8. bab ii
DESCRIPTION
ImunisasiTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Puskesmas Selalong
A B
Gambar 2.1 (A) Peta Kabupaten Sekadau, (B) Peta Selalong. (Sumber:
http://loketpeta.pu.go.id).
Puskesmas Selalong merupakan 1 dari 12 Puskesmas di Kabupaten Sekadau
dan salah satu Puskesmas rawat jalan dari 4 Puskesmas yang berada di Kecamatan
Sekadau Hilir. Berjarak 6 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sekadau (Profil
Kesehatan Puskesmas Selalong, 2012).
a. Luas wilayah kerja Puskesmas Selalong: 45 Km2.
b. Jumlah desa: 1 desa yaitu Desa Selalong.
c. Jumlah dusun : 5 dusun yaitu Dusun Selalong I, Dusun Selalong II, Dusun
SP.I Nanga Menterap, Dusun SP II Nanga Muntik dan SP. IV Ensali.
d. Jumlah Penduduk : 1.586 orang.
e. Jumlah keluarga : 706 keluarga.
7
8
f. Sosial ekonomi/ mata pencarian : petani, PNS, buruh.
g. Sarana pendidikan : SD 4, SMP 1.
h. Sarana kesehatan : Puskesmas 1, Pustu 1, Polindes 1, Posyandu balita 5.
i. Jumlah kelahiran : tahun 2012 yaitu 37 kelahiran dan tahun 2013 yaitu 35
kelahiran (Profil Kesehatan Puskesmas Selalong, 2012, 2013).
B. Pengetahuan
B.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi
melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku seseorang. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada tindakan yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo.S, 2003; Maulana, 2009; Fitriani, 2011).
B.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami merupakan kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh dan menyimpulkan objek yang dipelajari.
9
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada kondisi yang sebenarnya seperti penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih
ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain,
sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
B.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adalah
(Notoatmodjo, 2003; Widayatun, 2009):
a. Sosial Budaya dan Ekonomi
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubunganya dengan orang
lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan
memperoleh suatu pengetahuan. Status ekonomi menentukan tersedianya fasilitas
yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
10
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan
manusia untuk berbuat. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi
misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi dan semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat.
c. Lingkungan
Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang
dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada
sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman
yang akan berpengaruh pada pada cara berfikir seseorang.
d. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
e. Sumber Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Informasi
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan
yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media
misalnya televisi (TV), radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang. Sebagai sarana komunikasi, berbagai
bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, termasuk
peyuluhan kesehatan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan
pengetahuan seseorang. Semakin banyak seseorang menerima informasi mengenai
suatu penyakit maka pengetahuannya mengenai penyakit tersebut pun akan
meningkat.
11
B.4 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Fitriani, 2011). Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau
kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas
(Notoatmodjo.S, 2003).
Aspek penilaian pengetahuan dikategorikan berdasarkan total nilai yang
didapat dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Wawan dan Dewi, 2010):
a. Tingkat pengetahuan baik, bila total skor jawaban 76-100%.
b. Tingkat pengetahuan sedang, bila total skor jawaban 56-75%.
c. Tingkat pengetahuan buruk, bila skor < 56%.
C. Sikap
C.1 Pengertian Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-
tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya)
(Notoatmodjo.S, 2010). Newcomb, dalam Notoatmodjo, salah seorang ahli
psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan dari suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan
reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka (Notoatmodjo.S, 2003).
C.2 Komponen Pokok Sikap
Dalam bagian lain, Allport (1954) dalam Notoatmodjo menjelaskan bahwa
sikap itu mempunyai 3 komponen pokok (Wawan dan Dewi, 2010):
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
12
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan
dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo.S, 2003).
C.3 Berbagai Tingkatan Sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan
(Notoatmodjo.S, 2010):
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuiting)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung-jawab (responsible)
Bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
C.4 Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan
secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan
menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan
terhadap objek tertentu (Notoatmodjo.S, 2007).
13
D. Perilaku
D.1 Pengertian Perilaku
Dilihat dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain berjalan, berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku (manusia)
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo.S, 2010).
Sikap terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku
tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.
Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan orang
lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut
membentuk norma subjektif dalam diri induvidu (Azwar. S, 2013).
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua:
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Respon jenis ini kemudian disebut covert behavior atau unobservable behavior.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain
(Notoatmodjo.S, 2010).
14
D.2 Perilaku Kesehatan
Skinner (1983) dalam Notoatmodjo merumuskan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku ini
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespon, maka teori Skinner disebut teori ”S-O-R” atau
”Stimulus-Organisme-Respon” (Notoatmodjo.S, 2003).
Prilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan induvidu, kelompok ata masyarakat. Oleh sebab itu,
untuk membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya
yang ditunjukan kepada faktor perilaku sangat penting dan strategis, mengingat
pengaruh yang ditimbulkannya. Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner
tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme)
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan (Maulana, 2009).
D.3 Faktor Penentu (Determinan) Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik ataupun faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa
orang namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan
respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan
perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, emosional,
jenis kelamin dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering
merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang
(Notoatmodjo.S, 2003).
15
D.4 Faktor Penentu (Determinan) Perilaku Kesehatan
Beberapa teori telah dikemukakan untuk mengungkap determinan perilaku
dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (1980),
Snehandu B. Kar (1983) dan World Health Organization/WHO (1984).
1. Teori Lawrence Green
Menurut Green, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua
faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku
(non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk
dari tiga faktor (Notoatmodjo.S, 2003):
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,
misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan
sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
Faktor-faktor di atas menunjukkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat
tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap dan karakteristik
(pendidikan, kepercayaan, tradisi dan sebagainya) dari orang atau masyarakat
yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku
para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku.
2. Teori Snehandu B. Kar
Menurut Kar perilaku kesehatan dengan bertitik- tolak bahwa perilaku itu
merupakan fungsi dari (Notoatmodjo.S, 2010):
a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan
kesehatannya (behavior intention).
16
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accessibility of information).
d. Otonomi pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini adalah mengambil
tindakan atau keputusan (personal autonomy).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action
situation).
Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan
oleh niat seseorang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari
masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang perilaku kesehatan,
kebebasan diri individu untuk mengambil keputusan/bertindak dan situasi yang
memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku/ tidak bertindak.
3. Teori WHO
Menurut WHO mengatakan bahwa mengapa seseorang berperilaku karena
ada 4 alasan pokok (Notoatmodjo.S, 2010):
a. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling) merupakan modal awal untuk
bertindak atau berperilaku.
b. Adanya acuan referansi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai
(personnal referances). Perubahan perilaku masyarakat tergantung dari
perilaku acuan (referensi) yang umumnya adalah para tokoh masyarakat
setempat.
c. Sumber daya (resources) merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku
seseorang atau masyarakat.
d. Sosial budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya perilaku seseorang yang merupakan faktor eksternal untuk
terbentuknya perilaku seseorang.
17
E. Imunisasi
E.1 Pengertian
1. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu program yang dengan sengaja memasukan antigen
lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap
penyakit tertentu (Proverawati dan Andhini, 2010).
2. Program Imunisasi
Program imunisasi adalah pelayanan imunisasi kepada bayi yang mencakup
vaksinasi Bacille Calmette-Guerin (BCG); difteri, tetanus dan pertusis (DPT);
polio; hepatitis B dan imunisasi campak yang dilakukan melalui pelayanan rutin
di Posyandu dan fasilitas pelayanan kesehatan dasar lainnya (Cahyono, 2010).
3. Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar
kekebalan diatas ambang perlindungan terhadap penyakit tuberculosis (TBC),
hepatitis dan polio, serta difteri, tetanus, pertusis dan campak (Marimbi, 2010).
4. Imunisasi Dasar Lengkap
Imunisasi dasar lengkap adalah imunisasi yang dilakukan pada bayi umur 0-
11 bulan, meliputi BCG, DPT, polio, hepatitis B dan campak. Untuk melihat
kelengkapan status imunisasi dasar lengkap bayi, dapat dilihat dari cakupan
imunisasi campak, karena pemberian imunisasi campak dilakukan paling akhir,
setelah keempat imunisasi dasar pada bayi yang lain telah diberikan (Proverawati
dan Andhini, 2010).
Imunisasi dasar lengkap berarti bayi diberikan imunisasi sesuai dengan dosis
dan jadwal yang telah ditentukan. Pemberian imunisasi dasar untuk DPT, polio
dan hepatitis perlu diulang beberapa kali sedangkan imunisasi dasar untuk
campak dan BCG tidak perlu diulang karena kekebalan yang diperoleh dapat
melindungi tubuh dari bibit penyakit dalam waktu cukup lama, sedangkan reaksi
masing-masing imunisasi juga berbeda-beda pada setiap anak, tergantung pada
penyimpanan vaksin dan sensitivitas tubuh tiap anak (Marimbi, 2010).
18
5. Klasifikasi Usia Anak (Soetjiningsih, 1995):
a. Bayi: Usia 0 – 1 tahun.
1. Neonatal: usia 0 – 28 hari.
a. Neonatal awal: usia 0 – 7 hari.
b. Neonatal lanjut: usia 8 – 28 hari.
2. Pasca neonatal : usia 29 – 1 tahun.
b. Balita: usia 1 – 5 tahun.
1. Batita : usia 1 – 3 tahun.
2. Pra sekolah : Usia 1 – 5 tahun.
c. Sekolah: usia 6 – 18/20 tahun.
1. Masa remaja:
a. Masa remaja dini: wanita: usia 8 – 13 tahun, pria: usia 10 – 15.
b. Masa ramaja lanjut: wanita: usia 13 – 18 tahun, pria: usia 16 –
20 tahun.
E.2 Tujuan Imunisasi Dasar
Tujuan dari pemberian imunisasi dasar bagi bayi adalah (Depkes RI, 2006) :
1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut adalah TBC,
hepatitis, difteri, pertusis, tetanus, polio dan campak.
2. Mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu dan apabila terjadi penyakit
tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan
cacat dan kematian.
E.3 Manfaat Imunisasi Dasar Lengkap
1. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila
anak sakit.
19
3. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang
kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Proverawati
dan Andhini, 2010).
E.4 Macam-Macam Imunisasi Dasar Lengkap
Imunisasi dasar lengkap yang diberikan pada bayi terdiri dari 5 macam
yaitu:
a. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan pada bayi yang baru lahir
sampai usia 12 bulan. Imunisasi BCG merupakan vaksin hidup yang memberi
perlindungan terhadap penyakit TBC. Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang
bervariasi antara 50% - 80% terhadap tuberculosis (Depkes RI, 2006).
b. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi pertama yang diterima oleh
kebanyakan bayi, sering kali pada hari pertama kehidupannya yang bertujuan
untuk mencegah peradangan hati yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit,
jamur maupun zat toksik lain (Cahyono, 2010).
c. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah imunisasi yang bertujuan untuk melindungi bayi
terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus (Proverawati dan Andhini, 2010).
d. Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan secara oral pada bayi baru
lahir kemudian dilanjutkan dengan imunisasi dasar untuk mencegah penularan
polio yang menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai atau lengan (Depkes RI,
2006).
e. Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan ketika bayi berusia sekitar
9 bulan. Imunisasi campak hanya dilakukan satu kali dan kekebalannya bisa
berlangsung seumur hidup (Hadinegoro dkk, 2011).
20
E.5 Macam-Macam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi
Dasar Lengkap
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia adalah:
a. Tuberkulosis (TBC)
TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
complex. TBC biasanya ditularkan melalui batuk seseorang. Kondisi lingkungan
yang gelap dan lembab juga mendukung terjadinya penularan penyakit TBC.
Gejala dari penyakit ini adalah batuk secara terus-menerus, nyeri pada bagian
dada dan biasanya terjadi batuk darah (Proverawati dan Andhini, 2010).
b. Hepatitis B
Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati. Virus hepatitis B biasanya disebarkan melalui
kontak dengan cairan tubuh. Penularan penyakit terjadi secara horisontal yaitu
dari darah dan produknya melalui suntikan yang tidak aman, melalui transfusi
darah dan melalui hubungan seksual. Sedangkan penularan secara vertikal yaitu
dari ibu ke bayi selama proses persalinan (Proverawati dan Andhini, 2010).
Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah
merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urin menjadi kuning,
kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit.
Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan pengerasan hati (Cirrhosis
Hepatis), kanker hati (Hepato Cellular Carsinoma/HCC) dan menimbulkan
kematian (Depkes RI, 2006).
c. Difteri
Difteri adalah suatu pe-nyakit infeksi yang bersifat lokal pada membran
mukosa atau kulit yang disebabkan Corynebacterium diphtheriae (Rusmana,
2009). Sumber penularan penyakit difteri adalah manusia, baik sebagai penderita
maupun sebagai carier. Cara penularan melalui kontak dengan penderita pada
masa inkubasi, dan kontak dengan carier melalui pernafasan atau droplet
infection.
21
Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan
demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada
tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan
pernafasan yang berakibat kematian (Guilfoile, 2009).
d. Pertusis
Pertusis yang disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit
pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis.
Penularan penyakit ini melalui percikan ludah (droplet infection) yang keluar dari
batuk atau bersin. Gejala penyakit adalah pilek, mata merah, bersin, demam, dan
batuk ringan yang lama kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk
menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah pneumonia
bacterialis yang dapat menyebabkan kematian (Depkes RI, 2006).
e. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang
menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini penyebarannya melalui kotoran yang
masuk ke dalam luka yang dalam. Penyakit tetanus berbahaya karena
mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Gejala tetanus diawali dengan kejang
otot rahang (trsmus atau kejang mulut), Pembengkakan, rasa sakit dan kejang di
otot leher, bahu atau punggung. Kejang segera merambat ke otot perut, lengan dan
paha. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan
infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian (Imunisasi, 2011).
f. Poliomielitis
Poliomielitis adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus. Tiga virus yang berhubungan yaitu virus polio tipe 1, 2 atau 3. Secara
klinis penyakit polio terjadi pada anak di bawah umur 15 tahun yang
menyebabkan anak menderita lumpuh layu akut (acute flaceid paralysis/AFP)
(Zulkifli, 2007; Depkes RI, 2006). Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran
usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat
menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (Zulkifli, 2007).
22
g. Campak
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini
ditularkan melalui udara (percikan ludah) sewaktu bersin atau batuk dari
penderita. Campak merupakan salah satu penyakit menular yang dapat
menginfeksi setiap anak yang tidak terlindungi, tanpa memandang status sosial
maupun ekonomi. Campak sangat berbahaya bila mengenai anak dengan gizi
kurang atau sedang menderita satu penyakit lainnya. Virus campak dapat
menyerang sistem pernapasan dan sistem kekebalan, sehingga anak menjadi
rentan terhadap berbagai infeski lainnya, seperti pneumonia dan diare (IDAI,
2013).
Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek,
konjungtivitis (mata merah). Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher,
kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah
diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran napas (pneumonia)
(Depkes RI, 2006).
E.6 Efek Samping Imunisasi Dasar Lengkap
Efek samping yang dapat ditemui seudah vaksinisasi antara lain:
pembengkakan pada tempat bekas suntikan, nyeri bekas suntikan, demam
ringan, lemah tubuh dan reaksi serius jarang terjadi (Cahyono, 2010).
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti
demam. Namun setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan di
tempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka.
Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan
tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak atau
leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal,
tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya (Depkes
RI, 2006).
23
Efek samping dari pemberian imunisasi hepatitis B berupa demam ringan,
perasaan tidak enak pada pencernaan serta reaksi lokal seperti rasa sakit,
kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat suntikan. Setelah 1-2 minggu
akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang berubah menjadi
pustula, kemudian pecah menjadi luka (Proverawati dan Andhini, 2010).
Reaksi yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DTP antara lain demam
tinggi, rewel, di tempat suntikan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan,
yang akan hilang dalam 2 hari (IDAI, 2013).
Pemberian imunisasi polio pada bayi pada umumnya tidak terdapat efek
samping. Untuk efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin
sangat jarang terjadi (Depkes RI, 2006).
Efek samping dari pemberian imunisasi campak yaitu sasa tidak nyaman di
bekas penyuntikan vaksin. Selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain yang timbul
5–12 hari setelah penyuntikan selama kurang dari 48 jam yaitu demam tidak
tinggi, erupsi kulit kemerahan halus/tipis yang tidak menular dan pilek (IDAI,
2013).
E.7 Cara Penanggulangan Efek Samping dari Imunisasi Dasar Lengkap
Luka yang timbul dari pemberian imunisasi BCG tidak perlu pengobatan
khusus, karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara spontan
(Proverawati dan Andhini, 2010).
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar
tempat penyuntikan akibat pemberian imunisasi hepatitis B tidak perlu diobati
karena biasanya akan hilang setelah 2 hari (Proverawati dan Andhini, 2010). Bisa
diberikan kompres dingin pada tenpat suntikan (Hadinegoro dkk, 2011)
Cara penanggulangan efek samping dari imunisasi DPT dimana anak agak
demam dan rewel yaitu dengan memberikan kompres hangat atau berikan anak
obat penurun panas dan ibu harus lebih banyak memberikan air susu ibu (ASI)
(Marimbi, 2010; IDAI, 2013). Untuk anak yang demam setelah pemberian
imunisasi campak sebaiknya diberi obat penurun panas (Proverawati dan Andhini,
2010).
24
E.8 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap
1. BCG
Diberikan sejak lahir. Apabila berumur > 3 bulan harus dilakukan uji
tuberkulin terlebih dulu. BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif
(Suririnah, 2009).
2. Hepatitis
HB diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir, dilanjutkan pada umur
1 bulan dan 3-6 bulan. Intervel dosis minimal 4 minggu (Suririnah, 2009).
3. DPT
Diberikan pada umur ≥ 6 minggu, Diphtheria-Tetanus-Whole Cell Pertussis
(DTwP) atau secara kombinasi atau secara kombinasi dengan Hep B atau
Haemophilus Influenzae Type B (Hib). Ulangan DPT pada umur 18 bulan dan 5
tahun. Umur 12 tahun mendapat TT pada program Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS) Sekolah Dasar (SD) kelas VI (Suririnah, 2009).
4. Polio
Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama bayi ke dokter. Bayi yang lahir
di Rumah Bersalin (RB)/Rumah Sakit (RS) diberikan Oral Polio Vaccine (OPV)
pada saat bayi pulang (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi
lain) (Suririnah, 2009).
5. Campak
Campak-1 pada umur 9 bulan dan campak-2 diberikan pada progran BIAS
pada SD kelas 1, usia 6 tahun (Suririnah, 2009).
Jadwal dari pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi dijelaskan pada
tabel 2.1 dan lampiran 1.
25
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap (Depkes RI, 2006)
Jenis
Imunisasi Jumlah Imunisasi
Selang Waktu
PemberianSasaran
BCG 1 kali - Bayi 0 – 11 bulan
DPT 3 kali (DPT 1,2,3) 4 minggu Bayi 2 – 11 bulan
Polio 4 kali (Polio 1,2,3,4) 4 minggu Bayi 2 – 11 bulan
Hepatitis B 3 kali (Hepatitis 1,2,3) 4 minggu Bayi 0 – 6 bulan
Campak 1 kali - Bayi 9 – 11 bulan
F. Kerangka Teori
Gambar 2.2. Kerangka Teori
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Pengertian
Tujuan
Jenis
Jadwal
Manfaat
Efek Samping
Penanganan Efek Samping
Imunisasi Dasar Lengkap Bayi
26
G. Kerangka Konsep
Keterangan bagan :
Variabel Independen yang diteliti
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Pengetahuan Ibu Imunisasi Dasar Lengkap
pada BayiSikap Ibu
Perilaku Ibu
Variabel bebas Variabel terikat
Karakteristik Responden : Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan Suami, Jumlah Anak,
Sumber Informasi, Layanan Imunisasi
Variabel Luar