920

32
ISSN 0215 - 8250 PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERPIKIR DIVERGEN MELALUI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA-SAINS TERPADU OPEN-ENDED ARGUMENTATIF oleh Ketut Suma, I Gusti Putu Sudiarta, Ida Bagus Putu Arnyana, I Nengah Martha Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAKS Tujuan pembelajaran Matematika di SMP adalah meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dan menerapkan konsep Matematika dalam konteks tertentu. Berpikir divergen merupakan salah satu contoh berpikir tingkat tinggi. Dalam praktek pembelajaran keterampilan berpikir divergen dapat dikembangkan melalui kegiatan- kegiatan pemecahan masalah. Untuk maksud ini telah dikembangkan sebuah model pembelajaran Matematka- Sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open- ended argumentatif. Model ini memberikan kesempatan pada siswa untuk memecahkan masalah terbuka dalam konteks sains. Hasil uji coba terbatas menunjukkan bahwa model dan sistem asesmen pembelajaran sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif berpotensi __________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 4 TH. XXXX Oktober 2007 799

Upload: fahruh-juhaevah

Post on 01-Oct-2015

216 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dfgsf

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR DIVERGEN MELALUI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA-SAINS TERPADU OPEN-ENDED ARGUMENTATIF PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

PAGE 816ISSN 0215 - 8250

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERPIKIR DIVERGEN MELALUI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA-SAINS TERPADU OPEN-ENDED ARGUMENTATIF

oleh

Ketut Suma, I Gusti Putu Sudiarta, Ida Bagus Putu Arnyana, I Nengah MarthaUniversitas Pendidikan GaneshaABSTRAKSTujuan pembelajaran Matematika di SMP adalah meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dan menerapkan konsep Matematika dalam konteks tertentu. Berpikir divergen merupakan salah satu contoh berpikir tingkat tinggi. Dalam praktek pembelajaran keterampilan berpikir divergen dapat dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan pemecahan masalah. Untuk maksud ini telah dikembangkan sebuah model pembelajaran Matematka-Sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif. Model ini memberikan kesempatan pada siswa untuk memecahkan masalah terbuka dalam konteks sains. Hasil uji coba terbatas menunjukkan bahwa model dan sistem asesmen pembelajaran sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif berpotensi untuk mengembangkan keterampilan berpikir divergen siswa.

Kata kuci : pemecahan masalah, open-ended argumentatif, berpikir divergen

ABSTRACTThe objective of learning mathematic in junior high school is to improve students high order thinking skill and ability to apply mathematic concept on certain context. Divergent thinking is one example of high order thinking skill. During teaching and learning process, divergent thinking skill can be developed through problem solving activities. For this purpose,open-ended argumentative problem-solving in integrated mathematics and science learning model was developed. This model gives opportunity for students to solve open-ended argumentative problems on science context. Preliminary field testing of this model indicated that open-ended argumentative problem solving has potential to develop students divergent thinking skill.

Key word : problem solving, open-ended argumentative, divergent thinking

1. Pendahuluan

Dalam Kurikulum Matematika 2004 ditekankan pentingnya kegiatan pemecahan masalah untuk meningkatkan performance Matematika siswa, terutama dalam berpikir dan memahami secara kritis, baik dalam konteks Matematika maupun dalam konteks lain. Menyimak pernyataan ini tampak jelas bahwa pembelajaran Matematika di SMP membawa cita-cita luhur yakni meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan menerapkan Matematika dalam konteks yang tertentu. Tuntutan pengembangan kemampuan berpikir seperti yang tercantum dalam kurikulum 2004, saat ini dipertegas lagi dengan terbitnya peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.23 Tahun 2006, tentang Standar Kompetensi Lulusan. Dalam lampiran peraturan menteri itu, terdapat rumusan standar kompetensi mata pelajaran Matematika yang berbunyi (1) memiliki sikap menghargai Matematika dan kegunaannya dalam kehidupan, dan (2) memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis serta mempunyai kemampuan bekerjasama.

Rumusan kompetensi dalam kurikulum dan standar kompetensi lulusan merupakan pernyataan yang harus diikuti oleh para penyelenggara pendidikan khususnya pendidikan Matematika. Konsekwensi logis lainnya adalah setiap kurikulum, model, dan strategi pembelajaran, serta asesmen yang dirancang harus mengimplementasikan standar itu dalam tataran praktis. Kurikulum, model pembelajaran, srategi pembelajaran dan asesmen harus dirancang untuk memberikan kesempatan pada anak didik untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan secara simultan lewat pemecahan masalah itu kemampuan berpikir tingkat tinggi juga berkembang. Pembelajaran hendaknya juga mampu menunjukkan kebermaknaan/kegunaan Matematika itu dalam kehidupan, maupun bidang-bidang ilmu lainnya.

Ideal yang diharapkan ternyata sampai saat ini belum tercapai. Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama selama ini sangat teoretik dan mekanistik. Pembelajaran Matematika hanya menekankan pada teori dan konsep-konsep Matematika tanpa disertai dengan penerapannya pada berbagai bidang yang lain seperti ekonomi, sains, teknologi, dan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang demikian menyebabkan siswa tidak mengetahui untuk apa mereka belajar Matematika. Dengan kata lain pelajaran Matematika dirasakan kurang bermakna bagi kehidupannya. Tidak jarang hal ini menyebabkan kurangnya minat siswa terhadap Matematika.

Dalam praktek, pembelajaran Matematika biasanya dimulai dengan penjelasan konsep-konsep disertai dengan contoh-contoh, dilanjutkan dengan latihan soal-soal. Pendekatan pembelajaran ini didominasi oleh penyajian masalah Matematika dalam bentuk tertutup (closed problem atau highly structured problem) yaitu permasalahan Matematika yang dirumuskan sedemikan rupa, sehingga hanya memiliki satu jawaban yang benar dengan satu pemecahannya. Di samping itu permasalahan tertutup ini biasanya disajikan secara terstruktur dan eksplisit, mulai dengan yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan konsep apa yang digunakan untuk memecahkan masalah itu. Ide-ide konsep-konsep dan pola hubungan Matematika serta strategi, teknik dan algoritma pemecahan masalah diberikan secara eksplisit, sehingga siswa dengan mudah dapat menebak solusinya. Pendekatan pembelajaran seperti ini cenderung hanya melatih keterampilan dasar Matematika (mathematical basic skill) secara terbatas dan terisolasi.

Di samping bersifat tertutup, soal-soal yang disajikan ada kebanyakan buku juga tidak mengaitkan Matematika dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari, sehingga pengajaran Matematika menjadi jauh dari kehidupan siswa. Dengan kata lain pelajaran Matematika menjadi kurang bermakna. Kekurangbermaknaan pelajaran Matematika bagi siswa dapat diduga sebagai penyebab rendahnya minat dan prestasi belajar Matematika siswa.

Menyikapi kenyataan ini, perlu dilakukan reorientasi pembelajaran Matematika dari yang hanya melatih keterampilan dasar Matematika secara terbatas dan terisolasi menjadi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat membangun dan mengembangkan ide-ide dan pemahaman konsep Matematika secara luas dan mendalam , memahami keterkaitan Matematika dengan bidang ilmu lainnya, serta mampu menerapkan pada berbagai pesroalan hidup dan kehidupan. Reorientasi ini dilakukan untuk mengembangkan kompetensi Matematika siswa antara lain (1) menginvestigasi dan memecahkan masalah (problem possing and problem slving), (2) berargumentasi dan berkomunikasi secara Matematika (mathematical reasoning and communication), (3) melakukan penemuan kembali (reinvention) dan membangun (construction) konsep Matematika secara mandiri, (4) berpikir inovatif dan kreatif, yang melibatkan, instuisi, penemuan (discovery), prediksi (prediction), dan generalisasi (generalization) melalui pemikiran divergen dan orisinal, (5) memahami hubungan Matematika dengan bidang-bidang ilmu lainnya, (6) menerapkan konsep-konsep Matematika dalam persoalan-persolan sains maupun persoalan sehari-hari.Matematika secara esensial merupakan proses berpikir yang melibatkan membangun dan menerapkan abstraksi, secara logika menghubungkan jaringan ide-ide (Rutherford, 1989). Ide-ide tersebut seringkali muncul dari kebutuhan dalam memecahkan masalah-masalah sains, teknologi, dan kehidupan sehari-hari. Kebermaknaan konsep-konsep Matematika tampak jelas ketika digunakan dalam memecahkan masalah sains, teknologi dan kehidupan sehari-hari (Rutherford, 1989).

Bertolak dari pemikiran di atas, untuk mewujudkan standar kompetensi baik yang tercantum dalam kurkulum 2004 maupun yang dirumuskan dalam lampiran peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 tahun 2006, pengembangan model dan sistem asesmen pembelajaran Matematika-Sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended agumentatif merupakan alternatif pilihan yang tepat. Secara teoretis pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah open-ended argumentatif akan memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun kemampuan berpikir divergen melalui pengembangan berbagai alternatif solusi, dan mengemukakan argumentasi-argumenasi atas pilihannya. Sementara itu pengintegrasian Matematika dengan sains akan memberikan wawasan pada siswa akan hubungan dan kegunaan Matematika pada bidang-bidang kehidupan lain dan juga hubungan Matematika dengan mata pelajaran lainnya

Artikel ini dimaksudkan untuk membahas dua isu penting, yaitu pemecahan masalah Matematika-Sains terpadu open-ended argumentatif, dan bagaimana pembelajaran yang beroientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif berpotensi meningkatkan kemampuan berpikir divergen. Dua pertanyaan penting yang akan dijawab dalam atikel ini adalah (1) apa yang dimaksud dengan pemecahan masalah Matematika-Sains terpadu open-ended agumentatif dalam kelas, dan bagaimana mengembangkan lingkungan belajar yang tepat; (2) Bagaimana potensi berpikir divergen dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah Matematika-Sains terpadu open-ended argumentatif. Dan bagaimana implementasinya di kelas?

2. Pembahasan2.1. Pemecahan Masalah Matematika-Sains Terpadu Open-Ended Argumentatif

Gagne (Gagne, Briggs dan Wager, 1992) menempatkan problem solving sebagai keterampilan intelektual paling tinggi dari hirarki keterampilan intelektual. Menurutnya dalam pemecahan masalah terjadi bentuk pengajaran yang lebih kompleks yang membutuhkan aturan-aturan yang lebih sederhana yang harus diketahui sebelumnya. Secara umum tujuan pembelajaran pemecahan masalah adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dicirikan oleh karakteristik berikut: tidak algoritmik, cenderung lebih kompleks, menghasilkan beragam solusi, melibatkan beragam kriteria dan proses berpikir, melibatkan regulasi diri dan proses berpikir, melihat struktur dalam keteraturan, dan melibatkan upaya mental secara mendalam( Larson, 1991).

Dalam Matematika masalah bagi siswa adalah persoalan atau soal. Suatu persoalan atau soal akan menjadi masalah bagi siswa jika ia (1) mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan ditinjau dari segi kematangan mentalnya dan ilmunya; (2) belum mempunyai algoritma atau prosedur untuk menyelesaikannya; dan (3) berkeinginan untuk menyelesaikannya. Dilihat dari sifatnya dan cara penyelesaiannya masalah Matematika dapat dibedakan atas masalah tertutup (closed-ended) dan masalah tebuka (open-ended).

Masalah tertutup (closed problem atau highly structured problem) adalah masalah yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga hanya memiliki satu jawaban yang benar dengan satu pemecahannya. Di samping itu permasalahan tertutup ini biasanya disajikan secara terstruktur dan eksplisit, mulai dengan yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan konsep apa yang digunakan untuk memecahkan masalah itu. Ide-ide konsep-konsep dan pola hubungan Matematika serta strategi, teknik dan algoritma pemecahan masalah diberikan secara eksplisit, sehingga siswa dengan mudah dapat menebak solusinya. Pendekatan pembelajaran seperti ini cenderung hanya melatih keterampilan dasar Matematika (mathematical basic skill) secara terbatas dan terisolasi. Menurut Simada (1997) siswa akan gagal menyelesaikan suatu masalah Matematika jika konteksnya sedikit saja diubah, karena siswa cenderung menghafal algoritma atau prosedur tertentu yang lepas konteks, dan siswa cenderung belajar hanya untuk tes.

Menurut Simada (1997) permasalahan terbuka (open-ended) adalah suatu permasalahan yang mempunyai banyak penyelesaian atau banyak cara untuk mendapatkan penyelesaian. Masalah open-ended diyakini lebih mendorong kreativitas dan movasi berpikir Matematika siswa secara lebih bemakna dan bevariasi. Penyajian masalah-masalah terbuka juga mendorong siswa untuk berpikir lebih kritis, terbuka, dan mampu bekerja sama dan berkompeten dalam pemecahan masalah dan dalam berkomunikasi secara logis dan argumentatif (Sudiarta dkk, 2005).

Masalah Matemaika-Sains terpadu merupakan masalah yang mengkombinasikan konsep-konsep Matematika dan sains dalam bentuk tematik. Keterkaitan dan keterpaduan antara Matematika dan sains di sekolah menengah pertama, serta dukungan penyajian naskah pelajaran dengan menggunakan ragam wacana bahasa yang tepat adalah sangat penting, terutama agar siswa dapat mengkonstruksi konsep-konsep Matematika dan sains secara utuh, di samping untuk meningkatkan kekontekstualan pembelajaran. Pendekatan pemecahan masalah open ended argumentatif akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai kompetensi-kompetensi kunci, seperti kompentensi memecahkan masalah (problem posing and problem solving), beragumentasi dan berkomunikasi (reasoning and communication), bernalar dan berfikir divergen dalam mengkonstruksi (construction), mencoba-salah (trial and error), memprediksi (prediction), dan menggeneralisasi (generalization). Pembelajaran sains dengan pendekatan terpadu dengan mata pelajaran lainnya (integrated approach) mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, sains akan menjadi body of knowledge yang lebih koheren, bukan merupakan kumpulan fakta yang tak saling berhubungan (Keig, dalam Peters & Gega, 2002). Kedua, pendekatan ini secara intrinsik bersifat kooperatif (Post, et al, dalam Peter & Gega, 2002). Siswa yang terlibat dalam pembelajaran dengan pendekatan terpadu akan bekerja dalam kelompok kooperatif yang dapat meningkatkan interaksi antar siswa. Interaksi ini berpotensi untuk melibatkan siswa dalam mengklarifikasi, mempertahankan, mengelaborasi, dan mengevaluasi argumen (Tobin, Trippin, & Gallard, 1994). Ketiga, metode ini merupakan aplikasi langsung teori multiple intelegensi. Karena kharakteristik peserta didik (kognitif, afektif dan psikomotorik) pada umumnya berbeda-beda, maka penerapan kurikulum yang terintegrasi adalah sangat penting terutama dalam mengembangkan berbagai pendekatan belajar yang memperhatikan perbedaan karakteristik individual tersebut. Keempat, pendekatan terpadu akan mendorong siswa untuk menggunakan berbagai gaya,dan sumber belajar.

Untuk mencipakan lingkungan belajar yang tepat, pembelajaran pemecahan masalah Matematika-Sains terpadu open-ended argumentatif diseting dalam belajar kelompok kooperatif. Hal ini dilakukan untuk mendorong siswa bekerjasama, berkomunkasi, berargumentasi namun semuanya untuk mencapai sukses bersama (Slavin, 1990). Dengan setting kooperatif akan terjadi sharing pengetahuan antara siswa. Sebab disadari terdapat siswa yang lebih berpengetahuan dalam sains dan satu pihak mungkin lebih berpengetahuan dalam Matematika. Dengan belajar kooperatif proses melahirkan beragam solusi dari pemasalahan yang relatif kompleks akan lebih mudah dicapai. Karena dalam pemecahan masalah open-ended argumentatif siswa bebas mengembangkan solusi menurut cara mereka masing-masing, maka dalam kelompok akan terdapat beberapa ragam solusi yang mereka debatkan, untuk sampai kepada altenatif-alternatif yan benar dan masuk akal. Belajar dalam kelompok akan sangat menungkinkan tiap anggota belajar dari temannya.

2.2. Pengembangan Potensi Berpikir Divergen Melalui Pemecahan Masalah Open-Ended Argumentatif

Sternberg & Lubart (1991) menunjukkan bahwa pengukuran kemampuan siswa dengan tes standar (pencil and paper tes) hanya dapat mengungkap kemampuan siswa menghasilkan satu jawaban yang benar, namun gagal dalam mengukur kreativitas dan berpikir divergen. Berpikir divergen merupakan kemampuan untuk mengkosntruksi atau menghasilkan berbagai respon yang mungkin, ide-ide, opsi-opsi atau alternatif alternatif untuk suatu permasalahan (Isaksen, Dorval, & Treffinger, 1994). Karakteristik berpikir divergen ditunjukkan oleh: (a) adanya proses interpretasi dan evaluasi terhadap ide-ide. (b) proses motivasi untk memikirkan bebagai kemungkinan ide yang masuk akal, dan (c) pencarian tehadap kemungkinan-kemungkinan yang tak biasanya (non rutin) dalam mengkonstruksi ide-ide.

Definisi yang dikemukakan oleh Isaksen, Droval, dan Treffenger ini tampaknya sangat sesuai untuk konteks Matematika terutama dalam pengembangan kemampuan berpikir divergen. Oleh karena itu definisi operasional berpikir divergen dalam tulisan ini dibatasi sebagai kemampuan untuk melahirkan berbagai macam solusi terhadap masalah Matematika dengan prosedur dan alasan yang tepat.

Untuk menunjukkan bagaimana potensi kemampuan bepikir divergen ini dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah Matematika-Sains terpadu open-ended argumenataif, pada tabel 1 disajikan contoh alternatif solusi siswa yang merupakan hasil uji coba terbatas penerapan model dan sistem asesmen pembelajaran Matematika-Sains terpadu open-ended argumentatif. Permasalahan open-ended yang dipecahkan siswa adalah sebagai berikut.

Ali dan Anton mengendarai sepeda motor masing-masing dengan percepatan (laju perubahan kecepatan persatuan waktu) 2m/s2 dan 4 m/s2. Selidikilah pernahkah Ali dan Anton akan memiliki kecepatan yang sama? jika ya dalam situasi bagaimana? Gunakanlah cara yang menurut kamu paling mudah.

Keterangan :Soal ini merupakan soal gerak lurus berubah beraturan (sains). Untuk menjawabnya siswa perlu memahami konsep gradien dalam Matematika dan Percepatan dalam Fisika serta memahami hubungan keduanya, yakni :Percepatan = gradient kurva V(t) terhadap t

Kemampuan yang lain yang dibutuhkan adalah kemampuan menggambar grafik bila kemiringan/gradien kurva diketahui (dalam soal ini percepatan Ali dan Anon adalah gradeint kurva kecepatan Ali dan Anton). Tabel 01 menunjukkan jawaban siswa dan alternatif solusi yang dapat dikembangkan, argumentasi yang diberikan, dan kemungkinan memperluas dan mengembangkan jawaban siswa dalam praktik pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan dan keterampilan berpikir divergen.

Tabel 01 menunjukkan bahwa terdapat berbagai alternatif solusi yang muncul walaupun bukan dari seorang siswa (siswa yang sama). Namun dengan memberi kesempatan pada siswa-sswa menyajikan solusi mereka di depan kelas, pada akhirnya masing-masing siswa akan melihat bahwa suatu masalah dapat memiliki lebih dari satu solusi.Tabel 01 : Jawaban Siswa yang Berpotensi Dikembangkan Menjadi Beberapa Alternatif Solusi (Berpikir Divegen)SiswaBentuk solusiKomentar dan Kemungkinan Pengembangan

Siswa 1Alternatif 1

kecepatan awal Ali lebih besar dari Anton

V Anton

Ali

0 tKecepatan Ali = Anton di titik potong kurva

Alternatif pengembangan

V Anton

Ali

0 t

kecepatan Anton tak pernah sama dengan kecepatan Ali kecuali pada awal pengukuran

1. Anak ini menggunakan cara grafik untuk menyelesaikan masalah dan jawabannya benar bahwa Ali dan Abton akan memiliki kecepatan pada suatu saat bila kecepatan awal Ali lebih besar dari Anton.

2. Kemampuan anak ini bisa digali dengan mengajaknya bemain dengan titik potong kurva Ali dan Anton pada sumbu V untuk menghasilkan berbagi solusi yang mungkin, kemudian mereka diajak untuk meyimpulkan jawaban yang benar (contoh alternaif pengembagngan)

3. Terlihat bahwa dari satu solusi yang diekmbangkan siswa guru dapat membimbing siswa mengembangkan 3-5 alternatif lainnya.

Lanjutan tabel 012Alternatif 2

V Anton

Ali

0 T

Kecepatan awal Ali = Anton, setelah itu kecepatan Ali tak pernah sama dengan Anton.

kecepatan awal Anton dan Ali sama, Ali dan Anton tak akan pernah mencapai kecepatan yang sama.

Gradien kurva Anton = 2 kali gradien kurva Ali

3Alternatif 3

V Anton

Ali

0 t

Kecepatan awal Ali= Anton, Ali bergerak diperlambat.Kecepatan awal Ali > dari Anton, tapi Ali megalami perlambatan., perpotongan kurva Ali dan Anton menunjukkan kecepatan yang sama saat itu

Masih banyak solusi yang bisa didapatkan misalnya dengan pendekatan persamaan.

Dengan mempresentasikan hasil-hasil ini setiap siswa akan mengetahui berbagai alternatif solusi yang mungkin.

Lanjutan tabel 014Alternatif 4

V Anton

Ali

0 t

Ali dan Anton sama-sama bergerak mulai dari keadaan diam

5

Alternatif 5

V Anton

Ali

0 t

Pengandaian yang diambil adalah kecepatan awal ali > Anton, gerak ali diperlambat kecepatan Anton dan Ali akan sama di titik potong kurva Ali dan Anton

Lanjutan tabel 016 V

Ali

Anton

0 t

Kecepatan awal Anton lebih besar dari Ali, Anton mengalami perlambatan. Titik potong kurva Ali dan Anton menunjukkan kecepatan kedua orang itu sama pada saat t yang bersesuaian Jawaban ini mengindikasikan bahwa siswa sudah bisa menujukkan kemungkinan kecepatan Ali= Anton dalam waktu tertentu bila Vo Anton > Ali.

7Rumus keceatan

Vt = Vo + at,

Ambil Vo =0, karena tak ditentukan boleh diambil berapa saja.

Ali : a = 2, maka

V Ali = 2t

Anton: a= 4 maka V Anton = 4t,

Jadi V Ali dan Anton tak pernah sama

Jawaban ini dimulai dengan rumus. Dari jawaban ini dapat dikembangkan pertanyaan, bila mana kecepatan Ali= Anton. Diharapkan siswa menjawab dengan membuat

VAli = V Anton, dengan mengambil nilai Vo sembarang.

Untuk menggali kemampuan berpikir divergen siswa dapat dilakukan dengan memanfaatkan solusi yang mereka hasilkan dengn menanyakan alternatif-alternatif yang mungkin lagi dari solusi itu. Dalam hal ini guru tidak boleh memberi tahu, guru hanya memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan, sampai anak sendiri yang menyelesaikan dan mencari alternatif yang lain. Tampak pula bahwa soal Matematika-Sains terpadu open-ended argumentatif dapat mendorong siswa untuk mentransfer pengetahuan Matematika, misalnya dari yang biasa diketahui kurva y(x) tehadap x ke kurva hubungan satu variabel dengan variabel lain selain y dan x yang dikenal. Pada kenyataannya sangat sulit untuk membawa pikiran anak dari kebiasaan hanya mengenal variabel y dan x ke variabel lain yang realistik (misalnya perubahan tekanan terhadap ketinggian dalam fisika). Seolah-olah hanya variabel x dan y saja yang ada dan mereka kenal.4. PenutupPermasalahan Matematika-Sains terpadu open-ended argumentatif merupakan kombinasi permasalahan Matematika dan sains dalam bentuk tematik yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan berbagai alternatif solusi dengan pengandaian-pengandaian yang masuk akal (argumentatif). Sifat terbuka dapat berarti mempunyai banyak penyelesaian atau banyak cara untuk mendapatkan penyelesaian. Dalam pembelajaran guru dapat mengunakan masalah open-ended ini unuk menggali potensi berpikir kritis dan berpikir divergen. Seting belajar yang dipandang cocok untuk maksud ini adalah setting belajar kooperatif. Melalui belajar kooperatif siswa dapat saling bertukar ide, terutama ide-ide tentang ragam solusi yang mungkin atau ragam cara penyelesaian serta argumentasi yang dibawa oleh masing-masing anggota kelompok. Keterpaduan antara Matematika dan sains dalam bentuk masalah tematik menyadarkan siswa akan kegunaan Matematika pada bidang-bidang lain atau kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran Matematika akan dirasakan lebih bermakna.

Dalam implementasi pembelajaran Matematika-Sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif, guru dapat menggunakan solusi yang dihasilkan siswa sendiri untuk menggali potensi dan kemampuan berpikir kritis dan divergennya. Guru hendaknya menggali potensi siswa dengan teknik bertanya, bukan memberitahukan jawaban yang benar.

Untuk membuat pembelajaran Matematika lebih realistik dan kontekstual, sebaiknya pembelajaran konsep-konsep Matematika dikaitkan dengan konteks lain baik konteks sehari-hari maupun konteks pelajaran lain dimana konsep-konsep Matematika banyak digunakan. Pemilihan konteks hendaknya dilakukan sedemikian sehingga membantu pemahaman konsep dan tidak justru mengabulkan dan membingungkan. Salah satu mata pelajaran yang sangat baik digunakan sebagai konteks pembelajaran Matematika adalah mata pelajaran sains khususnya Fisika. Karena menurut sejarahnya banyak konsep-konsep Matematika diciptakan untuk memecahkann masalah-masalah dalam sains (fisika).

Dalam melatih pemecahan masalah Matematika guru hendaknya memberi porsi yang berimbang antara pemecahan masalah closed-ended dan open-ended. Dengan porsi yang berimbang pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilakukan, sebaliknya tuntutan sekolah akan selesainya materi kurikulum tepat waktu juga dapat dipenuhi. DAFTAR PUSTAKABNSP. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Asa Mandiri.Blumenfeld, P., Soloway, E., Marx, R., Krajcik, J., Guzdial, M., & Palincsar, A. 1991. Motivating project-based learning: Sustaining the doing, supporting the learning. Educational Psychologist, 26 (3 & 4), 369-398.Falmer,W.A.& Farrel, M.A. 1980. Syatematic Instruction in Science For The Middle and High School Years. London: Addison Wesley Publishing Company. Inc.Larson, Gary. 1991. Leraning and Instruction in Pre-College Physical Science. Physics Today. Special Issue. Pre-College Education

Peters, J.M, & Gega P.C. 2002. Science in Elementary Education. 9th. New Jersey: Merrill Prentice Hall.

Rutherford , F. dan Andrew Ahlgren. 1990. Sience for All Anericans. Oxford: Univesity Press. Simadha.S. & Becker. P. 1997. The Open-Ended Approach. A New Proposal teaching Mathematics. NY. NCTM.Thompson, P.W. 1985. Experience, Problem Solving and Learning Mathematics: Considerations in Developing Mathematics Curricula. In: E.A. Sliver (Ed). Teaching and Learning Mathematical Problem Solving. Multiple Research Perspektives (pp.189-243). Hillsdale, NJ: Erlbaum.

Tobin, K, Tippin, D, & Gallard . 1994. Research on Instructional Strategies for Teaching Science. In D Gabel (Ed), Hanbook of Research on Science teaching and Learning (pp 43-93). New York: Macmillan.

Upitis, R.; Phillips,E.; Higginson,W. 1997. Creative Mathematics: Exploring Children's Understanding, London: Routletge. p.98-185.

Van den Heuvel-Panhuizen, M. 1996. Assessment and Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD-B Press / Feudenthal Institute, Utrecht University.PAGE __________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 4 TH. XXXX Oktober 2007