90630070-indomie
DESCRIPTION
Indomie selerakuTRANSCRIPT
LAPORAN KUNJUNGAN
PRAKTIKUM HIGIENE DAN SANITASI
PT INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR Tbk
Oleh
RANY ANDESTI
05101003040
KELOMPOK VII
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, teknologi pangan pun ikut berpengaruh terhadap
perkembangan pengolahan bahan makanan sehingga banyak industri-industri yang mengolah
bahan makanan yang menggunakan teknologi canggih. Berkaitan dengan hal itu kami
mahasiswa DIII gizi poltekkes kemenkes tasikmalaya mengunjungi PT Indofood CBP
Sukses Makmur Tbk, berikut sejarah didirikannya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
Sebagai salah satu produsen mi instan terbesar di dunia, Divisi Mi Instan Indofood
senantiasa berada di posisi terdepan dalam industri mi instan Indonesia, dikenal atas
produknya yang berkualitas dan memiliki cita rasa yang tinggi dengan harga terjangkau.
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (dahulu PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, PT
Gizindo Primanusantara, PT Indosentra Pelangi, PT Indobiskuit Mandiri Makmur, dan PT
Ciptakemas Abadi) (IDX: ICBP) merupakan produsen berbagai jenis makanan dan minuman
yang bermarkas di Jakarta, Indonesia.
Perusahaan ini didirikan pada tahun 1990 oleh Sudono Salim dengan nama PT
Panganjaya Intikusuma. Pada tahun 1994 - Berganti nama menjadi PT Indofood Sukses
Makmur.Pada tahun 1995 - Mengakuisisi pabrik penggilingan gandum yaitu Bogasari.
Setelah Mengakuisisi pabrik penggilingan gandum Bogasari pada tahun 1997 - Mengakuisisi
80% saham perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, agribisnis serta distribusi.
Tahun 2005 - Membentuk perusahaan patungan dengan Nestlé, mengakui sisi perusahaan
perkebunan di Kalimantan Barat. Pada tahun 2006 - Mengakuisisi 55,0% saham perusahaan
perkapalan Pacsari Pte. Ltd. Kemudian pada tahun 2007 - Mencatatkan saham Grup
Agribisnis di Bursa Efek Singapura dan menempatkan saham baru. Pada tahun2008 -
Mengakuisisi 100% saham Drayton Pte. Ltd. yang memiliki secara efektif 68,57% saham di
PT Indolakto, sebuah perusahaan dairy terkemuka. Kemudian pada tahun 2009 - Memulai
proses restrukturisasi internal Grup CBP melalui pembentukan PT Indofood CBP Sukses
Makmur (ICBP) dan pemekaran kegiatan usaha mi instan dan bumbu yang diikuti dengan
penggabungan usaha seluruh anak perusahaan di Grup Produk Konsumen Bermerek (CBP),
yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Perseroan, ke dalam ICBP.
Pada tahun 2010 - Menyelesaikan restrukturisasi internal Grup CBP melalui
pengalihan kepemilikan saham anak perusahaan di Grup CBP dengan jumlah kepemilikan
kurang dari 100% ke ICBP dan melakukan Penawaran Saham Perdana yang dilanjutkan
dengan pencatatan saham ICBP di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 7 Oktober 2010.
Dalam beberapa dekade ini PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) telah
bertransformasi menjadi sebuah perusahaan Total Food Solutions dengan kegiatan
operasional yang mencakup seluruh tahapan proses produksi makanan, mulai dari produksi
dan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir yang tersedia di rak para pedagang
eceran.
B. Tujuan
Tujuan kunjungan ke pabrik PT INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR Tbk
adalah :
1. Untuk memperluas pengetahuan mengenai teknologi pangan khususnya pada pengolahan
bahan pangan setengah jadi
2. Untuk mengetahui proses pengolahan, pengemasan dan distribusi produk setengah jadi
mie instan
II. ISI
A. Pengadaan Bahan Makanan (bahan baku dan bahan tambahan )
Bahan baku (mie)
a. Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu
diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu
berfungsi membentuk struktur mie, sumber protein dan karbohidrat.
Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie
adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum)
dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam
jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap
penarikan sewaktu proses produksinya. Bahan-bahan lain yang digunakan
antara lain air, garam, bahan pengembang, zat warna, bumbu dan telur.
b. Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat, melarutkan
garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan
mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH
antara 6 – 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya
pH. Makin banyak air yang diserap, mie menjadi tidak mudah patah. Jumlah
air yang optimum membentuk pasta yang baik.
c. Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur mie,
meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mieserta mengikat air. Garam dapat
menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga pasta tidak
bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.
d. Putih telur akan menghasilkan suatu lapisan yang tipis dan kuat pada
permukaan mie. Lapisan tersebut cukup efektif untuk mencegah
penyerasewaktu digoreng dan kekeruhan saus mie sewaktu pemasakan.
e. Lesitin pada kuning telur merupakan pengemulsi yang baik, dapat
mempercepat hidrasi air pada terigu, dan bersifat mengembangkan adonan.
Bahan tambahan (Bumbu)
Garam
gula
penguat rasa
bubuk bawang putih
bawang merah
ekstrak ragi
perasa
merica
agen anti pengembang
B. Pemilihan bahan makanan
PT. Indofood Sukses Makmur TBK Bandung bekerja sama dengan beberapa
pemasok (supplier) yang ditunjuk untuk pengadaan bahan baku (raw material) dan
bahan pendukung lainnya. Adapun supplier-supplier yang ditunjuk untuk pengadaan
bahan baku dan bahan pendukung produksi mie instan dapat dilihat dibawah ini
No Material Supplier Lokasi1 Tepung terigu Bogasari Flour Mills Jakarta2 Minyak goreng Salim Ivomas Jakarta3 Bumbu PT. Food Ingredient
DevelopmentCikampek
C. Penyimpanan Bahan Makanan
Mie yang telah terbungkus rapi ditranport ke salah satu bagian pabrik
kemudian dengan menggunakan tenaga manusia kardus yang berisi mie ini disusun
diatas mesin bermotor pengangkiu barang yang kemudian akan dibawa ke gudang
yang telah diatur sirkulasinya. Sistem penyimpanan dan pengeluaran yaitu first in
first out yaitu barang yang duluan masuk digudang penyimpanan itu yang
didahulukan untuk dipasarkan.
D. Teknik Pengolahan yang digunakan
Ada tiga tahap penting dalam pengolahan mie instan sampai siap dipasarkan.
Tahap yang pertama yaitu tahap pendahuluan, tahap pembuatan, dan tahap terakhir
adalah penyimpanan.
1. Tahap pendahuluan
yaitu melakukan quality control yaitu dengan menyeleksi bahan-bahan yang
sesuai standar yang diinginkan oleh produsen contohnya terigu. Tujuan dari
proses ini adalah agar produk yang dihasilkan berkualitas dan tahan lama. Bahan
yang tidak memenuhi standar dikembalikan pada pihak produsen bahan.
2. Tahap kedua
Tahap kedua dalam proses produksi adalah pembuatan mie. Tahapan ini
terbagi menjadi enam peoses, yaitu:
a. Mixing yaitu mencampur bahan baku dengan cairan formula yang diaduk
menggunakan mesin pengaduk (mixer) hingga adonan tercampur rata
dengan tingkat kekenyalan yang sesuai untuk dibentuk. Dalam proses
mixing PT. Indofood Sukses Makmur TBK Bandung menggunakan sistem
Silo , yaitu Suatu proses penyupplian tepung terigu yang dilakukan secara
otomatis. Tepung terigu yang berasal dari gudang bahan baku dimasukkan
ke tangki penampungan (buffer) sebelum penimbangan berlangsung.
Kemudian tepung yang sudah disesuaikan jumlahnya/sudah diprogram
(sesuai dengan jenis mie yang akan diproduksi) secara otomatis masuk ke
dalam mixer.
b. Penggilingan yaitu membentuk adonan menjadi tipis. Penipisan adonan
mie terdapat dalam tiga ukuran dengan ketebalan yang berbeda. Penipisan
pertama adonan digiling dengan cukup tebal, penipisan kedua ukurannya
sudah lebih tipis dari yang pertama, dan yang terakhir penggilingan adonan
dengan ukuran yang tipis dengan ketebalan sekitar 2 milimeter.
c. Slicing (pengirisan), penyisiran dan penggelombangan yaitu adonan mie
yang sudah digiling tipis, diiris menjadi 8 bagian sesuai ukuran kemudian
adonen mie masuk kemesin yang didalamnya terdapat alat seperti sisir yang
membelah adonan menjadia bagian-bagian yang panjang dan bergelombang.
Sampai pada tahap ini beluma ada limbah yang dihasilkan.
d. Pengukusan. Adonan mie yang telah bebrntuk panjang dan bergelombang
digiring ke dalam mesinsteambox(pengukusan). Pada tahap ini dihasilkan
limbah berupa uap panas dan sedikit air yang terkadang menetes dari dalam
mesin.
e. Cutting (pemotongan) dan pelipatan yaitu mie yang telah dikukus tadi
dipotong dengan ukuran panjang yang telah diatur kemudian mie dilipat dua
sehingga berbentuk persegi panjang berlapis.
f. Friying (penggorengan) mie ditransport ke dalam mesin yang berisi minyak
goreng. Mesin penggorengan ini bentuknya tertutup. Proses ini
menghasiulkan limbah berupa sisa minyak.Pengolahn sisa minyak adalah
dengan menggunakannya kembali dengan cara penambahan dengan minyak
baru dan bahan kimia berupa TBH untuk menjaga kadar asam basa dan lemak
minyak serta tidak menimbulkan ketengikan. Proses penggunaan kembali
minyak oleh pihak produsen disebut sirkulasi minyak sehingga tidak terdapat
limbah sisa minyak yang dibuang.
g. Cooling (pendinginan) yaitu proses dimana mie yang telah digoreng
dengan suhu tinggi didinginkan menggunakan mesin pendingin agar mie
tidak perlu waktu yang lama untuk didiamkan sebelum dibungkus karena
suhunya telah disesuiakan dengan mesin ini. Limbah yang dihasilkan dapat
berupa limbah cair hasil pendinginan.
h. Wrapping Dan Packing setelah dilakukan proses cooling, mie akan di
wrapping dan packing. Wrapping merupakan pembungkusan mie dengan
kemasan yang sesuai dengan mie yang telah dibuat. Kemudian mie yang
telah dikemas diberi kode produksi dan tanggal kadarluarsa mie. Pada
packing mie yang telah terkemas dan diberi kode produksi, kemudian
ditumpuk pada karton kemasan sejumlah yang telah ditentukan, kemudian
mie diberi lakban. Tujuan dari pemberian kemasan adalah untuk melindungi
produk dari kotoran, debu dan penggangu lainnya yang dapat menurunkan
kualitas mie. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan adalah
kode produksi, mutu karton, kondisi pengeleman, berat rata-rata dan
cemaran. Adapun limbah yang dihasilkan berupa sisa kardus dan juga
dihasilkan mie yang hancur rusak (HP).
E. Peralatan yang digunakan ;
a. Mixer
b. Pengilingan
c. Mesin pemotong
d. Pengukus
e. Mesin pemotong
f. Mesin penggoreng
g. Mesin pendingin
h.Mesin pengemasan
F. Proses Pengolahan
Pada proses pengolhan mie instan terdapat tujuh tahapan yang harus dilewati,
meliputi Mixing (Pencampuran), Pressing (pengepresan). Slitting (pembentukkan
untaian), Steaming (pengukusan), cutting (pemotongan), frying (pengorengan),
cooling (pendinginan), wrapping/packing (pengemasan).
1. Mixing
Proses mixing adalah proses awal pada pengolahan mie. Pada tahap
ini tepung terigu yang sudah berada di alat mixer dicampurkan dengan air dan
bahan tambahan ( larutan alkali yang sudah dibuat sesuai dengan jenis mie
yang akan diproduksi ) agar menjadi suatu adonan. Air yang dicampurkan
harus sesuai, sehingga adonan tidak terlalu lembek atau terlalu keras. Pada
proses ini pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pengamatan terhadap
cemaran, jumlah alkali yang ditambahkan , jumlah penambahan air serta
kadar air pada adonan.
2.Pressing
Pada Proses Pengepresan (Pressing) adonan terigu beserta campurannya
dibentuk menjadi suatu lembaran. Adonan dilewatkan pada pressing roll yang
memiliki tingkat ketebalan yang berbeda-beda untuk mendapatkan lembaran
panjang dengan ketebalan tertentu yang sesuai dengan standart. Adonan yang
berjalan dari pressing roll pertama sampai dengan yang terakhir menyebabkan
bentuk lembaran semakin tipis hingga mencapai ketebalan tertentu sesuai
dengan jenis mie yang akan diproduksi. Pada Proses Pressing ini pemeriksaan
yang dilakukan yaitu untuk
mengetahui cemaran dan ketebalan untaian.
3. Slitting
Setelah melalui roll press , maka adonan mie akan dibentuk suatu untaian
dengan menggunakan alat sillter. Dengan mengatur kecepatan laju alat sillter
untaian akan lebih merapat. Jadi mie yang terbentuk terlihat lebih rapi, rapat
dan lebih padat. Kemudian adonan yang berbentuk untaian diubah menjadi
bentuk gelombang dengan menggunakan waving net.
Pemeriksaan yang dilakukan pada tahap ini adalah bentuk untaian dan bentuk
gelombang mie yang dihasilkan.
4. Steaming
Steaming merupakan proses pengukusan atau pemasakan mie menggunakan
uap panas yang dialirkan boiler ke dalam steam box. Pada tahap ini
berlangsung proses gelatinisasi. Gelatinisasi adalah proses penyerapan air
kedalam granula pati. Tujuan dari proses ini agar mie tergelatinisasi dengan
sempurna sehingga tekstur mie menjadi empuk dan elastis. Proses
pemeriksaan yang terjadi pada proses ini adalah pengukuran tekanan, suhu,
waktu steam, serta cemaran. Pengukuran tekanan menjadi hal yang penting
pada proses ini karena jika tekanan terlalu tinggi bisa menyebabkan mie
menjadi lengket dan waktu steaming juga berpengaruh
terhadap penetrasi panas dalam mie, jika waktu steaming semakin lama maka
panas yang berpenetrasi akan semakin baik dan merata.
5. Cutting
Setelah melakukan steaming, mie dibentuk menjadi bentuk segi empat
dengan proses cutting yang dilakukan dengan melewatkan mie pada alat cutter
yang bergerak dengan kecepatan tertentu sehingga ukuran panjang mie sesuai
dengan standart yang telah ditentukan. Pemeriksaan yang dilakukan pada
tahap ini adalah kecepatan cutter,panjang mie yang telah terpotong, berat mie
basah untuk setiap line serta
cemaran asing.
6. Frying
Proses Frying merupakan proses dimana mie yang telah disteam akan
digoreng menggunakan minyak goreng yang sebelumnya telah dilakukan
penyaringan dan pemanasan yang telah ditambahkan dengan antioksidan.
Tujuan dari proses ini adalah untuk menurunkan kadar air yang berasal dari
proses pengukusan (steaming).
Beberapa factor yang mempengaruhi proses penggorengan adalah kondisi :
minyak goreng, suhu dari luar ataupun dari alat-alat penggorengan,
temperature penggorengan serta waktu penggorengan. Parameter mutu yang
digunakan dalam proses ini adalah waktu
penggorengan, berat mie kering setiap jalur, susut mie, jumlah antioksidan
yang ditambahkan pada minyak serta menganalisa FFA (asam lemak bebas)
minyak goreng.
7. Cooling
Cooling atau proses pendinginan merupakan suatu proses dimana mie yang
telah melalui proses frying didinginkan/ ditiriskan di cooling box dengan suhu
tertentu. Tujuan dari proses cooling adalah untuk menurunkan suhu mie agar
mie pada saat dikemas tetap terjaga kerenyahannya . Tujuan lain dari proses
cooling ini juga untuk mengurangi kadar minyak yang dihasilkan dari proses
frying agar mie tidak berminyak.
2.7 Proses Pengemasan
PT. Indofood Sukses Makmur TBK Bandung memproduksi mie instan yang
terdiri dari 3 kelompok besar yaitu:
1. Bag noodles, yaitu mie instan dalam kemasan bungkus
2. Cup noodles, yaitu mis instan dalam kemasan cup yang dalam
penyajiannya cukup diseduh dengan menggunakan air panas
3. Mie telor, adalah produk mie yang dalam pengolahannya tidak
digoreng melainkan dikeringkan.
Setelah dilakukan proses cooling, mie akan di wrapping dan
packing.Wrapping merupakan pembungkusan mie dengan kemasan yang
sesuai dengan mie yang telah dibuat. Kemudian mie yang telah dikemas
diberi kode produksi dan tanggal kadarluarsa mie. Pada packing mie yang
telah terkemas dimasukkan kedalam karton dan diberi kode produksi,
kemudian ditumpuk pada karton kemasan sejumlah yang telah ditentukan,
kemudian mie diberi lakban. Tujuan dari pemberian kemasan adalah untuk
melindungi produk dari kotoran, debu dan penggangu lainnya yang dapat
menurunkan kualitas mie. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan
adalah kode produksi: mutu karton, kondisi pengeleman, berat rata-rata dan
cemaran.
2.8 Proses distribusi
Produk yang dihasilkan oleh PT. Indofood Sukses Makmur TBK Bandung
tidak hanya dipasarkan didalam negeri saja tetapi juga diekspor ke luar negeri
juga, seperti produk mie yang di ekspor ke kawasan ASEAN, Timur tengah,
Hongkong, Taiwan, Belanda, Ingris, Jerman, Australia, Amerika, sedangkan
kemasan yang digunakan disesuaikan dengan kondisi negara tersebut.
Dalam pemasarannya, grup distribusi Indofood memiliki jaringan distribusi
mi instan yang terluas di Indonesia, yang mana menembus sampai hampir ke
setiap sudut kepualuan. Jumlah titik stok (gudang) semakin diperbanyak
secara agresif sejak tahun 2005, sehingga mampu menyediakan penetrasi
pasar yang lebih luas melalui rantai suplai dan penghantaran. Gudang stok
ditempatkan pada area-area yang memiliki outlet retail yang banyak,
termasuk pasar tradisional, sehingga setiap gudang dapat melayani masing-
masing area geografis dalam waktu yang sesingkat mungkin. Produk mie dari
PT INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR Tbk dapat dibeli secara satuan
per bungkus, dapat juga dibeli dengan paket per 5 bungkus dan paket 1
kardus yang berisi 30 atau 40 bungkus indomie. Harga indomie relatif
ekonomis, di Indonesia pada tahun 2010,dihargai Rp. 1350,00 per
bungkusnya atau sekitar 10 sen dolar Amerika. Di Australia, tahun 2009
prodak dijual dengan harga 25 sen per bungkusnya atau AUD 10 untuk satu
kardus berisi 40 bungkus prodak, sedangkan di Amerika Serikat pada tahun
2009, prodak biasa dijual dengan harga 1 dolar per 3 bungkusnya, dan dapat
ditemukan di berbagai supermarket Asia seperti Lion Supermarket, Marina
Food, atau 99 Ranch,dll.
G. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah metode studi
pustaka dan observasi lapangan. kami mencari berbagai informasi yang berkaitan
dengan masalah yang akan diangkat, baik melalui referensi, jurnal hasil penelitian,
buku, internet dan berbagai sumber yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
Kami juga mengobservasi lapangan berupa survei ke kantin Fakultas Hukum dan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sebagai tempat pelasanaan aplikasi HACCP
produk pangan berupa nasi goreng. Pembahasan makalah ilmiah ini menggunakan
metode deskriptif yaitu pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat serta berfikir
deduktif dan induktif. Tujuan berfikir deduktif adalah suatu cara berfikir dengan
bertolak dari kenyataan yang bersifat umum dan menarik kesimpulan yang bersifat
khusus dan positif. Sedangkan berfikir induktif adalah suatu cara berfikir yang
bertolak pada pernyataan yang bersifat khusus dan menarik kesimpulan yang bersifat
umum.
H. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur
lakukan pada hari kamis, 12 April 2012.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah : 1) Kuali, 2) Kompor, 3)
Piring, 4) Pisau, 5) Sodet.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah : 1) Acar, 2) Bawang, 3)
Cabai, 4) Garam, 5) Kecap, 6) Kerupuk, 7) Minyak goring, 8) Nasi, 9) Telur.
C. Cara Kerja
Cara kerja dari praktikum ini adalah :
1. Setiap kelompok akan mengamati jenis pangan yang terdapat di kantin yang
berbeda.
2. Produk di Identifikasi secara menyeluruh meliputi nama produk, komposisi,
karakteristik, umur simpan, konsumen, cara pengolahan.
3. Diverfikasi bagan alir sebagai acuan dalam penetapan langkah-langkah
penerapan prinsip HACCP.
4. Dilaksanakan analisa identifikasi resiko bahaya terhadap produk (dibuat dalam
bentuk tabel dan penjelasan).
5. Diidentifikasi bahaya berdasarkan tiap-tiap proses.
6. Hasil analisa digunakan untuk ditetapkannya titik kendali kritis.
I. PEMBAHASAN
Praktikum metode HACCP digunakan untuk mengetahui dimana letak titik
kendali kritis pada nasi goreng. Tabel 1 menunjukkan bahwa analisis resiko bahaya
produk nasi goreng pada bahan baku memiliki tiga kategori resiko. Kategori resiko
bahaya I terdapat pada bahan baku berupa garam. Garam yang dipakai oleh kantin
Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) merupaka
garam lokal dengan proses tradisional tanpa pengolahan yang steril. Kategori resiko
bahaya II terdapat pada hampir semua bahan baku pembuatan nasi goreng kecuali
kerupuk, minyak goreng, nasi putih dan acar. Kategori resiko bahaya II merupakan
resiko bahaya yang berasal dari bahan yang memiliki sensitifitas yang rendah dari
kerusakan fisik, biologis atau kimia (Bahaya B) dan terjadinya kontaminasi baik dari
proses penjualan, maupun penanganan yang salah pada saat distribusi (Bahaya E).
Kategori resiko bahaya III terdapat pada bahan kerupuk, minyak goreng, dan
nasi putih. Bahan-bahan ini memiliki bahaya yang sama dengan kategori resiko
bahaya II yaitu bahaya B dan E dengan penambahan satu bahaya lagi yaitu bahaya
pencemaran yang terjadi ketika sebelum dikemas. Contohnya adalah penggunaan
minyak curah, Jika pedagang nasi goreng tidak teliti membeli minyak goreng di
pasar atau warung bisa tercemar polutan biologis, bisa berupa lalat atau nyamuk yang
mati karena minyak goreng dalam keadaan terbuka ketika disimpan. Hal ini dapat
berakibat minyak goreng tercemar ketika dikemas dalam kantong plastik bening
kiloan. Resiko bahaya terbesar (kategori resiko bahaya IV) terletak pada acar. Hal ini
disebabkan oleh acar memiliki bahaya A, B, D dan E. Acar yang kami pantau adalah
acar yang dibuat secara tradisional, tidak dikemas dan teknik pengolahannya belum
sesuai dengan HACCP produk pangan. (Widodo, 2006).
Resiko dari beberapa bahaya yang telah dikemukakan dapat dikendalikan
pada proses pengolahan berupa pembersihan, penumisan, penggorengan dan
pemanasan. Pembersihan dilakukan pada produk bumbu segar (kecuali penyedap
rasa) dilakukan sebelum proses penghalusan berupa pencucian dengan air yang
mengalir. Pencucian dengan air mengalir ini ditujukan untuk menghilangkan
pestisida maupun kotoran yang melekat pada bumbu akibat pestisida dan kotoran
terbawa air. Penumisan merupakan tindak pengandalian titik kritis. Hal ini
disebabkan penumisan merupakan proses pemasakan bumbu dengan energi panas
(kalor). Energi kalor yang tinggi dapat menghambat bakteri Bacillus cereus sebagai
patogen yang sering ditemui pada produk nasi goreng dapat menghasilkan toksin
yang membahayakan kesehatan tubuh. Penggorengan juga termasuk pengandalian
titik kritis. Hal ini disebabkan proses penggorengan membutuhkan energi kalor.
Proses penggorengan diaplikasikan untuk mengolah telur agar dapat
dikonsumsi. Penggorengan membuat protein (albumin) yang terkandung dalam telur
dapat dicerna oleh sistem pencernaan dan mencegah terjadinya infeksi virus flu
burung yang beberapa waktu lalu menjadi epidemi di Indonesia dan beberapa negara
di Asia. Pemanasan diaplikasikan ketika nasi goreng tidak segera dikonsumsi
sehingga nasi goreng dalam keadaan dingin. Pemanasan kembali ditujukan untuk
mencegah kontaminasi patogen Bacillus cereus yang mungkin terkontaminasi
kembali, sehingga pemanasan dapat dikategorikan sebagai penanggulangan titik
kritis. (Widodo, 2006).
J. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan :
Kesimpulan yang dapat diperoleh, setelah melakukan survei adalah :
1. Analisis resiko bahaya produk nasi goreng di kantin Fakultas Hukum dan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik memiliki empat kategori resiko yaitu karakteristik
bahaya I, II, III dan IV dengan variasi empat bahaya A, B, D, dan E.
2. Tahap pembersihan, penumisan, penggorengan dan pemanasan merupakan
tindakan penanggulangan titik kritis (CCP).
3. Produk nasi goreng mengandung hampir semua bahan sensitif terhadap bahaya
biologis seperti nasi putih, bawang putih, bawang merah, acar, kerupuk, telur,
cabai kecuali garam
4. Analisis bahaya dilakukan pada produk makanan diperlukan untuk mendapatkan
penanganan dan pencegahan titik kritis agar makanan yang dikonsumsi aman dan
menyehatkan
Saran :
Praktikum HACCP yang telah kami lakukan di kantin Fakultas Hukum dan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menunjukkan sangat pentingnya aplikasi
HACCP dalam pengolahan makanan. Oleh karena itu, kami menghimbau kepada
semua lapisan masyarakat di lingkungan Universitas Sriwijaya maupun masarakat
luas agar mengawasi, mengayomi melaksanakan proses HACCP produk makanan di
kantin-kantin yang ada di Universitas Sriwijaya maupun tempat-tempat yang menjual
aneka makanan dimana saja. Hal ini ditujukan untuk menjamin produk makanan
yang kita konsumsi aman dan menyehatkan
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar. 2003. Mutu Karkas Ayam Hasil Pemotongan Tradisional dan Penerapan HACCP. Jurnal Litbang Pertanian, Vol. 22, No.1; 31-39. (Online). (http//www.google/wongpordjo.com, diakses pada tanggal 11 April 2012).
Anonim. 2008. HACCP. (Online). (http//www.google/akabogor.com, diakses pada tanggal 11 April 2012).
Anonim. 2008. Nasi Goreng. (Online). (http//www.wikipedia.com, diakses pada tanggal 11 April 2012).
Departemen Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2005. Data Kasus Keracunan Pangan Tahun 2005. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah : Semarang.
Dewanti, R dan Hariyadi. 2006. Sistem Manajemen keamanan Pangan Modern Berbasis Resiko. Proceeding Seminar Nasional PATPI, 2-3 Agustus 2006. Yogyakarta; 127-132.
Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya Dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point ). Jurnal Kesehatan Lingkungan Universitas Airlangga, 1(2); 183-190.
Widodo dan S.Y, Rudimah. 2006. Respon Konsumen Terhadap Pemberitaan Ditemukannya Formalin Pada Produk Pangan Olahan. Jurnal.
LAMPIRAN
Hasil
Identifikasi Produk
A. Nama : Nasi goreng
B. Komposisi
Bahan Utama : Nasi putih
Bahan Bantu :
1. Bawang merah 6. Cabai
2. Bawang putih 7. Kecap
3. Penyedap rasa 8. Kerupuk
4. Minyak goreng 9. Acar
5. Telur 10. Garam
C. Karakteristik : Semi kering, struktur butiran (butiran nasi),
bentuk sudut curah.
D. Umur Simpan : 12 jam
E. Konsumen : Segala umur dan jenis kelamin (tidak cocok untuk
bayi, balita, kurang cocok untuk manula diatas 65
tahun, kurang cocok untuk penderita penyakit
tertentu dan masa penyembuhan).
F. Konsumsi : Setelah ditumis dengan bumbu, dikonsumsi
dengan lauk pauk atau lalapan. Dipanaskan
kembali jika nasi goreng tidak segera dikonsumsi
G. Cara Pengolahan :
Seluruh bahan bantu kecuali minyak goreng, telur, kecap, acar dan kerupuk
yang telah disiapkan dan dibersihkan kemudian dihaluskan menjadi satu dalam
pengadonan, setelah itu adonan ditumis hingga harum. Masukkan nasi putih dan
campurkan bumbu dengan pengadukan serta diberi kecap. Nasi goreng siap
dikonsumsi bersama telur goreng, acar dan kerupuk.
Penetapan Bagan Alir
BUMBU (BAWANG PUTIH, BAWANG MERAH, CABAI, GARAM,PENYEDAP RASA)
NASI BUMBU MASAK KECAP
TELUR
NASI GORENG ACAR
KERUPUK
TELUR GORENG
PENGHALUSAN
PENUMISAN
PENGGORENGAN
PENGADUKAN
PEMANASAN
PEMBERSIHAN
NASI GORENG
Identifikasi Resiko Bahaya
Tabel 1. Analisis Resiko Bahaya Nasi goreng
Produk\Bahan Kolompok bahan Ya (+), Tidak (0) Kategori Resiko
A B C D E F
Bahan utama
Nasi putih 0 + 0 + + 0 III
Bahan Bantu
a. Minyak goreng 0 + 0 + + 0 III
b. Bawang Merah 0 + 0 0 + 0 II
c. Bawang putih 0 + 0 0 + 0 II
d. Kecap 0 + 0 0 + 0 II
e. Telur 0 + 0 0 + 0 II
f. Penyedap rasa 0 + 0 0 + 0 II
g. Cabai 0 + 0 0 + 0 II
h. Kerupuk 0 + 0 + + 0 III
i. Acar + + 0 + + 0 IV
j. Garam + 0 0 0 0 0 I
Penetapan Titik Kendali Kritis
Tabel 2. Penetapan Titik Kendali Kritis (CCP) Melalui Tahapan Proses
No Tahapan proses Q1 Q2 Q3 Q4 CCP
1 Penerimaan bahan baku no no - - No
2 Pembersihan yes yes yes no Yes
3 Pencucian yes yes yes no Yes
4 Penumisan yes yes yes no Yes
5 Pemanasan yes yes yes no Yes
Keterangan:
Q1: Apakah bahaya telah dikendalikan oleh Program Kelayakan Teknis Unit
Pengolahan (Persyaratan teknik sanitasi dan higiene serta cara pengolahan yang
baik dan benar)? (Bila yes/no teruskan analisa pada Q2).
Q2: Apakah ada tindakan pencegahan terhadap bahaya pada tahap tersebut? (Bila
yes teruskan analisa pada Q3, bila no maka stop bukan titik penegndalian kritis).
Q3: Apakah pada tahap tersebut memang dirancang khusus untuk mencegah atau
mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya sampai pada tingkat yang masih
dapat diterima? (Bila yes merupakan Titik Pengendalian Kritis, bila no teruskan
analisa pada Q4).
Q4: Apakah kontaminasi dari bahaya yang telah diidentifikasi melewati tingkat
yang diperkenankan atau dapat meningkat sehingga melebihi batas yang
diperbolehkan?
Tabel 3. Critical Control Point (CCP) Untuk Bahan Mentah
No Bahan Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 CCP
1 Bawang merah Ya Ya Bukan CCP
2 Bawang putih Ya Ya Bukan CCP
3 Garam Ya Ya Bukan CCP
4 Acar Ya Ya Bukan CCP
5 Penyedap rasa Ya Ya Bukan CCP
6 Telur Ya Ya Bukan CCP
Keterangan :
Pertanyaan 1. Apakah bahan mentah mungkin mengandung bahan berbahaya ? (mikrobiologi, kimia, dan fisika)
Pertanyaan 2. Apakah penangganan/pengolahan termasuk cara mengkonsumsi dapat menghilangkan atau menggurangi bahaya?
Dokumentasi :