repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · web view...

108
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan di suatu daerah masih dilihat sebagai masalah yang sangat pelik dan menjadi indikator yang penting bagi pembangunan ekonomi daerah. Masih tingginya tingkat kemiskinan khususnya yang berada di desa merupakan gambaran bahwa sampai saat ini negara yang telah menggunakan otonomi daerah belum mampu menuntaskan persoalan ini. Pelimpahan wewenang yang sepenuhnya di pegang oleh pemerintah pusat kini diserahkan kepada pemerintah daerah, termasuk dalam proses pembangunan ekonomi didaerah. Artinya masalah kemiskinan menjadi salah satu tugas pemerintah daerah yang belum terselesaikan. Salah satu daerah yang memiliki angka kemiskinan tinggi adalah Kabupaten Takalar. Angka kemiskinan di Kabupaten ini menyentuh angka 28,33 ribu 1

Upload: others

Post on 25-Feb-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemiskinan di suatu daerah masih dilihat sebagai masalah yang sangat pelik

dan menjadi indikator yang penting bagi pembangunan ekonomi daerah. Masih

tingginya tingkat kemiskinan khususnya yang berada di desa merupakan gambaran

bahwa sampai saat ini negara yang telah menggunakan otonomi daerah belum mampu

menuntaskan persoalan ini. Pelimpahan wewenang yang sepenuhnya di pegang oleh

pemerintah pusat kini diserahkan kepada pemerintah daerah, termasuk dalam proses

pembangunan ekonomi didaerah. Artinya masalah kemiskinan menjadi salah satu

tugas pemerintah daerah yang belum terselesaikan. Salah satu daerah yang memiliki

angka kemiskinan tinggi adalah Kabupaten Takalar. Angka kemiskinan di Kabupaten

ini menyentuh angka 28,33 ribu jiwa untuk tahun 2009 dan meningkat pada tahun

2010 menjadi 30,10 ribu jiwa (BPS Kab.Takalar).

Jika melihat data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Sul-Sel angka

kemiskinan Kabupaten Takalar masih cukup tinggi yaitu antara angka 15,80% untuk

tahun 2000 dan untuk tahun 2004 sebesar 12,99%. Meskipun dalam kurun waktu

empat tahun terjadi penurunan terhadap kemiskinan namun nampaknya penurunan

tersebut dapat dikategorikan ke dalam penurunan yang lambat ditengah pendelegasian

1

Page 2: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Artinya penurunan angka

kemiskinan dalam waktu empat tahun belum menunjukkan hal yang signifikan.

Persentase yang masih sangat tinggi memberikan indikasi bahwa sistem

desentralisasi yang telah berlangsung selama 12 (dua belas) tahun belum mampu

secara maksimal menurunkan angka kemiskinan (Badan Pusat Statistik 2004).

Dalam pola pendelegasian terdiri dari beberapa dimensi kewenangan yang

didelegasikan yaitu system administrasi, dekonsentrasi dan devolusi. Desentralisasi

Administratif, yaitu pelimpahan wewenang yang dimaksudkan untuk

mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab, dan sumber-sumber keuangan untuk

menyediakan pelayanan publik. Pelimpahan tanggung jawab tersebut terutama

menyangkut perencanaan, pendanaan, dan pelimpahan manajemen fungsi-fungsi

pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada aparatnya di Daerah, tingkat

pemerintahan yang lebih rendah, badan otoritas tertentu, atau perusahaan tertentu.

Pada pembagian selanjutnya ada pada pembagian Dekonsentrasi (deconcentration),

yaitu pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada pejabat yang berada

dalam garis hirarki dengan Pemerintah Pusat di Daerah. Pendelegasian wewenang

tersebut telah diambil sebagai langkah yang optimis oleh semua pihak dengan

harapan dapat meningkatkan pelayanan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

2

Page 3: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Devolusi (devolution), yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat

pemerintahan yang lebih rendah dalam bidang keuangan atau tugas pemerintahan dan

pihak Pemerintah Daerah mendapat discretion yang tidak dikontrol oleh Pemerintah

Pusat. Dalam hal tertentu dimana Pemerintah Daerah belum sepenuhnya mampu

melaksanakan tugasnya, Pemerintah Pusat akan memberikan supervisi secara tidak

langsung atas pelaksanaan tugas tersebut. Dalam melaksanakan tugasnya, Pemerintah

Daerah memiliki wilayah administratif yang jelas dan legal dan diberikan

kewenangan sepenuhnya untuk melaksanakan fungsi publik, menggali sumber-

sumber penerimaan serta mengatur penggunaannya. Devolusi menjadi salah satu core

point dalam pendelegasian wewenang karena terkait dengan pengelolaan keuangan

daerah sehingga memungkinkan pemerintah daerah untuk mengalokasikan dana

daerah untuk tujuan pembangunan dan tentu menjadi tujuan desentralisasi itu sendiri.

Dekonsentrasi dan devolusi dilihat dari sudut konsepsi pemikiran hirarki

organisasi dikenal sebagai distributed institutional monopoly of administrative

decentralization. Pendelegasian (delegation or institutional pluralism) yaitu

pelimpahan wewenang untuk tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar

struktur birokrasi reguler yang dikontrol secara tidak langsung oleh Pemerintah Pusat.

Pendelegasian wewenang ini biasanya diatur dengan ketentuan perundang-undangan.

Pihak yang menerima wewenang mempunyai keleluasaan (discretion) dalam

penyelenggaraan pendelegasian tersebut, walaupun wewenang terakhir tetap pada

pihak pemberi wewenang (sovereign-authority).

3

Page 4: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Sistem desentralisasi ini mengharuskan pemerintah daerah untuk mengelolah

sendiri daerahnya temasuk dalam segi pembiayaan pembangunan. Sistem

Desentralisasi ini dibagi menjadi empat bagian yaitu desentralisasi fiskal, ekonomi,

politik, dan administrasi. Keempat dimensi ini menjadi tanggung jawab penuh daerah

namun tetap memperhatikan koordinasi dengan pemerintah pusat. Untuk itu semua

penyelesaian masalah termasuk dalam masalah pembagunan ekonomi daerah harus

diselesaikan secara mandiri oleh daerah sesuai dengan kewenangan yang telah

diberikan. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah diikuti dengan

pembagian anggaran oleh pemerintah pusat.

Anggaran yang diberikan adalah dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan

dana bagi hasil. Dana transfer tersebut diberikan dimaksudkan untuk mengatasi

ketimpangan vertikal dan horisontal, dan untuk percepatan pembangunan daerah

termasuk dalam menyelesaikan masalah kemiskinan didaerah. Dana transfer dapat

juga digunakan dengan berbagai tujuan, antara lain Menjamin terciptanya

keseimbangan vertical (vertical Fiskal balance) yaitu menjamin terciptanya

keseimbangan antara kebutuhan Fiskal dan sumber yang tersedia untuk masing-

masing level pemerintah; menjamin terciptanya keseimbangan horizontal (horizontal

Fiskal balance) yaitu menjamin terciptanya keseimbangan dalam alokasi sumber

daya antar unit pemerintah yang berada dalam tingkatan yang sama; mendanai

program unggulan dari pemerintah pusat atau untuk menetralisasi (counteract)

eksternalitas spillover effect antar daerah; memberikan kompensasi kepada

4

Page 5: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

pemerintah daerah untuk menjalankan mandat/perintah dari pemerintah pusat atau

untuk mengimplementasikan program pemerintah pusat yang telah didelegasikan

kepada pemerintah daerah.

Seperti yang dikemukakan oleh McCulloch dan Suharnoko (2003) dalam M.

Fakhru Rozi (2007) bahwa salah satu kunci yang harus diperhatikan dalam

desentralisasi adalah bahwa pemerintah daerah harus lebih responsif terhadap

kebutuhan penduduknya. Tingkat responsifitas yang tinggi terhadap kebutuhan

penduduk memungkinkan pemerintah daerah untuk dapat menyelesaikan masalah

pembangunan termasuk kemiskinan. Namun beberapa kecenderungan menunjukkan

tren yang negative antara dana transfer pemerintah pusat dengan angka kemiskinan

khususnya di Kabupaten Takalar.

5

Page 6: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Perkembangan Dana yang di Transfer ke Daerah dari Tahun 2005-2010

Sumber: Kementerian Keuangan RI 2010

Sampai saat ini salah satu masalah pembangunan ekonomi daerah yang belum

terselesaikan adalah masalah kemiskinan. Selama 12 (dua belas) tahun desentralisasi

berjalan fenomena kemiskinan masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.

Meskipun pada dasarnya tujuan yang dibawa dalam desentralisasi adalah daerah yang

lebih mengetahui kebutuhan masyarakatnya sehingga dalam membuat program

pengentasan kemiskinan seharusnya daerah lebih mengetahui kebutuhan

masyarakatnya sehingga memudahkan pemerintah daerah dalam mengatasi masalah

tersebut. Bahl dan Linn (1992) berpendapat bahwa pendelegasian sebagian urusan

6

Page 7: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

keuangan publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan

konsekuensi dari pencapaian taraf hidup masyarakat yang lebih baik.

Melalui desentralisasi, pemerintah daerah di banyak negara memperoleh

wewenang politik dan kekuasaan pengambilan keputusan yang lebih besar, sehingga

mereka memiliki kesempatan yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyatnya. Pemerintah daerah dapat membuat program penanggulangan kemiskinan

secara lebih efektif dengan menggunakan alat yang lebih baik dan metode yang lebih

tepat untuk memprioritaskan tindakan dan mengevaluasi dampaknya tanpa harus

menunggu instruksi dari pemerintah pusat. Kewenangan daerah yang sangat besar

tersebut saharusnya memberikan dampak yang sangat besar pula khususnya dalam

pengentasan kemiskinan. Ini menjadi peluang pemerintah daerah dalam membangun

daerahnya sesuai dengan prinsip desentralisasi fiskal yang dikemukakan Roy Bahl

(1992) There Must Be A Champion For Fiscal Decentralization.

Dalam konteks daerah kemiskinan masih menjadi prioritas untuk diselesaikan.

Kabupaten Takalar menjadi salah satu daerah yang tingkat kemiskinan masih tinggi.

Untuk tahun 2010 jumlah orang miskin sebesar 30.100 ribu jiwa. Kemiskinan yang

masih tinggi ini memberikan indikasi bahwa 12 (dua belas) tahun otonomi daerah

belum mampu membawa perubahan yang signfikan termasuk dalam menyelesaikan

masalah ini meskipun jumlah penduduk Kabupaten Takalar hanya berjumlah 269.603

jiwa yang tersebar di 9 (sembilan) kecamatan. Angka kemiskinan ini masih terlalu

tinggi jika dibandingkan dengan beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan diantaranya

7

Page 8: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Sinjai, Barru, Bantaeng dan Kabupaten Soppeng. Gambaran ini menunjukkan bahwa

otonomi daerah justru membuat ketimpangan pembangunan didaerah semakin nyata.

Kecenderungan yang tidak signifikan ditunjukkan oleh perkembangan dana transfer

dan angka kemiskinan. Ini memberikan Indikasi pertama bahwa dana yang

diserahkan untuk daerah dalam bentuk dana transfer belum cukup untuk membiayai

pembangunan didaerah termasuk untuk menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten

Takalar.

Indikasi yang kedua bahwa pemerintah daerah yang tidak mengalokasikan

dengan tepat dana yang telah diserahkan oleh pemerintah pusat. Beberapa indikasi

tersebut membutuhkan pembuktian, namun perbandingan data memberikan gambaran

tentang melambatnya penurunan kemiskinan, namun di sisi lain jumlah dana yang

diserahkan oleh daerah dalam bentuk DAU, DAK dan DBH pajak dan sumber daya

baik secara nasional (keseluruhan Propinsi dan kabupaten/kota) maupun khusus untuk

Kabupaten Takalar menunjukkan tren yang meningkat.

Untuk itu Pembagian kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah

daerah baik itu secara politik, administrasi, ekonomi dan pengelolaan fiscal untuk saat

ini belum dapat dikatakan berhasil. Karena jika dikomparasikan dengan dana transfer

pemerintah pusat ke daerah semakin menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal yang

berlangsung selama 12 (dua belas) tahun memberikan hipotesa awal bahwa

desentralisasi belum dinikmati keberhasilannya oleh semua daerah. Dana Transfer ke

daerah terkhusus untuk kabupaten Takalar tiap tahun semakin meningkat sementara

8

Page 9: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

angka kemiskinan di kabupaten tersebut hanya mengalami fluktuasi dan cenderung

untuk beberapa tahun tertentu kemiskinan menunjukkan angka yang meningkat.

Untuk itu dapat disimpulkan bahwa penurunan angka kemiskinan di Kabupaten

Takalar mengalami perlambatan pada periode pertengahan dan current period yaitu

pada tahun 2010 desentralisasi antara tahun. Karena pada awal desentralisasi angka

kemiskinan justru mengalami persentase penurunan yang cukup besar.

Persentase Angka Kemiskinan Kabupaten Takalar

Tahun Kemiskinan2000 15,802001 15,662002 15,772003 15,092004 12,992005 14,942006 14,092007 13,802008 12,682009 11,062010 11,16

Sumber: BPS Propinsi Sul-Sel

Kondisi ini bertolak belakang dengan dana transfer pemerintah pusat ke

Kabupaten Takalar dalam bentuk DAU, DAK, DBH pajak dan sumber daya. Dana

alokasi umum untuk kabupaten Takalar meningkat dari tahun 2005 sebesar

Rp.149.180.000.000 dan untuk tahun 2010 sebesar Rp.304.060.000.000.

9

Page 10: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Perkembangan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang di Transfer

ke Daerah dari Tahun 2005-2010

Sumber: Kemenkeu RI

Dana transfer yang terus mengalami peningkatan setiap tahun sementara jika

dibandingkan dengan angka kemiskinan yang masih tinggi tentunya menyisakan

beberapa pertanyaan mendasar, terkait dengan keberhasilan desentralisasi dalam

peningkatkan pembangunan ekonomi daerah termasuk dalam menurunkan angka

kemiskinan yang telah berlangsung selama 12 (dua belas) tahun. Pertanyaan

selanjutnya mengapa dana transfer yang terus meningkat tidak berbanding terbalik

10

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2005 2006 2007 2008 2009 2010Prov. Sulawesi Selatan 332.73 509.54 599.51 656.71 663.42 706.28 35.1 44.8 29.2Kab. Bantaeng 122.49 181.86 206.74 224.67 227.50 235.87 11.6 27.4 39.9 46.2 45.4 30.5Kab. Barru 137.90 209.18 229.25 248.99 252.53 265.53 11.7 26.0 37.0 45.3 53.3 32.6Kab. Bone 276.74 446.42 494.23 529.06 531.91 541.72 14.3 32.3 57.8 70.8 78.7 69.7Kab. Bulukumba 191.27 246.77 332.72 363.39 370.48 383.22 12.8 28.7 45.5 54.7 70.1 50.9Kab. Enrekang 140.06 208.63 230.25 252.23 263.56 266.11 9.9 26.8 37.2 44.4 47.7 32.1Kab. Gowa 225.16 349.37 379.66 417.80 419.30 431.08 13.7 31.3 50.9 60.0 66.1 58.5Kab. J eneponto 162.93 245.02 280.68 296.15 302.31 314.83 12.8 29.3 41.4 48.5 47.9 43.5Kab. Luwu 168.61 265.54 289.61 318.30 338.39 342.64 16.2 33.3 52.4 62.6 61.6 50.4Kab. Luwu Utara 123.78 239.74 268.66 303.62 325.50 343.11 10.1 27.6 56.0 56.4 49.1 40.6Kab. Maros 165.02 260.78 286.00 312.18 316.39 325.25 13.4 29.5 49.6 61.7 57.0 46.4Kab. Pangkajene Kepulauan 164.76 236.04 266.30 326.06 332.58 350.72 12.8 31.5 41.9 53.8 60.7 44.1Kab. Pinrang 170.63 288.93 313.76 340.76 346.66 365.27 14.5 32.6 41.7 51.8 49.2 48.5Kab. Selayar 119.06 182.51 217.51 242.38 252.36 259.17 10.5 26.8 41.1 47.4 55.2 35.7Kab. Sidenreng Rappang 156.38 248.23 265.28 296.50 306.79 318.26 13.9 27.2 43.6 53.6 56.1 37.3Kab. Sinjai 145.52 284.70 255.44 284.00 288.76 295.53 12.4 32.8 53.8 61.8 52.7 38.8Kab. Soppeng 164.54 270.88 292.39 317.48 320.70 332.10 12.7 24.7 40.1 46.0 53.5 34.6Kab. Takalar 149.18 237.75 264.01 294.67 292.18 304.06 13.3 28.4 45.0 56.8 56.4 43.5Kab. Tana Toraja 212.60 334.60 362.63 396.16 262.37 297.36 12.7 29.9 46.0 56.9 62.4 49.3Kab. Wajo 173.21 272.22 305.94 336.19 352.94 364.82 14.1 29.9 44.9 55.5 66.5 49.3Kota Pare-pare 124.41 187.71 208.13 228.26 237.30 242.42 7.9 30.0 32.4 39.7 44.4 23.5Kota Makassar 323.08 513.00 583.84 643.33 647.30 644.27 14.7 8.5 20.0 43.2 45.8Kota Palopo 116.34 176.27 202.46 226.22 244.34 258.18 11.9 25.3 32.1 40.3 45.1 21.9Kab. Luwu Timur 93.15 190.63 216.89 241.00 227.78 238.66 11.9 23.9 44.1 51.1 47.9 28.1Kab. Toraja Utara 139.83 249.41 3.5 46.0

DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUSDaerah

Page 11: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

dengan jumlah penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Takalar. Untuk itu penting

melakukan penelitian terkait dengan fenomena antara otonomi daerah dan kemiskinan

tersebut, dengan mengambil tiga variabel independen yang menjadi representasi

(proxy) yaitu dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil serta

variabel dependen yaitu kemiskinan.

Tingginya anggaran yang diberikan ini memberikan sinyalemen untuk

mempercepat penyelesaian masalah pembangunan di daerah. Namun sampai saat ini

masalah tersebut belum sampai pada titik penyelesaian. Sampai saat ini kemiskinan

hanya menjadi komoditi politik yang terus diberitakan dan seolah menjadi prestasi

pemerintah daerah, padahal kemiskinan masih menjadi masalah yang sampai saat ini

masih membutuhkan keinginan politik yang kuat dari pemerintah untuk

menyelesaikannya.

Meskipun anggaran yang ditransfer setiap tahunya semakin meningkat namun

jika tidak diikuti dengan komitmen dari pemerintah daerah maka tujuan Negara yang

mencita-citakan pengentasan kemiskinan menjadi sulit untuk terwujud. Pelaksanaan

desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik kalau didukung faktor-faktor berikut:

Pemerintah Pusat yang mampu melakukan pengawasan dan enforcement; SDM

(Sumber Daya Manusia) yang kuat pada Pemerintah Daerah guna menggantikan

peran Pemerintah Pusat; Keseimbangan dan kejelasan dalam pembagian tanggung

jawab dan kewenangan dalam melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah.

11

Page 12: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan masalah

pokok dalam penelitian ini yaitu: Apakah dana alokasi umum, dana alokasi

khusus dan dana bagi hasil pajak dan sumber daya berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan di kabupaten Takalar antara

periode tahun 2000-2010.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengukur dan menganalisis besarnya pengaruh dana alokasi

umum, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil pajak dan sumber daya terhadap

penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Takalar periode tahun 2000-2010.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi beberapa kalangan, diataranya:

1. Untuk kalangan pemerintah, penelitian ini memberikan gambaran tentang

fenomena desentralisasi kaitannya dengan kemiskinan.

2. Untuk kalangan mahasiswa, penelitian ini berguna untuk dijadikan

literatur tambahan untuk melakukan penelitian terkait masalah

desentralisasi fiskal.

12

Page 13: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Landasan Teori

Banyak teori yang telah dikemukakan oleh para ahli yang terkait dengan

dampak desentralisasi fiscal mengenai pengaruhnya terhadap tingkat kemiskinan.

Pada bab ini akan dibahas beberapa landasan teori yang terkait.

2.1.1 Dampak Desentralisasi Terhadap Angka Kemiskinan

Konsep desentralisasi memuat tiga misi utama, yaitu menciptakan efisiensi

dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, meningkatkan kualitas pelayanan

umum dan kesejahteraan masyarakat, memberdayakan dan menciptakan ruang bagi

masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan

(Barzelay,1991). Dijelaskan lebih jauh oleh Robert Simanjuntak (2010) bahwa alasan

pokok dari pelaksanaan desentralisasi tersebut adalah untuk memenuhi tujuan

demokratisasi dan demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Artinya, kebijakan

desentralisasi ini dimaksudkan untuk menciptakan proses pengambilan keputusan

publik yang demokratis dan memberikan pelayanan masyarakat yang jauh lebih baik,

dengan goal’s kesejahteraan rakyat.

13

Page 14: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Argumen yang mendukung desentralisasi antara lain dikemukakan oleh

Tiebout (1956), Oates (1972), Tresch (1981), Breton (1996), Weingast (1995), dan

sebagaimana dikutip oleh Litvack et al (1998) yang mengatakan bahwa pelayanan

publik yang paling efisien seharusnya diselenggarakan oleh wilayah yang memiliki

kontrol geografis yang paling minimum karena pemerintah lokal sangat menghayati

kebutuhan masyarakatnya, keputusan pemerintah lokal sangat responsif terhadap

kebutuhan masyarakat, sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan

efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat, persaingan antar

daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong

pemerintah lokal untuk meningkatkan inovasinya. Inilah menjadi dasar mengapa

simpul desentralisasi fiskal ini berada pada tingkat pemerintahan yang paling dekat

dengan masyarakat secara geografis. Kedekatan secara geografis tersebut

memberikan potensi yang besar bagi daerah untuk memperbaiki kesejahteraan

masyarakatnya. Braun dan Grote (2002) dalam Rozi (2007) memberikan gambaran

tentang hubungan antara desentralisasi fiskal terhadap pengentasan kemiskinan.

14

Page 15: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Bagan: Braun dan Grote (2002) dalam Rozi (2007)

Sumber: Braun dan Grote (2002)

Inti dari skema ini adalah penyerahan wewenang yang besar kepada

pemerintah daerah melalui desentralisasi politik, administrasi dan desentralisasi fiskal

memungkinkan untuk menyelesaikan masalah kemiskinan dengan menekankan

kebijakan kepada perbaikan public service yang maksimal untuk masyarakat. Ini

menjadi lebih mudah karena pemerintah daerah tentu lebih jauh mengetahui

kebutuhan masyarakat didaerahnya. Peran masyarakat yang besar dalam proses

penentuan kebijakan dan implementasi kebijakan membuat pemerintah daerah harus

melakukan transparansi terhadap proses pembangunan termasuk dalam penggunaan

keuangan daerah.

15

Page 16: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Disamping itu dalam penentuan program, pemerintah daerah dapat lebih

mudah menentukan karena informasi yang didapatkan merupakan respon langsung

dari masyarakat yang menjadi preferensi dan kebutuhan penduduk setempat. Ini

kemudian dapat memberikan keuntungan kepada pemerintah daerah karena dapat

membuat program sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Menurut Bird dan Vaillancourt (1998), alasan bahwa desentralisasi dapat

membantu menyelesaikan masalah perekonomian nasional dimulai dari prinsip dasar

bahwa pemerintahan daerah dapat menyelenggarakan layanan publik bagi

masyarakatnya dengan biaya yang lebih rendah atau lebih efisien dibandingkan

dengan pemerintah pusat, dikarenakan pemerintah daerah lebih mengetahui

kebutuhan masyarakatnya sekaligus bagaimana cara memenuhi kebutuhan tersebut

dengan cara yang paling efisien dan, pemerintah daerah lebih dekat terhadap

masyarakatnya, sehingga akan bereaksi lebih cepat apabila kebutuhan tersebut

muncul, dan pada akhirnya masyarakat akan merasa puas atas pelayanan pemerintah

daerahnya. Dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal kemungkinan pemerintah

daerah untuk mempercepat penyelesaian masalah kemiskinan semakin besar.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Von Braun dan Groote dapat dijadikan

dasar pentingnya desentralisasi. Studi dengan melakukan analisis multivariate dengan

variabel election tiers untuk proksi desentralisasi politik, kemudian size of population

untuk desentralisasi administratif dan share of subnational expenditure untuk

desentralisasi fiscal. Hasil tersebut menunjukkan semua variabel tersebut dapat

16

Page 17: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

menurunkan kemiskinan, meskipun menurut mereka desentralisasi politik dan

administrasi harus mendahului desentralisasi fiscal karena pada awal-awal masa

desentralisasi pengeluaran pemerintah tidak dapat langsung memihak kepada kaum

miskin. Untuk itu Rao et all (1998) menekankan perlunya reorientasi terhadap

pengaturan fiscal antar tingkat pemerintahan daerah sehingga meningkatkan

pelayanan public dan meningkatkan konsumsi mereka.

Namun yang perlu diperhatikan adalah Kebijakan desentralisasi (fiskal) tidak

otomatis pro-growth, pro-poor dan pro-job perlu dukungan infrastruktur untuk

aksessibilitas dan konektivitas (Paddu, 2010). Artinya ada beberapa syarat untuk

membuat desetralisasi fiskal ini memberikan efek bagi pengentasan kemiskinan di

daerah yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah. Minimal alokasi dana transfer

yang jumlahnya besar tersebut diarahkan untuk membuat program pemberdayaan

masyarakat atau diarahkan untuk investasi disektor yang pro job dan pro poor.

Begitupun yang dikemukakan oleh Sidik (2002) dimana keberhasilan pelaksanaan

desentralisasi akan sangat tergantung pada desain, proses implementasi, dukungan

politis baik pada tingkat pengambilan keputusan di masing-masing tingkat

pemerintahan, maupun masyarakat secara keseluruhan, kesiapan administrasi

pemerintahan, pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia, mekanisme

koordinasi untuk meningkatkan kinerja aparat birokrasi, perubahan sistem nilai dan

perilaku birokrasi dalam memenuhi keinginan masyarakat khususnya dalam

pelayanan sektor publik.

17

Page 18: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Tujuan politis untuk meningkatkan tingkat responsifitas birokrasi terhadap

keinginan masyarakat dalam pemenuhan pelayanan publik dikaitkan dengan

partisipasi masyarakat dalam pembiayaan penyediaan pelayanan tersebut,

memerlukan setidak-tidaknya tujuh persyaratan penting untuk keberhasilan

pelaksanaan desentralisasi yaitu tahapan pelaksanaan desentralisasi harus realistis

disesuaikan dengan pengembangan institusi, sistem dan prosedur dan mekanisme

koordinasi di lingkup pemerintahan, dan pengembangan kemampuan sumber daya

manusia.

Keselarasan antara proses penyerahan kewenangan fungsi-fungsi

pemerintahan dari Pemeritah Pusat kepada Pemerintah Daerah dengan pengalihan

pembiayaan, sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan dokumen, desain dan

kerangka kerja proses desentralisasi harus terkait dengan kemampuan keuangan dan

kewenangan fiskal yang dimiliki oleh Daerah untuk memberikan pelayanan publik

kepada masyarakatnya, sehingga keinginan rakyat yang diwakili oleh DPRD dalam

penyediaan barang publik diharapkan mampu didukung oleh partisipasi masyarakat

dalam menanggung biaya atas penyediaan barang publik tersebut.

Masyarakat lokal harus diberikan informasi yang transparan tentang beban

yang mereka tanggung sebagai konsekuensi atas penyediaan barang publik tersebut

terutama melalui sosialisasi, debat publik dan dialog lainnya yang bermanfaat bagi

peningkatan kebutuhan barang publik sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat,

masyarakat harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan preferensinya dalam

18

Page 19: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

penyediaan barang publik melalui suatu mekanisme yang memungkinkan kehendak

masyarakat tersebut dapat ditampung dalam proses pengambilan keputusan pada

tingkat Pemerintah Daerah dan DPRD yang menghasilkan suatu Peraturan Daerah

tentang penyediaan barang publik dan implikasi pembiayaannya, adanya jaminan

sistem akuntabilitas publik, transparansi dan tersedianya informasi keuangan dan

pembangunan daerah yang memadai, sehingga memungkinkan masyarakat untuk

memantau kinerja aparat Pemda, dan memberikan kesempatan pada masyarakat

untuk merespon secara proporsional terhadap kinerja Pemda yang tidak sesuai dengan

aspirasi masyarakat.

Lingkungan ini memungkinkan baik aparat daerah maupun DPRD dituntut

untuk responsif terhadap aspirasi masyarakatnya, instrumen desentralisasi terutama

yang menyangkut aspek ketentuan perundangan, kelembagaan, struktur pelayanan

yang menjadi tugas Pemda, maka mekanisme kontrol dan dukungan pembiayaan

harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu untuk mendukung keinginan politis

dari masyarakat.

Disamping itu juga dikembangkan prioritas pembangunan di bidang

kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan, yaitu : pertama pengembangan

sumber daya manusia terutama pemberdayaan anak-anak dan wanita, kedua

menanggulangi kemiskinan melalui proses pemberdayaan dan mempermudah akses

keluarga miskin terhadap kesempatan berusaha, modal dan pemasaran produk-produk

yang dihasilkan, ketiga penanganan bencana dan musibah (Kaloh, 2007 : 246).

19

Page 20: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Untuk itu seharusnya keleluasaan yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk

mengelolah daerah masing-masing menjadi peluang yang besar untuk mempercepat

proses pengentasan kemiskinan di daerah. Ini juga dijelaskan oleh M. Fakhru Rozi

(2007). Ia mengatakan secara umum kondisi tingkat kesejahteraan masyarakat di

Provinsi Riau mengalami perbaikan setelah adanya otonomi, bahkan IPM Provinsi

Riau merupakan yang tertinggi di Sumatera. Otonomi daerah mampu meningkatkan

perekonomian daerah serta menurunkan jumlah penduduk miskin. Kebijakan

pembukaan lapangan kerja, peningkatan upah, bantuan dan subsidi berpengaruh

signifikan dalam mengurangi tingkat kemiskinan daerah. Begitupun temuan Bonar M.

Sinaga, Hermanto Siregar. Ia menemukan penerapan kebijakan desentralisasi fiskal

berpengaruh positif terhadap kinerja fiskal daerah dan kinerja fiskal daerah yang

cenderung meningkat tersebut pada gilirannya berpengaruh pada kinerja

perekonomian daerah. Selain kinerja fiskal, perekonomian daerah adalah investasi

swasta juga mengalami perbaikan pasca desentralisasi fiskal.

Dalam menyusun alokasi anggaran, pemerintah tidak boleh keluar dari tujuan

anggaran tersebut. Berdasarkan trylogi Musgave tentang tujuan alokasi anggaran

diataranya adalah Fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi alokasi

berhubungan dengan persediaan barang-barang sosial dan proses pemanfaatan

sumber daya secara menyeluruh untuk produksi barang-barang swasta, barang-barang

sosial, dan kombinasi dari barang-barang sosial yang telah dipilih. Fungsi distribusi

20

Page 21: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

berhubungan dengan persamaan kesejahteraan dan distribusi pendapatan dalam

masyarakat.

Selama fungsi stabilisasi ditujukan untuk menstabilkan atau mempertahankan

rendahnya tingkat pengangguran, harga atau tingkat inflasi, dan pertumbuhan

ekonomi yang telah ditargetkan. Namun yang harus diperhatikan agar desentralisasi

fiskal berjalan on the track adalah prinsip (rule) yang dikemukakan oleh Roy Bahl.

Roy Bahl mengemukakan bahwa ada 12 (dua belas) aturan untuk membuat

desetralisasi berjalan dengan baik, yaitu Fiskal Decentralization Should Be Viewed As

A Comprehensive System, Finance Follows Function,There Must Be A Strong Central

Ability To Monitor And Evaluate Decentralization,One Intergovernmental System

Does Not Fit The Urban And The Rural Sector, Fiskal Decentralization Requires

Significant Local Government Taxing Powers,Central Governments Must Keep The

Fiskal Decentralization Rules That They Make,Keep It Simple, The Design Of The

Intergovernmental Transfer System Should Match The Objectives Of The

Decentralization Reform, Fiskal Decentralization Should Consider All Three Levels

Of Government,Impose A Hard Budget Constraint, Recognize That

Intergovernmental Systems Are Always In Transition and Plan For This, There Must

Be A Champion For Fiskal Decentralization.

21

Page 22: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

2.1.2 Pengaruh Dana Alokasi Khusus Terhadap Kemiskinan

Sejak negara ini mulai memikirkan tentang pola hubungan antara keuagan

daerah dan keuangan pemerintah pusat, berbagai perspektif teori tentu telah

mendahuluinya dan menjadi dasar dalam membangun konsep tentang dana transfer

termasuk dalam dana transfer yang bersifat khusus atau DAK (Dana Alokasi

Khusus).

Setidaknya terdapat empat alasan menurut Oates (1999) untuk

dilaksanakannya kebijakan desentralisasi, yaitu efisiensi ekonomi, efisiensi biaya,

akuntabilitas, dan mobilisasi sumber dana. Efisiensi ekonomi dalam hal ini adalah

efisiensi alokasi sumber daya, yaitu keputusan yang dilakukan oleh lingkup

pemerintahan yang lebih kecil menghasilkan jenis dan tingkat pelayanan publik yang

lebih sesuai dengan preferensi lokal terutama jika kebutuhan antar daerah relatif

berbeda (Oates 1972, 1999).

Secara teoritis, menurut Shah (1994), jika pelayanan publik dasar dan

kesejahteraan masyarakat merupakan prioritas utama nasional dan tidak menjadi

prioritas utama daerah, maka mekanisme transfer dana alokasi khusus tanpa dana

pendamping (conditional non-matching grant) adalah yang terbaik.

Dari perspektif teori, DAK yang diterapkan di Indonesia sejauh ini termasuk

conditional,closed-ended, and binding constrainmatching grant. Artinya, DAK di

Indonesia merupakan transfer bersyarat dengan tujuan khusus yang besaran dananya

22

Page 23: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

(pagu) telah ditetapkan sejak semula. Secara teoritis (Boadway, dan Shah 2007: lihat

Tabel 2.1) dapat diprediksi bahwa jenis matchinggrant seperti ini adalah jenis yang

paling lemah dampaknya terhadap tiga hal yaitu penambahan kapasitas keuangan

daerah, akuntabilitas pelaporan anggaran dan kesejahteraan masyarakat. sehingga

konsep tentang dana alokasi khusus yang mengalami kesulitan untuk memberikan

dampak yang signifikan khususnya terhadap kesejahteraan masyarakat di daerah.

Ini lebih disebabkan oleh pola penetapan program yang langsung dtentukan

pagu/besaran dana yang akan ditransfer sesuai dengan program yang ditentukan

sendiri oleh pemerintah pusat, sehingga besar kemungkinan program yang ditentukan

tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan oleh daerah. Untuk itulah penggunaan DAK

telah ditentukan sebelumnya oleh pemerintah pusat yang semuanya untuk

pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan raya, fasilitas pendidikan dan kesehatan.

Ini dapat membantu daerah yang mengalami kesulitan keuangan sehingga pendapatan

daerah hanya cukup untuk membiayai belanja rutin. Sebagai modal desentralisasi

fiskal, DAK dirancang untuk memenuhi kebutuhan khusus di daerah tertentu (DAK

white paper 2011) sehingga pengaruh DAK terhadap pembangunan daerah cukup

penting disamping membantu pembiayaan keuangan daerah.

23

Page 24: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

2.1.3 Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Kemiskinan

DAU tidak hanya sekedar memperkuat kegiatan sektoral Kementerian-

Lembaga (KL) di daerah, tetapi bahkan bisa menjadi kegiatan substitusi karena

minimnya kegiatan daerah di sektor itu. Grand design DAU menunjukkan peran

penting DAU dalam mempercepat pembangunan dan memperbaiki pelayanan

masyarakat. Di tingkat daerah, melihat pola umum belanja yang menempatkan

belanja pegawai dalam porsi yang dominan, DAU dapat dijadikan kompensasi atas

kekurangan pembiayaan pembangunan fisik dan pelayanan masyarakat di daerah

kendatipun dalam jumlah yang terbatas.

Tambahan lagi, bagi banyak daerah-daerah bentukan baru akibat pemekaran

DAU mengambil porsi yang signifikan (Bappenas). Untuk melihat peran DAU yang

cukup besar dalam pembangunan ekonomi daerah membuat porsi DAU terus

mengalami peningkatan.

DAU merupakan dana tambahan yang diberikan oleh pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah untuk membantu kuangan daerah termasuk untuk

mencapai prioritas pembangunan nasional. Kendati hanya mengambil porsi kecil,

DAU tetap dianggap penting karena setidaknya di tingkat nasional, undang-undang

menetapkan DAU sebagai jembatan untuk mempercepat ketercapaian prioritas

pembangunan nasional.

24

Page 25: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Peran DAU dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan menjadi penting

mengingat kemampuan daerah yang masih mengalami kesulitan fiskal dimana

kebutuhan fiskal lebih besar dibandingkan potensi fiskal. Dalam kondisi seperti ini

DAU menjadi salah satu variabel penting dalam membantu kuangan daerah untuk

membiayai pembangunan khususnya dalam hal penyelesaian kemiskinan di daerah.

Jika tujuan dari transfer adalah untuk peningkatan kesejahteraan secara umum, maka

unconditional non-matchinggrant atau block grants seperti Dana Alokasi Umum

(DAU) adalah yang terbaik (Shah (1994) dalam Wuryanto, 1996). Menunjukkan

DAU, betapapun kecil porsi yang dialokasikannya, memainkan peran penting dalam

pembangunan daerah.

2.2 Tinjauan Empiris

Beberapa penelitian memberikan hasil yang beragam terkait dengan

signifikansi antara dana transfer (DAU, DAK, DBH) terhadap jumlah kemiskinan

didaerah. Misalnya yang dilakukan oleh Suyoto (2009). Ia Menemukan bahwa DAU

yang ditansfer oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam bentuk ABD

(Anggaran Bantuan Desa) memberikan dampak yang signifikan terhadap angka

kemiskinan.

Variabel Anggaran Bantuan Desa (ABD) mempuyai pengaruh negatif dan

signifikan, hal ini ditunjukkan melalui koefisien regresi yang bertanda negatif serta

25

Page 26: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

dengan nilai thitung sebesar -1.45752 dan probabilitas 0.0853 atau kurang dari

α=0,01. Hal ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan anggaran (ABD) yang ditujukan

untuk program pemberantasan kemiskinan maka akan berdampak terhadap

pengurangan angka kemiskinan. Hal ini senada dengan yang ditemukan oleh

panelitan dari IPB dengan judul penelitian dampak dana transfer terhadap

kemiskinan. Temuan tersebut menunjukkan bahwa dana transfer dalam bentuk DBH

Pajak memberikan pengaruh yang negative dan signifikan terhadap angka

kemiskinan.

Hasil yang berbeda ditemukan oleh Christy dan Priyo Hadi Adi (2009),

Abdullah, Syukri, dan Abdul Halim (2007), Adi dan Harianto (2004) hasil

penelitiannya menyebutkan bahwa Belanja Modal berpengaruh terhadap Kualitas

Pembangunan Manusia, sedangkan variabel Dana Alokasi Umum juga merupakan

faktor yang sangat menentukan besaran Belanja Modal. Pengaruh dana transfer pusat

ada pada besaran belanja modal pemerintah daerah, sehingga berdampak pada

perbaikan kesejahteraan masyarakat. Artinya ada beberapa mekanisme yang harus

dilewati oleh dana transfer agar berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di

daerah, salah satunya kebijakan harus diarahkan untuk memperbesar pengeluaran

pemeritah pada sisi belanja modal.

Ini sesuai dengan hasil yang ditemukan oleh Adi dan Harianto (2004) yang

menaliti tentang Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja

Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se-Jawa-

26

Page 27: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Bali). Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAU memberikan pengaruh terhadap

belanja modal. Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

Otonomi daerah dengan kebijakan peningkatan pengeluaran infrastruktur

sektor pertanian, pendidikan dan kesehatan memberikan dampak penurunan tingkat

kemiskinan seperti studi Yudhoyono (2004), Usman (2006) dan Hermami (2007).

Namun Temuan sebaliknya diperoleh pada studi Nanga (2006) dan Sumedi (2005)

yang menyatakan bahwa transfer fiskal di Indonesia cenderung memperburuk

ketimpangan pendapatan dan kesenjangan antar daerah.

Dalam penelitian yang lain menunjukkan bahwa desentralisasi fiscal dapat

meminimalkan ketimpangan suatu daerah. Artinya pembangunan daerah menjadi

merata dan tidak menunjukkan ketimpangan yang tajam. Fatimah (2007) dalam

penelitiannya tentang Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap

Ketimpangan Pendapatan Antar Propinsi di Indonesia Tahun 1993 – 2004. Dengan

menggunakan Indeks Ketimpangan Williamson menyimpulkan bahwa ketimpangan

transfer Fiskal berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap

ketimpangan pendapatan.

Dengan meningkatnya ketimpangan transfer fiskal ini maka akan menurunkan

tingkat ketimpangan pendapatan. Lebih jauh, karena peningkatan ketimpangan

transfer fiskal ini disebabkan oleh meningkatnya dana transfer yang diperoleh

pemerintah daerah. Maka hal ini pun akan berarti bahwa peningkatan dana transfer

akan berdampak terhadap penurunan tingkat ketimpangan pendapatan. Jadi secara

27

Page 28: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

keseluruhan dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan dana transfer untuk tiap-

tiap propinsi di Indonesia membawa dampak yang positif terhadap tingkat

kemerataan pendapatan antar propinsi di Indonesia.

2.3 Kerangka Pikir

Pada dasarnya desentralisasi lahir untuk menyerahkan sepenuhnya

pengelolaan daerah secara mandiri. Desentralisasi dianggap dapat mempengaruhi

pembangunan ekonomi daerah yang salah satu indikatornya adalah tingkat

kemiskinan secara signifikan. Namun tidak semua daerah mamiliki kemampuan

keuangan atau kondisi fiskal yang memadai untuk membuat program pembangunan

termasuk untuk program pengentasan kemiskinan. Ini sesuai dengan salah satu fungsi

pemerintah yaitu fungsi distribusi yaitu memastikan bahwa terdapat pembagian

pendapatan yang lebih merata di antara kelompok-kelompok masyarakat sehingga

ketimpangan pendapatan semakin berkurang.

Untuk membantu daerah, pemerintah pusat mengikutkan penyerahan

wewenang dengan penyerahan dana transfer (intergormental transfer) dalam bentuk

Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Non

Pajak. Intergovermental transfer tersebut bertujuan untuk menghilangkan fiskal gap

(Horizontal fiskal gap and Vertical fiskal gap). Seperti skema yang digambarkan oleh

Braun dan Grote (2002) bahwa desentralisasi fiskal akan memberikan keleluasaan

pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang maksimal sesuai

28

Page 29: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

dengan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan pada

bab II, kemudian dibuatlah kerangka pikir yang menjelaskan bahwa peran

desentralisasi fiskal memiliki hubungan dengan pengentasan kemiskinan.

Gambar: Kerangka Pikir

Desentralisasi fiskal dapat memberikan pengaruh terhadap angka kemiskinan

jika pemerintah baik pusat maupun daerah dapat memenuhi syarat yang telah

ditentukan. Misalnya pemerintah daerah harus menyadari bahwa desentralisasi ini

bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dasar untuk masyarakat sehingga akses

untuk mendapatkan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan semakin luas.

29

DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI KHUSUS

DANA BAGI HASIL PAJAK

DESENTRALISASI

FISKAL

ANGKA

KEMISKINAN

DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA

Page 30: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Untuk itu dana yang telah dialokasikan oleh pemerintah pusat dalam rangka

desentralisasi fiskal harus digunakan untuk meningkatkan pelayanan dasar

masyarakat. Alokasi dana transfer yang efektif tentu menyesuaikan dengan program

indikatif yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Prinsip ini dikenal dengan money

follow function artinya uang yang diserahkan kepada daerah harus berbasis program,

sehingga penggunaan dana tersebut dapat diketahui.

Semua prinsip yang ditentukan untuk mengawal jalannya desentralisasi harus

di perhatikan oleh pemerintah. Ini menjadi “rule of game” dalam menjalankan sistem

desentralisasi. Jika tidak desentralisasi justru menjadi sistem yang membahayakan

pemerintah daerah khusnya masyarkat. Beberapa indikasi telah menuju kearah itu,

misalnya belum adanya hubungan antara transfer dan expenditure assignments atau

dalam hal ini target pencapaian SPM (standar pelayanan minimum) sehingga selama

ini dana yang diserahkan ke daerah dalam bentuk transfer pemerintah pusat belum

menunjukkan hal yang menggembirakan. Misalnya masih terdapat di beberapa daerah

yang masyarakatnya kekurangan gizi, mendapat pelayanan kesehatan yang buruk,

masih sulitnya warga miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.

30

Page 31: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu dalam penelitian ini, maka

dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Diduga terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara variabel DAK,

DBH dan DAU terhadap tingkat kemiskinan di Kabupten Takalar tahun 2000-2010

31

Page 32: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang

bersifat time series untuk Kabupaten Takalar. Data ini didapatkan dari beberapa hasil

penelitian sebelumnya termasuk dalam jurnal, skripsi, tesis, buku dan karya ilmiah

yang lain yang mendukung penelitian ini. Selain itu data tersebut juga diperoleh dari

situs resmi Badan Pusat Statistik dan Bappenas yang diterbitkan secara resmi.

Model Analisis

Untuk melihat hubungan antara dana transfer pemerintah (DAU, DAK, DBH)

terhadap kemiskinan, digunakan model dasar sebagai berikut:

Y=ƒ(X1,X2, X3, X4) ….….……….……….……….……….………. (1)

Dari fungsi sederhana tersebut, kemudian dibuat model regresi berganda

sebagai berikut:

Y= α0+ Lnα1X1+ Lnα2X2 +Lnα3 X3+Ln α3X4 µ……..………. ………. …. (2)

Dimana:

Y= Kemiskinan

α = Koefisien regresi

32

Page 33: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

X1 = Dana Alokasi Umum

X2 = Dana Alokasi Khusus

X3 = Dana Bagi Hasil Pajak

X4 = Dana Bagi Hasil Sumber Daya

µ = Standar error

3.1 Metode Analisis

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi berganda.

Untuk memudahkan dalam menganalisis data maka penelitian ini menggunakan

bantuan software SPSS.

3.2 Uji Kesesuaian

1. R2 (koefisien determinan) ditujukan untuk melihat keterikatan antara ariable

bebas dan ariable terikat

2. T-test dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi koefisien regresi. Jika

hasilnya t hitung>t table maka H0 ditolak dan H1 diterima.

33

Page 34: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

3.3 Uji Asumsi Klasik

1. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan kondisi dimana terdapat hubungan antara

variabel independen (bebas). Untuk itu uji multikolinearitas bertujuan

untuk melihat apakah terdapat hubungan antara satu variabel bebas

dengan variabel bebas yang lain. Seharusnya model regresi yang baik,

tidak terdapat hubungan antara variabel bebas.

3.4 Definisi Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui batasan

variabel yang ingin diteliti. Untuk itu defenisi operasional variabel dalam penelitian

ini adalah:

1. Dana alokasi umum adalah dana transfer dapat digunakan oleh pemerintah

daerah untuk membiayai kebutuhan pembangunan daerah.

2. Dana Alokasi khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan kepada Daerah dan digunakan untuk kegiatan yang telah

ditentukan sebelumnya oleh pemerintah pusat.

3. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai

kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi

34

Page 35: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

4. Kemiskinan adalah jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan

(2100 Kilo kalori/ hari). Berdasarkan definisi BPS. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data BPS.

35

Page 36: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

BAB IV

GAMBARAN UMUM DESENTRALISASI FISKAL

DI KABUPATEN TAKALAR

Terjadi perubahan yang mendasar dalam pembangunan ekonomi suatu daerah

ketika daerah tersebut memutuskan untuk mengubah sistem pemerintahan yang

bersifat sentralistik menjadi desentralistik. Kondisi ini dialami oleh Kabupaten

Takalar yang memutuskan mengikuti sistem desentalisasi fiscal. Dilihat dari indikator

pembangunan, Takalar termasuk salah satu kabupaten yang mengalami pasang surut

pasca Indonesia menerapkan sistem desentralisasi (politik, administrasi, fiscal,

ekonomi). Yang menjadi menarik adalah jumlah orang miskin di Kabupaten Takalar

mengalami fluktuasi sehingga secara rata-rata perubahan untuk jumlah orang miskin

bisa dikatakan mengalami perlambatan.

Sementara secara konseptual, desentralisasi ditujukan salah satunya untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan mengutamakan pelayanan public di

antaranya jalan raya, fasilitas pendidikan dan kesejahteraan yang efektif dan efisien.

Kondisi ini memberikan gambaran bahwa belum terjadi hal yang signifikan dalam

perbaikan taraf hidup masyarakat di daerah khususnya di Kabupaten Takalar. Tentu

ada berbagai factor yang mendukung jalanya desentralisasi diantaranya kesiapan

pemerintah daerah untuk secara mandiri mengelolah daerah masing-masing sesuai

36

Page 37: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

dengan kewenangan yang diatur dalam UU. Political will menjadi titik awal untuk

menjalankan desentralisasi dengan baik dan mencapai tujuan bersama yaitu

kesejahteraan masyarakat. Namun saat ini dampak yang dihasilkan oleh desentralisasi

justru adalah dampak negative. Apa yang dikemukakan oleh Musgrave tentang

dampak negatif desentralisasi adalah munculnya “raja-raja” baru yang membangun

dinasti politik didaerahnya masing-masing, korupsi yang tadinya tersentralisasi kini

menjadi desentralisasi akibat penyerahan wewenang yang besar terhadap kepala

daerah.

Selama 12 (dua belas) tahun desentralisasi masalah kemiskinan di Kabupaten

Takalar belum menemui jalan keluar. Tidak terselesaikannya kemiskinan lebih

disebabkan ketidak mampuan sumber daya manusia untuk menerapkan sistem ini

secara komprehensif. Besarnya dana transfer pemerintah pusat untuk Kabupaten

Takalar meningkat setiap tahunnya akibat besarnya biaya penyelenggaraan

pembangunan di daerah. Dinamika politik local dan meningkatnya kebutuhan daerah

tentu memberikan konsekuensi diantaranya semakin membesarnya alokasi dana

transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dana tersebut terdiri dari dana

alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil pajak dan bukan pajak.

37

Page 38: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Tabel 4.1Data Persentase Jumlah Orang Miskin di Kabupaten Takalar

Tahun Kemiskinan2000 15,802001 15,662002 15,772003 15,092004 12,992005 14,942006 14,092007 13,802008 12,682009 11,062010 11,16

Sumber: Badan Pusat Statistik Sul-Sel

Besaran dana yang diberikan pemerintah pusat memberikan indikasi yang

menunjukkan bahwa saat ini pemerintah Kabupaten Takalar termasuk daerah yang

menggantungkan masalah pembiayaan pembangunan daerah terhadap dana

perimbangan.

38

Page 39: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Tabel 4.2Dana Transfer Pemerintah 10 (sepuluh) Tahun Terakhir untuk Kabupaten

Takalar

Tahun

Dana Alokasi

Umum Dana Alokasi Khusus

Dana Bagi Hasil Pajak

Dana Bagi Hasil Sumber Daya

2000 90,778,000,000 217,480,000,000 5.420.000.000 108.000.000

2001 100.983.390.000 213.600.000.000 3.497.390.000 5.191.310.000

2002 119.100.000.000 174,460,000,000 3.838.740.000 5.525.470.000

2003 136.890.000.000 7.635.460.000 11.091.270.000 1.548.370.000

2004 138.354.000.000 13.240.000.000 13.611.760.000 2.014.890.000

2005 149.184.000.000 13.340.000.000 8.431.530.000 8.820.840.000

2006 237.750.000.000 28.420.000.000 7.467.780.000 11.736.640.000

2007 264.008.000.000 44.979.000.000 18.156.890.833 9.657.388.425

2008 294.665.014.000 56.819.000.000 19.191.583.029 3.186.252.813

2009 292.181.834.000 56.354.000.000 11.069.470.794 10.868.486.614

2010 304.060.484.000 43.478.400.000

23,070,958,757

721.576.000

2011 334.734.972.000 43.636.900.000 19.809.051.000 1.785.116.000

Sumber: DJPK.Kemenkeu RI

39

Page 40: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Semakin membesarnya intergovernmental transfer dari pemerintah pusat ke

daerah menunjukkan bahwa keinginan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat

melalui pelayanan publik yang efektif sesuai dengan tujuan awal desentralisasi dan

pengelolaan ekonomi daerah secara mandiri yang mendorong tingginya laju investasi

di daerah semakin besar. Namun ada syarat wajib yang harus dijalankan pemerintah

daerah untuk mencapai keberhasilan tersebut diantaranya desain, proses

implementasi, dukungan politis baik pada tingkat pengambilan keputusan di masing-

masing tingkat pemerintahan, maupun masyarakat secara keseluruhan, kesiapan

administrasi pemerintahan, pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia,

mekanisme koordinasi untuk meningkatkan kinerja aparat birokrasi, perubahan sistem

nilai dan perilaku birokrasi dalam memenuhi keinginan masyarakat khususnya dalam

pelayanan sektor public (Machfud Sidik, 2002).

Selama 12 (dua belas) tahun desentralisasi terjadi beberapa perubahan dalam

tata kelola pemerintahan daerah dan pola hubungan antara keuangan pusat dan

daerah. Perubahan itu ditunjukkan dengan perubahan undang-undang No.22 tahun

1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No.25 tahun 1999 tentang perimbangan

keuangan pusat dan daerah. Perubahan tersebut disebabkan karena lambatnya proses

reformasi perpajakan yang membuat daerah mengalami kesulitan untuk

meningkatkan fiscal capacity ditengah semakin tingginya fiscal need. Untuk tahun

2008 Belanja Pemerintah Kabupaten Takalar terdiri dari belanja operasional sebesar

Rp.439,719,491,783.66, belanja pegawai sebesar Rp.320,189,397,889.66 belanja

40

Page 41: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

barang sebesar Rp.214,155,052,011.00, belanja bunga sebesar Rp.

85,622,687,513.00, subsidi sebesar Rp.20,364,721,699.00 dan belanja modal sebesar

Rp. 112,995,055,157.00. diantara semua belanja pemerintah untuk tahun 2008 belanja

barang dan belanja pegawai yang memiliki porsi yang paling besar. Kondisi tersebut

menunjukkan belum maksimalnya keberpihakan pemerintah Kabupaten Takalar

dalam menurunkan angka kemiskinan. Besarnya belanja rutin yang terdiri dari

belanja operasional pemerintah daerah dan belanja pegawai membuat belanja yang

seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus dikurangi porsinya.

Kondisi ini juga menggambarkan ketidakberdayaan pemerintah daerah karena

disatu sisi kebutuhan operasional daerah mengalami peningkatan dan disisi lain gaji

aparat pemerintah daerah juga meningkat. Meskipun begitu seharusnya pemerintah

Kabupaten Takalar dalam menggunakan dana daerah secara efektif dan efisien

dimana pemerintah harus menentukan skala prioritas pembiayaan termasuk untuk hal-

hal yang bersifat oprasional.

Namun saat ini pemerintah pusat tengah menyusun perubahan UU No.33

tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ini disebabkan karena

sampai sejauh ini desentralisasi fiscal justru hanya memperdalam jurang antara

horizontal dan vertical fiscal gap. Tentunya perubahan tersebut akan memperbaiki

struktur hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Namun perubahan tersebut

belum mampu membawa keberhasilan yang menyeluruh terhadap perbaikan

pembangunan ekonomi daerah. Takalar masih menjadi daerah yang mengalami

41

Page 42: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

perlambatan dalam penurunan angka kemiskinan dibandingkan dengan beberapa

daerah di Selawesi Selatan.

Gambaran perkembangan desentralisasi fiskal yang berjalan dinamis tentu

memberikan implikasi yang besar bagi pembangunan ekonomi daerah. Salah satu

variabel untuk menilai keberhasilan pembangunan daerah adalah angka kemiskinan.

Saat ini Kabupaten Takalar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki angka

penurunan jumlah orang miskin yang dinamis atau dapat dikatakan lambat. Memang

data menunjukkan angka kemiskinan di Kabupaten Takalar juga mengalami

penurunan untuk beberap tahun misalnya di awal-awal penerapan desentralisasi.

Namun pada tahun-tahun tertentu angka kemiskinan mengalami peningkatan dan

pada saat yang sama dana yang diserahkan pemerintah pusat kepada daerah justru

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun khususnya untuk Dana Alokasi Umum.

Pemerintah daerah tentu menyadari besarnya kewenangan yang diberikan

untuk mengelolah daerah harus sejalan dengan tujuan desentralisasi yaitu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun tidak cukup hanya kesadaran politik

harus ada kemauan dari pemerintah daerah untuk menunjukkan keberpihakan mereka

terhadap perbaikan kesejahteraan masyarakat dan didukung oleh sumber daya

manusia (aparat pemerintah daerah) yang mengerti perannya sebagai penyusun

kebijakan dan memberikan pelayanan untuk memperbaiki pelayanan dasar karena

diyakini bahwa salah satu faktor yang membuat lambatnya penurunan angka

42

Page 43: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

kemiskinan adalah kecilnya akses masyarakat miskin dalam pelayanan dasar seperti

pendidikan, kesehatan dan hal-hal yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.

43

Page 44: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Variabel Independen (DAU, DAK, DBH pajak dan SD) terhadap

Variabel Dependen (Angka Kemiskinan)

Untuk menjelaskan tentang bagaimana signifikansi hubungan antara variabel

independen terhadap variabel dependen maka dilakukan analisis regresi berganda.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan regresi linear dan dilakukan dalam

beberapa tahapan untuk mendapatkan hasil hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen. Hasil regresi tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.1Hasil Analisis Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) 96.794 24.354 3.975 .007

X1 -2.865 2.015 -.754 -1.422 .205

X2 -.031 .482 -.020 -.063 .952

X3 -.525 1.582 -.192 -.332 .751

X4 .188 .407 .153 .462 .660

a. Dependent Variable: Y

Setelah melakukan analisis regresi, maka ditemukan beberapa hasil yang dapat

menjadi kesimpulan yaitu:

44

Page 45: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

1. Pengaruh Variabel X1 (Dana Alokasi Umum) terhadap variabel Y (angka

kemiskinan) merupakan pengaruh yang negative namun tidak signifikan. Jika

Dana Alokasi Umum mengalami peningkatan 1% maka angka kemiskinan

dapat menurun sebesar 1,422%.

2. Untuk variabel X2 ( Dana Alokasi Khusus) berpengaruh negatif namun tidak

signifikan terhadap angka kemiskinan (Y). Ini ditunjukkan dengan besaran t-

hitung yaitu -0,063. Jadi kenaikan Dana Alokasi Khusus hanya menurunkan

angka kemiskinan sebesar 0,063%.

3. Variabel X3 (Dana Bagi Hasil Pajak) memiliki hubungan yang negative dan

tidak signifikan terhadap angka kemiskinan. Hubungan itu dapat dilihat dari

besaran t-hitung yaitu -0,332. Jadi meskipun Dana Bagi Hasil Pajak

meningkat 1% maka angka kemiskinan hanya turun sebesar 0,33%.

4. Hubungan antara variabel X4 (Dana Bagi Hasil SD) terhadap angka

kemiskinan memiliki hubungan yang positif dan tidak signifikan. Hubungan

positif tersebut dapat dilihat dari hasil t-hitung sebesar 0,462. Hasil ini

menunjukkan bahwa ketika Dana Bagi Hasil Sumber Daya dinaikkan 1%

maka angka kemiskinan juga meningkat sebesar 0,462%.

45

Page 46: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Tabel 5.2Analisis KorelasiModel Summary

Model R R SquareAdjusted R

SquareStd. Error of the Estimate

1 .869a .756 .593 1.11665

a. Predictors: (Constant), X4, X3, X2, X1

Untuk hasil analisis korelasi yang diperoleh dari pengolahan data

menunjukkan korelasi antara Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus,

Dana Bagi Hasil Pajak dan SD terhadap kemiskinan diperoleh nilai sebesar

R2 = 0.756. Angka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan

yang dapat dijelaskan oleh model dalam penelitian ini sebesar 75,6%

sedangkan selebihnya yaitu 24,4% dijelaskan oleh variabel diluar persamaan

model ini. Nilai R didapatkan sebesar 0,869 menunjukkan pengaruh antara

variable Independen terhadap variabel dependen memiliki pengaruh yang

kuat.

5.2 Analisis Pengujian Hipotesis

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah variable Dana

Alokasi Umum, Dana alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya

mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap angka kemiskinan. Terkait

dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini maka kemudian dibangun sebuah

46

Page 47: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

hipotesis yang hendak diuji melalui dalam penelitian ini, yaitu Dana Alokasi Umum,

Dana alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap angka kemiskinan.

Untuk membuktikan hipotesis tersebut maka akan digunakan uji serempak

(uji F) dan uji parsial (uji t). Uji serempak dimaksudkan untuk mengetahui bahwa

variable independen secara serempak mempengaruhi penurunan angka kemiskinan.

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara nilai F hitung dengan nilai F

table pada α = (0,5). Sedangkan untuk uji T digunakan untuk mengetahui apakah

masing-masing variable independen berpengaruh secara parsial terhadap variabel

dependen. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara T hitung dengan T

table pada α= 0,5. Berikut hasil pengujian hipotesis:

Tabel 5.2Pengujian Hipotesis (Uji F)

ANOVAb

ModelSum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 23.155 4 5.789 4.642 .048a

Residual 7.481 6 1.247

Total 30.636 10

a. Predictors: (Constant), X4, X3, X2, X1b. Dependent Variable: Y

Berdasarkan hasil uji hipotesis secara serempak maka ditemukan hasil dengan

F-Hitung sebesar 4,642. Jika dibandingkan dengan F-Tabel sebesar 1,84 maka dapat

47

Page 48: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

disimpulkan bahwa secara serempak variabel independen yaitu DAU, DAK, DBH

Pajak dan SD berpengaruh signifikan dalam menurunkan angka kemiskinan. Untuk

itu hipotesis dalam penelitian ini diterima (H0 ditolak, H1 diterima).

Setelah melakukan uji hipotesis secara serempak, selanjutnya dilakukan uji hipotesis

secara parsial. Dengan menggunakan standar eror 0,5 maka diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Secara parsial variabel X1 (Dana Alokasi Umum) berpengaruh negative dan

tidak signifikan terhadap angka kemiskinan. Kesimpulan ini dapat dilihat

dengan membandingkan antara T-hitung dengan T-tabel. T-hitung untuk

variabel Dana Alokasi Umum sebesar -1.422 sedangkan T-tabel sebesar

0,700. Artinya T-hitung<T-Tabel sehingga kesimpulannya secara parsial

DAU berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap angka kemiskinan

2. Secara parsial variabel X2 (Dana Alokasi khusus) berpengaruh negatif namun

tidak signifikan terhadap angka kemiskinan. Kesimpulan ini dapat dilihat

dengan membandingkan antara T-hitung dengan T-tabel. T-hitung untuk

variabel Dana Alokasi Khusus sebesar -0.063 sedangkan T-tabel sebesar

48

Page 49: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

0,700. Angka T-hitung>T-tabel sehingga kesimpulanya H0 diterima dan H1

ditolak

3. Secara parsial variabel X3 (Dana Bagi Hasil Pajak) berpengaruh negatif

namun tidak signifikan terhadap angka kemiskinan. Kesimpulan ini dapat

dilihat dengan membandingkan antara T-hitung dengan T-tabel. T-hitung

untuk variabel Dana Alokasi Khusus sebesar -0.332 sedangkan T-tabel

sebesar 0,700. Angka T-hitung>T-tabel sehingga kesimpulannya H0 diterima

dan H1 ditolak

4. Secara parsial variabel X4 (Dana Bagi Hasil Sumber Daya) berpengaruh

positif namun tidak signifikan terhadap angka kemiskinan. Kesimpulan ini

dapat dilihat dengan membandingkan antara T-hitung dengan T-tabel. T-

hitung untuk variabel Dana Alokasi Khusus sebesar 0.462 sedangkan T-tabel

sebesar 0,700. Angka T-hitung>T-tabel sehingga kesimpulannya H0 diterima

dan H1 ditolak.

49

Page 50: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

5.3 Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Angka Kemiskinan

Pembangunan ekonomi daerah sangat erat kaitannya dengan keuangan daerah.

Untuk menyelesaikan masalah pembangunan didaerah, pemerintah daerah harus

mengalokasikan dengan tepat anggaran yang dimiliki. Namun salah satu kendala

yang dimiliki daerah adalah keterbatasan anggaran. Dalam era desentralisasi fiscal

daerah yang mengalami kesulitan untuk menzdanai kebutuhan pembangunan daerah

mendapatkan bantuan berupa dana transfer yang terdiri dari Dana Alokasi Khusus,

Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Pajak dan Sumber Daya. Semua dana transfer

memiliki ketentuannya masing-masing dalam penggunaannya yang diatur dalam UU

No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari Penerimaan

Dalam Negeri APBN yang dialokasikan kepada Daerah dengan tujuan pemerataan

kemampuan keuangan antar-daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Untuk

itu DAU bertujuan untuk meminimalisir gap kemampuan keuangan antar daerah.

Dalam Menghitung jumlah DAU yang diterima tiap daerah, pemerintah pusat

menggunakan variabel IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Sehingga jika ada

daerah yang memiliki IPM yang rendah menjadi prioritas dalam pemberian DAU.

Untuk itu formula untuk menghitung DAU disebut sebagai kebutuhan fiscal karena

mencerminkan kebutuhan dana yang diperlukan oleh daerah untuk melaksanakan

fungsi layanan dasar umum.

50

Page 51: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Kabupaten Takalar salah satu kabupaten yang menikmati besarnya Dana

Alokasi Umum yang diberikan oleh pemerintah pusat. Untuk tahun 2010 Kabupaten

Takalar mendapat dana Alokasi Umum sebesar Rp. 304,060,484,000 dan meningkat

pada tahun 2011 menjadi Rp.334,734,972,000. Jika melihat proporsi pembagian Dana

Alokasi Umum, Kabupaten Takalar salah satu daerah yang mengalami peningkatan

dalam pembagian DAU.

Secara konsep, penggunaan DAU diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah

daerah untuk mendanai kebutuhan dan tanggung jawab daerah. Namun porsi yang

besar dalam penerimaan DAU seharusnya menjadi peluang besar untuk menurunkan

angka kemiskinan di daerah. Sesuai dengan perhitungan dalam penelitian ini,

pemerintah Kabupaten Takalar telah menggunakan DAU untuk menurunkan angka

kemiskinan di daerah. Pada tahun 2008 kemiskinan di Kabupaten Takalar mencapai

12,68% atau 34.185 jiwa dan menurun pada tahun 2009 menjadi 11,06% atau 29.818

jiwa. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa hubungan antara DAU terhdap

angka kemiskinan signifikan dan negatif artinya kenaikan pada DAU dapat

menurunkan angka kemiskinan dengan asumsi cateris paribus.

Jika melihat skema yang dibuat oleh Braun dan Grote (2002), maka hasil

penelitian ini menjadi relevan karena menurut Braun dan Grote bahwa kesejahteraan

masyarakat dapat ditingkatkan dengan memperbaiki pelayanan public dan

menentukan prioritas investasi. Selain itu pemberdayaan pemerintahan dalam artian

kemandirian pemerintah daerah dalam mengelolah perekonomian daerah juga

51

Page 52: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

menjadi necessary condition untuk menurunkan angka kemiskinan. Semua kondisi itu

menurut mereka terbentuk dari desentralisasi politik, administrasi dan fiscal.

Gambar 5.1

Skema Braun Dan Grote

Kondisi inilah yang terjadi di Kabupaten Takalar. Kabupaten Takalar dapat

memanfaatkan dengan baik DAU yang diberikan untuk mencapai tujuan

pembangunan. Kewenangan yang luas dimanfaatkan oleh pemerintah Kabupaten

Takalar untuk memanfaatkan Dana Alokasi Umum dalam menyelesaikan program

pengentasan kemiskinan. Ada beberapa program pengentasan kemiskinan yang dibuat

oleh pemerintah kabupaten Takalar, salah satunya adalah program SISDUK (Sistem

dukungan Terpadu Pemeberdayaan Masyarakat Desa Lokal). SISDUK adalah

program pengentasan kemiskinan yang melibatkan masyarakat miskin untuk

52

Page 53: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

mengusulkan program yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan

mereka. Setelah mereka mengusulkan yang menjadi prioritas utama kemudian

mendapatkan DBL (Dana Bantuan Langsung) dari pemerintah daerah.

Kemiskinan di Kabupaten Takalar termasuk kemiskinan yang paling rendah

jika dibandingkan dengan kemiskinan dibeberapa daerah. Pada tahun 2007 angka

kemiskinan di Kabupaten Takalar sebesar 13,80%, jika dibandingkan dengan Polman

sebesar 24,96% dan Bone 18,84%. Perbandingan menunjukkan bahwa untuk

beberapa hal desentralisisi fiskal di Kabupaten Takalar berhasil menurunkan angka

kemsikinan. Meskipun dalam beberapa tahun tertentu kenaikan DAU justru di ikuti

dengan kenaikan kemiskinan.

5.4 Pengaruh Dana Alokasi Khusus Terhadap Angka Kemiskinan

Dana Alokasi Khusus merupakan bantuan dalam bentuk Matching grant.

DAU digunakan salah satunya untuk mencapai standar nasional termasuk dalam

pelayanan minimum masyarakat. Dana alokasi khusus (DAK) merupakan salah satu

mekanisme transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan untuk

membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai

dengan prioritas nasional. Sesuai dengan peruntukannya DAK hanya untuk kegiatan

fisik dan tentunya dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap pembangunan

ekonomi daerah.

53

Page 54: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Secara teoritis (Boadway, dan Shah 2007) dapat diprediksi bahwa jenis

matchinggrant seperti ini adalah jenis yang paling lemah dampaknya terhadap 3 hal:

1. Penambahan kapasitas keuangan daerah;

2. Akuntabilitas pelaporan anggaran; dan

3. kesejahteraan masyarakat.

Kelemahan ini disebabkan karena salah satunya karena penentuan program

yang akan didanai oleh DAK ditentukan oleh pemerintah pusat meskipun melibatkan

pemerintah daerah namun penentuannya program merupakan kewenangan

pemerintah pusat sehingga daerah tidak bisa menggunakan DAK untuk program yang

lain meskipun menurut pemerintah daerah ada program pembangunan daerah yang

lebih prioritas untuk diberikan pendanaan.

Teori Boadway dan Shah (2007) didukung oleh hasil penelitian ini yang

menemukan bahwa DAK tidak berpengaruh signifikan terhadap angka kemiskinan.

Ini karena DAK secara signifikan tidak memberikan perubahan terhadap kapasitas

keuangan daerah karena pada dasarnya daerah hanya menjalankan program nasional

yang memiliki sinergi dengan daerah. Dan selain itu DAK hanya digunakan untuk

kegiatan yang sifatnya pembangunan fisik, seperti jalan, pengairan, pembangunan

pabrik tidak focus pada pemberdayaan masyarakat sehingga tidak berpengaruh

signifikan terhadap kemiskinan di Kabupaten Takalar. Meskipun tidak bisa

54

Page 55: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

dipungkiri bahwa DAK menunjukkan hubungan yang negatif terhadap angka

kemiskinan namun hubungan tersebut tidak signifikan.

Pengaruh DAK yang tidak signifikan terhadap kemiskinan juga disebabkan

karena kegiatan yang didanai oleh DAK merupakan kegiatan yang bersifat jangka

panjang sehingga hasil yang didapatkan juga bersifat jangka panjang. DAK hanya

dialokasikan untuk 5 bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, prasarana jalan, prasarana

irigasi dan prasarana pemerintah (Bappenas, GIZ, PG SP White Paper, 2011). Selain

itu belum adanya hubungan antara transfer dan expenditure assignments atau dalam

hal ini target pencapaian SPM (standar pelayanan minimum).

Selain permasalahan besaran DAK yang kurang mencukupi dan program yang

telah ditentukan oleh pemerintah pusat, permasalahan yang timbul terkait dengan

DAK adalah efektifitas dalam pengelolaan. Penelitian yang dilakukan oleh harian

equator yang dikutip oleh Bappenas. Di antara sejumlah alasan bagi peninjauan ulang

atas DAK adalah perbaikan sinergi antara kebijakan pemerintah pusat dan kebutuhan

daerah. Harian Equator (11/06/11), misalnya, menulis bahwa di Kabupaten Kubu

Raya kebijakan pemberian buku bagi perpustakaan sekolah tidak sejalan dengan

kebutuhan sekolah, karena sekolah lebih membutuhkan perbaikan sarana pendidikan

atau ruang kelas. Serupa itu, bantuan alat-alat kesehatan dan rumah sakit juga gagal

mencapai sasarannya sehingga harus dikembalikan ke pusat karena daerah penerima

tidak memiliki rumah sakit. Nilai besaran DAK antar daerah juga dinilai tidak

55

Page 56: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

proporsional terhadap besaran penduduk dan luas wilayah layanan pemerintah

daerah.

Untuk itu muncul beberapa usulan untuk melakukan peninjauan kembali

terhadap mekanisme dan efektifitas DAK untuk melakukan perbaikan baik dalam

penentuan program maupun mekanisme alokasinya khususnya dalam mencapai

prioritas pembangunan nasional diantaranya di usulkan oleh Asian Development

Bank dalam Laporan Final Usulan Reformasi Dana Alokasi Khusus (ADB, 2011) dan

Lembaga Penelitian SMERU (Syaikhu dkk, 2008) sebagaimana dilaporkan dalam

Mekanisme dan Penggunaan Dana Alokasi Khusus dengan mengambil kasus di

Banda Aceh, Wonogiri, Gorontalo, dan Kupang.

5.5 Pengaruh DBH Pajak dan Sumber Daya terhadap Angka Kemiskinan

Dana Bagi Hasil merupakan dana transfer dengan tujuan untuk membantu

keuangan daerah. Dana Bagi Hasil terdiri atas dua bagian yaitu pajak dan sumber

daya. DBH pajak terdiri dari pajak bumi dan bangunan, PPH dan cukai hasil

tembakau sedangkan DBH sumber daya terdiri dari hasil yang diperoleh dari

kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,

pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.

Pembangian DBH dapat membantu percepatan pembangunan daerah namun

untuk Kabupaten Takalar pembangian DBH tidak berpengaruh signifikan terhadap

56

Page 57: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

angka kemiskinan. Tentu ada beberap hal yang menyebabkan hal tersebut diantaranya

adalah proporsi yang telah ditetapkan pemerintah pusat untuk pembangian DBH tentu

lebih menguntungkan daerah yang memiliki wajib pajak yang besar dan daerah

penghasil sumber daya alam. DBH dialokasikan berdasarkan prinsip by origin,

dimana daerah penghasil penerimaan negara mendapatkan bagian (persentase) yang

lebih besar dan daerah lainnya dalam satu provinsi mendapatkan bagian (persentase)

berdasarkan pemerataan.

Pola pembagian tersebut membuat pemerintah daerah Kabupaten Takalar

mendapat porsi yang minim dan tidak mencukupi untuk menurunkan angka

kemiskinan. Dana Bagi Hasil Sumber Daya yang didapatkan Kabupaten Takalar

menurun dari Rp. 10.868.486.614 untuk tahun 2009 menjadi Rp.721,576,000 pada

tahun 2010. Jumlah yang mengalami fluktuasi membuat DBH belum signifikan

mempengaruhi penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Takalar.

Selain itu untuk DBH cukai hasil tembakau telah ditentukan penggunaanya

oleh pemerintah pusat seperti yang terdapat dalam Pasal 66A ayat (1) undang-undang

Nomor 39 tahun 2007 tersebut, yaitu

1. Peningkatan bahan baku industri hasil tembakau;

2. Pembinaan industri hasil tembakau;

3. Pembinaan lingkungan social;

57

Page 58: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

4. Sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan

5. Pemberantasan barang kena cukai illegal.

58

Page 59: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan terkait dengan hasil regresi diatas maka dapat

disimpulkan beberapa hal terkait dengan penelitian ini, yaitu:

1. Dana transfer pemerintah pusat dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiscal

dapat membantu pembangunan didaerah termasuk untuk menurunkan angka

kemiskinan di Kabupaten Takalar

2. Dalam penelitian ini di dapatkan hasil bahwa DAU memiliki hubungan yang

negative namun tidak signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan. Jadi

kenaikan terhadap DAU mampu menurunkan angka kemiskinan namun tidak

signifikan.

3. Untuk variabel DAK, hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang tidak

signifikan dengan penurunan angka kemiskinan. Meskipun hubungan antara

variabel adalah negative namum kenaikan DAK belum mampu mendorong

angka kemiskinan menurun secara signifikan.

4. Variabel DBH pajak dan sumber daya menunjukkan hubungan yang tidak

signifikan. Untuk varibel DBH sumber daya justru menunjukkan hubungan

yang positif namum tidak signifikan.

59

Page 60: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

6.2 Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini maka

untuk melakukan optimalisasi dalam pemanfaatan dana transfer maka dalam

penelitian ini memberikan beberapa saran, diantaranya:

1. Pemerintah pusat memperhatikan proporsi dalam pembangian DAU. Dalam

beberapa hal daerah yang justru melakukan pembangunan mendapatkan porsi

alokasi DAU yang besar dibandingkan dengan daerah yang belum melakukan

pembangunan.

2. Pemerintah Kabupaten Takalar harus memprioritaskan penggunaan DAU

untuk program pemberdayaan masyarakat karena semakin tinggi DAU yang

diberikan maka semakin rendah tingkat kemiskinan.

3. DAK sebaiknya digunakan untuk program pemberdayaan masyarakat. Atau

setidaknya kegiatan yang dibiayai oleh dana alokasi khusus memberikan

dampak jangka pendek dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di

daerah.

4. Untuk mengoptimalkan peran DBH dalam penurunan angka kemiskinan,

pemerintah pusat harus mengarahkan penggunaan Dana Bagi Hasil baik pajak

maupun sumber daya untuk pemberdayaan masyarakat. Atau dialokasikan

60

Page 61: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

untuk program yang memiliki dampak multiplier terhadap pengentasan

kemiskinan di daerah.

5. Pemerintah pusat harus mengawasi penggunaan dana transfer DAU, DAK,

DBH. Sesuai dengan prinsip desentralisasi bahwa There Must Be A Strong

Central Ability To Monitor And Evaluate Decentralization.

61

Page 62: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Sulawesi selatan, Berbagai Edisi

Bahl, R.W. dan Linn, J. F., 1992. Urban Public Finance in Developing Countries, Oxford University Press, Oxford.

Boatway,R and D.E.Wildasin.1988.Public Sector Economic.Secound Edition.Little,Brown and Company.Boston

Bird, R.M. and Vaillancourt, F. (1998).Fiscal Decentralization in Developing Countries. Cambridge: Cambridge University Press

Boadway, R., and A. Shah, eds. (2007). Intergovernmental Fiscal Transfers: Principles and practice. The World Bank, Washington, D.C. 575 pp.

Boadway, R., and A. Shah, eds. (2009). Fiscal Federalism: Principles and Practice of Multiorder Governance, Cambridge University Press, New York.

Halim, A. 2001.Anggaran Daerah dan "Fiscal Stress" (Sebuah Studi Kasus pada Anggaran Daerah Provinsi di Indonesia).Jurnal Ekonomi dan BisnisIndonesia.Oktober 2001. 16 (4):346-357.

Hermami, A. 2007.Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Kabupaten Brebes dan Kota Tegal.Tesis.Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Litvack,J.J.Ahmad,and R.M.Bird.1988.Rethingking Desentralitation In Developing Countries.The World Bank Sector Studies Series.The World and Washington D.C

McCullock, N dan B. Suharnoko.2003 Desentralization and Poverty in Indonesia.Working Paper.Word Bank Office. Jakarta.

Musgrave, R.A dan P.B. Musgrave. 1984. Public Finance in Theory and Practice. Fifth Edition. McGraw Hill Book Company. New York

Nanga, Buana. 2006. Dampak Transfer Fiskal terhadap Kemiskinan Di Indonesia: Suatu Analisis Simulasi Kebijakan

62

Page 63: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Nanga, M. 2006. Dampak Transfer Fiskal terhadap Kemiskinan di Indonesia : Suatu Analisis Simulasi Kebijakan. Disertasi.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurdin, A. Heny Mulawati. Pengaruh Anggarran Pemberdayaan Eekonomi Masyarakat Dalam APBD Kota Dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Kemiskinan Daerah Perkotaan DiIndonesia.

Oates, Wallece E. (1972), Fiscal Federalism. New York: Harcourt Brace Jovanovich

Oates, W.E. (1999. ‚An Essay on Fiscal federalism‘, Journal of economic Literature, 37(3):1120-49

Paddu, Hamid.2010.Pembangunan Ekonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal

Rozi, M. Fakhru.2007. Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pengurangan Kemiskinan :Studi Kasus Propinsi Riau.

Shah, A. 1998. Fiscal Federalism and Macroeconomic Governance: For Better or for Worse? Policy Research Working Paper. The World Bank,Washington, D.C.

Shah,A.1994. Intergovermental Fiscal Relation In Indonesia: Issue And Reform Options.World Bank Discussion Paper,No.239.The World Bank Washington D.C

Simanjuntak, Robert.2010.Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Ekonomi di Indonesia.

Sidik, M. 2002. Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yangMengacu pada Pencapaian Tujuan Nasional. Direktorat JenderalPerimbangan Keuangan Pusat, dan Daerah Departemen Keuangan,Jakarta.

Suyoto. 2009. Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Dan Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten Bogor

Siregar, Hermanto,Dkk.Analisis Determinan Kemiskinan Sebelum Dan Ssesudah Desentralisasi Fiskal.Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Surbakti, Soedarti dkk.Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Beberapa Daerah di Indonesia

63

Page 64: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Sumedi. 2005. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Kinerja Sektor Pertanian. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,Bogor.

The Asian Foundation, Seknas FITRA, UKaid, Royal Netherlands Embassy.2010.Local Budget Management Performance in 42 Kabupatens and Cities in Indonesia.

Usman. 2006. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan. Tesis.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Von Braun,J.And U.Grote.2002.Does Decentralization Serve The Poor?.In Ahmad And Tanzi (Eds) Managing Fiscal Decentralization.Routladge Studies In The Moden World Economic, London and New York

Wuryanto,L.E.1996.Fiscal Decentralization And Economic Performance In Indonesia: an Interregional Computable General Equilibrium Aproach.Disertasi Doktor (Tidak Di Pubilkasikan.Corne University Ithaca

Yudhoyono.S.B.2004.Pembangunan Pertanian Dan Perdesaan sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran: Anlisis ekonom Politik Kebijakan Fiskal.Disertasi Doktor (tidak Di Publikasikan).Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.Bogor

64

Page 65: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

LAMPIRAN TABEL

Persentase Angka Kemiskinan Kabupaten Takalar

Tahun Kemiskinan2000 15,802001 15,662002 15,772003 15,092004 12,992005 14,942006 14,092007 13,802008 12,682009 11,062010 11,16

Sumber: BPS Propinsi Sul-Sel

65

Page 66: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Perkembangan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang di Transfer

ke Daerah dari Tahun 2005-2010

Sumber: Kemenkeu RI

66

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2005 2006 2007 2008 2009 2010Prov. Sulawesi Selatan 332.73 509.54 599.51 656.71 663.42 706.28 35.1 44.8 29.2Kab. Bantaeng 122.49 181.86 206.74 224.67 227.50 235.87 11.6 27.4 39.9 46.2 45.4 30.5Kab. Barru 137.90 209.18 229.25 248.99 252.53 265.53 11.7 26.0 37.0 45.3 53.3 32.6Kab. Bone 276.74 446.42 494.23 529.06 531.91 541.72 14.3 32.3 57.8 70.8 78.7 69.7Kab. Bulukumba 191.27 246.77 332.72 363.39 370.48 383.22 12.8 28.7 45.5 54.7 70.1 50.9Kab. Enrekang 140.06 208.63 230.25 252.23 263.56 266.11 9.9 26.8 37.2 44.4 47.7 32.1Kab. Gowa 225.16 349.37 379.66 417.80 419.30 431.08 13.7 31.3 50.9 60.0 66.1 58.5Kab. J eneponto 162.93 245.02 280.68 296.15 302.31 314.83 12.8 29.3 41.4 48.5 47.9 43.5Kab. Luwu 168.61 265.54 289.61 318.30 338.39 342.64 16.2 33.3 52.4 62.6 61.6 50.4Kab. Luwu Utara 123.78 239.74 268.66 303.62 325.50 343.11 10.1 27.6 56.0 56.4 49.1 40.6Kab. Maros 165.02 260.78 286.00 312.18 316.39 325.25 13.4 29.5 49.6 61.7 57.0 46.4Kab. Pangkajene Kepulauan 164.76 236.04 266.30 326.06 332.58 350.72 12.8 31.5 41.9 53.8 60.7 44.1Kab. Pinrang 170.63 288.93 313.76 340.76 346.66 365.27 14.5 32.6 41.7 51.8 49.2 48.5Kab. Selayar 119.06 182.51 217.51 242.38 252.36 259.17 10.5 26.8 41.1 47.4 55.2 35.7Kab. Sidenreng Rappang 156.38 248.23 265.28 296.50 306.79 318.26 13.9 27.2 43.6 53.6 56.1 37.3Kab. Sinjai 145.52 284.70 255.44 284.00 288.76 295.53 12.4 32.8 53.8 61.8 52.7 38.8Kab. Soppeng 164.54 270.88 292.39 317.48 320.70 332.10 12.7 24.7 40.1 46.0 53.5 34.6Kab. Takalar 149.18 237.75 264.01 294.67 292.18 304.06 13.3 28.4 45.0 56.8 56.4 43.5Kab. Tana Toraja 212.60 334.60 362.63 396.16 262.37 297.36 12.7 29.9 46.0 56.9 62.4 49.3Kab. Wajo 173.21 272.22 305.94 336.19 352.94 364.82 14.1 29.9 44.9 55.5 66.5 49.3Kota Pare-pare 124.41 187.71 208.13 228.26 237.30 242.42 7.9 30.0 32.4 39.7 44.4 23.5Kota Makassar 323.08 513.00 583.84 643.33 647.30 644.27 14.7 8.5 20.0 43.2 45.8Kota Palopo 116.34 176.27 202.46 226.22 244.34 258.18 11.9 25.3 32.1 40.3 45.1 21.9Kab. Luwu Timur 93.15 190.63 216.89 241.00 227.78 238.66 11.9 23.9 44.1 51.1 47.9 28.1Kab. Toraja Utara 139.83 249.41 3.5 46.0

DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUSDaerah

Page 67: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Tabel 4.1Data Persentase Jumlah Orang Miskin di Kabupaten Takalar

Tahun Kemiskinan2000 15,802001 15,662002 15,772003 15,092004 12,992005 14,942006 14,092007 13,802008 12,682009 11,062010 11,16

Sumber: Badan Pusat Statistik Sul-Sel

Tabel 4.2

67

Page 68: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Dana Transfer Pemerintah 10 (sepuluh) Tahun Terakhir untuk Kabupaten Takalar

Tahun

Dana Alokasi

Umum Dana Alokasi Khusus

Dana Bagi Hasil Pajak

Dana Bagi Hasil Sumber Daya

2000 90,778,000,000 217,480,000,000 5.420.000.000 108.000.000

2001 100.983.390.000 213.600.000.000 3.497.390.000 5.191.310.000

2002 119.100.000.000 174,460,000,000 3.838.740.000 5.525.470.000

2003 136.890.000.000 7.635.460.000 11.091.270.000 1.548.370.000

2004 138.354.000.000 13.240.000.000 13.611.760.000 2.014.890.000

2005 149.184.000.000 13.340.000.000 8.431.530.000 8.820.840.000

2006 237.750.000.000 28.420.000.000 7.467.780.000 11.736.640.000

2007 264.008.000.000 44.979.000.000 18.156.890.833 9.657.388.425

2008 294.665.014.000 56.819.000.000 19.191.583.029 3.186.252.813

2009 292.181.834.000 56.354.000.000 11.069.470.794 10.868.486.614

2010 304.060.484.000 43.478.400.000

23,070,958,757

721.576.000

2011 334.734.972.000 43.636.900.000 19.809.051.000 1.785.116.000

Sumber: DJPK.Kemenkeu RI

68

Page 69: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Tabel 5.1Hasil Analisis Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) 96.794 24.354 3.975 .007

X1 -2.865 2.015 -.754 -1.422 .205

X2 -.031 .482 -.020 -.063 .952

X3 -.525 1.582 -.192 -.332 .751

X4 .188 .407 .153 .462 .660

a. Dependent Variable: Y

Tabel 5.2Analisis KorelasiModel Summary

Model R R SquareAdjusted R

SquareStd. Error of the Estimate

1 .869a .756 .593 1.11665

a. Predictors: (Constant), X4, X3, X2, X1

69

Page 70: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Tabel 5.2Pengujian Hipotesis (Uji F)

ANOVAb

ModelSum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 23.155 4 5.789 4.642 .048a

Residual 7.481 6 1.247

Total 30.636 10

a. Predictors: (Constant), X4, X3, X2, X1b. Dependent Variable: Y

LAMPIRAN GAMBAR

70

Page 71: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Perkembangan Dana yang di Transfer ke Daerah dari Tahun 2005-2010

Sumber: Kementerian Keuangan RI 2010

71

Page 72: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Skema Braun Dan Grote

72

Page 73: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idAngka ini menunjukkan bahwa variable pengentasan kemiskinan yang dapat dijelaskan

Gambar: Kerangka Pikir

73

DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI KHUSUS

DANA BAGI HASIL PAJAK

DESENTRALISASI

FISKAL

ANGKA

KEMISKINAN

DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA