8 menghitung pajak penhasilan

47
BAGIAN 3 MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN (PPh) ____________________________________________________________ ____________ A. MENGHITUNG PPH WP BADAN, WP ORANG PRIBADI, DAN BUT Dalam kegiatan belajar ini, Anda perlu menguasai dahulu materi sebelumnya, terutama yang berkaitan dengan subyek dan obyek pajak penghasilan, tarif pajak penghasilan, PTKP, dan penghasilan kena pajak. Pertama kali yang harus anda lakukan dalam menghitung pajak penghasilan (PPh) adalah mencari penghasilan kena pajak. Setelah itu dikalikan tarif pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam pasal 17 UU tentang Pajak Penghasilan. 1. Untuk Wajib Pajak yang menggunakan Pembukuan Untuk Wajib Pajak (WP) badan besarnya penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan neto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh undang- undang PPh. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi besarnya penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan neto dikurangi dengan PTKP. Jika dirumuskan, maka untuk mencari penghasilan kena pajak dapat dikemukakan sebagai berikut :

Upload: ti2nt

Post on 19-Jun-2015

3.096 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

BAGIAN 3

MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN (PPh)

________________________________________________________________________

A. MENGHITUNG PPH WP BADAN, WP ORANG PRIBADI, DAN BUT

Dalam kegiatan belajar ini, Anda perlu menguasai dahulu materi sebelumnya,

terutama yang berkaitan dengan subyek dan obyek pajak penghasilan, tarif pajak

penghasilan, PTKP, dan penghasilan kena pajak.

Pertama kali yang harus anda lakukan dalam menghitung pajak penghasilan (PPh)

adalah mencari penghasilan kena pajak. Setelah itu dikalikan tarif pajak penghasilan

sebagaimana diatur dalam pasal 17 UU tentang Pajak Penghasilan.

1. Untuk Wajib Pajak yang menggunakan Pembukuan

Untuk Wajib Pajak (WP) badan besarnya penghasilan kena pajak sama dengan

penghasilan neto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang

diperkenankan oleh undang-undang PPh. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi

besarnya penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan neto dikurangi dengan PTKP.

Jika dirumuskan, maka untuk mencari penghasilan kena pajak dapat dikemukakan

sebagai berikut :

Page 2: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

a Penghasilan kena pajak WP Orang Pribadi

Penghasilan Bruto – Biaya yang

diperkenankan UU PPh Penghasilan Neto.

Penghasilan neto – PTKP

Penghasilan Kena

Pajak Penghasilan Kena Pajak X Tarif

Pajak Pajak Penghasilan Terutang

b. Penghasilan Kena Pajak WP Badan

Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh \

penghasilan neto.

Penghasilan Neto X Tarif Pajak Pajak penghasilan yang

terutang

Menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan,

biaya-biaya (pengeluaran) dapat digolongkan menjadi dua yaitu :

1. yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

2. yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

Page 3: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

(pelajari kembali Bagian tentang obyek pajak dan Bagian tentang

penghasilan kena pajak).

Perhitungan PPh untuk wajib pajak orang pribadi

Contoh :

Peredaran bruto Rp. 300.000.000,00

Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara

Penghasilan Rp. 255.000.000,00-

Rp. 45.000.000,00

Penghasilan lainnya Rp. 5.000.000,00

Biaya untuk mendapatkan,

Menagih dan memelihara

Penghasilan Rp. 3.000.000,00-

Rp . 2.000.000,00+

Jumlah seluruh penghasilan Neto Rp. 47.000.000,00

Kompensasi kerugian Rp. 2.000.000,00-

Rp. 45.000.000,00

Pengurangan berupa

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) :

WP sendiri: Rp. 2.880.000,00

Kawin Rp. 1.440.000,00

Anak 3 (tiga)Rp. 5.320.000,00+

Rp. 8.640.000,00-

Penghasilan Kena Pajak Rp. 36.360.000,00

Pajak Penghasilan PPh Terutang ;

5% X Rp. 25.000.000,00 = Rp. 1.250.000,00

10%X Rp.11.360.000,00 = Rp. 1. 136.000,00+

Rp. 2.386.000,00

Perhitungan PPh untuk Wajib Pajak Badan

Page 4: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Contoh :

Peredaran bruto Rp. 300.000.000,00

Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara

Penghasilan Rp. 255.000.000,00-

Rp. 45.000.000,00

Penghasilan lainnya Rp. 5.000.000,00

Biaya untuk mendapatkan,

Menagih dan memelihara

Penghasilan Rp. 3.000.000,00-

Rp. 2.000.000,00+

Jumlah seluruh penghasilan neto Rp. 47.000.000,00

Kompensasi Kerugian Rp. 2.000.000,00-

Penghasilan Kena Pajak Rp. 45.000.000,00

PPh yang terutang :

10% X Rp. 45.000.000,00 = Rp. 4.500.000,00

2. Wajib Pajak yang Menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto

Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Perhitungan adalah wajib pajak

orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut :

a Peredaran Bruto kurang dari Rp. 600.000.000,00 per tahun

b Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku

c Menyelenggarakan pencatatan

Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang

menggunakan Norma Perhitungan adalah sebagai berikut :

Persentase (%) Norma Perhitungan X jumlah peredaran Usaha atau penerimaan Bruto

Pekerjaan bebas setahun penghasilan Neto

Page 5: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Penghasilan Neto – PTKP penghasilan kena pajak

Penghasilan Kena Pajak X Tarif PPh Pajak penghasilan yang terutang

Contoh :

Wajib Pajak Irfan, status kawin dan mempunyai 4 orang anak (K/4) bekerja sebagai

dokter bertempat tinggal di jakarta dengan penerimaan bruto setahun sebesar Rp.

75.000.000,00 dan memiliki usaha di bidang industri rotan dicirebon dengan peredaran

usaha Rp. 400.000.000,00 setahun.

Misal besarnya persentase Norma untuk industri rotan di Cirebon = 12,5% dan Dokter di

Jakarta = 40%, maka pajak penghasilan yang terutang adalah :

Penghasilan Neto :

Dari industri rotan :

12,5% X Rp. 400.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00

sebagai dokter :

40% X Rp. 75.000.000,00 = Rp. 30.000.000,00+

jumlah penghasilan Neto Rp. 80.000.000,00

PTKP :

WP sendiri = Rp. 2.880.000,00

Kawin = Rp. 1.440.000,00

Anak = Rp. 4.320.000,00+

Rp. 8.640.000,00-

Penghasilan kena pajak Rp. 71.360.000,00

PPh terutang :

5% X Rp. 25.000.000,00 = Rp. 1.250.000,00

10%X Rp.25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00

25%X Rp. 21.360.000,00= Rp. 5.340.000,00+

Rp. 9.090.000,00

Page 6: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Perhitungan PPh untuk wajib pajak BUT

Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh

subyek pajak luar negeri (Baik orang pribadi maupun badan) untuk menjalankan usaha

atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Contoh :

PT. Foodland yang merupakan bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia mempunyai

penghasilan kena pajak dalam tahun 2004 sebesar Rp. 1.050.000.000,00

Perhitungan pajak penghasilan atas BUT tersebut adalah :

Penghasilan Kena Pajak = Rp. 1.050.000.000,00

PPh terutang :

10% X Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00

15% X Rp 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00

30% X Rp. 950.000.000,00 = Rp.285.000.000,00+

PPh terutang = Rp. 297.500.000,00-

Penghasilan Kena Pajak BUT sesudah dikurangi

Dengan Pajak Penghasilan = Rp. 752.500.000,00

Atas penghasilan tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar :

20% X Rp. 752.500.000,00 = Rp. 150.500.000,00

Catatan :

Jika atas penghasilan kena pajak BUT sesudah dikurangi pajak penghasilan tersebut

sebesar Rp. 752.500.000,00 ditanamkan kembali di Indonesia, maka atas penghasilan

tersebut tidak dipotong pajak lagi. Jadi tidak ada pemotongan pajak penghasilan sebesar

20% atau sebesar Rp. 150.500.000,00.

Sesuai Keputusan Menkeu Nomor 602/KMK.04/1994, bahwa penanaman kembali atas

penghasilan BUT di Indonesia tidak dikenai pemotongan PPh pasal 26 sebesar 20%

Page 7: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

B. MENGHITUNG PPh PASAL 21

Sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1994 yang

kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 17 tahun 2000 menyebutkan bahwa pasal

21 mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak

atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, dan kegiatan

1. Wajib Pajak PPh pasal 21 :

a. Pegawai Tetap

b. Pegawai Tidak Tetap

c. Penerima honorarium

d. Penerima upah

Yang dimaksud dengan pegawai adalah setiap orang pribadi yang melakukan

pekerjaan berdasarkan suatu perjanjian kerja baik tertulis maupun tidak tertulis.

Termasuk dalam pengertian pegawai adalah orng pribadi yang melakukan pekerjaan

dalam jabatan negeri (pejabat Negara, PNS), atau BUMN dan atau BUMD.

Pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, yang

menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota

dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur ikut serta

melaksanakan kegiatan perusahaan.

Pegawai tidak tetap adalah orang pribadi yang bekerja dan hanya menerima

upah, apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.

Penerima honorarium adalah orang pribadi atau persekutuan orang pribadi yang

memberikan jasa menerima atau memperoleh imbalan tertentu sesuai jasanya tersebut.

Penerima upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah

borongan, maupun upah satuan.

Upah harian adalhupah yang terutang atau dibayarkan atas dasar hari kerja.

Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian

pekerjaan tertentu. Sedangkan upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan

atas dasar banyaknya satuan yang dihasilkan.

Page 8: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

2. Obyek Pajak PPh Pasal 21

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur : gaji, uang pensiun

bulanan, upah. Honorarium, premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang

tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan,

tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak,

tunjangan iuran pension, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, premi

asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja dan penghasil teratur lainnya dengan

nama apapun.

b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur : jasa produksi, tantiem,

gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus,

premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan

biasanya dibayarkan sekali dalam setahun.

c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan.

d. Uang tebusan pension, uang tunjangan hari tua (THT), uang pesangon.

e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam

bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak

dalam negeri.

f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang

diterima oleh pejabat Negara dan PNS.

g. Uang pension dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang

pension yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-

anaknya.

h. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun

yang diberikan oleh bukan wajib pajak.

3. Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun

Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara

penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 108.000

per bulan atau Rp. 1.296.000 per tahun

Page 9: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang

pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-tingginya

Rp. 36.000 per bulan atau Rp. 432.000 pertahun.

4. Cara Menghitung PPh Pasal 21

Untuk menghitung PPh pasal 21, Anda diharapkan untuk mempelajari dan

menguasai sistematika perhitungan PPh berikut ini :

Penghasilan Bruto (PB) :

Gaji

Tunjangan –tunjangan

Iuran ditanggung oleh Pemberi kerja :

Asuransi kecelakaan kerja

Asuransi kematian

Jumlah

Pengurangan-pengurangan :

Biaya jabatan ; 5% X PB, maks. Rp 108.000/bulan

Iuran dibayar oleh pegawai :

Iuran pensiun

Iuran tabungan hari tua (THT)

Jumlah

Penghasilan neto (PN) sebulan :

Penghasilan neto setahun :

Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) :

Penghasilan kena pajak (PKP) :

PPh pasal 21 :

Setahun :

Sebulan :

a

b

c

d

(a+b+c+d)

e

f

g

(e+f+g)

A

B

___________

(A-B) = C

12 C

D

___________

(12C-D) = E

F

G

Page 10: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Untuk lebih menguasai sistematika perhitungan PPh 21 tersebut diatas, anda harus

mempelajari contoh-contoh perhitungan PPh berikut ini secara seksama.

Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap dengan Gaji Bulanan

Contoh 1 :

Sandi R. Firdaus bekerja pada PT. Tongkitu dengan gaji sebulan Rp. 1.500.000,00 PT.

Tongkitu mengikuti program jamsostek, premi Asuransi Kecelakaan Kerja dan Premi

Asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing Rp.

40.000,00 dan Rp. 10.000,00 sebulan PT Tongkitu menanggung iuran THT dan iuran

pension masing-masing Rp. 10.000,00 dan Rp. 50.000,00 sebulan. Sandi firdaus sudah

menikah dan punya 4 anak. (K/4)

Perhitungan PPh pasal 21 :

Gaji sebulan Rp. 1.500.000,00

Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp. 40.000,00

Premi Asuransi kematian Rp. 10.000,00+

Penghasilan Bruto Rp. 1.550.000,00

Pengurangan :

1. Biaya Jabatan

5% X Rp. 1.550.000,00 = Rp 77.500,00

2. Iuran Pensiun : Rp 50.000,00

3. Iuran THT Rp 10.000,00 +

Rp 137.500,00 -

Penghasilan neto sebulan Rp. 1.412.500,00

Penghasilan neto setahun:

12 X Rp. 1.412.500,00 = Rp. 16.950.000,00

4. PTKP

WP sendiri : Rp. 2.880.000,00

Page 11: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Tambahan kawin Rp. 1.440.000,00

Tambahan 3 Anak Rp. 4.320.000,00 +

Rp. 8.640.000,00 -

Penghasilan kena pajak setahun Rp. 8.310.000,00

PPh Pasal 21 terutang :

5% X Rp. 8.310.000,00 = Rp. 415.500,00

PPh Pasal 21 sebulan :

Rp. 415.500,00 : 12 = Rp. 34.625,00

Contoh 2 :

Rayzan Hafidz Rinaldi Bekerja sebagai pegawai tetap di PT. Piraku sejak 1 Agustus

2004. gaji sebulan Rp. 1.500.000,00 dan iuran pensiun yang dibayar tiap bulan sebesar

Rp. 25.000,00. Rayzan sudah menikah tetapi belum mempunyai anak. (K/-)

Perhitungan PPh Pasal 21 :

Gaji sebulan Rp. 1.500.000,00

Pengurangan :

1. Biaya Jabatan

5% X Rp. 1.500.000,00 = Rp 75.000,00

2. Iuran Pensiun : Rp.25.000,00 +

Rp . 100.000,00 -

Penghasilan neto sebulan Rp. 1.400.000,00

Penghasilan neto setahun :

1. Agustus s.d 31 Desember 2004 : 5 bulan

5 X Rp. 1.400.000,00 = Rp. 7.000.000,00

3. PTKP

WP sendiri : Rp. 2.880.000,00

Tambahan Kawin Rp. 1.440.000,00 +

Rp. 4.320.000,00 -

Page 12: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 2.680.000,00

PPh Pasal 21 terutang :

5% X Rp. 2.680.000,00 = Rp. 134.000,00

PPh Pasal 21 sebulan :

Rp. 134.000 : 5 = Rp. 26.800,00

Contoh 3 :

Lazuardi Imani mulai bekerja pada tanggal 1 mei 2000. Ia bekerja sampai dengan 30

juni 2003. Selama Tahun 2003 menerima gaji Rp. 4.000.000,00 sebulan dan pada

tahun 2003 menerima bonus sebesar Rp. 10.000.000,00 Lazuardi sudah menikah dan

punya anak 3 (K/3)

Perhitungan PPh Pasal 21 :

Gaji 6 bulan : 6 X Rp. 4.000.000,00 Rp. 24.000.000,00

Pengurangan :

1. Biaya Jabatan

5% X Rp. 24.000.000,00 = Rp. 1.200.000,00

Maksimum diperkenankan :

6 X Rp. 108.000,00 = Rp. 648.000,00 -

-

Penghasilan Neto atas gaji 6 bulan Rp. 3.352.000,00

Penghasilan Neto setahun :

Sampai dengan 30 juni 2003

12/6 X Rp. 23.352.000,00 = Rp. 46.704.000,00

Bonus Rp. 10.000.000,00 +

Penghasilan Neto atas gaji dan bonus Rp. 56.704.000,00

2 PTKP

WP sendiri : Rp. 2.880.000,00

Tambahan Kawin Rp. 1.440.000,00

Tambahan 3 Anak Rp. 4.320.000,00 +

Rp. 8.640.000,00 –

Page 13: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 48.064.000,00

PPh Pasal 21 terutang :

5% X Rp. 25.000.000,00 = Rp. 1.250.000,00

10%X Rp. 23.064.000,00 = Rp. 2.306.400,00 +

Rp. 3.556.400,00

PPh pasal 21 sebulan :

Rp. 3.556.400,00 :12/6 =

6/12 X Rp. 3.556.400,00= Rp. 1.778.200,00

Catatan :

Cara perhitungan seperti dalam contoh 3, berlaku juga untuk pegawai yang meninggal

dunia dalam tahun berjalan.

Contoh 4 :

Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawati kawin, cara

perhitungannya sama dengan PPh pasal 21 atas pegawai laki-laki. Perbedaanya hanya

pada PTKP. Untuk karyawati yang suaminya bekerja, maka PTKPnya hanya untuk

WP sendiri (RP. 2.880.000,00), sedangkan jika suaminya tidak mempunyai

penghasilan apapun (harus dilaporkan ke perusahaan berdasarkan surat keterangan

pemda setempat), maka PTKPnya selain WP sendiri juga tambahan kawin dan

tambahan anak (jika punya anak)

Perhitungan PPh Pasal 21 terhadap Penghasilan Pegawai Harian , Tenaga Harian

Lepas, Penerima Upah Satuan, dan Penerima Upah Borongan

Contoh 1 :

Erik bekerja pada perusahaan tenun dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan.

Dalam bulan januari 2004, Erik hanya bekerja 20 hari dan upah sehari Rp. 40.000,00.Erik

menikah tetapi belum punya anak (K/-).

Perhitungan PPh Pasal 21 :

Upah januari 2004 : 20 X Rp. 40.000,00 = Rp. 800.000,00

Penghasilan Neto setahun : 12 X Rp. 800.000,00 = Rp. 9.600.000,00

Page 14: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

PTKP (K/-) : Rp. 4.320.000,00 –

Penghasilan Kena Pajak Rp. 5.280.000,00

PPh Pasal 21 setahun :

5% X Rp. 5.280.000,00 = Rp. 264.000,00

PPh Pasal 21 sebulan :

Rp. 264.000,00 : 12 = Rp. 22.000,00

Contoh 2 :

Yesi karyawan perusahaan elektronika bekerja sebagai perakit radio dengan upah yang

dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp. 15.000,00

perbuah radio dan dibayarkan tiap minggu. Dalam 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan

sebanyak 24 buah radio.

Perhitungan PPh Pasal 21

Upah satuan sehari : (Rp. 15.000,00 X 24 unit) : 6 = Rp. 60.000,00

Upah diatas Rp. 24.000,00 sehari :

Rp. 60.000,00 – Rp. 24.000,00 Rp. 36.000,00

Upah seminggu terutang pajak :

6 X Rp. 36.000,00 Rp. 216.000,00

PPh Pasal 21 :

5% X Rp. 216.000,00 = Rp. 10.800,00 (mingguan)

Contoh 3 :

Yusa mengerjakan dekorasi ruang kantor denga upah borongan Rp, 600.000,00 pekerjaan

diselesaikan dalam 2 hari.

Perhitungan PPh Pasal 21 :

Upah borongan sehari : Rp. 600.000,00 : 2 = Rp. 300.000,00

Upah sehari di atas Rp. 24.000,00

Rp. 300.000,00 – Rp. 24.000,00 Rp. 276.000,00

Page 15: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Upah borongan terutang pajak :

2 X Rp. 276.000,00 Rp. 552.000,00

PPh Pasal 21 :

5% X Ro, 552.000 = Rp. 27.600,00

Contoh 4 :

Feri (tidak menikah) pada bulan September 2003 bekerja pada PT. Motah dengan

menerima upah sebesar Rp. 30.000,00 per hari

Perhitungan PPh Pasal 21 :

Upah sehari Rp. 30.000,00

Upah sehari di atas 24.000,00

Rp. 30.000,00 – Rp. 24.000,00 Rp 6.000,00

PPh Pasal 21 : 5% X Rp. 6.000,00 = Rp. 300,00 (harian)

Pada hari kesembilan dalam bulan takwim yang bersangkutan, Feri telah menerima

penghasilan sebesar Rp. 270.000,00 sehingga telah melebihi Rp. 240.000,00. dengan

demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan F eri pada bulan September dihitung sebagai

berikut :

Upah sembilan hari kerja Rp. 270.000,00

PTKP :

9 X (Rp. 2.880.000,00/360) Rp. 72.000,00 +

Upah harian pajak terutang Rp. 198.000,00

PPh Pasal 21 :

5% X Rp.198.000,00 = Rp. 9.900,00

PPh yang telah dipotong (selama 8 hari) :

8 X Rp. 300,00 Rp. 2.400,00

Pada hari kerja ke 10 dan seterusnya dalam bulan takwim yang bersangkutan, jumlah PPh

Pasal 21 per hari yang dipotong adalah :

Upah sehari Rp. 30.000,00

PTKP :

Page 16: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Rp. 2.880.000,00 : 360 Rp. 8.000,00 -

Upah harian terutang pajak Rp. 22.000,00

PPh Pasal 21 :

5% X Rp. 22.000,00 = Rp. 1.100,00

Catatan :

Upah harian yang tidak dipotong PPh Pasal 21 : sampai dengan Rp. 24.000,00 per hari.

Batas penghasilan bruto untuk dapat diberikan PTKP harian : tidak melebihi Rp.

240.000,00 per bulan.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 yang bersifat final

Contoh 1 :

Candra karyawan PT. Bungah. Pada bulan maret behenti bekerja karena pengurangan

pegawai dan menerima pesangon sebesar Rp. 40.000.000,00

PPh Pasal 21 terutang :

5% X Rp. 40.000.000,00 = Rp 2.000.000,00

Contoh 2 :

Afka pada tanggal 1 september 2004 telah memasuki usia pensiun dan menerima tebusan

dari Dana Pensiun Purna Karya sebesar Rp. 60.000.000,00

PPh Pasal 21 terutang

10% X Rp. 60.000.000,00 = Rp 6.000.000,00

Contoh 3 :

Adit yang memasuki usia pensiun menerima uang THT pada tanggal 1 November 2004

sebesar Rp. 50.000.000,00

PPh Pasal 21 terutang :

10% X Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00

Contoh 4 :

Page 17: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Reza memperoleh hadiah undian dari sebuah perusahaan sebesar Rp. 80.000.000,00

PPh Pasal 21 terutang :

25% X Rp. 80.000.000,00 = Rp. 20.000.000,00

C. MENGHITUNG PPh PASAL 22

PPh pasal 22 adalh pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah, baik

pemerintah pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-

lembaga Negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atau penyerahan barang, dan

badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan

di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

1. Subyek dan Obyek PPh Pasal 22

Subyek PPh Pasal 22 adalah orang pribadi atau badan yang berkewajiban

membayar PPh Pasal 22, yaitu :

a. Rekanan pemerintah, yang menyerahkan barang kepada bendaharawan

pemerintah, baik pemerintah pusat atau daerah, instansi atau lembaga pemerintah

dan lembaga-lembaga lainnya.

b. Pihak-pihak yang melaksanakan kegiatan di bidang impor (importir) atau kegiatan

usaha di bidang lain.

2. Obyek, Tarif dan Dasar Pemungutan PPh Pasal 22

Adapun yang menjadi obyek, tariff dan dasar pemungutan PPh Pasal 22, dapat

anda lihat dalam tabel berikut :

NO. OBYEK TARIF DASAR

PEMUNGUTAN

1 Pembayaran atas Pembelian Barang

oleh Direktorat Jenderal Anggaran

Bendaharawan Pemerintah,

BUMN/D yang dananya dari belanja

1,5% Harga Pembelian

Page 18: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

2

3

4

5

Negara/daerah

Impor :

a. Yang menggunakan Angka

Pengenal Impor (API)

b. Yang tidak menggunakan

API

c. Yang tidak dikuasai

Penjualan hasil produksi didalam

negeri

a. Industri semen

b. Industri kertas

c. Industri baja

d. Industri otomotif

e. Industri rokok

Penyerahan gula dan tepung terigu

oleh Bulog

a. Gula Pasir :

Penyerahan kepada penyalur

penyerahan kepada grosir

b. Tepung Terigu :

Penyerahan kepada penyalur

penyerahan kepada grosir

Penyerahan hasil produksinya

a. Premium, Premix, Solar

b. Minyak Tanah

2,5%

7,5%

7,5%

0,25%

0,1%

0,3%

0,45%

0,15%

Rp. 380

Rp. 270

Rp. 650

Rp. 650

Perta

mina

Swasta

nisasi

Nilai Impor

Nilai Impor

Harga Jual Lelang

DPP PPN

DPP PPN

DPP PPN

DPP PPN

Harga Bandrol

Per kuintal

Per kuintal

Per kuintal

Per kuintal

Penjualan

Penjualan

Page 19: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

c. Gas LPG

d. Pelumas

0,25%

0,3%

0,3%

0,3%

0,3%

0,3%

0,3%

0,3%

Penjualan

Penjualan

3. Tata Cara, saat pemungutan, penyetoran dan pelaporan

a. Untuk impor yang dilakukan tanpa LKP, maka PPh Pasal 22 dipungut oleh Dirjen

Bea Cukai Bukti Pemungutan dibuat rangkap 3 n didistribusikan kepada Importir

(Wajib Pajak), Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dan pemungut. Sedangkan jika

impor dengan LKP, maka PPh Pasal 22 dilunasi sendiri oleh importir ke bank

devisa, dengan bukti pemungutan berupa Surat Setoran Pajak (SSP) yang dibuat

rangkap 5 untuk Importir, KPP, melalui kantor kas dan Perbendaharaan Negara

(KPKN), KPP melalui bank devisa, dan Dirjen Bea Cukai. PPh Pasal 22 atas

impor harus dilunasi/dipungut pada saat pembayaran bea masuk atau penyelesaian

dokumen.

b. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh

Pertamina dan Bulog dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran

barang (DO: delivery order). Pelunasan dilakukan dengan cara pembeli atau

penerima penyerahan barang menyetor ke bank persepsi atau kantor pos dan giro.

c. Pelunasan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil industri semen, kertas, baja, dan

otomotif dilakukan pada saat penjualan.

d. PPh Pasal 22 pembelian barang dari belanja Negara/daerah dipungut pada setiap

pelaksanaan pembayaran. Hasil pemungutan tersebut harus disetor dengan SSP

pada hari yang sama ke bank persepsi/kantor pos. SSP diisi oleh dan atas nama

rekanan dan ditandatangani oleh bendaharawan dan dibuat rangkap lima.

4. Cara Menghitung PPh Pasal 22

Page 20: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Untuk menghitung PPh Pasal 22, Anda harus memperhatikan dengan seksama

siapa yang menjadi subyeknya; apa yang menjadi obyeknya; apa yang menjadi dasar

pemungutannya; serta berapa tarifnya. Misalnya untuk menghitung PPh Pasal 22 atas

obyek pajak impor, maka anda harus tahu apakah subyeknya memiliki API atau tidak

(karena yang memiliki dan yang tidak berbeda dalam tarif pajaknya), apa yang menjadi

dasar pemungutan pajaknya yaitu berapa besar nilai impornya; dan terakhir berapa tarif

pajak yang dikenakan. Sehingga secara sederhana dapat anda rumuskan sebagai berikut :

PPh Pasal 22 atas Impor : 2,5% X Nilai Impor.

Catatan :

a. Dikenakan tariff 2,5% karena importir memiliki API, jika tidak memiliki API

dikenakan tarif 7,5% (lihat tabel)

b. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan

Bea Masuk. Nilai Impor dihitung sebesar Cost, Insurance and Freight (CIF) +

Bea Masuk + Pungutan Pabean lainnya (jika ada)

Contoh 1 :

PT. Murag sebagai Importir dan telah memiliki API membeli suku cadang kendaraan

bermotor dari jepang sebesar Rp. 1.000.000.000,00 Asuransi yang dibayar dari luar

negeri sebesar 2% dari harga impor, Bea Masuk yang dikenakan sebesar 4% dari harga

impor, maka PPh Pasal 22 :

Harga Impor Rp. 1.000.000.000,00

Asuransi :

2% X Rp. 1.000.000.000,00 Rp. 20.000.000,00 +

Rp. 1.020.000.000,00

Bea Masuk :

4% X Rp. 1.020.000.000,00 Rp. 40.800.000,00 +

Nilai Impor Rp. 1.060.000.000,00

PPh Pasal 22 Impor :

Page 21: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

2,5% X Rp. 1.060.000.000,00 = Rp. 26.500.000,00

Contoh 2 :

PT. Brekele pada bulan maret 2004 mendapat pekerjaan pembangunan gedung kantor

dari pemkot bandung. Nilai proyek tersebut sebesar Rp. 800.000.000,00 maka PPh Pasal

22 :

Nilai Penyerahan Rp. 800.000.000,00

PPh Pasal 22 Bendaharawan

1,5% X Rp. 800.000.000,00 = Rp. 12.000.000,00

Catatan :

Untuk menghitung PPh Pasal 22 yang lainnya, Anda dapat melakukannya dengan cara

mengalikan Tarif dengan Dasar Pemungutan sebagaimana tercantum dalam tabel di atas,

misal PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi semen : 0,25% X DPP PPN; atas

penjualan hasil industri rokok : 0,15% X Harga Bandrol; atas penebusan premium, solar:

0,25% X Penjualan.

D. MENGHITUNG PPh PASAL 23

PPh pasal 23 merupakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau

penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam

pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subyek pajak dalam

negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar

negeri lainnya.

1. Subyek, Obyek, dan Tarif PPh Pasal 23

Subyek pajak atau yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah : Wajib

Pajak Dalam Negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sedangkan yang menjadi obyek

pemotongan PPh pasal 23 meliputi :

a. Dividen

b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan

pengembalian utang

Page 22: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

c. Royalty

d. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21

e. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi

f. Imbalan sehubungan dengan jasa tehnik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa

konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh Pasal 21

Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

Tariff pemotongan PPh pasal 23 sebesar 23% sebesar 15% dan jenisnya dibedakan atas

dua dasar pemotongan yaitu :

a. 15% dari jumlah Bruto yaitu :

1. Dividen

2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan

jaminan pengembalian utang.

3. royalty

4. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21

b. 15% dari perkiraan penghasilan Neto, yaitu :

1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

2. Imbalan sehubungan dengan jasa tehnik, jasa manajemen, jasa konsultan

hukum, jasa konsultan pajak, dan jasa lain selain yang telah dipotong

pajak sebagaimana dimaksud pasal 21

2. Cara Menghitung PPh Pasal 23

Jika anda akan menghitung PPh pasal 23, maka hal-hal yang perlu diperhatikan

selain tarif , adalah apa yang menjadi obyek pajaknya dan apa yang menjadi dasar

pemotongannya.

Contoh 1 :

PPh Pasal 23 atas obyek : dividen; bunga, dan atas royalty dapat dihitung sebagai

berikut :Tarif X Dasar Pemotongan : 15% X Bruto

Contoh 2 :

Page 23: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

PPh Pasal 23 atas obyek : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta (kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan

bangunan) dapat dihitung sebagai berikut :

Misal atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus

angkutan darat :

Tarif X Dasar Pemotongan : 15% X Perkiraan Penghasilan Neto

15% X (20% X Bruto)

Catatan :

Besarnya perkiraan penghasilan Neto untuk sewa dan penghasilan lain sehubungan

dengan penggunaan harta khusus angkutan darat adalah 20% dari jumlah bruto tidak

termasuk PPN.

E. MENGHITUNG PPh PASAL 24

Ketentuan pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas

penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap

pajak penghasilan yang terhutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri.

Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari

luar negeri dengan penghasilan di Indonesia.

Pada dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak penghasilan atas seluruh

penghasilan, baik yang diterima atau diperoleh dari dalam negeri maupun yang berasal

dari luar negeri. Oleh karena itu untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi

karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri

diatur dalam pasal 24 Undang-undang pajak penghasilan.

1. Penggabungan Penghasilan

Untuk penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dapat dilakukan sebagai

berikut :

a. Penggabungan Penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya

penghasilan tersebut.

Page 24: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

b. Penggabungan Penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya

penghasilan tersebut.

c. Penggabungan Penghasilan yang berupa dividen dilakukan dalam tahun pajak pada

saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri

Keuangan.

Contoh :

PT Baraya menerima dan memperoleh penghasilan Neto dari sumber luar negeri dalam

tahun 2004 sebagai berikut :

a. Hasil usaha di Negara inggris dalam tahun pajak 2004 sebesar Rp. 1.500.000.000,00.

b. Memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di N.VOranje di Negara Belanda

sebesar Rp.2.000.000.000,-, yaitu berasal dari keuntungan tahun 2001 yang

ditetapkan RUPS tahun 1998, dan baru dibayarkan tahun 2004.

c. Memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% di MU Ltd Inggris sebesar

Rp. 3.000.000.000,-. Dividen tersebut berasal dari keuntungan saham 2002 yang

berdasarkan keputusan menteri keuangan ditetapkan diperoleh tahun 2004.

d. Penghasilan berupa tarif bunga dari Bank of Tokyo sebesar Rp. 500.000.000,- dan

penghasilan tersebut baru akan diterima pada bulan april 2005.

Maka penggabungan penghasilannya adalah :

Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan PT Baraya

dari dalam negeri dalam tahun pajak 2004 adalah penghasilan pada angka 1, 2, dan 3.

sedangkan penghasilan pada angka 4 digabungkan dengan penghasilan PT Baraya dari

dalam negeri dalam tahun pajak 2005.

2. Batas Maksimum Kredit Pajak.

Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur atau perhitungan

berikut ini :

a. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri.

b. Penghasilan luar negeri X PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17

Seluruh penghasilan kena pajak

c. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal

penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).

Page 25: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Contoh :

PT Gaya memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2004 sebagai berikut:

1. Penghasilan dari luar negeri Rp. 400.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 35%

2. Penghasilan usaha di Indonesia Rp. 800.000.000,00

Maka jumlah penghasilan neto adalah :

Rp. 400.000.000,00 + Rp. 800.000.000,00 = Rp. 1.200.000.000,00

Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur atau perhitungan

berikut :

a. PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah :

35% X Rp. 400.000.000,00 = Rp. 140.000.000,00

b. Rp. 400.000.000,00 X Rp. 342.500.000,00 = Rp. 113.025.000,00

Rp. 1.200.000.000,00

c. PPh terutang (menurut tarif pasal 17) :

10% X Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00

15% X Rp. 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00

30% X Rp1.100.000.000,00 = Rp.330.000.000,00 +

Rp.342.500.000,00

Dengan demikian kredit pajak yang diperkenakan adalah pada poin 2 sebesar Rp.

113.025.000,00

3. Perhitungan PPh Pasal 24

Sebagaimana diuraikan di atas, maka yang perlu anda perhatikan dalam

penerapan PPh Pasal 24 adalah aturan tentang penggabungan penghasilan dan batas

maksimum kredit pajak.

Contoh :

PT Surabi dalam tahun 2004 memperoleh penghasilan dari perusahaan cabang yang ada

di Negara berikut ini:

1. Penghasilan dari Singapura Rp. 325.000.000,00 dengan tarif 35%

Page 26: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

2. Penghasilan dari Hongkong RP. 275.000.000,00 dengan tarif 30%

3. Penghasilan dari Malaysia Rp. 225.000.000,00 dengan tarif 25%

4. Vietnam mengalami kerugian Rp. 250.000.000,00

5. Penghasilan dari kantor pusat di Indonesia Rp. 750.000.000,00

Maka penetapan Kredit Pajak dihitung sebagai berikut :

Laba Singapura Rp. 325.000.000,00

Laba Hongkong Rp. 275.000.000,00

Laba Malaysia Rp. 225.000.000,00

Rugi di Vietnam (tidak dikompensasi) -

Penghasilan Kena Pajak Luar Negeri Rp. 825.000.000,00

Penghasilan Kena Pajak Dalam Negeri Rp. 750.000.000,00 +

Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp.1.575.000.000,00

PPh terutang menurut pasal 17

10% X Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00

15% X Rp. 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00

30% X Rp.1.475.000.000,00 = Rp. 442.500.000,00 +

455.000.000,00

Batas maksimum Kredit Pajak yang diperkenankan untuk masing-masing Negara :

1. Singapura

Rp. 325.000.000,00 X Rp. 455.000.000,00 = Rp. 93.888.888,00

Rp.1.575.000.000,00

Pajak yang dibayar di Singapura : 35% X Rp. 325.000.000,00 = Rp. 113.750.000.000,00

Dengan memperhatikan ketetapan mengenai batas kredit maksimum, maka maksimum

kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah sebesar perbandingan terkecilnya, yaitu Rp.

93.888.888,00

2. Hongkong

Rp. 275.000.000,00 X Rp. 455.000.000,00 = Rp. 79.444.444,00

Rp. 1.575.000.000,00

Page 27: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Pajak yang dibayar di Hongkong : 30% X Rp. 275.000.000,00 = Rp. 82.500.000,00

Dengan memperhatikan ketetapan mengenai batas kredit maksimum, maka maksimum

kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah sebesar perbandingan terkecilnya, yaitu Rp.

79.444.444,00.

3. Malaysia

Rp. 225.000.000,00 X Rp. 455.000.000,00 = Rp. 93.888.888,00

Rp. 1.575.000.000,00

Pajak yang dibayar di Malaysia : 25% X Rp. 325.000.000,00 = Rp. 56.250.000,00

Dengan memperhatikan ketetapan mengenai batas kredit maksimum, maka maksimum

kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah sebesar perbandingan terkecilnya, yaitu Rp.

56.250.000,00

Jumlah maksimum kredit pajak luar negeri :

Singapura = Rp. 93.888.888,00

Hongkong = Rp. 79.444.444,00

Malaysia = Rp. 56.250.000,00 +

Rp. 229.583.332,00

E. MENGHITUNG PPh PASAL 25

Ketentuan pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur tentang

perhitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak

dalam tahun berjalan.

Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan cara :

1. Wajib Pajak membayar sendiri (PPh Pasal 25)

2. Melalui pemotongan atau pemungutan melalui pihak ketiga (PPh pasal 21, 22, 23, 24)

Page 28: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Hal yang perlu anda ketahui, bahwa fasilitas angsuran pajak ini merupakan

kesempatan yang baik bagi setiap Wajib Pajak, karena dalam penetapan besarnya

angsuran pajak perbulannya tidak dikenakan bunga :

Cara Menghitung PPh Pasal 25

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 per bulan dilakukan dengan cara menghitung

selisih pajak pada tahun yang lalu dengan kredit pajak berupa PPh Pasal 22, 23 dan PPh

Pasal 24 dibagi dengan 12

PPh terutang menurut SPT tahun lalu – PPh Pasal 21, 22, 23, 24 tahun lalu

12

Contoh :

Jumlah penghasilan Tn. Diar yang terutang

Sesuai dengan SPT tahunan PPh 2003 Rp. 50.000.000,00

Pada tahun 2003, telah dibayar dan dipungut :

PPh Pasal 21 Rp. 7.000.000,00

PPh Pasal 22 Rp. 3.000.000,00

PPh Pasal 23 Rp. 4.000.000,00

PPh Pasal 25 Rp.15.000.000,00 +

Rp. 29.000.000,00 -

Kurang/lebih bayar Rp. 21.000.000,00

PPh yang terutang tahun 2003 Rp. 50.000.000,00

Pengurangan :

1. PPh Pasal 21 Rp. 7.000.000,00

2. PPh Pasal 22 Rp. 3.000.000,00

3. PPh Pasal 23 Rp. 4.000.000,00 +

Rp. 14.000.000,00 -

Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 Tahun 2004 Rp. 36.000.000,00

Page 29: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Besarnya PPh Pasal 25 per Bulan :

Rp. 36.000.000,00 = Rp. 3.000.000,00

12

G. MENGHITUNG PPh PASAL 26

PPh Pasal 26 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang

bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri baik orang

pribadi maupun Badan selain Bentuk Usaha Tetap (BUT).

1. Obyek, Tarif, dan Dasar Pengenaan Pajak

No Obyek PPh Pasal 26 Tarif Dasar Pengenaan Sifat

1 Penghasilan yang diterima atau diperoleh

Wajip Pajak Luar Negeri atas penghasilan

berupa :

Dividen

Bunga termasuk premium, diskonto dan

imbalan sehubungan dengan jaminan

pengembalian uang

Royalty, sewa dan penghasilan lain

sehubungan dengan penggunaan harta

Imbalan sehubungan dengan jasa,

pekerjaan atau kegiatan

Hadiah dan penghargaan dengan nama

dan dalam bentuk apapun

Pensiun dan pembayaran berkala

lainnya

20% Jumlah

Penghasilan

Bruto

Final

Page 30: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

2

3

Penghasilan berupa :

Penghasilan dari penjualan harta di

Indonesia

Premi asuransi dan premi reasuransi

yang dibayarkan kepada perusahaan

asuransi luar negeri

Penghasilan kena pajak setelah dikurangi

pajak dari suatu BUT, kecuali penghasilan

tersebut ditanamkan kembali di Indonesia

yang tidak dipotong PPh Pasal 26

20%

20%

Perkiraan

Penghasilan Neto

Penghasilan Kena

Pajak

Final

Final

2. Cara Menghitung PPh Pasal 26

Agar Anda lebih memahami tentang penerapan tarif dan obyek PPh Pasal 26

tersebut di atas, perlu kiranya untuk mempelajari contoh-contoh berikut ini :

Contoh 1:

PT Paraban yang berdomisili di bandung membayar royalty kepada KIA Motors Korea

sebesar Rp. 3.500.000.000,00.

Perhitungan PPh Pasal 26 yang harus dipotong PT Paraban adalah :

20% X Rp. 3.500.000.000,00 = Rp. 700.000.000,00

Contoh 2 :

Petenis USA, Andre Agassi menjuarai Indonesian Open 2004 yang diselenggarakan di

Jakarta sehingga berhak menerima hadiah sebesar Rp. 500.000.000,00.

Perhitungan PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh panitia lomba adalah :

20% X Rp. 500.000.000,00 = Rp. 100.000.000,00

Page 31: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

Contoh 3:

Bon Jovi (kawin dan mempunyai 2 orang anak) adalah pegawai asing yang bekerja di

Indonesia kurang dari 183 hari. Ia memperoleh gaji pada bulan September 2004 sebesar

US $ 4,000,00 per bulan. Misal kurs yang ditetapkan sebesar Rp. 8500,00 per 1 US $

Perhitungan PPh Pasal 26 yang terutang adalah :

Penghasilan Bruto sebulan = Rp. 8.500,00 X 4.000,00 = Rp. 34.000.000,00

PPh Pasal 26 :

20% X Rp. 34.000.000,00 = Rp. 6.800.000,00

Catatan :

Bon Jovi merupakan Wajib Pajak Luar Negeri, karena bekerja di Indonesia kurang

dari 183 hari

Dalam menghitung PPh Pasal 26, PTKP tidak diperhitungkan

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardiasmo,. (2003). Perpajakan. Yogyakarta : Penerbit Andi.

2. Mohammad Zain, (2000), Perpajakan, Bandung : Lab. Manajemen FE Unpad

Page 32: 8 MENGHITUNG PAJAK PENHASILAN

3. …………………, (2000), Kredit Pajak, Bandung : Lab. Manajemen FE Unpad

4. Waluyo (2002), Perpajakan Indonesia, Jakarta : Salemba Empat.

5. Ridwan Purnama, (2004), Perpajakan, Jakarta : Universitas Terbuka

6. Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, (2002), Perpajakan Indonesia, Jakarta : Salemba

Empat

7. Yusdianto Prabowo, (2002), Akuntansi Perpajakan Terapan, Jakarta : Grasindo

8. Undang-Undang Pajak Tahun 2000, Jakarta : Salemba Empat