79812509-kdk-hal-2

Upload: rahma-yunita

Post on 16-Jul-2015

171 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1 PENDAHULUAN1.1 Latar belakang Teori merupakan hubungan beberapa konsep yang memberikan sesuatu pandangan sistematis terhadap gejala atau fenomena dengan menentukan hubungan spesifik antara konsep-konsep tersebut dengan

maksud untuk menguraikan dan mengendalikan fenomena tersebut, yang dapat diuji, diubah pedoman penelitian sedangkan konsep adalah sesuatu keyakinan yang kompleks terhadap obyek peristiwa atau fenomena berdasarkan pengalaman dan presepsi seseorang berupa ide, pandangan keyakinan. Fase kerja dari satu kerangka atau teori yang berlangsung secara sistematis bertahap dan terus menerus untuk mencapai tujuan itu disebut proses. Teori keperawatan sendiri mengandung arti konsep manusia,

keperawatan konsep sehat sakit dan lingkungan. Model konsep dan Teori keperawatan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa penerapan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan dilakukan dengan pendekatan yang tepat. Tanggungjawab para perawat dalam penerapan dan dalam munguji berbagai model para ilmuan keperawatan yang salah satunya adalah teori keperawatan menurut Medeleine Leinenger Dalam makalah ini membahas teori MEDELEINE LEINENGER secara gambling agar dapat dibaca dan dapat dimengerti oleh pembaca.

1

1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan umum Agar mahasiswa mampu menghubungkan antara konsep / ilmu dengan segala pemikiran dan tingkah lakunya dalam merancang atau menyusun suatu rencana asuhan keperawatan yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga sesuai kasus secara teori dengan benar.

1.2.2 Tujuan khusus - Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar teori dan model keperawatan Medeleine Leininger. - Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip umum teori dan model konsep keperawatan dari Medeleine Leininger. - Mahasiswa mampu merancang / menyusun rencana asuhan keperawatan yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga sesuai kasus-kasus yang disajikann menggunakan pendekatan teori dan model keperawatan Medeleine Leininger.

2

BAB II ISI2.1. Pengertian Teori keperawatan menurut sevens (1984) adalah sebagai usaha menguraikan dan menjelaskan berbagai fenomena dalam keperawatan (dikutip dari Taylor c, dkk/1989). Teori keperawatan berperan dalam membedakan keperawatan dengan disiplin ilmu lain dan bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan, memperkirakan, dan mengontrol hasil asuhan atau pelayanan keperawatan yang dilakukan. Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model konseptual keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi organisasi dimana perawat mendapatkan informasi agar mereka peka terhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan apa yang terjadi pada suatu saat juga dan tahu apa yang harus perawat kerjakan. 2.2. Gambaran Model Konseptual Keperawatan Hampir semua model keperawatan yang diaplikasikan dalam praktik keperawatan professional menggambarkan empat jenis konsep yang sama, yaitu: 1. Orang yang menerima asuhan keperawatan 2. Lingkungan (masyarakat) 3. Kesehatan (sehat/sakit, kesehatan dan penyakit) 4. Keperawatan dan peran perawat (tujuan/sasaran, peran dan fungsi) Model keperawatan dapat diaplikasikan dalam dalam kegiatan praktik, penelitian dan pengajaran, oleh karena itu model harus diperkenalkan kepada perawat atau calon perawat guna memperkuat profesi keperawatan khususnya dalam mengkoreksi pemikiran yang

3

salah tentang profesi keperawatan seperti : perawat sebagai pembantu dokter,, oleh karena itu model harus diperkenalkan kepada perawat atau calon perawat guna memperkuat profesi keperawatan khususnya dalam mengkoreksi pemikiran yang salah tentang profesi keperawatan seperti : perawat sebagai pembantu dokter.

2.3. Biografi Medieline Lienenger Maddeileine M. Leiningeradalah seorang perawat professional pertama yang menyandang gelar Ph.D dibidang cultural dan social antrophology. Lahir di Sutton, Nebraska ia memulai karir sebagai perawat setelah menyelesaikan program di plomanya di sekolah keprawatan St Anthony di Denver. Dia menyandang gelar di B.S. di bidang biological sience di kampus Bene dictine tahun 1950, Atrhison Kansas. Setelah tamat ia bertugas sebagai instruktur perawat dan kepala perawat di unit medical surgical dan membuka unit psikiatri yang baru gimana ia bertindak sebagai kepala pelayanan di rumah sakit St, Santa Joseph. Pada tahu 1954 Leineinger menyandang gelar M.S.N. di Universitas Khatolik di America Washington. Kemudian ia pindah ke Universita Cincinnatih, disini ia memulai karirnya sebagainya perawat spesialis di klinik anak. Disinilah ia menemukan adanya kesulitan pada waktu memberikan asuhan keperawatan pada anak anak dari berbagai macam budaya yang berbeda. Kemudian ia mulai meneliti suatu teori yang bisa membantu memecahkan masalah ini. Leinenger 1978 tujuan keperawatan untuk memberikan perawatan yang konsisten dengan ilmu dan pengetahuan kperawatan dengan caring sebagai focus sentral (Chinn dan Jacobs, 1995) kerangka kerja praktek adalah dengan tori transtruktural ini, caring merupakan sentral dan menggabungkan pengetahuan dan praktek keperawatan (Leinenger, 1980). Praktek kerja di berbagai kultur dan subkultur bersama dengan sejumlah rekan kerja ia melakukan penelitian terhadap fenomena. Pemberian usaha dan

4

prilaku pemberian usaha di lebih dari 30 budaya yang berbeda di seluruh dunia. Hal ini menghasilkan di kembangkannya konsep kerangka kerja pemberian asuhan transkultural, yang mengakui adanya perbedaan (diversitas) dan persamaan (universalitas) dalam pemberian asuhan di budaya yang berbeda. Hal ini mengarah pada dikembangkannya teori teori universalitas dan diversitas dalam asuhan cultural. 2.4.Teori Madeline Leininger Teori keperawatan atau konsep model dalam keperawatan merupakan teori yang mendasari bagaimana seorang perawat dalam mengaplikasikan praktik keperawatan. Leiningers konsep model dikenal dengan sunrise, modelnya merupakan salah satu teori yang diaplikasikan dalam praktik keperawatan. Leininger mendefinisikan Tanskultural Nursing, sebagai area yang luas dalam keperawatan kultur dan subkultur dengan menghargai caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang universal dalam keperawatan. Hal ini berarti perawat yang professional memiliki pengetahuan dan praktek yang berdasarkan kultur, secara konsep perencanaan dan untuk praktik keperawatan. Tujuan pengguaan transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal yang spesifik adalah kultur degan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki oleh suatu kelompok. Kultur universal adalah nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan dilakukan hampir semua kultur seperti budaya minum teh yang dapat membuat hidup sehat (Leininger 2002). Leininger mengembangkan teorinya, culture care adalah teori yang holistic karena meletakan didalamnya ukuran dari totalitas kehidupan manusia dan berada selamanya, termasuk struktur sosial,

5

pandangan dunia, nilai budaya, konteks lingkungan, ekspresi bahasa dan etnik serta system professional. Konsep utama medelline lieninger Pada tahun 1970-an dan awal 1980-an, Mendeline Leininger membuat model konseptual tentang pemberian asuhan transkultural. Konsepnya : Sunrise Model dipublikasikan diberbagai buku dan artikel jurnal dan menarik banyak perhatian dari berbagai penjuru dunia. Hal ini menghasilkan dikembangkannya konsep kerangka kerja pemberian asuhan transkultural, yang mengakui adanya perbedaaan (diversitas), dan persamaan (universalitas) dalam pemberian asuhan di budaya yang berbeda.

Beberapa inti dari model teorinya 1. Asuhan Membantu, mendukung atau membuat seorang atau kelompok yang memiliki kebutuhan yang memiliki kebutuhan nyata agar mampu memperbaiki jalan hidup dan kondisinya. 2. Budaya Diekspresikan sebagai norma norma dan nilai nilai kelompok tertentu. 3. Asuhan transkultural Perawat secara sadar mempelajari norma norma nilai nilai dan cara hidup budaya tertentu dalam rangka memberikan bantuan dan dukungan dengan tujuan untuk membantu individu mempertahankan tingkat kesejahteraanya. 4. Diversitas asuhan kultural Keanekaragaman asuhan kultural mengakui adanya variasi dan rentang kemungkinan tindakan dalam hal memberikan bantuan dan dukungan. Keanekaragaman ini tejadi berdasarkan nilai nilai norma dan cara hidup kultur atau subkultur tertentu, dalam hal ini berbagai kebiasaan dan ritual dapat muncul dari nilai nilai norma dan cara hidup kultur

6

atau sumber kultur tertentu. Dalam hal ini berbagai kebiasaan dan ritual dapat muncul dari nilai nilai dan norma norma budaya tertentu tentang kematian, kesehatan, seksualitas, dan lain sebagainya. 5. Universalitas asuhan kultural Bertentangan dengan konsep sebelumnya universalitas asuhan cultural merujuk pada persamaan atau karakteristik universal, dalam hal ini memberikan bantuan dan dukungan menurut leinenger karakteristik universal ini dapat berupa tindakan seperti tersenyum dan memberikan bantuan berkaitan dengan kebutuhan primer. Kontribusi Leinenger merupakan hal yang signifikan. Pertama, ia membahas tentang pengaruh budaya dan kebutuhan untuk memenuhi hal tersebut dalam rangka memberikan asuhan. Topic ini semakin bermakna dalam masyarakat multi-kultural modern, perawat perlu mempertimbangkan kebutuhan dan aspirasi pasien, atau klien dari berbagai kelompok etnik yang berbeda. Hal tersebut oleh Leinenger asuhan budaya atau etnonursing. Kedua, Leinenger menarik terhadap peran sentral dari asuhan di dalam keperawatan. Ia masuk kedalam kelompok keperawatan termasuk banner dan Watson yang menekankan pentingnya asuhan sebagai tujuan kemanusiaan dalam keperawatan. Hal ini terlihat jelas dalam definisinya tentang keperawatan, yang antara lain sebagai berikut: (keperawatan adalah) : seni humanistic yang dapat dipelajari dan ilmu yang berfokus pada personalisasi perilaku asuhan (individu dan kelompok), fungsi dan proses yang diarahkan pada peningkatan, dan pemeliharaan perilaku sehat atau pemulihan dari penyakit yang memiliki signifikansi fisik, psiko cultural dan social atau makna dari mereka mendapatkan bantuan dari perawat professional atau dari orang yang memiliki kompetensi peran serupa (Leinenger, 1984, hal 4-5)

7

Kontribusi Leineger merupakan hal yang signifikan 1. Ia membahas tentang pengaruh budaya dan kebutuhan, untuk memenuhi kebutuhan tersebut dalam rangka memberikan asuhan. Topik ini semakin bermakna dalam masyarakat multi cultural yang madani. Perawat perlu mempertimbangkan kebutuhan dan aspirasi pasien / klien dari berbagai kelompok etnik yang berbeda hal tersebut oleh Leinenger disebut asuhan budaya / etno nursing. 2. Leinenger terhadap peran sentral dari asuhan didlam keperawatan ia termasuk banner dan wattson yang menekankan pentingnya asuhan sebagai tujuan kemanusiaan dari keperawatan. hal ini terlihat jelas dalam definisinya tentang keperawatan. Dasar- dasar teori dari Lininger yaitu : 1. Caring penting dalam keperawatan dan care adalah etos dominan dari keperawatan. 2. Cultural shock adalah adanya pebedaan dasar kultural. Kurangnya pengetahuan tentang kultural anak sebagai

missing link dalam keperawatan untuk memahami variasi dalam perawatan klien. 3. Transcultural care adalah suatu sub bidang pelajaran atau cabang keperawatan yang berfokus pada studi komparatif dan analisis cultural mengenai praktek, keyakinan, dan nilai-nilai keperawatan sehat sakit. 4. Definisi yang lebih berorientasi untuk konsep : culture, cultural care, cultural care diversity, cultural care universality, nursing, worldview, dimensi struktur budaya dan social, konteks lingkungan, ethnohistory, generic (folk or lay) care system, system perawatan professional, kesehatan, care/caring, culture care preservation, accommodation dan repatterning.

8

2.5. Teori Leininger dan Paradigma Keperawatan Leininger mengkritisi empat konsep keperawatan yaitu : 1 Manusia Menurut pendapat Leinenger tentang variasi structural social, jalan hidup, dan nilai serta norma norma dari berbagai budaya dan sukultural, individu memiliki opini dan pandangan tentang sehat, sakit, asuhan, sembuh, ketergantungan, dan kemandirian yang berasal dari budaya tersebut. Setiap manusia hidup di dalam dan dengan budayanya dan meneruskan pengetahuan tersebut terhadap generasi berikutnya. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki atribut fisik dan psikologis, maka hal tersebut merupakan atribut social atau secara lebih spesifik, merupakan atribut budaya atau etnik dari individu. 2. Sehat dan sakit Menurut Lienenger, ia menggambarkan sehat dan sakit sebagai konsep yang ditentukan dan bergantung pada budaya. Apresiasi sehat dan sakit berbeda beda antar budaya, oleh sebab itu pengetahuan tentang budaya diperlukan agar mampu memahami makna yang diberikan oleh kelompok budaya tertentu terhadap sehat dan sakit. 3. Lingkungan Menurut lieninger, lingkungan ditentukan oleh cara orang orang atau Kelompok atau masyarakat tertentu memberi bentuk pada unsur lingkungan social mayoritas, ekonomi, budaya dan fisik. Menurut pendapatnya, system layanan budaya juga merupakan faktor lingkungan spesifik yang terdiri dari 2 sub system: 1. Layanan kesehatan formal ( professional ): semua layanan yang menjadi bagian dari system layanan kesehatan regular,

9

termasuk fisioterapi.

layanan

medis,

layanan

keperawatan

dan

2. Layanan kesehatan informal, mencakup semua konsep dan ritual yamg terlibat dalam bantuan sukarela, pengobatan tradisional, alternative. 4. Keperawatan Dalam deskripsinya tentang keperawatan (yang ia sebutkan sebagai keperawatan transtruktural / keperawatan etnik) lieninger menekankan aspek aspek sebagai berikut : 1. Keperawatan sebagai seni keterampilan dan humanistik 2. Keperawatan berpusat pada individu 3. Tujuan dari keperawatan adalah untuk mempertahankan kesejahteraan, dan memberikan bantuan terhadap proses pemulihan terhadap suatu penyakit, sambil rirual dan kebiasaan etnik, pengobatan

mempertimbangkan perbedaan budaya. 4. Tujuan perawat adalah untuk mempertahankan

kesejahteraan, dan memberikan bantuan terhadap pemulihan dari suatu penyakit, sambil mempertimbangkan perbedaan budaya. Menurut Lieninger perbedaan budaya dapat di pertimbangkan dengan cara : y Preservasi Asuhan Kultural Preservasi asuhan cultural berarti bahwa keperawatan melibatkan penghargaan yang penuh terhadap pandangan budaya dan ritual pasien serta kerabatnya. y Adaptasi Asuhan Kultural Bertentangan dengan preservasi asuhan kultural, adaptasi asuhan kultural melibatkan negosiasi dengan pasien dan

10

kerabatnya dalam rangka menyesuaikan pandangan dan ritual tertentu yang berkaitan dengan sehat, sakit, dan asuhan. y Rekonstruksi Asuhan Kultural Rekonstruksi asuhan kultural melibatkan kerjasama dengan pasien dan kerabatnya dalam rangka membawa perubahan terhadap perilaku mereka yang berkaitan dengan sehat, sakit, dan asuhan dengan cara yang bermakna bagi mereka. Dalam menampilkan model sunrice-nya Lieninger menampilkan visualisasi hubungan antara berbagai konsep signifikan ide pelayanan dan perawatan (yang dilihat dari lieninger sebagai dari bentuk dari asuhan) merupakan inti dari idenya tentang keperawatan memberikan asuhan merupakan jantung dari keperawatan. Lieninger merupakan karakteristik dasar dari keperawatan, tindakan membantu diidentifikasi sebagai perilaku yang mendukung.

2.6. Hubungan Teori Model Medielene Lininger Dengan Beberapa Konsep Konsep Caring Caring adalah bentuk perhatian kepada orang lain, berpusat kepada orang lain, menghargai harga diri dan kemanusiaan, berusaha mencegah terjadi unsur yang buruk, serta memberi perhatian dan cinta. Caring act adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Caring dalam keperawatan adalah fenomena transtruktural dimana perawat berinteraksi dengan klien, staf dan kelompok lain. Sikap carin diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek bio-psiko-sosial-spiritual. Bersikap caring untuk klien dan

11

bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan. Leininger menggunakan metode ethnomethods sebagai cara untuk melakukan pendekatan dalam mempelajari care karena metode ini secara langsung menyentuh bagaimana cara pandang, kepercayaan dan pola hidup yang dinyatakan secara benar. Pada tahun 1960_an Leinenger mengembangkan metode ethnonursing untuk mempelajari fenomena keperawatan secara spesifik dan sistematik. Ethnonursing berfokus pada sistematika study dan klasifikasi pada pelayanan keperawatan, nilai nilai, praktik praktik secara kognitif atau secara subjektif yang dikenal sebagai designated cultured(cultural representatives) melalui bahasa lokal, pengalaman pengalaman, keyakinan keyakinan dan sistem value tentang fenomena keperawatan yang actual dan potensial seperti kesehatan dan factor factor linkungan. Konsep caring ini sangat dibutuhkan karena konsep care muncul secara kritis pada pertumbuhan,perkembangan,& kemampuan bertahan makhluk hidup dan Mengerti secara menyeluruh aturan pemberian & penerima pelayanan pd kultur yg berbeda. Selain itu Care adalah studi untuk memenuhi kebutuhan yg esensial untuk proses penyembuhan kelompok.

Konsep Holism Holistic artinya menyeluruh. Perawat perlu melakukan asuhan keperawatan secara menyeluruh atau holistic care, hal ini dikarenakan objek keperawatan adalah manusia yang merupakan individu yang utuh sehingga dengan asuhan keperawatan terhadap individu harus dilakukan secara menyeluruh dan holistic. Pada asuhan holistic maupun menyeluruh individu diperlukan secara utuh sebagai individu atau manusia, perbedaan asuhan keperawatan menyeluruh berfokus memadukan berbagai praktek dan

12

ilmu pengetahuan kedalam satu kesatuan asuhan. Sedangkan asuhan holistic berfokus pada memadukan sentiment kepedulian (sentiment of care) dan praktek perawatan kedalam hubungan personal-profesional antara perawat dan pasien yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan pasien sebagai individu yang utuh. Lieninger dengan teori modelnya telah dengan jelas memaparkan bahwa asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien atau kelompok harus mengikutsertakan individu atau kelompok secara keseluruhan termasuk aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan menitikberatkan konsep terapi pada kondisi cultural klien. Konsep Humanism Filosofi (Watson 1979, 1989, 1988) mendefinisikan hasil dari aktifitas keperawatan yang berhubungan dengan aspek humanistic dari kehidupan. Tindakan keperawatan mengacu kepada pemahaman hubungan antara sehat, sakit, dan perilaku manusia. Intervensi keperawatan diberikan dengan proses perawatan manusia pun membutuhkan perawat yang memahami prilaku dan respon manusia terhadap masalah kesehatan yang aktual maupun yang potensial, kebutuhan manusia dan bagaimana cara berespon kepada orang lain dan memahami kekurangan dan kelebihan klien dan keluarganya, sekaligus pemahaman kepada dirinya sendiri. Selain itu perawat memberikan kenyamanan dan perhatian serta empati kepada klien dan keluarganya, asuhan keperawatan tergambar kepada seluruh faktor faktor yang digunakan oleh perawat dalam pemberian pelayanan keperawatan pada klien (Watson, 1987). (keperawatan adalah) : seni humanistic yang dapat dipelajari dan ilmu yang berfokus pada personalisasi perilaku asuhan (individu dan kelompok), fungsi dan proses yang diarahkan pada peningkatan, dan pemeliharaan perilaku sehat atau pemulihan dari penyakit yang memiliki signifikansi fisik, psiko

13

cultural dan social atau makna dari mereka mendapatkan bantuan dari perawat professional atau dari orang yang memiliki kompetensi peran serupa (Leinenger, 1984, hal 4-5) Hubungan dari teori Leinenger dan konsep Humanism ini bahwa memberikan pelayanan kesehatan pada klien dengan memandang klien sebagai individu sebagai personal lengkap dengan fungsinya. 2.7. Contoh asuhan keperawatan berdasarkan model teori Medieline Leinenger Case Study y Nama : Mona Sinaga y Kerja : Bapelkes (Badan Pelatihan Kesehatan) y Nama Suami : JonathanSimanjuntak y Mereka tinggal dirumah orang tua laki-laki. y Ekonomi mapan ( lebih dari cukup ) y Pendidikan : D IV bidan y Suku : Batak y Agama : Kristen y Melahirkan : Kamis, 22 Maret 2007 y Tempat : Rumah sakit Vinaestetika : 2 hari.

y Selama hamil, ibu Mona rajin berenang, suka makan buah dan rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter kandungan. y Dan diprediksi melalui USG anaknya perempuan tetapi masih ada harapan yang besar bagi mereka, bahwa nantinya anak mereka lahir laki-laki. Hal ini disebabkan karena suaminya adalah anak tunggal dan diharapkan sebagai ahli waris nantinya. y Melahirkan dengan cara Caesar, karena panggulnya merata. Sebelumnya dokter bilang bahwa dia harus dioperasi, dia menolak karena dia ingin

14

melahirkan anaknya secara normal. Dokterpun menurutinya, setelah beberapa jam ia mengedan kuat-kuat dan berteriak, tidak berhasil juga. y Akhirnya dia mau caesar, akan tetapi rasa cemas dan takut terus menghantuinya. Disamping rasa takut tersebut ada juga rasa malu karena bagian perutnya hitam-hitam padahal ia adalah seorang bidan. y Setelah operasi selesai, keluarganya datang, tapi mereka kurang puas karena mereka tidak dapat langsung menggendong sibayi dan suster/ perawatnya kurang memperhatikan bayinya. Lebih dikesalkannya siibu tidak bisa menyusui anaknya karena air susunya tidak bisa keluar.

Pengkajian y Faktor Sosial dan Kekeluargaan ( social and kinship factor ) y Nyonya Mona sinaga, usia 26 tahun, wanita, status menikah, kehamilan pertama, tinggal bersama orang mertua (orang tua suami), hubungan dengan orang tua/ mertua erat, penggambilan keputusan secara musyawarah. y Faktor Agama dan Falsafah Hidup y Agama Kristen protestan, intensitas ibadah selama hamil meningkat. Ibu mona menginginkan anak pertamanya laki-laki karena merupakan penerus marga dalam keluarganya (suku batak) ditambah lagi karena suaminya adalah anak tunggal walaupun berdasarkan hasil USG diprediksi anak mereka perempuan. y Faktor Teknologi y Selama hamil ibu mona rutin dalam memeriksakan kandungannya setiap bulan, selama kehamilan, klien pernah USG dan hasil dari USG diprediksikan ibu mona akan melahirkan bayi perempuan. Pada saat melahirkan, ibu mona dioperasi. y Faktor Pendidikan

15

y Pendidikan ibu mona adalah D IV bidan, dan suaminya adalah sarjana Ekonomi. Pekerjaan ibu mona dan suami adalah sebagai PNS. Pengetahuan ibu mona mengenai persalinan cukup luas karena profesi beliau adalah bidan. y Faktor Ekonomi (Economical Factor) y Klien seorang PNS, biaya persalinan tidak jadi masalah (ditangguna bersama), jumlah anak yang ditanggung tidak ada, selama kehamilan klien dan suami telah mempersiapkan biaya untuk keperluan selama hamiln dan biaya persalinan dengan cara menabung. y Faktor Nilai-nilai budaya dan gaya hidup y Dalam keluarga menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia,Ibu mona selalu membersihkan diri dan merawat kulitnya dengan lotion. Makan dengan porsi yang besar dan selama kehamilan ibu mona tidak membatasi diet makanannya. Beliau rajin berenang, rajin makan buah (memperhatikan gizi). y Faktor Kebijakan dan Peraturan Rumah Sakit Vina Estetika y Waktu melahirkan ibu dibolehkan ditunggui oleh suami, tetapi tidak diizinkan bagi keluarga keruang operasi. Saat bayi sudah lahir, keluarga tidak langsung diizinkan mengendong bayi karena bayi dimasukan keruang bayi untuk mendapatkan perawatan.

Diagnosa Keperawatan y Ketidak patuhan klien terhadap prosedur pengobatan yakni proses persalinan. Klien menolak caesar dengan tegas karena klien yang berprofesi sebagai bidan merasa mampu menjalani persalinan secara normal. y Gangguan komunikasi verbal berdasarkan perbedaan kultur tidak ada.

16

y Tidak ada rasa tabu/ malu dari klien ketika yang membantu persalinan dokter laki-laki. y Klien tidak percaya hasil USG, karena latar belakang kulturalnya sebagai suku batak yang sangat menginginkan anak laki-laki. y Respon klien yang dilatar belakangi budayanya yakni adanya rasa malu ketika perutnya dibuka. Perencanaan dan Implementasi Keperawatan y Cultural Care Preserventation/ Maintenance

y Memelihara komunikasi yang sedang terjalin dengan baik (tanpa ada masalah karena budaya) antara klien dengan perawat maupun klien dengan dokter atau klien dengan tenaga kesehatan lain.

y Cultural Care Accomodation/ Negotiation y Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien, mencoba memahami kebudayaan klien sepanjang tidak memperburuk proses intra natal klien. y Keluarga klien diketahui ingin melihat bayi dengan segera setelah persalinan, maka perawat memberikan penjelasan kepada keluarga bahwa bayi yang lahir caesar membutuhkan perawatan terlebih dahulu sehingga tidak dapat langsung digendong oleh keluarga klien. y Cultural Care Repartening / Reconstruction y Memberikan informasi mengenai kondisi klien yang tidak dapat menjalani persalinan secara normal dan harus caesar. y Melibatkan keluarga untuk turut serta memberikan pengertian kepada klien bahwa bayi yang akan lahir dengan jenis kelamin laki-laki atau perempuan sama saja.

17

Evaluasi y Ketidakpuasan klien terhadap pelayanan dari rumah sakit tersebut, karena : klien tidak bisa bertemu langsung dengan bayinya, dan kurangnya pelayanan keperawatan bayi karena bayi kurang diperhatikan. y Perawat kurang memperhatikan kebutuhan klien seperti cuek, tidak peduli dengan klien. Kesimpulan y Teori Leininger sangat diperlukan dan membantu dalam praktek keperawatan, keperawatan. y Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat perlu memahami norma-norma, dan cara hidup budaya dari klien sehingga klien dapat mempertahankan kesejahteraannya, memperbaiki cara hidupnya atau kondisinya. y Pemberian informasi mengenai penyakit dan prosedur pengobatan kepada klien/ keluarga klien akan membantu kelancaran pengobatan. y dilihat dari kasus, dapat disimpulkan bahwa tim medis khususnya perawat yang ada di rumah sakit tersebut kurang dapat menerapkan konsep teori Leininger dalam pemberian asuhan keperawatan. serta mendukung dalam pelaksanaan asuhan

Saran y Hendaknya ada pemberian informasi yang jelas dari perawat kepada klien, sehingga tidak ada suatu penolakan dari klien dalam pengobatannya. y Walaupun klien termasuk orang yang berpendidikan dalam medis, hendaknya klien menerima anjuran yang diberikan dokter yang menanganinya. y Seharusnya perawat lebih memperhatikan kebutuhan k

18

BAB III KESIMPULANTeori Madeleine Leininger menyatakan bahwa kesehatan dan care dipengaruhi oleh elemen-elemen beerikut yaitu : Struktur sosial seperti teknologi, kepercayaan dan factor filosofi , sistem sosial, nilai-nilai cultural , politik dan factor-faktor legal, factor faktor ekonomi, dan factor-faktor pendidikan . Faktor sosial ini berhubungan dengan konteks lingkungan, bahasa dan sejarah etnis, masing-masing sistem ini merupakan bagian struktur sosial.Pada setiap kelompok masyarakat ; pelayanan kesehatan , pola-pola yang ada dalam masyarakat daan praktek-praktek yang merupakan bagian integral dari aspekaspek struktur sosial (Leineinger dan MC Farland 2002). Dalam model sunrisenya Leineinger menampilkan visualisasi hubungan antara berbagai konsep yang signifikan. Ide pelayanan dan perawatan (yang dilihat Leineinger sebagai bentuk tindakan dari asuhan ) merupakan inti dari idenya tentang keperawatan. Memberikan asuhan merupakan jantung dari yang

keperawatan. Tindakan membantu didefinisikan sebagai prilaku

mendukung. Menurut Leininger bantuan semacam itu baru dapat benar-benar efektif jika latarbelakang budaya pasien juga dipertimbangkan, dan bahwa perencanaan dan pemberian asuhan selalu dikaitkan dengan budaya.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Http: // ww infogue. Com / Teori Leinenger 2. www. Medeleine Leinenger. Com 3. Hidayat A.A.A. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika. 4. Chin P.L.& Kramer. 1997. Theory and Nursing : A System Approach. Sint Louis: Mosby Company.

20

BAB I PENDAHULUAN Oleh: Harry wahyudhy Utama, S.ked I.1 Definisi Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial 1,2,3,4 Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. 1,2,5

I.2 Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh. Tetapi, rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti; udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non medis. Terjadinya infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain :

21

lama hari perawatan bertambah panjang penderitaan bertambah biaya meningkat Dari hasil studi deskriptif Suwarni, A di semua rumah sakit di Yogyakarta tahun 1999 menunjukkan bahwa proporsi kejadian infeksi nosokomial berkisar antara 0,0% hingga 12,06%, dengan rata-rata keseluruhan 4,26%. Untuk rerata lama perawatan berkisar antara 4,3 11,2 hari, dengan rata-rata keseluruhan 6,7 hari. Setelah diteliti lebih lanjut maka didapatkan bahwa angka kuman lantai ruang perawatan mempunyai hubungan bermakna dengan infeksi nosokomial.8 Selama 10-20 tahun belakang ini telah banyak perkembangan yang telah dibuat untuk mencari masalah utama terhadap meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial di banyak negara, dan dibeberapa negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itulah, dinegara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien dirumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.7 Di beberapa bagian, terutama di bagian penyakit dalam dalam, terdapat banyak prosedur dan tindakan yang dilakukan baik untuk membantu diagnosa maupun memonitor perjalanan penyakit dan terapi yang dapat menyebabkan pasien cukup rentan terkena infeksi nosokomial. Pasien dengan umur tua, berbaring lama, atau beberapa tindakan seperti prosedur diagnostik invasif, infus yang lama dan kateter urin yang lama, atau pasien dengan penyakit tertentu yaitu penyakit yang memerlukan kemoterapi, dengan penyakit yang sangat parah, penyakit keganasan, diabetes, anemia, penyakit autoimun dan penggunaan imuno supresan atau steroid didapatkan bahwa resiko terkena infeksi lebih besar.2.,3,5 Sumber penularan dan cara penularan terutama melalui tangan dan dari petugas kesehatan maupun personil kesehatan lainnya, jarum injeksi, kateter iv, kateter urin, kasa pembalut atau perban, dan cara yang keliru dalam menangani luka.

22

Infeksi nosokomial ini pun tidak hanya mengenai pasien saja, tetapi juga dapat mengenai seluruh personil rumah sakit yang berhubungan langsung dengan pasien maupun penunggu dan para pengunjung pasien.4 I.3 Epidemiologi Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.3 Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3 dekade terakhir dan sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya walaupun.4 Selain itu, jika kita bandingkan kuman yang ada di masyarakat, mikroorganisme yang berada di rumah sakit lebih berbahaya dan lebih resisten terhadap obat, karena itu diperlukan antibiotik yang lebih poten atau suatu kombinasi antibiotik. Semua kondisi ini dapat meningkatkan resiko infeksi kepada si pasien.2,3,5

BAB II ISI

II.1 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial II.1.1 Agen Infeksi Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini

23

tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:3 karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius.

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.3

1. Bakteri

Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik. Contohnya : Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangren

24

Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika. Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit. Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru, dan peritoneum.

2. Virus Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicellazoster virus, juga dapat ditularkan.3,11

3. Parasit dan Jamur Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.

25

II.1.2 Respon dan toleransi tubuh pasien Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah: 3,9 Umur status imunitas penderita penyakit yang diderita Obesitas dan malnutrisi Orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.

Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.3,9

Tabel 1. Resiko terjadinya infeksi nosokomial pada pasien Resiko infeksi Tipe pasien Minimal Tidak immunocompromised, tidak ditemukan terpapar suatu penyakit Sedang Pasien yang terinfeksi dan dengan beberapa faktor resiko Berat Pasien dengan immunocompromised berat, (5 m. Contohnya bacterial meningitis, dan diphtheria memerlukan hal sebagai berikut; Ruangan tersendiri untuk tiap pasiennya. Masker untuk petugas kesehatan. Pembatasan area bagi pasien; pasien harus memakai masker jika meninggalkan ruangan.

4 Infection by direct or indirect contact

26

Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya cross infection.3,9

II.1.4 Resistensi Antibiotika Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan pengunsalahan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri di transmisikan antar pasien dan faktor resistensinya di pindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multipikasi dan penyebaran strain yang resistan. Penyebab utamanya karena: Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol Dosis antibiotika yang tidak optimal Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat Kesalahan diagnosa

Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotikaa, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah

27

bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negaranegara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia. Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, dan menjadi sangat penting karena: Meningkatnya jumlah penderita yang dirawat Seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur Mikororganisme yang baru (mutasi) Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika

II.1.5 Faktor alat Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:3,5 Ekstravasasi infiltrat : cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan lain Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infus Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul

Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai

28

bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.

II.2 Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial II.2.1 Infeksi saluran kemih Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian. Organisme yang biaa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen.4,9,11 Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang melekat dengan permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik.9

II.2.2 Pneumonia Nosokomial Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini tersering berasal dari gram negatif seperti Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme ini dapat menyebabkan

29

infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratorius bagian bawah.3,9 Dari kelompok virus dapat disebabkan olehcytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para influenza virus, enterovirus dan corona virus. 11 Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah:9 Tipe dan jenis pernapasan Perokok berat Tidak sterilnya alat-alat bantu Obesitas Kualitas perawatan Penyakit jantung kronis Penyakit paru kronis Beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ Tingkat penggunaan antibiotika Penggunaan ventilator dan intubasi Penurunan kesadaran pasien

Penyakit yang biasa ditemukan antara lain: respiratory syncytial virus dan influenza. Pada pasien dengan sistem imun yang rendah, pneumonia lebih disebabkan karena Legionella dan Aspergillus. Sedangkan dinegara dengan prevalensi penderita tuberkulosis yang tinggi, kebersihan udara harus sangat diperhatikan.

II.2.3 Bakteremi Nosokomial Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total infeksi nosokomial, tetapi dengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.

30

Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur invasif, dan perawatan dari pemasangan kateter atau infus.

II.2.4 Infeksi Nosokomial lainnya 1. Tuberkulosis11 Penyebab utama adalah adanya strain bakteri yang multi- drugs resisten. Kontrol terpenting untuk penyakit ini adalah identifikasi yang baik, isolasi, dan pengobatan serta tekanan negatif dalam ruangan. 2. diarrhea dan gastroenteritis11 Mikroorganisme tersering berasal dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan Clostridium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A. Bedakan antara diarrhea dan gastroenteritis. Faktor resiko dari gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik: o abnormalitas dari pertahanan mukosa, seperti achlorhydria o lemahnya motilitas intestinal, dan o perubahan pada flora normal. Faktor ekstrinsik: Pemasangan nasogastric tube dan mengkonsumsi obat-obatan saluran cerna. 3. Infeksi pembuluh darah11 Infeksi ini sangat berkaitan erat dengan penggunaan infus, kateter jantung dan suntikan. Virus yang dapat menular dari cara ini adalah virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan HIV. Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama: Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh yang lain.

31

4. Dipteri, tetanus dan pertusis11 Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik, memproduksi endotoksin yang menyebabkan timbulnya penyakit, penularan terutama melalui sistem pernafasan. Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi muncul sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun. Clostridium tetani, gram positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot.

Infeksi kulit dan jaringan lunak. Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi sistemik. Dari golongan virus yaitu herpes simplek, varicella zooster, dan rubella. Organisme yang menginfeksi akan berbeda pada tiap populasi karena perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan, perbedaan fasilitas yang dimiliki dan perbedaan negara yang didiami. Infeksi ini termasuk:1 Infeksi pada tulang dan sendi Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis Infeksi sistem Kardiovaskuler Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis Infeksi sistem saraf pusat Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra kranial Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis, sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas. Infeksi pada saluran pencernaan Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal Infeksi sistem pernafasan bawah Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya Infeksi pada sistem reproduksi

32

Endometriosis dan luka bekas episiotomi

II.3 Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk: Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

II.3.1 Dekontaminasi tangan Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.

II.3.2 Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak

33

penting (misalnya penyuntikan antibiotika).7 Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan: Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan Pergunakan jarum steril Penggunaan alat suntik yang disposabel. Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita. Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti.11 Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.11

II.3.3 Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri.

34

Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.11 Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan.11 Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah: Mempunyai kriteria membunuh kuman Mempunyai efek sebagai detergen Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein. Tidak sulit digunakan Tidak mudah menguap Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien Efektif tidak berbau, atau tidak berbau tak enak

II.3.4 Perbaiki ketahanan tubuh Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika. 6

35

II.3.5 Ruangan Isolasi Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.9

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

III.1 Kesimpulan Faktor- faktor yang menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial tergantung dari agen yang menginfeksi, respon dan toleransi tubuh, faktor lingkungan, resistensi antibiotika, dan faktor alat. Agen Infeksi yang kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada: karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Respon dan toleransi tubuh pasien dipengaruhi oleh: Umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid, intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh padatnya kondisi rumah sakit, banyaknya pasien yang keluar masuk, penggabungan kamar pasien yang terkena infeksi dengan pengguna obat-obat

36

immunosupresan, kontaminasi benda, alat, dan materi yang sering digunakan tidak hanya pada satu orang pasien. Resistensi Antibiotika disebabkan karena: Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat, dan kesalahan diagnosa. Faktor alat, dipengaruhi oleh pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial, misalnya Infeksi saluran kemih. Infeksi ini merupakan kejadian tersering, dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Nosokomial pneumonia, terutama karena pemakaian ventilator, tindakan trakeostomy, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Nosokomial bakteremi yang memiliki resiko kematian yang sangat tinggi. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit terutama dari dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.

III.2 Saran Eliminasi dan kurangi perkembangan agen penyebab infeksi dan faktor lainnya yang menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial. Penybaran infeksi nosokomial terutama dari udara dan air harus menjadi perhatian utama agar infeksi tidak meluas. Mengurangi prosedur-prosedur invasif untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial. Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial memerlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program untuk mengawasi kejadian infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

DAFTAR PUSTAKA

37

1. Olmsted RN. APIC Infection Control and Applied Epidemiology: Principles and Practice. St Louis, Mosby; 1996 2. anonymus. Infectious Disease Epidemiology Section. www.oph.dhh.louisiana.gov 3. Ducel, G. et al. Prevention of hospital-acquired infections, A practical guide. 2nd edition. World Health Organization. Department of Communicable disease, Surveillance and Response; 2002 4. Light RW. Infectious disease, noscomial infection. Harrisons Principle of Internal Medicine 15 Edition.-CD Room; 2001 5. Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta; 2001 6. Surono, A. Redaksi Intisari. [email protected] 7. Anonymus. Preventing Nosocomial Infection.Louisiana; 2002 8. Suwarni, A. Studi Diskriptif Pola Upaya Penyehatan Lingkungan Hubungannya dengan Rerata Lama Hari Perawatan dan Kejadian Infeksi Nosokomial Studi Kasus: Penderita Pasca Bedah Rawat Inap di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Provinsi DIY Tahun 1999. Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta; 2001 9. Babb, JR. Liffe, AJ. Pocket Reference to Hospital Acquired infection. Science Press limited, Cleveland Street, London; 1995 10. Pohan, HT. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta;2004 11. Wenzel. Infection control in the hospital,in International society for infectious diseases, second ed, Boston; 2002

Entry filed under: science articles. Tags: .

Keracunan Sianida TUBERKULOSIS ATIPIKAL

38