peran lsm humus dalam pemberdayaan anak jalanan di...
TRANSCRIPT
PERAN LSM HUMUS DALAM PEMBERDAYAAN ANAKJALANAN DI WILAYAH PASAR PROYEK BEKASI TIMUR
SkripsiDiajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu PolitikUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk memenuhi persyaratan memperolehGelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Andri PrakarsaNIM. 106032201086
PROGRAM STUDI SOSIOLOGIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA2011
i
ABSTRAK
Skripsi dengan judul Peran LSM HUMUS Dalam Pemberdayaan AnakJalanan Di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur, dilatarbelakangi dengan semakinmeningkatnya angka anak jalanan saat ini, khususnya di wilayah Bekasi. Banyakanak jalanan dalam mencari kebutuhan ekonomi, menjadi seorang pengamen,pengemis, pemulung, pedagang asongan. Pemerintah memiliki regulasi terhadapnasib para pekerja anak, tetapi pemerintah belum sanggup menangani permasalahananak jalanan. Oleh karena itu diperlukan sinergi antara pemerintah dan masyarakatmaupun LSM dalam memecahkan permasalahan anak jalanan.
Melihat permasalahan anak jalanan yang semakin meningkat, untuk itu peranserta masyarakat dan LSM diharapkan dapat mereduksi angka anak jalanan melaluiprogram-program pemberdayaan bagi anak jalanan, lalu bagaimana peran LSMHUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur,apa saja program-program dalam pemberdayaan anak jalanan, bagaimana responsanak jalanan terhadap pemberdayaan, dan apa saja faktor pendukung dan penghambatdalam program pemberdayaan.
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang dipakai adalah penelitiankualitatif dengan metode deskriptif, di mana peneliti melakukan observasi langsungke lapangan, melihat, mengamati keadaan sosial masyarakat, anak-anak jalananKomunitas Pinggir Kali Pasar Proyek, Bekasi Timur dan LSM HUMUS. Objekpenelitian yang diteliti adalah LSM HUMUS, anak-anak jalanan dan masyarakatsekitar.
LSM HUMUS merupakan salah satu LSM yang konsen terhadap anak jalanandi wilayah Bekasi Timur, aktif dalam hal pemberdayaan dalam bidang pendidikan. Didalam pemberdayaan LSM HUMUS menjalankan program-program pendidikan,seperti pendidikan anak usia dini (PAUD), bimbingan belajar, pendidikan kesetaraanpaket A, B, dan C, pendidikan keagamaan, beasiswa sekolah formal, konseling anakdan keluarga, dan kesenian.
Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa LSM HUMUS memberikanpemberdayaan berupa program-program pendidikan seperti pendidikan anak usia dini(PAUD), bimbingan belajar, pendidikan kesetaraan paket A, B, dan C, pendidikankeagamaan, beasiswa sekolah formal, konseling anak dan keluarga, dan kesenian.Respons dari anak jalanan yang cukup baik dalam menerima program dan responsorang tua dan masyarakat yang cukup baik dalam mendukung keberadaan LSMHUMUS di dalam menjalankan program. Terdapat juga faktor pendukung, sepertiada motivasi anak jalanan untuk belajar, adanya para pendidik untuk mengajar,fasilitas-fasilitas yang cukup memadai, dan dukungan masyarakat sekitar. Adapunfaktor penghambat di dalam menjalankan setiap program kegiatan, seperti pendanaanatau finansial, sikap mental anak jalanan yang terbiasa di jalan sehingga sulit diatur,pekerja sosial yang keluar masuk silih berganti, dan tradisi masyarakat setempat yangmerupakan masyarakat miskin.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, serta tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad Saw dan keluarganya serta para sahabatnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Peran LSM HUMUS Dalam
Pemberdayaan Anak Jalanan Di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur.”
Skripsi ini tidak akan bisa rampung tanpa bantuan, bimbingan, arahan,
dukungan dan kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Zulkifly, MA selaku Kepala Jurusan Program Studi Sosiologi dan
Ibu Dra. Joharotul Jamilah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Program Studi
Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Ahmad Abrori, M.Si selaku dosen pembimbing atas waktu, kesabaran,
kritik dan saran-saran yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi
ini.
5. Bapak Muhammad Ismail, S.Ag yang telah memberi jalan dalam penulisan
skripsi ini. Seluruh dosen dan staf pengajar pada program studi sosiologi atas
iii
segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan dan pengalaman
yang mendorong penulis selama menempuh studi.
6. Keluargaku tercinta dan terkasih, tiada yang lebih indah dan menyenangkan
apabila berada di kediaman kita sendiri. Penulis sangat berterima kasih kepada
Bapak Suhandi dan Ibu Suyahmi atas segala kepercayaan, pendidikan,
semangat, kesabaran pengorbanan dan segala doa yang mereka panjatkan
untuk penulis, agar penulis sukses dan berhasil dalam penulisan skripsi ini
dengan nilai yang baik. Terimakasih untuk kakak dan adikku, Andhi Sastra
Wiguna, SE dan keluarga dan Muhammad Irsan Zani, yang telah mengisi hari-
hari dalam kebersamaan di dalam keluarga.
7. Sahabat-sahabatku M. Tri Panca yang telah memberikan warna dalam hidupku
sejak SMA sampai saat ini. Empat Serangkai Irvan Matondang, Muhammad
Ayub, Ghundar Muhammad al-Hasan, yang telah menjadi sahabat terbaik,
kebersamaan kita akan terus terkenang kawan. Teman-teman sosiologi 2006
lainnya Ovar yang selalu rela kosannya disinggahi, Nana, Erfan, Fina,
Azharina, Rahmi, Betty, Rizkiyah, Dijah, Budiman, Pebri, Hajuri, Fyan, Fajar,
Fuad, Hamidah, Syofah, Yandi, yang selalu memberikan kejengkelan dan
keceriaan di dalam maupun di luar kelas. Semua ini akan terkenang teman,
serta teman satu almamater sosiologi 2004, 2005, 2007.
8. Kakak-kakak pengurus LSM HUMUS, Ka Adi Hermawan, Ka Suci Utami,
Ka Ali, Ka Haryani, Ka arifin, Ka Doni, Eva dan Devi, yang telah menerima
dan memberikan informasinya kepada penulis.
iv
9. Semua pihak yang telah membentu dalam penyelesaiaan skripsi ini, yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis sadari tidak ada sesuatu yang sempurna kecuali Allah Swt. Begitu
pula dengan skripsi ini, karena itu saran dan kritik dari para pembaca untuk
perbaikan di masa mendatang sangat penulis harapkan.
Bekasi, 12 Mei 2011
Andri Prakarsa
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ……………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1
B. Tinjauan Pustaka ………………….. ……………………… 7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ….………………..… 12
D. Pertanyaan Penelitian ……………………………………… 12
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………. 13
F. Metodologi Penelitian ……………………………………… 14
1. Jenis Penelitian ………………………………................. 14
2. Teknik Pengumpulan Data ………………………………. 15
3. Instrumen Pengumpulan Data …………………………… 16
4. Sumber Data ……………………………………………… 16
5. Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………. 17
6. Pengolahan dan Analisi Data …………………………….. 17
G. Sistematika Penulisan ………………...……………………... 18
BAB II KAJIAN TEORI
A. Teori Peran Dan Status …………………………...…….…… 19
vi
1. Peranan Sosial ……………………………………… 19
2. Kedudukan (Status Sosial) …………………………. 23
3. Hubungan Peranan Sosial dan Status Sosial ………... 26
4. Jenis-Jenis Peranan Sosial …………………………... 27
B. Lembaga Swadaya Masyarakat Di Indonesia ........................... 29
C. Pemberdayaan ……………………………………………….. 36
1. Pengertian Pemberdayaan …………………………………. 36
2. Strategi Pemberdayaan …………………………………….. 39
3. Prinsip Pemberdayaan ……………………………………… 40
G. Anak Jalanan …………………………………………………… 42
1. Definisi Anak Jalanan ……………………………………….. 42
2. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan ………….. 45
BAB III GAMBARAN UMUM LSM HUMUS
A. Sejarah berdirinya ………………………………………………. 49
B. Visi, Misi dan Struktur Organisasi ………………………………. 52
C. Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi Anak Jalanan di Wilayah PasarProyek Bekasi Timur ………………….......................................... 60
BAB IV TEMUAN HASIL PENELITIAN
A. Peran dan Status Aktivis LSM HUMUS ………………………… 63
B. Kegiatan-Kegiatan Pemberdayaan Anak Jalanan ………………… 66
C. Respons Anak Jalanan dan Orang Tua Terhadap Program Pemberdayaan
vii
LSM HUMUS …….…………..…………………………………… 79
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Pemberdayaan LSMHUMUS …….……………………………………………………. 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………… 85
B. Saran-saran ………………………………………………………. 87
PUSTAKA RUJUKAN
LAMPIRAN
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam UUD 1945 pasal 34 (ayat 1) yang diamanatkan oleh negara
berbunyi, “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” dan “negara
mngembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakaan
masyarakaat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”
(ayat 2).1 Sesuai yang diamanatkan UUD 1945, bagaimana negara dapat
menjamin hidup yang layak bagi setiap warga negaranya.
Negara berkewajiban dalam hal pemberdayaan bagi masyarakat miskin
dan anak-anak terlantar. Sebagai mana yang telah diamanatkan oleh konstitusi
negara, yang mana telah kita ketahui angka kemiskinan masyarakat Indonesia
yang sangat tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah
penduduk miskin per maret 2010 sebanyak 31,02 juta orang atau 13,33% dari
jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta. Pada tahun 2009, jumlah
penduduk miskin 32,53 juta atau 14,15% dari total jumlah penduduk 231,37 juta
orang.2
1Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Dan Proses Amandemen Secara Lengkap: Pertama1999-Keempat 2002, (Sinar Grafika, 2002), h. 26
2“Ada Tiga Hambatan Hapus Kemiskinan.” Kompas, 17 September 2010, h.15.
2
Memahami masalah kemiskinan seringkali memang menuntut adanya
upaya untuk melakukan pendefinisian dan pengukuran. Sehubungan dengan hal
ini, perlu disadari bahwa masalah kemiskinan telah di studi oleh berbagai
ilmuwan sosial yang berasal dari latar belakang disiplin yang berbeda. Oleh sebab
itu, wajar pula apabila kemudian dijumpai berbagai konsep dan cara pengukuran
tentang masalah kemiskinan ini. Dalam konsep ekonomi misalnya, studi masalah
kemiskinan akan segera terkait dengan konsep standar hidup, pendapatan dan
distribusi pendapatan. Sementara itu ilmuwan sosial yang lain tidak ingin berhenti
pada konsep-konsep tersebut, melainkan mengaitkannya dengan konsep kelas,
stratifikasi sosial, struktur sosial dan bentuk-bentuk diferensiasi sosial yang lain.
Hal yang sama juga dijumpai dalam usaha untuk melakukan pengukuran tingkat
kemiskinan. Konsep taraf hidup (level of living) misalnya, tidak cukup dilihat
dari sudut pendapatan, akan tetapi juga perlu melihat faktor pendidikan,
kesehatan, perumahan dan kondisi sosial yang lain.3
Kemiskinan bukanlah masalah yang sangat sederhana, yang mana tidak
terkait dengan masalah ekonomi semata, tetapi terkait dengan permasalahan yang
sangat kompleks. Kemiskinan itu sendiri akan berdampak kepada kehidupan
masyarakat yang menjadi menderita, entah secara ekonomi, sosial, dan budaya.
Faktor kemiskinan atau ekonomi yang rendah pada masyarakat merupakan
salah satu faktor banyaknya anak-anak yang berjuang mencari kebutuhan
ekonomi untuk dirinya maupun keluarganya dijalanan. Walaupun ada beberapa
3Soetomo, Masalah Sosial Dan Pembangunan (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), h.117.
3
faktor penyebab maraknya anak jalanan, seperti perceraian orang tua, tidak
harmonisnya suatu keluarga, pergaulan, akan tetapi faktor ekonomi yang sangat
kuat sehingga anak-anak mencari uang dijalanan. Banyak anak-anak yang berada
di jalan untuk mencari uang, entah sebagai pengamen, pemulung ataupun
pengemis. Masa kanak-kanak seharusnya menjadi masa yang indah bagi anak itu
sendiri, dimana anak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, mendapatkan
pendidikan yang baik dan kehidupan yang layak. Masa dimana anak-anak
bermain dengan teman sebayanya, tanpa harus memikirkan untuk mencari uang
guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal seperti ini tidak dimiliki oleh anak-
anak jalanan, anak-anak jalanan harus berjuang melawan keadaan yang saat ini
tidak didapatkannya, seperti pendidikan, rasa kasih sayang, kehidupan yang layak.
Anak-anak jalanan harus tetap survive dengan pekerjaannya, entah menjadi
pengamen, pemulung ataupun pengemis di jalan.
Anak jalanan adalah anak yang berada di jalan untuk mencari uang demi
kebutuhan hidup bagi dirinya maupun membantu ekonomi keluarganya. Anak-
anak jalanan mencari uang entah sebagai pengamen, pengemis, maupun berjualan
asongan. Panasnya matahari yang menyinari tubuhnya dan membakar telapak
kaki , dinginnya udara yang dirasakan, dan asap polusi kendaraan yang
dihirupnya seakan telah menjadi hal yang sudah biasa yang dialaminya.
Bellamy mengatakan bahwa anak-anak yang bekerja di usia dini, yang
biasanya berasal dari keluarga miskin, dengan pendidikan yang terabaikan,
sesungguhnya akan melestarikan kemiskinan, karena anak yang bekerja tumbuh
4
menjadi seorang dewasa yang terjebak dalam pekerjaan yang tak terlatih, dan
dengan upah yang sangat buruk. Hal senada dikemukakan oleh Thapa, Chetry dan
Aryal, bahwa membiarkan anak-anak bekerja sebagai pengganti sekolah dapat
membuat ‘lingkaran setan’ (vicious circle) awalnya, bekerja menimbulkan
dampak buruk bagi sekolah, selanjutnya berpendidikan rendah atau tidak
berpendidikan sama sekali dapat mengakibatkan berlanjutnya pekerja anak.4
Dalam hal ini banyak anak jalanan yang berhenti dalam berpendidikan di
sekolah-sekolah formal, bahkan yang lebih tragis lagi anak jalanan tidak sama
sekali mendapatkan pendidikan dibangku sekolah, dikarenakan anak jalanan harus
mencukupi hidupnya sendiri maupun untuk keluarganya dalam kehidupan sehari-
hari. Orang tua yang tidak mampu dalam hal ekonomi, terpaksa membiarkan
anaknya untuk bekerja, entah sebagai pengemis, pemulung maupun sebagai
pengamen di jalan.
Diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh anak menjadi sering kita
saksikan di jalan, maupun di dalam suatu keluarga. Anak dituntut untuk mencari
kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya, yang membuat anak tidak
mendapatkan akses-akses pendidikan, pelayanan, kesehatan, dan rasa kasih
sayang. Hal ini akan mengganggu perkembangan anak itu sendiri apabila sudah
dewasa nanti.
4Hardius Usman dan Nachrowi Djalal Nachrowi, Pekerja Anak Di Indonesia: Kondisi DeterminanDan Eksploitasi Kajian Kuantitatif (Jakarta:Grasindo, 2004), h.1-2.
5
Peran orang tua yang seharusnya dapat memberikan penghidupan yang
layak bagi anak-anaknya tidak dapat terwujud. Karena faktor ekonomi yang
rendah itu pula yang mendorong orang tua untuk membiarkan anaknya bekerja.
Orang tua tidak peduli akan situasi dan kondisi anak, yang mana baginya anak-
anaknya dapat membantu kehidupan ekonomi keluarga dan dapat menjalankan
kehidupan sehari-hari.
Jumlah anak Indonesia (0-18 tahun) menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
pada tahun 2006 mencapai 79,8 juta anak. Mereka yang masuk kategori telantar
dan hampir telantar mencapai 17,6 juta atau 22,14%. Anak jalanan menurut
Kementerian Sosial termasuk anak telantar. Akan tetapi, peningkatan angka anak
jalanan ternyata tidak sejalan dengan angka kemiskinan versi BPS yang justru
terus berkurang. Pada tahun 2007, menurut BPS, jumlah orang miskin 37 juta,
turun menjadi 34,9 juta (2008), lalu 32 juta orang (2009).5
Ini menjadi sebuah problematika yang harus diselesaikan oleh pemerintah,
yang mana anak-anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi
pemimpin dari bangsa ini. Bagaimana bangsa ini akan maju kedepan apabila
generasi mudanya atau anak-anak Indonesia harus selalu dieksploitasi secara
sosial-ekonomi dengan bekerja di usia dini. Anak yang seharusnya berada
5Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. “Jumlah Anak Jalanan Kian Meningkat.”artikel diakses pada 1 November dari http://oldkesra.menkokesra.go.id/content/view/14001/39/,
6
dibangku sekolah, ironisnya anak harus bekerja dan berada dijalan untuk
mengamen, mengemis, ataupun ikut bersama orang tuanya untuk meminta-minta.
Peran pemerintah sebagai pemegang regulasi sangatlah diharapkan oleh
masyarakat, yang memiliki suatu kebijakan-kebijakan akan permasalahan ini,
akan tetapi sesuatu hal yang tidak mungkin apabila permasalahan ini hanya
menjadi fokus pemerintah saja yang mengambil peranan dalam menangani
permasalahan anak jalanan ini. Melihat angka anak-anak jalanan yang semakin
meningkat pesat pertahunnya. Permasalahan ini menjadi fokus kajian seluruh
elemen bangsa. Masyarakat dan peran LSM, sebagai lembaga yang non-
pemerintah diharapkan bisa membantu permasalahan ini dan mereduksi
permasalahan bangsa, melalui pemberdayaan terhadap anak-anak jalanan.
Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayan
menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan
sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
7
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.6
Keberadaan LSM yang menangani permasalahan anak-anak jalanan.
Dalam hal pemberdayaan secara sosial dan keagamaan dapat membantu
memecahkan permasalahan anak-anak jalanan yang ada saat ini. Peranan LSM
yang notabennya adalah lembaga non-pemerintah sangatlah diharapkan oleh
masyarakat untuk permasalahan anak jalanan.
Dengan cara melakukan pemberdayaan terhadap anak-anak jalanan,
diharapkan anak-anak jalanan menjadi kreatif dan trampil dalam kehidupannya,
serta tidak lagi menjadi pengemis, pengamen dijalanan, juga memiliki perilaku
yang baik dalam berkehidupan di masyarakat.
Dari latar belakang masalah di atas dilakukan penelitian dengan
mengambil judul: Peran LSM HUMUS Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan
Di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur.
B. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dicari, ada beberapa
skripsi yang membahas terkait dari penelitian ini. Diantaranya adalah:
Pertama, penelitian yang berjudul “Manajemen Rumah Singgah Dalam
Membina Anak Jalanan (Studi Rumah Singgah Akur Kurnia Kramat Jati Jakarta
Timur.”, Skripsi ditulis oleh E. Sri Nurhilmi, mahasiswa Manajemen Pendidikan
6Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h.59-60.
8
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, 2009. Berdasarkan kesimpulan menurut
penelitiannya, Rumah Singgah Akur Kurnia adalah sebuah lembaga yang
diselenggarakan untuk memberikan bantuan baik secara moril maupun materil
kepada anak-anak jalanan yang berada di sekitar rumah singgah Akur kurnia,
khususnya yang berada di sekitar pasar Induk Kramat Jati, dengan tujuan anak-
anak tersebut tidak lagi bekerja sebagai anak jalanan. Rumah Singgah Akur
Kurnia memberi kesempatan kepada anak-anak jalanan agar dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Rumah Singgah ini merupakan salah satu program
yayasan Akur Kurnia dalam bidang pendidikan sosial. Dalam pelaksanaan
manajemen, Rumah Singgah Akur Kurnia menjalankan unsur-unsur perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan/motivasi, pembinaan, penilaian/evaluasi dan
pengembangan. Manajemen Rumah Singgah Akur Kurnia sudah berjalan cukup
baik, fungsi-fungsi yang ada sudah dapat terlaksana.
Kedua, penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Program Pemberdayaan
Anak Jalanan Melalui Keterampilanan Di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama
V Duren Sawit Jakarta Timur, 2008.” Skripsi ditulis oleh Roudhotunnajah,
mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi.
Berdasarkan kesimpulan dari penelitiannya, pelaksanaan program pemberdayaan
yang dilakukan Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama V sebagai lembaga sosial
pengganti orang tua dalam menjalankan programnya yaitu pelayanan sosial yang
meliputi pembinaan mental, pendidikan, dan pelatihan keterampilan dan
mempunyai tujuan agar anak dapat tumbuh kembang secara wajar dan siap
9
mandiri untuk memperoleh masa depan yang cerah dan berguna bagi dirinya,
masyarakat dan bangsa. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan anak jalanan,
panti memberikan program pemberdayaan salah satunya berupa pelatihan
ketrampilan di dalam pelaksanaannya meliputi, metode, proses serta hasil dari
pelaksanaan ketrampilan. Dengan program ketrampilan, anak-anak jalanan dapat
menyalurkan bakat dan kemampuan mereka melalui pelatihan-pelatihan, serta
mempunyai modal keilmuan di bidang keterampilan, dan mengubah untuk
memperoleh masa depan yang cerah, sehingga anak-anak terdorong untuk belajar
mandiri sesuai dengan kemampuannya.
Ketiga, penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Life Skills Anak
Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan Di
Social Development Centre (SDC) Bambu Apus Jakarta Timur, 2010.” Skripsi
ditulis oleh Ahmad Hary Deni, mahasisiwa Pengembangan Masyarakat Islam
Fakultas Dakwah Dan Komunikasi. Berdasarkan kesimpulan penelitiannya, anak-
anak jalanan di panti Social Development Center diberikan berbagai macam
pelayanan sosial meliputi pembinaan mental, fisik, pelatihan keterampilan, dan
bimbingan sosial. Upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui
keterampilan otomotif dapat merubah dan mengembangkan kemampuannya, juga
dapat menghasilkan suatu karya yang berguna dan bermanfaat untuk masa depan
anak jalanan.
Keempat, penelitian yang berjudul Metode Bimbingan Islam Dalam
Mengembangkan Kreativitas Anak Jalanan Di Yayasan Bina Anak Pertiwi,
10
Jakarta Selatan, 2007.” Skripsi ditulis oleh Lisa Nurcahyani, mahasiswa Fakultas
Dakwah Dan Komunikasi. Berdasarkan kesimpulan metode bimbingan islam
digunakan sebagai metode untuk mengembangkan kreativitas anak jalanan,
dengan menggunakan metode individual, ceramah, tanya jawab, dan
mengamalkan nilai-nilai agama sebagai metode untuk memotifasi perkembangan
kreativitas anak.
Melihat tinjauan literatur yang ada diatas, memang ada kesamaan pada
penelitian ini, akan tetapi terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada
penelitian ini. Penelitian yang ditulis oleh E. Sri Nurhilmi, membahas masalah
Manajemen Rumah Singgah Dalam Membina Anak Jalanan (Studi Rumah
Singgah Akur Kurnia Kramat Jati Jakarta Timur). Penelitian E.Sri Nurhilmi
mencoba melihat manajemen rumah singgah Akur Kurnia dengan menggunakan
analisis manajemen.
Penelitian yang ditulis oleh Roudhatunnajah, membahas masalah
Pelaksanaan Program Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Keterampilanan Di
Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama V Duren Sawit Jakarta Timur. Panti
sosial ini merupakan panti sosial yang dibuat oleh pemerintah Kementrian
Kesejahteraan Sosial bukan lembaga non-pemerintah atau LSM, program-
program dari panti ini memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan bagi anak
jalanan.
Lalu penelitian yang ditulis oleh Ahmad Hary Deni, yang membahas
masalah Upaya Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan Melalui Pelatihan
11
Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan Di Social Development Center
(SDC) Bambu Apus Jakarta Timur. Social Development Center merupakan
lembaga yang dibuat pemerintah khususnya Kementerian Sosial bukan lembaga
non-pemerintah. Adapun program-program yang diberikan adalah pelatihan
keterampilan otomotif bagi anak jalanan.
Penelitian yang ditulis oleh Lisa Nurcahyani, membahas masalah Metode
Bimbingan Islam Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Jalanan Di Yayasan
Bina Anak Pertiwi, Jakarta Selatan. Metode bimbingan islam dijadikan motivasi
dalam mengembangkan kretivitas anak jalanan.
Adapun persamaan dalam penelitian ini terletak pada objek kajian, yaitu
anak jalanan, tetapi ada beberapa perbedaan pada penelitian ini, penelitian yang
ditulis Roudhatunnajah dan Ahmad Hary Deni merupakan lembaga yang dibentuk
oleh pemerintah untuk menangani masalah anak jalanan, sedangkan studi-studi
diatas memiliki perbedaan dengan penelitian ini. Adapun perbedaannya penelitian
ini merupakan LSM lembaga non-pemerintah lembaga yang independent, suatu
hal yang menjadi perbedaan dalam penelitian sebelumnya.
Dalam penelitian E. Sri Nurhilmi mencoba melihat manajemen rumah
singgah Akur Kurnia dengan menggunakan analisis manajemen dalam menangani
anak jalanan. Lalu dalam penelitian Lisa Nurcahyani metode bimbingan islam
dijadikan motivasi dalam mengembangkan kretivitas anak jalanan. Sedangkan
dalam penelitian yang diteliti membahas pemberdayaan anak jalanan yang
dilakukan oleh LSM lembaga yang non-pemerintah, dengan program-program
12
pendidikan, pendidikan keagamaan, dan kesenian yang menjadikan perbedaan
dalam penelitian sebelumnya. Lalu kenapa LSM HUMUS perlu di angkat dalam
penelitian, karena LSM HUMUS dibentuk oleh alumni mahasisiwa Sosiologi
Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan para pengajarnya juga alumni
mahasisiwa Sosiologi Agama, yang berkontribusi penting bagi pemberdayaan
anak jalanan. Melihat keberadaan para alumni Sosiologi Agama, menjadi menarik
apabila dilakukan sebuah penelitian.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas agar mendapatkan pembahasan yang
spesifik, sistematis, dan jelas, oleh karena itu dicoba untuk membatasi masalah
dalam penelitian ini. Bagaimana peranan yang dilakukan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan melalui program-
program pendidikan seperti kegiatan belajar mengajar, pendidikan keagamaan,
dan kesenian.
D. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana peran LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di
wilayah pasar proyek Bekasi Timur ?
2. Apa sajakah program-program LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak
jalanan di wilayah pasar proyek Bekasi Timur ?
3. Bagaimana respons anak jalanan terhadap pemberdayaan LSM HUMUS ?
13
4. Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam program
pemberdayaan anak jalanan di LSM HUMUS ?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan peneliti ini adalah:
1. Untuk menjelaskan peran LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan
di wilayah pasar proyek Bekasi Timur.
2. Untuk mengemukakan program-program yang di lakukan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di wilayah
Pasar Proyek Bekasi Timur.
3. Untuk mengetahui respons dari anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi
Timur dalam pemberdayaan.
4. Untuk menjelaskan faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan
program pemberdayaan.
5. Peneliti juga ingin memberikan kontribusi berupa saran-saran yang dapat
membangun LSM HUMUS lebih baik kedepannya.
Manfaat penelitian ini adalah:
1. dapat memberikan gambaran kepada masyarakat, betapa pentingnya peranan
LSM, dalam membantu pemasalahan anak jalanan. Untuk itu bagaimana
pemerintah dan elemen masyarakat dapat bersinergi dalam meminimalisasi
permasalahan ini, dan dapat tercipta kesejahteraan sosial di masyarakat, serta
14
terciptanya masyarakat yang adil serta tidak ada lagi ketimpangan sosial di
masyarakat.
F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatatif, yaitu
penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Sementara itu, menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang fundamental
bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri
dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan
peristiwanya.7 Dengan metode penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian
secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah
tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau
menerangkan saling hubungan dan menguji hipotesis.8 Adapun pendekatan
yang diambil dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan studi kasus, yang
7Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi (Jakarta:PT BumiAksara, 2006), h. 92.
8Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi, h. 47.
15
mana penelitian yang dilakukakan dilapangan dengan terjun langsung ke
objek penelitian guna mendapatkan data-data pokok dari informan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data lapangan, dalam penelitian ini menggunakan
metode sebagai berikut:
a. Observasi
Menurut S. Margono, observasi diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek
penelitian. Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek di tempat
terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Metode observasi sebagai alat
pengumpul data, dapat dikatakan berfungsi ganda, sederhana, dan dapat
dilakukan tanpa menghabiskan biaya. Namun demikian, dalam melakukan
observasi peneliti dituntut memiliki keahlian dan penguasaan kompetensi
tertentu.9 Dalam penelitian ini menggunakan observasi langsung yaitu dengan
mengamati, meneliti, menyaksikan kejadian langsung bersama objek yang
akan diselidiki atau yang akan diamati.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal
dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Dalam
kegiatan wawancara terjadi hubungan antara dua orang atau lebih, dimana
9Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi, h. 173.
16
keduanya berperilaku sesuai dengan status dan peranan mereka masing-
masing. Wawancara ialah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama
dari wawancara adalah adanya kontak langsung dengan tatap muka antara
pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi (interviewe).10 Teknik
wawancara merupakan salah satu elemen penting dalam proses penelitian.
Wawancara (interview) dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk
mendapatkan informasi (data) dari respondendengan cara bertanya lengsung
secara tatap muka (face to face)11. Jadi didalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode wawancara secara langsung dengan informan guna
mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
3. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman
wawancara, alat-alat tulis, buku catatan. Pedoman wawancara digunakan agar
wawancara menjadi terarah dan tepat, serta alat-alat tulis dan buku catatan
digunakan untuk mencatat berbagai hal yang penting dalam penelitian ini.
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini data dikategorikan kedalam dua jenis, yaitu: data
primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang
10Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi, h. 179.11Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007), h.69.
17
diperoleh melalui hasil wawancara dengan informan dan observasi. Sampel
yang diambil yaitu, enam orang pengurus, tiga orang anak jalanan, dan tiga
orang masyarakat, sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh
melalui kepustakaan, seperti buku-buku, koran, dan internet yang
berhubungan dengan penelitian ini.
5. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2010 sampai dengan
bulan Januari 2011. Adapun tempat penelitian di LSM HUMUS di wilayah
Pasar Proyek Bekasi Timur.
6. Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data dengan cara mengumpulkan data-data dari hasil
observasi, wawancara langsung, yang direduksi membentuk suatu kesimpulan
atau penyajian data informasi dari data yang ada, diambil berdasarkan dari
hasil pemahaman dan pengertian, yang menghasilkan suatu interpretasi gejala-
gejala, fakta-fakta secara sistematis dan akurat, sehingga membentuk sebuah
kesimpulan berdasarkan data-data yang terkumpul.
18
G. Sistematika Penulisan
Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari, latar belakang masalah,
tinjauan pustaka, pembatasan dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua adalah kajian teori yang terdiri dari, teori peran dan status: peranan
sosial, kedudukan (status sosial), hubungan peranan sosial dan status sosial, jenis-
jenis peranan sosial, lembaga swadaya masyarakat di Indonesia, pemberdayaan:
pengertian pemberdayaan, strategi pemberdayaan, prinsip pemberdayaan, anak
jalanan: definisi anak jalanan, faktor-faktor penyebab munculnya anak jalanan.
Bab ketiga adalah gambaran umum LSM HUMUS yang terdiri dari, sejarah
berdiri, visi, misi, dan struktur organisasi, kondisi sosial, budaya, dan ekonomi
anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur. Bab keempat adalah temuan
hasil penelitian yang terdiri dari, Peran dan status aktivis LSM HUMUS,
kegiatan-kegiatan pemberdayaan anak jalanan, respons anak jalanan dan orang
tua terhadap program pemberdayaan LSM HUMUS, faktor pendukung dan
penghambat dalam program pemberdayaan LSM HUMUS. Bab kelima adalah
kesimpulan dan saran yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
19
BAB IIKAJIAN TEORI
A. Teori Peran dan Status
1. Peranan Sosial
William Shakespeare mengemukakan “All the world’s a stage, and all
the man and women merely players, they have their exits and their entrances,
and one man in his time plays many parts (Seluruh dunia merupakan suatu
pentas, dan semua laki-laki dan perempuan hanyalah pemain, mereka keluar
masuk, dan pada gilirannya seseorang memainkan banyak peran).1 Gross,
Mason dan McEachern mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-
harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial
tertentu.2
Di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu : 1. Harapan-
harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban
dari pemegang peran. 2. Harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang
1James M. Henselin, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Jilid I, edisi ke 6 (Jakarta: Erlangga,2006), h. 95.
2David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi (Jakarta: Rajawali pers, 1983), h. 99.
20
peran terhadap “masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan
dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.3
Arti penting sosiologis dari peran ialah bahwa peran memaparkan apa
yang diharapkan dari orang. Ketika individu di seluruh masyarakat
menjalankan peran mereka, peran tersebut saling bertaut untuk membentuk
sesuatu yang dinamakan masyarakat.4
Istilah peranan merupakan istilah dalam persandiwaraan atau lakon
yang dimainkan oleh seseorang. Di dalam ilmu sosiologi peranan ini
dimasukkan ke dalam panggung masyarakat yang diberi isi dan fungsi baru,
yaitu peranan sosial. Istilah “peranan’ menunjukkan bahwa masyarakat
mempunyai lakon, bahkan masyarakat adalah lakon itu sendiri. Masyarakat
adalah suatu lakon yang masih aktual, lakon yang besar, yang terdiri dari
bagian-bagian dan pementasannya diserahkan kepada anggota-anggota
masyarakat. Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat. Jadi
peranan sosial adalah bagian dari fungsi sosial masyarakat.5
Peranan sosial dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi sosial
masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu. Peranan
3David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, h. 101.4James M. Henselin, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi Edisi 6 Jilid 1, h. 95.5Hendropuspito, Sosiologi Sistematika (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 178.
21
sosial dijalankan untuk kepentingan bersama di masyarakat agar tercipta
tatanan kehidupan yang baik.6
Fungsi pada umumnya adalah suatu pengertian yang menunjukkan
pengaruh khas dari satu bagian terhadap keseluruhan. Ini berarti bahwa
keseluruhan itu hanya dapat bekerja baik, apabila bagian-bagian berfungsi
dengan baik. Masyarakat sebagai keseluruhan kesatuan hidup bersama
mengemban tugas umum, ialah mencukupi kepentingan umum yang berupa
kesejahteraan spiritual dan material, tata tertib ketentraman dan keamanan.
Tugas umum ini hanya dapat terlaksana dengan baik jika anggota-anggotanya
dan bagian-bagiannya berfungsi baik. Adapun bagian-bagian masyarakat itu
tak lain adalah kelompok-kelompok sosial atau lembaga-lembaga sosial.
Lembaga-lembaga sosial inilah yang mengemban tugas bagian yang disebut
fungsi sosial. Dalam pengertian ini fungsi sosial mempunyai arti yang sama
dengan peranan sosial. Fungsi sosial ialah pengaruh khas yang diberikan
seseorang atau lembaga sosial terhadap seluruh masyarakat.7
Fungsi sosial yang dijalankan oleh seseorang maupun institusi-intitusi
sosial, merupakan tugas sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Di dalam peranan sosial terdapat kewajiban atau tanggung jawab
6Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 178.7Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 179.
22
yang harus dijalankan oleh seseorang maupun institusi sosial. Kewajiban dan
tanggung jawab ini disebut dengan jabatan atau tugas.8
Ditinjau dari orang atau institusi yang menerima jabatan, maka jabatan
dapat dipandang sebagai pelayanan kepada masyarakat. Jika ditinjau dari
instansi yang menyerahkan, jabatan dapat dipandang sebagai suatu wewenang.
Contoh, seorang disebut guru, karena ia menjalankan peranan guru, yaitu
mengajar. Peranan ini benar-benar peranan sosial, fungsi sosialnya tidak dapat
diragukan. Fungsi guru juga disebut jabatan guru atau tugas guru karena si
pemangku menerima tugas itu dari instansi yang berwenang melalui surat
(dan upacara) pengangkatan.9
Wewenang dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan
dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan
keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting, dan untuk
menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Dengan kata lain, seseorang yang
mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau
membimbing orang banyak.10
Di dalam peranan sosial para pelaku peranan sosial diharapkan
memiliki penjiwaan yang sangat kuat dalam memainkan peranannya, suatu
gaya khas atau gaya fungsional. Seperti yang diungkapkan oleh Kingsley
8Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 179.9Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 179.10Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 242.
23
Davis mendefinisikan peranan sosial sebagai suatu gaya seseorang dalam
melaksanakan kedudukannya secara nyata.11 Sebagai contoh seorang guru
yang sedang berada di rumah bersama istri dan anaknya diharapkan
memainkan peranannya sebagai ayah yang menyenagkan, berbeda halnya
apabila dia sudah berada di sekolah dia harus menjadi guru yang mengajar
secara formal, tegas dan berwibawa.
2. Kedudukan (Status Sosial)
Kedudukan (status) seringkali dibedakan dengan kedudukan sosial
(social status). Kedudukan adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam
suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok
tersebut, atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-
kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi.12
Sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum
dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan
pergaulannya, prestisenya, hak-hak, dan kewajiban-kewajibannya. Dengan
demikian kedudukan sosial tidaklah semata-mata merupakan kumpulan
kedudukan-kedudukan seseorang dalam kelompok yang berbeda, tapi
kedudukan sosial tersebut mempengaruhi kedudukan orang tadi dalam
kelompok sosial yang berbeda. Namun, untuk mendapatkan pengertian yang
11Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 181.12J Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan, edisi ke 2 (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 156.
24
mudah kedua istilah tersebut akan digunakan dalam pengertian yang sama,
yaitu kedudukan (status).13
Kedudukan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Kedudukan Resmi (Formal Status)
Kedudukan resmi ialah kedudukan yang diambil seseorang dalam
satuan sosio-budaya yang resmi. Dengan kata lain, kedudukan itu diakui resmi
oleh lingkungan masyarakat itu.14
2) Kedudukan Tak Resmi (Informal Status)
Kedudukan tak resmi ialah kedudukan yang diambil seseorang dalam
lingkungan sosio-budaya yang tak resmi. Orang yang bersangkutan diterima
umum berdasarkan kaidah-kaidah serta nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
lingkungan kultural itu. Dalam penerimaan itu tidak ada upacara dan
pengangkatan resmi.15
Oleh karena itu kedudukan merupakan tempat orang berdiri di dalam
suatu kelompok masyarakat. Dalam hal ini seseorang telah mengikuti pola
kehidupan di masyarakat atau telah menjadi anggota kelompok masyarakat
13J Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan, edisi ke 2, h. 156.14Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 103-104.15Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 103-104.
25
tetentu. Sebagai contoh si A sebagai warga masyarakat, disamping itu si A
menjadi guru, suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya.16
Para ahli sosiologi juga membedakan status yang diperoleh atas usaha
sendiri dan status yang diperoleh karena faktor bawaan, yang pertama disebut
achieved status, dan yang kedua dinamakan ascribed status.
Achived status diperoleh seseorang bukan secara kebetulan, melainkan
atas usaha sendiri. Misalnya si A seorang anak petani. Berkat ketekunan
dalam pelajaran di Sekolah Dasar sampai dengan perguruan tinggi ia berhasil
menjadi seorang insinyur. Pada pembentukan kabinet baru kepala negara
membutuhkan seorang insinyur untuk menduduki kursi kementerian. Insinyur
A tadi diangkat menjadi menteri; misalnya menteri pertambangan karena ia
memiliki diploma pertambangan. Dari pengamatan kasar mengenai sekian
banyak kedudukan sosial di tengah masyarakat dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar kedudukan diperoleh melalui perjuangan orang yang
bersangkutan, baik melewati kursus atau latihan untuk mengembangkan
bakat, maupun lewat sistem pendidikan, entah pendidikan formal, entah
informal.17
Ascribed status diperoleh orang tanpa usaha sendiri. Seorang sultan,
misalnya Hamengku Buana IX, dapat menduduki jabatan sultan bukan
16Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 103-104.17Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 105.
26
semata-mata karena usahanya sendiri, melainkan karena keturunan. Beliau
sebagai putra Hamengku Buana VIII adalah ahli waris yang berhak
menduduki kursi kesultanan Daerah Istimewa Yogyakarta.18
3. Hubungan Peranan Sosial Dan Status Sosial
Peranan sosial sebagai konsep menunjukkan apa yang dilakukan
seseorang, sedang status sosial sebagai konsep menjelaskan apa ada itu.
Dengan kata lain, peranan adalah suatu konsep fungsional yang menjelaskan
fungsi (tugas) seseorang, dan dibuat atas dasar tugas-tugas yang nyata
dilakukan seseorang. Status sosial sebagai konsep dibentuk oleh masyarakat
atas dasar sistem nilai budaya yang dimiliki masyarakat itu. Seseorang
“tempat untuk duduk” di masyarakat, yang tinggi rendahnya ditentukan oleh
masyarakat berdasarkan sejumlah kriteria nilai sosio-budaya.19
Walaupun peranan sosial bukan status sosial, ternyata peranan sosial
memberikan pengaruh dominan terhadap masyarakat dalam menentukan “di
mana” seseorang harus “didudukan” dalam tangga masyarakat. Dengan kata
lain, peranan turut menentukan status; peranan dapat mengubah status, lebih
tinggi maupun rendah. Peranan dijadikan pengukur keberhasilan seseorang
dalam status yang ditempatinya. Sebaliknya, status sosial juga memberikan
18Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 105.19Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 182-183.
27
pengaruh yang menetukan pada peranan sosial. Status tertentu memberikan
warna dan rasa tertentu pada peranan (tugas) yang dilaksanakan.20
4. Jenis-Jenis Peranan Sosial
Peranan sosial yang ada di dalam masyarakat dapat diklasifikasi
menurut bermacam-macam cara sesuai dengan banyaknya sudut pandang
yang diambil. Dibawah ini akan ditampilkan sejumlah jenis peranan sosial.
a. Peranan yang Diharapkan (Expected Roles) dan Peranan yang Disesuaikan
(Actual Roles)
Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan
secermat-cermatnya, lengkap, sesuai dengan peraturan. Peranan jenis ini
antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik dan sebagainya.
Peranan-peranan ini merupakan peranan yang tidak dapat ditawar, harus
dilaksanakan seperti yang telah ditentukan. Disamping peranan tersebut,
terdapat peranan lain yang pelaksanaanya lebih luwes, dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi tertentu, bahkan kadang-kadang harus
disesuaikan. Peranan ini disebut peranan yang disesuaikan.21
20Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 183.21Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 185.
28
b. Peranan Kunci (Key Roles)
Peranan kunci muncul dari kedudukan (status) kunci. Dengan kata-
kata nonteknis, peranan utama timbul dari kedudukan utama. Seseorang
yang menempati kedudukan utama akan memainkan peranan utama.
Dalam bahasa populis status kunci sering dikatakan kedudukan “penting”
dan peranan kunci dikatakan peranan “penting atau tugas “penting”, yang
dimaksud dengan kedudukan kunci ialah kedudukan yang sedemikian
rupa, sehingga kedudukan lain harus mengalah terhadapnya. Kalau
ditinjau dari orangnya, kedudukan kunci merupakan kedudukan yang
memainkan pengaruh terbesar atas pembentukan pribadi lahir dan batin
pemegang status.22
c. Peranan Golongan dan Peranan Bagian
Dari pengamatan di atas kita dapat membedakan dua macam
peranan, yaitu peranan kelompok dan peranan individual atau peranan
golongan dan peranan bagian. Peranan golongan mengandung arti yang
sama dengan peranan kelompok, juga dengan peranan kategorial, dan
peranan instansional, karena orang-orang yang mempunyai cirri yang
sama- dalam hal ini ialah peranan yang sama mewujudkan kategori sosial.
Misalnya seorang yang menjadi guru, sesungguhnya ia memasuki suatu
kategori warga masyarakat yang mengemban peranan pendidikan. Fungsi
22Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 187.
29
pendidikan ini merupakan suatu cabang besar dari fungsi masyarakat
umum secara struktural dan fungsional sesungguhnya fungsi pendidikan
seorang guru bukanlah milik guru itu, melainkan milik satu golongan,
yakni golongan orang yang menempati status pendidikan. Peranan itulah
yang secara teknis disebut peranan golongan.23
Peranan pendidikan diakui oleh masyarakat sebagi milik suatu
kategori, atas suatu instansi. Peranan kategorial atau institusional itu terdiri
atas bagian-bagian, yang tidak sedikit jumlahnya. Individu yang bekerja
sebagai guru, dosen, rektor, dekan siswa, mahasiswa, tata usaha pegawai suatu
sekolah dan lain sebagainya, menjalankan peranan bagian (subrole), yakni
bagian dari peranan pendidikan, yang merupakan peranan kategorial atau
peranan instansional.24
B. Lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia
Sebelum dikenal luas dengan nama LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat), jauh sebelum itu, telah dikenal istilah Ornop (Organisasi Non
Pemerintah). Istilah Ornop yang muncul sekitar awal 1970-an, digunakan sebagai
terjemahan NGO (Non Government Organization) dalam lingkungan
internasional.25
23Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 189.24Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 190.25Rusmin, Tumanggor, dkk., (editor), Potret LSM Di Jakarta (Jakarta: Lemlit UIN Syarif
Hidayatullah, 2005), h. 18.
30
Akan tetapi, ada kritik terhadap pengertian Ornop, ia dianggap terlalu luas
karena mencakup sektor swasta (bisnis) dan organisasi kemasyarakatan lain yang
tentunya juga bersifat non-pemerintah. Richard Holloway misalnya, menganggap
istilah NGO yang kemudian di Indonesia dikenal dengan Ornop terlalu luas dan
artinya bisa juga berlaku bagi organisasi lain yang bukan bagian dari pemerintah.
Demikian pula sub-kategorisasinya mengenai pemerintah. Demikian pula sub-
kategorinya mengenai NGO yang sangat teknis. Meskipun Holloway benar,
bahwa NGO adalah salah satu bagian dari civil society. Namun demikian, istilah
Ornop dan NGO sudah dengan sendirinya menunjukan identitas yang berbeda.
Dia dibentuk oleh sejarah pada 1950-1960 hingga sekarang, sehingga agak sulit
menyamakannya dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) lain, organisasi
sosial/ karitatif (orsos), organisasi bisnis/swasta, ataupun organisasi keagamaan.26
Pada awal berdirinya sekitar tahun 1970-an , kebanyakan LSM yang
muncul merupakan bagian dari diskursus kritik terhadap developmentalisme
pemerintahan Orde Baru. Beberapa di antara mereka adalah, Bina Swadaya yang
didirikan oleh Bambang Ismawan dan kawan-kawan pada 1967; LBH (Lembaga
Bantuan Hukum, 1970) oleh Adnan Buyung Nasution dan kawan-kawan; LP3ES
(Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial,1971) oleh
Nono Anwar Makarim, Ismi Hadad, dan lain-lain; YLK (Yayasan Lembaga
Konsumen, 1973) oleh Permadi dan kawan-kawan; YIS (Yayasan Indonesia
Sejahtera, 1974) oleh Lukas Hendrata dan Soetrisno KH; Sekretariat Bina Desa
26Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 18-19.
31
(1975) oleh Bambang Ismawan ,George J. Aditjondro dan lain-lain; LSP
(Lembaga Studi Pembangunan, 1976) oleh Adi Sasono dan kawan-kawan;
WALHI (1980) oleh Emil Salim, Erna Witoelar dan lain-lain. Kesemuanya
mencerminkan satu generasi awal kalangan aktivitas Ornop pasca Orde Lama,
yang banyak diantaranya justeru ikut melahirkan Orde Baru.27
Usaha-usaha untuk memadukan pembangunan ekonomi dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas sesungguhnya sudah mulai
dilakukan pada awal tahun 1970-an bersamaan dengan kemunculan organisasi-
organisasi non-pemerintah (Ornop) atau dikenal juga dengan nama Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM). Kalangan LSM ini, dalam beberapa segi, mengisi
salah satu aspek pembangunan yang kurang memperoleh perhatian dari
pemerintah, yakni pembangunan ekonomi yang berorientasi pemerataan dan
dalam skala mikro untuk masyarakat pedesaan dan kelompok masyarakat
miskin.28
Keberadaan LSM yang sifatnya lembaga non-pemerintah sangat
membantu untuk menciptakan pembangunan nasional, agar terciptanya
kesejahteraan sosial di masyarakat, yang mana pada era Orde Baru banyak sekali
ketimpangan-ketimpangan sosial di masyarakat yang terjadi. Kehadiran dari LSM
menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat yang mengalami kesakitan atau
masyarakat yang termajinalkan oleh sistem pemerintah. LSM yang hadir di
27Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 24.28Sirojudin Abbas, dalam James Midgley (ed), Pembangunan Sosial: Perspektif Pembangunan dalamKesejahteraan Sosial, (Jakarta: Ditperta Islam Depag RI, 2005), h. xi.
32
tengah masyarakat memberikan advokasi, pendampingan sosial, maupun
pemberdayaan bagi masyarakat miskin, dalam berbagai aspek kehidupan seperti,
sosial, ekonomi, budaya, dan agama.
Lembaga-lembaga pemerintah yang ada, dianggap sudah tidak lagi pro
kepada masyarakat. Pada tahun 1990-an LSM dan gerakan mahasiswa saling
bersinergi untuk mengkritisi pemerintahan yang otoriter pada saat itu. Sehingga
muncul gerakan-gerakan mahasiswa yang dimotori para aktivis mahasiswa yang
bersinergi dengan para LSM. Pemerintahan yang pada dekade ini dinilai sangat
arogan, otoriter, dan terbungkamnya nilai-nilai demokrasi (democration values).
Pada dekade ini tercatat pula semakin menguatnya peranan LSM dalam
pembangunan dan pengembangan masyarakat, yang dapat berkontribusi guna
tumbuhnya akses pembangunan terhadap masyarakat miskin dan rakyat kecil,
yang merupakan isu dari LSM adalah untuk mengentasan kemiskinan, perbaikan
nasib buruh, dan kesejahteraan sosial.29
Pada masa reformasi tampak jelas antara LSM dan aktivis kampus yang
memperjuangkan nasib rakyat, sehingga tumbangnya rezim Orde Baru.
Tumbangnya rezim Orde Baru yang berganti masa reformasi, sehingga
menjamurnya atau tumbuh LSM-LSM dengan berbagai visi dan misi yang
beragam dalam perjuangan dan aktifitasnya. Dengan tema besar yang di usung
29Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 29-30.
33
para LSM yaitu, pengentasan kemiskinan, nasib para buruh, nasib rakyat jelata,
agar terciptanya kesejahteraan sosial di negara Indonesia.30
Pada umumnya, LSM generasi terakhir ini bertujuan untuk melakukan
reorientasi dan rekonstruksi model dan arah bangsa yang dimulai dengan pemilu
pada tahun 1999 sebagai momentumnya. Menurut Arief Budiman kelahiran LSM
pada saat itu dapat dikatakan sebagai simbol bangkitnya kekuatan masyarakat atas
negara yang sedang melemah. Pada periode itu pula, jumlah dan aktifitas LSM
semakin tidak dapat terkontrol dan terdeteksi ditambah dengan banyaknya LSM
yang didirikan secara mendadak untuk sebuah proyek tertentu baik proyek yang
datangnya dari pemerintah, pengusaha ataupun bantuan asing.31
David Korten seorang aktivis dan pengamat LSM memberikan gambaran
perkembangan LSM menjadi empat generasi berdasarkan strategi yang
dipillihnya. Generasi pertama mengambil peran sebagai pelaku langsung dalam
mengatasi persoalan masyarakat. Pendekatannya adalah derma, dengan usaha
untuk memenuhi sesuatu yang kurang dalam masyarakat, misalnya kebutuhan
akan kesehatan, makanan, pendidikan, dan sebagainya. Generasi ini disebutnya
sebagai relief and welfare. LSM generasi ini memfokuskan kegiatannya pada
kegiatan amal untuk anggota masyarakat yang menyandang masalah sosial,
seperti anak yatim piatu, penderita cacat, orang lanjut usia dan sebagainya.32
30Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 31.31Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 31.32Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 5-6.
34
Generasi kedua memusatkan perhatiannya pada upaya agar LSM dapat
mengembangkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri. Peran LSM di sini bukan sebagi pelaku langsung, tetapi sebagai
penggerak saja. Orientasi kegiatannya adalah pada proyek-proyek pengembangan
masyarakat. Generasi ini disebut sebagai small scale, self reliance local
development.33
Generasi ketiga memiliki pandangan yang lebih jauh lagi. Keadaan di
tingkat lokal dilihat sebagai akibat saja dari masalah regional atau nasional.
Masalah mikro dalam masyarakat tidak dipisahkan dengan masalah politik
pembangunan nasional. Karena itu penanggulangan mendasar dilihat hanya bisa
dimungkinkan kalau ada perubahan struktural. Kesadaran seperti itulah yang
tumbuh pada LSM generasi ini bersamaan dengan otokritiknya atas LSM generasi
sebelumnya sebagai pengrajin sosial. LSM generasi ini disebut sebagai
sustainable system development.34
Generasi keempat adalah LSM yang termasuk bagian dari gerakan
masyarakat, dan disebut sebagai people movement. Generasi ini berusaha agar ada
transformasi struktur sosial dalam masyarakat dan di setiap sektor pembangunan
yang mempengaruhi kehidupan. Visi dasarnya adalah cita-cita terciptanya dunia
33Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat, h. 6.34Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat, h. 6-7.
35
baru yang lebih baik. Karena itu dibutuhkan keterlibatan semua penduduk dunia.
Ciri gerakan ini dimotori oleh gagasan dan bukan organisasi yang terstuktur.35
Peranan LSM sebagai lembaga yang independent sangat membantu
menciptakan pembangunan sosial di masyarakat. Lembaga yang membantu
kinerja dari pemerintah, agar terciptanya kesejahteraan rakyat. Ini menjadi hal
positif yang harus didukung dari keberadaan-keberadaan LSM di Indonesia.
Dalam hal ini peranan LSM dalam hal pemberdayaan terhadap anak
jalanan. Anak jalanan yang kurang mampu sangatlah diharapkan untuk
diberdayakan, pada saat ini angka anak jalanan semakin meningkat pesat dan
sering terjadinya kekerasan, serta diskriminasi terhadap anak jalanan, akan
penting sekali apabila semua elemen bangsa bersinergi untuk menangani
permasalahan ini.
Keberadaan LSM yang konsen menangani masalah anak jalanan menjadi
sebuah solusi penting, ketika pemerintah belum mampu menyelesaikan
permasalahan anak jalanan ini. Permasalahan anak jalanan butuh sinergi dari
kelompok-kelompok dan setiap elemen-elemen yang ada di masyarakat di dalam
menyelesaikan permasalahan anak jalanan. Pemerintah bersama-sama LSM dan
peran serta masyarakat diharapkan dapat menyelesaikan masalah anak jalanan.
LSM dengan program-program pemberdayaan (empowerment) terhadap
anak jalanan telah banyak membantu anak jalanan keluar dari ligkaran setan atau
mata rantai dari kemiskinan maupun kebodohan. Peranan dari LSM yang
35Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat, h. 7.
36
memberikan pelatihan pendidikan, keterampilan diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi anak jalanan agar mereka dapat tumbuh hidup menjadi manusia
yang berguna di masa depan.
C. Pemberdayaan
1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi
cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan
mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya.36
Pemberdayaan artinya adalah penyediaan sumber daya, kesempatan,
pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas
mereka sehingga mereka bisa menemukan masa depan mereka berpartisipasi
serta mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.37
Menurut beberapa ahli pemberdayaan dapat diartikan. Sebagai contoh,
Payne, mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment) pada
36Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan SosiaL (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 58-59.
37Yusra Kilun (editor), Pengembangan Komunitas Muslim: Pemberdayaan Masyarakat KampungBadak Putih Dan Kampung Satu Duit (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SyarifHidayatullah, 2007), h. 57.
37
intinya, ditunjukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan
diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Hal ini dilakuakan melalui peningkatan kemampuan dan
rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain transfer
daya dari lingkungannya.38
Shardlow, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai
pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun
komunitas berusaha membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang
harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia
hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam
membentuk hari depannya.39
Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat
kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki kekuasaan
atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
38Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Jakarta:Fakultas Ekonomi-UI, 2002), h. 163.
39Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, h. 164.
38
hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai
tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan
sebagai sebuah proses.40
Pemberdayaan bertujuan meningkatkan keberdayaan dari mereka yang
dirugikan (the disadvantaged).41 Pemberdayaan diberikan kepada masyarakat
lemah atau masyarakat miskin. Pemberdayaan diberikan kepada masyarakat
agar mereka dapat hidup lebih baik lagi. Menciptakan kesejahteraan sosial
pada tatanan kehidupan masyarakat. Masyarakat miskin perlu diberdayakan
agar mereka dapat aktif dalam kegiatan sosial dan dapat memenuhi
kehidupannya sendiri.
Dari berbagai konsep tentang pemberdayaan, jelas pemberdayaan
(empowerment) bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, penganguran,
kebodohan dan keterbelakangan pada masyarakat agar mereka berdaya dan
memiliki semangat dalam menjalankan hidup dalam kegiatan sosial di
masyarakat.
40Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h. 59-60.
41Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat DiEra Globalisasi, diterjemahkan oleh Sastrawan Manullang dkk (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008),h. 130.
39
2. Strategi Pemberdayaan
Dalam hal melakukan pemberdayaan (empowerment) terdapat
beberapa strategi pemberdayaan, agar pemberdayaan yang dilakukan berjalan
dengan baik dan tepat sasaran. Oleh karena itu dibutuhkan strategi-strategi
dalam pemberdayaan ini. Dalam konteks pekerja sosial, pemberdayan dapat
dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting):
mikro, mezzo, dan makro.
a. Aras Mikro adalah pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention,
dengan tujuan utamanya, yaitu membimbing atau melatih klien dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Strategi ini sering disebut sebagai
pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).
b. Aras Mezzo adalah pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok
klien, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai
media intervensi. Adapun pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok,
biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki
kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
c. Aras Makro adalah pendekatan yang disebut juga sebagai strategi sistem
besar (large system strategy), karena sasaran perubahannya diarahkan pada
sistem lingkungan yang lebih luas. Strategi ini digunakan untuk melakukan
40
perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying,
pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik. strategi sistem besar ini,
memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk
memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta
menemukan strategi yang tepat untuk bertindak.42
Pemberdayaan yang diberikan diharapkan mampu membantu
permasalahan anak jalanan yang ada saat ini, melalui program-program
pemberdayan yang dilakukan LSM diharapkan dapat meminimalisasi angka
anak jalanan. Anak-anak jalanan harus mendapatkan pendidikan yang layak,
mendapatkan hak-haknya agar anak mendapatkan pengetahuan untuk di masa
depan. Meningkatkan kesadaran bagi anak-anak jalanan betapa pentingnya
pendidikan yang berguna untuk masa depan, serta dapat aktif dalam kegiatan-
kegiatan sosial di masyarakat, dimana tidak lagi mencari uang guna memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarganya.
3. Prinsip Pemberdayaan
Di dalam pemberdayaan (empowerment) terdapat prinsip-prinsip
pemberdayaan, agar pemberdayaan yang dilakukan berjalan baik dan tepat
sasaran. Adapun prinsip pemberdayaan menurut pekerja sosial, sebagai
berikut:
a. Pemberdayaan merupakan proses kolaboratif, dimana pekerja sosial dan
42Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 66-67.
41
masyarakat harus bekerja sama sebagai partner.
b. Di dalam proses pemberdayaan masyarakat menjadi aktor atau subjek yang
kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber, serta kesempatan-
kesempatan yang ada.
c. Masyarakat harus melihat dirinya sendiri sebagai agen penting yang dapat
mempengaruhi perubahan sosial di masyarakat.
d. Kompetensi diperoleh dari pengalaman yang memberikan perasaan mampu
pada masyarakat.
e. Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan
menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada
situasi masalah tersebut.
f. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang
penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta
kemampuan mengendalikan seseorang.
g. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaannya sendiri, yaitu:
tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri.
h. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena
pengetahuan dapat memobilisasi atau menggerakkan, agar terciptanya
sebuah perubahan sosial.
i. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan
untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.
j. Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif;
42
permasalahan selalu memiliki beragam solusi.
k. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan
ekonomi secara pararel.43
D. Anak Jalanan
1. Definisi Anak Jalanan
Memang definisi anak jalanan belum memiliki spesifikasi yang tepat.
Di dalam masyarakat kita anak jalanan di definisikan anak yang mencari
nafkah atau mencari ekonomi di jalan, entah sebagai pengamen, pengemis,
pemulung, pedagang asongan maupun lain-lain. Setiap negara memiliki
definisi yang berbeda tentang anak jalanan. Sehingga pembatasan definisi
anak jalanan belum ditetapkan.
Untuk memahami anak jalanan secara utuh, kita harus mengetahui
definisi anak jalanan. Departemen Sosial RI mendefinisikan anak jalanan
adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari
nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.
UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are
those who have abandoned their homes, school and immediate communities
before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street
life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah enam belas tahun
43Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h. 68-69.
43
yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat
terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya).44
Sedangkan menurut Tata Sudrajat, anak jalanan dapat dikelompokan
menjadi tiga kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu :
Pertama, Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan
tinggal di jalanan (anak yang hidup dijalanan / children the street). Kedua,
anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah,
kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau
tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan (Children on the
street). Ketiga, anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok
ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be
street children).45
Sementara itu menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, anak
jalanan dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya
(children of the street). Anak jalanan tinggal 24 jam di jalanan dan
menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan
antar keluarganya sudah terputus, karena anak jalanan ini disebabkan oleh
44Armai Arief, “Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan.” artikel diakses pada 7 Desember 2010 darihttp://anjal.blogdrive.com/archive/11.html.
45Armai Arief, “Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan.” artikel diakses pada 7 Desember 2010 darihttp://anjal.blogdrive.com/archive/11.html.
44
faktor sosial psikologis keluarganya yang mengalami kekerasan, penolakan,
penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya anak jalanan tidak mau
kembali ke rumah, kehidupan di jalan dan solidaritas sesama temannya telah
menjadi ikatan bersama.
b. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Anak
jalanan adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street), yang
seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur
kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya anak jalanan ini bekerja
dari pagi hingg sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen,
tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggalnya di lingkungan
kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya.
c. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Anak
jalanan yang masih tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan
sebelum atau sesudah sekolah. Motivasinya ke jalan karena terbawa teman,
belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua, serta aktivitasnya
berusaha menjadi pedagang asongan, Koran.
d. Anak-anak jalanan yang berusia di atas enam belas tahun. Anak
berada dijalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan.
Umumnya anak ini telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Anak ini biasanya
kaum urban yang mengikuti orang tuanya ke kota. Pekerjaan anak jalanan ini
45
biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, kuli panggul, pengasong, pengamen,
pengemis dan pemulung.46
Anak-anak jalanan merupakan pekerja yang paling rentan untuk
dieksploitasi. Bellamy mengemukakan, beberapa diantaranya mampu untuk
mengkombinasikan kerja dijalanan dengan sekolah, namun banyak diantara
darinya dieksploitasi dan ditipu orang-orang dewasa dan yang sebaya dan
harus berjam-jam untuk mendapatkan penghasilan. Anak-anak jalanan juga
rentan terhadap penganiayaan, penyiksaan, sampai pemerkosaan.47
Dalam survei dan pemetaan anak jalanan yang dilakukan PMKM
Unika Atma Jaya (1999) terdeteksi beberapa resiko yang dialami anak jalanan
perempuan, yaitu: anak jalanan yang pernah diperas/dipalak/ditodong sebesar
21,9% terserempet kendaraan 20,9% dipukul/dikeroyok 19,3 persen,
digaruk/ditangkap 8,9% jatuh dari kendaraan 8,7% tertabrak kendaraan 7,3%
dan lainnya (seperti: pelecehan seksual, disodomi, atau diperkosa).48
2. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan
Anak-anak jalanan merupakan menjadi masalah sosial di negara-
negara berkembang seperti di Indonesia. Banyak kita saksikan keberadaan
anak jalanan di sekitar perempatan lampu merah, di bus-bus kota, di depan
46Armai Arief, “Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan.” artikel diakses pada 7 Desember 2010 darihttp://anjal.blogdrive.com/archive/11.html.
47Hardius Usman, Determinan Dan Eksploitasi Pekerja Anak-Anak Di Indonesia: Analisis DataSusenas 2000 KOR, “ (Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002), h. 24.
48Hardius Usman, Determinan Dan Eksploitasi Pekerja Anak-Anak Di Indonesia: Analisis DataSusenas 2000 KOR., h. 24.
46
pertokoan, di kolong jembatan. Hal ini merupakan menjadi masalah sosial
bangsa yang harus diselesaikan. Paling tidak ada beberapa faktor yang
menyebabkan munculnya anak jalanan, yaitu:
a. Faktor Kemiskinan
Secara singkat, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu
standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan
materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar
kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Standar
kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap
tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari
mereka yang tergolong sebagai orang miskin.49
Masalah kemiskinan ini merupakan salah satu hal pemicu (to come)
munculnya anak-anak jalanan. Anak yang seharusnya mendapatkan
penghidupan maupun pendidikan yang layak dimasa kanak-kanak, ternyata
harus memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Tidak sedikit orang tua
yang mempekerjakan anak-anaknya yang dibawah umur untuk mencari
uang bagi kehidupan keluarganya.
Faktor kemiskinan ini, merupakan faktor yang sangat kuat sebagai
salah satu penyebab munculnya anak jalanan. Tingkat ekonomi keluarga
yang sangat rendah sehingga mereka tidak dapat mencukupi kehidupannya
49Parsudi Suparlan (penyunting), Kemiskinan di Perkotaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995),h. xi.
47
terpaksa anak-anak mereka menjadi korban, untuk menjadi anak jalanan
untuk mencari kebutuhan ekonomi keluarganya.
Irwanto, menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan faktor
mendasar (underlying factor) munculnya pekerja anak. Sedang Bellamy
mengatakan bahwa kekuatan yang paling kuat sekali mendorong anak-anak
kedalam lingkungan pekerjaan yang membahayakan dan melemahkan
adalah eksploitasi dari kemiskinan. Pada bagian lain, ILO dan UNICEF
(1994) menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan akar permasalahan
terdalam, dan faktor utama anak-anak terjun ke dunia kerja. Bencana alam,
buta huruf, ketidakberdayaan, kurangnya pilihan untuk bertahan hidup,
yang lebih lanjut membuat buruk keadaan yang dihadapi keluarga, dan
orang tua miskin merasa terpaksa meletakkan anaknya di dunia kerja.50
Di Indonesia kemiskinan pun menjadi penyebab utama anak-anak
bekerja. Orang tua sangat membutuhkan tenaga anak-anaknya untuk
membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga. Asra, mengemukakan
bahwa 35% orang tua akan mengalami penurunanpendapatan rumah
tangganya jika anak mereka berhenti bekerja. Sedang Imawan dkk
menemukan bahwa 23,5% pendapatan anak-anak yang bekerja diberikan
untuk orang tuanya. Hal ini disebabkan karena anak-anak justru
50Hardius Usman, Determinan Dan Eksploitasi Pekerja Anak-Anak Di Indonesia: Analisis DataSusenas 2000 KOR.. h. 33.
48
membutuhkan pekerjaan, karena keadaan ekonomi keluarganya yang
miskin.51
Angka kemiskinan yang begitu tinggi menjadi pemicu munculnya
anak-anak jalanan. Kemiskinan yang dialami oleh masyarakat menjadi
mata rantai munculnya anak jalanan yang harus bekerja mencari kebutuhan
ekonomi keluarganya di jalan. Dalam hal ini membiarkan anak untuk
dipekerjakan berarti menjerumuskannya ke dalam lubang kemiskinan.
b. Disfungsi Keluarga
Selain faktor kemiskinan sebagai penyebab munculnya anak
jalanan. Ketidakberfungsian keluarga merupakan salah satu hal pemicu
anak jalanan. Keluarga yang dianggap menjadi tempat yang nyaman
menjadi suatu hal yang tidak nyaman bagi anak. Sering terjadi kekerasan
dalam suatu keluarga ini yang menyebabkan anak terjun ke jalan. Keluarga
broken home situasi keluarga yang dipenuhi dengan kekerasan-kekerasan,
konflik antar orang tua, anak dengan orang tua, kakak dengan adik yang
menyebabkan ketidaknyamanan dalam keluarga, perceraian orang tua,
sehingga anak harus dititipkan oleh keluarga maupun orang lain, hal ini
menjadi pemicu munculnya anak jalanan. Tidak berjalannya fungsi
keluarga menyebabkan tidak adanya rasa aman dan nyaman sehingga anak
banyak yang turun kejalan untuk menjadi anak jalanan
51Hardius Usman, Determinan Dan Eksploitasi Pekerja Anak-Anak Di Indonesia: Analisis DataSusenas 2000 KOR.. h. 33-34.
49
BAB IIIGAMBARAN UMUM LSM HUMUS
A. Sejarah Berdirinya LSM HUMUS
Berawal dari sekelompok mahasiswa jurusan Sosiologi Agama
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang melakukan
kegiatan sosial di wilayah Pinggir Kali Bekasi daerah Pasar Proyek Bekasi
Timur sebagai program kerja dari KKN (Kuliah Kerja Nyata) pada tahun
2002. Kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) itu sendiri berlangsung selama satu
bulan. Setelah program KKN (Kuliah Kerja Nyata) selesai dilakukan beberapa
orang mahasiswa melanjutkan diskusinya mengenai Komunitas Pinggir Kali,
Pasar Proyek Bekasi Timur dengan kerangka pengembangan komunitas
(community development). Akhirnya diskusi berujung pada keputusan untuk
terus melanjutkan kegiatan sosial secara independent, dengan program utama
pendidikan dasar bagi anak-anak jalanan. Untuk melengkapi keutuhan
program, tujuh orang mahasiswa bersepakat menjadi sukarelawan dan
bergabung dalam sebuah kelompok kecil yang bernama HUMUS (Himpunan
Masyarakat Untuk Solidaritas).1
Organisasi HUMUS berdiri pada bulan September 2002, saat
melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata dengan koordinator Sdr. Ali Muzaki
dengan anggota Adi Hermawan, Doni Irwandi, Muhammad Masykur,
Muhammad Syarifudin, Saiful, Aditya Halwani. Program awal organisasi ini
1Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
50
adalah pendidikan dasar bagi anak-anak yang putus sekolah. Program berjalan
setiap dua kali seminggu. Pada awalnya para sukarelawan mengandalkan
pendanaan dari salah seorang dosen dan pribadi masing-masing.2
Kondisi ini berjalan lebih kurang selama dua tahun sampai akhirnya
anggota HUMUS memutuskan bergabung dengan seorang sukarelawan dari
salah satu yayasan di Kota Bekasi yang juga menangani bidang yang sama,
yaitu pendampingan bagi anak jalanan. Kerja sama berlangsung cukup lama
dan berbagai program mulai berjalan stabil dan lebih variatif. Seiring waktu
berjalan, anggota HUMUS memutuskan melebur menjadi satu organisasi yang
disepakati bersama, yaitu SMUTs. SMUTs adalah LSM yang menjadi wadah
bersama bagi anggota HUMUS yang berkecimpung di dalam kerja sosial
terutama pendampingan bagi komunitas marjinal di komunitas Pinggir Kali
Bekasi Pasar Proyek. Karena kelenturannya, organisasi ini juga dipakai
sebagai wadah bagi teman-teman di Bantar Gebang sebagai pemersatu.3
Sekilas Tentang SMUTs adalah sebuah kelompok kerja sosial
beranggotakan para mahasiswa yang fokus dalam bidang Pengembangan
Komunitas ( Community Development ). SMUTs berdiri pada hari Selasa, 26
April 2004. Tujuan SMUTs adalah pengabdian kepada masyarakat dalam
rangka mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup. Masyarakat yang
dimaksud SMUTs adalah komunitas marjinal perkotaan yang tertinggal dalam
persaingan hidup di kota.4
2Profil diperoleh dari LSM HUMUS.3Profil diperoleh dari LSM HUMUS.4Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
51
SMUTs terbentuk sebagai respons dari keprihatinan pada kondisi
sosial suatu golongan masyarakat Kota Bekasi yang terpinggirkan baik secara
sosial maupun ekonomi. Khususnya, mengenai keberadaan pekerja anak (usia
sekolah) yang bekerja sebagai pengamen, pemulung, pengemis dan buruh
kasar. Hal demikian semakin menguatkan tekad pengurus HUMUS untuk
bergabung dalam sebuah kelompok kerja dan menjalin kerjasama dengan
lembaga lainnya baik pemerintah, swasta (LSM / Organisasi Mahasiswa)
ataupun perorangan.5
Wilayah kerja SMUTs masih terbatas pada Komunitas Pinggir Kali
Bekasi Pasar Proyek Bekasi Timur, suatu komunitas yang dihuni oleh para
pekerja jalanan. Komunitas ini dihuni sekitar 170-175 kepala keluarga.
Sebagian besar warga berprofesi tetap sebagai pemulung, pengamen dan
pengemis terkadang ada pekerjaan sampingan sebagai penarik becak, tukang
parkir dan buruh bangunan.6
Kerjasama ini berlangsung lebih kurang selama dua Tahun, sejak
2004-2006. Seiring kerjasama dijalankan, seiring itu pula program dan wacana
perubahan terus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Perluasan
jaringan kerja mulai dibangun, tak terkecuali sumber pendanaan. Pada masa
ini banyak sekali perubahan terjadi pada komunitas dan anggota kelompok
kerja. Seiring waktu, pada masa dua tahun kerjasama ini sukarelawan mulai
berkurang hingga tersisa tiga orang yang tetap konsisten. Kondisi ini tak
5Profil diperoleh dari LSM HUMUS.6Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
52
berlangsung lama, dengan cepat personil organisasi HUMUS bertambah dan
berganti-ganti.7
Seiring adanya perbedaan pemikiran dan sifat pragmatisme pada
organisasi SMUTs, pada tahun 2006 pengurus HUMUS memutuskan untuk
kembali menggunakan nama organisasi HUMUS sebagai organisasi dan
filosofi kerja HUMUS, yaitu menyuburkan ‘permukaan tanah’ sehingga dapat
menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan yang bermanfaat. Saat kembali
memakai organisasi ini, personil HUMUS sudah berganti, tidak lagi
sepenuhnya berasal dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Personil terbaru
organisasi ini adalah kombinasi dari dua Universitas dan satu Sekolah Tinggi,
sehingga pada saat ini masih dapat berkontribusi bagi masyarakat dan anak-
anak jalanan dalam pemberdayaan anak-anak jalanan dengan program kerja
yang sudah ada.8
B. Visi, Misi dan Struktur Pengurus LSM HUMUS
Semangat kerja HUMUS direfleksikan melalui visi dan misi, sebagai berikut :
1. Visi
a. Meningkatkan kualitas hidup manusia dan penguatan kehidupan
bermasyarakat berbasis komunitas. Berusaha menjadi fasilitator bagi
kelompok anak jalanan, sehingga dapat aktif dalam kehidupan sosial,
serta dapat memecahkan permasalahan sendiri.
7Profil diperoleh dari LSM HUMUS.8Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
53
2. Misi
a. Membentuk masyarakat yang beriman dan berilmu pengetahuan.
Memberikan pembelajaran ilmu pengetahuan kepada anak-anak jalanan
maupun masyarakat marjinal melalui bidang pendidikan.
b. Menjadi agen perubahan sosial, pengurus menjadi fasilitator,
memberikan contoh keteladanan, sehingga dapat dicontoh oleh anak-
anak jalanan maupun masyarakat sekitar.
c. Menjadi sarana mediasi kepentingan antara masyarakat dan pemerintah.
d. Menggalang solidaritas sesama umat manusia lintas suku, agama, ras
dan antar golongan. Menciptakan sifat kemajemukan atau kebersamaan
sesama manusia, sehingga terciptanya suatu perdamaian.
e. Penguatan nilai kebersamaan dan kekeluargaan pada interaksi sosial
dalam rangka mewujudkan masyarakat cinta damai.9
3. Struktur Kepengurusan LSM HUMUS 2010
Struktur kepengurusan saat ini terdiri dari delapan orang pengurus
di LSM HUMUS, yang merupakan lulusan dari SLTA, Perguruan Tinggi
dan para mahasiswa. Yaitu terdiri dari:
Pertama, Adi Hermawan merupakan ketua LSM HUMUS. Adi
merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas Negeri 49 di daerah Jagakarsa,
Jakarta Selatan, pada tahun 1999. Pernah menempuh kuliah di Fakultas
Ushuluddin, jurusan Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kesibukannya terjun di dunia LSM membuatnya fokus pada kegiatan di
9Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
54
LSM. Kesibukan membuatnya tidak dapat menyelesaikan kuliah di
Fakultas Ushuluddin, jurusan Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.10
Keberadaanya di LSM HUMUS sejak tahun 2002, yang berawal
dari KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang diadakan oleh Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Keberadaannya untuk mengabdi kepada
masyarakat di Komunitas Pinggir Kali Pasar Proyek Bekasi Timur,
khususnya kepada pekerja anak yang termarjinalkan.11
Pada tahun 2004 bekerja sama dengan LSM SMUTs untuk
mengabdi kepada masyarakat guna mengembangkan dan meningkatkan
kualitas hidup masyarakat sekitar. Akan tetapi kerjasama itu tidak
berlangsung lama, pada tahun 2006 para pekerja sosial kembali
menggunakan nama HUMUS sampai saat ini Adi Hermawan sebagai ketua
dari LSM HUMUS.12
Kerja nyata untuk memberdayakan anak jalanan merupakan
konsennya untuk saat ini. Membantu anak-anak jalanan agar memiliki rasa
kepercayaan diri yang lebih baik lagi dan memiliki cita-cita yang tinggi,
yaitu dengan cara melakukan pemberdayaan di LSM HUMUS dalam
bidang pendidikan bagi anak-anak jalanan.
Adi Hermawan adalah ketua LSM HUMUS, LSM HUMUS ini
tergabung ke dalam tujuh komunitas anak jalanan di bawah LSM WADAH
yang merupakan donator bagi keberlangsungan LSM ini. Adi Hermawan
10Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan. Bekasi 13 Januari 2011.11Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan. Bekasi 13 Januari 2011.12Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan,.Bekasi 13 Januari 2011.
55
juga aktif di LSM WADAH sebagai seorang relawan. LSM WADAH
adalah lembaga yang memiliki fokus kepada masalah perempuan dan anak,
pendidikan dan perdagangan manusia (human trafficking). LSM WADAH
bertempat di daerah Sudirman Jakarta Pusat. Adi Hermawan aktif juga di
organisasi SEBUAi, yaitu rumah belajar bagi anak-anak jalanan di
Bekasi.13
Pada saat ini Adi Hermawan telah memiliki istri dan seorang anak
dan hidup sederhana di wilayah Harapan Jaya Bekasi. Kehidupannya dalam
kesederhanaan sebagai pekerja sosial untuk anak-anak jalanan atau pekerja
anak, yang berada di wilayah Komunitas Pinggir Kali Pasar Proyek, Bekasi
Timur.
Kedua, Suci Utami merupakan sekretaris LSM HUMUS.
Pendidikan Sekolah Menengah Atas didapatnya di SMAN 1 Mendi Lancar,
Kuningan, Jawa Barat. Suci Utami merupakan lulusan Akutansi, Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Tri Bhakti, Bekasi, pada tahun 2008. Peranannya
sebagai sekretaris mendata anak-anak dan pembuat proposal kegiatan yang
ada di LSM HUMUS, lalu keberadaanya sebagai pengajar di pendidikan
anak usia dini (PAUD) HUMUS dan pengajar di kelas bimbingan belajar.
Di kelas bimbingan belajar menjadi pengajar, Matematika, dan Bahasa
Inggris. Keberadaanya di LSM HUMUS karena kepeduliannya kepada
13Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan. Bekasi 13 Januari 2011.
56
anak-anak jalanan yang termarjinalkan. Konsen kepada permasalahan anak-
anak jalanan yang perlu diberdayakan.14
Selain itu, Suci Utami merupakan istri dari Adi Hermawan.
Keberadaanya di LSM ini untuk membantu dan mengabdikan dirinya
menjadi pekerja sosial, serta menjadikan LSM HUMUS sebagai tempatnya
bekerja dan melakukan aktifitas untuk mengajar.
Ketiga, Haryani merupakan bendahara LSM HUMUS. Haryani
merupakan lulusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas
Islam 45, Bekasi, pada tahun 2003. Selain sebagai bendahara, Haryani juga
sebagai kordinator pendidikan anak usia dini (PAUD) HUMUS. Selain
aktif di LSM HUMUS, dia juga merupakan seorang guru di Islamic Centre
School, Bekasi, sebagai guru Taman Kanak-Kanak.15
Peranannya sebagai pengajar kelas bimbingan belajar pra SD dan
PAUD untuk anak-anak jalanan. Mengajarkan pelajaran agama, bimbel
PAUD, keterampilan anak-anak PAUD. Kepeduliannya terhadap nasib
pekerja anak di wilayah Pasar Proyek membuatnya aktif di LSM HUMUS.
Saat ini Haryani telah memiliki suami dan satu anak, serta hidup
dalam kesederhanaan sebagai pekerja sosial dan sebagai guru di Islamic
Centre School, Bekasi. Latar belakangnya sebagai lulusan tarbiyah atau
keguruan membuatnya untuk terus menjadi seorang pendidik atau pengajar
bagi anak-anak bangsa.
14Wawancara Pribadi dengan Suci Utami. Bekasi 13 Januari 2011.15Wawancara Pribadi dengan Haryani. Bekasi 29 Januari 2011.
57
Keempat, Ali Muzaki merupakan divisi pendidikan di LSM
HUMUS. Sebelum melanjutkan kuliahnya di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ali Muzaki menempuh pendidikan di Pondok
Pesantren Termas, Jawa Timur dan merupakan lulusan Sosiologi Agama
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
pada tahun 2005. Ali Muzaki yang bertanggung jawab terhadap proses
pendidikan yang ada di LSM HUMUS. Selain aktif di LSM HUMUS dan
Ali Muzaki juga merupakan seorang kepala sekolah SMP Yayasan
Pendidikan Islam Al- Amin di daerah Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi.16
Keberadaanya di LSM HUMUS, tidak jauh berbeda dengan Adi
Hermawan, yang berawal dari KKN (Kuliah Kerja Nyata) mengabdi untuk
masyarakat di Komunitas Pinggir Kali Pasar Proyek, Bekasi Timur.
Khususnya para pekerja anak dan atas kepeduliannya kepada nasib anak-
anak jalanan, yang membuatnya bertahan sampai saat ini.
Peranannya di LSM HUMUS sebagai pengajar di kelas bimbingan
belajar dan kelas pendidikan keagamaan atau pengajian. Mengajarkan iqra,
al-Qur’an, bahasa arab, praktek ibadah, dll, yang mana baginya memiliki
prinsip yang tegas dalam mendidik atau mengajar anak-anak. Anak-anak
yang belajar kepadanya diajarkan agar tidak lagi untuk mengamen, dan
mengemis karena dapat merusak konsentrasi belajar anak itu sendiri.17
Saat ini Ai Muzaki telah memiliki istri dan satu anak, yang hidup
dalam kesederhanaan di daerah Tambun, Kabupaten Bekasi. Menjadi
16Wawancara Pribadi dengan Ali Muzaki. Bekasi 19 Januari 2011.17Wawancara Pribadi dengan Ali Muzaki. Bekasi 19 Januari 2011.
58
seorang guru merupakan aktivitas atau kegiatannya dalam bekerja dan
menjadi pekerja sosial di LSM HUMUS untuk kepeduliannya kepada para
pekerja anak, agar anak-anak jalanan memiliki pendidikan yang layak dan
dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Kelima, Doni Irwandi merupakan tutor atau pengajar di LSM
HUMUS. Sebelum melanjutkan kuliahnya di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Doni Irwandi menempuh pendidikan di
Pondok Pesantren Gontor Jawa Timur, yang merupakan lulusan Sosiologi
Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta pada tahun 2003. Doni Irwandi juga merupakan seorang guru
agama Islam di sekolah SMP dan SMK Harapan Bangsa, Jati Asih,
Bekasi.18
Keberadaannya di LSM HUMUS, tidak jauh berbeda dengan Adi
Hermawan dan Ali Muzaki. Berawal dari KKN (Kuliah Kerja Nyata)
mengabdikan diri untuk masyarakat di Komunitas Pinggir Kali Pasar
Proyek, Bekasi Timur. Sehingga sampai saat ini masih bertahan sebagai
pengajar atau pendidik untuk anak-anak jalanan dalam kelas pendidikan
keagamaan. Disini peranannya sebagai pengajar al-Qur’an, hadist, iqra,
bahasa arab, praktek ibadah dan lain-lain.
Saat ini Doni Irwandi telah memiliki istri dan satu anak yang hidup
dalam kesederhanaan di daerah Bantar Gebang Bekasi Selatan.
Aktivitasnya saat ini adalah menjadi seorang guru dan menjadi pekerja
18Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan. Bekasi 13 Januari 2011.
59
sosial di LSM HUMUS untuk kepeduliannya kepada para pekerja anak,
agar anak-anak jalanan memiliki pendidikan yang baik dan terhindar dari
kebodohan, serta dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Keenam, Arifin Ramadhan merupakan divisi logistik dan
perpustakaan. Arifin merupakan lulusan Madrasah Aliyah di Pondok
Pesantren Al- Amin Madura. Keberadaannya di LSM HUMUS, karena
ingin mencari pengalaman dan mengaktualisasikan diri. Setelah
mendapatkan pendidikan di Ponpes pada jurusan pendidikan, Serta
kepeduliannya kepada anak-anak jalanan, sehingga aktif dalam LSM ini.19
Peranannya di LSM HUMUS, sebagai pengelola buku-buku di
perpustakaan dan pengajar PAUD dan juga pengajar di pendidikan
keagamaan. Selain mengajar di LSM HUMUS, Arifin membuka private
pengajian untuk anak-anak SMP di kediamannya.
Ketujuh, Eva Damayanti merupakan seorang tutor atau pengajar di
LSM HUMUS. Eva merupakan mahasiswi jurusan pendidikan anak usia
dini (PAUD), Universitas Al Azhar Indonesia Kebayoran Baru Jakarta
Selatan. Keberadaannya menjadi seorang relawan di LSM HUMUS setelah
mengetahui LSM ini dari seniornya. Karena sesuai dengan bidang
pendidikannya PAUD di Universitas Al Azhar Indonesia, Eva aktif menjadi
pengajar di pendidikan anak usia dini (PAUD) di LSM HUMUS dan
memiliki rasa kepedulian yang tinggi kepada anak-anak jalanan, sehingga
19Wawancara Pribadi dengan Arifin Ramadhan. Bekasi 19 Januari 2011.
60
mau mengajar untuk anak-anak jalanan, yang juga merupakan anak
bangsa.20
Kedelapan, Devi merupakan seorang tutor atau pengajar di LSM
HUMUS. Devi merupakan mahasiswi jurusan pendidikan anak usia dini
(PAUD), Universitas Al Azhar Indonesia Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Devi dan Eva menjadi relawan di LSM HUMUS setelah mengetahui LSM
ini dari seniornya. Karena sesuai dengan bidang pendidikannya PAUD di
Universitas Al Azhar Indonesia, sehingga kemauannya untuk membantu
dalam kegiatan belajar mengajar di pendidikan anak usia dini di LSM
HUMUS, serta memiliki rasa kepedulian yang tinggi kepada anak-anak
jalanan, sehingga bersedia untuk mengajar anak-anak jalanan yang butuh
pendidikan dan ilmu pengetahuan.21
C. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Anak Jalanan di Wilayah PasarProyek Bekasi Timur
LSM HUMUS berdiri di Jl. Mayor Oking RT 001 RW 001 Kel.
Margahayu Kec. Bekasi Timur Kota Bekasi, di Komunitas Pinggir Kali
Bekasi Pasar Proyek. Keberadaan organisasi HUMUS sangat bermanfaat bagi
masyarakat marjinal, khususnya anak-anak jalanan. Organisasi HUMUS
memberikan pelayanan sosial bagi masyarakat Komunitas Pinggir Kali Pasar
Proyek Bekasi Timur, yang bersifat pemberdayaan komunitas (community
development) dan pendampingan sosial, agar masyarakat dan anak-anak
jalanan dapat aktif dalam kegiatan sosial dan terlepas dari kebodohan.
20Wawancara Pribadi dengan Eva Damayanti. Bekasi 19 Januari 2011.21Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan. Bekasi 19 Januari 2011.
61
LSM HUMUS yang berdiri di Wilayah Pinggir Kali Pasar Proyek
Bekasi Timur, telah memiliki bangunan sendiri yang didalamya terdapat ruang
perpustakaan dan komputer, ruang kegiatan belajar mengajar dan musholah.
Bangunan ini berdiri atas kerjasama dengan berbagai pihak dan elemen yang
terkait dalam hal pemberdayaan anak-anak jalanan.
Keberadaan LSM HUMUS sangatlah membantu para anak jalanan
untuk mendapatkan pendidikan yang layak, agar anak jalanan ini terbebas dari
buta huruf dan kebodohan, yang merupakan akar permasalahan bangsa, agar
anak-anak Indonesia menjadi anak yang cerdas dan berbudi pekerti luhur.
Melalui program kerja seperti, pendididikan anak usia dini (PAUD),
bimbingan belajar pra sekolah, SD, SMP, pendidikan kesetaraan paket A, B,
C, pendidikan keagamaan anak-anak dan remaja, kesenian, advokasi dan
konseling anak dan keluarga, dan pemberian beasiswa sekolah formal.
Kondisi sosial, budaya, ekonomi anak jalanan di Wilayah Pinggir Kali,
Pasar Proyek Bekasi Timur. Anak-anak jalanan dan terdiri dari berbagai
macam suku, ras dan agama. Keberadaan hidupnya dalam kemiskinan dan
kekurangan, para orang tua mereka bekerja sebagai pemulung, pengamen,
pengemis, pedagang asongan, tukang parkir, dan lain-lain yang berprofesi
dijalanan.
Berdasarkan wawancara dengan pak Bewok seorang ketua dalam
komunitas ”masyarakat di sini rata-rata pendatang dari luar daerah
kebanyakan dari orang tua anak-anak jalanan bekerja sebagai pemulung,
pengamen, pengemis, pedagang asongan, tukang parkir dan anak-anak mereka
62
banyak yang membantu orang tuanya sebagai pengamen, pengemis maupun
pemulung untuk membantu ekonomi keluarganya. Pagi-pagi anak jalanan
sudah beraktivitas ada yang mengamen, memulung, maupun ikut orang tua
mereka mengemis di jalan”.22
Para anak jalanan hidup di atas rumah-rumah bilik yang berukuran
rata-rata 4 x 5 meter persegi bersama orang tuanya. Hidup miskin dan sulit
dalam kebutuhan ekonomi sudah menjadi suatu yang terbiasa baginya.
Bagaimana masyarakat harus tetap survive untuk bertahan hidup untuk
mencukupi kehidupan sehari-hari, dengan bekerja sebagai pengamen,
pengemis, pemulung, maupun pedagang asongan. Orang tua kurang
memperhatikan mereka dalam hal pendidikan, kesehatan anak-anaknya, yang
terpenting bagi mereka bisa untuk makan hari ini sudah cukup.
Berdasarkan wawancara dengan Adi Hermawan ketua dari LSM
HUMUS ”para anak ini terpaksa menjadi anak jalanan menjadi pengamen,
pengemis, pemulung karena faktor ekonomi orang tuanya yang tidak
mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga anak dari mereka menjadi korban
harus membantu perekonomian orang tuanya, yang menyebabkan mereka
harus turun kejalan, dan tidak adanya kesadaran dari orang tua tersebut akan
nasib dari anaknya sendiri”.23
22Wawancara pribadi dengan ketua Komunitas Pinggir Kali, Pasar Proyek Bekasi Timur pada 29Desember 2010.23Wawancara pribadi dengan ketua LSM HUMUS. Bekasi 29 Desember 2010.
63
BAB IVTEMUAN HASIL PENELITIAN
A. Peran dan Status Aktivis LSM HUMUS
Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai
suatu status. Setiap orang mungkin mempunyai sejumlah status dan diharapkan
mengisi peran yang sesuai dengan status tersebut. Dalam arti tertentu, status dan
kewajiban: peran adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak-hak
tersebut.1 Peran atau role adalah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan
pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.2
Peranan LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak-anak jalanan masuk ke
dalam peranan pendidikan. LSM HUMUS konsen pada dunia pendidikan anak-
anak jalanan di wilayah Pasar Proyek, Bekasi Timur. Status para aktivis LSM
HUMUS adalah sebagai guru, karena ia menjalankan peranan guru, yaitu
mengajar. Para aktivis ini memiliki wewenang untuk mengajar karena telah
dipercaya untuk mengajar dan membimbing anak-anak jalanan. Para aktivis ini
memiliki kedudukan yang berbeda dengan anak-anak jalanan. Para aktivis
memiliki kedudukan menjadi guru setelah mereka mendapatkannya melalui
pendidikan.
1Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi, jilid I, edisi ke 6 (Jakarta: PT Erlangga, 1999), h. 118.2David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi (Jakarta: Rajawali pers, 1983), h. 99.
64
Dalam menjalankan peranan sebagai guru atau pengajar. Pelaku peranan
diharapkan memiliki gaya khas atau gaya fungsional di dalam mengajar.
Mengajar anak-anak jalanan memiliki perbedaan dalam mengajar anak-anak
biasa. Anak-anak jalanan memiliki karakter atau perilaku yang keras. Dalam hal
ini diperlukan gaya mengajar yang lembut, mengajak untuk kebaikan dan
bersahabat.
Peranan LSM HUMUS sangat memiliki peranan penting bagi anak-anak
jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur. Keberadaan organisasi non-
pemerintah ini membawa manfaat besar bagi anak jalanan itu sendiri. Kegiatan-
kegiatan yang ada membawa anak jalanan terlepas dari buta huruf, yang
merupakan mata rantai dari kebodohan, serta anak jalanan memiliki motivasi dan
semangat untuk menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan agama, serta
memiliki kreativitas tinggi dan berwawasan luas. Bahwasannya ketidakberdayaan
atau kemiskinan dapat dirubah dengan semangat, kemauan dan cita-cita yang
tinggi, agar menjadi orang sukses.
Keberadaan LSM ini memiliki fungsi sosial bagi masyarakat, khususnya
anak-anak jalanan di wilayah Pasar Proyek. Para aktivis menjadi guru,
mengajarkan anak-anak dalam berbagai ilmu pendidikan. Peran yang dijalankan
mempunyai harapan kepada anak-anak jalanan. Peranan yang diharapkan agar
anak-anak jalanan mendapatkan ilmu pengetahuan dan perilaku yang baik dan
sopan dalam tatanan kehidupan sosial, serta melalui bidang pendidikan anak-
anak dapat memiliki cita-cita di masa depan yang lebih baik lagi.
65
LSM ini masuk kedalam jenis peranan golongan atau kelompok.
Misalnya, seseorang yang menjadi guru, sebenarnya ia memasuki kategori warga
masyarakat yang memegang peranan pendidikan. Fungsi pendidikan ini
merupakan fungsi dari masyarakat umum secara struktural dan fungsional. Fungsi
pendidikan seorang guru bukanlah milik guru itu, melainkan golongan orang yang
memiliki status pendidikan.
Di dalam LSM ini memiliki peranan kunci (key roles) atau peranan
penting yang memiliki pengaruh besar. Peranan kunci (key roles) dipegang oleh
Adi Hermawan sebagai ketua LSM HUMUS. Adi Hermawan merupakan salah
satu pendiri LSM HUMUS, yang sampai saat ini masih aktif didalamnya dan
memiliki tanggung jawab dalam setiap kegiatan atau program-program di LSM
ini, serta dipercaya memimpin rekan-rekannya yang lain dalam setiap kegiatan,
dikarenakan mampu menjalankan LSM ini, sehingga dapat berkontribusi bagi
anak-anak jalanan di bidang pendidikan sampai saat ini. Lalu Adi Hermawan juga
memiliki jaringan sosial yang luas sesama LSM yang konsen pada anak-anak
jalanan, yang membuat LSM ini terus berpartisipasi pada dunia pendidikan bagi
anak-anak jalanan.
David Korten seorang aktivis dan pengamat LSM memberikan gambaran
perkembangan LSM menjadi empat generasi berdasarkan strategi yang dipilihnya.
LSM HUMUS masuk kedalam LSM generasi kedua memusatkan perhatiannya
pada upaya agar LSM dapat mengembangkan kemampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Peran LSM di sini bukan sebagi pelaku
66
langsung, tetapi sebagai penggerak saja. Orientasi kegiatannya adalah pada
proyek-proyek pengembangan masyarakat. Generasi ini disebut sebagai small
scale, self reliance local development.3 Peranan LSM sebagai fasilitator, dengan
memberikan kegiatan-kegiatan pemberdayaan pemberdayaan, guna
membangkitkan kembali rasa kepercayaan diri masyarakat lokal, agar dapat aktif
dalam kehidupan sosial, serta terciptanya kesejahteraan sosial.
Pemberdayaan yang sifatnya membangun karakter, sikap mental yang kuat
bagi anak-anak jalanan, agar hidup terus maju kedepan dan dapat menggapai
segala cita-cita yang diharapkan. Melalui program kegiatan yang ada di LSM ini
anak-anak dapat merasakan kemanfaatannya yang didapatkan, serta kelak
bermanfaat di masa depan.
B. Kegiatan-Kegiatan Pemberdayaan Anak Jalanan
Peranan LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di dalam
menjalankan kegiatannya menggunakan strategi pemberdayaan aras Mezzo. Aras
Mezzo adalah pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media
intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan
sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan
3Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat (Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama, 1995), h. 6.
67
sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang
dihadapinya.4
Adapun kegiatan-kegiatan pemberdayaan anak jalanan yang dilakukan
LSM HUMUS adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan
a. Membuka Kelas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
b. Membuka Kelas Bimbingan Belajar SD, SMP.
c. Membuka Pendidikan Kestaraan Paket A, B, C.
d. Membuka Kelas Pendidikan Keagamaan.
2. Beasiswa Sekolah formal.
3. Konseling Anak dan Keluarga.
4. Kesenian.
1. Pendidikan
a. Membuka Kelas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan anak usia dini merupakan kegiatan di LSM HUMUS, yang
baru berjalan sekitar dua tahun, yang mana pelaksanaan kegiatanya pada hari
senin hingga kamis pada pukul 07.30 s/d pukul 09.30 WIB di LSM HUMUS.
Peserta didik yang belajar di PAUD terdapat 27 anak dan terbagi menjadi
tiga kelas, yaitu kelas A, B, dan C, di kelas A terdapat enam orang anak,
dengan rata-rata usia tiga sampai empat tahun, di kelas B terdapat dua belas
4Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 66.
68
orang anak, dengan rata-rata usia lima tahun, dan pada kelas C terdapat
sembilan orang anak, dengan rata-rata usia enam tahun. Tenaga pengajar di
PAUD terdapat lima orang, yaitu Suci Utami, Haryani, Arifin, Eva, dan
Devi. Adapun mata pelajaran yang diajarkan terdiri dari berhitung, mengeja
huruf, membaca, pengetahuan agama dan ketrampilan. Kegiatan ini gratis
yang diberikan untuk anak-anak, kegiatan PAUD ini mengaggarkan biaya
satu juta rupiah perbulannya, sumber dana dalam kegiatan ini berasal dari
dana donatur perorangan dan bantuan LSM WADAH, LSM yang konsen
kepada masalah perempuan dan anak, pendidikan dan perdagangan manusia
(human trafficking), di daerah Sudirman Jakarta Pusat.
Menurut Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan.
“PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) baru berjalan sekitar duatahunan. PAUD ini setara dengan Taman Kanak-Kanak, yang diikutianak-anak berumur empat sampai enam tahun yang terbagi kedalamtiga kelas yaitu kelas A, B, dan C. Di PAUD ini merupakan dasar bagianak-anak untuk mengenal pendidikan kedepannya. Bahwa pendidikanitu penting dimulai dari masa kanak-kanak. Justru yang saya tidaksangka respons para orang tua PAUD sangat tinggi. Sepertimenyarankan membuat tabungan dan jalan-jalan waktu liburan.“ 5
Tujuan dari program pendidikan anak usia dini di LSM HUMUS
adalah agar anak-anak dapat membaca, mengenal huruf latin, arab dan
berhitung angka, sehingga anak-anak dapat membaca dan berhitung, serta
menghafal doa-doa keseharian dan kreativitas dalam keterampilan.
Pendidikan anak usia dini LSM HUMUS mengikuti kurikulum taman kanak-
5Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.
69
kanak atau pendidikan anak usia dini islam, sehingga anak-anak dapat
membaca dan berhitung sampai menyelesaikan pendidikan anak usia dini,
lalu anak-anak ini dapat meneruskan pendidikannya ke sekolah dasar.
Pendidikan anak usia dini yang di dapatnya di PAUD HUMUS sebagai bekal
pengetahuan yang akan dibawanya pada sekolah dasar formal.
Menurut informasi yang di dapat dari orang tua, yaitu Ibu Jumari.
“sebelum anak saya belajar di sini ngomong saja belum lancar,tapi setelah belajar disini alhamdulillah sudah bisa berhitung,membaca, dan gambar-gambar.”6
Kegiatan pendidikan anak usia dini LSM HUMUS berjalan dengan
sangat baik. Anak-anak jalanan yang belajar di LSM HUMUS ini dengan
serius dan cepat menerima materi-materi pelajaran yang diberikan
kepadanya. Anak-anak yang belajar di PAUD HUMUS sudah dapat
mengenal huruf latin, arab dan angka, serta beberapa darinya sudah ada yang
bisa membaca, berhitung, menggambar dan menghafal doa-doa keseharian.
Anak-anak yang mengikuti kegiatan PAUD dimulai pada pukul 07.30
s/d 10.00, anak-anak melakukan kegiatan belajar mengajar dan menerima
materi-materi yang diajarkan, setelah pukul 10.00 anak-anak kembali
kerumah, lalu pada siang hari sebagian dari anak-anak yang belajar di PAUD
sudah ada yang turun kejalan menjadi pengamen, pengemis yang diajak oleh
para orang tuanya.
6Wawancara dengan ibu Jumari orang tua anak yang belajar di PAUD pada tanggal 13 januari 2011.
70
Oleh karenanya pendidikan anak usia dini (PAUD) ini merupakan
program pendidikan dini bagi anak-anak untuk mengenal dunia pendidikan.
Anak-anak diajarkan banyak hal tentang pendidikan, agar di masa depan
kelak anak-anak dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi dan
mengikis buta huruf bagi anak-anak jalanan, yang merupakan mata rantai
dari kebodohan.
b. Membuka Kelas Bimbingan Belajar SD, SMP
Kelas bimbingan belajar untuk anak SD, SMP, merupakan kegiatan
yang ada di LSM HUMUS. Pelaksanaan kegiatannya pada hari senin hingga
kamis dari pukul 10.00 s/d pukul 11.00 WIB dan pukul 14.00 s/d pukul
17.00 WIB di LSM HUMUS. Peserta didik yang mengikuti bimbingan
belajar, terdapat 71 anak, terdiri dari kelas SD dan SMP. Tenaga pengajar
terdapat empat orang, yaitu Adi Hermawan, Suci Utami, Haryani, Ali
Muzaki. Kegiatan ini memberikan pelajaran tambahan setelah para anak-
anak selesai sekolah. Mata pelajaran yang diajarkan di sini beragam dari,
Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris dan Agama, dll. Kegiatan ini gratis
yang diperuntukan bagi anak-anak, dalam kegiatan bimbingan belajar ini,
pengurus mengaggarkan biaya satu juta rupiah perbulannya, sumber dana
dalam kegiatan ini berasal dari dana donatur perorangan dan bantuan LSM
WADAH.
71
Menurut Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan.
“program bimbingan belajar ini memberikan pelajarantambahan bagi anak-anak, setelah mereka sekolah di sekolah masing-masing. Di sini mereka boleh bertanya banyak karena kami sebagaifasilitator. Apabila mereka ada PR boleh bertanya. Dan pada saatbimbingan belajar kami selalu memberikan motivasi bagi anak-anak,memberikan semangat belajar kepada mereka. Tahu sendiri anak-anakjalanan, yang sudah terbiasa dijalanan terkadang malas dan acuhterhadap belajar. Untuk itu kami selalu memberikan motivasi bagimereka.“7
Kegiatan bimbingan belajar dilakukan pada pukul 10.00 s/d 11.00 dan
pukul 14.00 s/d 16.00, pukul 10.00 dilaksanakan untuk anak-anak yang
bersekolah pada siang hari, sedangkan pukul 14.00 untuk anak-anak yang
bersekolah pagi hari. Anak-anak yang melakukan kegiatan bimbingan belajar
ini, terdapat anak-anak yang melakukan aktifitas mengamen, mengemis,
berdagang asongan pada sore hari hingga malam hari.
Akan tetapi kegiatan kelas bimbingan belajar di LSM HUMUS
berjalan baik. Respons anak-anak yang mengikuti kegiatan bimbingan belajar
sangat aktif. Anak-anak jalanan dengan cepat menerima materi-materi
pelajaran yang diajarkan kepadanya. Anak-anak tidak malu untuk bertanya
kepada para pengurus tentang materi pelajaran. Sebelum kegiatan bimbingan
belajar dimulai, anak-anak telah berkumpul dan antusias untuk datang
sebelum waktu yang telah ditentukann banyak darinya yang menggunakan
waktu itu untuk membaca buku, koran untuk anak-anak dan bermain puzzel
berbentuk huruf yang disusun menjadi sebuah kata-kata.
7Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.
72
Kelas bimbingan belajar yang diberikan anak-anak jalanan dapat
diterima dengan baik oleh anak-anak jalanan itu. Kelas bimbingan belajar
sedemikan rupa diciptakan senyaman mungkin untuknya dan anak-anak
dapat bertanya masalah pelajaran disekolahnya masing-masing tanpa harus
malu dan takut, serta bercerita akan keluhan atau permasalahan yang
dihadapi anak-anak jalanan dan para kakak-kakak pengurus LSM HUMUS
akan membimbing.
c. Membuka Pendidikan Kesetaraan Paket A, B, dan C
Pendidikan kesetaraan paket A,B, dan C merupakan kegiatan yang ada
di LSM HUMUS. kegiatan ini diberikan kepada anak yang putus sekolah,
agar mereka mendapatkan pendidikan dan ijazah kesetaraan.
Menurut Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan.
“LSM HUMUS ini telah meluluskan pendidikan kesetaraanpaket A, B, dan C sebanyak empat belas orang dan beberapa darimereka kini sudah bekerja dengan layak. Tidak harus berada di jalanlagi.“8
Program pendidikan kesetaraan paket A, B, dan C ini diperuntukan
bagi anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan pendidikan di sekolah
formal. Anak-anak ini mendapatkan pendidikan di bimbingan belajar
HUMUS atau kelas eksekutif HUMUS, yaitu di berikan bagi anak-anak
jalanan yang putus sekolah yang tidak mendapatkan pendidikan formal, lalu
anak-anak ini dititipkan kesekolah formal yang diakui untuk melaksanakan
8Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.
73
ujian pendidikan kesetaraan paket A, B, dan C. Sampai saat ini sudah empat
belas orang yang mengikuti ujian paket kesetaraan, sehingga anak-anak
jalanan ini mendapatkan ijasah paket kesetaraan dan kelak dikemudian hari
dapat berguna bagi dirinya.
d. Membuka Kelas Pendidikan Keagamaan
Kelas pendidikan keagamaan merupakan kegiatan yang ada di LSM
HUMUS, yang dilaksanakan pada hari Senin hingga Kamis pukul 19.00 s/d
pukul 21.00 WIB di LSM HUMUS. Peserta didik yang mengikuti program
pendidikan keagamaan terdapat 49 anak, terdiri dari anak-anak PAUD
HUMUS, SD, SMP dan SMK. Tenaga pengajar terdapat empat orang, yaitu
Adi Hermawan, Ali Muzaki, Arifin, dan Doni Irwandi. Materi yang
diberikan kepada anak-anak jalanan membaca Iqra, membaca al- Qur’an,
hafalan surat-surat Juz’Ama, Fiqh, Hadist, bahasa arab, praktek shalat,
praktek wudhu. Kegiatan ini gratis yang diberikan untuk anak-anak, kegiatan
pendidikan keagamaan ini mengaggarkan biaya satu juta rupiah perbulannya,
sumber dana dalam kegiatan ini berasal dari dana donatur perorangan dan
bantuan LSM WADAH.
Kelas pendidikan keagamaan atau pengajian di LSM HUMUS,
bertujuan agar anak-anak jalanan dapat mengenal ajaran-ajaran agama Islam,
seperti rukun Islam, rukun Iman, pelajaran hadist, fiq-h, menghafal doa-doa
keseharian, menghafal juz ama, serta dapat membaca dan mengamalkan al-
qur’an.
74
Anak jalanan yang mengikuti kegiatan pengajian ini, sebagian darinya
sudah ada yang dapat membaca al-Qur’an dengan baik. Pada acara-acara
keagamaan, seperi maulid Nabi Muhammad Saw, anak-anak jalanan itu
sendiri yang membaca al-Qur’an sebagai acara pembuka dan pada saat acara
besar di LSM HUMUS anak jalanan yang aktif di LSM HUMUS selalu
dilibatkan.
Demikian pula kelas pendidikan keagamaan atau pengajian ini
diberikan kepada anak jalanan agar anak ini dapat mengamalkan ajaran-
ajaran agama dengan baik, serta dapat bersikap santun, sopan, dan tidak
melakukan kejahatan saat berada dijalanan.
2. Beasiswa Sekolah Formal
Program beasiswa sekolah formal diberikan kepada anak-anak jalanan
yang tidak mampu untuk membiayai masuk sekolah formal. Anak-anak jalanan
yang memiliki keseriusan dan kemauan yang kuat untuk sekolah diberikan
bantuan beasiswa oleh LSM HUMUS, berupa biaya spp, seragam sekolah, dan
biaya buku-buku. Anak-anak jalanan dibiayai dalam kebutuhan sekolah agar
anak-anak jalanan dapat bersekolah dengan layak dan dapat memiliki ilmu
pengetahuan yang luas, serta anak-anak jalanan dapat menjadi anak yang cerdas
dan aktif dalam pembangunan nasional.
Seperti yang dijelaskan oleh pengurus Suci Utami.
“beasiswa diberikan kepada anak-anak yang ingin bersekolah.Kami memberikan biaya spp anak-anak yang bersekolah formal, biaya
75
buku-buku, seragam sekolah. Kalau yang sebelum-sebelumnyaprogram beasiswa, kami yang menjemput mereka untuk masuk kesekolah formal. Kalau saat ini berbeda, mereka yang mendatangkankami, dan saat ini, kami selektif sekali dalam pemberian beasiswa,karena pernah kejadian anak yang mendapat beasiswa ternyata malasdan berhenti sekolahnya tanpa memberitahu pengurus”.9
Program beasiswa sekolah formal pada saat ini diberikan kepada 40
orang anak dari SD, SMP, dan SMK, beasiswa yang diberikan adalah biaya spp
sekolah, seragam sekolah, biaya buku-buku. Sumber dana untuk beasiswa ini
berasal dari donator tetap, yaitu LSM WADAH sebagai penyokong dana dari
LSM HUMUS. Dibawah ini adalah nama-nama anak yang menerima program
beasiswa.
Daftar Penerima Beasiswa HUMUSTAHUN PELAJARAN 2010/2011
No Nama Kelas Sekolah Thn. Masuk Beasiswa1 Tia Sapta Julia I SDN Margahayu XX 2008/20092 M. Syakhowi I SDN Bekasi Jaya VIII 2008/20093 Darma Adi Yaksa II SDN Margahayu XX 2007/20084 Gary Arman II SDN Margahayu IV 2009/20105 Dody II SDN Margahayu IV 2009/20106 Chriesyanto III SDN Margahayu IV 2006/20077 Tyas Tiar Y III SDN Margahayu XX 2006/20078 Santi Tula III SDN Margahayu IV 2007/20089 Wawan Gunawan III SDN Margahayu XX 2007/2008
10 Wulan Sari III SDN Margahayu XVI 2007/200811 Erlina Susanti IV SDN Margahayu XX 2005/200612 Hengki IV SDN Margahayu XX 2005/200613 Hapit Prayogi IV SDN Margahayu XVI 2005/200614 Nopiansyah IV SDN Margahayu XVI 2006/200715 Nela Safna D N IV SDN Margahayu XVI 2008/200916 Susana IV SDN Margahayu IV 2008/2009
9Wawancara dengan pengurus LSM HUMUS Suci Utami pada tanggal 31 januari 2011.
76
17 Nina Listiawati V SDN Margahayu IV 2006/200718 M. Mutohiron V SDN Pekayon Jaya VIII 2006/200719 Rani Puspita Sari V SDN Margahayu XX 2006/200720 Sunoto V SDN Pekayon Jaya VIII 2006/200721 Imanuel V SDN Pekayon Jaya VIII 2006/200722 Ayu Istianah V SDN Margahayu XVI 2007/200823 Nadia Julia V SDN Margahayu XX 2006/200724 M. Abdul Majid VI SDN Margahayu XVI 2008/200925 Bagas M Pijar VI SDN Margahayu XVI 2005/200626 Iin Sumiyati VII SMP Tunas Harapan 2007/200827 Diana Pungki VIII SMP Tunas Harapan 2007/200828 Sri Mulyani VIII SMP Roudhatul Jannah 2007/200829 Harif Isbullah XI SMPN 18 Bekasi 2007/200830 Ridwan XI SMP Roudhatul Jannah 2008/200931 Suci Pujiati XI SMP Tunas Harapan 2008/200932 Ala Yulia XI SMP Tunas Harapan 2009/201033 Mega Safitri I SMK Teratai Putih Global 2 2009/201034 Randi S J I SMK Karya Bakti 2 Bekasi 2008/200935 Herry Setiawan I SMK Bina Karya Mandiri 2007/200836 Irwan Irianto I SMK Pangeran Jayakarta 2007/200837 Untung Suropati I SMK Karya Guna 1 Mandiri 2007/200838 De Sutaryo I SMK Teratai Putih Global 1 2007/200839 Aida Damayanti I SMK Karya Guna Bhakti 2 2010/201140 Masyitah III SMKN 3 Bekasi 2007/2008
Sumber Data: LSM HUMUS
3. Konseling Anak dan Keluarga
Kegiatan konseling anak dan keluarga, kegiatan ini diberikan untuk
memotivasi para anak-anak jalanan dan para orang tua, memberikan semangat
untuk terus maju kedepan, bahwasanya kemiskinan dan ketidakberdayaan dapat
diubah dengan semangat, optimis, dan kemauan.
77
Menurut Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan.
“cara memotifasi mereka yaitu dengan menggunakanpendekatan personal (pribadi), lebih banyak mendengar keluhanmereka, mengutamakan kekeluargaan dan menggunakan komunikasiyang ideal yang dapat dipahami oleh mereka dan selalu memberikancontoh para tokoh-tokoh yang teladan agar dapat ditiru olehmereka.”10
Para pengurus LSM HUMUS menjadi konselor bagi anak-anak
jalanan maupun masyarakat sekitar, disetiap terjadi permasalahan yang
dihadapi oleh anak-anak dan para pengurus selalu mendengarkan keluhan-
keluhan atau permasalahan yang dihadapi anak-anak jalanan maupun
masyarakat. Pengurus mencoba memberikan solusi atau masukan yang terbaik
untuk anak jalanan maupun masyarakat, dengan menggunakan bahasa yang
ideal tidak menggurui, akan tetapi memberi motivasi agar tercapai sebuah
solusi yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan.
Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan menyatakan.
“ada permasalahan yang dihadapi seorang anak, yangmengalami penurunan prestasi belajarnya di sekolah. Karena harusmengamen untuk membantu Ibunya setelah Ayahnya meninggalkarena sakit keras. Ketika anak itu ikut bimbingan belajar terlihat letih,sehingga kurang tanggap apa yang telah diberikan. Karena harus terusmengamen untuk membantu Ibunya, sehingga tidak bisa membagiwaktu untuk belajar dan anak itu sendiri yang menjadi korban. Disinipara pengurus ikut memonitor memberikan solusi atau pendapatkepada anak itu maupun orang tuanya. Agar permasalahannya dapatterselesaikan”.11
10Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.11Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.
78
Kegiatan konseling anak dan keluarga sangat penting diberikan, untuk
selalu memotifasi agar mereka terus berusaha hidup lebih baik lagi dan
memiliki semangat hidup agar menjadi manusia yang berguna.
4. Kesenian
Kegiatan kesenian diberikan untuk anak-anak jalanan yang memiliki
kreatifitas dan jiwa seni. Kesenian ini diikuti sekitar 20 orang anak-anak dan
dilakukan setiap hari libur pada malam hari di LSM HUMUS. Kegiatan
kesenian yang diberikan seperti, musik, seni peran, membuat puisi, dan cerpen
(cerita pendek). Fasilitas dari kesenian, terdapat gitar, drum mini, alat pukul
bambu, majalah dinding. Kegiatan ini menjadi wadah bagi anak-anak jalanan
yang memiliki kreatifitas dan jiwa seni, agar anak-anak jalanan dapat
mengembangkan bakatnya.
Kegiatan kesenian ini mencari anak-anak yang memiliki bakat dan
kreativitas tinggi. Kesenian ini tergabung ke dalam tujuh komunitas anak
jalanan, anak-anak di audisi dan di cari yang terbaik, agar dapat tampil dalam
acara-acara atau perlombaan-perlombaan yang akan diikuti. Terbukti anak-anak
jalanan yang aktif di LSM HUMUS, yang mengikuti program kesenian sudah
ada yang menampilkan pertunjukan seni drama di Gedung Kesenian Jakarta dan
tampil di Hotel Grand Hayyat pada acara Natal 25 Desember 2010, yang
membawakan beberapa lagu dalam alat musik gendang bambu.
79
C. Respons Anak Jalanan dan Orang Tua Terhadap Program PemberdayaanLSM HUMUS
Respons para anak jalanan yang mengikuti program kegiatan di LSM
HUMUS cukup baik. Para anak-anak jalanan dapat menangkap materi-materi
pembelajaran dengan baik dan cepat tanggap. Anak-anak sangat senang dan
bahagia bisa belajar di LSM ini dan bisa mendapatkan manfaat yang besar,
menambah ilmu pengetahuan yang luas. Anak-anak jalanan yang berada di LSM
HUMUS memiliki semangat dan motifasi yang tinggi untuk belajar.
Menurut Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan.
“respon anak-anak cukup baik sampai saat ini, mereka selalu aktif danterbuka dalam segala hal.”12
Seperti dijelaskan oleh NP anak jalan yang aktif di LSM HUMUS.
“perasaan saya senang ka belajar di sini kerena kakak-kakaknya baiksemua. Manfaat belajar di sini dapat kepintaran ka, adalah manfaatnya.”13
Menurut ionformasi dari AM anak jalan yang aktif di LSM HUMUS.
“saya sudah tiga tahun ka, belajar disini, belajar setiap hari seninsampai hari kamis siang ka. Manfaat buat saya bertambah ilmupengetahuan ka dan kalau ada PR bisa tanya ke kakak-kakak.”14
Menurut informasi dari HP anak jalanan yang aktif di LSM HUMUS.
“belajar di sini senang sekali, dapat pelajaran tambahan ka, bisabertanya ke kakak-kakak tentang pelajaran di sekolah, karena kakak-kakakdi sini baik semua.”15
Anak-anak jalanan yang aktif belajar di LSM HUMUS memiliki
keseriusan dalam belajar dan memiliki cita-cita yang tinggi, sehingga anak-anak
12Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.13Wawancara dengan NP anak jalanan yang aktif di LSM HUMUS pada tanggal 19 januari 2011.14Wawancara dengan AM anak jalanan yang aktif di LSM HUMUS pada tanggal 19 januari 2011.15Wawancara dengan HP anak jalanan yang aktif di LSM HUMUS pada tanggal 19 Januari 2011.
80
mau belajar dengan ketekunan dan keseriusan, serta ingin menjadi manusia yang
berhasil dalam menjalani kehidupan.
Respons para orang tua anak jalanan cukup baik dan sangat mendukung
keberadaan LSM HUMUS di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur. Keberadaan
LSM HUMUS sangat membantu anak-anak jalanan maupun masyarakat sekitar.
Para orang tua senang dengan keberadaan LSM HUMUS, karena memiliki
manfaat untuk anak-anak jalanan dalam hal pendidikan, sangat membantu agar
anak-anak jalanan tidak buta huruf dan terhindar dari kebodohan, serta selalu
memotifasi anak-anak jalanan agar terus bersemangat dalam berpendidikan,
sedangkan untuk masyarakat sekitar para pengurus selalu aktif dalam kegiatan di
masyarakat.
Seperti yang diungkapkan oleh Bpk. Emin.
“iya adanya kakak-kakak disini ada manfaatnya buat anak-anak,apalagi buat anak saya jadi ada yang mengajari mengaji dan belajar diPAUD tidak harus bayar”.16
Keberadaan LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak-anak jalanan
memiliki nilai positif bagi anak-anak jalanan ataupun masyarakat sekitar.
Keberadaannya sangat membantu dalam hal pendidikan, yang berguna untuk
mencerdaskan dan memotong mata rantai kebodohan terhadap anak-anak bangsa.
Seperti yang diungkapkan oleh Bpk. Ipong.
“ada adalah manfaat kakak-kakak mengajar disini. Dari awal kakak-kakak disini sampai sekarang, ka Adi, ka Doni, Ka Ali adapengorbanannya untuk anak-anak belajar disini. Anak-anak jadi bisa
16Wawancara dengan orang tua anak jalanan Bpk. Emin pada tanggal 26 Januari 2011.
81
mengajilah, membaca Qur’an, belajar hadist, sedikit-sedikit bahasaarab”.17
Hal ini juga disampaikan oleh Ibu Jumari.
“manfaatnya ada buat anak saya, ada yang mengajari belajar tanpaharus bayar kalau belajar di luar pasti bayar. Disini juga kakak-kakaknyabaik, terus kasih semangat ke saya untuk ngajarin anak saya di rumah”.18
Respons para orang tua cukup baik untuk mendukung keberadaan LSM
HUMUS dalam menjalankan program-program pemberdayaan terhadap anak
jalanan. karena LSM ini memiliki manfaat yang baik untuk anak jalanan dalam
hal pendidikan.
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Pemberdayaan LSM HUMUS
Dalam menjalankan program kegiatan dalam hal pemberdayaan anak
jalanan di LSM HUMUS tidak terlepas dari faktor pendukung dan penghambat.
Adapaun faktor pendukung dan penghambat dalam program kegiatan sebagai
berikut :
1. Faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung dalam menjalankan program kegiatan
pemberdayaan anak jalanan sebagai berikut :
a. Ada motivasi belajar yang kuat dari anak-anak jalanan itu sendiri dalam hal
b. Adanya para pendidik atau pengajar yang memberikan pendidikan kepada
anak-anak jalanan.
17Wawancara dengan orang tua anak jalanan Bpk. Ipong pada tanggal 26 Januari 201118 Wawancara dengan orang tua anak jalanan Ibu Jumari pada tanggal 26 Januari 2011.
82
c. Fasilitas yang sudah cukup memadai, seperti bangunan yang cukup layak
untuk melakukan program kegiatan. Bangunan yang dua lantai, lantai
bawah merupakan musholah yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar-
mengajar PAUD dan pengajian para anak-anak jalanan dan ruangan kelas
yang berada di samping musholah digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar PAUD, pengajian dan kesenian. Lantai atas terdapat ruangan
kelas yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar PAUD, bimbingan
belajar, dan perpustakaan, serta kantor LSM HUMUS.
d. Sarana perpustakaan yang terdiri dari buku-buku pelajaran sekolah dasar
atau madrasah ibtidaiyah dan sekolah menengah pertama, iqra, al-Qur’an,
koran bacaan anak-anak Berani (Berita Anak Negeri), dan majalah-majalah
anak-anak.
e. Sarana perpustakaan yang terdiri dari buku-buku pelajaran sekolah dasar
atau madrasah ibtidaiyah dan sekolah menengah pertama, iqra, al-Qur’an,
koran bacaan anak-anak Berani (Berita Anak Negeri), dan majalah-majalah
anak-anak.
f. Fasilitas komputer, terdiri dari empat komputer, yang digunakan para
pengurus dalam bekerja dan akan di buka program kursus komputer.
g. Dukungan masyarakat sekitar, yang menerima keberadaan LSM HUMUS,
karena memiliki manfaat bagi anak-anak jalanan dan masyarakat sekitar.
Sehingga program-program berjalan dengan lancar.
83
2. Faktor Penghambat
Adapun faktor-faktor penghambat dalam menjalankan program
kegiatan pemberdayaan anak jalanan sebagai berikut :
a. Pendanaan atau finansial dari LSM HUMUS yang terbatas, di dalam
menjalankan program tentu mengeluarkan biaya. Dalam hal ini LSM
HUMUS terkendala dengan masalah biaya, yang hanya mendapatkan dari
para donatur-donatur, agar tetap bisa menjalankan program para pengurus
menggunakan biaya pribadi dan sumbangan dari orang lain, agar program
terus bisa berjalan.
b. Sikap mental anak-anak jalanan itu sendiri, anak-anak yang terbiasa
dijalanan ketika berada dalam kegiatan sulit untuk diatur. Dalam hal ini
pengurus selalu memberikan motivasi dan masukan yang baik untuk anak-
anak jalanan, agar tetap semangat dalam belajar.
c. Para pekerja sosial yang sering keluar-masuk atau silih berganti, karena
pekerja sosial tidak mendapatkan finansial yang cukup, sehingga pekerja
sosial tidak fokus dalam menjalankan program kegiatan dan harus mencari
karier yang lain. Untuk itu LSM ini terbuka bagi para relawan dari
kalangan Akademisi untuk meluangkan waktunya dalam mengajar anak-
anak jalanan.
d. Tradisi masyarakat setempat diketahui masyarakat miskin atau tidak
berdaya, yang memiliki strata pendidikannya rendah, yang mana sulit
untuk memotifasi anak-anak jalanan itu sendiri untuk belajar dan semuanya
84
harus diserahkan pengurus. Dalam hal ini pengurus memberikan
pemahaman para orang tua, agar tetap memonitor anak-anak mereka di
dalam belajar.
85
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
LSM HUMUS adalah LSM yang konsen pada permasalahan anak-anak
jalanan. Objek pemberdayaan LSM ini adalah anak-anak jalanan di wilayah Pasar
Proyek Bekasi Timur. Program pemberdayaan yang diberikan adalah
pemberdayaan terhadap anak-anak jalanan melalui bidang pendidikan. Peran
LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan terfokus pada program, berikut
ini:
1. Pendidikan, yang meliputi pada program pendidikan anak usia dini (PAUD),
program bimbingan belajar SD dan SMP.
2. Program pendidikan keagamaan atau pengajian, anak-anak jalanan
mendapatkan pendidikan keagamaan seperti, membaca iqra, al qur’an, hadist,
praktek ibadah, menghapal juz’ama, bahasa arab, menghafal doa-doa
keseharian.
3. Program beasiswa sekolah formal, diberikan kepada anak-anak yang tidak
mampu dalam membiayai sekolah. Anak-anak yang memiliki semangat dan
motivasi belajar tinggi, akan dibiayai oleh LSM ini.
4. Program kesetaraan paket A, B dan C, diberikan kepada anak-anak jalanan
yang tidak mendapatkan pendidikan formal. Anak-anak di beri bimbingan
86
belajar, lalu dititipkan ke sekolah formal untuk ikut ujian kesetaraan paket A,
B dan C.
5. Program konseling anak dan keluarga, program ini diberikan untuk
memotivasi anak-anak jalanan maupun keluarga, agar anak-anak tersebut
terus bersemangat dan berusaha dalam menuju hidup yang lebih baik lagi.
6. Program kesenian, program ini terdiri dari musik, seni peran, belajar puisi,
membuat cerpen (cerita pendek). Program ini menjadi wadah bagi anak-anak
jalanan yang memiliki kreatifitas dan jiwa seni, agar anak-anak jalanan dapat
mengembangkan bakatnya.
Respons anak-anak jalanan di dalam menerima program kegiatan cukup
baik. Anak-anak jalanan sangat semangat dalam belajar di LSM HUMUS. Anak-
anak jalanan juga cepat tanggap dalam menerima pelajaran, serta mendapatkan
pengetahuan yang luas. Sedangkan respons orang tua atau masyarakat sekitar juga
cukup baik. Para orang tua atau masyarakat sekitar mendukung keberadaan LSM
HUMUS, untuk memberdayakan anak-anak jalanan dalam bidang pendidikan,
seperti pendidikan anak usia dini, bimbingan belajar, paket kesetraan A, B, dan C,
pendidikan keagamaan, beasiswa, konseling, dan kesenian. Keberadaan LSM ini
disambut baik dan antusias oleh para anak-anak maupun masyarakat, karena
memiliki manfaat yang besar dalam kehidupan di masyarakat, guna membuat
anak jalanan terlepas dari ketidakberdayaan, serta dapat menguatkan mental para
anak jalanan.
87
Ada juga faktor pendukung dan faktor penghambat dalam menjalankan
program kegiatan di LSM HUMUS. Faktor pendukung merupakan sebagai faktor
yang mempermudah dalam menjalankan program-program. Sedangkan faktor
penghambat dijadikan motivasi agar LSM HUMUS lebih baik lagi dalam
menjalankan program-program dan bagaimana untuk menangani faktor
penghambat. Upaya yang dilakukan dalam menangani faktor penghambat,
pengurus tetap fokus bekerja dan bersinergi dengan elemen-elemen masyarakat,
serta terus memotivasi, memonitor anak-anak agar tetap semangat dalam belajar.
B. Saran-Saran
Adapun beberapa saran yang ingin penulis sampaikan kepada LSM
HUMUS, agar dalam menjalankan program-program pemberdayaan anak jalanan
dapat berjalan lebih baik lagi.
1. Faktor-faktor penghambat program kegiatan harus diminimalisasi, agar
program yang sudah berjalan dapat berhasil dengan baik.
2. Program-program yang sudah ada dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi
dalam menjalankan program kegiatan belajar, agar anak-anak jalanan benar-
benar mendapatkan manfaatnya.
3. Meningkatkan suasana kenyamanan dan kedamaian bagi anak-anak jalanan,
supaya anak-anak jalanan lebih rajin dan giat dalam belajar.
4. Bersikap lebih terbuka dalam menerima masukan dari orang lain, supaya
LSM HUMUS dapat berkembang lebih baik lagi.
88
PUSTAKA RUJUKAN
Adi, Rukminto Isbandi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan KesejahteraanSosial, Jakarta: Fakultas Ekonomi-UI, 2002.
Agam, Rameli, Menulis Proposal (Panduan Lengkap Membuat Proposal Penelitian,Kerja sama, Bisnis, Proyek, dan Event), Yogyakarta: Familia, 2008.
Abbas, Sirojudin dalam James, Midgley (ed), Pembangunan Sosial (PerspektifPembangunan dalam Kesejahteraan Sosial), Jakarta: Ditperta Islam DepagRI, 2005.
Berry, David, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, Jakarta: Rajawali pers, 1983.
Dharmawan, HCB (editor), Kiprah Lembaga Swadaya Masyarakat MenyuarakanNurani Menggapai Kesetaraan, Jakarta: Buku Kompas, 2004.
Henselin, James M, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Jilid I, edisi ke 6Jakarta: Erlangga, 2006.
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, Yogyakarta: Kanisius, 1989.
Horton, Paul B, Sosiologi, jilid I, edisi ke 6, Jakarta: PT Erlangga, 1999.
Ife, Jim dan Frank, Tesoriero, diterjemahkan oleh Sastrawan Manullang dkk,Community Development (Alternatif Pengembangan Masyarakat Di EraGlobalisasi), Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008.
Kilun, Yusra (editor), Pengembangan Komunitas Muslim (PemberdayaanMasyarakat Kampung Badak Putih Dan Kampung Satu Duit), Jakarta:Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, 2007.
Nasuhi, Hamid, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skrippsi, Tesis, danDisertasi), Jakarta: Ceqda, 2007.
Narwoko, J Dwi dan Bagong, Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan, edisike 2, Jakarta: Kencana, 2006.
Soetomo, Masalah Sosial Dan Pembangunan, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995.
Suyanto, Bagong dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial (Berbagai AlternatifPendekatan), Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Kajian StrategisPembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial), Bandung: PT
89
Refika Aditama, 2005.
Suparlan, Parsudi (penyunting), Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan OborIndonesia, 1995.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2006.
Saidi, Zaim, Secangkir Kopi Max Havelaar (LSM dan Kebangkitan Masyarakat),Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Tumanggor, Rusmin, dkk, (editor), Potret Lsm Di Jakarta, Jakarta: Lemlit UINSyarif Hidayatullah, 2005.
Usman, Hardius dan Djalal, Nachrowi, Pekerja Anak Di Indonesia (KondisiDeterminan Dan Eksploitasi Kajian Kuantitatif), Jakarta: Grasindo, 2004.
Usman, Hardius, Determinan Dan Eksploitasi Pekerja Anak-Anak Di Indonesia(Analisis Data Susenas 2000 KOR), Jakarta: Tesis Pascasarjana UniversitasIndonesia, 2002.
Zuriah, Nurul, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi Jakarta:PT Bumi Aksara, 2006.
Widjajanto, Andi, dkk, Transnasionalisasi Masyarakat Sipil, Yogyakarta: LkiS,2007.