88446818 pengolahan limbah pabrik kelapa sawit
DESCRIPTION
koTRANSCRIPT
Pengolahan Limbah Pabrik Kelapa Sawit
Limbah dari pabrik kelapa sawit terbagi dalam dua golongan, yaitu limbah padat (Sludge)
dan limbah cair. Berikut merupakan gambar dari limbah pabrik kelapa sawit.
A. Limbah Padat (Sludge) Kelapa Sawit
Limbah padat dari pabrik kelapa sawit merupakan hasil samping dari pengolahan kelapa
sawit yang berbentuk padat, antara lain :
1. Tandan Kosong
Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) merupakan salah satu
produk samping pabrik kelapa sawit
yang jumlahnya sangat melimpah.
Dalam satu hari pengolahan bisa
dihasilkan ratusan ton TKKS.
Diperkirakan saat ini limbah TKKS
di Indonesia mencapai 20 juta ton.
TKKS tersebut memiliki potensi
untuk diolah menjadi berbagai macam produk. Beberapa potensi pemanfaatan TKKS
antara lain untuk kompos, pulp, bioetanol, dan lain-lain. Namun, sebelumnya TKKS
perlu diolah terlebih dahulu.
Berikut cara pengolahan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) :
a. Kompos
TKKS yang masih utuh berukuran cukup besar. Ukuran TKKS ini diperkecil dengan
menggunakan mesin cacah. Setelah TKKS keluar dari pabrik, langsung dicacah
dengan mesin cacah berkapasitas besar, seperti terlihat di dalam foto di bawah ini.
Setelah melewati mesin cacah ini ukuran TKKS menjadi lebih kecil, kurang lebih 5
cm. TKKS dengan ukuran seperti ini sudah bisa dimanfaatkan sebagai kompos atau
serat. Kemudian bahan yang telah dicacah ditumpuk memanjang dengan ukuran lebar
2,5 m dan tinggi 1 m. Selama proses pengomposan tumpukan tersebut disiram
dengan limbah cair yang berasal dari pabrik kelapa sawit. Tumpukan dibiarkan diatas
semen dan dibiarkan di lantai terbuka selama 6 minggu. Kompos dibolak-balik
dengan mesin pembalik. Setelah itu kompos siap untuk dimanfaatkan.
Mesin pencacah TKKS TKKS setelah melewati mesin
pencacah pertama
b. Pulp
Pengolahan pulp TKKS untuk papan serat berkerapatan sedang (MDF)
menggunakan proses semi-kimia soda panas terbuka, diikuti dengan perendaman
dalam larutan alkali pada suhu kamar, dan sesudahnya diolah secara mekanis menjadi
pulp. Sebelum pembentukan lembaran MDF, pada pulp TKKS ditambahkan bahan
pengikat/perekat fenol formaldehida (PF).
Mula-mula TKKS dibersihkan, lalu dicacah
menjadi ukuran kecil-kecil/serpih, dengan
panjang sekitar 2-3 cm, dan kemudian
dibiarkan beberapa waktu hingga mencapai
kadar air keseimbangan kering udara. Serpih
kering udara TKKS kemudian dimasak dalam
larutan NaOH teknis konsentrasi 35 gram per liter, perbandingan serpih TKKS
dengan larutan pemasak 1:8 (b/v), dan suhu maksimum pemasakan 100°C dengan
waktu 2 jam. Serpih lunak hasil pemasakan dicuci bersih lalu digiling dalam
Holander beater sehingga terbentuk pulp. Lama penggilingan diatur sehingga tercapai
derajat kehalusan sekitar 12 – 15oSR. Setelahnya ditentukan rendemen pulp dan
diukur dimensi seratnya. Selanjutnya, sebagian dari pulp TKKS direndam dalam
larutan alkali dalam empat konsentrasi, yaitu 0, 1, 2, dan 3 persen, pada suhu kamar.
Waktu perendaman pada masingmasing konsentrasi adalah: 24, 48, dan 72 jam.
Masing-masing kombinasi perlakuan waktu perendaman dan konsentrasi alkali
diulang dua kali. Setelah perendaman, lalu ditentukan rendemen dan dimensi serat
pulp TKKS. Kemudian, lembaran MDF siap dibentuk dari pulp TKKS. Sebelum
pembentukan lembaran, pada pulp TKKS ditambahkan bahan berekat/pengikat PF
dan bahan pembantu alum (retention aid) masing-masing sebanyak 2 % dan 1 %.
c. Bioetanol
Limbah kelapa sawit (TKKS) diberikan larutan asam sulfat encer berkonsentrasi 1%-
3% sebagai bagian dari tahap hidrolisis. Proses pemanasan dalam hidrolisis terbagi
dua yaitu pemisahan lignin dan pemisahan lignoselulosa untuk menghasilkan gula.
Untuk memecah lignin cacahan kelapa sawit dipanaskan pada suhu 120 MSDU°C –
170 MDSU°C dengan tekanan 4 bar. Proses berlangsung 0,5 – 1 jam menggunakan
perebus oktolaf. .Setelah selesai, hidrolisis berpindah ke oktolaf lain. Proses
hidrolisis kedua, dengan suhu 240 MSDU°C selama 45 menit. Hasilnya berupa
hidrolisat gula terpisah dari kotoran.
Proses selanjutnya merupakan proses fermentasi dengan menggunakan mikroba
Sacharomycetes cereviceae. Fermentasi dalam fermentor pada pH 5 dan suuhu 30
MSDU°C selama 16-24 jam. Pengadukan dan pemanasan harus kontinu agar suhu
dan pH stabil. Rendemen yang diperoleh yaitu sekitar 12%. Maka dari 1 ton limbah
kelapa sawit dihasilkan 120 liter bioetanol.
2. Serat
Serat merupakan hasil dari pencacahan
TKKS yang masih dapat dimanfaat
kembali. Serat digunakan sebagai bahan
bakar boiler. Selain itu, serat juga dapat
dimanfaatkan pada industri mebel dan
lain-lain. Contohnya yaitu sofa dimana
isi sofa selain busa adalah serat. Hal ini
membuat sofa menjadi awet dan tahan
lama. Selain sofa, ada juga keset kaki dll. Sehingga limbah kelapa sawit tidak
menyebabkan masalah terhadap masyarakat serta lingkungan.
3. Cangkang
Cangkang merupakan hasil samping pengolahan kelapa
sawit dimana dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar
boiler, selain itu dapat juga dijadikan sebagai arang. Yang
sangat menggembirakan adalah cangkang, tandan kosong
serta serat dapat dijadikan pembangkit listrik.
Diagram Alur pemanfaatan Tandan Kosong, Cangkang, dan Serat menjadi Listrik
B. Limbah Cair
Sampai saat ini terdapat ± 100 buah pabrik kelapa
sawit milik PTP. Disamping itu terdapat juga sejumlah
pabrik milik swasta. Selaras dengan kegiatan
pembangunan yang ada baik dalam bentuk proyek
PIR/PIR Trans maupun pembangunan kebun sendiri
maka jumlah pabrik kelapa sawit tersebut dengan
sendirinya akan menambah pula jumlah limbah yang
dihasilkan baik limbah cair maupun limbah padat.
Khusus untuk limbah cair, volume limbah yang dihasilkan dapat diperkirakan secara
kasar sebagai berikut :
Limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan TBS
sebanyak 1 Ton, adalah sebesar 1 Ton limbah
dengan tingkat BOD sebesar ± 25.000 mg/lt.
Dengan demikian dari 50 buah pabrik kelapa sawit
yang diperkirakan dapat mengolah 40.000 Ton
TBS/hari akan dihasilkan 40.000 M3 limbah/hari
dengan total beban BOD 1.000 Ton/hari.
Besarnya limbah yang dihasilkan tersebut disatu pihak menuntut perhatian yang serius
untuk menanggulanginya dan dilain pihak memberikan peluang yang cukup besar untuk
secara positif memperoleh nilai tambah dari limbah yang ada tersebut.
Sistim penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit
Sistem penangananlimbah cair yang pada umumnya dilakukan oleh pabrik KS di
Indonesia adalah system kolam disebut system tradisional yang dimaksudkan untuk
menekan tingkat BOD untuk mencapai baku mutu yang ditetapkan, sebelum dialirkan
atau dibuang ke sungai. Air limbah yang dihasilkan dari pabrik langsung didinginkan baik
melalui kolam pendingin ataupun menara pendingin kemudian diproses lebih lanjut
melalui beberapa cara yaitu :
Ke kolam anaerobic dilanjutkan ke kolam aerobik, atau dari kolam anaerobic kemudian
dilanjutkan ke kolam facultative, atau Diolah di tangki anaerobic dilanjutkan ke kolam
aerobik.
Selanjutnya dari kolam tersebut bisa dibuang ke badan sungai. Limbah cair pabrik kelapa
sawit mempunyai tingkat BOD yang sangat tinggi yaitu rata-rata mencapai 20.000 mg/lt –
25.000 mg/lt. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri KLH No. Kep. 03/MENKLH/II/91
tanggal 1 Februari 1991, bahwa buku mutu limbah pabrik kelapa sawit dipersyaratkan
BOD tidak melampaui 250 mg/lt.
Untuk mencapai tingkat BOD sesuai dengan baku mutu tersebut diperlukan biaya yang
cukup tinggi yaitu berupa biaya pembangunan instalasi pengolahan limbah dan biaya
operasinya.
Biaya investasi dari masing-masing system tersebut bervariasi untuk kolam limbah dari
pabrik 60 Ton TBS/jam biayanya sekitar Rp. 800 juta – Rp. 1 Milyar dan biaya
operasionalnya kira-kira Rp. 20 – Rp.22 juta per tahun. Pada kenyataannya walaupun
biaya yang dibutuhkan cukup besar, tingkat baku mutu limbah kurang dari 250 mg/lt sulit
untuk dicapai.
Land Application
Selama ini limbah yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit dengan system tradisional
dibuang ke sungai tanpa ada nilai tambah yang diperoleh. Padahal limbah yang dihasilkan
tersebut sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk karena kandungan nutrientnya
cukup tinggi tidak beracun dan tidak berbahaya. Pemanfaatan limbah tersebut dapat
dilakukan dengan memproses air limbah hanya sampai pada tingkat kolam primary
anaerobic. Untuk selanjutnya di pompa sebagai pupuk ke kebun kelapa sawit. Sistem ini
disebut system land application. Proses pengolahan air limbah diperlukan untuk
menurunkan tingkat BOD dari 25.000 mg/lt menjadi 3.000 – 5.000 mg/lt.
Pada tingkat BOD 3.000 – 5.000 mg/lt tersebut air limbah dinilai tidak akan
menimbulkan pencemaran terhadap air tanah disamping kandungan minyak dan zat padat
terlarut telah dapat ditekan sehingga tidak menciptakan kondisi anaerobic yang dapat
mengakibatkan kematian tanaman sawit.
Sistem land application telah lama diterapkan di Malaysia, yaitu sejak akhir 1970.
Beberapa perkebunan sawit milik Perusahaan swasta di Sumatera Utara dan beberapa
kebun milik PTP telah mencoba menerapkan system ini dengan hasil yang memuaskan
Metoda Land Application
Metoda land application ada 4 macam yaitu Flad bed; Furrow; Long bed; Sprinkler.
Penggunaan dari masing-masing sistim sangat tergantung pada kondisi lapangan
utamanya topografi lahan.
Untuk areal data digunakan sistim sprinkler dan long bed dan untuk area berbukit
digunakan flat bed & furrow.
Luasan lahan yang biasa diaplikasi tergantung pada land application yang digunakan.
Pabrik kapasitas 60 Ton TBS/jam akan menghasilkan limbah ± 1200 M3/hari atau
360.000 M3 / tahun.
Dengan metoda flat bed limbah tersebut dapat di applikasikan untuk area seluas 360 Ha,
dengan metoda long bed seluas 600 Ha dan metoda furrow seluas 240 Ha. Rincian dapat
dilihat pada lampiran 10 yang merupakan hasil penelitian Malaysia. Metoda Sprinkler dan
Traktor Tanker tidak direkomendasikan untuk diterapkan karena secara teknis pipa
sprinkler sering tersumbat oleh padatan. Sedang sistim traktor tanker lebih tepat
diterapkan jika penanganan limbah menggunakan sistim anaerobic tank digestion (sistim
ini tidak digunakan di Indonesia).
Biaya Investasi dan Operasional Land Application
Dari segi investasi, biaya pembangunan sistim application kurang lebih sama dengan
biaya pembangunan kolam-kolam sistim tradisional.
Bahkan sistim land application ini membutuhkan biaya operational yang lebih besar dari
pada sistim tradisional. Sekalipun demikian sistim application masih memberikan
keuntungan karena akan mengurangi biaya pembelian pupuk anorganik antara Rp.60 -105
juta/tahun dan dapat meningkatkan hasil produksi tandan senilai antara Rp. 125 – 310
juta/tahun.
Manfaat Penggunaan Limbah untuk Land Application
Disamping manfaat financial yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp. 415 juta/tahun dari
penghematan penggunaan pupuk dan peningkatan production TBS diperoleh pula
manfaat dan segi lingkungan yaitu tidak adanya limbah yang dibuang ke sungai.
Disamping itu tidak ada masih terdapat beberapa manfaat lainnya, seperti antara lain :
- Memperbaiki struktur tanah
- Meningkatkan pertumbuhan akar
- Meningkatkan kandungan bahan organic
- Memperbaiki PH tanah
- Meningkatkan daya resap air ke dalam tanah
- Meningkatkan kelembaban tanah
- Meningkatkan kapasitas pertukaran Ton
Pengendalian Pengoperasian Land Applicatiuon
Walaupun manfaat land application cukup besar namun pemanfaatan limbah pabrik sawit
ke kebun harus diawasi; penggawasannya berupa :
Limbah lebih dulu harus diolah dikolam primery anaerobic untuk menurunkan BOD dari
25.000 mg/lt menjadi 3.000 – 5.000 mg/lt. Dosis (volume limbah) yang diaplikasikan
setiap metoda harus sesuai dengan rekomendasi yang dituangkan. Untuk mencukupi
kebutuhan nutrient tanaman, diperlukan applikasi sebanyak 6 kali dalam setahun dan
disarankan setiap tahun berpindah lokasi. Monitoring mengenai kandungan mineral tanah
dan pencemaran air tanah harus dilakukan secara berkala sekali setahun.
Limbah Cair CPO sebagai bahan biodiesel
Pada tahun 2005 Indonesia punya 360 pabrik CPO dengan produksi 11,6 juta ton dan
dihasilkan limbah cair sebanyak 0,355 juta ton. Limbah cair kelapa sawit memiliki BOD
sebesar 25.000 mg/l, COD sebesar 50.000 mg/l dan pH 4,2 (bersifat asam) limbah ini akan
menimbulkan masalah bagi lingkungan hidup jika dibuang secara langsung. Menurut
Kementrian Lingkungan Hidup batasan limbah yang dibuang ke alam adalah 100 mg/l untuk
BOD, 350 mg/l untuk COD dan kisaran pH sebesar 6 – 9. Jika limbah cair ini dimanfaatkan
untuk keperluan produksi biodiesel dengan perkiraan hilang sebesar 10% maka kemungkinan
FAME yang akan dihasilkan sebesar 0,320 juta ton yang bisa diolah menjadi 7,093 juta liter
biodiesel/tahun.
Kelebihan pembuatan biodiesel dengan bahan baku limbah cair CPO adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan pencemaran limbah terhadap pencemaran air tanah dan sunagai.
2. ransfer Pricing karena penggunaan biodiesl berbahan baku ini akan menekan pokok
produksi CPO. Harga solar untuk keperluan industri per 1 Juli 2006 Rp 6.321,22 –
Rp 6.595,70 per liter (berdasarkan suplai point). Apabila Pabrik CPO menggunakan
Biodisel berbahan baku ini, maka biaya yang dikeluarkan hanya Rp. 4.785,00 perliter
(harga standar yang dibuatkan untuk biodiesel mutu standar) harga ini dapat ditekan
lagi karena CPO parit hanya Rp.300,00 perliter. Harga ini dapat ditekan lagi jika
terjadi kontrak tetap dengan pabrik CPO yang ada karena akan dapat terbantu
terhadap solusi limbah cair yang di hasilkan.
3. Memperoleh CDM (clean development mechnism).
4. Bisa di bangun terintegrasi dengan pabrik CPO karena berfungsi sebagai pengolah
limbah.
Limbah Cair CPO sebagai pupuk
1. Limbah cair pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai pupuk. Aplikasi limbah cair
memiliki keuntungan antara lain dapat mengurangi biaya pengolahan limbah cair dan
sekaligus berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit.
2. - Kolam anaerobik primer
- Pengaliran limbah cair PKS dengan sistem flatbed
- Parit sekunder pada aplikasi limbah cair sistem flatbed
3. Kualifikasi limbah cair yang digunakan mempunyai kandungan BOD 3.500–5.000
mg/l yang berasal dari kolam anaerobik primer.
4. Metode aplikasi limbah cair yang umum digunakan adalah sistem flatbed, yaitu
dengan mengalirkan limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi dan selanjutnya ke
parit primer dan sekunder (flatbed). Ukuran flatbed adalah 2,5 m x 1,5 m x 0,25 m.
Dosis pengaliran limbah cair adalah 12,6 mm ekuivalen curah hujan (ECH)/ha/bulan
atau 126 m3/ha/bulan.
5. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, 3,0
kg MOP, dan 1,2 kg kieserit. Pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton/jam akan
menghasilkan sekitar 480 m3 limbah cair per hari, sehingga areal yang dapat
diaplikasi sekitar 100-120 ha.
6. Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif mahal.
Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan penghematan
biaya pupuk sehingga penerimaan juga meningkat. Aplikasi limbah cair 12,6 mm
ECH/ha/bulan dapat menghemat biaya pemupukan hingga 46%/ha. Di samping itu,
aplikasi limbah cair juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah.
7. Limbah cair pabrik kelapa sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit
baik perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Penggunaan limbah cair mampu
meningkatkan produksi TBS 16-60%. Limbah cair tidak menimbulkan pengaruh yang
buruk terhadap kualitas air tanah di sekitar areal aplikasinya.