92448209-anestesi-lokal-dalam-pencabutan-gigi.pdf
TRANSCRIPT
-
7/29/2019 92448209-Anestesi-Lokal-Dalam-Pencabutan-Gigi.pdf
1/11
ANESTESI LOKAL DALAM PENCABUTAN GIGI
1.1 Definisi Anestesi lokal
Anestesi lokal didefinisikan sebagai kehilangan sensasi pada area tertentu
yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada tubuh akibat depresi eksitasi pada serabut
saraf maupun akibat inhibisi pada proses konduksi nervus perifer. (Malamed, S. F,
1.3)
Sedangkan Anestesiologi didefinisikan sebagai ilmu yang mendasar usaha
dalam hal- hal pemberian anestesi dan analgesic serta menjaga keselamatan penderita
yang mengalami pembedahan atau tindakan, melakukan tindakan resusitasi pada
penderita gawat, mengelola unit perawatan intensif, memberi pelayanan terapi,
penanggulangan nyeri menahun bersama cabang ilmu kedokteran lainnya dan dengan
peran serta masyarakat secara aktif mengelola kedokteran gawat darurat.
1.2 Persiapan Anestesi
Sebelum dilakukan pemberian anestesi lokal, operator harus
mempertimbangkan resiko yang dapat terjadi pada pasien. Hal ini disebabkan oleh
efek depresan yang merupakan salah satu efek dari obat- obatan anestesi lokal. Selain
itu, obat- obatan anestesi lokal pun memiliki efek samping lain berupa bronkospasm
yang sering kali menyebabkan hiperventilasi maupun vasodepressor sinkop. Oleh
karena itu, keadaan umum pasien perlu dievaluasi sebelum melakukan tindakan
anestesi.
-
7/29/2019 92448209-Anestesi-Lokal-Dalam-Pencabutan-Gigi.pdf
2/11
Evaluasi Praanestesi dilakukan melalui anamnesis serta evaluasi kondisi fisik
pasien. Dalam anamnesis, pasien ditanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah
atau sedang diderita, obat- obatan yang sedang dikonsumi, riwayat alergi, dan juga
beberapa keluhan- keluhan yang mungkin dialami oleh pasien. Dalam evaluasi
praanestesi ini pula ditanyakan tentang ketakutan pasien sebelum dilakukan anestesi
sehingga keadaan psikologis pasien dapat pula dievaluasi.
Penyakit- penyakit yang umumnya ditanyakan kepada pasien dalam evaluasi
praanestesi adalah kelainan jantung, hipotensi, diabetes, gagal ginjal, penyakit liver,
alergi terhadap obat, hipertensi, rematik, asma, anemia, epilepsy, serta kelainan darah.
Pemeriksaan fisik praanestesi yang perlu dilakukan adalah inspeksi visual untuk
mengobservasi adanya kelainan pada postur tubuh pasien, gerakan tubuh, bicara, dan
sebagainya; evaluasi tanda vital; serta status kesehatan fisik menurut ASA.
1.3 Komplikasi Anestesi Lokal
Pada pemberian anestesi lokal, terdapat komplikasi yang mungkin saja terjadi.
Komplikasi yang disebabkan pemberian anestesi lokal dibagi menjadi dua,
komplikasi lokal, dan komplikasi sistemik. Komplikasi lokal merupakan komplikasi
yang terjadi pada sekitar area injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan
komplikasi yang melibatkan respon sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi lokal.
1.3.1 Komplikasi Lokal
a. Jarum Patah
-
7/29/2019 92448209-Anestesi-Lokal-Dalam-Pencabutan-Gigi.pdf
3/11
Penyebab utama jarum patah adalah kondisi jarum yang fatig akibat dibengkokkan.
Jarum patah dapat pula disebabkan oleh kesalahan teknik saat administrasi, kelainan
anatomi pasien, serta jarum yang disterilkan berulang. Apabila kondisi ini terjadi,
pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak dan tangan operator jangan dilepaskan dari
mulut pasien dan pasang bite block bila perlu. Jika patahan dapat terlihat, patahan
dapat dicoba diambil dengan arteri klem kecil. Namun, apabila jarum tidak terlihat,
insisi dan probing tidak boleh dilakukan dan segera konsultasikan ke spesialis bedah
mulut untuk diambil secara surgical.
b. Rasa sakit
Rasa sakit saat administrasi anestesi lokal disebabkan oleh penggunaan jarum yang
tumpul, pengeluaran anestetikum dengan terlalu cepat, serta tidak menguasai teknik
anestesi lokal. Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan anestesi topikal sebelum
insersi jarum dan mengeluarkan anestetikum secara perlahan, serta anestetikum yang
digunakan lebih baik jika suhunya sama dengan suhu tubuh.
c. Parestesi atau Anestesi Berkepanjangan
Parestesi atau anestesi yang berkepanjangan dapat terjadi akibat trauma saraf,
anestetikum bercampur alkohol, serta adanya perdarahan pada sekitar saraf. Parestesi
berkepanjangan dapat menyebabkan trauma pada bibir yang tergigit dan apabila
mengenai N. Lingualis dapat menyebabkan mati rasa kecap. Sebagai upaya
pencegahan, operator harus berhati- hati saat administrasi dan menggunakan spuit
sekali pakai sehingga tidak perlu mensterilkan dengan larutan alkohol.
Penanggulangan parestesi yang berkepanjangan dapat dilakukan dengan penjelasan
-
7/29/2019 92448209-Anestesi-Lokal-Dalam-Pencabutan-Gigi.pdf
4/11
pada pasien bahwa hal tersebut akan terjadi dalam waktu lama, control setiap dua
bulan, dan apabila berlangsung lebih dari satu tahun maka konsultasi neurologis
diperlukan.
d. Paralisis Fasial
Paralisis fasial disebabkan oleh insersi jarum yang terlalu dalam saat blok N.
Alveolaris Inferior sehingga masuk ke kelenjar parotis dan mengenai cabang saraf
wajah, biasanya N. Orbicularis oculi. Penanggulangan hal tersebut dilakukan dengan
memberitahu pasien bahwa hal tersebut akan berlangsung selama beberapa jam dan
mata pasien harus dilindungi selama refleks berkedip belum kembali.
e. Trismus
Trismus merupakan salah satu komplikasi pemberian anestesi akibat adanya trauma
pada M. Mastikatorius atau pembuluh darah pada intra temporal fossa. Trismus dapat
pula disebabkan oleh anestesi lokal yang bercampur alkohol dan berdifusi ke jaringan
sehingga mengiritasi M. Mastikatorius. Penangulangan trismus dilakukan dengan
cara pemberian analgetik, kompes air panas selama 20 menit, latihan buka tutup
mulut selama 5 menit setiap 3-4 jam, dapat pula diberikan permen karet untuk
melatih gerakan lateral. Bila trismus berlanjut lebih dari 7 hari, maka konsulkan pada
spesialis bedah mulut.
f. Hematom
Hematom sering terjadi pada komplikasi blok N. Alveolaris Inferior, N. Alveolaris
Superior Posterior, dan N. Mentalis/ Insisif. Pencegahan hematom dapat dilakukan
dengan mengetahui anatomi sehingga tidak terjadi penyebaran darah ke ronga
-
7/29/2019 92448209-Anestesi-Lokal-Dalam-Pencabutan-Gigi.pdf
5/11
ekstravaskuler. Penggunaan jarum pendek pada anestesi N. Alveolaris superior
posterior juga dapat dilakukan sebagai upaya meminimalisasi hematom.
Penanggulangan hematom akibat administrasi anestesi lokal adalah dengan menekan
perdarahan dan jangan mengompres panas selama 4-6 jam setelah kejadian, namun
setelah satu hari dapat dikompres hangat 20 menit per jam. Kompres dingin dapat
dilakukan segera setelah terjadi hematom untuk mengurangi perdarahan dan rasa
sakit.
g. Infeksi
Infeksi terjadi akibat kontaminasi jarum dan dapat menyebabkan trismus. Bila infeksi
berlanjut sampai lebih dari hari ketiga, maka antibiotik diindikasikan untuk pasien
tersebut.
h. Edema
Edema disebabkan oleh trauma selama anestesi lokal, infeksi, alergi, perdarahan, dan
penyuntikan anestetikum yang terkontaminasi alkohol. Penanggulangan edema
dilakukan dengan observasi bila edema disebabkan oleh trauma injeksi atau iritasi
larutan, biasanya akan hilang 1- 3 hari tanpa terapi. Sedangkan bila lebih dari 3 hari
dan disertai rasa sakit atau disfungsi mandibula, antibiotik sebaiknya diberikan untuk
pasien tersebut.
i. Trauma jaringan lunak
Pada pasien anak- anak, atau pasien dengan cacat mental, rasa baal setelah pemberian
anestesi lokal dapat menyebabkan pasien tersebut mengigit bibir maupun jaringan
lunak lainnya. Penanggulangan trauma jaringan lunak di sekitar area yang dianestesi
-
7/29/2019 92448209-Anestesi-Lokal-Dalam-Pencabutan-Gigi.pdf
6/11
dilakukan dengan pemberian salep untuk mengurangi iritasi, analgesic, serta
antibiotik jika diperlukan.
j. Lesi intraoral
Lesi intraoral umumnya disebabkan oleh trauma jarum pada jaringan saat insersi.
Penanggulangan lesi ini dilakukan dengan pemberian topikal anestesi praanestesi,
pemberian obat kumur, dan pemberian antibiotik jika terjadi infeksi.
1.3.2 Komplikasi Sistemik
a. Reaksi psikis
Reaksi psikis yang sering terjadi sebagai komplikasi sistemik akibat pemberian
anestesi lokal adalah sinkop atau serangan vasovagal. Hal ini merupakan gangguan
emosional sebelum penyuntikan. Pada saat terjadi reaksi psikis, arteri mengalami
vasodilatasi sehingga menyebabkan volume darah ke jantung berkurang sehingga
menyebabkan penurunan umpan balik kardiak yang menyebabkan hilang kesadaran
mendadak. Tanda- tanda reaksi psikis ini adalah pucat, mual, pusing, keringat dingin,
dan jika tidak ditangani cepat kesadaran akan hilang, pupil membesar, denyut nadi
lemah dan tidak teratur. Perawatan reaksi psikis ini adalah dengan penaganan
emergensi sinkop.
b. Reaksi toksik
Reaksi toksik pada administrasi anestesi lokal jarang terjadi bila penyuntikan
dilakukan sesuai dengan prosedurnya. Apabila aspirasi tidak dilakukan sebelum
penyuntikan, maka anestetikum akan masuk ke dalam intravaskuler sehingga
-
7/29/2019 92448209-Anestesi-Lokal-Dalam-Pencabutan-Gigi.pdf
7/11
menyebabkan overdosis. Tanda- tanda reaksi toksik adalah terjadi konvulsi, gangguan
pernafasan, dan syok.
c. Reaksi alergi
Riwayat alergi pasien harus ditanyakan praanestetikum sehingga meminimalisasi
terjadinya reaksi alergi. Reaksi alergi yang terjadi berbeda- beda dengan tingkat
keparahan yang juga berbeda. Tingkat reaksi alergi yang paling ringan adalah
localized skin reaction dengan gejala lokal eritema, edema, dan pruritus. Untuk
tingkatan lesi yang lebih parah yaitu reaksi pada kulit yang tergeneralisasi,
antihistamin perlu diberikan. Pada kasus alergi yang melibatkan traktus respiratorius,
diberikan epinefrin secara intramuscular kemudian melakukan prosedur emergensi.
Tingkat reaksi alergi yang paling parah adalah syok anafilaktik yag perlu ditangani
dengan segera dengan pemberian epinefrin IM atau IV, serta penaganan emergensi
syok.
d. Virus Hepatitis/ HIV
Penyebaran kedua virus ini dapat melalui jarum suntik. Oleh karena itu, jarum suntik
harus digunakan sekali pakai sebagai upaya pencegahan.
e. Interaksi obat
Interaksi obat dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat sistemik. Secara umum,
interaksi obat dengan anestesi lokal sangat jarag. Namun, anestesi lokal yang
mengandung noradrenalin dapt merangsag respon tekanan darah pasien yang
mendapatkan antidepresan trisiklik. Karena itu, noradrenalin tidak dianjurkan untuk
dipakai.
-
7/29/2019 92448209-Anestesi-Lokal-Dalam-Pencabutan-Gigi.pdf
8/11
2. Teknik Anestesi Blok Rahang Bawah
2.1 Anestesi Blok Fishers
Teknik anestesi blok rahang bawah yang paling sering digunakan adalah blok
saraf alveolaris inferior atau lebih dikenal dengan blok Fishers. Teknik blok anestesi
blok rahang bawah ini sangat berguna untuk anestesi satu regio pada rahang bawah.
Pada teknik anestesi blok Fishers ini, saraf yang teranestesi meliputi N. Alveolaris
inferior, cabang dari N. V3, N. Insisivus, N. Mentalis, dan N. Lingualis.
Area yang teranestesi dengan teknik blok Fishers adalah geligi mandibular
sampai midline, corpus mandibula, ramus inferior, mukoperiosteum bukal, mukus
membrane anterior pada mandibula gigi molar pertama, dua pertiga anterior lidah dan
dasar mulut, serta jaringan lunak lingual dan periosteum.
Daerah yang teranestesi pada blok Fishers
Indikasi teknik anestesi blok Fishers adalah untuk prosedur pada gigi rahang bawah
multiple pada satu region, anestesi jaringan lunak buccal, anestesi jaringan lunak
lingual. Sedangkan kontraindikasi blok Fishers adalah adanya infeksi atau inflamasi
-
7/29/2019 92448209-Anestesi-Lokal-Dalam-Pencabutan-Gigi.pdf
9/11
akut pada area injeksi, serta pasien dengan kemungkinan untuk menggigit jaringan
lunak yang teranestesi.
Keuntungan anestesi blok Fishers adalah injeksi anestesi di satu tempat
memberikan anestesi pada area yang luas pada satu region. Namun, area yang luas
pada anestesi blok Fishers ini tidak diperlukan untuk keperluan prosedur lokal.
Kerugian lain anestesi blok Fishers ini adalah adanya persentase anesthesia yang
tidak cukup, intraoral landmark yang menjadi acuan penyuntikan kadang tidak
terlihat, kadang terjadi aspirasi positif, anestesi lingual dan bibir bawah menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pasien.
2.1.1 Teknik Penyuntikan Anestesi Blok Rahang Bawah
Tahapan penyuntikan anestesi blok Fishers adalah :
Jari telunjuk diletakkan di belakang gigi molar ketiga kemudian digeser ke lateral
untuk mencar linea oblique eksterna lalu digeser ke median untuk mencari linea
oblique interna melalui trigonum retromolar.
-
7/29/2019 92448209-Anestesi-Lokal-Dalam-Pencabutan-Gigi.pdf
10/11
Punggung jari harus menyentuh bucooklusal gigi yang terakhir, lalu jarum
dimasukkan kira- kira pada pertengahan lengkung kuku dari sisi rahang yang tidak
dianestesi yaitu region premolar sampai terasa kontak dengan tulang.
Syringe kemudian digeser kea rah sisi yang akan dianestesi, harus sejajar
dataran oklusal, jarum ditusukkan lebih lanjut sedalam 6mm lalu lakukan aspirasi.
Bila aspirasi negative, larutan anestesi lokal dikeluarkan cc untuk menganestesi N.
Lingualis.
Syringe digeser lagi kea rah posisi pertama namun tidak peuh, sampai region
caninus, kemudian jarum ditusukkan lebih dalam menyusuri tulang kurang lebih 10-
15 mm sampai terasa konta jarum dengan tulang terlepas. Lakukan kebali aspirasi,
bila negative, larutan anestetikum dikeluarkan 1cc untuk menganestesi N. Alveolarius
inferior.
2.2 Anestesi Blok N. Buccinatorius (Buccal Nerve Block)
Blok N. Buccinatorius ditujukan untuk menganestesi daerah pipi dan membrane
mukosa bukal pada region gigi molar.
Saraf yang teranestesi pada blok ini adalah N. Buccal yang merupakan cabang dari N.
V3 yang mempersarafi jaringan lunak dan periosteum buccal sampai gigi molar
mandibular.
Anestesi blok N. Buccinatorius diindikasikan untuk prosedur dental pada region gigi
molar rahang bawah. Namun blok ini merupakan kontraindikasi untuk infeksi atau
terdapat inflamasi akut pada area injeksi
-
7/29/2019 92448209-Anestesi-Lokal-Dalam-Pencabutan-Gigi.pdf
11/11
2.2.1 Teknik Penyuntikan Anestesi Blok N. Buccinatorius
a. Penyuntikan anestesi blok buccal dilakukan pada coronoid notch, sedikit ke median
dari linea oblique ramus mandibula. Mukosa bukal dan pipi ditarik kemudian jarum
ditusukkan kea rah lateral dan distal di gigi molar ketiga setinggi 2-3 mm di sekitar
oklusal.
b. aspirasi, bila negative, cairan anestetikum dikeluarkan 0,5 cc.