8. bab ii

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Puskesmas Selalong A B Gambar 2.1 (A) Peta Kabupaten Sekadau, (B) Peta Selalong. (Sumber: http://loketpeta.pu.go.id). Puskesmas Selalong merupakan 1 dari 12 Puskesmas di Kabupaten Sekadau dan salah satu Puskesmas rawat jalan dari 4 Puskesmas yang berada di Kecamatan Sekadau Hilir. Berjarak 6 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sekadau (Profil Kesehatan Puskesmas Selalong, 2012). a. Luas wilayah kerja Puskesmas Selalong: 45 Km 2 . b. Jumlah desa: 1 desa yaitu Desa Selalong. 7

Upload: abang-keluang

Post on 22-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Imunisasi

TRANSCRIPT

Page 1: 8. BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Puskesmas Selalong

A B

Gambar 2.1 (A) Peta Kabupaten Sekadau, (B) Peta Selalong. (Sumber:

http://loketpeta.pu.go.id).

Puskesmas Selalong merupakan 1 dari 12 Puskesmas di Kabupaten Sekadau

dan salah satu Puskesmas rawat jalan dari 4 Puskesmas yang berada di Kecamatan

Sekadau Hilir. Berjarak 6 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sekadau (Profil

Kesehatan Puskesmas Selalong, 2012).

a. Luas wilayah kerja Puskesmas Selalong: 45 Km2.

b. Jumlah desa: 1 desa yaitu Desa Selalong.

c. Jumlah dusun : 5 dusun yaitu Dusun Selalong I, Dusun Selalong II, Dusun

SP.I Nanga Menterap, Dusun SP II Nanga Muntik dan SP. IV Ensali.

d. Jumlah Penduduk : 1.586 orang.

e. Jumlah keluarga : 706 keluarga.

7

Page 2: 8. BAB II

8

f. Sosial ekonomi/ mata pencarian : petani, PNS, buruh.

g. Sarana pendidikan : SD 4, SMP 1.

h. Sarana kesehatan : Puskesmas 1, Pustu 1, Polindes 1, Posyandu balita 5.

i. Jumlah kelahiran : tahun 2012 yaitu 37 kelahiran dan tahun 2013 yaitu 35

kelahiran (Profil Kesehatan Puskesmas Selalong, 2012, 2013).

B. Pengetahuan

B.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi

melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku seseorang. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng daripada tindakan yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo.S, 2003; Maulana, 2009; Fitriani, 2011).

B.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami merupakan kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh dan menyimpulkan objek yang dipelajari.

Page 3: 8. BAB II

9

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada kondisi yang sebenarnya seperti penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam

komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih

ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain,

sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

B.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adalah

(Notoatmodjo, 2003; Widayatun, 2009):

a. Sosial Budaya dan Ekonomi

Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubunganya dengan orang

lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan

memperoleh suatu pengetahuan. Status ekonomi menentukan tersedianya fasilitas

yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Page 4: 8. BAB II

10

b. Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan

manusia untuk berbuat. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi

misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi dan semakin banyak pula

pengetahuan yang didapat.

c. Lingkungan

Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang

dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada

sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman

yang akan berpengaruh pada pada cara berfikir seseorang.

d. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

e. Sumber Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal

dapat menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Informasi

mempengaruhi pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan

yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media

misalnya televisi (TV), radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat

meningkatkan pengetahuan seseorang. Sebagai sarana komunikasi, berbagai

bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, termasuk

peyuluhan kesehatan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan

pengetahuan seseorang. Semakin banyak seseorang menerima informasi mengenai

suatu penyakit maka pengetahuannya mengenai penyakit tersebut pun akan

meningkat.

Page 5: 8. BAB II

11

B.4 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden (Fitriani, 2011). Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau

kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas

(Notoatmodjo.S, 2003).

Aspek penilaian pengetahuan dikategorikan berdasarkan total nilai yang

didapat dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Wawan dan Dewi, 2010):

a. Tingkat pengetahuan baik, bila total skor jawaban 76-100%.

b. Tingkat pengetahuan sedang, bila total skor jawaban 56-75%.

c. Tingkat pengetahuan buruk, bila skor < 56%.

C. Sikap

C.1 Pengertian Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-

tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya)

(Notoatmodjo.S, 2010). Newcomb, dalam Notoatmodjo, salah seorang ahli

psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

tindakan dari suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan

reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka (Notoatmodjo.S, 2003).

C.2 Komponen Pokok Sikap

Dalam bagian lain, Allport (1954) dalam Notoatmodjo menjelaskan bahwa

sikap itu mempunyai 3 komponen pokok (Wawan dan Dewi, 2010):

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Page 6: 8. BAB II

12

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan

dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo.S, 2003).

C.3 Berbagai Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan

(Notoatmodjo.S, 2010):

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari

pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuiting)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung-jawab (responsible)

Bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

C.4 Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.

Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan

secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan

menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan

terhadap objek tertentu (Notoatmodjo.S, 2007).

Page 7: 8. BAB II

13

D. Perilaku

D.1 Pengertian Perilaku

Dilihat dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia pada

hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku (manusia)

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo.S, 2010).

Sikap terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku

tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.

Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan orang

lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut

membentuk norma subjektif dalam diri induvidu (Azwar. S, 2013).

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

Respon jenis ini kemudian disebut covert behavior atau unobservable behavior.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain

(Notoatmodjo.S, 2010).

Page 8: 8. BAB II

14

D.2 Perilaku Kesehatan

Skinner (1983) dalam Notoatmodjo merumuskan bahwa perilaku merupakan

respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku ini

terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian

organisme tersebut merespon, maka teori Skinner disebut teori ”S-O-R” atau

”Stimulus-Organisme-Respon” (Notoatmodjo.S, 2003).

Prilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang

mempengaruhi kesehatan induvidu, kelompok ata masyarakat. Oleh sebab itu,

untuk membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya

yang ditunjukan kepada faktor perilaku sangat penting dan strategis, mengingat

pengaruh yang ditimbulkannya. Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner

tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme)

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan (Maulana, 2009).

D.3 Faktor Penentu (Determinan) Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat

tergantung pada karakteristik ataupun faktor-faktor lain dari orang yang

bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa

orang namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan

respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan

perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,

yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, emosional,

jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan baik lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering

merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang

(Notoatmodjo.S, 2003).

Page 9: 8. BAB II

15

D.4 Faktor Penentu (Determinan) Perilaku Kesehatan

Beberapa teori telah dikemukakan untuk mengungkap determinan perilaku

dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (1980),

Snehandu B. Kar (1983) dan World Health Organization/WHO (1984).

1. Teori Lawrence Green

Menurut Green, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua

faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku

(non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk

dari tiga faktor (Notoatmodjo.S, 2003):

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,

misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan

sebagainya.

c. Faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok

referensi dari perilaku masyarakat.

Faktor-faktor di atas menunjukkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat

tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap dan karakteristik

(pendidikan, kepercayaan, tradisi dan sebagainya) dari orang atau masyarakat

yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku

para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga mendukung dan memperkuat

terbentuknya perilaku.

2. Teori Snehandu B. Kar

Menurut Kar perilaku kesehatan dengan bertitik- tolak bahwa perilaku itu

merupakan fungsi dari (Notoatmodjo.S, 2010):

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior intention).

Page 10: 8. BAB II

16

b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).

c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan

(accessibility of information).

d. Otonomi pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini adalah mengambil

tindakan atau keputusan (personal autonomy).

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action

situation).

Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan

oleh niat seseorang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari

masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang perilaku kesehatan,

kebebasan diri individu untuk mengambil keputusan/bertindak dan situasi yang

memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku/ tidak bertindak.

3. Teori WHO

Menurut WHO mengatakan bahwa mengapa seseorang berperilaku karena

ada 4 alasan pokok (Notoatmodjo.S, 2010):

a. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling) merupakan modal awal untuk

bertindak atau berperilaku.

b. Adanya acuan referansi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai

(personnal referances). Perubahan perilaku masyarakat tergantung dari

perilaku acuan (referensi) yang umumnya adalah para tokoh masyarakat

setempat.

c. Sumber daya (resources) merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku

seseorang atau masyarakat.

d. Sosial budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap

terbentuknya perilaku seseorang yang merupakan faktor eksternal untuk

terbentuknya perilaku seseorang.

Page 11: 8. BAB II

17

E. Imunisasi

E.1 Pengertian

1. Imunisasi

Imunisasi adalah suatu program yang dengan sengaja memasukan antigen

lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap

penyakit tertentu (Proverawati dan Andhini, 2010).

2. Program Imunisasi

Program imunisasi adalah pelayanan imunisasi kepada bayi yang mencakup

vaksinasi Bacille Calmette-Guerin (BCG); difteri, tetanus dan pertusis (DPT);

polio; hepatitis B dan imunisasi campak yang dilakukan melalui pelayanan rutin

di Posyandu dan fasilitas pelayanan kesehatan dasar lainnya (Cahyono, 2010).

3. Imunisasi Dasar

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar

kekebalan diatas ambang perlindungan terhadap penyakit tuberculosis (TBC),

hepatitis dan polio, serta difteri, tetanus, pertusis dan campak (Marimbi, 2010).

4. Imunisasi Dasar Lengkap

Imunisasi dasar lengkap adalah imunisasi yang dilakukan pada bayi umur 0-

11 bulan, meliputi BCG, DPT, polio, hepatitis B dan campak. Untuk melihat

kelengkapan status imunisasi dasar lengkap bayi, dapat dilihat dari cakupan

imunisasi campak, karena pemberian imunisasi campak dilakukan paling akhir,

setelah keempat imunisasi dasar pada bayi yang lain telah diberikan (Proverawati

dan Andhini, 2010).

Imunisasi dasar lengkap berarti bayi diberikan imunisasi sesuai dengan dosis

dan jadwal yang telah ditentukan. Pemberian imunisasi dasar untuk DPT, polio

dan hepatitis perlu diulang beberapa kali sedangkan imunisasi dasar untuk

campak dan BCG tidak perlu diulang karena kekebalan yang diperoleh dapat

melindungi tubuh dari bibit penyakit dalam waktu cukup lama, sedangkan reaksi

masing-masing imunisasi juga berbeda-beda pada setiap anak, tergantung pada

penyimpanan vaksin dan sensitivitas tubuh tiap anak (Marimbi, 2010).

Page 12: 8. BAB II

18

5. Klasifikasi Usia Anak (Soetjiningsih, 1995):

a. Bayi: Usia 0 – 1 tahun.

1. Neonatal: usia 0 – 28 hari.

a. Neonatal awal: usia 0 – 7 hari.

b. Neonatal lanjut: usia 8 – 28 hari.

2. Pasca neonatal : usia 29 – 1 tahun.

b. Balita: usia 1 – 5 tahun.

1. Batita : usia 1 – 3 tahun.

2. Pra sekolah : Usia 1 – 5 tahun.

c. Sekolah: usia 6 – 18/20 tahun.

1. Masa remaja:

a. Masa remaja dini: wanita: usia 8 – 13 tahun, pria: usia 10 – 15.

b. Masa ramaja lanjut: wanita: usia 13 – 18 tahun, pria: usia 16 –

20 tahun.

E.2 Tujuan Imunisasi Dasar

Tujuan dari pemberian imunisasi dasar bagi bayi adalah (Depkes RI, 2006) :

1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut adalah TBC,

hepatitis, difteri, pertusis, tetanus, polio dan campak.

2. Mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu dan apabila terjadi penyakit

tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan

cacat dan kematian.

E.3 Manfaat Imunisasi Dasar Lengkap

1. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan

kemungkinan cacat atau kematian.

2. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila

anak sakit.

Page 13: 8. BAB II

19

3. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang

kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Proverawati

dan Andhini, 2010).

E.4 Macam-Macam Imunisasi Dasar Lengkap

Imunisasi dasar lengkap yang diberikan pada bayi terdiri dari 5 macam

yaitu:

a. Imunisasi BCG

Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan pada bayi yang baru lahir

sampai usia 12 bulan. Imunisasi BCG merupakan vaksin hidup yang memberi

perlindungan terhadap penyakit TBC. Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang

bervariasi antara 50% - 80% terhadap tuberculosis (Depkes RI, 2006).

b. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi pertama yang diterima oleh

kebanyakan bayi, sering kali pada hari pertama kehidupannya yang bertujuan

untuk mencegah peradangan hati yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit,

jamur maupun zat toksik lain (Cahyono, 2010).

c. Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah imunisasi yang bertujuan untuk melindungi bayi

terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus (Proverawati dan Andhini, 2010).

d. Imunisasi Polio

Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan secara oral pada bayi baru

lahir kemudian dilanjutkan dengan imunisasi dasar untuk mencegah penularan

polio yang menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai atau lengan (Depkes RI,

2006).

e. Imunisasi Campak

Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan ketika bayi berusia sekitar

9 bulan. Imunisasi campak hanya dilakukan satu kali dan kekebalannya bisa

berlangsung seumur hidup (Hadinegoro dkk, 2011).

Page 14: 8. BAB II

20

E.5 Macam-Macam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

Dasar Lengkap

Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia adalah:

a. Tuberkulosis (TBC)

TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

complex. TBC biasanya ditularkan melalui batuk seseorang. Kondisi lingkungan

yang gelap dan lembab juga mendukung terjadinya penularan penyakit TBC.

Gejala dari penyakit ini adalah batuk secara terus-menerus, nyeri pada bagian

dada dan biasanya terjadi batuk darah (Proverawati dan Andhini, 2010).

b. Hepatitis B

Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

hepatitis B yang merusak hati. Virus hepatitis B biasanya disebarkan melalui

kontak dengan cairan tubuh. Penularan penyakit terjadi secara horisontal yaitu

dari darah dan produknya melalui suntikan yang tidak aman, melalui transfusi

darah dan melalui hubungan seksual. Sedangkan penularan secara vertikal yaitu

dari ibu ke bayi selama proses persalinan (Proverawati dan Andhini, 2010).

Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah

merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urin menjadi kuning,

kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit.

Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan pengerasan hati (Cirrhosis

Hepatis), kanker hati (Hepato Cellular Carsinoma/HCC) dan menimbulkan

kematian (Depkes RI, 2006).

c. Difteri

Difteri adalah suatu pe-nyakit infeksi yang bersifat lokal pada membran

mukosa atau kulit yang disebabkan Corynebacterium diphtheriae (Rusmana,

2009). Sumber penularan penyakit difteri adalah manusia, baik sebagai penderita

maupun sebagai carier. Cara penularan melalui kontak dengan penderita pada

masa inkubasi, dan kontak dengan carier melalui pernafasan atau droplet

infection.

Page 15: 8. BAB II

21

Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan

demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada

tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan

pernafasan yang berakibat kematian (Guilfoile, 2009).

d. Pertusis

Pertusis yang disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit

pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis.

Penularan penyakit ini melalui percikan ludah (droplet infection) yang keluar dari

batuk atau bersin. Gejala penyakit adalah pilek, mata merah, bersin, demam, dan

batuk ringan yang lama kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk

menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah pneumonia

bacterialis yang dapat menyebabkan kematian (Depkes RI, 2006).

e. Tetanus

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang

menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini penyebarannya melalui kotoran yang

masuk ke dalam luka yang dalam. Penyakit tetanus berbahaya karena

mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Gejala tetanus diawali dengan kejang

otot rahang (trsmus atau kejang mulut), Pembengkakan, rasa sakit dan kejang di

otot leher, bahu atau punggung. Kejang segera merambat ke otot perut, lengan dan

paha. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan

infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian (Imunisasi, 2011).

f. Poliomielitis

Poliomielitis adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh

virus. Tiga virus yang berhubungan yaitu virus polio tipe 1, 2 atau 3. Secara

klinis penyakit polio terjadi pada anak di bawah umur 15 tahun yang

menyebabkan anak menderita lumpuh layu akut (acute flaceid paralysis/AFP)

(Zulkifli, 2007; Depkes RI, 2006). Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang

dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran

usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat

menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (Zulkifli, 2007).

Page 16: 8. BAB II

22

g. Campak

Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini

ditularkan melalui udara (percikan ludah) sewaktu bersin atau batuk dari

penderita. Campak merupakan salah satu penyakit menular yang dapat

menginfeksi setiap anak yang tidak terlindungi, tanpa memandang status sosial

maupun ekonomi. Campak sangat berbahaya bila mengenai anak dengan gizi

kurang atau sedang menderita satu penyakit lainnya.  Virus campak dapat

menyerang sistem pernapasan dan sistem kekebalan, sehingga anak menjadi

rentan terhadap berbagai infeski lainnya, seperti pneumonia dan diare (IDAI,

2013).

Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek,

konjungtivitis (mata merah). Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher,

kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah

diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran napas (pneumonia)

(Depkes RI, 2006).

E.6 Efek Samping Imunisasi Dasar Lengkap

Efek samping yang dapat ditemui seudah vaksinisasi antara lain:

pembengkakan pada tempat bekas suntikan, nyeri bekas suntikan, demam

ringan, lemah tubuh dan reaksi serius jarang terjadi (Cahyono, 2010).

Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti

demam. Namun setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan di

tempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka.

Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan

tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak atau

leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal,

tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya (Depkes

RI, 2006).

Page 17: 8. BAB II

23

Efek samping dari pemberian imunisasi hepatitis B berupa demam ringan,

perasaan tidak enak pada pencernaan serta reaksi lokal seperti rasa sakit,

kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat suntikan. Setelah 1-2 minggu

akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang berubah menjadi

pustula, kemudian pecah menjadi luka (Proverawati dan Andhini, 2010).

Reaksi yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DTP antara lain demam

tinggi, rewel, di tempat suntikan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan,

yang akan hilang dalam 2 hari (IDAI, 2013).

Pemberian imunisasi polio pada bayi pada umumnya tidak terdapat efek

samping. Untuk efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin

sangat jarang terjadi (Depkes RI, 2006).

Efek samping dari pemberian imunisasi campak yaitu sasa tidak nyaman di

bekas penyuntikan vaksin. Selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain yang timbul

5–12 hari setelah penyuntikan selama kurang dari 48 jam yaitu demam tidak

tinggi, erupsi kulit kemerahan halus/tipis yang tidak menular dan pilek (IDAI,

2013).

E.7 Cara Penanggulangan Efek Samping dari Imunisasi Dasar Lengkap

Luka yang timbul dari pemberian imunisasi BCG tidak perlu pengobatan

khusus, karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara spontan

(Proverawati dan Andhini, 2010).

Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar

tempat penyuntikan akibat pemberian imunisasi hepatitis B tidak perlu diobati

karena biasanya akan hilang setelah 2 hari (Proverawati dan Andhini, 2010). Bisa

diberikan kompres dingin pada tenpat suntikan (Hadinegoro dkk, 2011)

Cara penanggulangan efek samping dari imunisasi DPT dimana anak agak

demam dan rewel yaitu dengan memberikan kompres hangat atau berikan anak

obat penurun panas dan ibu harus lebih banyak memberikan air susu ibu (ASI)

(Marimbi, 2010; IDAI, 2013). Untuk anak yang demam setelah pemberian

imunisasi campak sebaiknya diberi obat penurun panas (Proverawati dan Andhini,

2010).

Page 18: 8. BAB II

24

E.8 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap

1. BCG

Diberikan sejak lahir. Apabila berumur > 3 bulan harus dilakukan uji

tuberkulin terlebih dulu. BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif

(Suririnah, 2009).

2. Hepatitis

HB diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir, dilanjutkan pada umur

1 bulan dan 3-6 bulan. Intervel dosis minimal 4 minggu (Suririnah, 2009).

3. DPT

Diberikan pada umur ≥ 6 minggu, Diphtheria-Tetanus-Whole Cell Pertussis

(DTwP) atau secara kombinasi atau secara kombinasi dengan Hep B atau

Haemophilus Influenzae Type B (Hib). Ulangan DPT pada umur 18 bulan dan 5

tahun. Umur 12 tahun mendapat TT pada program Bulan Imunisasi Anak

Sekolah (BIAS) Sekolah Dasar (SD) kelas VI (Suririnah, 2009).

4. Polio

Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama bayi ke dokter. Bayi yang lahir

di Rumah Bersalin (RB)/Rumah Sakit (RS) diberikan Oral Polio Vaccine (OPV)

pada saat bayi pulang (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi

lain) (Suririnah, 2009).

5. Campak

Campak-1 pada umur 9 bulan dan campak-2 diberikan pada progran BIAS

pada SD kelas 1, usia 6 tahun (Suririnah, 2009).

Jadwal dari pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi dijelaskan pada

tabel 2.1 dan lampiran 1.

Page 19: 8. BAB II

25

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap (Depkes RI, 2006)

Jenis

Imunisasi Jumlah Imunisasi

Selang Waktu

PemberianSasaran

BCG 1 kali - Bayi 0 – 11 bulan

DPT 3 kali (DPT 1,2,3) 4 minggu Bayi 2 – 11 bulan

Polio 4 kali (Polio 1,2,3,4) 4 minggu Bayi 2 – 11 bulan

Hepatitis B 3 kali (Hepatitis 1,2,3) 4 minggu Bayi 0 – 6 bulan

Campak 1 kali - Bayi 9 – 11 bulan

F. Kerangka Teori

Gambar 2.2. Kerangka Teori

Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

Pengertian

Tujuan

Jenis

Jadwal

Manfaat

Efek Samping

Penanganan Efek Samping

Imunisasi Dasar Lengkap Bayi

Page 20: 8. BAB II

26

G. Kerangka Konsep

Keterangan bagan :

Variabel Independen yang diteliti

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Pengetahuan Ibu Imunisasi Dasar Lengkap

pada BayiSikap Ibu

Perilaku Ibu

Variabel bebas Variabel terikat

Karakteristik Responden : Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan Suami, Jumlah Anak,

Sumber Informasi, Layanan Imunisasi

Variabel Luar