83712170-makalah-ijtihad
TRANSCRIPT
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
1/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebenarnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu
melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat.
Dengan kata lain ijtihad merupakan sebuah media yang sangat besar peranannya
dalam hukum-hukum Islam (Fiqh). Tanpa ijtihad, mungkin saja konstruksi hukum
Islam tidak akan pernah berdiri kokoh seperti sekarang ini serta ajaran Islam tidak
akan bertahan dan tidak akan mampu menjawab tantangan zaman saat ini.
Yang dapat melakukan ijtihad hanyalah seorang mujtahid. Adapun mujtahid
itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya
untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama. Dalam
menentukan atau menetapkan hukum-hukum ajaran Islam para mujtahid telah
berpegang teguh kepada sumber-sumber ajaran Islam.
Jadi, kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yang telah
mengorbankan tenaga, waktu, dan pikirannya untuk menggali hukum tentang
masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Baik masalah-masalah yang
sudah lama terjadi di zaman Rasullullah maupun masalah masalah yang baru
terjadi di masa ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penyusun
mencoba mengemukakan beberapa permasalahan pokok berkaitan dengan materi
makalah ini, yaitu:
1. Apa pengertian Ijtihad?
2. Apa dasar hukum dari ijtihad?
3. Apa fungsi dari ijtihad?
4. Bagaimana lapangan ijtihad?
5.
Apa saja syarat-syarat ijtihad?
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
2/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad2
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian ijtihad.
2.
Untuk mengetahui dasar huykum ijtihad.
3. Untuk memahami fungsi dari ijtihad.
4. Untuk mengetahui lapangan ijtihad.
5.
Untuk mengetahui syarat-syarat untuk melakukan ijtihad.
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
3/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IJTIHAD
Kata ijtihad berakar dari kata al-juhd, yang berarti al-thaqah (daya,
kemampuan, kekuatan) atau dari kata al-jahdyang berarti al-masyaqqah (kesulitan,
kesukaran). Dari itu, ijtihad menurut pengetian kebahasaannyabermakna badzl al-
wus wa al-majhud (pengerahan daya dan kemampuan), atau pengerahan segala
daya dan kemampuan dalam suatu aktivitas dari aktivitas-aktivitas yang berat dan
sukar.( DR.Nasrun Rusli,Konsep Ijtihad Al-Shaukani,hlm 73)
Ijtihad dalam terminologi usul fikih secara khusus dan spesifik mengacu
kepada upaya maksimal dalam mendapatkan ketentuan syarak. Dalam hal ini, al-
Syaukani memberikan defenisi ijtihad dengan rumusan : mengerahkan segenap
kemampuan dalam mendapatkan hukum syarak yang praktis dengan menggunakan
metode istinbath. Atau dengan rumusan yang lebih sempit : upaya seseorang ahli
fikih (al-faqih) mengerahkan kemampuannya secara optimal dalam mendapatkan
suatu hukum syariat yang bersifat zhanni. ( DR.Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al-
Shaukani,hlm 75)
Sedangkan pengertian ijtihad menurut istilah hukum islam ialah
mencurahkan tenaga (memeras fikiran) untuk menemukan hukum agama (Syara)
melalui salah satu dalil Syara, dan dengan cara-cara tertentu, sebab tanpa dalil
Syara dan tanpa cara-cara tertentu tersebut, maka usaha tersebut merupakan
pemikiran dengan kemauan sendiri semata-mata dan sudah barang tentu cara ini
tidak disebut ijtihad. (Jalaluddin Rahmat,Dasar Hukum Islam, hlm 162)
B.
DASAR HUKUM IJTIHAD
Ada beberapa dasar hukum diharuskannya ijtihad, diantaranya :
1. Al-Quran
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
4/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad4
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS.An-
nisa:59)
dan firman-Nya yang lain :
...Maka ambillah ibarat, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan.
(QS.Al-Hasyr : 2)
Menurut firman pertama, yang dimaksud dengan dikembalikan kepada
Allah dan Rasul ialah bahwa bagi orang-orang yang mempelajari Quran dan
Hadits supaya meneliti hukum-hukum yang ada alsannya, agar bisa diterapkan
kepada peristiwa-peristiwa hukum yang lain, dan hal ini adalah ijtihad. Pada
firman kedua, orang-orang yang ahli memahami dan merenungkan
diperintahkan untuk mengambil ibarat, dan hal ini berarti mengharuskan
mereka untuk berijtihad. Oleh karena itu, maka harus selalu ada ulama-ulama
yang harus melakukan ijtihad. (Jalaluddin Rahmat, Dasar Hukum Islam, hlm
163).
firman-Nya yang lain :
Dan orang-orang yang berjihad untuk ( mencari keridlaan ) Kami, benar-
benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.(
Q.S. Al-Ankabut:69 )
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu. (Q.S.An-nisa:105) (Alhumaydy, Dasar Hukum
Ijtihad, Online), (http://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-
ijtihad,diakses 05 Januari 2012)
http://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihadhttp://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihadhttp://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihadhttp://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihadhttp://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihadhttp://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihad -
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
5/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad5
2. Al-Hadits
-
Katakata Nabi s.a.w. : Ijtihadlah kamu, karena tiap-tiap orang akan
mudah mencapai apa yang diperuntukkan kepadanya (Jalaluddin Rahmat,
Dasar Hukum Islam, hlm 163)
-
.) (
Hakim apabila berijtihas kemudian dapat mencapai kebenaran maka ia
mendapat dua pahala (pahala melakukan ijtihad dan pahala kebenaran
hasilnya). Apabila ia berijtihad kemudian tidak mencapai kebenaran, makaia mendapat satu pahala (pahala melakukan ijtihad).(Hadits riwayat
Bukhari dan Muslim)
- Hadits yang menerangkan dialog Rasulullah SAW dengan Muadz bin
Jabal, ketika Muadz diutus menjadi hakim di Yaman berikut ini:
:
.
:
:
:
: :..
: (
(.
Diriwayatkan dari penduduk homs, sahabat Muadz ibn Jabal, bahwa
Rasulullah saw. Ketika bermaksud untuk mengutus Muadz ke Yaman, beliau
bertanya: apabila dihadapkan kepadamu satu kasus hukum, bagaimanakamu memutuskannya?, Muadz menjawab:, Saya akan memutuskan
berdasarkan Al-Quran. Nabi bertanya lagi:, Jika kasus itu tidak kamu
temukan dalam Al-Quran?, Muadz menjawab:,Saya akan memutuskannya
berdasarkan Sunnah Rasulullah. Lebih lanjut Nabi bertanya:, Jika
kasusnya tidak terdapat dalam Sunnah Rasul dan Al-Quran?,Muadz
menjawab:, Saya akan berijtihad dengan seksama. Kemudian Rasulullah
menepuk-nepuk dada Muadz dengan tangan beliau, seraya berkata:, Segala
puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
6/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad6
terhadap jalan yang diridloi-Nya.(HR.Abu Dawud) (Alhumaydy, Dasar
Hukum Ijtihad, Online),
(http://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihad , diakses
05 Januari 2012)
3.
Ijmak
Umat Islam dan berbagai madhabnya telah sepakat atas dianjurkannya
ijtihad, dan sungguh ijtihad ini telah dipraktekkan benar. Di antara buah dan
hasil ijtihad ini adalah hukum-hukum fiqh yang cukup kaya yang ditelorkan
para mujtahid sejak dulu sampai sekarang.
Akal kita pun mewajibkan untuk melaksanakan ijtihad karena sebagian
besar dalil-dalil hukum syara praktis adalah bersifat dzanni yang menerima
beberapa interpretasi pendapat sehingga memerlukan adanya ijtihad guna
menentukan pendapatnya yang kuat atau yang terkuat. Demikian juga perkara-
perkara yang tidak ada nashnya menuntut adanya ijtihad agar bisa menjelaskan
hukum syaranya dengan menggunakan salah satu cara istidlal. Oleh karena
Syariat Islam harus menetapkan semua hukum perbuatan hamba-hamba Allah
SWT maka tidak ada jalan lain selain ijtihad. (Dr. Yusuf Al Qardlawy,Ijtihad
Dalam Syariat Islam Beberapa Pandangan Analitis tentang Ijtihad
Kontemporer, hlm 100)
C. FUNGSI IJTIHAD
Imam syafiI ra. (150-204 H) dalam kitabnya Ar-risalah ketika menggambarkan
kesempurnaan Al-Quran pernah menegaskan : Maka tidak terjadi suatu peristiwa
pun pada seorang pemeluk agama Allah, kecuali dalam kitab Allah terdapat
petunjuk tentang hukumnya.Pernyataan SyafiI tersebut menginspirasikan bahwa hukum-hukum yang
terkandung oleh Al-Quran yang bisa menjawab berbagai permasalahan itu harus
digali dengan kegiatan ijtihad. Oleh karena itu, Allah mewajibkan hamba-Nya
untuk berijtihad dalam upaya menimba hukum-hukum dari sumbernya itu. Allah
menguji ketaatan seseorang untuk melakukan ijtihad, sama halnya seperti Allah
menguji ketaatan hamba-Nya dalam hal-hal yang diwajibkan lainnya.
http://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihadhttp://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihadhttp://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihadhttp://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihad -
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
7/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad7
Selanjutnya ijtihad memiliki banyak fungsi, diantaranya :
1. Menguji kebenaran hadis yang tidak sampai ke tingkat hadis mutawattir seperti
Hadis Ahad, atau sebagai upaya memahami redaksi ayat atau hadis yang tidak
tegas pengertiannya sehingg tidak angsung dapat dipahami.
2. Berfungsi untuk mengembangkan prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam
Al-Quran dan Sunnah seperti dengan Qiyas, Istihsan, dan Maslahah mursalah.
Hal ini penting, karena ayat-ayat dan hadis-hadis hukum yang sangat terbatas
jumlahnya itu dapat menjawab berbagai permasalahan yang terus berkembang
dan bertambah denga tidak terbatas jumlahnya. (Zairif, Fungsi Ijtihad, Online),
(http://zairifblog.blogspot.com/2010/11/fungsi-ijtihad.html , diakses 05 Januari
2012)
D. LAPANGAN IJTIHAD
Tidak semua lapangan hukum Islam bisa menjadi pokok ijthad, melainkan
hanya beberapa lapangan tertentu. Lapangan yang tidak boleh menjadi objek
ijtihad ialah :
1. Hukum yang dibawa oleh nas qatI baik kedudukannya maupun pengertiannya,
atau dibawa oleh Hadits Mutawir, seperi kewajiban shalat, puasa, zakat, haji,
dan sebagainya, haramnya riba dan makan harta orang. Demikian pula
penentuan bilangan-bilangan tertentu syara yang dibawa oleh Hadits mutawir
juga tidak menjadi obyek ijtihad, seperti bilangan rakaat shalat, waktu-waktu
shalat, cara-cara melakukan haji, dan sebagainya.
2. Hukum-hukum yang tidak dibawa oleh sesuatu nas, dan tidak pula diketahui
dengan pasti dari agama, melainkan telah disepakati (diijmakan) oleh para
mujtahidin dari sesuatu masa, seperti pemberian warisan untuk nenek
perempuan, tidak sahnya perkawinan yang dilakukan antara wanita Islam
dengan orang lelaki bukan muslim.
Adapun lapangan yang bisa menjadi obyek ijtihad adalah :
1. Lapangan yang dibawa oleh nas yang dhanni, baik dari segi pengertiannya,
dan nas seperti ini adalah hadits. Ijtihad dalam hal ini ditujukan kepada segi
sanad dan pen-sahinannya, juga dari pertalian pengertiannya dengan hukum
yang sedang dicari.
http://zairifblog.blogspot.com/2010/11/fungsi-ijtihad.htmlhttp://zairifblog.blogspot.com/2010/11/fungsi-ijtihad.htmlhttp://zairifblog.blogspot.com/2010/11/fungsi-ijtihad.htmlhttp://zairifblog.blogspot.com/2010/11/fungsi-ijtihad.html -
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
8/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad8
2. Lapangan yang dibawa oleh nas yang qatI kedudukannya, tetapi dhanni
pengertiannya, dan nas seperti ini terdapat dalam Quran dan Hadits juga :
Obyek ijtihad disini ialah segi pengertiannya saja.
3. Lapangan yang dibawa oleh nas yang dhannu kedudukannya, tetapi qatI
pengertiannya, dan hal ini hanya terdapat dalam Hadits. Obyek Ijtihad dalam
hal ini ialah segi sanad, sahihnya hadits, dan pertaliannya dengan Rasul. Dalam
ketiga-tiga lapangan hukum tersebut di atas semua, daerah ijtihad terbatas
sekitar nas, di mana seseorang mujtahid tidak bisa melampaui kemungkinan-
kemungkinan pengertian nas.
4. Lapangan yang tidak ada nas-nya atau tidak iijmakan dan tidak pula diketahui
dari agama dengan pasti. Di sini seseorang yang berijtihad memakai qiyas,
atau istihsan atau urf atau jalan-jalan lain. Di sini daerha ijtihad lebih luas
daripada lapangan-lapangan lain.
Sudah barang tentu pandangan orang-orang yang berijtihad dapat berbeda-beda,
terutama dalam lapangan yang ke-empat tersebut. Oleh karena itu dalam sesuatu
persoalan bisa terdapat bermacam-macam pendapat, sesuai dengan perbedaan
tinjauan dan jalan pengambilan hukum yang dipakai. Perbedaan-perbedaan
pendapat yang kita dapati dalam lapangan hukum Islam mencerminkan bermacam-
macamnya hasil ijtihad. Keadaan ini tidak perlu melemahkan kedudukan syriat
Islam, bahkan menunjukkan sifat flexibilitasnya dan menjadi sumber kekayaan dan
kepadatan pembicaraan-pembicaraannya.
Ringkasnya lapangan ijtihad ada dua, yaitu perkara yang tidak ada nas
(ketentuan) sama sekali, dan perkara yang ada nasnya, tetapi tidak qathI wurud
dan dalalahnya. Pembatasan lapangan ijtihad seperti ini sama dengan apa yang
diikuti oleh sistem hukum positif, karena selama undang-undang menyatakan
dengan jelas, maka tidak boleh ada penawilan dan perubahan terhadap nas -nasnya
dengan dalih bahwa jiwa undang-undangnya menghendaki adanya perubahan
tersebut, meskipun andaikata hakim sendiri berpendapat bahwa undang-undang
tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan, karena sumber undang-undang tersebut
adalah majelis perundang-undangan sendiri, sedang wewenang hakim hanya
terbatas pada pemberian keputusan berdasarkan undang-undang tersebut, bahkan
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
9/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad9
untuk mengadili undang-undang itu sendiri. ( Jalaluddin Rahmat, Dasar Hukum
Islam, hlm 174)
E. SYARAT- SYARAT BERIJTIHAD
Ijtihad adalah tugas suci keagamaan yang bukan yang bukan sebagai pekerjaan
mudah, tetapi pekerjaan berat yang menghendaki kemampuan dan persyaratan
tersendiri. Jadi, tidak dilakukan oleh setiap orang. Memang egalitarianisme Islam
tidak memilah-milah para pemeluk Islam dalam kelas-kelas tertentu , dan
menyangkut Ijtihad pun setiap orang berhak melakukannya, tetapi
permasalahannya bukan di situ, ijtihad adalah suatu bentuk kerja keras yang
memerlukan kemampuan tinggi. Oleh sebab itu, tidak semua orang akan dapat
melakukannya, sekalipun mereka tetap memiliki hak untuk itu. Seperti dalam dunia
kedokteran, memang hak semua orang untuk bisa berbicara tentang kesehatan,
tetapi tidak semua orang memiliki otoritas melakukan diagnosis dan membuat
resep, kecuali dokter. Sebab, jika semua orang diberi wewenang melakukan
diagnosis dan membuat resep, akibatnya adalah bahaya bagi kehidupan manusia
sendiri. Demikian pula ijtihad, jika semua orang melakukan ijtihad (maksudnya :
ijtihad mutlak), maka akibatnya pun akan membahayakan kehidupan ummat.
Untuk itu, dalam kajian usul Fikih, para ulama telah menetapkan syarat-syarat
tertentu bagi seseorang yang akan melakukan ijtihad. Menurut al-Syaukani, untuk
dapat melakukan ijtihad hukum diperlukan lima syarat. Masing-masing dalam lima
persyafatan itu akan dilihat di bawah ini:
- Pertama, mengetahui al-Kitab (al-Quran) dan sunnah. Persyaratan
pertamaini disepakati oleh segenap ulama usul Fikih. Ibn al-Hummam, salah
seorang ulamah Fikih Hanafiah, menyebutkan bahwa mengetahui al-Quran
dana sunnah merupakan syarat mutlakyang harus dimiliki oleh mujtahid. Akan
tetapi, menurut al-Syaukani, cukup bagi seorang mujtahid hanya mengetahui
ayat-ayat hukum saja. Bagi al-Syaukani, ayat-ayat hukum itu tidak perlu dihafal
oleh mujtahid, tetapi cukup jika ia mengetahui letak ayat itu, sehingga dengan
mudah ditemukannya ketika diperlukan.
Sebenarnya , apa yang dikemukakan al-Syaukani di atas
merupakansyarat bagi seseorang mujtahid mutlak yang akan melakukan ijtihad
dalam segenap masalah hukum. Akan tetapi, bagi seseorang yang hanya ingin
melakukan ijtihad dalam suatu masalah tertentu, ia hanya dituntut memiliki
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
10/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad10
pengetahuan tentang ayat-ayat hukum yang menyangkut tersebut secara
mendalam.
Adapun berkenaan dengan pengetahuan tetang sunnah, menurut al-
Syaukini, seseorang mujtahid harus mengetahui sunnah sebanyak-banyakny.Ia
mengetip beberapa pendapat tentang jumlah hadits yang harus diketahui oleh
mujtahid. Salah satu pendapat menyebutkan bahwa seseorang mujtahid harus
mengetahui lima ratus hadits. Pendapat lain, yang diterima oleh Ibn al-Dharir
dari Ahmad ibn Hanbal, menyebutkan bahwa seorang mujtahid harus
mengetahui lima ratus ribu hadits.
Akan tetapi, hadits hadits itu tidak wajib dihafal di luar kepala, cukup
kalau ia mengetahui letak hadits-hadits itu, sehingga dapat ditemukan segera
bila diperlukan.
Di samping itu, seseorang mujtahidmenurut al-Syaukani - tidak hanya
wjib mengetahui sejumlah besar hadits dari segi lafalnya, tetapi wajib pula
mengetahui rijal (periwayat-periwayat) yang terdapat dalam sanad
(kesinambungan riwayat hadits sampai kepada Nabi) menyangkut hadits-hadits
yang akan dipergunakannya, sehingga ia dapat memilah antara hadits yang
sahih, hasan, dan dhaif (lemah). Sekalipun demikian, hal itu tidak harus
dihafalnya di luar kepala, cukup baginya mengetahui yang demikian dengan
baik melalui kitab-kitab yang membicarakan tentang jarh (cacat periwayat
hadits) dan tadil (keadilan periwayat hadits).
- Kedua, mengetahui ijmak, sehingga ia tidak mengeluarkan fatwa yang
bertentangan ijmak. Akan tetapi, seandainya dia tidak memandang ijmak
sebagai dasar hukum, maka mengetahui ijmak ini tidak menjadi syarat baginya
untuk dapat melakukan ijtihad.
Di sini, al-Syaukini terlihat tidak secara ketat menempatkan pengetahuan
tentang ijmak sebagai syarat mutlak untuk dapat melakukan ijtihad.
Menurutnya, bagi orang yang berkeyakinan bahwa ijmak sebagai dalil hukum,
maka ia wajib mengetahui ijmak tersebut, karena melanggar suatu konsensus
para mujtahid merupakan suatu kekeliruan dan dosa. Kendati demikian, tidak
mungkin dipaksakan persyaratan ini pada mujtihad yang berpendapat bahwa
ijmak bukan dalil hukum.
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
11/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad11
- Ketiga, mengetahui bahasa Arab, yang memungkinkannya menggali
hukum dari al-Quran dan sunnah secara baik dan benar.Dalam hal ini menurut
al-Syaukani- seorang mujtahid harus mengetahui seluk-beluk bahasa Arab
secara sempurna, sehingga ia mampu mengetahui makna-makna yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Quran dan sunnah Nabi saw. Secara rinci dan
mendalam: mengetahui makna lafal-lafal gharib (yang jarang dipakai);
mengetahui susunan-susunan kata yang khas (khusus), yang memilki
keistimewaan-keistimewaan unik. Untuk mengetahui seluk-beluk kebahasan itu
diperlukan beberapa cabang ilmu, yaitu: nahwu,saraf, maani dan bayan. Akan
tetapi, menurutnya, pengetahuan (kaidah-kaidah) kebahasaan itu tidak harus
dihafal luar kepala, cukup bagi seorang mujtahid mengetahui ilmu-ilmu tersebut
melalui buku-buku yang ditulis oleh para pakar di bidang itu, sehinggah ketika
ilmu-ilmu tersebut diperlukan, maka dengan mudah diketahui tempat
pengambilannya.
Para ulama usul fikih sepakat bahwa syarat untuk menjadi mujtahid
hendaklah menguasai bahasa Aarab secara baik dan benar. Sebab, bahasa al-
Quran dan hadits adalah bahasa Aarab, seseorang tidak mungkin akan dapat
menegluarkan hukum dari dua sumber hukum kalau tidak mengetahui bahasa
Arab. Atas dasar demikian, sementara ulama- antara lainAbd al-Wahhab
Khallafmenempatkan pengetahuan tentang bahasa Arab sebagai syarat
pertama bagi seorang mujtahid untuk dapat melakukan ijtihad.
- Keempat, mengetahui ilmu usul fikih. Menurut al-Syaukani, ilmu usul
fikih penting diketahui oleh seseorang mujtahid karena melalui ilmu inilah
diketahui tentang dasar-dasar dan cara-cara berijtihad. Seseorang akan dapat
memperoleh jawaban suatu masalah secara benar apabila ia mampu
menggalinya dari al-Quran dan sunnahndengan menggunakan metode dan cara
yang benar pula . Dasar dan cara itu dijelaskan secara luas di dalam ilmu usul
fikih. Bila dilihat secara cermat, terdapat tiga versi menyangkut penempatan
pengetahuan tenteng usul fikih sebagai syarat ijtihad :
Pertama, yang menempatkan pengetahuan tentang usul fikih sebagai salah
satu bagian dari pengetahuan tentang al-Quran dan sunnah.
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
12/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad12
Kedua, yang tidak menempatkan usul fikih secara umum sebagai syarat
ijtihad, tetapi menempatkan pengetahuan tentang qiyas sebagai gantinya.
Ketiga, yang menempatkan usul fikih sebagai syarat tersendiri dalam
ijtihad.Kendati terdapat perbedaan versi dalam menempatkan pengetahuan
tenteng usul fikih sebagai syarat ijtihad, segenap ulama memandang bahwa
pengetahuan tentang usul fikhi merupakan suatu hal penting dalam menggali
hukum dari sumber-sumbernya. Karena hanya di dalam usul fikih diajarkan
tenteng cara-cara meng-istinbath-kan hukum dari sumber-sumbernya.Tanpa
mengetahui cara meng-istinbath-kan hukum, tidak mungkin hukum akan
ditemukan.
- Kelima, mengetahui nasikh (yang menghapuskan) dan mansukh (yang
dihapuskan). Menurut al-Syaukani, pengetahuab tenteng nasikh dan mansukh
penting agar mujtahid tidak menerapkan suatu hukum yang telah mansukh, baik
yang terdapat dalam ayat-ayat atau hadits-hadits.
Syarat-syarat ijtihad yang dikemukakan oleh al-Syaukani di atas sebenarnya
tidak jauh berbeda dengan syarat-syarat yang telah dikemukakan oleh para ulama
usul fikih klasik. Bahkan, menurut Muhammad Abu Zahrah, Syarat-syarat seperti
yang telah disebutkan itu secara garis besar telah disepakati oleh segenap ulama
usul, mereka hanya berbeda hanya dalam melihat runciannya. Oleh sebab itu, tidak
dapat dikatakan bahwa al-Syaukani sebagai pencetus pertama persyarat-persyaratan
tersebut. Peran al-Syaukani di sini ialah bahwa ia telah dapat merumuskan syarat-
syarat ijtihad itu secara jelas, ringkas, dan dapat diterapkan secara praktis, karena
dibarengi dengan dorongan-dorongan dan petunjuk-petunjuk praktis untuk dapat
mencapai persyaratan-persyaratan tersebut.
Persyaratan-persyaratan ijtihad sebagai telah dikemukakan di atas sangat
penting untuk dipenuhi oleh seseorang yang akan menetapkan hukum, karena
dalam ijtihad hukum itumenurut al-Syaukani- mujtahid menampilkan hukum
Allah.Bagi al-Syaukani, mujtajhid yang telah memenuhi persyaratan persyaratan
ijtihad telah mendapat semacam wewenang dari Allah untuk dapat menampilkan
hukum-Nya di tengah-tengah masyarakat. Kendati demikian menurutnya
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
13/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad13
wewenang itu hanya diberikan kepada mujtahid yang berijtihad atas dasar al-
Quran dan sunnah, bukan dilakukan atas kehendak hawa nafsu.
Dari kajian di atas terlihat bahw a al-Syaukani, sebagaimana para pakar usul
fikih yang lain, memandang bahwa yang dapat melakukan ijtihad ialah orang yang
telah memiliki syarat-syarat untuk itu secara lengkap. Kendati demikian, seseorang
ahli fikih yang belum memenuhi syarat-syarat tersebut secara lengkap dapat juga
melakukakan melakukan ijtihad, tetapi ijtihadnya hanya terbatas dalam bidang
tertentu, yang diketahuinya secara luas dan mendalam. ( DR.Nasrun Rusli, Konsep
Ijtihad Al-Shaukani,hlm 87)
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
14/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad14
BAB III
PENUTUP
Setelah memahami, membuat dan mempelajari makalah ini maka penyusun dapat
menyimpulkan:
1. Ijtihad menurut pengetian kebahasaannya bermakna badzl al-wus wa al-majhud
(pengerahan daya dan kemampuan), atau pengerahan segala daya dan kemampuan
dalam suatu aktivitas dari aktivitas-aktivitas yang berat dan sukar.
2. Ijtihad dalam terminologi usul fikih secara khusus dan spesifik mengacu kepada
upaya maksimal dalam mendapatkan ketentuan syarak. Dalam hal ini, al-Syaukani
memberikan defenisi ijtihad dengan rumusan : upaya seseorang ahli fikih (al-faqih) mengerahkan kemampuannya secara optimal dalam mendapatkan suatu
hukum syariat yang bersifat zhanni. Sedangkan pengertian ijtihad menurut istilah
hukum islam ialah mencurahkan tenaga (memeras fikiran) untuk menemukan
hukum agama (Syara) melalui salah satu dalil Syara, dan dengan cara -cara
tertentu.
3. Dasar hukum ijtihad:
- Firman Allah surat An-nisa' :59 dan 105, Al-Hasyr : 2, Al-Ankabut:69.
-
Banyak juga hadits-hadits Rosulullah SAW yang menyebutkan tentang
dasar-dasar ijtihad
- Ijmak
4. Fungsi ijtihad :
- Mengembangkan prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam Al-Quran dan
Sunnah seperti dengan Qiyas, Istihsan, dan Maslahah mursalah
- Menguji kebenaran hadits yang tidak sampai ke tingkat hadits mutawattir.
5. Lapangan ijtihad secara umum terbagi menjadi dua :
- Perkara yang tidak ada nas (ketentuan) sama sekali
-
Perkara yang ada nasnya, tetapi tidak qathI wurud dan dalalahnya.
6. Syarat-syarat seseorang dapat berijtihad menurut Al-Syaukani antara lain :
-
Mengetahui al-Kitab (al-Quran) dan sunnah
- Mengetahui ijmak
-
Mengetahui bahasa Arab
- Mengetahui ilmu usul fikih
-
Mengetahui nasikh (yang menghapuskan) dan mansukh (yang dihapuskan)
-
7/21/2019 83712170-MAKALAH-IJTIHAD
15/15
Ikramullah Mahmuddin| Makalah Ilmu Fiqh - Ijtihad15
DAFTAR PUSTAKA
Rusli, Nasrun. 1999.Konsep Ijtihad Al-Syaukani. PT. Logos Wacana Ilmu : Jakarta
Al Qardlawy, Yusuf. 1987. Ijtihad Dalam Syariat Islam Beberapa Pandangan
Analitis tentang Ijtihad Kontemporer. PT.Bulan Bintang : Jakarta
Ash Siddieqy, Hasbi. 1993.Pengantar Ilmu Fiqih. PT Bulan Bintang : Jakarta
Jalaluddin Rahmat.Sumber Hukum Islam
http://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihad
http://zairifblog.blogspot.com/2010/11/fungsi-ijtihad.html
http://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihadhttp://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihadhttp://zairifblog.blogspot.com/2010/11/fungsi-ijtihad.htmlhttp://zairifblog.blogspot.com/2010/11/fungsi-ijtihad.htmlhttp://zairifblog.blogspot.com/2010/11/fungsi-ijtihad.htmlhttp://alhumaydy.wordpress.com/2011/07/20/dasar-hukum-ijtihad