kajian teoritis dan hipotesis -...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Purwadiatmo (2003:15) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak adalah
wajib pajak mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban perpajakannya sesuai
aturan yang berlaku tanpa diadakan pemeriksaan, investigasi saksama, peringatan
atau pun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.
Selanjutnya menurut Nurmantu (2003:148) kepatuhan wajib pajak badan adalah
suatu pemenuhan kewajiban perpajakan, yang harus dilakukan oleh wajib pajak
badan melalui tingkat pelaporan SPT, laporan penyelesaian tunggakan pajak dan
laporan perkembangan pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang.
Berkaitan dengan itu, kewajiban pajak dapat dibagi dengan dua kategori, yaitu
pemenuhan kewajiban hukum pajak materil dan hukum pajak formal.
Hukum pajak material membuat norma-norma yang menerangkan keadaan-
keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak,
siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, seberapa besar pajaknya, dengan perkataan
lain segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak dan
hubungan pajak antara pemerintah dan wajib pajak. Sedangkan hukum pajak formal
adalah aturan-aturan mengenai cara-cara untuk menjelmahkan hukum material
tersebut di atas menjadi suatu kenyataan. Bagian hukum ini memuat cara-cara
penyelenggaraan mengenai penetapan suatu utang pajak, kontrol oleh pemerintah
terhadap penyelenggaraannya, kewajiban para wajib pajak, kewajiban pihak ketiga,
dan prosedur dalam pemungutannya. Kepatuhan wajib pajak dan kesadaran wajib
pajak dalam memenuhi kewajibannya perpajakan baik formal maupun materil
meliputi: ( Brotodiharjo, 2003:44)
1. Wajib pajak paham dan berusaha untuk memahami undang-undang pajak.
2. Mengisi formulir dengan tepat
3. Menghitung, membayar dan melaporkan pajak pada tepat waktu.
2.1.2 Hal-Hal Yang Mempengaruhi Patuh Tidaknya Wajib Pajak
Gunadi (2009:29) menyatakan ada empat hal yang mempengaruhi patuh
tidaknya wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya yaitu:
1. Tarif
Mulai tahun pajak 2009, tarif PPh badan menganut sistem tarif tunggal
atau single tax yaitu 28% dan akan menjadi 25% pada tahun 2010. Jadi
berapapun penghasilan kena pajaknya, tarif yang dikenakan adalah satu yaitu
28% atau 25%. Khusus untuk perusahaan terbuka yang memenuhi syarat
tertentu, tarif PPh Badannya adalah 5% lebih rendah dari tarif umum.
Secara umum, perubahan tarif PPh badan ini menguntungkan bagi
perusahaan-perushaan besar yang biasanya kena tarif lapisan tertinggi 30%.
Namun bagi perusahaan-perusahaan kecil, yang biasanya kena tarif dengan
lapisan kena pajak rendah tentu saja akan merugikan karena akan mengalami
kenaikan tarif. Namun demikian, ada ketentuan baru dalam Pasal 31E yang
memberikan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif umum untuk
wajib pajak badan yang omzetnya tidak lebih dari Rp50 Milyar yang
dikenakan terhadap penghasilan kena pajak dari bagian omzet sampai dengan
Rp4,8 Milyar.
2. Pelaksanaan penagihan yang rapi, konsisten dan konsekuen
3. Ada tidaknya sanksi yang melanggar
4. Pelaksanaan sanksi secara konsisten, konsekuen dan tanpa pandang bulu
2.1.3 Kriteria Wajib Pajak Patuh
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.192/Pmk.03/2007 tentang
tata cara penetapan wajib pajak dengan kriteria tertentu dalam rangka pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, Menteri Keuangan Republik Indonesia,
menimbang bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 17C ayat (7) perlu
menetapkan peraturan wajib pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut
sebagai wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda
pembayaran pajak.
c. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama
3 (tiga) tahun berturut-turut.
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
2.1.4 Keuntungan Menjadi Wajib Pajak Patuh
Keuntungan menjadi wajib pajak patuh adalah adanya perlakuan khusus untuk
restitusi PPh dan PPN. Untuk restitusi PPh paling lama 3 bulan dapat diterbitkan surat
keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Sedangkan PPN paling lama
1 bulan. Selain itu, wajib pajak patuh mendapat perlakuan khusus dari Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai. P-11/BC/2005 dan P 24/BC/2007 menyebutkan bahwa
wajib pajak patuh mendapat fasilitas mitra utama sehingga atas impor yang
dilakukan. Hanya saja, pada pasal 6 Peraturan Dirjen Pajak Nomor 1/PJ/2008
menyebutkan wajib pajak patuh yang tidak menghendaki diterbitkan surat keputusan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak harus membuat pernyataan tertulis
bersamaan dengan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).” Pasal
3 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor 1/PJ/2008 mengatur bahwa wajib pajak
dapat mengajukan permohonan pengembalian dengan SPT atau surat terpisah.
Artinya, jika ada permohonan pengembalian baik melalui SPT saja atau dengan surat
tersendiri, kantor pelayanan pajak otomatis akan memberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak patuh kecuali ada
pernyataan tertulis bahwa wajib pajak patuh tersebut menolak. Jika wajib pajak patuh
menolak, maka pengembalian pembayaran pajak akan diberikan penuh (bukan
pendahuluan).
2.1.5 Wajib Pajak Badan
Direktorat Jendral Pajak dalam undang-undang perpajakan No. 36 tahun 2008
menjelaskan wajib pajak badan adalah orang atau badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan. Badan adalah perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan usaha
milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan,
perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan
atau lembaga, dan bentuk usaha tetap.
Subyek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau
Pemerintah Daerah
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara
2.1.5.1 Kewajiban Dan Hak Wajib Pajak Badan
Untuk menjamin kepastian hukum kepada wajib pajak dalam melaksanakan
kewajibannya, diatur dalam undang-undang secara tegas hak-hak dan kewajiban
wajib pajak dalam suatu hukum pajak formal.
Hak-hak wajib pajak yang diatur dalam undang-undang No.6 tahun 1983 yang
telah diubah dengan undang-undang No.36 tahun 2008 adalah sebagai berikut :
1. Menunda pemasukan surat pemberitahuan tahunan
2. Membetulkan atau mengadakan koreksi terhadap surat pemberitahuan yang
telah disampaikan kepada fiskus
3. Mengajukan permohonan untuk menunda pembayaran pajak atas suatu
ketetapan maupun mengajukan permohonan pengurangan besarnya angsuran
pajak
4. Meminta kembali (restitusi) atau mengadakan kompensasi terhadap kelebihan
pembayaran pajak
5. Mengajukan permohonan untuk penghapusan sanksi admistrasi
6. Mengajukan keberatatan atas suatu ketetapan pajak
7. Mengajukan banding kepada badan peradilan pajak yang lebih tinggi
Kewajiban wajib pajak yang diatur dalam undang-undang No.6 tahun 1983
yang telah diubah dengan undang-undang No.36 tahun 2008 adalah sebagai berikut:
1. Wajib mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya untuk memperoleh
NPWP sebagai tanda atau identitas wajib pajak
2. Wajib membayar pajak
3. Wajib menyampaikan surat pemberitahun tahunan (SPT)
4. Wajib menyelenggarakan pembukuan terdiri dari catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta penjualan pembelian sehingga
dapat dihitung besar pajak yang terutang
5. Wajib memberikan kepada aparatur pajak serta pemeriksaan dalam hal:
a. Memperlihatkan catatan sebagai dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat yang dipandang
perlu memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan
c. Memberikan keterangan yang diperlukan
d. Meniadakan kewajiban untuk merahasiakan.
2.1.6 Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)
2.1.6.1 Pengertian SPT
Mardiasmo (2011:40) menjelaskan surat pemberitahuan tahunan (SPT)
menurut ketentuan umum dan tata cara perpajakan menyebut bahwa pengertian surat
pemberitahuan (SPT) adalah surat yang diperoleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan, perhitungkan dan atau membayar pajak menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2.1.6.2 Fungsi SPT
Fungsi surat pemberitahuan bagi wajib pajak adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan
melalui pemotongan atau pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian
tahun pajak.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak atau bukan objek pajak
c. Harta dan kewajiban
d. Pembayaran dari pemotongan dan pemungut pajak orang pribadi atau
badan dalam masa pajak.
Bagi pengusaha kena pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagian sarana
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak pertambahan
nilai dan penjualan tas barang mewah yang sebenarnya terutang untuk melaporkan
tentang:
a. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran
b. Pembayaran atau pelunasan yang telah dilaksanakan sendiri oleh pengusaha
kena pajak melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut.
2.1.6.3 Jenis SPT
Jenis SPT dibedakan menjadi dua bila diperhatikan saat pelaporannya:
1. SPT masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam
suatu Masa Pajak atau pada suatu saat. SPT masa terdiri dari 2 (dua)
macam yaitu SPT masa untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan SPT
masauntuk pajak pertambahan nilai.
2. SPT tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu
tahun pajak. SPT tahunan juga dapat dibedakan menjadi 2 yaitu SPT
tahunan untuk wajib pajak perseorangan dan wajib pajak badan.
2.1.6.4 Batas Waktu Penyampaian SPT
Batas waktu penyampaian surat pemberitahuan adalah:
1. Untuk surat pemberitahuan masa, paling lambat 20 (dua pulu) hari
setelah akhir masa pajak.
2. Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak
orang pribadi, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
3. Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak
orang badan, paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.
Penjelasan ayat ini mengatur tentang batas waktu penyampaian surat pemberitahuan
yang dianggap cukup memadai bagi wajib pajak untuk mempersiapkan segala sesuatu
yang berhubungan dengan pembayaran pajak dan penyelesaian pembukuannya.
2.1.6.5 Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
Mardiasmo (2011:48) menjelaskan apabila surat pemberitahuan tidak
disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau
batas waktu perpanjangan penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk surat pemberitahuan masa pajak
pertambahan nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk surat pemberitahuan
masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan serta sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk surat pemberitahuan tahunan pajak
penghasilan wajib pajak orang pribadi.
Penjelasan maksud pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana
diatur pada ayat ini adalah untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban menyampaikan
surat pemberitahuan.
2.1.7 Pajak Penghasilan Pasal 25
2.1.7.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25
Waluyo (2007:88) mengemukakan mengenai pajak penghasilan pasal 25 yaitu
angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan
dalam tahun pajak berjalan. Pelunasan PPh 25 dilakukan oleh wajib pajak pada masa
bulan dan akhir tahun. PPh pasal 25 masa bulanan adalah angsuran PPh yang
diperkirakan akan terutang dari wajib pajak pada akhir tahun. Wajib pajak yang harus
memperhitungkan, membayar dan melaporkan PPh pasal 25 masa bulan adalah wajib
pajak perseorangan maupun badan termasuk BUT. Sementara itu, wajib pajak
perseorangan yang hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja berupa
gaji dan sejenisnya yang sudah dipotong PPh pasal 21 tidak lagi berkewajiban
melaporkan PPh pasal 25 masa bulanan, kecuali wajib pajak dan tanggungannya
tersebut memperoleh penghasilan lainnya.
Pajak penghasilan disingkat (PPh) dikenakan kepada wajib pajak dalam suatu
periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini maka perhitungan
PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT tahunan. Karena
perhitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka perhitungan ini harus dilakukan
setelah setahun berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah bisa
diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan
keuangan selesai dibuat.
Cara seperti itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru dapat
diketahuai ketika suatu tahunan pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak tidak
dilakukan sekaligus yang tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah mekanisme
pembayaran pajak dimuka atau pembayaran pajak cicilan setiap bulan. Pembayaran
cicilan ini dinamakan pajak penghasilan 25.
2.1.7.2 Subjek Dan Objek Pajak PPh Pasal 25
A. Subjek Pajak
Ismawan (2009:69) menyatakan bahwa subjek pajak penghasilan (PPh) adalah
orang pribadi warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak, badan, dan bentuk usaha tetap (BUT).
Subjek Pajak terdiri dari:
1. Subjek pajak dalam negeri adalah :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis,
lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2. Subjek pajak luar negeri adalah :
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha.
b. Melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
B. Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
2.1.7.3 Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25
Effendi (2002:19) menjelaskan besarnya angsuran PPh pasal 25 dihitung
sesuai ketentuan. Pada umumnya cara menghitung PPh pasal 25 didasarkan pada data
SPT tahun sebelumnya. Artinya kita mengasumsi bahwa penghasilan tahun ini sama
dengan penghasilan tahun sebelumnya, Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan
kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir. Selisih tersebutlah
yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan pajak akhir tahun
ini bisa dinamakan PPh pasal 29. Apabila selisih menunjukan lebih bayar, maka
kondisi ini dinamakan restitusi atau wajib pajak meminta kelebihan membayar pajak
yang telah dilakukan.
umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar pajak penghasilan terutang
menurut SPT tahunan pajak penghasilan tahun lalu dikurangi dengan kredit pajak
penghasilan pasal 21, 22, 23, dan pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak.
Misalnya SPT tahun 2008 menunjukan data sebagai berikut:
Pajak penghasilan terutang Rp. 50.000.000
Kredit pajak PPh pasal 21, 22, 23 dan 24 Rp. 35.000.000
Maka PPh pasal 25 tahun 2009 yang harus dibayar tiap bulan adalah sebagai berikut:
Pajak penghasilan terutang Rp. 50.000.000
Kredit pajak PPh pasal 21, 22, 23, dan 24 Rp. 35.000.000
Selisih Rp. 15.000.000
PPh pasal 25 = 15.000.000 : 12 = Rp. 1.250.000
2.1.7.4 Penyetoran Dan Pelaporan PPh Pasal 25
Peraturan Dirjen Nomor PER-22/PJ/2008 mengatur tentang tata cara
pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 25. Kalau dicermati sebagian besar isi dari
ketentuan ini sebenarnya adalah sekedar kompilasi ketentuan dalam KUP tentang PPh
Pasal 25 yang tersebar di peratura-peraturan lain. Satu hal yang baru adalah masalah
pelaporan PPh Pasal 25 bagi wajib pajak yang membayar PPh Pasal 25 melalui
sistem MPN atau modul penerimaan negara.
Beberapa hal penting yang perlu diketahui dalam pelaporan dan penyetoran PPh pasal
25 adalah sebagai berikut :
1. Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo bertepatan dengan
hari libur, maka pembayaran PPh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
2. Dalam pengertian hari libur termasuk hari Sabtu, hari libur nasional, hari
pemilihan umum yang diliburkan dan cuti bersama secara nasional.
Pembayaran dilakukan di bank persepsi atau bank devisa persepsi atau kantor
pos persepsi dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain.
Pengesahan dilakukan oleh pejabat kantor penerima pembayaran atau melalui
validasi sistem modul penerimaan negara dengan adanya nomor transaksi
penerimaan negara (NTPN).
3. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dengan validasi NTPN dianggap
telah menyampaikan SPT PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi.
Ketentuan ini rasanya bisa diartikan bahwa wajib pajak yang telah membayar
PPh Pasal 25 dengan sistem MPN tidak perlu lagi melaporkan SSP lembar
ketiga ke Kantor Pelayanan Pajak. Kalau memang demikian, hal ini
merupakan suatu kemajuan yang berarti dimana satu prosedur pelaporan bisa
dihilangkan sehingga bisa menghemat biaya administrasi.
4. Bagi wajib pajak yang PPh Pasal 25nya nihil, PPh Pasal 25nya Dollar, dan
yang pembayarannya tidak secara online dan tidak mendapat NTPN, tetap
diharuskan melaporkan SSP lembar ketiganya di KPP tempat wajib pajak
tersebut terdaftar.
Sanksi keterlambatan pembayaran mengacu kepada Pasal 9 ayat (2a) UU KUP
dan sanksi keterlambatan lapor mengacu kepada Pasal 7 ayat (1) UU KUP.
2.1.7.5 Hal-Hal Tertentu Untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25
Direktur Jendral Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan,
apabila:
1. Wajib pajak berhak atas kompetensi kerugian
2. Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
3. SPT tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan
4. Wajib pajak diberi perpanjangan waktu penyampaikan SPT tahunan PPh
5. Wajib pajak membetulkan SPT tahunan PPh yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak
2.1.7.6 Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25
Peningkatan penerimaan negara diarahkan pada target penerimaan perpajakan.
Dalam upaya meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dibutuhkan langkah-
langkah penyempurnaan kebijakan perpajakan, salah satunya melalui moderilisasi
atau pembaharuan kembali sistem adiministrasi perpajakan.
Purnomo (2005:12) menjelaskan penerimaan menjelaskan penerimaan
penghasilan pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar oleh
wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak
penghasilan pasal 25 dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas
seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam surat
pemberitahuan tahunan (SPT)
Pengertian penerimaan pajak menurut Direktorat Jendral Pajak tahun 2009
penerimaan pajak yaitu pajak yang diterima oleh pemerintah atau fikus yang
disetorkan oleh wajib pajak sebagai salah satu kewajiban wajib pajak kepada
pemerintah yang dibayarkan melalui kantor pelayanan pajak yang sesuai dengan
daerah tempat wajib pajak berada atau bank yang menerima pembayaran pajak.
2.1.7.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan
Pasal 25 Badan
Ismawan (2009:125) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan pajak pasal 25 badan yaitu:
a. Moderisasi Pajak
Moderisasi pajak dilakukan bertujuan untuk menerapkan “good
governance” dan pelayanan prima kepada masyarakat. Demikian juga dengan
tuntutan pelayanan yang lebih baik dari stockholders perpajakan. Dengan
demikian diharapkan dapat memberikan kepuasan pada wajib pajak yang
kemudian akan meningkatkan penerimaan pajak khususnya pajak penghasilan
pasal 25 badan.
b. Sunset Policy
Kebijakan perpajakan untuk menghapus sanksi perpajakan yang
mengakibatkan menunggaknya kewajiban pajak, akan tetapi pokok pajak yang
menunggak tetap harus dipenuhi. Sehingga dapat diharapkan dengan adanya
sunset policy tersebut dapat meringankan wajib pajaknya serta diharapkan
dapat meningkatkan penerimaan pajak (PPh pasal 25 badan)
c. Mutu Pelayanan Dan Kualitas Pajak
Untuk meningkatkan pelayanan pada wajib pajak maka dibentuk
tempat pelayanan terpadu (TPT) disetiap KPP, tujuannya untuk memudahkan
pengawasan terhadap pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak. Contoh
account representative (AR), help desk, complain center, call center. Serta
didukung sumber daya manusia yang berkwalitas tinggi melalui pendidikan
dan pelatihan. Mapping serta fit and propert tes yang diharapkan nantinya
akan mempengaruhi peningkatan penerimaan pajak khususnya pajak
penghasilan pasal 25 badan.
d. Penerapan Sanksi Pajak Sesuai Undang-Undang
Untuk menegakan kedisiplinan wajib pajak memenuhi hak dan
kewajiban, diperlukan adanya sanksi administrasi maupun pidana. Dasar
hukum sanksi ini diatur dalam masing masing pasal UU KUP yang
diharapkan wajib pajak akan patuh dalam melaksanakan kewajiban pajaknya
serta akan mempengaruhi penerimaan pajak khususnya pajak penghasilan
pasal 25 badan.
e. Self Assessment system
Ada suatu system pemungutan perpajakan yang member wewenang
kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan besarnya pajak yang terutang.
Dalam hal ini wajib pajak diberikan kepercayaan dengan menerapkan self
assessment sehingga dapat meningkatkan pajak penhasilan.
2.1.8 Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Pasal 25.
Nurmantu (2003:81) menuturkan wajib pajak dikategorikan sebagai wajib
pajak patuh apabila wajib pajak tersebut melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, mulai dari menghitung,
menentukan, menyetor sampai melaporkan kawajiban pajaknya. Apabila wajib pajak
tidak melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya sesuai dengan peraturan yang
berlaku maka wajib pajak dikenakan sanksi yang berupa sanksi denda dan bunga.
Penerapan sanksi perpajakan ini dilaksanakan bukan untuk menakut-nakuti
wajib pajak atau masyarakat, tetapi dalam rangka menjalankan tugas sesuai dengan
undang-undang perpajakan, demi menjamin ketersedianya dana pembangunan yang
bersumber dari sektor pajak, maka diperlukan peran serta masyarakat agar menjadi
wajib pajak patuh. Apabila masyarakat sudah menjadi wajib pajak patuh, maka secara
langsung penerimaan pajak penghasilan khususnya PPh pasal 25 akan menjadi lebih
baik dapat meningkatkan sesuai dengan jumlah wajib pajak yang terdaftar. Dengan
berbagai upaya Dirjen Pajak baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Intensifikasi merupakan upaya peningkatan penerimaan pajak dengan
memaksimalkan pembayaran pajak dari wajib pajak yang sudah ada, sedangkan
ekstensifikasi merupakan peningkatan pajak dengan mencari wajib pajak yang baru.
Upaya ini dapat berpengaruh untuk penambahan jumlah wajib pajak dan dapat
menambah jumlah wajib pajak dan dapat menimbulkan pengaruh kepatuhan wajib
pajak sehingga secara otomatis penerimaan pajak juga akan meningkat. Dan yang
dimaksud dengan kepatuhan wajib pajak badan yaitu jumlah SPT PPh tahunan yang
dilaporkan wajib pajak badan tepat waktu sebelum jatuh tempo dalam tahun pajak.
2.1.9 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh kepatuhan wajib pajak badan
terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 sudah banyak sebagaimana yang
ditunjukan pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Penelitian Terdahulu
No Nama Judul penelitian Variabel Penelitian Hasil penelitian
1 Menurut
Lukmanul
(2010:54 )
Pengaruh kepatuhan
wajib pajak badan
terhadap penerimaan
pajak penghasilan
pasal 25 pada Kantor
Pelayan Pajak
Pratama Setia Budi
Satu Dan Dua
-Kepatuhan wajib
pajak
-Penerimaan PPh 25
Berdasarakan hasil
penelitian yang dilakukan
pada KPP setia budi satu
dan dua ada pengaruh
yang positif yang kuat
antara kepatuhan wajib
pajak terhadap penerimaan
penghasilan pasal 25
2 Sari
(2006:60)
pengaruh kepatuhan
wajib pajak dan
pemeriksaan pajak
terhadap penerimaan
pph 25 wajib pajak
badan Pada KPP
Denpasar Timur
- Kepatuhan wajib
pajak
- Pemeriksaan pajak
- Penerimaan PPh 25
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan
pada KPP Denpasar
Timur, diperoleh hasil
bahwa Kepatuhan wajib
pajak dan pemeriksaan
pajak secara simultan
berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan pajak
penghasilan pasal 25
3 Wijaya
(2005:79)
Hubungan antara
jumlah pembayaran
masa angsuran pajak
penghasilan pasal 25
dan jumlah wajib
pajak badan dengan
penerimaan pajak
penghasialn pasal 25
-Pembayaran
angsuran PPh pasal
25
- Jumlah wajib pajak
badan
-Penerimaan PPh
badan pasal 25
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan
pada KPP Bayuangi
membuktikan bahwa
pembayaran angsuran
pajak
penghasilan pasal 25
badan yang dilaporkan
tepat waktu dan jumlah
wajib pajak
badan yang aktif
berhubungan secara
simultan dengan
penerimaan pajak
penghasilan pasal 25
badan.
2.1.10 Kerangka Pikir
Studi tentang pengaruh kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak
penghsilan pasal 25 sudah banyak dilakukan, sebagai contoh penelitian yang pernah
dilakukan oleh Lukmanul (2010), Sari (2006) yang menyatakan bahwa ada pengaruh
yang positif dan kuat antara kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan
penghasilan pasal 25.
Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan No. 36 Tahun 2008, menetapkan
wajib pajak tergolong badan yaitu perusahan, firma, perseroan terbatas dan koprasi.
Wajib pajak badan dikategorikan sebagai wajib pajak patuh apabila wajib pajak
tersebut melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku, mulai dari keakuratan perhitungan pajak penghasilan,
ketetapan waktu dalam melaporkan pajak yang terutang, dan kelengkapan dalam
menyetorkan SPT tahunan.
Melihat beberapa hasil penelitian di atas telah menunjukan bahwa kepatuhan
wajib pajak badan berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan. Apabila
masyarakat sudah menjadi wajib pajak patuh, maka secara langsung penerimaan
pajak penghasilan khususnya PPh pasal 25 akan menjadi lebih baik dapat
meningkatkan sesuai dengan jumlah wajib pajak yang terdaftar.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat digambarkan kerangka pemikiran yang
dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut:
Gambar 1 Kerangka Pikir
Permasalahan penelitian
Berdasarakan fenomena dan kajian teoritis serta studi empiris secara ringkas, peneltian ini adalah sebagai berikut:
Apakah kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25
Dasar teori
1. Kepatuhan wajib pajak badan. ( Purdawarmito 2003)
2. Pajak penghasilan pasal 25 ( Waluyo 2007)
3. Pengaruh kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 ( Nurmantu 2003:81)
Penelitian terdahulu
1. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayan Pajak Pratama setia budi satu dan dua. ( Muh Lukmanul 2010)
2. Pengaruh Kepatuhan Wajib dan pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan PPh 25 wajib pajak badan pada KPP Denpasar Timur.( Sari Ratna 2006)
Diduga kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25
Kepatuhan wajib pajak badan
Penerimaan pajak penghasilan pasal 25
2.11 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diduga bahwa kepatuhan wajib pajak badan
berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada kantor Pelayan
Pajak Pratama Gorontalo