896_a2

11

Click here to load reader

Upload: jon-land

Post on 13-Aug-2015

22 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 896_A2

KEMUDAHAN IMPLEMENTASI REKONSTRUKSI BATAS DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI

INDONESIA

Tjahjo Arianto

Kepala Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Jawa Timur.

T.Aris Sunantyo

Staf pengajar jurusan Teknik Geodesi FT-UGM

ABSTRAK

Kadaster merupakan kegiatan dalam rangka pendaftaran tanah dalam suatu kawasan, menyajikan dan memberikan informasi secara sistematis melalui gambar bidang demi bidang tanah, jelas letak batas-batasnya dalam suatu peta hasil survei lapangan. Pendaftaran tanah merupakan suatu proses pencatatan dan pemberian informasi tentang pemilikan tanah, penggunaan tanah dan status pemilikan. Kadaster dengan kekuatan bukti merupakan suatu kadaster dengan pembuktian batas-batas bidang-bidang tanah melalui peta-peta, batas–batas bidang tanah tersebut ditetapkan di dalamnya sebagai batas-batas sah menurut hukum. Peta-peta kadaster sebagai peta-peta yang mempunyai kekuatan bukti. Kadaster dengan kekuatan bukti merupakan suatu kadaster dengan pembuktian batas-batas bidang-bidang tanah melalui peta-peta, batas–batas bidang tanah tersebut ditetapkan di dalamnya sebagai batas-batas sah menurut hukum. Pemberian kekuatan bukti pada peta-peta kadaster dengan undang-undang hanya dapat dipertanggungjawabkan bila dipenuhi dua syarat 1). Batas-batas diukur dan dipetakan pada peta-peta kadaster merupakan batas-batas sebenarnya dan 2). Batas-batas diukur dan dipetakan pada peta-peta kadaster harus dapat ditetapkan kembali (rekonstruksi kembali) di lapangan sesuai dengan keadaannya pada waktu batas-batas itu ditetapkan dan diukur.

Masalah utama dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah ialah: Bagaimana penyelenggaraan pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum ?.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 35 ayat (5) pemanfaatn teknologi elektronik canggih dapat digunakan untuk sarana penyimpanan data / warkah sehingga rekonstruksi batas bidang tanah atau titik-titik ikat peta kadaster utamanya menggunakan stasiun aktif berupa CORS. Secara sinergis akan mempermudah penyelesaian persoalan persengketaan masalah pertanahan di Indonesia.

Kata kunci : Batas, Pendaftaran tanah, kadaster, peta kadaster, kekuatan bukti, rekonstruksi , kepastian hukum, dan implementasi. Pendahuluan

Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral Beberapa fungsi BPN antara lain (http://www.bpn.go.id/tentangbpn.aspx#visimisi) : a). Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan.

Page 2: 896_A2

b). Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. c). Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah., salah satu tugas tersebut berupa pelyanan pendaftaran tanah. Sesuai dengan ke tiga fungsi tersebut maka implementasi pendaftaran tanah menjadi sangat penting. Pendaftaran tanah merupakan suatu proses pencatatan dan pemberian informasi tentang pemilikan tanah, penggunaan tanah dan status pemilikan.Kegiatan pendaftaran tanah harus bisa menjamin kepastian hukum hak atas tanah, pemanfatan dan peralihan haknya. Penyelenggaraan pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum apabila pendaftaran itu memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Harmanses, 1981): 1. Peta-peta kadaster dapat dipakai untuk rekonstruksi di lapangan dan menggambarkan batas sah menurut hukum; 2. Daftar umum yang membuktikan pemegang hak terdaftar di dalamnya sebagai pemegang hak sah menurut hukum; 3. Setiap hak dan peralihannya harus didaftar Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 mengatur kadaster : 1. pengumpulan dan pengolahan data fisik merupakan kegiatan pengukuran dan pemetaan meliputi: pembuatan peta dasar pendaftaran; penetapan batas-batas bidang tanah; pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran; pembuatan daftar tanah dan pembuatan surat ukur. 2.Pembuktian hak dan pembukuannya. Kadaster merupakan kegiatan dalam rangka pendaftaran tanah dalam suatu kawasan, menyajikan dan memberikan informasi secara sistematis melalui gambar bidang demi bidang tanah, jelas letak batas-batasnya dalam suatu peta hasil survei lapangan. Tiap-tiap bidang tanah memberi informasi tentang luas bidang tanah, pemiliknya, penggunaan tanahnya, nilai tanahnya dan segala atribut di atasnya. Kadaster diadakan untuk kepastian hukum dari letak, batas-batas serta luas bidang-bidang tanah hak, oleh karena itu pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah harus diselenggarakan secara teliti, batas-batas serta letak bidang tanah itu harus setiap waktu dapat ditetapkan kembali atau direkonstruksi kembali di lapangan. Kadaster dengan kekuatan bukti merupakan suatu kadaster dengan pembuktian batas-batas bidang-bidang tanah melalui peta-peta, batas–batas bidang tanah tersebut ditetapkan di dalamnya sebagai batas-batas sah menurut hukum. Peta-peta kadaster demikian disebut sebagai peta-peta mempunyai kekuatan bukti. Batas Bidang Tanah

Berbicara mengenai batas selalu diawali dengan ceritera sejarah bebrapa abad sebelum masehi tenatng petatni-petani Mesir di lembah subur sungai Nil. Para petani Mesir di sekitar sunagi Nil selalu kesulitan untuk menemukan kembali (rekonstruksi) batas-batas tanahnya akibat tersapu banjir.

Persoalan serupa tentang rekonstruksi batas bidang tanah yang terjadi di Indonesia hingga masih sangat sering dihadapi. Paska letusan Gunung Galunggung di Jawa barat yang mengakibatkan leleran lahar yang telah menyapu bersih batas-batas bidang tanah. Tsunami di Aceh pada bulan desember tahun 2004 telah meluluh

Page 3: 896_A2

lantakkan Banda Aceh yang mengakibatkan ribuan korban meninggal dunia, luka-luka, penduduk yang homless. Akibat tsunami tersebut juga telah menyapu hamper semua kenampakan batas-batas bidang tanah dan juga titik dasar teknik. Gempa yang telah mengguncang propinsi DIY dan sebagian wilayah propinsi Jawa tengah pada tanggal 27 Mei 2006 telah menelan ribuan korban manusia baik yang meninggak maupun luka-luka dan ribuan penduduk telah kelihalang rumahnya dan juga di beberapa lokasi ditemui batas-batas bidang tanah telah bergeser atau hilang. Problem rekonstruksi batas bidang senantiasa akan sering dihadapi bangwa Indonesie mengingat wilayah Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam geologi (gempa bumi teknonik, longsor, letusan gunung api). Persoalan rekonstruksi batas bidang tanah juga akan mengemuka khususnya di derah-daerah yang berkembang sangat pesat untuk pembangunan infrastruktur dan utilitas berupa jalan, jembatan dan saluran (air dan kabel) yang kadang-kadang berakibat bergeser, rusak atau hilang titik-titik ikat peta kadaster atau titik-titik dasar teknik. Pemberian kekuatan bukti pada peta-peta kadaster dengan undang-undang hanya dapat dipertanggungjawabkan bila dipenuhi dua syarat sebagai berikut:

1. Batas-batas diukur dan dipetakan pada peta-peta kadaster adalah batas-batas sebenarnya. Batas-batas diukur dan dipetakan pada peta-peta kadaster hanya dapat dianggap batas sebenarnya, jika batas-batas itu telah mendapat persetujuan dari pihak-pihak bersangkutan. Pihak-pihak bersangkutan, dalam hal ini pemilik tanah dan para pemilik tanah berbatasan, penetapan batas-batas itu dengan sendirinya harus dilakukan di lapangan oleh pejabat Pemerintah bersama-sama pemilik tanah dan dengan persetujuan pemilik tanah berbatasan. Penetapan batas tersebut disebut penetapan batas secara kontradiktur (contradictoire delimitatie, Subekti dan Tjitrosoedibjo). Kedua belah pihak dalam hal penetapan batas bidang tanah terdiri dari pemilik tanah dan para pemilik tanah berbatasan, jadi bisa beberapa pihak. Setelah pihak-pihak tersebut tidak saling membantah, maka batas bidang tanah dapat ditetapkan ( diukur). Data ukuran sebagai data otentik tersebut disimpan sebagai arsip hidup sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai alat bukti apabila dikemudian hari terjadi sengketa batas. Jika penetapan batas-batas tidak dapat ditetapkan secara kontradiktur, maka penetapan batas tersebut harus dilakukan dengan keputusan hakim.

2. Batas-batas diukur dan dipetakan pada peta-peta kadaster harus dapat ditetapkan kembali (rekonstruksi kembali) di lapangan sesuai dengan keadaannya pada waktu batas-batas itu ditetapkan dan diukur. Dengan kemajuan Ilmu Geodesi, maka syarat kedua itu sudah tidak merupakan persoalan sulit lagi(Harmanses, 1981)

Batas bidang tanah secara hukum merupakan bidang permukaan menetapkan diawalinya dan diakhirinya pemilikan tanah seseorang, pada umumnya permukaan ini vertikal dapat disamakan dengan suatu tirai tergantung dari atas sehingga siapapun melewatinya dari satu sisi ke sisi lain, berarti melewati hak pemilikan satu ke hak pemilikan lainnya. Suatu batas sah merupakan permukaan tipis dalam keadaan sangat kecil merentang dari pusat bumi ke atas dan pada dasarnya merupakan suatu konsep abstrak (United Nations Economic Commission for Europe, 1996). Menurut buku “Land Administration Guidelines” diterbitkan oleh United Nations sekurang-kurangnya ada tiga konsep tentang ‘batas pasti’ atau ‘batas umum’. Di Indonesia saat ini pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 secara jelas

Page 4: 896_A2

menganut konsep ‘fixed boundary (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Gambar batas bidang dan titik ikat peta kadastera dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Batas-batas bidang tanah dan titik ikat

Dari gambar 1 dapat dilihat antara lain batas bidang tanah berupa bulatan kecil yang ada di setiap sudut bidang tanah (pada land use) dan sudut banguan serta titik control dengan digambarkan berupa segitiga kecil. Dari gambar 1 juga menampakkan batas-batas yang lain berupa jalan dan lain-lain.

Sertipikat sebagai surat tanda bukti hak dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2c) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 ditetapkan sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan demikian, sertipikat yang diberikan kepada pemegang hak yang terdaftar dalam daftar buku-tanah mempunyai kekuatan bukti.. Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 mengatur bahwa surat-ukur merupakan kutipan dari peta-pendaftaran maka peta-peta pendaftaran (peta kadaster) mempunyai kekuatan bukti pula. Sebelum sebidang tanah diukur, terlebih dahulu diadakan penyelidikan riwayat bidang tanah itu dan penetapan batas-batasnya oleh suatu Panitia yang dibentuk oleh Menteri Agraria atau pejabat yang ditunjuk olehnya. Jika ada perselisihan tentang batas antara beberapa bidang tanah yang letaknya berbatasan atau perselisihan tentang siapa yang berhak atas sesuatu bidang tanah, maka Panitia harus berusaha menyelesaikan hal itu dengan yang berkepentingan secara damai. Jika usaha tersebut gagal, maka yang berkepentingan dalam perselisihan batas maupun dalam perselisihan tentang siapa yang sesungguhnya berhak atas bidang tanah itu, dapat mengajukan hal itu ke muka hakim untuk mendapatkan putusan siapa yang berhak dan letak batas-batasny (Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961). Berdasarkan pasal 11 Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1961 bahwa batas merupakan hal yang sangat vital setelah dilakukan penyelidikan riwayat bidang tanah, dan harus dilakukan pengukurannya sebagai bagain yang tak terpisahkan dari alat pembuktian yang kuat. Oleh karena itu perlu dicari berbagai langkah atau metode yang mudah namun tetap dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis.

Page 5: 896_A2

Identifikasi Masalah

Dari uraian pendahuluan di atas tentang implementasi pendaftaran tanah di Indonesia persoalan tentang rekonstruksi batas bidang tanah yang berfungsi sebagai titik-titik ikat peta kadaster diperlukan prosedur dengan menggunakan teknologi positioning yang bisa mengatasi persoalan tersebut secara kesalahan akibat human error minimal, cepat, rasional, dan dapat dipertanggung jawabkan. Salah satu teknologi positioning tersebut berbasis teknologi:pada satelit GNSS, optis-elektronis, robotik dan teknologi informatika. Peraturan terkait sangat erat dengan penyelesaian rekonstruksi batas dan titik-titk menggunakan acuan salah satu butir penyempurnaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 antara lain: memanfaatkan teknologi elektronik canggih untuk sarana penyimpanan data / warkah (optical disk, micro film). Data hasil rekaman elektronik tersebut dapat mempunyai kekuatan pembuktian setelah ditandatangani pejabat dan dibubuhi Cap Kantor Pertanahan (Pasal 35 ayat (5)). Berdasarkan atas identifikasi masalah tersebut di dalam makalah ini akan disampaiakan tentang teknologi positioning berupa CORS.

Teknologi Positioning

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 pasal 35 ayat 5, bahwa teknologi elektronik canggih sebagai sarana untuk melakukan perkaman elektronik yang mempunyai kekuatan pembuktian ada beberapa sarana teknologi yang berkembang sangat pesat utnuk positioning antara lain teknologi: Total Station, satelit GPS (metode absout dan relative) dan satelit GNSS (untuk CORS dan IGS). Total Station Teknolgi Total Station adalah teknologi dengan basis elektronis. Posisi target yang diperoleh dengan cara mengukur jarak dengan memanfaatkan gelombang elektromagnetik, jarak yang diperoleh berupa jarak miring, datar dan vertika (dengan memasukkan data sudut vertical). Selain itu juga diukur arah mendatar antar dua target sehingga diperoleh sudut horizontal. Dari data jarak datar dari tempat total station ke target dan sudut horizontal serta koordinat tempat total station maka koordinat setiap target akan bisa dihitung. Bahkan sekarang sudah berkembang untuk pointing sudah menggunakan robotic artinya Total station akan mengidentifikasi dan mencari target untuk dibidik secara otomatis menggunakan sensor sehingga pembidikan akan dilakukan secara otomatis. Real-Time Kinematic (RTK) Positioning Teknologi satelit GPS diawali peluncurannya sejak tahun 1989. Teknologi positioning dengan metode absolute dan relative. Perkembangan teknologi GPS meliputi hard ware (receiver), soft ware (commercial dan scientific) dan aplikasinya. Penentuan posisi dengan memanfaatkan gelombang GPS telah berkembang sangat pesat terutama untuk metode relative khususnya Differential Global Positioning System (DGPS). Teknologi DGPS untuk setiap unit receiver yang berfungsi sebagai rover secara real time diperoleh adalah Real Time Kinematik (RTK). Secara diagramatis penentuan posisi dengan GPS dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Page 6: 896_A2

Prinsip penentuan posisi secara relative yang memanfaatkan data fase (RTK) atau pseudo-range (DGPS secara real time atau paska pengukuran). Metode RTK dapat dijelaskan sebagai berikut.

Gambar 2. Pengamatan Real Time Kinematic (RTK)–GPS yang terdiri atas base station dan rover station

Survei metode RTK terdiri atas base dan rover station, dengan receiver yang ada base station tidak berubah posisi antenanya selama melakukan pengukuran sedang receiver yang berfungsi sebagai rover dipindah-pindahkan sesuai untuk positioning yang direncanakan. Receiver yang ada di base dan rover station harus selalu memperoleh signal GPS selama melakukan pengukuran, korekasi diferensial dipancarkan dari base station ke rover station menggunakan fasilitas RTCM. Survei GPS untuk pengamatan RTK sangat sering digunakan untuk pekerjaan mapping hingga saat ini, dan seperangkat harware untuk pengamatan RTK disajikan pada gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Seperangkat base (kiri) dan rover station (kanan) RTK-GPS Persoalan utama yang dihadapi pada survei GPS dengan metode RTK adalah kualitas dan kemampuan penerimaan koreksi diferensial dan jarak dari base station ke rover station.

Page 7: 896_A2

Rizos dan Cranenbroeck (2006) menyatakan bahwa semakin jauh jarak antara base ke rover station (kurang dari 20 Km) maka kualitas penerimaan koreksi diferensial semakin berkurang (less precision). Kualitas koreksi diferensial dipengaruhi oleh orbit error, ionospheric dan tropospheric signal refraction Roberts dkk (2004). Teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS) Untuk Stasiun Aktif

Beberapa negara maju telah meluncurkan satelit yang digunakan untuk positioning antara lain Global Positioning System, GLONASS dan GALILEO. Seiring dengan perkembangan teknologi dan elektronika telah dikembangkan suatau receiver yang mampu menangkap beberapa geombang satelit secara simultan GPS (setelit yang dikelola dan diluncurkan oleh Amerika Serikat), GLONASS (satelit yang dikelola dan diluncurkan oleh Rusia) dan GALILEO (satelit yang dikekola dan diluncurkan oleh komunitas Negara-negara Eropa). Receiver tersebut disebut sebagai receiver GNSS. Receiver yang berbasis satelit GNSS saat ini telah berkembang dengan pesat dan banyak digunakan oleh barbagai Negara untuk berbagai keperluan positioning pada stasiun aktif berupa fasilitas International Global Navigation Satellite System Services (IGS) atau Continuously Operating Reference Stations (CORS). IGS adalah satalh satu fasilitas layanan kepada user untuk memberikan koreksi keslahan orbit dan kesalahan sistem pencatat waktu. Pada umumnya IGS digunakan untuk keperluan yang bersifat scientific, misalnya studi plate tectonic movement, total electronic content, pemodelan orbit satelit, dan lain-lain. Sedangkan CORS pada umumnya digunakan untuk berbagai kepentingan praktis (engineering purposes). Teknologi CORS berkembang mengingat keperluan positioning metode RTK terkendala kualitas koreksi diferensial yang semakin menurun terhadap jangkauan jarak dan juga waktu yang digunakan untuk akuisisi data terutama setting up receiver di base station. Maunder,2007 mengemukakan bahwa pengoperasian CORS bisa menggunakan satu atau beberapa stasiun referensi GNSS yang beroperasi secara terus menerus (24 jam tidak terputus). Sistem CORS terdiri atas satellite navigation positioning technology, modern computer management technology and internet technology. Sistem ini akan melangkapi secara otomatis dengan diversifikasi data pengamatan satelit GNSS (Carrier phase dan Pseudo-range), koreksi diferensial, status informasi dan hal-hal yang berhubungan dengan informasi GNSS (Roberts, dkk, 2004). Teknologi CORS secara diagramatis dapat dilihat seperti pada gambar 4.

Page 8: 896_A2

Gambar 4. Metode relative positioning dengan teknologi CORS

Teklnologi CORS, sebagai base station terdiri atas (Maunder,2007): 1). fxed station 2). temporary station.

Fiexed station pada umumnya diinstall di suatu bangunan yang secara permanent dapat difungsikan dan memenuhi syarat sebagai stasiun aktif CORS. Sedangkan temporary station pada umumnya tempatkan bangunan yang dalam jangka waktu tertentu akan dipindah atau tidak difungsikan lagi sebagai base station karena berbagai pertiimbangan teknis dan administrative.

Teknologi CORS terdiri atas 2 sistem utama, system yang ada di base station sebagai stasiun referensi dan system yang ada di rover station sebagai user. Koneksi antara base staion dan rover station menggunakan jaringan internet tanpa kabel. Kedudukan base station sebagai fixed station, beroperasi selama 24 jam dan memperoleh koneksi jaringa internet secara terus menerus. Fungsi base station adalah menagkap gelombang satelait GNSS, menyimpan raw data gelombang satelit GNSS kedalam server dan memberikan korekasi diferensial kepada setiap user yang login dengan server yang ada di base station. Sedangkan rover station melakukan akuisisi data satelit GNSS dan melakukan login menggunakan GPRS/CDMA, akses via jaringan internet ke base station untuk memperoleh korekasi diferensialnya. Hasil positioning di setiap rover station akan dapat diperoleh secara real time maupun post processed. Beberapa provider mobile IP networks di Indonesia antara lain : indosat, telkomsel, XL, Telkom, Smart Telecom, Bakrie telecom dll Beberapa mobile IP networks yang tersedia dan ada dipasaran (Lintaka, 2004) antara lain:

1. GSM (Global System for Mobile Communication) dgn frequensi 1800 s/d 1900 MHz band.

2. GPRS (General Packet Radio Service),dengan GPRS, transmisi data mobile bisa lebih cepat menjadi 115.000 bps menggunakan infrastruktur GSM yang sudah ada.

3. CDMA (Code Division Multiple Access)

Page 9: 896_A2

4. EDGE (Enhanced Datarate for Global Evolution) UMTS (Universal Mobile Telephone System) dengan frequensi 1900 MHz sampai 2025 MHz dan 2110 MHz sampai 2200 MHz

Kebutuhan minimal untuk penyelenggarakan teknologi CORS 1. Perangkat yang ada di base station antara lain : monument yang diinstall

antenna aktif, receiver GNSS, power supply (arus AC), Pc Server,MODEM, UPS & Genset,aksesories untuk backup data dll, software (down load data, menganalisis dan mengolah data satelit GNSS data streaming, koreksi diferensial ke rover station dll), dan IP public yang bias diakses via WIFI setiap user.

2. Jaringan internet yang ada di base dan rover station dan dapat digunakan untuk mengirimkan dan menerima semua data dari dan ke semua unit layanan yang memerlukan. Koneksi internet sebaiknya dengan bandwith yang lebar dan beroperasi selama 24 jam tanpa terputus seiring dengan jumlah client yang dilayani,

3. Perangkat yang ada di rover station : antenna, receiver GNSS, power supply DC smodem, dan unit penympan data geolombang satelit GNSS.

Gambar antenna yang ada di base station dan unit rover station dapat dilihat pada gambar 4 sebagai berikut.

Gambar 5. Antena pada base station (kiri) dan receiver,antenna dan modem pada rover station (kanan)

Implementasi Stasiun Aktif CORS Untuk Rekonstruksi Batas di BPN Fasilitas yang mengimplementasi teknologi CORS pada rekonstruksi batas (bidang tanah dan titik-titik dasar teknik) dalam pendaftaran tanah di Indonesia menggunakan acuan gambar 3 dan gambar 4. Unit Base Station. Di dalam unit base station dipilih salah satu gedung yang ada kompleks perkantorran kantor BPN kabupaten/kota. Antena diinstall secara permanent di atas gedung yang

Page 10: 896_A2

dipilih dengan syarat utama obstraksinya dan multipathnya minimum (lihat gambar 4 sebelah kiri), catu daya antenna berfungsi selama 24 jam terus menerus. Sinyal dari antena dihubungkan ke server yang ada didalam gedung. Server tersebut digunakan untuk menympan raw data, data streaming dan layanan data ke setiap rover station. Server difungsikan untuk selalu bias koneksi ke jaringan internet yang bias diakses oleh setiap user menggunakan IP public. Di dalam server diinstall berbagai software untuk OS, down load data, koreksi diferensial, data streaming dan berbagai layanan yang dibutuhkan oleh para user CORS. Unit Rover Station. Receiver pada unit rover diaktifkan untuk menangkap gelombang satelit GNSS dan jaringan koneksi internet untuk memperoleh koreksi diferensial dari base station erupa DGPS(Dammalage, dkk,2006) ataupun NTRIP (Lenz, 2004). Mengingat kualitas koreksi untuk CORS efektif untuk jarak sekitar 50 Km (Maunder, 2007), jika beberapa rover yang melebihi jarak 50 Km dari base station, maka diperlukan temporary CORS yang diinstall di gedung pemerintah yang mempunyai fasilitas pendukung power supply dan jaringan internet spt pada base station ((Maunder, 2007). Untuk beberapa base station yang telah diinstall di beberapa kantor BPN yang saling berdekatan (stasiun-stasiun CORS yang saling berdekatan antar BPN kabupaten dan kota) sehingga membentuk jaringan CORS disebut sebagai VRS (Virtual Reference System Maunder, 2007). Jika VRS bias dilakukan maka kokoreksi diferensial yang diperoleh para user akan lebih teliti dari pada hanya memproleh koreksi diferensial dari satu base station. Hal tersebut seperti pembangunan VRS yang ada di daerah New Soth Wales, Australia, seperti pada gambar 6 di bawah ini. Kesuksesan implementasi rekonstruksi batas pada pendaftaran tanah di Indonsia tergantung beberapa factor antara lain :

1. Kualitas koneksi internet yang akan sangat berpengaruh terhadap layanan data streaming koreksi diferensial dari base station ke rover station,

2. Jumlah base station, semakin banyak base station maka kualitas koreksi diferensial akan semakin akurat,

3. Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mengoperasikan unit yang ada di base dan rover station, setidaknya yang disediakan paham tentang teknologi GNSS dan komunikasi data via internet,

4. Kualitas perangkat keras di base station (server, modem, antenna, receiver dll) dan rover station (antenna, modem, unit penyimpan data dll),

5. Perangkat yang ada pada server antar lain hard disk, memory, power supply (AC dan atau DC), UPS, genset, modem dan lain-lain.

Kesimpulan

1. Semua Data yang ada di base dan rover station disimpan dalam bentuk digital sehingga mudah untuk pengelolaan rekonstruksi batas bidang tanah dan titik-titik ikat peta kadaster.

2. Pelaksanaan rekonstruksi dapat dilakukan setiap saat (tidak harus pada jam kerja kerja kantor).

3. Data yang disimpan di dalam server dapat diakses oleh semua kantor pertanahan di seluruh Indonesia via jaringan internet.

Page 11: 896_A2

4. Teknologi CORS yang diadopsi untuk mengimplemntasikan rekosntruksi batas bidang tanah dan titik-titik ikat peta kadaster telah merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Daftar pustaka

Dammalage, T.L., Srinuandhe, P., Samarakoon, L., Susakee, J., and Srisahakit, T., 2006, Potential Accuracy and Practical Benefits of NTRIP Protocol Over Conventional RTK and DGPS Observation Methods, Geoinformatics Center, Asian Institute of Technology, Klong Luang, Pathumthani, Thailand., www.google.com., tanggal akses 18 Desember 2007

Hale, M., Collier, P. & Kealy, A., 2005, Developing a Model for CORS Network Management, Proceedings of the International Symposium on GPS/GNSS, Hong Kong.

Harmanses,1981, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Direktorat Jenderal Agraria, http://www.bpn.go.id/tentangbpn.aspx#visimisi diakses pada tanggal 25 Mei 2009

Lenz, E., 2004, Networked Transport of RTCM via Internet Protocol (NTRIP) – Application and Benefit in Modern Surveying Systems, Trimble GmbH, Germany., www.google.com., tanggal akses 15 Desember 2007

Lintaka, L., 2004, Keamanan dalam Jaringan GPRS, Departemen Teknik Elektro, ITB, Bandung

Maunder, D, 2007, An investigation into the establishment of a Continuously Operating GPS Reference Station at Dubbo City Council, Central West NSW. University of Southern Queensland, Faculty of Engineering and Surveying, Australia.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftara Tanah, Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Pasal 14.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Rizos, C. & Van Cranenbroeck, J., 2006, Alternatives to Current GPS-RTK Services

and some Implications for CORS Infrastructure and Operations, Paper Presented At The FIG Conference, Munich, Germany, 8-13 October.

Roberts, C., Zhang, K., Rizos, C., Kealy, A. And Ge, L.,2004, Improved Atmospheric Modelling For Large Scale High-Precision Positioning Based On GNSS CORS Networks In Australia, Journal Of GPS, 3,(1-2), 218-225.

United Nations Economic Commission for Europe, 1996, Land Administration Guidelines, New York and Geneva.