9.1 studi kasus analisis sensitivitas kebijakan.doc

16
9.1 STUDI KASUS Analisis Sensitivitas Kebijakan

Upload: meddydanial

Post on 17-Feb-2015

60 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: 9.1 Studi Kasus Analisis Sensitivitas Kebijakan.doc

9.1 STUDI KASUS

Analisis Sensitivitas

Kebijakan

Page 2: 9.1 Studi Kasus Analisis Sensitivitas Kebijakan.doc

Contoh 2 :

Strategi Jangka Panjang Peningkatan Ketahanan Fundamental Perekonomian Indonesia (oleh: Muhammad Tasrif, 1998, Studi Pembangunan ITB)

Dalam pidato pertanggungjawaban Mandataris pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (SU MPR) di Jakarta tanggal 1 Maret 1998 yang lalu, Presiden Soeharto mengatakan: “Ternyata ketahanan ekonomi kita tidak cukup kuat menghadapi pukulan dari luar. Di samping pengaruh luar, sebagian kesulitan yang kita derita adalah juga karena kelemahan dalam tubuh kita sendiri”.

Tulisan ini mencoba menjelaskan (secara struktural) dua hal yang dinyatakan oleh Presiden di atas menggunakan pendekatan berpikir sistem (system thinking). Pendekatan ini dipilih karena penjelasan struktural bersifat generatif (berkemampuan sangat tinggi untuk merancang kembali struktur sistem agar perilaku yang dihasilkannya sesuai dengan yang diinginkan). Mula-mula akan diterangkan struktur jangka panjang perekonomian Indonesia yang dominan, yang dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak akhir tahun 1997 yang lalu. Melalui pemahaman ini, kemudian, diajukan suatu strategi jangka panjang peningkatan ketahanan fundamental perekonomian Indonesia yang boleh jadi lebih dapat mempertahankan pertumbuhan jangka panjang ekonomi Indonesia secara berkelanjutan.

Struktur perekonomian Indonesia yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi

Struktur perekonomian Indonesia yang dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya krisis ekonomi yang kita alami sekarang ini dilukiskan dalam Gambar 1 di bawah ini. Struktur di sini hanya menggambarkan hubungan saling kebergantungan antar hal-hal yang dominan dalam beberapa lingkar sebab-akibat (causal loop atau feedback loop) yang saling terkait.

1

Page 3: 9.1 Studi Kasus Analisis Sensitivitas Kebijakan.doc

+Pinjaman Utang

Delay

+ + + Ekspor + Cadangan - Pembayaran

devisa utang

- + + Tabungan Impor Lingkar 3

(-)

Lingkar 1 + + (+) Investasi Lingkar 2

Produksi (-) + + + Kapital + + Kebutuhan Ketersediaan impor devisa -

Penanaman Kebutuhan modal + devisa asing (PMA)

Gambar 1 Struktur perekonomian Indonesia

Catatan:

1. Anak panah bertanda positif dapat berarti sebab akan menambah akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang sama (pengaruh yang lain terhadap akibat, kalau ada, dianggap tidak ada).

2. Anak panah bertanda negatif dapat berarti sebab akan mengurangi akibat atau sebab mempengaruhi akibat dalam arah perubahan yang berlawanan (pengaruh yang lain terhadap akibat, kalau ada, dianggap tidak ada).

2

Page 4: 9.1 Studi Kasus Analisis Sensitivitas Kebijakan.doc

Dalam Gambar 1 di atas terlihat adanya tiga lingkar sebab-akibat yang penting, yaitu: lingkar 1 yang bersifat positif (positive feedback) (Produksi – Tabungan - Investasi – Kapital – Produksi), lingkar 2 (terkait dengan lingkar 1 melalui investasi) yang bersifat negatif (negative feedback) (Investasi – Kebutuhan impor – Kebutuhan devisa – Ketersediaan devisa – Impor – Investasi), dan lingkar 3 (terkait dengan lingkar 2 melalui ketersediaan devisa dan impor) yang bersifat negatif (Ketersediaan devisa – Impor – Cadangan devisa – Ketersediaan devisa).

Dalam perspektif berpikir sistem (system thinking), lingkar sebab-akibat positif akan menghasilkan suatu perilaku pertumbuhan (growth) atau penurunan dengan cepat; sedangkan lingkar sebab-akibat negatif akan menghasilkan suatu perilaku pencapaian tujuan (goal seeking) yang merupakan suatu proses penyeimbangan (balancing process). Sebagai suatu contoh, apabila bunga tabungan yang kita peroleh setiap bulan ditabungkan kembali ke dalam tabungan sebelumnya, proses pembuatan keputusan ini membentuk suatu lingkar sebab-akibat positif. Tahun demi tahun (bila struktur itu terus dipertahankan), kita mengetahui, jumlah tabungan tersebut akan meningkat dengan cepat. Sistem pengendalian suhu ruangan, menggunakan mesin penyejuk (air conditioner), merupakan suatu contoh lingkar sebab-akibat negatif. Bila suhu ruangan yang diinginkan telah ditetapkan (sebagai suatu tujuan), suhu ruangan yang terjadi akan selalu bergerak menuju suhu yang telah ditetapkan itu, walaupun tiba-tiba terjadi gangguan (dalam batas-batas tertentu) dalam ruangan yang menyebabkan suhu ruangan menjadi berbeda dengan suhu yang diinginkan. Perbedaan suhu yang terjadi dengan suhu yang diinginkan inilah yang menggerakkan mesin penyejuk untuk bekerja, sedemikian rupa, mengembalikan suhu yang terjadi agar bergerak menuju ke suhu yang diinginkan (selalu berupaya menyeimbangkan atau menstabilkan ke suatu tujuan).

Lingkar 1 yang positif dalam Gambar 1 di atas merupakan mesin pertumbuhan (engine of growth) perekonomian Indonesia. Struktur ini merupakan mekanisme percepatan (accellerator) dalam teori pertumbuhan ekonomi. Investasi akan menambah kapital, kapital akan meningkatkan produksi, produksi akan meningkatkan tabungan, yang kemudian akan meningkatkan investasi kembali. Karena kemampuan menabung masih relatif rendah (belum cukup untuk menyediakan dana investasi yang dibutuhkan untuk suatu target pertumbuhan ekonomi yang tinggi), diperlukan tambahan dana investasi melalui penanaman modal asing (PMA) yang akan meningkatkan investasi. Struktur inilah yang dominan menghasilkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi sejak Orde Baru melaksanakan Pelita I tahun 1968 yang lalu dengan PMA yang meningkat pula. Tetapi perlu disadari, bila peningkatan PMA lebih kecil dari yang diharapkan, pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai pun akan lebih rendah dari targetnya.

Karena adanya keterbatasan kita dalam penguasaan teknologi, proses pertumbuhan itu membutuhkan barang modal dan bahan baku yang harus diimpor. Akibat keterbatasan teknologi ini, sadar atau tidak sadar, lingkar 1 yang positif itu (mesin pertumbuhan) terkait dengan lingkar 2 yang negatif. Lingkar 2 yang negatif ini akan selalu menyeimbangkan investasi (melalui pengaruh impor) dalam Gambar 1 di atas ke suatu tingkat yang sesuai dengan ketersediaan devisa yang ada (sifat suatu lingkar sebab-akibat negatif). Bila

3

Page 5: 9.1 Studi Kasus Analisis Sensitivitas Kebijakan.doc

ketersediaan devisa yang ada rendah, impor yang dapat dilakukan pun tidak akan memenuhi kebutuhannya. Akibat selanjutnya ialah investasi pun lebih rendah dari investasi yang diinginkan. Investasi yang rendah ini pada gilirannya akan menghambat proses pertumbuhan yang dibentuk oleh lingkar 1 terdahulu. Dengan demikian pada tingkat ketersediaan devisa yang rendah, lingkar 2 yang negatif ini bersifat akan menghambat pertumbuhan (lingkar 1). Agar keadaan ini tidak terjadi, atau dengan perkataan lain agar ketersediaan devisa tetap tinggi, diperlukan cadangan devisa yang cukup (lebih besar dari kebutuhannya). Untuk ini diperlukan pinjaman (luar negeri) dan peningkatan ekspor, seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 1 di atas (Ekspor dan Pinjaman mempengaruhi Cadangan devisa dengan tanda +, berarti ekpor dan pinjaman akan menambah cadangan devisa bila pengaruh yang lain terhadap cadangan devisa dianggap tidak ada). Perlu diperhatikan secara seksama (dalam Gambar 1), setiap pinjaman akan menambah akumulasi utang, dan pada gilirannya (setelah melalui delay) akumulasi utang ini harus dibayar, melalui Pembayaran utang dalam Gambar 1, yang mana pembayaran ini akan mengurangi (mengambil) cadangan devisa. Jadi pada awalnya setiap pinjaman akan menambah cadangan devisa, tetapi di kemudian hari pinjaman itu harus dibayar dan pembayarannya akan mengurangi cadangan devisa.

Upaya-upaya peningkatan ekspor relatif lebih sulit bila dibandingkan dengan upaya mencari pinjaman, karena upaya peningkatan ekpor berhadapan dengan sektor riil yang berkaitan erat dengan persaingan harga, kualitas produk; dan di samping itu diperlukan informasi yang akurat tentang permintaannya di pasar internasional. Hal inilah yang, boleh jadi, menyebabkan peluang ekspor yang ada sejak Pelita I sampai sekarang belum dimanfaatkan secara maksimal bila dibandingkan dengan upaya mencari pinjaman untuk meningkatkan cadangan devisa itu. Adanya mekanisme cadangan devisa ini menambah satu lagi lingkar sebab-akibat negatif (lingkar 3) dan sebagai akibatnya, sadar atau tidak sadar, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bergantung kepada pinjaman luar negeri. Hal ini terlihat jelas dari jumlah utang Indonesia (baik pemerintah maupun swasta) yang terus meningkat dari satu Pelita ke Pelita lainnya. Sekali terjadi gangguan yang menyebabkan anjloknya cadangan devisa itu (misalnya pada saat pembayaran utang ditambah kebutuhan impor lebih besar dari pinjaman ditambah ekspor), impor akan terbatas (lingkar 2), dan pada gilirannya akan menghambat pertumbuhan (lingkar 1).

Struktur perekonomian Indonesia seperti dalam Gambar 1 di atas itulah boleh jadi dapat menjelaskan pernyataan Presiden yang dikutip di awal tulisan ini : “Ternyata ketahanan ekonomi kita tidak cukup kuat menghadapi pukulan dari luar”. Struktur itu pun dapat digunakan untuk mendukung pernyataan Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam laporan tahunannya, hari Kamis tanggal 23 April 1998 yang lalu. Seperti yang dikemukakan ADB, penyebab yang pasti adalah kredit pinjaman dari swasta Indonesia, ditambah lagi bunga pinjaman asing komersial. Itu menambah beban utang jangka pendek. ADB mengemukakan, ketika kondisi keuangan mulai melemah Juli 1997, likuiditas terpaksa mulai diatur ulang guna menopang pertumbuhan manufaktur dan produk domestik bruto. “Sebagai konsekuensi macetnya kredit swasta yang jatuh bersamaan, beberapa kreditor asing menghentikan perpanjangan utang bagi perusahaan Indonesia dan otomatis jumlah penanaman modal menurun. Demikian pula terjadi tekanan pada nilai tukar rupiah yang terus-menerus melemah terhadap dolar AS”, demikian ADB. Dikaitkan dengan struktur perekonomian Indonesia

4

Page 6: 9.1 Studi Kasus Analisis Sensitivitas Kebijakan.doc

yang dilukiskan oleh Gambar 1 di atas, pada intinya penjelasan Presiden dan ADB tersebut menerangkan terjadinya penurunan cadangan devisa dan PMA. Penurunan cadangan devisa inilah yang membatasi impor dan pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di samping itu, penurunan PMA ikut berperan pula memperburuk keadaan ini

Kekhawatiran akan terjadinya krisis ekonomi ini (karena pertumbuhan ekonomi yang sangat bergantung kepada pinjaman luar negeri untuk mendukung impor) sebenarnya telah disadari sejak Pelita III yang lalu melalui pembentukan suatu kementrian dengan nama Mentri Muda Urusan Peningkatan Produksi Dalam Negeri yang dipimpin oleh Bapak Ginandjar Kartasasmita. Tujuan utama kementrian ini adalah mengurangi beban impor terhadap cadangan devisa melalui penggalangan upaya-upaya peningkatan penguasaan teknologi untuk mengurangi kebutuhan impor dalam perekonomian Indonesia. Upaya ini secara struktural terkait dengan struktur perekonomian Indonesia yang diuraikan terdahulu seperti yang dilukiskan dalam Gambar 2 berikut ini (sebagian struktur Gambar 1 yang terkait dengan upaya ini saja yang dilukiskan dalam Gambar 2).

5

Page 7: 9.1 Studi Kasus Analisis Sensitivitas Kebijakan.doc

Impor + Lingkar 3 (-) - Ketersediaan + Cadangan devisa devisa - Lingkar 2 (-) + Kebutuhan devisaInvestasi Lingkar 5 + + (+) + Impor Kebutuhan yang - impor diperkenankan

+ Penguasaan Lingkar 4 Keinginan untuk - teknologi (-) mengurangi impor +

Delay

Pengembangan + Rencana sumberdaya jangka panjang teknologi

Gambar 2 Struktur perekonomian Indonesia dengan pengembangan sumberdaya teknologi

Terlihat dalam Gambar 2 di atas, dengan adanya upaya mengurangi kebutuhan impor melalui penguasaan teknologi, struktur perekonomian Indonesia sebelumnya dilengkapi lagi dengan dua lingkar sebab-akibat yaitu: lingkar 4 yang bersifat negatif (Kebutuhan impor – Keinginan untuk mengurangi impor – Pengembangan sumberdaya teknologi – Penguasaan teknologi (melalui delay) – Kebutuhan impor) dan lingkar 5 yang bersifat positif (Kebutuhan impor – Kebutuhan devisa – Ketersediaan devisa - Impor – Cadangan devisa – Impor yang

6

Page 8: 9.1 Studi Kasus Analisis Sensitivitas Kebijakan.doc

diperkenankan – Keinginan untuk mengurangi impor – Pengembangan sumberdaya teknologi – Penguasaan teknologi – Kebutuhan impor).

Perlu diperhatikan, upaya menekan kebutuhan impor melalui pengembangan sumberdaya teknologi ini (agar ketersediaan devisa selalu cukup untuk menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi itu), relatif sulit dilaksanakan (menghadapi banyak hambatan), bila dibandingkan dengan upaya mencari pinjaman. Memperhatikan lingkar 4 (negatif) di atas, tempat pengembangan sumberdaya teknologi terkait dalam struktur perekonomian Indonesia, kesulitan (hambatan) tersebut mencakup lima hal yang perlu untuk dicermati. Pertama, keberhasilan upaya pengembangan sumberdaya teknologi untuk mengurangi kebutuhan impor membutuhkan waktu (delay) yang panjang bila dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencari tambahan pinjaman dari luar negeri. Kedua (mungkin yang sangat penting), pengembangan sumberdaya teknologi memerlukan kemampuan berpikir relatif sangat tinggi karena pengembangan itu melibatkan banyak pakar dan padat informasi. Ketiga, informasi yang digunakan sebagai basis untuk menentukan tingkat impor yang diperkenankan harus betul. Bila pemilihan basis informasi ini salah, lingkar sebab-akibat yang dapat terbentuk melalui impor yang diperkenankan ini malah justru dapat memperlemah kemampuan lingkar pengembangan sumberdaya teknologi untuk menurunkan kebutuhan impor. Keempat, pengembangan sumberdaya teknologi membutuhkan rencana jangka panjang yang tepat (menyangkut antara lain pengembangan sumberdaya manusia melalui pendidikan dan latihan, penelitian, dan kelembagaan). Dan yang kelima, yang sangat penting juga, ialah upaya menciptakan iklim yang memungkinkan berdirinya industri teknologi, sebagai perwujudan penguasaan teknologi, dan dalam iklim itu industri teknologi tersebut mempunyai kemampuan yang efektif untuk mengurangi kebutuhan impor (tidak ada monopoli, kolusi, ataupun nepotisme). Walaupun menghadapi banyak hambatan, justru dalam jangka panjang upaya pengembangan sumberdaya teknologi inilah merupakan ketahanan fundamental perekonomian Indonesia.

Kelima hambatan di atas itulah, boleh jadi, dapat menjelaskan pernyataan kedua Presiden yang dikutip di awal tulisan ini yang menyatakan bahwa sebagian kesulitan yang kita derita adalah juga karena kelemahan dalam tubuh kita sendiri. Kelemahan itu ialah, menurut penulis, ketidakmampuan kita memfungsikan secara benar lingkar sebab-akibat negatif pengembangan sumberdaya teknologi dalam struktur perekonomian Indonesia yang diuraikan terdahulu. Hal ini diindikasikan oleh antara lain : (1) terus meningkatnya trend rasio impor terhadap produk domestik bruto sejak Pelita I dan (2) tidak adanya lagi (sejak Pelita IV) kementrian yang khusus dan konsisten berupaya memfungsikan lingkar sebab-akibat pengembangan sumberdaya teknologi itu secara totalitas (memperhatikan kelima hambatan di atas). Kelemahan tersebut diperburuk lagi oleh penetapan tingkat impor yang diperkenankan, selama ini, berdasarkan cadangan devisa seperti yang dilukiskan dengan garis terputus-putus dalam Gambar 2 di atas. Penetapan dengan cara ini, secara sadar atau tidak sadar, telah membentuk lingkar 5 (+) seperti yang dilukiskan oleh Gambar 2 di atas. Perlu diperhatikan, lingkar 5 yang positif ini mempunyai perilaku memperlemah lingkar 4 yang negatif itu. Setiap kenaikan impor yang dibutuhkan akan ditanggapi oleh lingkar 4 yang negatif dengan upaya untuk menurunkannya (yang memerlukan waktu relatif panjang), justru akan ditanggapi sebaliknya oleh lingkar 5 yang positif itu (memacu lagi kenaikan

7

Page 9: 9.1 Studi Kasus Analisis Sensitivitas Kebijakan.doc

impor yang dibutuhkan itu dalam waktu relatif singkat). Jelaslah bahwa keberadaan lingkar 5 ini (penetapan tingkat impor yang diperkenankan berdasarkan cadangan devisa) akan selalu berupaya menghambat berfungsinya lingkar pengembangan sumberdaya teknologi (lingkar 4) untuk mengurangi kebutuhan impor. Berdasarkan uraian ini, menurut penulis, lingkar (struktur) pengembangan sumberdaya teknologi itu harus difungsikan sebagaimana mestinya (secara benar) agar terjadi suatu ketahanan fundamental perekonomian Indonesia.

Strategi jangka panjang peningkatan ketahanan fundamental perekonomian Indonesia

Secara implisit (dalam laporan tahunannya), ADB merekomendasikan tiga strategi jangka pendek yang perlu dipertimbangkan Indonesia untuk memperbaiki krisis ekonomi yang dialaminya, yaitu (1) menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, (2) reformasi sektor perbankan, dan (3) menyelesaikan persoalan utang swasta. Sangat perlu diperhatikan, strategi di atas hanya dapat menanggulangi krisis ekonomi Indonesia untuk jangka pendek saja. Artinya, setelah krisis ekonomi itu dapat ditanggulangi, krisis itu akan muncul lagi jika struktur fundamental ketahanan perekonomian Indonesia yang diuraikan sebelumnya tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Langkah reformasi yang telah disepakati Indonesia dengan Dana Moneter Internasional (IMF) pun, menurut penulis, hanya merupakan upaya-upaya jangka pendek untuk menanggulangi krisis ekonomi yang kita hadapi. Karena, secara umum, IMF memberikan pinjaman untuk memperbaiki posisi neraca pembayaran. Tetapi negara pasien (dalam hal ini Indonesia) harus bersedia melakukan kontraksi fiskal dan moneter agar tersedia surplus untuk menjamin pengembalian kembali hutang-hutang lama dan hutang tambahan dari IMF (ECONIT Advisory Group dalam Economic Outlook 1998: A year of correction, 4 November 1997). Dihubungkan dengan struktur perekonomian Indonesia yang dilukiskan dalam Gambar 1 dan Gambar 2 terdahulu, pada dasarnya rekomendasi ADB maupun upaya IMF hanya bertujuan menjaga kecukupan cadangan devisa Indonesia (untuk menopang pertumbuhan ekonominya) melalui pinjaman. Upaya ini, seperti yang telah diuraikan terdahulu, tidak menjamin pertumbuhan jangka panjang ekonomi Indonesia yang berkelanjutan. Oleh karena itulah, di samping upaya-upaya jangka pendek ADB dan IMF itu, Indonesia dengan kemampuannya sendiri harus berupaya dengan keras menyusun suatu strategi jangka panjang yang dapat meningkatkan ketahanan fundamental perekonomian Indonesia.

Strategi jangka panjang itu (berdasarkan pemahaman terhadap struktur perekonomian Indonesia yang diuraikan terdahulu), menurut penulis, haruslah merupakan upaya-upaya untuk memfungsikan secara benar lingkar (struktur keputusan) pengembangan sumberdaya teknologi. Adapun strategi itu adalah sebagai berikut ini.

1. Impor yang diperkenankan tidak ditetapkan berdasarkan cadangan devisa, tetapi ditetapkan berdasarkan ekspor yang ada (selalu lebih kecil dari ekspor). Dengan ini tidak ada lagi lingkar 5 positif yang selalu menghambat upaya menurunkan kebutuhan impor melalui pengembangan sumberdaya teknologi (lingkar 4 yang negatif). Hal ini wajar, karena pembelian barang dengan dolar AS (impor) seharusnya lebih rendah dari

8

Page 10: 9.1 Studi Kasus Analisis Sensitivitas Kebijakan.doc

perolehan dolar AS (ekspor). Selisih antara ekspor dengan impor itu akan berakumulasi dalam cadangan devisa yang dapat digunakan setiap saat bila dibutuhkan. Dengan ini pula tujuan atau target pengembangan sumberdaya teknologi menjadi jelas dan benar secara struktural.

2. Sejalan dengan butir 1 di atas, ekspor harus ditingkatkan terus dan produk yang diekspor haruslah produk yang kebutuhan impornya relatif kecil secara total.

3. Meniadakan iklim yang dapat menghambat terwujudnya industri teknologi (industri yang mampu mengurangi kebutuhan impor), antara lain seperti monopoli, kolusi, dan nepotisme; sebaliknya menciptakan iklim yang mendorong terwujudnya industri teknologi itu (adanya kepastian berusaha yang ditunjang oleh peraturan dan hukum).

4. Meninjau kembali rencana jangka panjang pengembangan sumberdaya teknologi yang ada, kemudian (kalau diperlukan, karena tidak ada) menambahkan rencana-rencana baru yang disusun berdasarkan pentingnya pengembangan itu dalam struktur perekonomian Indonesia secara menyeluruh seperti yang diuraikan terdahulu. Sebagai masukan penyusunan strategi ini, dapat dikaji suatu pemikiran tentang industri teknologi yang dikembangkan oleh Saswinadi Sasmojo dalam tulisannya yang berjudul Interaksi Teknologi dan Ekonomi dalam Proses-proses Pembangunan (makalah dalam Pertemuan ISEI dan PII di Jakarta 6 Oktober 1995, Pusat Penelitian Energi ITB).

Rujukan :

1. Senge, Peter M. The fifth discipline: the art and practice of the learning organization, Doubleday/Currency, New York 1990.

2. ECONIT Advisory Group. Economic Outlook 1998: A year of correction, 4 November 1997.

3. Sasmojo, Saswinadi. Interaksi Teknologi dan Ekonomi dalam Proses-proses Pembangunan, makalah dalam pertemuan ISEI dan PII di Jakarta 6 Oktober 1995, Pusat Penelitian Energi ITB, 1995.

9