98414942-laporan-pemeriksaan-feses-2

25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevelansinya terutama pada penduduk di daerah tropik seperti di Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup besar bagi bidang kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia berada dalam kondisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai, sehingga kehidupan cacing ditunjang oleh proses daur hidup dan cara penularannya. Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis (Kadarsan, 1983). Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000). Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode harada mori, dan Metode kato. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing yang ada didalam usus. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui

Upload: gindi-cinintia-asmarantaka

Post on 26-Oct-2015

108 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

898h

TRANSCRIPT

Page 1: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevelansinya

terutama pada penduduk di daerah tropik seperti di Indonesia, dan merupakan masalah

yang cukup besar bagi bidang kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia

berada dalam kondisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai,

sehingga kehidupan cacing ditunjang oleh proses daur hidup dan cara penularannya.

Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat

sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang

berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit.

Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan

baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di

periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan

yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan

dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis (Kadarsan, 1983).

Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing

ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk

mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya

(Gandahusada.dkk, 2000).

Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif.

Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode harada mori,

dan Metode kato. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus,

sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk menentukan jumlah

cacing yang ada didalam usus.

Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari

pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui

Page 2: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan

mengenal stadium parasit yang ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit

berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan

laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejala

klinik kurang dapat dipastikan. Misalnya, infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang

(Ascaris lumbricoides). Infeksi ini lebih bamyak ditemukan pada anak-anak yang

sering bermain di tanah yang telah terkontaminasi, sehingga mereka lebih mudah

terinfeksi oleh cacain-cacing tersebut. Biasanya hal ini terjadi pada daerah di mana

penduduknya sering membuang tinja sembarangan sehingga lebih mudah terjadi

penularan. Pengalaman dalam hal membedakan sifat berbagai spesies parasit , kista,

telur, larva, dan juga pengetahuan tentang bentuk pseudoparasit dan artefak yang dikira

parasit, sangat dibutuhkan dalam pengidentifikasian suatu parasit.

B. Tujuan

Ada pun tujuan dari percobaan ini adalah:

Mengamati adanya parasit yang ada dalam sampel feses.

C. Manfaat

Adapun manfaat praktikum ini adalah kita dapat mengetahui bakteri atau parasit

yang terdapat pada feses hewan maupun binatang. Penelitian ini juga dapat menjadi

bekal untuk kita sebagai tenaga kesehatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS

Page 3: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau, darah,

lendir dan parasit (Gandasoebrata R, 1970).

A. Jumlah

Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250gram per hari.

Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan sayur jumlah tinja

meningkat (Hepler OE, 1956).

B. Konsistensi

Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada diare

konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras

atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus

menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas (Hepler OE, 1956).

C. Warna

Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua dengan

terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna tinja dipengaruhi oleh

berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang

dimakan. Warna kuning dapat disebabkan karena susu,jagung, lemak dan obat

santonin. Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang

mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin

dan porphyrin dalam mekonium. Kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada

urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja

tersebut disebut akholis. Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim

pankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung

banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah pemberian garam barium

setelah pemeriksaan radiologik. Tinja yang berwarna merah muda dapat

disebabkan oleh perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh

makanan seperti bit atau tomat. Warna coklat mungkin disebabkan adanya

perdarahan dibagian proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti

coklat, kopi dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan

Page 4: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat

yang yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena

(Hepler OE, 1956).

D. Bau

Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk

didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan

dirombak oleh kuman. Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu.

Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak

dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam (Hepler

OE, 1956).

E. Darah

Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau hitam. Darah

itu mungkin terdapat di bagian lua rtinja atau bercampur baur dengan tinja. Pada

perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan

warna menjadi hitam, ini disebut melena seperti pada tukak lambung atau varices

dalam oesophagus. Sedangkan pada perdarahan di bagian distal saluran

pencernaan darahterdapat di bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang

dijumpai pada hemoroid atau karsinoma rektum (Hepler OE, 1956).

F. Lendir

Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja.

Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding

usus. Kalau lendir itu hanya didapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu

mungkin terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan

tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus. Pada disentri, intususepsi dan

ileokolitis bisa didapatkan lendir saja tanpa tinja (Hepler OE, 1956).

G. Parasit

Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan lain-lain yang mungkin

didapatkan dalam tinja (Hepler OE, 1956).

Page 5: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

2. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS

Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing,

leukosit, eritosit, sel epitel, kristal dan sisa makanan. Dari semua pemeriksaan ini yang

terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa dan telur cacing (Hyde TA, Mellor

LD, Raphael SS, 1976).

A. Protozoa

Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru didapatkan

bentuk trofozoit (Hematest, Leaflet, 1956).

B. Telur cacing

Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator

americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis

dan sebagainya (Hematest, Leaflet, 1956).

C. Leukosit

Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan.

Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan peningkatan

jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir

pada penderita dengan alergi saluran pencenaan (Hematest, Leaflet, 1956).

D. Eritrosit

Eritrosi thanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.

Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit

dalam tinja selalu berarti abnormal (Hematest, Leaflet, 1956).

E. Epitel

Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu yang berasal

dari dinding usus bagian distal. Sel epitelyang berasal dari bagian proksimal jarang

terlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak

kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal (Hematest,

Leaflet, 1956).

F. Kristal

Page 6: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat

kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat dan

kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi, sedangkan

kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak. Sebagai kelainan

mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja LUGOL Butir-butir amilum dan

kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada ulkus saluran pencernaan

seperti yang disebabkan amubiasis. Pada perdarahan saluran pencernaan mungkin

didapatkan kristal hematoidin (Hematest, Leaflet, 1956).

G. Sisa makanan

Hampir selalu dapat ditemukan juga pada keadaan normal, tetapi dalam

keadaan tertentu jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan

abnormal. Sisa makanan sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian

lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastisdan lain-lain. Untuk

identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan lugol untuk

menunjukkan adanya amilum yang tidak sempurna dicerna. Larutan jenuh Sudan

IIIatau IV dipakai untuk menunjukkan adanya lemak netral seperti pada

steatorrhoe. Sisa makanan ini akan meningkat jumlahnya pada sindroma

malabsorpsi. (Hematest, Leaflet, 1956).

D. PARASIT PADA CACING

A. Necator americanus & Ancylostoma duodenale

Cacing tambang parasit adalah cacing parasit (nematoda) yang hidup pada usus

kecil inangnya, manusia. Ada dua spesies cacing tambang yang biasa menyerang

manusia, Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Necator americanus

banyak ditemukan di Amerika, Sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara, Tiongkok, and

Indonesia, sementara A. duodenale lebih banyak di Timur Tengah, Afrika Utara, India,

dan Eropa bagian selatan. Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi oleh cacing

tambang. Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab, dengan

tingkat kebersihan yang buruk. bentuk infektif dari cacing tersebut adalah bentuk

Page 7: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

filariform. Setelah cacing tersebut menetas dari telurnya, muncullah larva rhabditiform

yang kemudian akan berkembang menjadi larva filarifor. Vampir haus minuman ini

begitu banyak menghisap darah merah mengakibatkan adanya risiko serius anemia

yang disebabkan oleh kekurangan zat besi. Ruam, mual dan diare adalah salah satu

gejala yang terinfeksi oleh cacing tambang (Soedarto, 1991).

B. Ascaris

Sepupu yang lebih besar dari cacing tambang (hookworm), Ascaris adalah cacing

buladberukuran raksasa yang dapat mencapai sepanjang 40 cm, sedikit lebih besar 1cm.

faktanya, 25% persen dari penduduk dunia terinfeksi tentu saja tidak membuatnya lebih

diterima di perut kita. Sakit, demam, dan berat infestasi dengan membunuh

penyumbatan usus parah hingga 20.000 orang per tahun.

Larva ascaris sangat lah kecl dan dapat menembus kulit, namun biasanya ascaris

ini masuk kedalam tubuh lewad makanan yang kotor.(makanya jangan makan makanan

yang kotor. ascaris dapat bertelur sebnyak 100 ribu perhari (Lynne S. Garcia, 1996).

C. Guinea Worm (cacing guinea)

Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini adalah Dracunculiasis. Bentuk cacing

ini panjang seperti spagethi bila sudah besar bahkan dapat mencapai 1 meter. biasanya

cacing ini masuk kedalam tubuh manusia dari air yang terkontaminasi oleh telur-telur

cacing Guinea yang telah di makan oleh Kutu air.

penyakit ini kebanyakan terdapat di bgian afrika dengan keadaan kotor dan miskin

serta pendidikan akan kebersihan yang minim (Lynne S. Garcia, 1996).

D. Cacing Pita (Tapeworm/Taenia)

Cacing pita ini sebenarnya memiliki 3 jenis berdasarkan tempat hidupnya yaitu:

pada sapi, pada babi dan pada ikan(anak biology tahu nih pasti. Besarnya sekitar 10cm

panjangat dewasa, parasit cacing pipih dapat tumbuh hingga lebih dari 12cm di

beberapa situasi. Bersenjata dengan pengisap kuat dan gigi. caing ini hidup di saluran

pencernaan manusia, ternak atau binatang lain dan terdapat dalam daging" serta

mengeliat dalam tubuh (Illahude H.D, 1992).

Page 8: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

E. Cacing Filaria

Wuchereria bancrofti itulah nama latinnya.

Cacing filaria mempunyai inang perantara hewan Arthropoda, misalnya nyamuk, dan

inang tetap yaitu manusia pada bagian pembuluh getah bening. Pada siang hari, larva

berada di paru-paru atau di pembuluh darah besar. Pada malam hari, cacing pindah ke

pembuluh arteri atas dan vena perifer di dekat kulit. Apabila cacing yang mati

menyumbat pembuluh getah bening, maka menyebabkan pembengkakkan atau

terjadinya penyakit kaki gajah (elephantiasis). Mikrofilaria dapat masuk ke dalam

tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Culex (Syariffudin P.K, 1992).

BAB III

METODOLOGI

A. Waktu & Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada:

Page 9: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

Hari/Tanggal : Rabu, 2 Mei 2012

Jam : 13.00 Wita

Tempat : Laboratorium Biodiversity FMIPA Universitas Tadulako

B. Alat dan Bahan

1. Alat:

1. Mikropipet

2. Mikroskop

3. Pipet tetes

4. Kaca objek

5. Deck glass

6. Gelas kimia

2. Bahan:

1. Sampel feses kucing, feses anjing, feses sapi, feses manusia (dewasa), dan feses

manusia (anak-anak).

2. Giemza

3. Eosin 2%

4. Aquadest

5. Methylen blue 0,5 %

6. NaCl fisiologis

7. Lidi

C. Langkah Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Memasukkan sampel ke dalam gelas kimia kemudian menambahkan aquades

sesuai banyaknya sampel

Page 10: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

3. Mengaduk hingga tercampur rata

4. Mengambil bagian padatnya dan meletakkan pada objek glass pada bundaran yang

telah dibuat, ratakan pada semua lingkaran

5. Menambahkan eosin sebagai pewarna ke dalam glemza secukupnya kemudian

campurkan dengan rata

6. Menutup dengan deck glass

7. Mengamati dibawah mikroskop

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Page 11: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

NoSampel

feses

GambarNama spesies

Sampel Literatur

1 Feses

kucing

Toxocarra cati

(telur)

2 Feses

anjing

Gnathostoma

spinigerum (telur)

Dracunculus

medinensis (larva)

Metagonimus sp.

(telur)

Echinostoma sp.

(telur)

3 Feses

sapi

Vasicula hepatica

(telur)

Dracunculus

medinensis

(telur)

Page 12: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

4 Feses

manusia

(dewasa)

Vesciola hepatica

(telur)

5 Feses

manusia

(anak-

anak)

Strongyloides

sterocalis (telur)

Gnathostoma

spinigerum (telur)

B. Pembahasan

Pada penelitian pemeriksaan feses ini kami meneliti feses pada kucing, anjing,

sapi, manusia (dewasa), manusia (anak-anak). Pada feses-feses itu kami menemukan

berbagai macam spesies yang berada dipermukaan feses itu. Pada feses kucing kami

menemukan spesies Toxocarra cati (telur). Toxocarra cati adalah adalah penyakit

parasit internal yang disebabkan oleh cacing ascarida dari genus Toxocara pada

Page 13: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

kucing. Penyakit ini diketahui mempunyai kecenderungan zoonosis sangat tinggi,

karena itu sangat perlu diwaspadai. Pada feses anjing kami menemukan Gnathostoma

spinigerum (telur), Dracunculus medinensis (larva), Metagonimus sp. (telur), dan

Echinostoma sp. (telur). Gnathostoma spinigerum adalah Telur dikeluarkan oleh cacing

dewasa dari tempat lesi tersebut yang kemudian keluar bersamafaeces masuk kedalam

air. Didalam air telur berkembang embryonated yang kemudianmenetas keluar larva

stadium I. Dracunculus medinensis adalah parasit pada manusia dan mamalia di Asia

dan Afrika. Larvanya terdapat pada tubuh Cyclops sp. diperairan tawar. Pada feses sapi

kami menemukan spesies Vasicula hepatica (telur) dan Dracunculus medinensis

(telur). Dracunculus medinensis adalah parasit pada manusia dan mamalia di Asia dan

Afrika. Larvanya terdapat pada tubuh Cyclops sp. diperairan tawar. Pada feses manusia

(dewasa) kami menemukan spesies Vesciola hepatica. Yang terakhir adalah kami

melakukan pemeriksaan pada Strongyloides sterocalis (telur) dan Gnathostoma

spinigerum (telur). Strongyloides Sterocalis adalah adalah sejenis cacing yang halus

yang dapat menyerang dinding alat-alat pencernaan. Gnathostoma spinigerum adalah

cacing dewasa tinggal pada tumor dinding usus dari kucing atau anjing.

Dalam penelitian ini pula kami menggunakan berbagai macam alat untuk

menunjang keberhasilan penelitian kami. Alat-alat itu adalah: Mikropipet, Mikroskop,

Pipet tetes, Kaca objek, Deck glass, dan Gelas kimia. Alat-alat itu mempunyai fungsi.

Berikut adalah fungsi-fungsinya: Mikropipet berfungsi untuk untuk memindahkan

cairan yg bervolume cukup kecil, biasanya kurang dari 1000 µ, Mikroskop berguna

untuk melihat benda-benda yang tak bisa terlihat dengan telanjang mata, Pipet Tetes

berguna untuk memindahkan larutan dengan volume yang diketahui, Kaca Objek

berguna untuk meletakkan benda yang akan diamati, dan Gelas Kimia berfungsi untuk

menyimpan larutan atau zat.

Dalam penelitian ini pula kami menggunakan berbagai macam bahan untuk

menunjang keberhasilan penelitian kami. Bahan-bahan itu adalah: Sampel feses kucing,

feses anjing, feses sapi, feses manusia (dewasa), dan feses manusia (anak-anak),

Page 14: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

Giemz, Eosin 2%, Aquadest, Methylen blue 0,5 %, NaCl fisiologi, dan Lidi. Bahan-

bahan itu mempunyai fungsi. Berikut adalah fungsi-fungsinya: Sampel feses berguna

sebagai sample yang diteliti, Giemz berguna untuk mempelajari pematuhan bakteria

patogen pada sel manusia, Eosin berfungsi untuk mengetahui seberapa cepat oksigen

berkurang dalam tabung yang berisi NaOH dan serangga, Methylen Blue berguna

untuk menentukan harga CEC, NaCl fisiolofi berguna untuk pengeceran spesies, dan

lidi berguna untuk mengaduk zat – zat yang digunakan untuk penelitian dan sebagai

mengaduk spesies yang akan diteliti.

Hubungan pemeriksan feses dengan kesehatan masyarakat adalah kita dapat

mengetahui bakteri atau parasit yang terdapat pada feses hewan maupun binatang.

Penelitian ini juga dapat menjadi bekal untuk kita sebagai tenaga kesehatan

masyarakat.

Berikut ini adalah keterangan dari parasit-parasit yang ditemukan pada feses

kucing, anjing, sapi, manusia (dewasa), dan manusia (anak-anak):

B.1 Toxocarra cati (Feses Kucing)

1. Klasifikasi:

Phylum : Nemathelminthes

Class : Nematoda

Subclass : Secernemtea

Ordo : Ascoridida

Super famili : Ascoridciidea

Genus : Toxocara

Species : Toxocara canis /cati

2. Morfologi:

Toxocara canis jantan mempunyai ukuran panjang bervariasi antara 3.6 – 8.5

cm. Sedangkan yang betina antara 5.7 – 10 cm. Toxocara cati jantan antara 2.5 –

7.8 cm, yang betina antara 2.5 – 14 cm. bentuknya menyerupai Ascaris

lumbricoides muda. Pada Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk

seperti lanset, sedangkan pada Toxocara cati bentuk sayap lebih lebar, sehingga

Page 15: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

kepalanya menyerupai kepala ular kobra. Bentuk kedua ekor spesies hamper

sama, yang jantan ekornya lurus dan meruncing (digitiform), yang betina bulat

meruncing.

3. Daur Hidup:

Telur -> ditelan manusia -> menetas -> larva mengembara.

4. Penyebab Pencegahan:

Prevalensi Toxokariasis pada anjing dan kucing pernah dilaporkan di Jakarta

masing-masing mencapai 38.3 % dan 26.0 %. Pencegahan dapat dihindarkan

dengan cara melarang anak untuk tidak bermain dengan anjing maupun kucing

dan tidak dibiasakan bermain di tanah.

5. Penyebab Yang Disebabkan:

Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat

dalam ususnya di hati.penyakit yang disebabkan larva yang mengembara disebut

visceral larva migrans dengan gejala eosinofilia, demam dan heaptomegali.

Penyakit tersebut dapat juga disebabkan oleh larva Nematoda lain.

B.2 Gnathostoma spinigerum (Feses Anjing & Feses Manusia (anak-anak))

1. Klasifikasi :

Kingdom : Animalia

Phylum : Nematoda

Class : Secernentea

Ordo : Spirurida

Genus : Gnathostoma

Species : G. spinigerum

2. Morfologi:

1. Cacing dewasa mempunyai bulbus yang diliputi 4-8 baris duri-duri yang melengkung dan runcing

2. Cacing jantan mempunyai panjang 11-25mm 3. Cacing betina mempunyai panjang 25-54mm 4. Telur berukuran 65 x 36 mikron, salah satu ujungnya terdapat tonjolan jernih

berisi morula

Page 16: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

5. Larva stadium III mempunyai panjang 5mm, kepala berbulbus dengan 4 baris duri-duri, badan berduri, esophagus 1/3 bagian anterior badan

3. Daur Hidup:

Di alam,definitif host (babi, kucing, anjing, satwa liar) cacing dewasa yang

berada dalam tumor yang menyebabkan mereka berhubung dgn lambung perut

di dinding. Mereka mengeluarkan telur yang unembryonated ketika kelur

bersama kotoran. Telur menjadi embryonated dalam air, dan telur mulai tahap

awal larva. Jika virus analysis oleh kecil kerang-kerangan (Cyclops, pertama

antara host), pertama-larva berkembang ke tahap kedua larva. Setelah proses

menelan dari Cyclops dengan ikan, katak, atau ular (antara kedua host) , tahap

kedua larva bermigrasi ke dalam daging dan berkembang ke tahap ketiga-larva.

Ketika kedua antara host adalah virus analysis oleh host definitif, tahap-ketiga

larva berkembang menjadi parasit dewasa di dinding perut. Atau, yang kedua

antara host mungkin virus analysis oleh paratenic host (hewan seperti burung,

ular, dan katak) yang tahap-ketiga larva tidak berkembang lebih lanjut tetapi

tetap infective ke predator. Manusia menjadi terinfeksi oleh undercooked makan

ikan atau unggas yang mengandung tahap-ketiga larva, atau dilaporkan oleh air

minum yang mengandung infective tahap-kedua larva di Cyclop.

4.Penyebab Pencegahan

Pembedahan untuk mengeluarkan cacing atau pengobatan dengan Albendazole

atau ivermectin dianjurkan

5. Penyebab yang disebabkan

Kelainan klinis yang terjadi disebabkan oleh kerusakan mekanis yang

disebabkan oleh larvayang mengalami migrasi, keradangan, reaksi toxin dan

allergi. Manifestasi klinis tergantung dimanaparasit berada, dapat berupa; abcess

mammae, cutaneus nodule, abcess, juga pernah ditemukan parasitdalam otot

temporalis (gejala ini mirip mastoiditis).

B.3 Drancunculus medinesis (Feses Anjing & Feses Sapi)

1. Klasifikasi :

Page 17: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

Kingdom : Animalia

Phylum : Nemathelminthes

Class : Nematoda

Order : Camallanidae

Superfamily : Dracunculoidea

Family : Dracunculidea

Genus : Dracunculus

Spesies : Dracunculus Medinensis

2. Morfologi:

Cacing ini berbentuk silindris dan memanjang seprti benang.

Permukaan tubuh berwarna putih susu dengan kutikula yang halus. Ujung

anterior berbentuk bulat tumpulsedangkan ujung posterior melengkung membentuk kait.

Memiliki mulut yang kecil danujung anteriornya dikelilingi paling sedikit 10 papila.

Cacing jantan panjangnya 12-40mm dan lebarnya 0,4 mm Cacing betina panjangnya

120 cm dan lebarnya1-2 mm.

3.Daur Hidup:

Bila manusia meminum air mentah mengandung cyclops yang telah terinfeksi

olehlarva cacing ini menetas lalu menembus dinding usus menuju

jaringan bawah kulit, jantung atau otak. Setahun kemudian, cacing yang telah

dewasa akan bereproduksi dan bergerak menuju permukaan kulit (umumnya

tangan atau kaki), jantan akan mati setelah 3-7 bulan setelah infeksi. Betina

yang akan bereproduksi akan menimbulkan bercak merah yang terasa

sangat panas lalu menimbulkan luka terbuka pada anggota badan

tersebut. Pada saat bagian tubuh yang terluka itu direndam air (untuk

mengurangi rasa panas yang ditimbulkan) cacing betina dewasa akan keluar

(dapat dilihat dengan mata) dari luka tersebut dan melepaskan larva muda

kemudian larva muda mencari Cyclopsdan siklus kembali terulang. setelah

proses ini terselesaikan, betina akan mati, apabilatidak dapat keluar dari tubuh

Page 18: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

maka cacing tersebut akan terkristalisasi didalam tubuh inangnya. Luka terbuka

yang diakibatkan oleh penetrasi cacing ini memiliki potansi yang besar terkena infeksi

bakteri sekunder (bakteri tetanus,bakteri pemakan daging dsb) apabila tidak diobati

secara tepat.

4.Penyebab Pencegahan:

Pencegahannya yaitu dengan :

1)Penyaringan air minum melalui kain katun tipis.

2)Merebus air hingga mendidih sebelum digunakan.

3)Hanya meminum air berklorin membantu mencegah dracunculiasis.

Pengobatan dapat dilakukan biasanya, cacing dewasa pelan-pelan diangkat lebih

dari sehari sampai seminggu dengan memutarnya pada sebuah batang. Cacing

tersebut bisadiangkat dengan cara operasi setelah bius lokal digunakan, tetapi

pada banyak daerah,metode ini tidak tersedia. Orang yang juga

mengalami infeksi bakteri kadangkala diberikan metronidazole untuk

mengurangi peradangan.

5.Penyebab Yang Disebabkan:

Geja la -ge j a la d i awal i ke t i ka cac ing t e r sebu t menembus ku l i t .

Seb uah l epuhanterbentuk pada bukaan. Daerah di sekitar lepuhan gatal, terbakar, dan

meradang bengkak, merah, dan menyakitkan. Material yang dilepaskan cacing

tersebut bisa menyebabkan reaksi alergi, yang bisa mengakibatkan kesulitan

bernafas, muntah, dan ruam yang gatal. Gejala-gejala reda dan lepuhan tersebut

sembuh setelah cacing dewasa meninggalkan tubuh. pada sekitar 50% orang,

infeksi bakteri terjadi di sekitar bukaan karena cacing tersebut. Kadang kala

persendian dan tendon di sekitar lepuhan rusak.

B.4 Vasicula hepatica (Feses Sapid an Feses Manusia (Dewasa)

1.Klasifikasi :

Kingdom : Animalia

Phylum : Platyhelminthes

Page 19: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

Klas : Trematoda

Ordo : Echinostomida

Genus : Fasciola

Spesies : Fasciola Hepatica

2.Morfologi:

- Bersifat hermaprodit

- Sistem reproduksinya ovivar

- Bentuknya menyerupai daun berukuran 20-30 m x 8-13 mm

- Mempunyai tonjola konus (cephalis cone) pada bagian anterionya

- Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut

- Uterus pendek berkelok-kelok

- Testis bercabang banyak, letaknya di pertengahan badan berjumlah 2 buah.

3.Daur Hidup:

Page 20: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

4.Penyebab Pencegahan:

- Tidak memakan sayuran mentah

- Pemberantasan penyakit fasioliasis pada hewan ternak

- Kandang harus dijaga tetap bersih, dan kandang sebaiknya tidak dekat kolam

atau selokan

- Siput-siput disekitar kandang dimusnakan untuk memutus siklus hidup

Fasciola hepatica.

5. Penyebab Yang Disebabkan:

Terjadi sejak larva masuk kesaluran empedu sampai menjadi dewasa. Parasit ini

dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran.

Selain itu, dapat terjadi perubahan jaringan hati berupa radang sel hati. Pada

keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan edema. Luasnya

organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat

disaluran empedu dan lamanya infeksi gejala dari penyakit fasioliasis biasanya

Page 21: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

pada stadium ringan tidak ditemukan gejala. Stadium progresif ditandai dengan

menurunnya nafsu makan, perut terasa penuh, diare dan pembesaran hati. Pada

stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari perbesaran

hati, ikterus, asites, dan serosis hepatis.

B.5 Strongyloides sterocalis (Feses Sapi & Feses manusia (anak-anak))

1. Klasifikasi:

Kingdom :Animalia

Phylum :Nematoda

Class :Secernentea

Ordo :Rhabditida

Family :Strongyloididae

Genus :Strongyloides

Species : S. stercoralis

2.Morfologi:

- Larva Rabditiform

Panjangnya ± 225 mikron, ruang mulut: terbuka, pendek dan lebar.

Esophagus dengan 2 bulbus, ekor runcing.

- Larva Filariform

Bentuk infektif, panjangnya ± 700 mikron, langsing, tanpa sarung, ruang

mulut tertutup, esophagus menempati setengah panjang badan, bagian ekor

berujung tumpul berlekuk.

- Cacing dewasa betina yang hidup bebas panjangnya ± 1 mm, esophagus

pendek dengan 2 bulbus, uterus berisi telur dengan ekor runcing.

- Cacing dewasa jantan yang hidup bebas panjangnya ± 1 mm, esophagus

pendek dengan 2 bulbus, ekor melingkar dengan spikulum.

3. Daur Hidup:

Page 22: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

Cara berkembang biak secara parthenogenesis

Mempunyai 3 macam siklus hidup

1) Siklus langsung

2) Siklus tidak langsung

3) Autoinfeksi

1. Siklus langsung

2-3 hari di tanah → larva rabditiform → larva filariform → menembus kulit

manusia → peredaran darah vena → jantung kanan → paru-paru → parasit

mulai menjadi dewasa → menembus alveolus → masuk trakhea dan laring

→ terjadi refleks batuk & parasit tertelan → sampai di usus halus →

dewasa.

2. Siklus tidak langsung

Larva rabditiform di tanah → cacing jantan & betina bentuk bebas → terjadi

pembuahan → telur menetas menjadi larva rabditiform → larva filariform

→ masuk dalam hospes baru.

3. Autoinfeksi

Larva rabditiform → larva filariform di usus/ daerah perianal → menembus

mukosa usus/ perianal → menyebabkan strongiloidiasis menahun.

4. Penyebab Pencegahan:

Sanitasi pembuangan tinja

Melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi, misal dengan memakai alas

kaki

Penerangan kepada masyarakat mengenai cara penularan, dan cara pembuatan

serta pemakaian jamban.

5. Penyebab yang disebabkan:

Page 23: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

Bila larva filariform menembus kulit, timbul creeping eruption disertai rasa

gatal

yang hebat.

Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda.

Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala

Infeksi sedang menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah

epigastrium tengah dan tidak menjalar, disertai mual, muntah, diare dan

konstipasi.

Pada strongiloidiasis ada kemungkinan terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi.

Pada hiperinfeksi cacing ditemukan di seluruh traktus digestivus, larvanya

ditemukan di berbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu). Dapat

menimbulkan kematian.

BAB V

Page 24: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

Parasit-parasit yang ditemukan dalam perukaan feses adalah:

1. Parasit pada feses kucing adalah Toxocarra cati (telur).

2. Parasit pada feses anjing adalah Gnathostoma spinigerum (telur), Dracunculus

medinensis (larva), Metagonimus sp. (telur), dan Echinostoma sp. (telur).

3. Parasit pada feses sapi adalah Vasicula hepatica (telur) dan Dracunculus

medinensis (telur).

4. Parasit pada feses Manusia (Dewasa) adalah Vesciola hepatica (telur).

5. Parasit pada feses Manusia (Anak-Anak) adalah Strongyloides sterocalis (telur)

dan Gnathostoma spinigerum (telur).

Page 25: 98414942-LAPORAN-PEMERIKSAAN-FESES-2

DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata R. 1970. Penuntun Laboratorium Klinic, cetakan k-4. Jakarta:Penerbit

Dian Rakyat.

Hepler OE. 1956. Manual of Clinical Laboratory Methods, 4 ed. Inggris:

SprinfieldIllinois USA: Charles C Thomas Publisher.

Hyde TA, Mellor LD, Raphael SS. 1976. Gastrointestinal tract in MedicalLaboratory

Technology. ed, Raphael SS, Lynch, MJG (eds). Philadelphia: WB Saunders

Company

Hematest, Leaflet. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. 1956.

Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition. New York:

Lange Medical Books.

Illahude H.D. 1992. Ilmu Kesehatan Masyarakat .Jakarta: Rineka Cipta.

Lynne S. Garcia. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Soedarto. 1991. Bunga Rampai Masalah Kesehatan Dari Dalam Kandungan Sampai

Lanjut Usia. Jakarta:FKUI.

Syariffudin P.K. 1992. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.