79fitoestrogen-1 (bu endang lukitaningsih)

3
FITOESTROGEN : SENYAWA ALAMI YANG AMAN SEBAGAI PENGGANTI HORMON ESTROGEN PADA WANITA Endang Lukitaningsih Kata fitoestrogen atau phytoestrogen berasal dari kata "phyto" yang berarti tanaman, dan "estrogen" yang merupakan hormon alami pada wanita yang mempengaruhi organ reproduksi. Dengan demikan, fitoestrogen dapat diartikan sebagai senyawa alami dari tanaman yang mampu mempengaruhi aktivitas estrogenik tubuh. Secara kimiawi, senyawa fitoestrogenik memang tidak identik dengan hormon estrogen endogen. Namun demikian, senyawa fitoestrogen dapat mengisi situs reseptor estrogen yang kosong dan menghasilkan efek estrogenik yang mirip dengan estrogen endogen, meskipun intensitasnya lebih ringan. Fenomena ini sangat menguntungkan, karena dengan mengkonsumsi senyawa fitoestrogen maka estrogenik efek bagi wanita menopause dapat dikembalikan menjadi lebih baik dan mendekati normal. Seperti diketahui bahwa pada wanita menopause kandungan estrogen dalam tubuh menurun dan estrogenik efek menjadi berkurang. Salah satu yang tidak disukai pada kasus menopause adalah kulit menjadi keriput, kering, kelihatan tua disertai emosi yang tidak stabil serta timbulnya kerapuhan tulang atau osteoporosis. Untuk mengurangi gejala tidak menyenangkan tersebut, maka salah satu terapinya dengan memberikan hormon estrogen dari luar atau sering disebut sebagai hormone replacement therapy. Namun pemberian hormon estrogen dari luar haruslah dikontrol secara ketat. Karena peningkatan kadar hormon estrogenik yang berlebihan (estrogen-dominan) dapat memacu timbulnya menstruasi yang tidak teratur dan endometosis atau kanker rahim. Pada kasus estrogen-dominan, pemberian fitoestrogen boleh jadi merupakan alternatif yang baik. Karena fitoestrogen ini dapat bersaing dengan estrogen endogen di dalam tubuh dalam menduduki reseptor estrogen. Hal ini dapat membantu mengurangi efek estrogenik keseluruhan dalam tubuh, karena efek dari fitoestrogen cenderung lebih ringan daripada estrogen endogen. Ratusan tanaman telah dilaporkan mengandung fitoestrogen, terutama dari tanaman keluarga leguminocea atau fabaceae. Beberapa yang terkenal meliputi red clover, liquorice, kedelai serta bengkoang. Secara historis, tanaman ini kecuali bengkoang telah digunakan untuk menyeimbangkan hormon dan kontrol kesuburan. Dalam tulisan ini akan difokuskan pada pemanfaatan bengkoang sebagai salah satu tanaman yang secara tradisional telah lama digunakan sebagai bahan kosmetika tabir surya dan pemutih kulit. Bengkoang tergolong dalam familia Fabaceae, sehingga sangat dimungkinkan banyak mengandung flavonoid. Flavonoid sendiri dapat dibagi menjadi 7 kelompok besar yaitu

Upload: rohani-panjaitan

Post on 03-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

manfaat kedelai sebagai fitoestrogen

TRANSCRIPT

Page 1: 79FITOESTROGEN-1 (Bu Endang Lukitaningsih)

FITOESTROGEN : SENYAWA ALAMI YANG AMAN SEBAGAI

PENGGANTI HORMON ESTROGEN PADA WANITA

Endang Lukitaningsih

Kata fitoestrogen atau phytoestrogen berasal dari kata "phyto" yang berarti tanaman,

dan "estrogen" yang merupakan hormon alami pada wanita yang mempengaruhi organ

reproduksi. Dengan demikan, fitoestrogen dapat diartikan sebagai senyawa alami dari

tanaman yang mampu mempengaruhi aktivitas estrogenik tubuh. Secara kimiawi, senyawa

fitoestrogenik memang tidak identik dengan hormon estrogen endogen. Namun demikian,

senyawa fitoestrogen dapat mengisi situs reseptor estrogen yang kosong dan menghasilkan

efek estrogenik yang mirip dengan estrogen endogen, meskipun intensitasnya lebih ringan.

Fenomena ini sangat menguntungkan, karena dengan mengkonsumsi senyawa fitoestrogen

maka estrogenik efek bagi wanita menopause dapat dikembalikan menjadi lebih baik dan

mendekati normal. Seperti diketahui bahwa pada wanita menopause kandungan estrogen

dalam tubuh menurun dan estrogenik efek menjadi berkurang. Salah satu yang tidak disukai

pada kasus menopause adalah kulit menjadi keriput, kering, kelihatan tua disertai emosi

yang tidak stabil serta timbulnya kerapuhan tulang atau osteoporosis. Untuk mengurangi

gejala tidak menyenangkan tersebut, maka salah satu terapinya dengan memberikan

hormon estrogen dari luar atau sering disebut sebagai hormone replacement therapy.

Namun pemberian hormon estrogen dari luar haruslah dikontrol secara ketat. Karena

peningkatan kadar hormon estrogenik yang berlebihan (estrogen-dominan) dapat memacu

timbulnya menstruasi yang tidak teratur dan endometosis atau kanker rahim.

Pada kasus estrogen-dominan, pemberian fitoestrogen boleh jadi merupakan

alternatif yang baik. Karena fitoestrogen ini dapat bersaing dengan estrogen endogen di

dalam tubuh dalam menduduki reseptor estrogen. Hal ini dapat membantu mengurangi efek

estrogenik keseluruhan dalam tubuh, karena efek dari fitoestrogen cenderung lebih ringan

daripada estrogen endogen.

Ratusan tanaman telah dilaporkan mengandung fitoestrogen, terutama dari tanaman

keluarga leguminocea atau fabaceae. Beberapa yang terkenal meliputi red

clover, liquorice, kedelai serta bengkoang. Secara historis, tanaman ini kecuali bengkoang

telah digunakan untuk menyeimbangkan hormon dan kontrol kesuburan. Dalam tulisan ini

akan difokuskan pada pemanfaatan bengkoang sebagai salah satu tanaman yang secara

tradisional telah lama digunakan sebagai bahan kosmetika tabir surya dan pemutih kulit.

Bengkoang tergolong dalam familia Fabaceae, sehingga sangat dimungkinkan banyak

mengandung flavonoid. Flavonoid sendiri dapat dibagi menjadi 7 kelompok besar yaitu

Page 2: 79FITOESTROGEN-1 (Bu Endang Lukitaningsih)

flavon, isoflavon, flavonol, flavanon, antosianin, katekin dan khalkon. Isoflavon, coumestan

dan lignan diklasifikasikan ke dalam senyawa fitoestrogenik.

Dari hasil isolasi dan identifikasi struktur, diketahui bahwa terdapat empat senyawa

yang tergolong fitoestrogen yaitu daidzein, daidzein7-0-ß-glukopiranosa, 5-hydroxy-daidzein-

7-O-ß-glucopyranose dan (8,9)-furanyl-pterocarpan-3-ol. Daidzein dan derivat daidzein

dalam bengkoang juga banyak ditemukan dalam kedelai dengan konsentrasi yang hampir

berimbang. Keempat senyawa yang ditemukan diyakini sebagai senyawa kunci yang dapat

mempengaruhi estrogen resptor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak

bengkoang mampu meningkatkan proliferasi sel kelenjar payudara pada rentang konsentrasi

75-150 mg/ml dengan konsentrasi maksimumnya pada 125 mg/ml. Penelitian yang lain

dengan menggunakan tikus yang terovariektomi (ovarium tikus diangkat sehingga tikus

mengalami penurunan kadar estrogen), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bengkoang

mampu menekan atropi uterus pada tikus terovariektomi, bahkan berat uterusnya akan

meningkat dibandingkan dengan kontrol negatif yaitu tikus terovariektomi yang tidak

mendapatkan fitoestrogen. Artinya bahwa ekstrak bengkoang yang mengandung daidzein

dan derivatnya mampu mengkoreksi kekurangan hormon estrogen dan bersinergi dengan

estrogen endogen untuk mempertahankan organ-organ yang dipelihara atau dipengaruhi

oleh hormon estrogen ini. Hasil lain dari penelitian yang menarik adalah bahwa pemberian

ekstrak bengkoang ternyata dapat meningkatkan densitas tulang femur tikus yang

terovariektomi. Dengan demikian, bengkoang ini mampu mencegah osteoporosis tulang.

Sifat ini tidak ditemukan pada penggunaan hormon estrogen untuk mengkoreksi kekurangan

estrogen endogen.

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemakaian fitoestrogen mampu

mengkoreksi kekurangan estrogen endogen dengan banyak keuntungan yaitu mampu

mencegah risiko kanker payudara karena efek estrogenik yang ditimbulkan lebih ringan dari

estrogen; serta mampu mencegah osteoporosis karena dapat meningkatkan kepadatan

tulang.

Daftar Pustaka

Benassayag, C., Perrot-Applanat, M., and Ferre, F., 2002, Phytoestrogen as Modolators of Steroid Action in Target Cells, J. Chromatogr. B, 777: 233-248.

Chen, X., Danes, C., Lowe, M., Thaddeus, W., Herliezek, and Keyomarsi, K., 2000, Activation of The Estrogen-Signaling Pathway by p21 WAFI/CIPI in Estrogen Receptor-Negative Breast Cancer Cells, J. Natl. Cancer Inst., 92(17): 1403-1413.

Dick, I. M., St John, A., Heal, S. and Prince, R. L., 1996, The effect of estrogen deficiency on bone mineral density, renal calcium and phosphorous handling and calcitropic hormones in the rat. Calcif. Tissue. Int. 59: 174–178.

Hagaman, J. R., Ambrose, W. W., Hirsch, P. F. and Kiebzak, G. M., 1991, Age related changes in rat trabecular, endosteal, and cortical bone demonstrated with scanning electron microscopy. Cells and Materials S1: 37–46

Page 3: 79FITOESTROGEN-1 (Bu Endang Lukitaningsih)

Mizuno, K., A. Suzuki, Y. Ino, Y. Asada, F. Kikkawa, & Y. Tomoda. 1995. Postmenopausal bone loss in Japanes women. Int. J. Ginecol. Obstet. 50: 33 -39.

Ross, J.A., and Kasum, C.M., 2002 Dietary Flavonoids: Bioavailibility, Metabolic Effects, and Safety, Annu. Rev. Nutr., 22: 19-24.

Shao, Z.M., Wu, J., Shen, Z.Z, 1998, Genistein Exert Multiple Suppressive Effect On Human Breast Carcinoma Cell, Cancer Res, 58, 4851-7.

Urasopon, N., Hamada, Y., Asaoka, K., Poungmali, U., and Malaivijitnond, S., 2008, Isoflavone content of rodent diets and its estrogenic effect on vaginal cornification in Pueraria mirifica-treated rats, Science Asia, 34: 371-376.

Whitten, P.L. and Patisaul, H.B., 2001, Cross-Species and Interassay Comparisons of Phytoestrogen action, Environ. Health Perspect., 109 (Suppl.1): 5-20.

Wronski, T. J. and Yen, C. F., 1991, The ovariectomized rat as an animal model for postmenopausal bone loss. Cells and Materials S1: 69–74.

Red Clover (Tripholium L)

Liquorice (Glycyrrhiza

glabra)

Bengkoang (Pachyrhizus sp)