8.bab viii (kajian transportasi)-internal 3 juni 09
TRANSCRIPT
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Transportasi Batubara
BAB VIII. KAJIAN ASPEK PENGANGKUTAN BATUBARA
8.1. Tinjauan Umum
Lokasi tambang batubara PT.Karya Bumi Baratama, secara geografis terletak hampir di
tengah-tengah pulau Sumatera. Untuk itu perlu dilakukan kajian atau tinjauan terhadap
alternatif-alternatif pengangkutan batubara ke pelabuhan. Untuk efesiensi, tentunya
diperlukan rute jarak pengangkutan yang sependek mungkin. Letak pantai terdekat yang
kemungkinan dapat dijadikan pelabuhan terletak di sisi barat dan timur pulau sumatera.
Pengangkutan ke arah barat sumatera melalui propinsi Bengkulu sangat sulit dilakukan
karena harus melalui Bukit Barisan yang morphologinya sangat terjal. Dibanding sisi
barat, rute ke sisi timur relatif lebih baik dipandang dari segi morphologi daratan karena
relatif lebih datar namun jaraknya relatif sangat jauh. Alternatif pengangkutan batubara
ke arah ini, dapat menggunakan infrastruktur yang telah ada sejauh memungkinkan,
atau sama sekali harus membuat infra struktur baru, atau kombinasi dari keduanya.
Pada prinsipnya, pengangkutan batubara ini setidaknya harus memenuhi syarat adanya
jaminan kemanan, efesiensi, efektivitas dan kontinuiitas. Karena letaknya yang sangat
jauh ke lokasi pelabuhan, maka berbagai alternatif angkutan batubara yang mungkin
dapat dilaksanakan perlu dikaji lebih mendalam terutama dari aspek teknis dan
perhitungan biayanya.
8.2 Tinjauan alternatif pengangkutan
Ada beberapa alternatif yang mungkin dapat dikaji untuk dipilih sebagai jalan untuk
pengangkutan batubara dari ROM stockpile ke Pelabuhan Penjualan.
ALTERNATIF I : Sarolangun - Lubuklinggau - Palembang
Batubara diangkut dari Sarolangun menggunakan jalan darat dengan dump truk sampai
di Lubuklinggau, yang dilanjutkan dengan angkutan kereta api sampai di Palembang.
Jalan darat yang dilalui ini adalah jalan negara, kapasitas tonase 24 ton, konstruksi jalan
aspal, terdapat jembatan timbang milik Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan.
Truk yang lewat dengan angkutan khusus (batubara), harus memiliki dispensasi khusus
dari Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan. Untuk itu perlu surat Ijin Perjalanan
Angkutan Khusus yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan
VIII - 1
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Transportasi Batubara
dan Propinsi Jambi. Surat ijin diproses selama 3 bulan dengan biaya dispensasi sebesar
Rp 2.500.000,-/truk.
Alternatif ini mempunyai beberapa permasalahan yang dihadapi, yaitu :
a) Terdapat jembatan dengan kapasitas desain 40 ton, sehingga hanya bisa dilalui
maksimal oleh 2 buah truk batubara secara bersamaan. Untuk itu diperlukan
peningkatan kapasitas jembatan baja lintas Sumatera Bagian Barat dalam waktu
6 bulan dengan biaya Rp 16.000.000.000,-/jembatan
b) Pada saat memasuki Kota Lubuk Linggau dan Kabupaten Musi Rawas terjadi
perpindahan lintas jalan dari jalan negara menuju jalan kabupaten/kota. Untuk
menggunakan jalan kabupaten terdapat beberapa aturan, yaitu :
- Jalan menuju Stasiun Lubuk Linggau tidak dapat melewati Kota Lubuk
Linggau dan harus memutar melewati jalan Kabupaten Musi Rawas lebih
kurang 3 km.
- Terdapat pungutan retribusi angkutan jalan di Kota Lubuk Linggau dan dan
Kabupaten Musi Rawas sebagai berikut :
Perda Nomor 42 Tahun 2003 tentang Retribusi Angkutan di Kota Lubuk
Linggau mensyaratkan truk dengan angkutan khusus (2 Gandar)
dikenakan retribusi sebesar 2 x Rp 3.750, - = Rp 7.500,- / truk untuk
sekali lewat sehingga untuk satu trip dibutuhkan biaya sebesar Rp
15.000,-
Perda retribusi angkutan di Kabupaten Musi Rawas menetapkan bahwa
unuk angkutan khusus dengan volume yang cukup besar dan banyak
dikenakan biaya sewa jalan sebesar Rp 500.000,- / truk per sekali lewat.
- Kondisi di Stasiun Lubuk Linggau saat ini tidak tersedia lahan untuk stock
pile, untuk itu dibutuhkan pembangunan stock pile yang berlokasi lebih
kurang 3 km ke arah Stasiun Bahan Bakar Pertamina (saat ini kondisi lintas
kereta api ke Pertamina cukup baik).
Terkait permasalahan butir b) di atas, perlu ada solusi dan pekerjaan tambahan sebagai
berikut.
VIII - 2
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Transportasi Batubara
1) Peningkatan jalan kota Lubuk Linggau sepanjang 1 Km lebar 9 m selama 3
Bulan dengan biaya Rp 900.000.000,-
2) Peningkatan jalan kabupaten Musi Rawas sepanjang 2 km lebar 9 m selama 3
bulan dengan biaya Rp 1.800.000.000,-
3) Biaya untuk sewa Dump Truck Kapasitas 8 ton Rp 191.512,60,- per jam (belum
termasuk bahan bakar dan oli sebesar Rp 1.200,-/km).
4) Biaya retribusi untuk sekali perjalanan/trip Rp 1.015.000,-/truk
5) Sewa tanah seluas 5 hektar adalah Rp 75.000.000,-/hektar/tahun untuk
mengatasi permasalahan stock pile.
Dari aspek teknis, penggunaan fasilitas jalan negara (jalan umum) yang ramai dan relatif
sempit, nampaknya akan sangat sulit untuk dapat memenuhi tuntutan akan kelancaran
transportasi batubara secara kontinu, dan apalagi dalam jumlah yang sangat besar yaitu
> 8 juta ton per tahun atau >27.000 ton per hari. Dengan Dump truck 12 ton,
diperkirakan akan dibutuhkan >2000 rate truck setiap hari (ini akan sangat padat). Hal
lain terkait dengan transportasi alternatif ini, adalah adanya faktor ketergantungan
dengan pihak luar (eksternalitas) sangat tinggi, dan juga adanya kemungkinan protes
keberatan dari masyarakat atas gangguan keramaian transportasi batubara dan
gangguan pencemaran lingkungan karena debu akan sangat mungkin terjadi.
ALTERNATIF II : Sarolangun-Lubuklinggau menggunakan rel KA, disambungkan
dengan sistem angkutan KA Lubuk Linggau – Palembang yang sudah ada.
Untuk alternatif ini, perusahaan (PT. KBB) harus membangun sendiri Lintas rel KA dari
Stockpile Tambang - Sarolangun - Karang Gianyar - Tugu Mulyo – Niling sepanjang +
150 km, yang akan disambungkan dengan rel PT.KAI (lintas Lubuk Linggau Lahat) yang
ada sekarang. Pembangunan Infrastruktur yang diperlukan terkait dengan alternatif ini,
adalah :
a. Pembebasan lahan : 150 km x 40 m
b. Pembuatan jalan KA : 150 km
c. Pembuatan emplasement
d. Pembuatan sistem persinyalan
VIII - 3
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Transportasi Batubara
e. Pembuatan jembatan
f. Pembuatan perlintasan
Lintas Sarolangun-Lubuk Linggau :
Biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan jalur KA dari Sarolangun – Lubuk Linggau
sepanjang 150 km ini diperkirakan sebesar Rp 27.208.510.000,-/km dan memerlukan
waktu konstruksi selama 5 tahun dengan total biaya kurang lebih Rp.4 triliun. Konsep ini
sejalan dengan Rencana Jangka Panjang-Menengah (RPJM) Pembangunan Kabupaten
Musi Rawas untuk program tahun 2005-2011 bidang transportasi, Program
Pembangunan Perkeretaapian di Kabupaten Musi Rawas. Program Pemerintah ini
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan angkutan umum dengan biaya murah dan
lancar.
Lintas Lubuk Linggau – Palembang :
Lintas ini menggunakan rel KA milik PT. KAI Divisi Regional III Sumatera selatan yang
sudah ada (merupakan jalan Lintas kereta api di Sumatera Selatan), yang terdiri dari :
Lintas Raya : yang menghubungkan Lubuk Linggau (Km 549+448) - Muara
Enim (Km 396+093) dengan panjang 153,355 km.
Lintas Babaranjang/Raya:
- Lintas Babaranjang /Raya menghubungkan Muara Enim (Km 396+093) -
Prabumulih X.6 (Km 21+530) sepanjang 74,563 km.
- Lintas Raya Prabumulih X.6 (Km 21+530) - Kertapati Palembang (Km 400+102)
sepanjang 78,572 km.
Kondisi lintasan kereta api ini adalah :
- Lintas Raya Lubuk Linggau - Muara Enim menggunakan rel R-52 (Berat Jenis Rel
52 kg/m).
- Lintas Babarajang/Raya Muara Enim - Prabumulih X.6 menggunakan rel R-100.
- Pada lintas Lubuk Linggau - Kertapati Palembang, kegiatan angkutan yang tersedia
sampai saat ini adalah :
VIII - 4
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Transportasi Batubara
a) KA BBM Pertamina yang menghubungkan Stasiun BBM Pertamina Lubuk
Linggau - Stasiun BBM Pertamina Kertapati Palembang sebanyak minimal 2
kali dalam seminggu.
b) KA Barang sebanyak 1 kali seminggu.
c) Lintasan Lubuk Linggau - Muara Enim dengan kondisi yang ada sekarang ini
dapat dilewati kereta api sebanyak 20 trip per hari.
d) Lintasan Muara Enim - Palembang terdapat 8 KA penumpang.
e) Kondisi rel R-100
f) Pada lintasan Muara Enim - Prabumulih X.6 melintas juga KA Babaranjang
(Batubara Rangkaian Panjang) PT. Batubara Bukit Asam dengan jurusan
Tambang PT.BA TLS I/II/III - Muara Enim - Prabumulih X.6 - Baturaja -
Kotabumi - Tanjungkarang - Tarahan (Km 6+821) - RCD PT.BA.
g) Pada lintasan ini beroperasi pula angkutan batubara milik PT. BA yang
menghubungkan Tambang PT.BA TLS I/II/III - Muara Enim - Prabumulih X.6 -
Prabumulih - Stock Pile PT. BA di Stasiun Kertapati Palembang.
Kondisi lintasan kereta api ini adalah :
- Untuk lintas Lubuk Linggau - Muara Enim perlu dilakukan
penggantian jembatan.
- Pelurusan lengkungan rel pada beberapa lokasi.
- Mengganti rel dengan R-100 (minimal)
- Mengganti bantalan rel.
- Stock Pile di Stasiun Lubuk Linggau tidak tersedia dan harus dibuat
baru dengan pilihan yaitu :
Ke arah Stasiun Bahan bakar Pertamina Lubuk Linggau
Atau membangun rel baru ke arah Niling lebih kurang 15 km.
Biaya Pembangunan jalan KA per km Rp 27.208.510.000,-/km
selama 3 tahun dengan biaya 408 Milyar.
Untuk Stasiun Kertapati Palembang :
- Stasiun Kertapati Palembang yang berada di pinggir sungai Musi
tidak tersedia lahan untuk Stock Pile. Yang ada adalah Stock pile
milik PT. BA dengan jumlah terbatas.
- Kondisi Sungai Musi pada musim kemarau surut tetapi masih dapat
dilewati tongkang dengan kapasitas 18.000 ton (ditarik 3 tug boat),
VIII - 5
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Transportasi Batubara
direkomendasikan tongkang dengan kapasitas 15.000 ton (Untuk itu
diperlukan ijin lewat di bawah Jembatan Sungai Musi dari Dinas
Perhubungan Propinsi Sumatera Selatan.
- Kemungkinan lokasi Stock Pile adalah di sekitar Jembatan Musi 2
(dengan skenario pembuatan jalur KA baru).
Dari aspek teknis, pilihan terhadap jalur transportasi ini nampaknya bisa dilaksanakan
namun faktor eksternalitas masih sangat tinggi. Pengelolaan jalur transportasi ini masih
100% dikendalikan oleh PT.KIAI. Di samping itu, waktu pembangunan jalur rel KA
Sarolangun – Lubuk Linggo membutuhkan waktu 5 tahun dan harus berkoordinasi
dengan PT.KAI, dan diperkirakan akan banyak kendali yang mempengaruhi kelancaran
pembangunan sehingga rawan untuk tidak menepati target waktu penyelesaian. Di
samping itu, biaya konstruksi sebesar Rp 4. triliun nampaknya terlalu mahal.
ALTERNATIF III : Pembuatan jalan baru dari Sarolangun langsung ke pesisir timur
pantai Sumatera.
Pembuatan jalur baru dengan pengangkutan menggunakan Truk Gandeng 2 dengan
kapasitas angkut sangat besar (120 ton) untuk menekan biaya angkut. Jalur ini langsung
dari Sarolangun menuju ke pesisir pantai timur Sumatera, namun masih di wilayah
Propinsi Jambi. Di Kabupaten Sarolangun, jalur ini melintasi Kecamatan Pauh.
Selanjutnya lintasan dapat melewati sisi timur Kecamatan Muarabulian Kabupaten
Batanghari, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kecamatan Kumpeh Ilir Kabupaten Muara
Jambi, dan berakhir di pesisir Teluk Licin Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung
Jabung Timur. Panjang lintas ± 200Km dengan jumlah jembatan ± 20 buah.
ALTERNATIF IV : Pembuatan rel KA baru Sarolangun langsung ke pesisir timur
pantai Sumatera.
Sama dengan alternatif III di atas, namun menggunakan Rel Kereta Api, jalur alternatif
ini langsung dari Sarolangun menuju ke pesisir pantai timur Sumatera, namun masih di
wilayah Propinsi Jambi. Di Kabupaten Sarolangun, jalur ini melintasi Kecamatan Pauh,
selanjutnya lintasan dapat melewati sisi timur Kecamatan Muarabulian Kabupaten
Batanghari, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kecamatan Kumpeh Ilir Kabupaten Muara
Jambi, dan berakhir di pesisir Teluk Licin Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung
VIII - 6
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Transportasi Batubara
Jabung Timur. Panjang lintas ±180Km dengan jumlah jembatan ± 20 buah. Pola
pembangunan, mungkin dapat bekerjasama dengan Pemda dalam hal penyediaan
lahan dengan kompensasi Pemda dapat memungut retribusi, misalnya $ 0.5 per ton
batubara. Kelebihan kapasitas penggunaan jalur, oleh perusahaan PT. KBB dapat
dikerjasamakan untuk dapat dipakai oleh perusahaan lain, dengan kompensasi mereka
membayar biaya penggantian. Setelah umur tambang habis, jalur diserahkan kepada
Pemda dan menjadi milik Pemda.
8.3 Rekomendasi alternatif pengangkutan
Dari ulasan tersebut di atas dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1) Alternatif I, penggunaan fasilitas jalan negara tidak direkomendasikan untuk
dipilih terutama karena tidak memenuhi untuk transportasi batubara dalam
jumlah besar, dan rawan diprotes masyarakat dengan alasan mengganggu dan
pencemaran lingkungan akibat debu akibat lalu-lintas dump truck.Alternatif I,
penggunaan fasilitas jalan negara untuk jangka pendek sampai dengan
pembangunan jalan tambang sendiri masih diumungkinkan, namun kurang
sesuai untuk transportasi batubara dalam jumlah besar.
2) Alternatif II dengan melibatkan pembangunan jalan KA yang baru dianggap juga
tidak layak, karena pembangunan memerlukan waktu yang sangat lama dan
biaya yang sangat mahal (pembangunan rel kereta ± 150km dari Sarolangun ke
Lubuklinggo diperlukan waktu ± 5 tahun dengan biaya ± 4 trilyun). Jadi, alternatif
ini tidak direkomendasikan.
3) Alternatif III, yaitu alternatif membangun sendiri jalan tambang khusus untuk
transportasi batubara dari Sarolangun menuju ke pantai timur Sumatera dapat
direkomendasikan untuk dipilih, namun perlu mempertimbangkan beberapa hal
sebagai berikut :
a. Pembebasan lahan, selebar 60 m x 200 km,
b. Izin dari gubernur dan bupati setempat
VIII - 7
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Transportasi Batubara
c. Disarankan untuk membuat sebuah format kerjasama saling
menguntungkan antara perusahaan dan pihak Pemda. Misalnya Pemerintah
daerah membantu dalam penyediaan lahan dan perusahaan membangun
jalan dengan biaya sendiri. Sebagai kompensasinya, Pemda mendapatkan
hak memiliki jalan, dan selama digunakan oleh perusahaan untuk
transportasi batubara, berhak memungut semacam retribusi jalan, misalnya
$ 0.5 /ton, dan selanjutnya setelah umur tambang habis, dapat digunakan
untuk mendukung percepatan pembangunan di daerahnya.
4) Alternatif IV, yang polanya hampir sama dengan alternatif III, hanya yang
dibangun adalah jalur Rel kereta api khusus untuk pengangkutan batubara,
dapat direkomendasikan untuk dikaji khusus sebelum dipilih, namun perlu
mempertimbangkan beberapa hal, antara lain:
a. Pembebasan lahan, selebar 50 m x 200 km,
b. Izin dari gubernur dan bupati setempat
c. Ijin dari Departemen Perhubungan
d. Disarankan untuk membuat sebuah format kerjasama saling
menguntungkan antara perusahaan dan pihak Pemda. Misalnya Pemerintah
daerah membantu dalam penyediaan lahan dan perusahaan membangun
Rel KA dengan biaya sendiri. Sebagai kompensasinya, Pemda
mendapatkan hak memiliki jalan, dan selama digunakan oleh perusahaan
untuk transportasi batubara, berhak memungut semacam retribusi jalan,
misalnya $ 0.5 /ton, dan selanjutnya setelah umur tambang habis, dapat
digunakan untuk mendukung percepatan pembangunan di daerahnya.
e. Perlu pengkajian khusus terutama aspek teknis dan juga aspek legal dan
ekonomi. Jika dikerjakan sendiri, mungkin biaya konstruksi dapat menjadi
lebih murah.
VIII - 8
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Transportasi Batubara
VIII - 9