringan Alfamart
mencapai 3.373 unit atau 26,8 % dari total jumlah gerai minimarket di Indonesia (Sumber : PT. Sumber
Alfaria Trijaya 2009). Salah satu sistem perluasan usahanya yaitu dengan sistem franchise, dengan
perincian sebagai berikut :
Tabel 1.2
Estimasi Investasi Alfamart
Tipe Toko Luas Toko Investasi
36 rak 80 m Rp. 300 juta
45 rak 100 m Rp. 330 juta
54 rak >120 m Rp. 380 juta
Nilai diluar investasi properti
Waralaba Alfamart adalah usaha minimarket yang dimiliki dan dioprasikan berdasarkan
kesepakatan waralaba dari PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, selaku pemegang merek Alfamart. Dengan
Motto “Belanja Puas, Harga Pas” model bisnis Alfamart adalah menjual berbagai kebutuhan sehari-hari
dengan harga terjangkau dan berlokasi di sekitar wilayah perumahan.
Agar berhasil dalam memenangkan persaingan, Alfamart Cabang Margahayu Raya harus dapat
menjaring konsumen sebanyak-banyaknya, dengan kata lain perusahaan harus dapat menarik minat beli
konsumen agar terbangun sikap positif dalam benak konsumen tersebut. Oleh karena itu, penting bagi
Alfamart Cabang Margahayu Raya untuk mengenal dan mengetahui konsumennya. Strategi yang
diterapkan harus tepat sasaran, agar minimarket Alfamart Cabang Margahayu Raya dapat hidup di
tengah persaingan yang ketat dan mendapatkan keuntungan atau profit yang maksimal.
Tetapi strategi yang diterapkan oleh Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung belum optimal,
dikarenakan tingkat intensitas pengunjung di Alfamart Margahayu masih mengalami fluktuasi. Hal ini
dapat terlihat pada tabel 1.3 sebagai berikut :
Tabel 1.3
Laporan data pengunjung di Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung
(Bulan Februari-Mei 2011)
No Bulan Jumlah persentase (%)
1 Februari 14.260 25,86 %
2 Maret 14.415 26,14 %
3 April 13.480 24,45 %
4 Mei 12.976 23,53 %
Jumlah 55.131 100%
Sumber : Minimarket Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung 2011
Yang dihadapi Minimarket Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung yaitu lokasinya cukup
berdekatan dengan pesaing, Yomart, Indomart dan SB Mart. Daerah pemasaran Alfamart dan pesaing
berada pada perumahan Margahayu Raya Bandung. Karena tingkat persaingan yang tinggi tersebut
maka store atmosphere, harga dan minat beli menjadi salah satu elemen penting di dalam strategi
perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam menarik minat beli konsumen yakni penjual harus
sanggup menjual kesan yang baik sebelum menjual barangnya, kesan yang dapat membentuk citra
terhadap tokonya, hal ini seperti yang telah dikemukakan oleh Sutisna (2001:64) dalam bukunya
Perilaku Konsumen : Teori dan Aplikasi bahwa suasana toko (store atmosphere) juga akan menentukan
citra toko itu sendiri. Jika toko dilengkapi pengaturan ruangan yang nyaman, penyejuk udara, dan
artistik penggunaan cat dinding yang menarik, semuanya menunjukan adanya suasana toko yang
berkelas. Dengan demikian suasana toko (store atmosphere) dapat menjadi sarana komunikasi yang
positif, menguntungkan dan memperbesar peluang untuk mempengaruhi minat beli konsumen.
Store atmosphere itu sendiri menurut Utami dalam bukunya “Manajemen Ritel ” (2006:238)
mengatakan bahwa : “Store Atmosphere adalah desain lingkungan melalui komunikasi visual,
pencahayaan, warna, musik, dan wangi-wangian untuk merancang respon emosional dan persepsi
konsumen dan untuk mempengaruhi konsumen dalam membeli barang”. Store atmosphere di Alfamart
sendiri secara umum hampir sama dengan ritel modern lainnya tetepi ada beberapa elemen yang
membedakan store atmosphere di Alfamart dengan pesaing lain, diantaranya yaitu arus lalu lintas
barang, penataan barang yang teratur, kemacetan, warna dan pencahayaan, aroma dan bunyi, dan
pramuniaga.
Store Atmosphere memiliki elemen-elemen yang semuanya berpengaruh terhadap suasana toko
yang ingin diciptakan. Elemen-elemen store atmosphere menurut Berman dan Evans (2004 : 455),
terdiri dari exterior (bagian luar toko), general interior (bagian dalam toko), store layout (tata letak
toko), dan interior POP displays.
Exterior (bagian luar toko) adalah bagian yang terkemuka. Maka hendaknya memberikan kesan
yang menarik. Di samping itu hendaklah menunjukan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di
dalamnya. Karena bagian depan dan eksterior berfungsi sebagai identifikasi atau tanda pengenalan
maka sebaiknya dipasang lambang-lambang. Exterior menurut Berman dan Evans terdiri dari ( bagian
depan toko, papan nama toko, pintu masuk, display jendela, tinggi dan luasnya bangunan, jarak
penglihatan, keunikan, lingkungan sekitar toko, toko lain disekitar toko, fasilitas tempat parkir,
kemacetan
General interior (bagian depan toko), berbagai motif konsumen memasuki toko, hendaknya
memperoleh kesan yang menyenangkan. Kesan ini dapat diciptakan misalnya dengan warna dinding
toko yang menarik, musik yang diperdengarkan, serta aroma/bau dan udara di dalam toko. General
interior menurut Berman dan Evans terdiri dari (lantai, warna dan pencahayaan, aroma dan bunyi,
perabot toko, tekstur dinding atau tembok, suhu udara, lebar jarak, fasilitas ruang ganti, alat
transportasi ke antar lantai, area berbahaya, pramuniaga, barang dagangan, tingkat harga dan pajangan,
kasir, teknologi, kebersihan).
Store layout (tata letak) Merupakan rencana untuk menentukan lokasi tertentu dan pengaturan
dari Jalan/gang di dalam toko yang cukup lebar dan memudahkan orang untuk berlalu-lalang, Layout
toko menurut Berman dan Evans antara lain (Allocation on Floor Space, Product
Grauping/pengelompokan barang, Traffic Flow/arus lalu lintas dalam toko, Space atau Merchandise
Category/katagori barang dagangan, Department Location/penyusunan barang menurut
departemennya, Arrangement Within Departement.
Interior point of purchase display (area pembelian dalam toko) Sangat menentukan bagi suasana
toko karena memberikan informasi kepada konsumen. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
penjualan dan laba bagi toko. Interior POP display menurut Berman dan Evans terdiri dari (Assortment
Display, Theme Setting Display/tema dekorasi pajangan, Ensemble Display/pajangan ansambel, Rack
Display and Case Display/pajangan rak dan laci, Cut Case and Dump Bins. Posters, Signs, and
Cards/poster, spanduk dan banner, Mobile, Wall Decoations/dekorasi dinding).
Selain store atmosphere, harga juga memiliki peranan penting didalam meningkatkan nilai
kepuasan dalam menarik minat beli konsumen pada toko ritel Alfamart. Harga menurut Kotler dan
Armstrong (2003:430), sebagai berikut : “Harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas barang dan
jasa, atau jumlah nilai yang konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari menilai atau
menggunakan barang atau jasa”. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan laba maximum, mendapatkan
pengembalian investasi yang di targetkan atau pengembalian pada pada penjualan bersih, mencegah
atau mengurangi persaingan, mempertahankan atuu memperbaiki market share.
Dalam model respon AIDA menurut (Tjetjep Djatnika : 2007) dijelaskan empat tahapan yang
terdiri dari Attetion (perhatian), Interest (minat), Desire (keinginan), dan Action (tindakan), minat beli
termasuk dalam tahap kedua yaitu interest (minat). Model AIDA adalah salah satu model hirarki respon
yang cukup populer bagi pemasar sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan pemasaran. Teori ini
yang mengendalikan bahwa pengambilan keputusan pembelian adalah suatu proses yang dilalui oleh
konsumen atau pembeli, prosesnya diawali dengan tahapan menarik perhatian (Attention) terhadap
barang dan jasa yng kemudian jika berkesan pasti akan melangkah ketahap ketertarikan ( Interest) untuk
mengetahui lebih jauh tentang keistimewaan produk dan jasa tersebut yang jika intensitas
ketertarikannya kuat berlanjuk ke tahap berhasrat atau minat (Desire) karena barang atau jasa yang
ditawarkan sesuai dengan kebutuha-kebutuhannya. Jika hasrat minat belinya begitu kuat baik karena
dorongan dari dalam atau rangsangan persuasif dari luar maka konsumen atau pembeli tersebut akan
mengambil keputusan membeli (Action to buy) barang atau jasa yang ditawarkan.
Berdasarkan uraian di atas maka menarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana
pengaruh suasana toko (store atmosphere) dan harga pada toko Alfamart cabang Margahayu Raya
dapat berperan positif sebagai salah satu alat komunikasi pemasaran yang efektif dalam menarik minat
beli konsumen untuk melakukan pembelian sekaligus memenuhi kebutuhan dan keinginan akan suasana
berbelanja yang nyaman dan harga yang menarik.
Adapun penelitian ini penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul : “Pengaruh Suasana Toko
(Store Atmosphere) dan Harga Terhadap Minat Beli Konsumen di Toko Alfamart Cabang Margahayu
Raya Bandung”.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Keberadaan bisnis ritel yang semakin berkembang di Indonesia akan menciptakan persaingan
yang semakin ketat. Dalam menjaga persaingan dengan para peritel lain, membuat Alfamart harus
menerepkan strategi yang tepat dalam menjalankan kegiatan usahanya. Tujuan utama toko Alfamart
cabang Margahayu Raya melaksanakan aktifitas usahanya adalah untuk mencari keuntungan melalui
penjualan produk kepada konsumen dengan memaksimalkan penjualan terhadap produk yang
ditawarkan oleh toko. Persaingan yang semakin ketat dari para pelaku bisnis ritel yang ada, membuat
manajemen Alfamart menerapkan strategi melalui pemberian stimulus kepada konsumen berupa
pelaksanaan kebijakan store atmosphere yang dijalankan dengan baik dan efektif dan kebijakan
penetapan harga yang pantas dan menarik bagi konsumen.
Pada saat ini, konsumen perlu diingatkan sekaligus dipengaruhi agar terbangun sikap positif
dalam benak konsumen terhadap toko Alfamart dan pada akhirnya timbul keinginan untuk membeli dlm
diri konsumen tersebut. Berbagai strategi dapat dilakukan oleh pihak perusahaan untuk mengingatkan
dan mempengaruhi, agar konsumen mempunyai minat beli terhadap produk yang ditawarkan, yakni
lewat penciptaan store atmosphere, dan harga yang menarik agar terbangun keinginan membeli dalam
benak konsumen.
Untuk mengetahui seberapa baik persepsi konsumen mengenai store atmosphere dan harga
terhadap minat beli yang telah dilakukan oleh Alfamart maka penulis melakukan penelitian untuk
mendapatkan tanggapan konsumen mengenai penilaian kebijakan store atmosphere dan harga terhadap
minat beli yang ada pada toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung.
1.2.2 Rumusan Masalah
Melalui uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis mencoba merumuskan
permasalahan yang dihadapi dan ingin diketahui serta dicari solusinya.
1. Bagaimana tanggapan konsumen terhadap store atmosphere (suasana toko) di toko Alfamart cabang
Margahayu Raya Bandung?
2. Bagaimana tanggapan konsumen terhadap harga di toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung?
3. Bagaiman minat beli konsumen di toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung?
4. Apakah ada pengaruh store atmosphere (suasana toko) dan harga terhadap minat beli konsumen baik
secara parsial maupun simultan?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud diadakan penelitian ini untuk mendapatkan data-data sebagai bahan masukan dalam
menyusun suatu karya ilmiah sebagai salah satu prasyarat untuk menempuh ujian kesarjanaan ekonomi
pada Universitas Pasundan, Fakultas Ekomoni Jurusan Manajemen.
Sedangkan tujuan penelitaian adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana tanggapa konsumen terhadap suasana toko store atmosphere (suasana
toko) di toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung.
2. Untuk mengetahui bagaimana tanggapa konsumen terhadap harga di toko Alfamart cabang Margahayu
Raya Bandung.
3. Untuk mengetahui minat beli konsumen di toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung.
4. Untuk menganalisa berapa besar peran suasana toko store atmosphere (suasana toko) dan harga
terhadap minat beli konsumen di toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penulis mengharapkan pembahasan ini dapat memberikan hasil yang bermanfaat, sejalan
dengan tujuan pembahasan diatas. Hasil pembahasan ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis
maupun praktis.
a. Kegunaan Teoritis
Pembahasan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis, serta melengkapi
ilmu yang telah didapatkan selama di bangku perkuliahan, khususnya mata kuliah pokok manajemen
pemasaran. Terutama untuk mengetahui secara pasti sejauh mana pengaruh store atmosphere dan
harga terhadap minat beli konsumen.
b. Kegunaan Praktis
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat baik
secara langsung maupun tidak langsung bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Adapun kegunaan hasil penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan informasi tentang pengaruh store atmosphere
dan harga terhadap minat beli konsumen khususnya bagi manajemen perusahaan semoga dapat
menyumbangkan pemikiran yang mungkin berguna bagi perusahaan dalam usaha memecahkan masalah
yang dihadapi untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada.
2. Masyarakat
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat sebagai bahan referensi antara teori yang
didapat dengan kenyataan yang terjadi di lapangan serta memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-
pihak yang memerlukan untuk penelitian lebih lanjut secara luas dan mendalam.
3. Penulis
Dapat menerapkan pola pikir ilmiah dalam membandingkan teori-teori yang diperoleh selama mengikuti
perkuliahan serta diharapkan dapat lebih memperoleh wawasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian pustaka
Pada bab ini akan dibahas beberapa kajian teori yang akan menjadi landasan dari penelitian ini.
Meliputi kajian tentang Marketing, Marketing Mix, Price, Place, Perilaku Konsumen, serta Minat Beli
konsumen.
2.1.1 Marketing
Pemasaran (marketing) berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat. Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan – kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang, dan mendapatkan laba. Berhasil atau tidaknya dalam pencapaian tujuan bisnis tergantung pada keahlian mereka pada bidang pemasaran, produksi, keuangan, maupun bidang lain. Selain itu juga tergantung pada kemampuan mereka untuk mengkombinasikan fungsi – fungsi tersebut agar organisasi dapat berjalan lancar.
Pengertian pemasaran menurut Kotler dan Amstrong (2004;10) “marketing is a social process by which individuals and groups obtain what they need and want throught oreating, offering, and frelly, exchanging products and services of value with others”. yaitu pemasaran merupakan proses sosial yang dengan proses tersebut individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan menciptakan, menawarkan, dengan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai.
Jadi, pemasaran ditunjukan untuk menciptakan tingkat kepuasan bagi konsumen atas barang
dan jasa yang dihasilkan perusahaan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh
konsumen, sedangkan dari pihak perusahaan itu sendiri mendapatkan timbal jasa yang diperoleh dari
pemenuhan kepuasan konsumen.
2.1.1.1 Marketing mix
Pemasaran pada saat ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia usaha,
terjadinya perubahan-perubahan dalam lingkungan bisnis menyebabkan perusahaan harus selalu
menyesuaikan strategi yang digunakan agar keadaan perusahaan akan lebih baik dan mengarah pada
kepuasan konsumen.
Dalam melakukan kegiatan pemasaran, dibutuhkan suatu program atau rencana pemasaran
untuk mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan. Program pemasaran tersebut terdiri dari sejumlah
keputusan tentang bauran alat-alat pemasaran yang digunakan, alat-alat pemasaran ini disebut dengan
bauran pemasaran (marketing mix).
Hal ini seperti yang disampaikan Kotler (2007:17). “Marketing mix is the set of controllable
tactical marketing tools- product, price, place and promotion- that the firm blend to produce the
response it wants in the target market “. Maksudnya bauran pemasaran (marketing mix) adalah
seperangkat alat pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan
pemasarannya di pasar sasaran”.
Sementara itu menurut Mc Carthy dalam Kotler (2007:17) mengklasifikasikan alat-alat itu
menjadi empat kelompok yang disebut 4P dalam pemasaran yaitu: Produk (product), Harga (price),
Tempat (place), Promosi (promotion).
Untuk itu peusahaan harus dapat dikombinasikan dan dikoordinasikan agar perusahaan dapat
melakukan tugas yaitu: melayani konsumen melalui manajemen pemasaran yang merupakan bagian
integral dari perusahaan dalam rangka untuk mengembangkan usaha, mendapatkan laba,
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
Adapun pengertian bauran pemasaran menurut Dharmesta (2004:78), “Marketing mix is a
combination of four variables or events that form the core of the company's marketing system, namely,
product, pricing structures, promotional activities, and distribution systems”. yaitu kombinasi dari empat
variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan, yaitu, produk, struktur
harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi”.
Selanjutnya Zeilthaml and Bitner yang peneliti kutip dari jurnal Ratih Handayani (2005),
mengemungkakan konsep bauran pemasaran tradisional terdiri dari 4P yaitu produck (produk), price
(harga), place (tempat) and promotion (promosi). Sementara itu pemasaran jasa perlu bauran
pemasaran yang diperluas dengan menambah unsure non tradisional marketing mix yaitu people
(orang), process (proses), physical evidence (bukti fisik).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Bauran Pemasaran (marketing mix) adalah suatu perangkat yang
dapat dilakukan perusahaan untuk mempergaruhi permintaan terhadap produknya dan perangkat-
perangkat tersebut akan menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi perusahaan, serta semua ini
ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumennya.
1. Produk (Product)
Menurut Suprapto dan Limakrisna (2007; 11) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke
pasar untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan
2. Harga (Price)
Menurut Yazid (2005; 20) menyatakan bahwa harga memainkan peranan penting dalam bauran
pemasaran karena harga berhubungan dengan pendapatan suatu bisnis, sedangkan elemen-elemen lain
dalam bauran pemasaran menimbulkan biaya.
3. Tempat (Place)
Menurut Philip Kotler (2005; 114) tempat adalah berbagai kegiatan perusahaan untuk membuat
produknya terjangkau dan tersedia bagi pasar sasarannya.
4. Promosi (Promotion)
Menurut Alma Buchari (Ratih. H, 2005; 58) promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran yang
merupakan aktivitas pemasaran yang berusahan menyebarkan informasi, mempengaruhi atau
membujuk dan atau mengingatkan pasar atas peusahaan dan produknya agar bersedia menerima,
membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan.
5. Pelaku (People)
Dalam hubungannya pemasaran jasa, maka pelaku sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan.
Keputusan dalam pelaku ini berarti sehubungan dengan seleksi, training, motivasi dan manajemen
sumber daya manusia.
6. Proses (Process)
Merupakan bagian gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri dari prosedur, jadwal pekerjaan,
mekanisme aktivitas dan hal-hal rutin dimana jasa diberikan dan disampaikan kepada konsumen.
7. Bukti Fisik (Physical Evidence)
Pada pemasaran jasa lebih dilihat sebagai out come dari kegiatan distribusi dan logistik, dimana
pelayanan diberikan kepada konsumen untuk mencapai kepuasan. Physical Evidence meliputi suatu
bukti nyata dari barang yang dipasarkan oleh pemasar. Hal ini berkaitan dengan pembuktian nyata dari
sebuah produk bauran pemasaran.
2.1.2 Saluran Distribusi
Saluran distribusi merupakan salah satu komponen terpenting di dalam Pemasaran, karena untuk
menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen dengan baik.
2.1.2.1 Pengertian Saluran Distribusi
Saluran distribusi merupakan suatu cara untuk menyampaikan barang maupun jasa dari
perantara kepada konsumen akhir. Saluran distribusi menurut Kotler dan Amstrong yang dialih
bahasakan oleh Bob Saran (2008:43) adalah “sebagai serangkaian organisasi yang saling tergantung dan
terlibat, dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau untuk di konsumsi.
Salah satu hal yang terpenting dalam bauran pemasaran adalah saluran distribusi yang terancang
dengan baik oleh perusahaan, karena hal ini berkaitan dengan penyampaian barang dan jasa kepada
konsumen akhir”.
Sebagus apapun sebuah produk, kalau tidak tersedia di tempat yang tepat maka tidak akan ada
gunanya. Karena itu, salah satu pertimbangan utama dalam mensegmentasikan pasar dan menentukan
sasaran pasar adalah dengan aksesbilitas yang baik. Artinya pasar yang akan dituju harus dapat
dijangkau, kalau tidak bentuk strategi apapun yang ditentukan, hanya akan berada di awang-awang
(Henry Simmamora, 1996 : 78) yang dikutip oleh Yudhi Koesworodjati.
2.1.2.2 Tingkatan Saluran Distribusi
Dalam melakukan kegiatan distribusi barang dan jasa yang di tujukan ke pasaran untuk
konsumen. Adapun saluran pemasaran konsumen menurut Kotler dan Keller yang dialih bahasakan oleh
Benyamin Molan (2007:129), empat tingkatan saluran adalah sebagai berikut :
1. Saluran Nol tingkat
Produsen konsumen
Disebut juga “ Saluran Pemasaran Langsung “ saluran ini terdiri dari produsen yang menjual langsung
kepada konsumen.
2. Saluran Satu Tingkat
Produsen Pengecer Konsumen
Saluran satu tingkat mempunyai satu perantara penjualan. Dalam pasar konsumen, perantara itu
sekaligus merupakan pengecer atau kios. Sedangkan dalam pasar industri seringkali perantara itu
bertindak sebagai agen atau distributor penjualan atau makelar.
3. Saluran Dua Tingkat
Produsen Pedagang Besar Pengecer Konsume
Saluran dua tingkat mempunyai dua perantara penjualan. Di dalam pasar konsumen mereka merupakan
distribusi atau pedagang besar dan sekaligus pengecer atau kios. Sedangkan dalam pasar industri
mereka mungkin merupakan sebuah penyalur tunggal dan penyalur industri.
4. Saluran Tiga Tingkat
Produsen Pedagang Besar Pemborong Pengecer
Konsumen
Saluran tiga tingkat mempunyai tiga perantara penjualan, yang terdiri dari distributor atau pedagang
besar, pemborong dan pengecer atau kios.
2.1.2.3 Pengertian Usaha Eceran (retailing)
Di dalam perekonomian yang menjadi salah satu bagian yang terpenting adalah adanya perantara
dalam saluran pemasaran, adalah pengecer ( retailing ) sebagai penyalur terakhir kepada konsumen.
Pengertian eceran ( retailing ) menurut Berman & Evan ( 2005 : 54 ), adalah sebagai berikut,
retailing melibatkan penjualan barang dan jasa pada konsumen akhir untuk penggunaan perorangan,
keluarga, atau rumah tangga yang merupakan langkah terakhir dari distribusi”.
Sedangkan menurut Phillip Kotler & Kevin Lane Keller dialih bahasakan oleh Benyamin Molan
( 2007 : 164 ) “ Retailing merupakan suatu bisnis yang terdiri dari kegiatan-kegiatan menjual baik
berupa barang maupun jasa kepada konsumen akhir untuk kepentingan individu dan keluarga, bukan
untuk keperluan bisnis”.
Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa perdagangan eceran adalah suatu kegiatan menjual
barang dan jasa kepada konsumen akhir dan ini merupakan mata rantai terakhir untuk kepentingan
pribadi bukan bisnis.
2.1.2.4 Pengertian Pengecer ( retailer)
Penjualan barang dan jasa dari produsen hingga kosumen akhir baik yang berasal dariprodusen,
pedagang besar, atau pengecer dapat melakukan penjualan eceran barang atau jasa tersebut dimana
saja.
Menurut Kotler dan Keller (2007:64) mengemukakan pengecer sebagai setiap usaha bisnis yang
volume penjualannya terutama dari eceran.
Sedangkan menurut Levy dan Weitz mendefinisikan pengecer sebagai : Retailer is a business that
sells products or service, or both, to consumers for their personal or family use.
Usaha eceran merupakan salah satu usaha yang memiliki peranan penting bagi pelaku bisnis
karena merupakan perantara terakhir yang berhubungan langsung dengan konsumen. Dengan
keberadaan usaha eceran memberikan pengaruh yang baik bagi konsumen yang hanya membeli barang
atau jasa dalam jumlah kecil sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
2.1.2.5 Jenis-Jenis Toko Ritel
Menurut Levy dan Weitz dalam bukunya “Retailing Management” (2007:39) ritel dibagi menjadi 3
bagian utama yaitu food retailer, general merchandise retailer, dan non store retailer.
a. Food retailers
Food retailer terdiri dari : 1. Supermarkets konvensional biasanya mempersilahkan pengunjung
untuk melayani dirinya sendiri dalam mencari kebutuhan seperti perlengkapan sehari-hari, daging,
perlengkapan yang bukan termasuk makanan seperti perawatan kesehatan data lain-lain. Contoh :
Hero, Superindo. 2. Hypermarkets, mempunyai luas 100.000-300.000 m2 hypermarkets juga termasuk
salah satu ritel yang cepat berkembang. Contoh : Hypermart, Giant. 3. Convenience stores, atau toko
kebutuhan sehari-hari memberikan aneka ragam barang kebutuhan yang terbatas dengan lokasi yang
terjangkau. Contoh : Mini market Alfamart, Circle K.
b. General merchandise retailers
General merchandise retailers terdiri dari : 1. Department store, Menangani beberapa bagian
penjualan produk di bawah satu atap, sebuah department store menyediakan variasi produk belanja dan
produk-produk khusus secara luas termasuk pakaian, kosmetik, peralatan rumah tangga, alat-alat
elektronik dan kadang-kadang mebel. Pembelian biasanya dilakukan masing-masing bagian diperlakukan
sebagai pusat pembelian terpisah agar ekonomis dalam promosi, pembelian, pelayanan dan
pengawasan. Contoh : Yogya, Ramayana. 2. Speciality stores, atau toko khusus yaitu toko eceran yang
mengkhususkan diri pada jenis barang dagangan tertentu. Format toko khusus memungkinkan pengecer
memperhalus strategi segmentasi mereka dan menempatkan barang dagangan mereka di target pasar
yang spesifik. Sebuah toko khusus tidak hanya merupakan sejenis toko, tetapi juga merupakan metode
operasi eceran, yaitu mengkhususkan diri pada jenis barang dagangan tertentu. Contoh : Toko buku
Gramedia, Aquarius. 3. Drugstores, Toko obat (drug store) menawarkan produk-produk dan jasa yang
berkaitan dengan farmasi sebagai daya tarik utama mereka. Konsumen paling sering tertarik dengan
sebuah toko obat oleh farmasinya atau ahli farmasinya, kenyamanan atau karena ia mempertahankan
rencana resep pihak ketiga mereka. Contoh : Apotik Kimia Farma. 4. Category specialist yaitu toko
diskon dengan ukuran yang besar. Ritel ini dasarnya adalah discount speciality stores. Dengan
menawarkan barang-barang yang lengkap dengan harga yang rendah. Contoh : Toy “R”, old navy. 5 .
Extreme Value Retailers yaitu sebuah toko kecil dan termasuk toko diskon dengan lini penuh yang
menawarkan barang dagangan yang terbatas dengan harga yang sangat murah Contoh : Toko serbu
(serba lima ribu).
c. Non Store Retailers
Non Store Retailers terdiri dari : 1. Electronic Retailers atau sering dikenal dengan e-tailling,
online tailing, dan internet tailing adalah format ritel di mana peritel berkomunikasi dengan konsumen
dan menawarkan barang dan jasa yang dijual melalui internet. Contoh : Nixon watch, e-bay. 2. Catalog
and Direct Mail Retailers yaitu format ritel bukan toko di mana peritel menawarkan produknya
menggunakan catalog. Contoh : Oriflame (produk kecantikan), sophie martin. 3. Direct Selling atau
penjualan langsung adalah format ritel yang menggunakan sales people yang secara langsung
mendatangi konsumen di lokasi yang cocok. Contoh : Tianshi. 4. Television Home Shopping yaitu format
ritel di mana konsumen menonton suatu program TV yang mendemontrasikan produk yang mereka
tawarkan. Contoh : Inovation store 5. Services retailing yaitu jenis ritel yang lebih banyak menyediakan
pelayanan daripada barang yang dijual, atau bahkan hanya menjual jasa. Contoh : Garda otto.
2.1.2.6 Bauran Usaha Eceran (Retailing Mix)
Dalam industri Ritel terdapat bauran yang penting untuk diperhatikan demi kelangsungan bisnis
ritel tersebut. Dengan memperhatikan semua bauran tersebut. Di harapkan suatu bisnis ritel dapat
menjadi lebih unggul dibanding peritel lainya.
Menurut Levy dan Weitz (2004 : 148) mendefinisikan : retailing mix is refers to a nature of
merchandise and service offered, pricing policy, advertising, and promotion program, approach to store
design and visual merchandising, and typical location.approach to store design and visual
merchandising, and typical location.
Sedangkan Menurut Ma’aruf dalam bukunya “Pemasaran Ritel” (2005:114), retailing mix terdiri
dari:
1. Lokasi, Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi
kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama.
2. Produk yang dijual dalam ritel tersebut disebut merchandise. Merchandise yang akan dijual penting
dipilih dengan benar, karena merchandise adalah “mesin sukses” bagi pengecer.
3. Harga, merupakan satu-satunya unsur dalam berbagai unsur bauran pemasaran ritel itu yang bakal
mendatangkan laba bagi peritel. Penentuan harga yang tepat akan sangat mendukung tercapainya
tujuan perusahaan.
4. Promosi, Image (citra) dibangun dengan program promosi. Program promosi yang lengkap disebut
bauran promosi (promotion mix) yang terdiri atas iklan, sales promotion, public relations, dan personal
selling.
5. Suasana dalam gerai, Gerai kecil yang tertata dan menarik akan lebih mengundang pembeli apabila
dibandingkan gerai yang di atur biasa saja. Atmosphere dalam gerai dapat mempengaruhi perilaku
konsumen, seperti betah berlama-lama di dalam toko,melakukan pembelian, dan juga berpengaruh
pada image toko.
6. Pelayanan, Pelayanan eceran bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai. Hal-
hal yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas layanan konsumen, personal selling, layanan
transaksi berupa cara pembayaran yang mudah, dan lain-lain.
7. Customer Service, Pelayanan yang diberikan oleh perusahaan untuk menagani keluhan dari konsumen.
Hal ini bermaksud untuk mengikat loyalitas konsumen agar konsumen merasa puas dengan mendapat
bantuan informasi dari customer service.
2.1.3 Store Atmosphere
Store Atmosphere merupakan salah satu bagian dari bauran eceran yang memiliki arti yang sangat
penting dalam menjalankan bisnis ritel. Dengan adanya store atmosphere yang baik, maka akan menarik
pengunjung dan melakukan pembelian.
Pengertian store atmosphere menurut Utami dalam bukunya “Manajemen Ritel ” (2006:238)
mengatakan bahwa :
“Store Atmosphere adalah desain lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna,
musik, dan wangi-wangian untuk merancang respon emosional dan persepsi konsumen dan untuk
mempengaruhi konsumen dalam membeli barang”
Definisi lain yang dikemukakan oleh Bucharri Alma (2007:60) mendefinisikan atmosphere sebagai
berikut:
“Atmosphere adalah suasana toko yang meliputi berbagai tampilan interior, ekterior, tata letak,
lalu lintas internal toko, kenyamanan, udara, layanan musik, seragam pamuniaga, pajangan barang yang
membuatdaya tarik bagi konsumen dan membangkitkan keinginan membeli”.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa store atmosphere adalah suatu
karakteristik fisik dan sangat penting bagi setiap bisnis ritel hal ini berperan sebagai penciptaan suasana
yang nyaman sesuai dengan keinginan konsumen dan membuat konsumen ingin berlama-lama berada
di dalam toko dan secara tidak langsung merangsang konsumen untuk melakukan pembelian.
2.1.3.1 Elemen-Elemen Store Atmosphere
Store Atmosphere memiliki elemen-elemen yang semuanya berpengaruh terhadap suasana toko
yang ingin diciptakan. Elemen-elemen store atmosphere menurut Berman dan Evans (2004 : 455),
terdiri dari exterior (bagian luar toko), general interior (bagian dalam toko), store layout (tata letak
toko), dan interior POP displays seperti yang terlihat pada gambar 2.1.
2.1.3.2 Exterior (bagian luar toko)
Bagian depan toko adalah bagian yang terkemuka. Maka hendaknya memberikan kesan yang
menarik. Di samping itu hendaklah menunjukan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di
dalamnya. Karena bagian depan dan eksterior berfungsi sebagai identifikasi atau tanda pengenalan
maka sebaiknya dipasang lambang-lambang. Exterior menurut Berman dan Evans terdiri dari :
1. Store Front (bagian depan toko)
Harus dapat mencerminkan keunikan, kemantapan, kekokohan, serta hal-hal lain yang sesuai dengan
citra toko tersebut.karena itu bagian store front ini merupakan faktor terpenting yang dapat
mempengaruhi konsumen untuk mengunjungi toko tersebut.
2. Marquee (papan nama toko)
Yaitu papan yang digunakan untuk memajang nama toko, Marquee dapat dibuat dengan teknik
pengecetan atau menggunakan lampu-lampu, dan dapat pula hanya terdiri dari nama dan logo saja
ataupun digabungkan dengan slogan dan informasi lain.
3. Entrence (pintu masuk)
Enterence perlu dibuat dengan penuh perencanaan, agar dapat mengurangi kemacetan yang
diakibatkan oleh arus lalu lintas keluar masuknya konsumen toko tersebut. Sehingga konsumen
diberikan ruang yang cukup leluasa untuk dapat masuk ke toko tersebut.
4. Window Display (display jendela)
Display jendela ini memiliki dua tujuan. Pertama, untuk mengidentifikasi suatu toko dengan cara
memajang barang-barang yang ditawarkan, kedua untuk menarik konsumen untuk memasuki toko
tersebut. Dalam membuat pajangan yang baik, ukuran jendela harus diperhitungkan, juga jumlah barang
yang akan dipajang, warna-warnanya, tema dan frekuensi pergantian barang pajangan tersebut.
5. Height and size of the building (tinggi dan luasnya bangunan)
Tinggi dan luasnya bangunan pada toko akan memberi pengaruh bagi persepsi konsumen terhadap toko
tersebut.
6. Visibility (jarak penglihatan)
Orang harus dapat melihat bagian depan (marquee) suatu toko dengan jelas. Apabila suatu toko
memiliki jarak yang cukup jauh dari jalan raya, maka toko tersebut dapat menggunakan billboard agar
para pengendara yang lewat dengan cepat dapat melihat toko tersebut. Adapun tujuan dari visibility ini
adalah untuk membuat suatu toko terlihat unik, menarik, menonjol, dan terlihat dengan jelas, sehingga
dapat menarik perhatian konsumen.
7. Uniqueness (keunikan)
Keunikan suatu toko dapat dihasilkan melalui desain toko yang berbeda, lain daripada yang lain,
marquee yang mencolok, pintu masuk yang lebar dan besar, display jendela yang dekoratif, tinggi dan
ukuran gedung yang berbeda dari gedung yang berada disekitarnya.
8. Surrounding area (lingkungan sekitar toko)
Keadaan lingkungan masyarakat dimana lokasi suatu toko berada, dapat mempengaruhi citra toko
tersebut. Suasana toko mempunyai nilai negatif apabila dilingkungan sekitar toko mempunyai tingkat
kejahatan yang tinggi.
9. Surrounding Store (toko lain disekitar toko)
Toko-toko lain disekitar toko juga dapat mempengaruhi citra suatu toko, toko tersebut bisa berada
dalam sebuah gedung yang sama atau gedung yang lain yang berdekatan dengan toko. Di dalam
merencanakan exterior toko, haruslah dipertimbangkan toko-toko lain yang ada disekitarnya. Misalnya,
jika toko yang berdekatan mempunyai citra toko yang kurang baik, maka toko yang lainnya juga akan
ikut terpengaruh dengan citra tersebut.
10. Parking Facilities (fasilitas tempat parkir)
Merupakan hal yang sangat penting bagi konsumen, terutama bagi mereka yang maembawa kendaraan.
Tempat parkir yang luas, aman, gratis, dan teratur, serta mempunyai jarak yang dekat dengan toko akan
menciptakan suasana yang lebih positif bagi toko tersebut.
11. Congestion (kemacetan)
Kenyamanan suasana toko akan berkurang jika terjadi kemacetan di pintu masuk antar konsumen yang
hendak masuk toko dan konsumen yang hendak keluar dari toko tersebut. Untuk menghindari
kemacetan tersebut maka penentuan ukuran pintu masuk harus tepat.
2.1.3.3 General interior (bagian depan toko)
Berbagai motif konsumen memasuki toko, hendaknya memperoleh kesan yang menyenangkan.
Kesan ini dapat diciptakan misalnya dengan warna dinding toko yang menarik, musik yang
diperdengarkan, serta aroma/bau dan udara di dalam toko.
General interior menurut Berman dan Evans terdiri dari :
1. Flooring (lantai)
Flooring merupakan jenis lantai yang akan dipergunakan oleh suatu toko, apakah toko tersebut akan
menggunakan lantai kayu, linoleum, atau dilapisi dengan semen saja, atau bahkan menggunakan karpet.
Penentuan bahan dan desain lantai suatu toko adalah penting karena konsumen mengembangkan
persepsi mereka berdasarkan persepsi yang mereka lihat.
2. Colors and Lighting (warna dan pencahayaan)
Setiap toko harus mempunyai pencahayaan yang cukup untuk mengarahkan atau menarik perhatian
konsumen ke daerah tertentu dari toko. Konsumen yang berbelanja akan tertarik pada sesuatu yang
paling terang yang berada dalam pandangan mereka, tata cahaya yang baik mempunyai kualitas dan
warna dapat membuat produk-produk yang ditawarkan akan lebih menarik.
3. Scent and Sounds (aroma dan bunyi)
Layanan ini diberikan untuk memberikan suasana yang lebih santai pada konsumen, khususnya
konsumen yang ingin menikmati suasana santai untuk menghilangkan kejenuhan, kebosanan atau stress
sambil berbelanja. Selain itu ada beberapa toko yang memasang musik yang sesuai dengan selera pasar
sasarannya untuk mengundang orang yang lewat untuk masuk ke dalam toko.
4. Fixtures (perabot toko)
Perabot toko adalah barang-barang tahan lama yang digunakan secara langsung atau tidak langsung
dalam kegiatan penjualan. Fixtures pada toko harus direncanakan, tidak hanya berdasarkan pada nilai
saja, tetapi juga berdasarkan nilai estetikanya.
5. Wall Textures (tekstur dinding atau tembok)
Dapat menimbulkan kesan tertentu pada konsumen dan dapat membuat dinding lebih menarik.
6. Temperature (suhu udara)
Temperature di dalam toko dapat mempengaruhi suasana hati dan kenyamanan konsumen.
7. Width of Aisles (lebar jarak)
Jalan yang lebar dan tidak berdesakan akan menciptakan atmosphere yang baik dan konsumen akan
merasakan kenyamanan sehingga ia akan menghasilkan waktu yang lebih lama di toko tersebut.
8. Dressing Facilities (fasilitas ruang ganti)
Suatu toko dapat memberikan fasilitas kamar ganti yang sangat mengutamakan privasi.
9. Vertical Transportation (alat transportasi ke antar lantai)
Suatu toko yang memiliki beberapa tingkat lantai, harus memperhatikan sarana transportasi vertical
yang dapat berupa escalator, lift, atau tangga untuk dapat memudahkan konsumen dan memberikan
kenyamanan.
10. Dead Area (area berbahaya)
Merupakan suatu ruangan didalam toko dimana display yang normal tidak dapat diterapkan, karena
akan terasa janggal. Misalnya : pintu toilet, vertical transportation, dan sudut ruangan. Pengelola toko
harus memanfaatkan daerah berbahaya ini untuk menempatkan barang-barang pajangan yang dapat
memperindah ruangan, seperti : tanaman,cermin, dan lukisan.
11. Store Personel(pramuniaga)
Karyawan maupun pramuniaga yang sopan , ramah, berpenampilan menarik dan mempunyai
pengetahuan yang memadai tantang priduk yang dijual dalam meningkatkan citra perusahaan dan
loyalitas konsumen dalam memilih toko itu sebagai tempat berbelanja.
12. Level or Service
Suatu toko dapat menggunakan self service atau self selection. Jika suatu toko menggunakan self
selection, maka barang-barang dagangan ditampilkan sedemikian rupatanpa bantuan store personel.
Sedangkan jika suatu toko menggunakan store service, maka pembeli tidak saja dapat memilih sendiri,
tetapi dapat juga membawa barang-barang yang akan dibelinya di tempat check out.
13. Merchandise (barang dagangan)
Perusahaan harus merumuskan mengenai variasi, warna, ukuran, kualitas, lebar kedalaman produk yang
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
14. Price level and Display (tingkat harga dan pajangan)
Harga barang dagangan suatu toko dapat memberikan suatu kontribusi dalam dua cara. Pertama,
tingkat harga bang dagangan menghasilkan persepsi dari konsumen terhadap suatu toko, kedua cara
suatu toko memajang harga barang dagangan adalah hal yang vital di dalam suatu atmosphere.
15. Cash register (kasir)
Penentuan lokasi cash register mempunyai peran yang penting dalam efesiensi operasi suatu toko. Oleh
karena itu, pihak penglola toko harus memutuskan yang berkaitan dengan masalah kasir yang harus
memadai agar konsumen tidak terlalu lama antri untuk melakukan proses pembayaran, selain itu
penentuan lokasi kasir yang harus ditempatkan di lokasi strategis untuk menghindari kemacetan
konsumen yang keluar masuk toko.
16. Technology (teknologi)
Teknologi suatu toko dan modernisasi dari bangunan dan perabotan juga mempunyai dampak pada
atmosphere. Pengelola toko harus dapat membuat sistem yang dapat melayani konsumen secanggih
mungkin.
17. Cleanliness (kebersihan)
Kebersihan merupakan hal yang terpenting pada suatu toko, karena kebersihan dapat menjadi suatu
pertimbangan yang utama bagi konsumen untuk mengunjungi suatu toko.
2.1.3.4 Store layout (tata letak)
Merupakan rencana untuk menentukan lokasi tertentu dan pengaturan dari Jalan/gang di dalam
toko yang cukup lebar dan memudahkan orang untuk berlalu-lalang, serta fasilitas toko seperti
kelengkapan ruang ganti yang baik dan nyaman.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam layout suatu toko menurut Berman dan Evans antara lain:
1. Allocation on Floor Space
Dalam suatu toko, ruangan yang ada harus dilokasikan untuk : 1. (Selling Space/Penjualan), Ruangan
untuk memajang barang dagangan. 2. (Merchandise Space/Barang dagangan), Ruangan yang disediakan
untuk penyimpanan barang-barang yang akan dipajang. 3. (Personel Space/Karyawan), Ruangan yang
disediakan untuk memenuhi kebutuhan karyawan, seperti tempat untuk beristirahat atau makan. 4.
(Customer Space/Konsumen), Ruangan yang digunakan untuk memberikan kenyamanan pada konsumen
untuk meningkatkan citra suatu toko.
2. Product Grauping (pengelompokan barang)
Dalam pengklasifikasian product Grouping ada empat tipe pengelompokan yang dapat diterapkan yaitu :
Fungsional, Motivasi pembelian, Segmen pasar, dan cara-cara penyimpanannya.
3. Traffic Flow (arus lalu lintas dalam toko)
Ada empat dasar penentuan arus lalu lintas didalam toko yang mempunyai fungsi dan kegunaan yang
berbeda, yaitu : 1. Straight (Grid) Traffic Flow, Merupakan pola layout dimana semua rak diatur
menyerupai garis-garis perabot toko dan barang-barang yang pada rak tersebut bertindak sebagai
penghalang dalam lalu lintas konsumen dan karyawannya. 2. Curving(Free Flow), Pola layout, dimana
memungkinkan konsumen membentuk pola sendiri yang tidak terstruktur dalam menelusuri jalan dalam
toko. Pola ini sangat tepat diterapkan pada shopping goods dan speciality goods, dimana konsumen
dapat melakukan proses menemukan, membandingkan, memilih produk dalam suasana lebih santai.
Sehingga dapat mempermudah konsumen saat melakuan kegiatan belanja. 3. Pola pop, Merupakan
suatu pola layout yang serupa dengan Free low, tetapi leih teratur dengan membentuk rak-rak display
yang mengeliingi area pembelanjaan, sehingga semua bagian menghadapkan area tersebut. 4. Butik,
Pola layout yang relatif baru, biasanya pola ini digunakan untuk menata merek tertentu atau bagian
terkenal yang dibuat untuk suatu gaya hidup tertentu.
4. Space atau Merchandise Category (katagori barang dagangan)
Merupakan ruangan yang disediakan untuk memajang setiap katagori produk berdasarkan jenis barang,
ukuran, dan manfaat produk tersebut.
5. Department Location (penyusunan barang menurut departemennya)
Lokasi setiap department harus ditentukan oleh toko yang terdiri dari beberapa lantai. Prosedur ini
terdiri dari : penentuan katagori produk mana yang harus ditempatkan di lantai tertentu dan juga layout
untuk setiap lantai.
6. Arrangement Within Departement
Produk yang di pajang dalam suatu departemen harus ditata dengan baik, misalnya produk yang paling
banyak mendapat keuntungan, memperoleh tempat yang paling baik, dan produk yang di jual
berdasarkan ukuran, harga,warna, serta dikelompokan berdasarkan minat konsumen.
2.1.3.5 Interior point of purchase display (area pembelian dalam toko)
Sangat menentukan bagi suasana toko karena memberikan informasi kepada konsumen. Tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan penjualan dan laba bagi toko. Interior POP display menurut
Berman dan Evans terdiri dari :
1. Assortment Display
Barang-barnag diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pilihan pada konsumen. Dalam
Assortment Display terdiri dari : 1). Open Assortment untuk mendisplay barang-barang missal seperti
customer goods yang biasanya dipajang di rak-rak terbuka. 2). Close Assortment untuk mendisplay
barang dalam jumlah sedikit, bentuknya kecil atau mudah pecah atau mudah rusak.
2. Theme Setting Display (tema dekorasi pajangan)
Pihak pengelola toko dapat menggunakan tema-tema tertentu dalam suatu event atau peringatan untuk
menciptakan suatu atmosphere atau display tertentu. Pihak toko dapat merancang suatu dekorasi atau
meminta karyawannya untuk berpakaian sesuai dengan tema yang berlaku.
3. Ensemble Display (pajangan ansambel)
Adalah sesuatu yang dapat memadukan berbagai macam barang pada beberapa departemen didalam
toko. Display bentuk ini menelompokkan barang dalam katagori yang terpisah misalnya, display tempat
tidur, terdiri dari kasur, bantal, seprai, selimut, dan sebagainya.
4. Rack Display and Case Display (pajangan rak dan laci)
Rak mempunyai suatu fungsi untuk memajang dan meletakkan barang dagangan secara rapi. Case
Display biasanya digunakan untuk memajang barang yang cukup barat dibandingkan barang pada Rack
Display.
5. Cut Case and Dump Bins
Cut case adalah kotak yang digunakan untuk membawa atau membungkus barang yang mempunyai
ukuran kecil di pajang dengan kotak pembungkusnya. Dums bins adalah kotak yang berisi tumpukan
barang yang telah diturunkan harganya.
6. Posters, Signs, and Cards (poster, spanduk dan banner)
Poster, spanduk dan banner merupakan tanda-tanda yang bertujuan untuk memberikan informasi
tentang lokasi barang didalam toko, iklan dapat mendorong konsumen dalam membeli barang, iklan
promosi barang yang baru, diskon khusus, dan tanda-tanda pemberitahuan lain yang ingin disampaikan
barang itu kepada konsumen.
7. Mobile
Merupakan tipe display yang dapat bergerak pada umumnya diganti, mempunyai tujuan yang sama
dengan posters, signs, dan cards tetapi lebih menarik untuk dilihat dan juga lebih mencolok.
8. Wall Decoations (dekorasi dinding)
Pada suatu toko dapat menggunakan dekorasi tembok yang dikombinasikan dengan poster, warna
tembok dan lain sebagainya yang dapat membuat atmosfer suatu toko lebih menarik.
Tabel 2.1
Elemen-elemen Store Atmosphere
Exterior General interior Store Layout Interior POP Display
Store Front Marquee Entrance Window Display High and size of the
building Visibility Uniqueness Surrounding area Surrounding stores Parking facilities Congestion
- Flooring- Colors and lighting- Scent and sounds- Fixtures - Wall Textures- Temperature- Width of Aisles- Dressing Facilities- Vertical Transportaion- Dead Area- Store Personel- Level or Service- Merchandise- Price level and Display- Cash Register- Technology- Cleanliness
Allocation Floor Space Product Grouping Traffic Flow Space or Merchadise Category Department Location Arrangmenwithin Departement
AssortmentDisplay Theme Setting display Ensemble Display Rack Display and Case
Display Cut Case and Dump Bins Posters,Sign, and Card Mobile Wall Decoration
Sumber:Berman & Evan, yang dikutip oleh Alma (2004:455)
2.1.3.6 Tujuan Store Atmosphere
Ketika retailer hendak menata atau menata ulang sebuah toko, pihak perusahaan haruslah
memperhatikan tiga tujuan. Menurut Levy dan Weitz ( 2004 : 45) tujuan dari store atmosphere adalah
sebagai : 1. Suasana lingkungan toko harus konsisten dengan citra toko dan strategi secara keseluruhan.
2. Membantu konsumen dalam menentukan keputusan pembelian. 3. Ketika membuat suatu keputusan
mengenai desain, para manager harus mengingat mengenai biaya yang diperlukan dengan desain
tertentu yang sebaiknya sesuai dengan dan yang dianggarkan.
2.1.4 Harga
Harga suatu barang dan jasa merupakan penentu bagi permintaan pasar.Harga dapat
mempengaruhi posisi persaingan antar perusahaan dan juga bisa mempengaruhi market share-nya.
Harga suatu barang juga dapat mempengaruhi program pemasaran perusahaan karena itu harga
merupakan satu-satunya bauran pemasaran yang dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
2.1.4.1 Pengertian Harga
Menurut Kotler dan Armstrong (2003:430), sebagai berikut : “Harga adalah sejumlah uang yang
dibayarkan atas barang dan jasa, atau jumlah nilai yang konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan
manfaat dari menilai atau menggunakan barang atau jasa”.
Dalam penelitian ini, harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli kepada penjual
untuk memperoleh sejumlah barang. Pada umumnya penjual mempunyai beberapa tujuan dalam
penetapan harga produknya. Tujuan tersebut antara lain:
1. Mendapatkan laba maximum.
Dalam praktek, terjadinya harga di tentukan oleh penjual dan pembeli. Makin besar daya beli konsumen,
semakin besar pula kemungkinan bagi penjual untuk menetapkan harga yang lebih tinggi. Dengan
demikian penjual mempunyai harapan untuk mendapatkan keuntungan maximal sesuai dengan kondisi
yang ada.
2. Mendapatkan pengembalian investasi yang di targetkan atau pengembalian pada pada penjualan bersih.
Harga dapat di capai penjualan di maksudkan pula untuk menutup investasi secara berangsur. Dana
yang di pakai untuk mengembalikan invetasi hanya bisa di ambil dari laba perusahaan dan laba ini hanya
bisa di peroleh bila mana harga jual lebih besar dari jumlah biaya seluruhnya.
3. Mencegah atau mengurangi persaingan.
Tujuan mencegah atau mengurangi persaingan dapat di lakukan melalui kebijaksanaan harga. Hal ini
dapat diketahui bila mana para penjual menawarkan barang dengan harga yang sama. Oleh karena itu
persaingan mungkin di lakukan tanpa melalui kebijaksanaan harga, tetapi dengan servis lain. Persaingan
itu disebut persaingan bukan harga (Non Price Competition).
4. Mempertahankan atu memperbaiki market share.
Memperbaiki market share hanya mungkin dilaksanakan bilamana kemampuan dan kapasitas produksi
perusahaan masih cukup longgar, disamping juga kemampuan di bidang lain seperti bidang pemasaran,
keuangan dan sebagainya.
Tujuan-tujuan penetapan harga di atas memiliki implikasi penting terhadap strategi bersaing
perusahaan tujuan yang ditetapkan harus konsisten dengan cara yang ditempuh perusahaan dalam
menempatkan posisi relatifnya dalam persaingan. Misalnya pemilihan tujuan berorientasi pada laba
mengundang mereka bahwa perusahaan akan mengabaikan harga para pesaing.
Menurut Kotler (2005:160), perusahaan yang biasanya tidak menetapkan hanya satu harga
melainkan struktur penetapan harga yang mencerminkan perbedaan dalam permintaan dan biaya
geografis, tuntutan segmen pasar, waktu pembelian, tingkat pemesanan, frekuensi pengiriman, jaminan,
kontrak perbaikan dan faktor-faktor lain. Sebagai akibat dari pemberian diskon, potongan harga dan
dukungan promosi, suatu perusahaan jarang merealisasikan laba yang sama dari setiap unit yang
dijualnya.
Berikut ini merupakan beberapa strategi penyesuaian harga.:
1. Penetapan Harga Geografis
Penetapan harga geografis melibatkan perusahaan tersebut memutuskan bagaimana cara
menetapkan harga produknya untuk konsumen yang berbeda di lokasi dan negara yang berbeda.
Berikut ini merupakan beberapa metode umum yang digunakan dalam penentuan harga geografis.:
a. Barter: Barte melibatkan pertukaran barang-barang secara langsung tanpa uang dan tanpa keterlibatan
pihak ke tiga.
b. Kesepakatan kompensasi: penjual menerima sekian persen pembayaran dalam bentuk tunai dan sisanya
dalam bentuk produk.
c. Persetujuan pembelian kembali: penjual menjual pabrik, peralatan atau atau teknologi ke negara lain
dan setuju untuk menerima produk yang dihasilkan dengan peralatan yang dipasok tersebut sebagian
bagian dari pembayaran.
d. Imbal beli: penjual menerima pembayaran penuh dalam bentuk tunai tetapi setuju untuk menggunakan
sebagian besar uang tersebut di negara tadi dalam ukuran waktu yang ditetapkan.
2. Diskon dan Potongan Harga
Kebanyakan perusahaan umumnya akan menyesuaikan daftar harganya dan memberikan
diskon serta potongan (discount and allowances) untuk pembayaran yang lebih cepat, pembelian dalam
jumlah besar, dan pembelian di luar musim. Table berikut menjelaskan bentuk diskon dan potongan
harga.
Table 2.2
Diskon dan Potongan Harga
Diskon Tunai Penurunan harga bagi pembeli yang segera membayar tagihan. Contoh yang lazim adalah “2/10, net 30”, yang berarti bahwa pembayaran akan jatuh tempo dalam 30 hari, dan bahwa pembeli tersebut dapat mengurangkan 2%dengan membayar tagihan tersebut dalam 10 hari.
Diskon kuantitas Penurunan harga bagi orang yang membeli dalam jumlah besar. Contoh yang lazim adalah $10 perunitdibawah 100 unit,$9 per unit untuk 100 unit atau lebih. Diskon kuantitas harus ditawarkan sama untuk semua konsumen dan tidak boleh melebihi penghematan biaya yang diperoleh penjual. Diskon tersebut dapt ditawarkan untuk masing-masing pesanan yang dilakukan untuk jumlah unit yang dipesan selama kurung waktu tertentu.
Diskon fungsional Diskon (juga disebut siskon dagang [trade discount]), ditawarkan produsen kepada anggota-anggota saluran perdaganganjika mereka melakukan fungsi tertentu, seperti menjual, menyimpan, atau melakukan pencatatan. Produsen harus menawarkan diskon fungsional yang sama dalam masing-masing saluran.
Diskon musiman Penurunan harga untuk orang yang membeli barang atau jasa di luar musimannya. Hotel, motel dan perusahaan
penerbangan menawarkan diskon musim pada masa-masa penjualan yang lambat.
Potongan Pembayaran ekstra yang dirancang untuk memperoleh partisipasi penjual ulang (reseller) dalam program khusus. Potongan harga tukar tambah (trade-in allowances) diberikan kepada orang yang mengembalikan barang lama ketika membeli barang baru. Potongan harga promosi (promotional allowances)memberikan imbalan kepada penyalur karena berperan serta dalam program periklanan dan dukungan dalam penjualan.
Sumber Kotler (2005:160)
3. Penetapan Harga Promosi
Perusahaan dapat menggunakan beberapa tehnik penetapan harga untuk merangsang pembelian
awal. Berbagai strategi yang dilakukan antara lain:
a. Penetapan harga pemimpin rugi (loss learder pricing). Pasar swalayan dan toko serba ada sering
menurunkan harga merek-merek terkenal untuk merangsang lalu lintas penjualan selanjutnya. Produsen
merek pemimpin rugi biasanya akan merasa keberatan karena pabrik ini dapat melunturkan citra merek
tersebut dan juga dapat mendapatkan keluhan dari pengecer yang mengenakan harga biasa.
b. Penetapan harga peristiwa khusus (special- event pricing). Penjual akan menetapkan harga khusus pada
musim-musim tertentu untuk menarik lebih banyak konsumen.
c. Rabat tunai (cash rabetes). Perusahaan mobil dan perusahaan barang konsumen lainnya menawarkan
rabat tunai untuk mendorong pembelian produk-produk produsen dalam satu kurung waktu yang telah
ditentukan. Rabat dapat membantu menghabiskan persediaan tanpa memotong harga biasa yang telah
ditentukan.
d. Pembiayaan berbunga rendah (low-interest financing). Sebagai ganti dari menurunkan harga,
perusahaan tersebut dapat menawarkan pembiayaan berbunga rendah kepada konsumennya.
e. Masa pembayaran yang lebih lama (longer payment terms). Penjual khususnya bank hipotik dan
perusahaan mobil, memperpanjang pinjaman untuk periode yang lebih lama dan dengan demikian,
menurunkan cicilan bulanan.
f. Garansi dan kontrak perbaikan (warranties and service). Perusahaan dapat meningkatkan penjualan
dengan menambahkan garansi atau kontrak perbaikan gratis atau berbiaya rendah.
g. Diskon psikologis (psychological discounting). Strategi ini melibatkan penetapan harga yang pura-pura
ditinggikan dan kemudian menawarkanya sebagai penghematan yang lumayan besar, misalnya sebesar
$359, sekarang $299.
Strategi penetapan harga promosi sering merupakan permintaan kalah-menang (zero-sum game).
Kalau strategi tersebut berhasil, pesaing akan menirunya dan strategi itu kehilangan efektivitasnya. Jika
strategi itu tidak berhasil, perusahaan membuang-buang uang yang mestinya dapat digunaka untuk alat
pemasaran lainnya, seperti meningkatkan mutu produk dan layanan atau memperkokoh citra produk
melalui iklan.
4. Penetapan harga diskriminasi
Diskriminasi harga (discriminatory princing) terjadi apabila sesuatu perusahaan menjaul produk
atau jasa dengan dua harga atau lebih yang tidak mencerminkan perbedaan biaya secara propesional.
Dalam diskriminasi harga tingkat pertama, penjual tersebut mengenakan harga terpisah untuk masing-
masing konsumen bergantuk pada intensitas permintaannya. Dalam diskriminasi harga tingkat kedua,
penjual tersebut mengenakan harga yang lebih murah kepada pembeli yang membeli dalam jumlah
besar. Dalam diskriminasi harga tingkat ketiga, penjual tersebut mengenakanharga yang berbeda
kepada kelompok pembeli yang berbeda.
5. Penetapan harga bauran produk
Logika penetapan harga harus dirubah apabila produk tersebut adalah bagian dari bauran produk.
Dalam hal ini, perusahaan mencari beberapa harga yang memaksimalkan laba dari seluruh bauran
produk. Penetapan harga sulit diperoleh karena berbagai produk memiliki saling keterkaitan permintaan
dan biaya yang d pengaruhi berbagai tingkat persaingan yang berbeda.
2.1.5 Perilaku Konsumen
Dalam perkembangan dunia usaha saat ini, perusahaan yang memproduksi barang/jasa
menempatkan konsumen sebagai pusat perhatian. Berbagai upaya dilakukan agar memperoleh respon
yang positif di pasar. Persaingan yang sangat ketat pun menuntut perusahaan untuk terus melakukan
riset pasar mengenai keinginan dan kebutuhan konsumen yang dinamis.
Beberapa konsumen mungkin akan melakukan pembelian ulang suatu merek apabila dia sudah
merasa loyal, dan tugas dari pemasar adalah mempertahankan konsumen yang loyal dengan terus
menghasilkan produk yang inovatif agar konsumen tidak merasa bosan dengan produk itu-itu saja,
sehingga konsumen tidak beralih ke produk lain. Tapi beberapa dari mereka membeli suatu produk
hanya karena kebiasaan saja, disini pemasar harus memperhatikan saluran distribusinya, jangan sampai
produk sulit ditemukan. Apabila prduk yang dibutuhkan tidak ada di pasaran, konsumen akan mencari
merek produk lain yang sesuai dengan kebutuhannya.
Perilaku konsumen adalah pembelajaran mengenai bagaimana keputusan seseorang untuk
menggunakan sumber-sumber yang didapat yang berhubungan dengan pola konsumsinya. Termasuk
pembelajaran mengenai apa yang mereka beli, dimana mereka membelinya, kapan merek membelinya,
seberapa sering mereka membelinya dan seberapa sering mereka menggunakannya
(Schiffman,Kanuk,1997;Kanhasiri,2005).
Pemasar harus menyadari bahwa keefektifan peneyesuaian keinginan konsumen akan langsung
mempengaruhi profitabilitas mereka. Semakin mereka mengerti faktor-faktor yang mendasari perilaku
konsumen. Mereka akan semakin mampu mengembangkan strategi pemasaran efektif untuk memenuhi
kebutuhan konsumen (Assael,1997;Kanhasiri,2005).
2.1.5.1 Keputusan Konsumen
Tingkat semua keputusan pengambilan keputusan konsumen menerima (atau membutuhkan)
tingkat pencarian informasi yang sama. Jika semua keputusan pembelian membutuhkan usaha yang
besar, maka pengambilan keputusan konsumen akan merupakan proses melelahkan yang menyita
waktu. Sebaliknya, jika semua pembelian sudah merupakan hal rutin, maka akan cenderung
membosankan dan hanya sedikit memberikan kesenangan atau sesuatu yang baru
(Schiffman&Kanuk,2007).
Definisi keputusan menurut pemahaman yang paling umum, yaitu: seleksi terhadap dua pilihan
alternatif atau lebih.
Leon Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk (2005:487) mengemukakan beberapa aliran pemikiran
yang menggambarkan pengambilan keputusan konsumen dengan cara yang berbeda, dengan istilah
model konsumen. Model konsumen menurut empat pandangan, yaitu:
1. Pandangan Ekonomi. Untuk berperilaku rasional dalam arti ekonomi, seorang konsumen harus
mengetahui semua alternatif produk yang tersedia, mampu memeringkat setiap alternatif secara tepat
dari sudut keuntungan dan kerugiannya, serta mampu mengenali satu alternatif yang terbaik.
2. Pandangan Pasif. Dalam pandangan ini, para konsumen dianggap sebagai pembeli yang menurutkan
kata hati dan irasional, siap menyerah kepada tujuan, usaha promosi dan kekuasaan pemasar.
3. Pandangan Kognitif. Model kognitif memfokuskan kepada proses konsumen mencari dan menilai
informasi mengenai merek dan saluran ritel yang dipilih.
4. Pandangan Emosional. Dalam kenyataannya, setiap konsumen mungkin menghubungkan perasaan yang
mendalam atau emosi dengan berbagai pembelian atau kepemilikan sesuatu.
2.1.5.2 Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
Pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk diawali oleh
adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan. Selanjutnya jika sudah disadari adanya
kebutuhan dan keinginan, maka konsumen akan mencari informasi mengenai keberadaan produk yang
diinginkannya. Dari berbagai informasi yang diperoleh konsumen melakukan seleksi atas alternatif-
alternatif yang tersedia. Proses seleksi inilah yang disebut sebagai tahap evaluasi informasi. Dengan
menggunakan berbagai kriteria yang ada dalam benak konsumen, salah satu merek produk dipilih untuk
dibeli. Dengan dibelinya merek produk tertentu, proses evaluasi belum berakhir karena konsumen akan
melakukan evaluasi pasca pembelian (past purchases evaluation). Proses evaluasi ini akan menentukan
apakah konsumen merasa puas atau tidak atas keputusan pembeliannya. Seandainya konsumen merasa
puas, maka kemungkinan untuk melakukan pembelian kembali pada masa depan akan terjadi,
sementara itu jika konsumen tidak puas atas keputusan pembeliannya, dia akan mencari kembali
berbagai informasi produk yang dibutuhkannya. Proses itu akan terus berulang sampai konsumen
merasa terpuaskan atas keputusan pembeliannya (Sutisna,2003).
Namun, para konsumen tidak selalu melewati seluruh lima urutan tahap ketika membeli produk.
Mereka bisa melewati atau membalik beberapa tahap (Kotler,2007). Seperti yang terlihat pada gambar
2.3
Gambar 2.3
Proses Pembelian Konsumen Model Lima Tahap
2.1.5.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen
Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan
psikologis (Kotler, Keller,2007). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses keputusan pembelian,
karena pengaruh potensial perilaku konsumen tidaklah terbatas. Bagaimana pun juga, pemasar harus
mengerti pengaruh yang paling tepat. Dengan melakukan itu, mereka akan menyesuaikan usaha
pemasarannya dalam meraih keuntungan pengaruh-pengaruh ini sebagai cara memuaskan konsumen
dan pemasar sendiri (Kanhasiri,2005).
a. Faktor Budaya
Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan
penentu keinginan dan perilaku paling dasar (Kotler,2007). Sebagai contohnya adalah, budaya timur dan
budaya barat.
Pemasar internasional menginterpretsikan bahwa budaya timur selalu mencerminkan kebersamaan
dan keramahan, maka mereka berusaha menginformasikan produknya dengan tema yang tidak jauh dari
itu. Sedangkan untuk budaya barat yang mencerminkan kemajuan, invidualisme serta kebebasan, maka
pemasar mengkampanyekan produknya dengan tema serupa.
Pemasaran lintas budaya muncul dari riset pemasaran yang cermat, yang menyingkapkan bahwa
relung etnis dan demografik yang berbeda tidak selalu menanggapi dengan baik iklan pasar-massal
(Kotler 2007).
b. Faktor Sosial
Di dalam faktor sosial terdapat kelompok acuan, keluarga, peran dan status. Kelompok acuan
seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak
langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut (Kotler,2007).
Keluarga merupakan organisasi pembelian yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota
keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh (Kotler,2007).
Peran memiliki posisi yang kita rasa, kita pegang atau rasa yang lain yang harus kita yakini saat
menghadapi lingkungan berkelompok. Posisi ini membawa tanggungjawab penting untuk dimengerti
bahwa anggung jawab mungkin, dalam kenyataannya, aka diterima dan tidak diacuhkan bahkan tidak
diterima oleh yang lain. Dengan menghadapi hal-hal tersebut, akan membantu menaikan statusnya
dimata orang lain (Kanhasiri,2005).
c. Faktor Pribadi
Orang membeli produk/jasa yang berbeda-beda sepanjang hidupnya. Pekerjaan seseorang
mempengaruhi pola konsumsinya. Pilihan produk pun dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang.
Masing-masing orang memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda yang dapat mempengaruhi
perilaku pembeliannya (Kotler,2007).
d. Faktor Psikologi
Satu perangkat proses psikologis berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk
menghasilkan proses keputusan dan keputusan pembelian. Empat proses psikologis penting, yaitu
motivasi, persepsi, pembelajaran, dan memori secara fundamental mempengaruhi tanggapn konsumen
terhadap berbagai rangsangan penawaran.
2.1.5.4 Faktor-Faktor Situasional
Situasi merupakan perbandingan mengenai waktu dan tempat yang dilengkapi oleh satu atau
lebih banyak orang dalam mengidentifikasi situasi terhadap kepentingan potensial. Berdasarkan
penelitian lain mengenai faktor situasi dalam mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian-penelitian mengenai faktor situasional telah banyak dilakukan dan
membuktikkan bahwa peranan situasional dalam pengambilian keputusan sangat berguna bagi pemasar
untuk menjadi dasar dalam pengembangan strategi bisnis. Pengertian situasi menurut Belk (1974),
merupakan keseluruhan faktor pada suatu waktu dan tempat tertentu dari pengamatan yang tidak
berasal dari pengetahuan personal (intra-individu) dan atribut rangsangan (pilihan alternatif), serta
mempunyai pengaruh yang terlihat dan sistematis terhadap perilaku saat ini.
Belk mengidentifikasi lima karakteristik pembelian dan konsumsi situasional yang mungkin mempengaruhi perilaku pembelian konsumen sebagai berikut:
1. Social surrounding (lingkungan sosial) adalah pengaruh orang lain terhadap aktivitas konsumen, yang meliputi faktor-faktor seperti: kehadiran orang lain, karakteristik orang-orang yang hadir pada situasi tersebut, peranan nyata orang-orang yang hadir, dan interaksi interpersonal.
2. Physical surrounding (lingkungan fisik) yaitu aspek-aspek lingkungan fisik dan ruang yang nyata yang mencakup aktivitas konsumen. Para peneliti telah menemukan bahwa stimuli seperti warna, suara, cahaya, cuaca, dan pengaturan ruang dari orang dan objek lain mempengaruhi perilaku konsumen. Lingkungan fisik (Physical Surrounding) mempengaruhi persepsi konsumen melalui mekanisme penglihatan, pendengaran, penciuman dan sentuhan. Pengaturan lingkungan fisik ini sangat penting dalam upaya membangun citra. Jika toko eceran ingin mendapatkan citra yang baik, maka pengaturan lingkungan fisik ini sangat penting. Misalnya jika lingkungan di gedung udaranya panas, maka konsumen tidak akan merasa nyaman. Contoh lain misalnya jika pengaturan tata letak rak pajangan (Shelf) tidak teratur menurut kategori produk, sehingga konsumen merasa kesulitan mencari produk yang diinginkan, maka hal itu akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan pula. Dimensi – dimensi physical surrounding meliputi :
a) Pengaruh Musik Pada Pembeli
Penelitian yang dilakukan oleh Milliman (1982), yang meneliti mengenai dampak jenis musik yang diputar didalam toko. Hasilnya menunjukkan bahwa ketika diputar musik berirama rendah, orang-orang cenderung bergerak lebih lambat, dan begitu pula sebaliknya (tapi bukan berarti ketika tidak diputar musik kemudian orang berhenti bergerak). Jadi, irama musik berdampak pada pergerakan orang-orang yang ada didalam toko. Jika dilihat hasil penjualannya, penjualan meningkat 38% ketika diputar musik dangan irama yang lambat. Hal ini membuktikan bahwa pada suasana yang tenang dan santai membuat orang lebih tenang dan menikmati suasana.
b) Pengaruh kesesakan pada konsumen
Suasana sesak terjadi ketika seseorang merasakan pergerakan dia terbatas karena ruang yang terbatas. Kesesakan dapat terjadi apabila terlalu banyak orang sementara ruang yang tersedia terbatas. Atau sebenarnya ruang yang luas tetapi juga pengunjung juga sangat banyak. Kesesakan dalam ruangan biasanya berhubungan dengan pengaturan ruangan dalam toko. Toko yang kecil, akan sulit menyediakan ruang yang luas untuk pergerakan konsumen. Secara intuitif, konsumen menginginkan ruang yang luas untuk pergerakannya didalam toko. Konsumen akan merasakan kenyamanan yang kurang ketika masuk kedalam toko yang penuh sesak. Kesesakan dalam ruangan menimbulkan beberapa dampak pada perilaku konsumen dalam berbelanja. Mungkin saja konsumen mengurangi waktu berbelanjanya karena tidak tahan dengan ruang yang penuh sesak, atau juga mungkin saja konsumen akan mengurangi komunikasi dengan penjaga toko, meningkatkan kegelisahan pembeli, kepuasan belanja yang lebih rendah, dan mungkin juga menurunkan citra toko. Konsumen yang berada dalam keadaan kesesakan akan bertindak tidak rasional dan melakukan sesuatu tindakan bukan atas nama dan
kehendak pribadi, tetapi atas nama kelompok yang merasakan kesesakan. Atribut-atribut pribadi menjadi hilang yang ada adalah identitas kelompok.
c) Pengaruh Lokasi Toko, Layout Toko Dan Atmosfir Toko
Lokasi toko dimana toko itu dibangun akan sangat mempengaruhi minat masyarakat
untuk mengunjungi toko tersebut. Faktor penting yang harus menjadi pertimbangan
adalah wilayah perdagangan yang membatasi suatu kota. Toko sebaiknya didirikan
pada wilayah perdagangan yang ramai dan luas. Pendirian toko ditempat dimana
tidak ada aktivitas perdagangan sangat sulit diharapkan akan dikunjungi oleh
masyarakat. Ketika konsumen mengunjungi sebuah toko, tata letak rak pajangan
didalam toko akan mempengaruhi perilaku pengunjung. Penempatan item produk
secara berkesinambungan berdasarkan kategori produk akan juga mempengaruhi
perilaku konsumen.
Atmosfir dalam toko juga mempengaruhi konsumen. Pengertian atmosfir lebih luas
dari sekedar layout toko, tetapi meliputi hal-hal yang bersifat luas seperti
tersedianya pengatur udara (AC), tata ruang toko, penggunaan warna cat,
penggunaan jenis karpet, warna karpet, bahan-bahan rak penyimpanan barang,
bentuk rak, dan lain-lain. Dengan demikian, atmosfir toko merupakan karakteristik
secara keseluruhan dari sebuah toko.
3. Time / temporal perspective (pespektif waktu) merupakan dimensi situasi yang dapat dispesifikasikan kedalam unit waktu dari situasi, misal kejadian tertentu ketika perilaku pembelian terjadi (hari, bulan, musim). Waktu juga dapat diukur secara relatif pada kejadian di masa lalu atau di masa mendatang, misal waktu ketika pembelian terakhir. Terdapat tiga sudut pandang mengenai waktu. Pertama, waktu yang dipakai oleh individu yaitu bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. Kedua, waktu sebagai produk yaitu bagaimana unsur waktu (daya tahan, kecepatan proses) dipertimbangkan dalam membeli suatu produk. Ketiga, waktu sebgai variabel situasional. (Mowen:1995).
4. Task definition (definisi tugas) merupakan alasan mengapa aktivitas konsumsi oleh konsumen berlangsung, dan dapat dikatakan sebagai tujuan atau sasaran yang dimiliki konsumen dalam situasi tertentu. Dengan kata lain. dapat juga dikatakan bahwa hal ini merupakan maksud atau prasyarat untuk memilih, berbelanja atau mendapatkan informasi mengenai pembelian umum atau spesifik.
5. Antecedent state (pernyataan anteseden) merupakan perasaan (mood) sementara, seperti rasa cemas atau gembira atau kondisi yang dibawa konsumen ke dalam situasi, seperti kondisi pada saat memegang uang tunai. Antecedent state lebih dekat hubungannya dengan keadaan individu konsumen. Artinya kondisi yang dialami dalam diri konsumen akan menyebabkan tindakan-tindakan tertentu.
2.1.7 Minat Beli
Para retailer sebenarnya tidak banyak mengetahui tentang apa yang dalam pikiran konsumen
pada waktu sebelum, sedang, dan setelah membeli. Perilaku konsumen tersebut melibatkan suatu
pemahaman atas minat (interest), yaitu muncul rasa tertarik terhadap objek yang dikenakan usaha
pemasaran tersebut. Menurut Kotler (2000:633) “ Minat belanja adalah munculnya kebutuhan dan
keinginan serta ketertarikan konsumen terhadap produk yang di tawarkan’’ Adapun definisi minat beli
menurut McCarthy (2002:298), adalah
“ Stimulation of buying is an impulse generates from someone to buy a product or service in order to
fulfill his needs” yang artinya minat beli merupakan dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk
membeli barang atau jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhannya.
Minat beli merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan
keinginan konsumen untuk melakukan pembelian (Kotler 2002: 15). Beberapa pengertian dari minat beli
adalah sebagai berikut:
1. Minat dianggap sebagai sebuah ‘perangkap’ atau perantara antara faktor-faktor motivasional yang
mempengaruhi perilaku.
2. Minat juga mengindikasikan seberapa jauh seseorang mempunyai kemampuan untuk mencoba.
3. Minat menunjukkan pengukuran kehendak seseorang.
4. Minat berhubungan dengan perilaku yang terus-menerus.
Jadi, minat beli konsumen merupakan suatu keadaan dimana konsumen merasa tertarik akan
suatu produk dan berkeinginan untuk memilikinya dengan cara membeli setelah adanya usaha-usaha
pemasaran yan telah di lakukan oleh pemasar.
Pada saat konsumen akan membeli produk pasti akan memperhatikan dengan seksama perihal
produk yang akan di belinya. Hal- hal yang di perhatikan misalnya mengenai produk itu sendiri, merk,
harga, dan kemasan dari produk tersebut.
Unsur-unsur yang meliputi minat beli konsumen adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan
Yaitu hasil dari perolehan yang di dapatkan melalui usaha yang dilakukan oleh seseorang, yang biasanya berbentuk nilai materil yang dapat di ukur, pendapatan merupakan hal yang sangat penting di dalam melakukan suatu pembelian, karena apabila pendapatan tidak sesuai dengan yang diinginkan maka tidak akan terjadi transaksi pembelian.
2. Tersedianya Ruang dan waktu (Convenienct Location and Hours)
Yaitu tingkat kemudahan konsumen untuk menjangkau lokasi toko dan waktu berbelanja. Bagi konsumen yang sibuk mereka berharap efisien waktu berbelanja yang dapat meminimalkan waktu seperti fast check outs (proses pembayaran cepat), kemudahan dalam memarkir kendaraan, mendapatkan pertolongan yang lebih dari petugas penjualan dan katalog service center.
3. Suasana Toko (Store Atmosphere)
Yaitu kesadaran penjual yang dirasakan konsumen pada saat berbelanja sehingga diharapkan menumbuhkan minat beli. Suasana yang tepat mempengaruhi konsumen untuk berbelanja, artinya ada kesesuaian antara barang yang dijual dengan interior ruangan dan perbedaan suasana antar satu bagian dengan bagian yang lain.
4. Barang Dagangan (Merchandise)
Yaitu kesesuaian kebutuhan konsumen dengan barang yang ditawarkan penjual. Konsumen biasanya menginginkan variasi atau adanya pilihan dari perbedaan macam-macam barang sesuai dengan tujuan dan pilihan konsumen. Konsumen berharap tidak hanya menemukan variasi dari perbedaan tipe
barang, tetapi juga menemukan bermacam-macam perbedaan warna, merek, style, mode, dan ukuran untuk masing-masing penilaian dan pilihan individu.
5. Harga (Price)
Yaitu harga jual yang diinginkan konsumen sesuai dengan nilai barang dan jasa yang ditawarkan penjual. Suatu barang dipandang mahal atau murah oleh konsumen ataupun penjual tergantung kepada kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing pihak, sehingga untuk mendapatkan harga yang tepat bagi kedua belah pihak perlu penyesuaian harga dengan nilai barang yang dijual. Karena itu konsumen mengharapkan harga jual yang ditawarkan penjual sesuai dengan nilai barang yang dibelinya. Nilai sangat berkaitan dengan utilitas produk, kualitas produk, harga produk, pelayanan, serta manfaat sehingga dapat menciptakan suatu minat beli konsumen.
6. Informasi dan Interaksi Pribadi (Information and Personal Interaction)
Yaitu informasi tentang barang yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan dan hubungan sumber daya manusia yang dimiliki penjual dengan konsumen berlangsung dengan baik. Sebagian konsumen menginginkan penjual menyediakan informasi yang mendetail mengenai produk, karakteristik, dan penggunaannya.
7. Pelayanan (Service)
Yaitu jenis kegiatan pelayanan penjual yang diinginkan konsumen sesuai dengan barang dan transaksi, misalkan: memberikan kredit, pengantaran barang, pemasangan, dan cara-cara lain yang ditujukan supaya lebih menarik bagi konsumen.
Minat beli berbeda dengan keputusan pembelian. Perbedaan tersebut secara sederhana dapat
dikatakan dalam setiap keptusan pembelian adanya suatu minat beli. Sedangkan dalam minat beli
belum tentu berakhir dengan keputusan pembelian. Jadi suatu minat beli dapat berakhir dengan
keputusan pembelian atupun juga tidak.
Jika seseorang akan membeli produk, maka dengan sendirinya akan memasuki tahap- tahap
model respon AIDA yaitu Attention (perhatian), Interest (minat), Desire(keinginan), dan Action
(tindakan).
Menurut Kotler yang dialihbahasakan oleh Hendra Teguh, Roni A Rusli, dan Benyamin Molan
(2002:632), model respon AIDA adalah :
Gambar 2.4
Model AIDA
Model AIDA terdiri dari :
1. Attention, adalah mencari dan mendapatkan perhatian dari calon pembeli merupakan tahap awal proses
keputusan pembelian
2. Interest, adalah menciptakan dan menumbuhkan rasa tertarik pada diri calon pembeli. Pada saat inilah
peranan promosi sangat di utamakan
3. Desire, setelah mendapatkan perhatian dan rasa tertarik, maka selanjutnya dikembangkan rasa ingin
(keinginan) untuk membeli dari calon pembeli
4. Action adalah melakukan tindakn pembelian pada arah keputusan pembelian oleh para calion pembeli.
Dalam model respon AIDA, minat beli termasuk dalam tahap kedua yaitu tahap interest (minat).
Minat pada seseorang akan menunjukkan kencenderungan untuk memusatkan perhatian pada objek
yang menariknya. Dalam tahap ini minat dapat menciptakan dan menumbuhkan rasa tertarik pada diri
calon pembeli. Jadi minat merupakan kecenderungan seseorang untuk merasa senang atau tiadak
senang, tertarik atau tidak tertarik, memilih atau tidak memilih terhadap suatu objek.
2.2 Kerangka Pemikiran
Perusahaan ritel dalam hal ini minimarket sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan
masyarakat terutama di kota-kota besar di Indonesia, seakan-akan tidak bisa lepas dari kegiatan sehari-
hari. Alfamart merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ritel yang
menyediakan produk-produk kebutuhan masyarakat sehaari-hari, ditunjang dengan sifat konsumerisme
masyarakat Indonesia sehingga Alfamart mampu membuat minat serta daya beli konsumen Indonesia
meningkat.
Konsumen akan tertarik dan berminat untuk melakukan pembelian terhadap berbagai produk
yang ditawarkan oleh perusahaan, apalagi bila perusahaan tersebut mempunyai stimulus yang penting
sehingga semakin meningkatkan minat membeli dari masyarakat, seperti suasana toko yang nyaman
dan harga yang menarik.
Store atmosphere merupakan salah satu stimulus penting dari retailing mix yang mampu
mempengaruhi kepuasan dan minat beli, karena konsumen tidak hanya memberiakan respon terhadap
produk yang tersedia, tetapi juga pada suasana toko yang di ciptakan oleh retailer pada saat melakukan
kegiatan berbelanja. Perilaku belanja adalah perilaku yang membutuhkan suasana hati yang
menyenangkan, semakin bisa membuat suasana toko yang menggairahkan dengan tata letak, warna
toko hingga alunan musik, semakin bisa menarik pengunjung untuk bertransaksi ( Taufik Amir, 2005:26 ).
Hubungan store atmosphere dengan minat beli menurut Kotler dalam jurnalnya (1973-1974)
“coined the term atmospherics to describe various visual (color, brightness, size, shape), aural (volume,
pitch), olfactory (scent, freshness), and tactile (softness, smoothness, temperature) dimensions of a store
that can influence the purchase probabilities of consumers". Suasana toko akan menciptakan berbagai
dimensi untuk menggambarkan visual (warna, kecerahan, ukuran, bentuk), pendengaran (pitch,
volume), penciuman (aroma, kesegaran), dan perasa (kelembutan, kehalusan, suhu) dimensi dari toko
yang dapat mempengaruhi probabilitas membeli konsumen.
Suasana toko bukan hanya menjadi pelengkap dari salah satu strategi bauran ritel, tetapi lebih
dari itu merupakan bagian yang terpenting yang akan menjadi alasan bagi seorang konsumen untuk
berkunjung ke ritel. Atmosphere harus menghadirkan nilai positif dari tingkah laku pembelian, hal ini
diperlukan karena adanya pengaruh situasi yang membentuk emosi dari konsumen dalam melindungi
keputusan dari sikap menghindar atau meninggalkan tempat ritel menurut Stoltman, Jeffrey J, Fred W,
dan Anglin Linda K, dalam jurnalnya An investivigation of Retail Shopping situasions, International
Journal of Retail & Distribution Management (pp 145-153)
Selain factor-faktor tersebut, harga juga merupakan salah satu faktor penentu dalam
meningkatkan kepuasan dan menarik minat konsumen untuk melakukan pembelian pada suatu toko
atau produk.. Zeithmal (1988) menyatakan bahwa harga merupakan sesuatu yang dikorbankan oleh
konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Dodds (1991) menyatakan bahwa konsumen akan
membeli suatu produk bermerek jika harganya dipandang layak oleh mereka. Pendapat dari Sweeney, et
al (1998) juga menyatakan hal yang serupa bahwa dalam membeli suatu produk, konsumen tidak hanya
mempertimbangkan kualitasnya saja, tetapi juga memikirkan kelayakan harganya. Penelitian dari Sri
Raharso, (2005 ) membuktikan bahwa harga yang dirasakan oleh konsumen berpengaruh untuk
menimbulkan minat beli.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suasana toko (store atmosphere), dan harga
terhadap minat beli konsumen. Serta menganalisis variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan
terhadap minat beli konsumen.
Berdasarkan kerangka pemikiran dan teori-teori diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa
suasana toko (store atmosphere), dan harga memiliki pengaruh terhadap minat beli konsumen . Dari
uraian diatas dapat digambarkan hubungan antara Variabel sebagai berikut :
Gambar 2.5
Paradigma Penelitian
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pada kerangka pemikiran di atas dapat diambil sebuah hipotesis yaitu:
“Adanya pengaruh suasana toko (store atmosphere) dan harga terhadap minat beli konsumen di
toko alfamart cabang margahayu raya Bandung”
Selanjutnya yang menjadi hipotesis parsial adalah sebagai berikut:
1. Adanya pengaruh langsung antara suasana toko (store atmosphere) terhadap minat beli konsumen di
toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung.
2. Adanya pengaruh langsung antara harga terhadap minat beli konsumen di toko Alfamart cabang
Margahayu Raya Bandung.
3. Adanya pengaruh tidak langsung antara suasana toko (store atmosphere), terhadap minat beli
konsumen melalui harga di toko alfamart cabang Margahayu Raya Bandung.
4. Adanya pengaruh tidak langsung antara harga terhadap minat beli konsumen melalui harga di toko
Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian yang Digunakan
Metode yang digunakan penulis dalam peneliatian ini adalah penelitian survey (survey research),
menurut Kerlinger (1973) yang dikutip oleh Sugiono (2005:7), penilitian survey yaitu penelitian yang
dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang
diambil dari populai tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-
hubungan antara variabel sosiologis maupun psikologis.
Aspek-aspek yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu store atmosphere
sebagai variabel independent (X1), harga sebagai variabel independent (X2) dan minat beli konsumen
sebagai variabel dependen (Y).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih ( independent) tanpa membuat
perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Jadi dalam penelitian ini, peneliti tidak
membuat perbandingan variabel itu pada sampel yang lain, dan mencari hubungan variabel itu dengan
variabel yang lain (sugiyono, 2008:53).
Sedangkan sifat penelitian yang digunakan adalah verifikasi, yaitu membuktikan adanya pengaruh
store atmosphere dan price terhadap minat beli konsumen di toko Alfamart. Setelah mengidentifikasi
masalah yang akan dibahas dalam penelitian, maka variabel bebas dan variabel terikat yang diteliti
dijabarkan dalam operasionalisasi variabel.
3.2 Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel
3.2.1 Definisi Variabel & pengukurannya
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji variabel independen (X1) store atmosphere,
independen (X2) harga dan minat beli konsumen sebagai variabel dependen (Y).
Pengertian store atmosphere (X1) menurut Bucharri Alma (2007:60) mendefinisikan sebagai
berikut:
“Atmosphere adalah suasana toko yang meliputi berbagai tampilan interior, ekterior, tata letak,
lalu lintas internal toko, kenyamanan, udara, layanan musik, seragam pamuniaga, pajangan barang
yang membuat daya tarik bagi konsumen dan membangkitkan keinginan membeli”.
Sedangkan definisi harga (X2) menurut Kotler dan Armstrong (2003:430) sebagai berikut:
“Harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas barang dan jasa, atau jumlah nilai yang
konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari menilai atau menggunakan barang atau
jasa”.
Sedangkan pengertian minat beli (Y) menurut Buchari, Alma (2002; 214) minat beli dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Minat beli konsumen merupakan serangkaian unsur-unsur yang mencerminkan hasrat dan keinginan konsumen”.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert. Skala likert merupakan digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial . Dalam penelitian gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut dengan variabel penelitian (Riduwan, 2008:20).
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Operasional variabel dan indikator variabel disusun untuk memberikan pemahaman akan
konstruk yang dipergunakan pada penelitian ini. Untuk lebih jelasanya mengenai konsep serta indikator
untuk masing-masing varibel beserta pengukuranya, semuanya dijabarkan pada Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1Operasionalisasi Variabel
Variabel Konsep Sub Variabel Indikator Ukuran Skala
Store Atmosphere
(X1)
meliputi berbagai tampilan interior, ekterior, tata letak, lalu lintas internal toko, kenyamanan, udara, layanan music, seragam pamuniaga, pajangan barang yang membuatdaya tarik bagi konsumen dan membangkitkan
Exterior Pintu masuk
Fasilitas parkir
Warna dan pencahayaan
Tingkat kelebaran pintu masuk
Tingkat keleluasaan parker
Tingkat kualitas penerangan
Tingkat kesesuaian musik yang di sajikan
Ordinal
Ordinal
Ordinal
keinginan membeli. Bucharri Alma (2007:60)
General Interior
Store Layout
Interior POP display
Aroma dan bunyi
Pengelompokan barang
Arus lalu lintas toko
Pajangan rak dan laci
Dekorasi dinding
Tingkat ketepatanPenempatan barang
Tingkat kemudahanLalu lintas toko
Tingkat kerapihan penempatan
Tingkat kemenarikan dekorasi dinding
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Harga (X2) sejumlah uang yang
dibayarkan atas
barang dan jasa,
atau jumlah nilai
yang konsumen
tukarkan dalam
rangka
mendapatkan
manfaat dari menilai
atau menggunakan
barang atau jasa.
Kotler & Armstrong
(2003:430)
Lanjutan Tabel 3.1 Operasionalisasi
Penetapan diskon dan potongan harga
Penetapan harga promosi
Penetapan harga bauran produk
Daftar harga dan memberikan diskon bagi konsumen
Kesesuaian harga promosi bagi konsumen
Kesesuaian harga bauran produk
Tingkat daftar harga diskon bagi konsumen
Tingkat potongan harga diskon yang ditawarkan
Tingkat Kesesuaian harga promosi bagi konsumen
Tingkat kesesuaian mutu
Tingkat Kesesuaian harga bauran produk
Tingkat Kesesuaian harga produk yang ditawarkan
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Kesesuaian harga produk yang ditawarkan
Ordinal
Minat Beli Konsumen
(Y)
Suatu proses psikologis yang dilalui konsumen unuk melakukan pembelian (Tjetjep, Djatrika, 2007)
Tahap perhatian (attention)
Tahap ketertarikan (interest)
Tahap berhasrat / berniat (desire)
keyakinan konsumen mengenai kualitas suatu merek produk
keyakinan konsumen mengenai desain produk yang menarik
keyakinan konsumen mengenai kemasan produk yang menarik
keyakinan konsumen mengenai bentuk produk yang menarik
keyakinan konsumen mengenai harga yang relatif terjangkau
Lanjutan Tabel 3.1 Operasionalisasi
Tingkt keyakinan konsumen mengenai kualitas suatu merek produk
Tingkat keyakinan konsumen mengenai desain produk yang menarik
Tingkat keyakinan konsumen mengenai kemasan produk yang menarik
Tingkat keyakinan konsumen mengenai bentuk produk yang menarik
Tingkat keyakinan konsumen mengenai harga yang relatif terjangkau
Tingkat kekuatan produk yang dapat mendorong minat beli konsumen
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
kekuatan produk yang dapat mendorong minat beli konsumen
Ordinal
3.3 Populasi, Sampel, Ukuran Sampel dan Teknik Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas
dan karakterisitik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2008:115). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen
toko Alfamart cabang Margahayu Raya bandung.
3.3.2 Sampel dan Ukuran Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono,
2002:73). Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah konsumen dari berbagai kalangan usia
dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah anggota sampel yang
paling tepat digunakan dalam penelitian tergantung pada tingkat kesalahan yang dikehendaki. Makin
besar tingkat kesalahan maka akan semakin kecil jumlah sampel yang diperlukan dan sebaliknya, makin
kecil tingkat kesalahan maka akan semakin besar jumlah anggota sampel yang diperlukan (Sugiyono,
2002:79).
Penentuan ukuran sampel responden dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin
sebagai berikut:
Dimana: n = Jumlah Sampel Minimum
N = Jumlah populasi
e = Persen kelonggaran atau ketidaktelitian.
Besarnya populasi adalah konsumen yang berkunjung ke toko Alfamart cabang Margahayu Raya
Bandung dalam waktu satu minggu, dalam sehari rata-rata 460 orang, maka dalam 7 hari sebanyak 3220
orang (7 x 460 = 3220). Maka dari data tersebut ukuran sampel sebagai berikut :
yang diketahui dari perhitungan untuk mengetahui ukuran sampel dengan tingkat kelonggaran
sebesar 10% (0,1) sehingga sampel yang diambil untuk mewakili populasi tersebut sebesar:
Dari perhitungan diatas dapat disebutkan bahwa jumlah sampel untuk penelitian ini sebayak 97
responden.
3.3.3 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan adalah teknik nonprobability sampling, yang
menurut Sugiyono (2008:120) teknik nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi
sampel.
Penyusun akan menggunakan insidental sampling, yaitu siapa saja yang kebetulan bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok
sebagai sumber data (Sugiyono, 2008:122)
3.4 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
1. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Observasi, yaitu pengamatan yang langsung dilakukan pada objek penelitian untuk memperoleh
data yang diperlukan.
2. Wawancara, yaitu suatu teknik yang digunakan dengan cara melakukan tanya jawab untuk
memperoleh data mengenai gambaran umum dari perusahaan yang diteliti dan data yang
berhubungan dengan masalah penelitian.
3. Kuesioner, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi angket
atau daftar pertanyaan kepada konsumen untuk diisi. Data yang dilakukan yang ditunjukan
kepada konsumen untuk memperoleh data – data umum yang berhubungan dengan masalah
penelitian.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari berbagai sumber yang memiliki kaitan dengan masalah penelitian, melalui studi
literatur.
3.4.1 Uji validitas dan Reliabilitas
3.4.1.1 Uji validitas
Penelitian yang valid adalah hasil penelitian yang memiliki kesamaan antara data yang terkumpul
dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2008:172).
Untuk menganalisis keterkaitan antarvariabel, perlu diukur besarnya nilai koefisien korelasi.
Untuk data yang berjenis interval dan rasio digunakan alat analisis korelasi product moment
(Suliyanto,2005).
Dimana :
= koefisien korelasi
n = Jumlah responden
∑ = Jumlah dari pengamatan nilai X
∑ = Jumlah dari pengamatan nilai Y
Tabel 3.2
Interpretasi Koefisien Korelasi nilai r
INTERVALKOEFISIEN
INTERVAL HUBUNGAN
0.00 – 0.199 Sangat rendah
0.20 – 0.399 Rendah
0.40 – 0.599 Sedang
0.60 – 0.799 Kuat
0.80 – 1.00 Sangat kuat
Sumber:Sugiyono(2008: 234)
3.4.1.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan sejauh mana tingkat kekonsistenan pengukuran dari suatu responden
ke responden lain atau dengan kata lain sejauh mana pertanyaan dapat dipahami sehingga tidak
menyebabkan beda interpretasi dalam pemahaman pertanyaan tersebut (Juanim,2009). Pengujian
reliabilitas dilakukan dengan teknik Alfa Cronbach, yaitu untuk jenis data interval atau essay.
3.5 Metode Analisis yang Digunakan
Dalam melakukan analisis data penyusun mencoba memecahkannya dengan menggunakan
Metode Analisis Kuantitatif, yaitu suatu metode yang menggunakan analisis statistik.
3.5.1 Analisis Jalur (Path Analysis)
Analisis ini digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi atau pengaruh variabel bebas
(independen) terhadap variabel tergantung (dependen), baik pengaruh secara langsung maupun
pengaruh tidak langsung melalui hubungan dengan variabel bebas lainnya (Suliyanto:2005) sedangkan
menurut Juanim (2004:17) yang menyatakan dalam bukunya bahwa analisis jalur adalah bagian dari
model regresi yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan sebab akibat antar satu variabel
dengan variabel yang lainnya.
Jadi analisis jalur akan dilakukan bila variabel terikat memiliki baik pengaruh secara langsung
maupun tidak langsung terhadap variabel bebas sehingga menimbulkan hubungan sebab akibat. Dalam
hal ini variabel bebas yaitu suasana toko (store atmosphere) dan harga sedangkan variabel terikat yaitu
minat beli konsumen.
Metode path analysis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penghitungan
koefisien jalur yang didasarkan pada koefisien regresi, model diagram jalur yang digunakan dalam
analisis jalur yang dalam kata lainnya adalah diagram jalur (path diagram). Dimana diagram jalur adalah
alat untuk melukiskan secara grafis, struktur hubungan kausalitas antar variabel independent dan
dependent. Digram jalur dari penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 3.1Diagram jalur
Keterangan :
X1 = Variabel store atmosphere (suasana toko) / variabel independent
X2 = Variabel harga / variable independent
Y = Variabel minat beli / variabel dependent
p(rho) = Koefisien masing-masing variabel independent
pyx1 = Pengaruh tidak langsung variabel X1 terhadap Y
pyx2 = Pengaruh tidak langsung variabel X2 terhadap Y
pyx1 = Pengaruh langsung variabel X1 terhadap Y
pyx2= Pengaruh langsung variabel X2 terhadap Y
rx2x1= hubungan korelasional variabel X1 terhadap X2
3.6 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis
Untuk mengetahui hubungan variabel X terhadap variabel Y yaitu dengan melakukan pengujian
hipotesis simultan dan hipotesis parsial, sebagai berikut:
3.6.1 Uji Hipotesis Simultan
Uji hipotesis secara simultan digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel secara
keseluruhan (Juanim,2009:64).
= = 0; artinya tidak terdapat pengaruh antara store atmosphere (X1) dan price (X2) secara simultan terhadap
minat beli (Y)
= ≠ 0; artinya terdapat pengaruh antara store atmosphere (X1) dan price (X2) secara simultan terhadap minat
beli (Y)
Selanjutnya untuk menghitung nilai F secara manual dapat menggunakan rumus F berikut ini:
(Sumber : Riduwan, Drs. M.B.A dan DR. Engkos Achmad Kuncoro, S.E., M.M, 2008:117)
Dimana :
R = Koefisien korelasi ganda
k = Jumlah variabel independen
n = Jumlah sampel
Maka, jika disimpulkan :
- Jika F hitung lebih kecil atau sama dengan F tabel maka H0 diterima, artinya tidak signifikan
- Jika F hitung lebih besar atau sama dengan F tabel maka H0 ditolak, artinya signifikan
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa koefisien korelasi ganda tersebut signifikan atau dapat
diberlakukan pada populasi dimana sampel diambil.
Jika dalam pengujian signifikansi dengan menggunakan program SPSS version 17.0 for Windows
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas Sig (0.05 > Sig), maka H0
ditolak H1 diterima artinya signifikan.
- Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig (0.05 < Sig, maka H0
diterima dan H1 ditolak artinya tidak signifikan.
3.6.2 Pengujian Hipotesis Parsial
Uji hipotesis secara parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel
(Juanim,2009:62).
1) Uji hipotesis secara langsung antara variabel X1 dengan X2
Ho : = 0; artinya tidak terdapat hubungan korelasional antara store atmosphere (X1) terhadap harga (X2)
Ha : ≠ 0; artinya terdapat hubungan korelasional antara store atmosphere (X1) terhadap harga (X2)
2) Uji hipotesis secara tidak langsung antara variabel X1 dengan Y
Ho : = 0; artinya tidak terdapat pengaruh antara store atmosphere (X1) terhadap minat beli (Y)
Ha : ≠ 0; artinya terdapat pengaruh antara store atmosphere (X1) terhadap minat beli (Y)
3) Uji hipotesis secara tidak langsung antara variabel X2 dengan Y
Ho : = 0; artinya tidak terdapat pengaruh antara harga (X2) terhadap minat beli (Y)
Ha : ≠ 0; artinya terdapat pengaruh antara harga (X2) terhadap minat beli (Y)
Berdasarkan hipotesis statistik maka dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan uji T. Rumusnya
adalah sebagai berikut:
Dimana:
n = jumlah sampel
r = nilai korelasi parsial
k = variabel
Apabila pengujian telah dilakukan maka hasil pengujian tersebut dibandingkan
dengan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jika > maka Ho ditolak
b. Jika < maka Ho diterima
Dibawah ini merupakan cara perhitungan untuk mengetahui besarnya pengaruh langsung dan
tidak langsung dalam analisis jalur :
Tabel 3.3Rumus Manual Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung
Pengaruh Langsung (DI) Pengaruh Tidak Langsung (IE)
Pengaruh Total (TE)
X1 ke Y ; pyx1
X2 ke Y ; pyx2
X1 melalui X2 ke Y; pyx1 . pyx2
TE11 = DEyx1 + IEyx1
TE12 = Deyx2 + IEyx2
X2 melalui X1 ke Y ;
pyx2 . pyx1
(Sumber : Juanim, 2004:24)
PROGRAM STUDI MANAJEMENFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASUNDAN2011
KUESIONER
Kepada :
Yth. Pelanggan Toko Alfamart
Di Tempat
Dengan hormat,
Dalam rangka penelitian mengenai “Pengaruh Store Atmosphere dan Harga terhadap Minat Beli
Konsumen di Toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung”, saya sebagai mahasiswa FE Universitas
Pasundan Bandung bermaksud untuk mengumpulkan data dari para pelanggan minimarket Alfamart.
Sehubungan dengan itu, saya mohon bantuan Ibu/Bapak/Saudara/I berkenan meluangkan sedikit
waktu untuk mengisi kuesioner ini. Atas partisipasi dan kerjasama dalam pengisian kuesioner ini saya
ucapkan terimakasih.
Hormat saya,
Luvi Purnama 064010096
PETUNJUK PENGISIAN :
Mohon kepada bapak/ibu atau saudara/i untuk mengisi pertanyaan dibawah ini dengan member tanda
check list pada kolom yang dianggap paling sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Rancangan Kuisioner
Karakteristik responden
Petunjuk pengisian :
Anda dimohonkan memberikan tanda check list (√) pada tempat yang disediakan.
1. Jenis kelamin anda?
Perempuan Laki-laki
2. Usia anda ?
31 – 35 tahun 20 – 30 tahun Kurang dari 20 tahun
Lebih dari 40 tahun 36 – 40 tahun
3. Jenjang pendidikan terakhir anda ?
SMP SD SMA/SMK
Lainlain Magister/S2 Akademi/perguruan tinggi/SI
4. Pengeluaran anda tiap bulan ?
Rp 500.000 - Rp 1.000.000 Kurang dari 500.000
Lebih dari Rp 1.500.000 Rp 1.100.000 – Rp 1.500.000
5. Pekerjaan anda saat ini ?
Wiraswasta Ibu rumah tangga Pelajar/Mahasiswa
Pegawai negeri/TNI Karyawan/Karyawati
6. Berapa kali anda mengunjungi toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung dalam satu minggu ?
4 – 6 kali 1 – 2 kali
2 – 4 kali > 6 kali
KUESIONER
Store Atmosphere (suasana toko) di toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung
1 Exterior Bagaimana menurut anda, lebar pintu masuk Alfamart
Bagaimana keluasan sarana parkir yang disediakan Alfamart
Sangat lebar
Sangat
Luas
Lebar
Luas
Cukup lebar
Cukup Luas
Kurang lebar
Kurang Luas
Tidak lebar
Tidak Luas
2 General Interior
Bagaimana kualitas penerangan, pencahayaan dan warna interior dinding di Alfamart
Bagaimana ketepatan background music dan aroma toko yang di sajikan Alfamart
Sangat terang
Sangat tepat
Terang
Tepat
Cukup terang
Cukup Tepat
Kurang terang
Kurang Tepat
Tidak terang
Tidak tepat
3 Store Layout
Bagaimana ketepatan dalam pengelompokan barang yang ada di Alfamart
Bagaimana kemudahan arus lalu lintas di dalam Alfamart
Sangat tepat
Sangat
mudah
Tepat
Mudah
Cukup tepat
Cukup mudah
Kurang tepat
Kurang mudah
Tidak tepat
Tidak mudah
4 Interior POP display
Bagaimana susunan pajangan rak dan laci di Alfamart
Sangat tersusun
Tersusun Cukup tersusun
Kurang tersusun
Tidak tersusun
Bagaimana kemenarikan dekorasi dinding yang ada di Alfamart
Sangat menarik
Menarik
Cukup menarik
Kurang menarik
Tidak menarik
Harga di toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung
1 Penetapan harga dan potongan harga
Apakah daftar harga sangat membantu anda dalam memilih produk dengan kisaran harga yang di inginkan
Sangat membantu
Membantu
Cukup membantu
Kurang membantu
Tidak membantu
Apakah anda lebih berminat membeli produk di Alfamart ketika produk tersebut pada saat diskon
Sangat
berminat Berminat
Cukup berminat
Kurang berminat
Tidak berminat
2 Penetapan harga promosi
Harga promosi yang ditawarkan Alfamart sangat menarik
Harga promosi yang ditawarkan Alfamart sesuai dengan kenyataan
Sangat menarik
Sangat sesuai
Menarik
Sesuai
Cukup menarik
Cukup sesuai
Kurang menarik
Kurang sesuai
Tidak menarik
Tidak sesuai
3 Penetapan harga bauran produk
Rata-rata harga produk Alfamart relatif
Sangat tepat
Tepat Cukup tepat
Kurang tepat
Tidak tepat
Minat beli konsumen di toko Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung
1 Attention Bagaimana tingkat keyakinan anda mengenai kualitas suatu merek produk di
Sangat yakin
Yakin Cukup yakin
Kurang yakin
Tidak yakin
toko Alfamart
2 Interest Bagaimana tingkat keyakinan anda mengenai desain produk yang menarik di toko Alfamart
Bagaimana tingkat keyakinan anda mengenai kemasan produk yang menarik di toko Alfamatr
Bagaimana tingkat keyakinan anda mengenai bentuk produk yang menarik di toko Alfamatr
Sangat yakin
Sangat yakin
Sangat yakin
Yakin
Yakin
Yakin
Cukup yakin
Cukup yakin
Cukup yakin
Kurang yakin
Kurang yakin
Kurang yakin
Tidak yakin
Tidak yakin
Tidak yakin
3 Desire Bagaimana tingkat keyakinan anda mengenai harga yang relatif terjangkau di toko Alfamatr
Bagaimana tingkat kekuatan anda mengenai produk yang dapat mendorong minat beli konsumen di toko Alfamatr
Sangat yakin
Sangat
kuat
Yakin
Kuat
Cukup yakin
Cukup kuat
Kurang yakin
Kurang kuat
Tidak yakin
Tidak kuat
Saran anda untuk Alfamart cabang Margahayu Raya Bandung ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………