781e75868c32200e
TRANSCRIPT
i
KOMPOSISI KOMUNITAS ALGA MAKRO DI PANTAI MPU RANCAK
DAN PANTAI PAILUS KECAMATAN MLONGGO
KABUPATEN JEPARA
SKRIPSI
Oleh
Steffi Gladys Mataya Putri
09320038
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PGRI SEMARANG
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEMARANG
2013
ii
KOMPOSISI KOMUNITAS ALGA MAKRO DI PANTAI MPU RANCAK
DAN PANTAI PAILUS KECAMATAN MLONGGO
KABUPATEN JEPARA
Skripsi
Diajukan kepada IKIP PGRI Semarang
untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
Program Sarjana Pendidikan Biologi
Oleh
Steffi Gladys Mataya Putri
09320038
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PGRI SEMARANG
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEMARANG
2013
iii
Halaman Persetujuan
Skripsi berjudul
KOMPOSISI KOMUNITAS ALGA MAKRO DI PANTAI MPU RANCAK
DAN PANTAI PAILUS KECAMATAN MLONGGO
KABUPATEN JEPARA
yang disusun oleh
Steffi Gladys Mataya Putri
09320038
telah disetujui dan siap untuk diujikan
Semarang, 2013
Pembimbing I Pembimbing II
Ary Susatyo Nugroho, S.si, M.Si. Maria Ulfah,S.Si,M.Pd
NIP.196908261994031003 NPP. 108001296
iv
Halaman Pengesahan
Skripsi berjudul
KOMPOSISI KOMUNITAS ALGA MAKRO DI PANTAI MPU RANCAK
DAN PANTAI PAILUS KECAMATAN MLONGGO
KABUPATEN JEPARA
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Steffi Gladys Mataya Putri
NPM 09320038
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada hari Rabu,17 Juli 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs. Nizaruddin, M.Si. Endah Rita, S.D, S.Si.,M.Si.
NIP.19680325 199403 1 004 NPP. 937001100
Anggota Penguji
1. Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si. (......................................)
NIP. 196908261994031003
2. Maria Ulfa, S.Si., M.Pd. (......................................)
NPP. 108001296
3. Dr. Fenny Roshayanti, M.Pd (......................................)
NIP. 196909291994032002
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Steffi Gladys Mataya Putri
NPM : 09320038
Jurusan : Biologi
Fakultas : Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Judul Skripsi: KOMPOSISI KOMUNITAS ALGA MAKRO DI PANTAI
MPU RANCAK DAN PANTAI PAILUS KECAMATAN
MLONGGO KABUPATN JEPARA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya
sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat
yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan
dengan mengikuti karya ilmiah yang telah lazim.
Semarang, Juli 2013
Steffi Gladys Mataya Putri
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto ^_^
La tahzan i-nnallaha ma „anaa....
“ Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik
pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang
besar dari ) Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka
mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang
besar “ (QS. Ali Imran : 173-174)
Belajar bersyukur dari hal yang terkecil seperti keajaiban dunia sel
dalam makhluk-Nya, karena dengan hal tersebut kita akan mencoba
untuk memantaskan diri untuk mimpi yang besar sesuai dengan
ridha-Nya.
“Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan? (QS.
Ar Rahman : 13).
“Kadang, kita belajar. Kadang, kita mengajar. Setiap kita adalah
murid sekaligus guru. Pandai-pandailah kita memetik hikmah dari
setiap orang dan setiap kejadian”. Ippho Santosa
Karya ini ku persembahkan untuk :
# Ibu Rossy Untari dan Ayah Dwi Rony S. Seseorang yang
memberikan perlindungan pertama di dunia-Nya dalam Islam
hingga kini aku melangkah seiring dengan doa-doanya.
#Teman-teman di Green Boarding House, yang telah memberikan
cerita dan warna serta pengalaman terindah dalam hidupku.
#Pinda, Cimud n Titan yang selalu memberi semangat.
#Bioclass A dan C IKIP PGRI SEMARANG, teman yang selalu mau
berjuang dalam belajar.
# Almamaterku IKIP PGRI SEMARANG.
vii
KOMPOSISI KOMUNITAS ALGA MAKRO DI PANTAI MPU RANCAK
DAN PANTAI PAILUS KECAMATAN MLONGGO
KABUPATEN JEPARA
Steffi Gladys M.P
Progdi Pendidikan Biologi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui Komposisi komunitas alga
makro di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo
Kabupaten Jepara, (2) mengetahui wawasan implementasi skripsi ini ke dalam
pembelajaran sekolah SMA kelas X semester 2 dengan materi keanekaragaman
hayati.
Subyek penelitian ini adalah alga makro di Pantai Mpu Rancak dan Pantai
Pailus. Penelitian ini menggunakan metode transek kuadrat untuk pengambilan
sampel alga makro (quadrat sampling). Lokasi penelitian dibagi menjadi 2
stasiun. Stasiun 1 di Pantai Mpu Rancak dan stasiun 2 di Pantai Pailus. Untuk
pengamatan komposisi komunitas di kedua pantai tersebut, stasiun dibagi
menjadi 5 garis transek dan 3 kuadrat berukuran 2x2 m2 pada setiap
transeknya. Data yang didapat dari penelitian ini adalah komposisi komunitas
alga makro dari perhitungan indeks kesamaan dan ketidaksamaan, Indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), dan Indeks keseragaman.
Komposisi komunitas alga makro di kedua pantai disusun oleh 7 spesies yaitu
Halimeda opuntia, Udotea javensis, Eucheuma spinosum, Padina australis,
Padina boryana, Sargassum polyceratium, dan Sargassum plagyophylum. Nilai
kerapatan relatif tertinggi dalam komposisi komunitas adalah spesies Halimeda
opuntia di Pantai Mpu Rancak 24,27 % dan di Pantai Pailus 24,40 %,
sedangkan nilai kerapatan relatif terendah dalam komunitas adalah Udotea
javensis di Pantai Mpu Rancak 5,47% dan di Pantai Pailus 7,80 %.
Kata kunci : Komposisi komunitas, Alga makro, Pantai Mpu Rancak, Pantai
Pailus
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Komposisi Komunitas Alga Makro
Di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo
Kabupaten Jepara” dengan baik.
Penulis mencoba berusaha memberikan yang terbaik untuk banyak
berbagai pihak. Tanpa dukungan dan semangat dari berbagai pihak
tersebut, penulis menyadari skripsi ini tidak akan menjadi sebuah
persembahan karya yang ternilai. Oleh karena itu penulis menyampaikan
terimakasih kepada :
1. Dr. Muhdi, S.H, M. selaku Rektor IKIP PGRI Semarang
2. Drs. Nizaruddin, M.si. selaku Dekan Fakultas Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP PGRI Semarang
3. Endah Rita S, Dewi, S.Si, M.si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Biologi IKIP PGRI Semarang
4. Ary Susatyo, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing I, yang telah
memberikan saran, bimbingan, arahan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini
5. Maria Ulfah,S.Si, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
memberikan saran, bimbingan, arahan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini
6. Semua pihak yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dan
pembaca dan umumnya.
Semarang, Juni 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................ vi
ABSTRAK ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 3
C. Pemilihan Masalah ................................................................ 4
D. Rumusan Masalah ................................................................ 4
E. Tujuan Penelitian .................................................................. 4
F. Manfaat Penelitian ................................................................ 4
G. Definisi Istilah ...................................................................... 5
H. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................... 6
BAB II TELAAH PUSTAKA
A. Landasan teori
1. Keanekaragaman Hayati ................................................. 7
2. Komposisi Komunitas ..................................................... 9
3. Alga Makro ..................................................................... 10
4. Manfaat Alga Makro ....................................................... 13
5. Ekosistem Pantai ............................................................. 15
6. Faktor Lingkungan .......................................................... 17
x
7. Metode Transek .............................................................. 18
8. Indeks Divertas ............................................................... 19
9. Wawasan Implementasi dalam Pembelajaran Biologi .... 20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 22
B. Subyek Penelitian ................................................................ 22
C. Alat dan Bahan Penelitian .................................................... 22
D. Prosedur Penelitian ............................................................. 23
E. Teknik Observasi .................................................................. 25
F. Pengamatan Faktor Lingkungan ........................................... 25
G. Analisa Data ......................................................................... 26
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Lingkungan ............................................................. 29
B. Komposisi Komunitas .......................................................... 30
C. Indeks Kesamaan Komunitas dan Indeks Ketidaksamaan ... 31
D. Indeks Keanekaragaman Alga Makro (Diversitas) .............. 31
BAB V PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................. 33
B. Komposisi Komunitas Alga Makro ..................................... 35
C. Komunitas Alga Makro Di Pantai Mpu Rancak dan Pantai
Pailus Jepara ......................................................................... 37
D. Implementasi dalam Pembelajaran ...................................... 46
PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 48
B. Saran ..................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 50
LAMPIRAN .............................................................................................. 52
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Daftar Jenis Alga Makro dan Manfaatnya sebagai obat ............... 15
4.1. Kondisi Lingkungan Di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus ... 30
4.3. Data Jumlah Jenis Alga Makro yang Terdapat Di Pantai Rancak
dan Pantai Pailus .......................................................................... 30
4.4. Nilai Kerapatan Relatif dalam Komposisi Komunitas
Di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus ...................................... 31
4.5. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Ekspektasi E(H’),
var H’ dan Pantai Pailus ................................................................. 32
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peletakan Titik Garis Transek dan Kuadrat
2. Pada Lokasi Penelitian .............................................................. 24
3, Halimeda opuntia ...................................................................... 37
4. Udotea javensis ......................................................................... 38
5. Eucheuma spinosum .................................................................. 40
6. Padina australis ........................................................................ 41
7. Padina boryana ......................................................................... 43
8. Sargassum polyceratium ........................................................... 44
9. Sargassum plagyophylum .......................................................... 45
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Perhitungan Indeks Kesamaan dan Ketidaksamaan
Komunitas Alga Makro di Pantai Mpu Rancak dan
Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo .............................................. 52
2. Data Perhitungan Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wiener (H’) Komunitas
Alga Makro di Pantai Mpu Rancak Minggu 1 ............................ 53
3. Data Perhitungan Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wiener (H’) Komunitas
Alga Makro di Pantai Mpu Rancak Minggu 2 ............................. 55
4. Data Perhitungan Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)
Komunitas Alga Makro di Pantai Pailus Minggu 1 ..................... 57
5. Data Perhitungan Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)
Komunitas Alga Makro di Pantai Pailus Minggu 2 ..................... 59
6. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Ekspektasi E (H’),
Var H’, Penduga H’, dan J (Evennes) Komunitas
Alga Makro di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus ................. 61
7. Foto Alat Penelitian ..................................................................... 61
8. Foto Kegiatan Penelitian .............................................................. 63
9. Peta Lokasi Penelitian` ................................................................ 65
10. Data Pengumpulan Jumlah Jenis Alga Makro
Di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus .................................. 68
11. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas X Semester 2.......... 71
12. Bahan Ajar Biologi .................................................................... 83
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati
yang memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat
Indonesia maupun masyarakat dunia. Tingginya keanekaragaman hayati di laut
dapat merefleksikan potensi ekonomi perairan pesisir dan lautan tersebut.
Semakin tinggi keanekaragaman hayati yang terkandung, semakin besar
potensi yang dapat dikembangkan. Keanekaragaman hayati pesisir dan lautan
berguna sebagai sumber plasma nutfah, sumber pangan, bahan baku industri
farmasi dan kosmetik, penyedia jasa-jasa lingkungan laut, serta pendukung
untuk pengembangan kawasan industri dan pariwisata (Dahuri, 2003:145).
Berbagai macam ekosistem pesisir yang terdapat di Indonesia
mempunyai peranan yang sangat penting, baik ditinjau dari segi ekologis
maupun ekonomis. Namun, informasi mengenai fungsi ekologis, khususnya
tentang keanekaragaman hayati yang terdapat pada masing-masing ekosistem
di daerah pesisir relatif masih sangat kurang. Hal ini akan menjadi kendala bagi
pengelolaan daerah pesisir dan laut secara komprehensif.
Komunitas alga makro, secara ekologi mempunyai peranan dan manfaat
terhadap lingkungan sekitarnya yaitu sebagai tepat asuhan dan perlindungan
bagi jenis-jenis ikan tertentu (nusery grounds), tempat pemijahan (spawning
grounds), sebagai tempat mencari makanan alami ikan-ikan dan hewan
herbivor (feeding grounds). Dari segi ekonomi, alga makro dapat
dikembangkan sebagai sebuah produk karena kandungan kimia yang
dimilikinya. Di Indonesia digunakan sebagai lalapan, sayuran, manisan dan
asinan. Pemanfaatan dalam bentuk olahan alga makro antara lain berupa bahan
makanan, makanan kesehatan, obat-obatan dan bahan penambah dalam
berbagai industri misalnya industri makanan, industri minuman, industri
bioteknologi, industri tekstil dan lain-lain. Kemudian dari segi biologis, alga
makro mempunyai peran yang besar dalam meningkatkan produktivitas primer,
2
menyerap bahan polutan, penghasil bahan organik dan sumber produksi
oksigen bagi organisme akuatik di lingkungan perairan (Bold and Wynne
1985).
Komposisi komunitas setiap jenis dalam suatu ekosistem berbeda.
Komposisi komunitas setiap jenis yang berbeda tersebut mempengaruhi
keanekaragaman hayati yang ada dalam suatu ekosistem. Komposisi suatu
komunitas tertentu disusun oleh sejumlah dan jenis suatu spesies. Alga makro
umumnya hidup dan membentuk komunitas di dasar laut yang substratnya
berupa pasir, karang, pecahan karang (rubble), karang mati, serta benda-benda
keras yang terendam di dasar laut.
Perairan pantai umumnya dangkal mempunyai keragaman faktor-faktor
lingkungan yang lebih besar daripada samudera lepas, baik musiman maupun
geografik. Keadaan ini berkaitan dengan perairan pantai yang dangkal dan
letaknya dekat dengan aliran air dari darat. Dangkalnya air dapat menambah
tingginya kandungan sedimen karena adanya ombak yang mampu mengaduk
dasar perairan (Romimohtarto, 2007:320).
Salah satu dari pantai di Jepara adalah Pantai Mpu Rancak dan Pantai
Pailus. Kedua pantai ini terdapat di Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara.
Perbedaan di kedua pantai ini terletak pada lingkungan sekitar pantai dan
keadaan substrat di kedua pantai yang cenderung berbeda. Walau substrat
dikedua pantai adalah berpasir dan berkarang, namun keadaan substrat di
kedua pantai berbeda yaitu kerapatan karang dan adanya bebatuan. Keadaan
pantai ini masih bersih dan asri. Kegiatan wisata masih sangat jarang ditemui
di kedua pantai tersebut. Kedua pantai tersebut digunakan untuk tempat
mencari ikan oleh penduduk setempat. Informasi mengenai jenis alga makro di
pantai tersebut masih kurang. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
dilakukan agar komunitas alga yang ada di pantai tersebut dapat dimanfaatkan
secara maksimal.
Dalam dunia pendidikan guru memiliki peranan yang penting. Tugas
guru bukan semata-mata mengajar, tetap lebih pada membelajarkan siswa.
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang
3
ada di sekitar individu siswa. Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan
pada pencapaian tujuan dan proses berbuat berbagai pengalaman belajar yang
dipersiapkan dan dilakukan guru. Oleh karena itu, pembelajaran harus
mengaktifkan siswa, menyenangkan, sarat nilai, dan bermakna bagi kehidupan.
Terkadang untuk memberikan kesan tersebut dan mengaktifkan interaksi antara
guru dengan siswa, siswa dengan bahan ajar, dan siswa dengan siswa masih
kurang dimaksimalkan. Khususnya pada materi pembelajaran keanekaragaman
hayati pada pembelajaran biologi kelas X semester 2. Pembelajaran tersebut
masih sering dilakukan secara konvensional, dengan pembelajaran hanya
terkesan pada satu arah, kurangnya contoh pengenalan keanekaragaman hayati
yang ada di lingkungan sekitarnya, sehingga pemahaman konsep dari materi
tersebut oleh siswa masih kurang. Oleh karena itu perlu adanya strategi dan
bahan ajar yang mendukung pembelajaran tersebut. Dengan hasil penelitian
skripsi ini diharapkan dapat memberikan wawasan implementasi pada
pembelajaran biologi di sekolah kelas X semester 2 dengan materi
keanekaragaman hayati.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat diketahui
bahwa terdapat beberapa alasan untuk perlu diadakannya penelitian tentang
alga makro sekitar Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus serta sebagai sarana
edukasi yang nyata bagi siswa SMA kelas X Semester 2, diantaranya adalah :
1. Masyarakat kurang mendapat informasi fungsi ekologis dan ekonomis
keanekaragaman hayati daerah pesisir.
2. Siswa kurang mendapat informasi dan referensi tentang materi
keanekaragaman hayati dan pemanfaatan keanekaragaman hayati lokal.
3. Siswa kurang termotivasi untuk mempelajari biologi karena pembelajaran
terkesan satu arah.
4
C. Pemilihan Masalah
Permasalahan yang hendak dikaji adalah identifikasi komposisi
komunitas lebih lanjut mengenai alga makro yang ada di Pantai Mpu Rancak
dan Pantai Pailus Jepara pada tahun 2013.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah pada
penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah komposisi komunitas alga makro di Pantai Mpu Rancak
dan Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara ?
2. Bagaimanakah wawasan implementasi skripsi ini ke dalam perangkat
pembelajaran sekolah SMA kelas X semester 2 dengan materi
keanekaragaman hayati ?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
1. Mengetahui komposisi komunitas alga makro di Pantai Mpu Rancak dan
Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara.
2. Memberikan wawasan implementasi hasil penelitian ini ke dalam
perangkat pembelajaran sekolah SMA kelas X semester 2 dengan materi
keanekaragaman hayati.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan diharapkan akan memberikan manfaat
sebagai berikut.
1. Bagi Peneliti
Untuk mengetahui komposisi komunitas alga makro di Pantai Mpu Rancak
dan Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara serta untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi komposisi komunitas alga makro
di Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara.
5
2. Bagi Masyarakat
Untuk mengetahui jenis dan manfaat alga makro yang ada di Pantai Mpu
Rancak dan Pantai Pailus Jepara
3. Bagi Lembaga Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai wawasan implementasi yaitu dalam pembuatan
RPP dan dapat dijadikan bahan acuan dalam pembelajaran SMA Sekolah
Menengah Atas kelas X semester 2 dengan standar kompetensi : 3.
Memahami keanekaragaman hayati,dan dengan kompetensi dasar : 3.1
Mendeskripsikan konsep keanekaragaman gen, jenis, ekosistem, melalui
kegiatan pengamatan.
G. Definisi Istilah
1. Komposisi Komunitas
Komposisi komunitas merupakan susunan dan jumlah dari jenis-
jenis spesies yang menyusun suatu komunitas.
2. Alga makro
Alga makro tumbuh di perairan laut yang memiliki substrat keras
dan kokoh yang berfungsi sebagai tempat melekat Berdasarkan
penggolongannya alga makro dikelompokkan menjadi tiga class yaitu
Chlorophyta (Alga hijau), Phaeophyta (Alga Coklat), Rhodophyta
(Alga merah) (Dahuri, 2003:52).
3. Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus
Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus adalah pantai yang terletak di
Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara. Keadaan pantai tersebut masih
asri dan bersih. Selain itu Pantai tersebut merupakan pantai yang
memiliki lingkungan fisik berpasir dan berkarang.
6
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini terdiri atas beberapa bagian yang masing-masing diuraikan,
sebagai berikut Skripsi:
1. Bagian awal skripsi
Berisi halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan, halaman
pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi,
daftar tabel, dan daftar lampiran.
2. Bagian isi skripsi terdiri dari :
Merupakan bagian pokok dalam skripsi yang terdiri dari 5 bab, yaitu :
Bab I : Pendahuluan
Meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pemilihan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, definisi istilah, dan sistematika skripsi.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Keanekaragaman hayati, komposisi komunitas, alga dan
alga makro, fungsi pemanfaatan alga makro, ekosistem
pesisir dan laut, faktor lingkungan, metode transek
kuadrat, dan rencana implementasi hasil penelitian skripsi
dalam pembelajaran biologi.
Bab III : Metode Penelitian
Meliputi area penelitian, waktu dan tempat penelitian,
subyek penelitian, alat dan bahan penelitian, prosedur
penelitian, teknik observasi, pengamatan faktor
lingkungan, analisis data.
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Meliputi uraian hasil penelitian serta pembahasan.
Bab V :Simpulan dan saran meliputi uraian simpulan dari hasil
penelitian dan saran yang dapat diambil dari penelitian
yang telah dilaksanakan.
7
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati (biodiversity) merupakan istilah yang
dipergunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk
variabilitas hewan, tumbuhan, serta jasad renik di alam. Dengan demikian
keanekaragaman hayati mencakup keragaman ekosistem (habitat), jenis
(spesies), dan genetik (varietas / ras).
Indonesia dengan luas perairan laut 5,8 juta km2 merupakan salah satu
negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi dengan tingkat
endemisme yang tinggi, khususnya di Pulau Sulawesi, Irian Jaya, dan
Mentawai. Dari segi keragaman ekosistem, Indonesia memiliki paling tidak 42
ekosistem daratan dan lima tipe ekosistem lautan. Sedangkan pada tingkat
spesies, kenekaragaman hayati laut Indonesia terdiri dari 12 spesies lamun, 30
spesies mamalia, 38 spesies mangrove, 210 spesies karang lunak, 350 spesies
karang batu, 745 spesies echinodermata, 782 spesies alga, > 850 porifera, 1502
crustacea, > 2006 spesies ikan, dan 2500 spesies molusca (Dahuri 2003:8).
Menurut Dahuri (2003:9), keanekaragaman hayati dibagi menjadi tiga
tingkatan organisasi biologi yaitu keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman
spesies, keanekaragaman genetik.
Keanekaragaman ekosistem dapat dikenali melalui pengamatan
terhadap lingkungan fisik yang berbeda menghasilkan komunitas kehidupan
yang berbeda. Sifat fisik seperti suhu, kejernihan air, pola arus, dan kedalaman
air mempengaruhi komunitas yang hidup didalamnya.
Keanekaragaman spesies (jenis) adalah keanekaragaman hayati tingkat
jenis (antarspesies) mudah diamati karena perbedaannya menyolok.
Secara biologis, diversitas spesies (keanekaragaman jenis) adalah
ukuran heterogenitas populasi suatu komunitas. Diversitas spesies merupakan
7
8
kombinasi antara kekayaan jenis dan keseimbangan/kemerataan jenis
atau ekuibilitas spesies (Barbour et al. 1987, dikutip oleh Purnomo,2007:12)
Menurut Odum (1998:184-185), ada dua komponen keanekaragaman
jenis yaitu kekayaan jenis dan kemerataan atau equitabilitas. Kekayaan jenis
adalah jumlah jenis dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis cenderung
besar dalam suatu komunitas yang lebih tua dan kecil untuk komunitas yang
baru dibentuk. Kesamarataan atau ekuitabilitas adalah pembagian individu
yang merata diantara jenis, pada kenyataannya setiap spesies mempunyai
jumlah individu yang tidak sama. Kesamarataan menjadi maksimum bila
semua spesies mempunyai jumlah individu yang sama atau rata. Untuk
menganalisis keanekaragaman jenis dapat di hitung dengan menggunakan
indeks keanekaragaman Shannon.
a. Kekayaan Jenis
Kekayaan jenis adalah jumlah jenis yang sesungguhnya dalam
suatu komunitas. Kekayaan jenis suatu komunitas ditentukan oleh beberapa
faktor antara lain : pemisahan niche, perlindungan, dan gangguan (Purnomo,
2007:12).
b. Kemerataan Jenis
Distribusi individual di antara jenis pada suatu komunitas disebut
keseimbangan jenis atau ekuitabilitas spesies. Keseimbangan jenis dianggap
maksimum jika semua jenis dalam komunitas memiliki jumlah individu
yang sama (Barbouret al. 1987, dikutip oleh Purnomo, 2007:12).
Menurut Purnomo (2007:12) keseimbangan jenis dapat terjadi jika
beberapa spesies hidup bersama-sama dalam satu habitat. Hidup bersama dapat
terjadi karena adanya :
1) Perbedaan kebutuhan nutrisi mineral
2) Perbedaan penyebab kematiannya
3) Perbedaan kepekaan terhadap racun
4) Perbedaan waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan
Keanekaragaman genetik menjelaskan adanya variasi faktor-faktor
keturunan di dalam dan di antara individu dalam suatu populasi. Variasi ini
9
disebabkan oleh perbedaan susunan empat pasang basa dari asam nukleat
(adenin, guanin, sitosin, dan timin), yang berfungsi sebagai pembentuk kode
genetik (Dahuri, 2003: 10).
Sumber daya hayati dengan segala keanekaragamannya mempunyai
peranan besar dalam menjamin kelestarian peradaban sesuatu bangsa.
Kemampuan mengelola kegunaannya secara berkelanjutan, kemahiran dalam
mendapatkan alternatif bagi sesuatu komoditas yang mulai melangka,
pengembangan potensinya yang belum terungkap, pengetahuan
pengembangannya melalui perakitan dan teknologi pemanfaatan lainnya harus
dimiliki dan dikuasai (Irwan, 2007:183).
Makin besar jumlah jenis, makin besar pula keanekaragaman hayati.
Melalui evolusi yang terus-menerus maka terjadi pula kepunahan pada jenis
tertentu. Bila jenis baru terjadi lebih banyak dari kepunahan maka
keanekaragaman hayati bertambah. Sebaliknya jika kepunahan terjadi lebih
banyak dari terbentuknya jenis baru, maka keanekaragaman hayati akan
menurun. Untuk pelestarian lingkungan keanekaragaman jenis merupakan
sumber daya alam hayati (Irwan, 2007:184).
2. Komposisi Komunitas
Menurut Suharso (2011), komposisi berarti susunan. Menurut Purnomo,
(2006) komunitas adalah kelompok organisme yang terdiri atas sejumlah jenis
yang berbeda, yang secara bersama-sama menempati habitat atau area yang
sama, dan terjadi interaksi melalui hubungan trofik dan spatial.
Menurut Lincoln et al. dikutip oleh Purnomo (2006:45) komunitas
adalah sekelompok organisme yang terdiri atas sejumlah jenis yang berbeda,
yang secara bersama-sama menempati habitat atau area yang sama dan sering
berubah, karena sebagian besar dapat diganti dalam waktu dan ruang yang
berbeda. suatu komunitas dikatakan keanekaragaman jenis yang rendah apabila
suatu komunitas tersebut hanya terdapat jenis-jenis spesies tertentu saja.
Sedangkan suatu komunitas yang memiliki keanekaragaman jenis tinggi
memiliki jenis-jenis spesies yang banyak dan beragam. Keanekaragaman jenis
10
menyatakan suatu ukuran yang menggambarkan variasi jenis tumbuhan dari
suatu komunitas yang di pengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif
dari setiap jenis.
Komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam kekayaan spesiesnya
jumlah spesies yang dimiliki. Komunitas juga berbeda dalam hubungannya
dalam kelimpahan relatif spesies. Beberapa komunitas terdiri dari beberapa
spesies yang jarang, sementara yang lainnya mengandung jumlah spesies yang
sama dengan spesies yang semuanya umum ditemukan. Kelimpahan relatif
spesies di dalam suatu komunitas mempunyai dampak yang sangat besar pada
ciri umumnya (Campbell, 2004:362).
Dari pendapat-pendapat tersebut peneliti mengambil garis besar
pengertian dari komposisi komunitas adalah susunan yang meliputi jenis dan
jumlah spesies yang terdapat dalam suatu habitat tertentu.
3. Alga Makro
Alga makro merupakan tumbuhan thalus yang hidup di air atau
menempati habitat yang lembab atau basah. Selnya selalu jelas mempunyai inti
dan plastida, dan dalam palstidanya terdapat zat-zat warna derivat klorofil,
yaitu klorofil a dan b atau kedua-duanya. Selain derivat-derivat klorofil,
terdapat pula zat-zat warna lain, dan zat warna lain inilah yang justru kadang-
kadang lebih menonjol dan menyebabkan ganggang tertentu diberi warna
menurut warnan tadi. Zat-zat warna tersebut berupa fikosianin (warna biru),
fikosantin (warna pirang), dan fikoeritrin (warna merah). Disamping itu juga
biasa ditemukan zat-zat warna santofil, dan karotin (Tjitrosoepomo,1989:30).
Anak divisio ganggang dapat dibedakan dalam 7 classis yaitu :
Flagellata, Diatoeae (ganggang kersik), Chlorophyceae (Ganggang Hijau),
Conjugatae, Charophyceae (ganggang karang), Phaeophyceae (Ganggang
pirang), Rhodophyceae (Ganggang merah) (Tjitrosoepomo,1989:32).
11
Berdasarkan penggolongannya alga makro dikelompokkan menjadi tiga
classis :
a. Alga Hijau (Chlorophyta)
Kloroplas alga hijau (green algae) memiliki struktur dan komposisi
pigmen yang mirip kloroplas tumbuhan darat.
Alga hijau terbagi menjadi dua kelompok utama, chlorophyta (dari kata
Yunani cholor, hijau) dan charophyta. Lebih dari 7.000 spesies chlorophyta
telah diidentifikasi. Kebanyakan hidup di perairan tawar, namun ada juga
banyak spesies yang hidup di laut dan daratan (Campbell, 2008:155).
Sesuai dengan namanya, kelompok alga ini berwarna hijau. Pigmen dari
kloroplas (chloroplast), yakni bentuk sel yang mengandung pigmen untuk
fotosintesis, mencakup dua jenis klorofil-a dan klorofil-b, dan berbagai
karotinoid.
Classis alga ini mempunyai bentuk yang sangat beragam, tetapi bentuk
umum yang di jumpai adalah bentuk filamen (seperti benang) dengan septa
(sekat) atau tanpa sekat, dan bentuk lembaran (Romimohtarto, 2007:61).
Menurut Round dikutip oleh Kumar (1982 :85), membagi alga hijau
menjadi tiga divisi yang berisi enam classis dan 37 ordo sebagai berikut:
Divisi Chlorophyta; Classis Chlorophyceae-ordo Chlamydomonales,
Volvocales, Polyblepharidales, Tetrasporales, Chlorodendrales,
Chlorosarcinales, Chlorococcales, Ulotrichales, Codiolales, Ulvales,
Prasiolales, Cylindrocaccales, Microsporales, Chaetoporales, Trentepohliales,
Pleurococcales dan Ulvellales. Classis Oedogoniophyceae Ordo Oedogoniales
Classis Zygnemaphyceae- Ordo Oedoginiales. Classis Zygnemaphyceae-ordo
Mesotaeniales,Zygnematales, Gonatozygales dan Desmidiales. Classis
Bryopsidaphyceae- Ordo Cladhoporales, Sphaeroplealwes, Ascrosiphonales,
Dasycladales, Siphonocladales, Chlorochytriales, Derbesiales, Codiales,
Caulerpales, Dichotomosiphonales, dan Phyllosiphonales.
Divisi Prasinophyta, Classis Prasinophyceae-Ordo Pyramimonadales,
Prasinocladales, dan Halosphaerales. Divisi Charophyta Classis
Charophyceae-Ordo Charales.
12
Di Indonesia tercatat sedikitnya 12 marga alga hijau, yang banyak di
antaranya sering dijumpai di perairan pantai. Berikut ini adalah marga-marga
alga hijau: Caulerpa, Ulva, Valonia, Dictyosphaera, Halimeda,
Chaetomorpha, Codium, Udotea, Tydemania, Burgesenia, Neomersis
(Romimohtarto, 2007: 63).
b. Alga Coklat (Phaeophyta)
Alga coklat merupakan kelompok alga yang terbesar ukurannya
diantara kelompok-kelompok alga laut. Kelas alga ini mempunyai ukuran dan
bentuk yang sangat beranekaragam. Ada yang berupa tumbuh-tumbuhan
bercabang berbentuk benang kecil dan halus (Ectocarpus), ada yang berbentuk
rantai seperti sosis yang kopong dan kasar dan panjangnya 30 cm atau lebih
(Scytosiphon), ada yang bertangkai pendek dan bertalus lebar
(Laminaria,Costaria,Alaria, beberapa diantaranya mempunyai lebar 2 m) ada
yang bentuknya bercabang banyak (Fucus,Agregia) dan dari Pasifik terdapat
alga berukuran raksasa dengan tangkai yang panjang dengan daun seperti kulit
yang panjang (Macrocytis, Nereocystis, Pelagophycus). Alga coklat ada yang
membentuk padang ganggang (kelp bed) di laut lepas. Alga makro membentuk
hutan lebat dan diantara tangkai daun-daun dan tangkai (Romimohtarto,
2007:66).
Di Indonesia terdapat delapan marga alga coklat yang sering ditemukan
diantaranya adalah Cystoseira sp., Dictyopteris sp., Dictyota sp., Hormophysa
(H. triquesa), Hydroclathrus (H. clatratus), Padina (P. australis), Sargasum,
Turbinaria (Romimohtarto,2007:71).
c. Alga Merah (Rhodophyta)
Banyak di antara 6.000 spesies alga merah (red algae atau rhodophyta,
dari kata Yunani rhodos merah) yang telah diketahui berwarna merah akibat
pigmen fotosintetik aksesoris yang disebut fikoeritin (phycoerytrin), yang
menyamarkan warna hijau klorofil. Akan tetapi, spesies yang teradaptasi
terhadap perairan yang lebih dangkal memiliki lebih sedikit fikoeritrin.
Akibatnya, spesies alga merah mungkin berwarna merah kehijauan di perairan
yang sangat dangkal, merah cerah pada kedalaman yang sedang nyaris hitam di
13
perairan dalam. Beberapa spesies tidak memiliki pigmentasi sama sekali dan
berfungsi secara heterotrofik sebagai parasit pada alga merah lain (Campbell,
2008:154).
Meskipun biasanya berukuran kecil, bentuknya lebih beranekaragam
daripada alga coklat, dan jumlahnya juga lebih banyak. Semua bersel ganda,
yang paling sederhana adalah bentuk benang bercabang seperti Polysiphonia,
yang bersama-sama dengan jenis alga benang lainnya umumnya dinamakan
lumut laut. Ada bentuk berdaun lebar, seperti Rhodymenia yang dapat
berukuran panjang sekali. Namun alga merah yang terpanjang kira-kira 1
sampai 2 m.
Classis Rhodophyceae dibagi menjadi dua Subclassis yaitu Bangioidae
(atau Bangiophycidae ) dengan satu ordo (1) Bangiales, dan (2) Floridae
(Florrideophycidae) dengan enam ordo Nemalionales, Gelidiales,
Criptonemiales, Gigartinales, Rhodymeniales dam Ceramiales
(Kumar,1982:193).
Di Indonesia tercatat 17 marga terdiri dari 34 jenis. Berikut catatan
singkat dari marga-marga alga merah tersebut : Acanthophora, Actinotrichia,
Amansia, Amphiroa, Chondrococcus, Corallina, Eucheuma, Galaxaura,
Gelidiella, Gigartina, Gracilaria, Halymenia, Hypnea, Laurencia,
Rhodymenia, Titanophora, Porphyra (Romimohtarto, 2007:75).
4. Manfaat Alga Makro
Secara ekologis, alga makro berfungsi sebagai sumber makanan
bagi berbagai jenis fauna yang menghasilkan endapan kapur yang berguna bagi
pertumbuhan karang di daerah tropis (Duxbury and Duxbury, 1989:1187
dikutip oleh Kepel 2011). Misalnya, Halimeda yang ditemukan di terumbu
karang ikut memperkuat fondasi terumbu karang tersebut. Demikian juga, alga
makro berfungsi untuk mencegah pergerakan substrat, penyaring air dan
berperan penting dalam produksi primer di lautan (Dawes, 1998 dikutip oleh
Kepel 2011). Selain itu alga makro berfungsi sebagai tempat pembesaran dan
pemijahan biota-biota laut (Bold and Wynne, 1985 dikutip oleh Kepel 2011),
14
dan sebagai bahan dasar dalam siklus rantai makanan di perairan karena dapat
memproduksi zat-zat organik, dan dapat menghasilkan zat kapur yang berguna
bagi pertumbuhan karang di daerah tropis (Duxbury and Duxbury, 1989:1187
dikutip oleh Kepel 2011).
Alga makro dapat menghasilkan berbagai macam produk yang dapat
dikembangkan secara komersial untuk dimanfaatkan oleh industri biopigmen,
biopolisakarida, dan bahan tambahan pada makanan (vitamin dan asam amino).
Alga makro mengandung berbagai pigmen seperti klorofil, karotenoid,
fikosianin (pigmen biru), dan fikoeritrin (pigmen merah). Biopigmen tersebut
bermanfaat untuk industri makanan, komestik, dan farmasi (Dahuri, 2003:152).
Banyak jenis alga merah yang mempunyai nilai ekonomi, dan
diperdagangkan yang dikelompokkan sebagai komoditi rumput laut. Salah
satunya adalah jenis Eucheuma sp.Alga makro tersebut menghasilkan biota
karaginan. Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan berat
molekul diatas kDa. Karaginan berfungsi sebagai penstabil, pesuspensi,
pengikat, protektif (melindungi kolid), mengikat suatu bahan, mencegah
terlepasnya air, dan mengikat bahan-bahan. Sifat ini banyak dimanfaatkan
dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi, dan
industri lainnya (Winarno 1996, dikutip oleh Tridiyani 2011)
Pada saat ini, pemanfaatan alga makro terfokus pada produksi
polisakarida dengan hasil 10%-65% berat kering (bk). Beberapa jenis
polisakarida yang memiliki nilai komersial penting adalah asam alginat, dan
turunannya, fucoidan dan laminarian yang berasal dari alga coklat, agar dan
carrageenan yang berasal dari alga merah (Dahuri,2003:149). Alga coklat dari
famili Fucaceae (misalnya Sargassum) merupakan sumber fucoidan yang
diketahui memiliki senyawa yang berpotensi sebagai pencegah kanker dan HIV
(human immunodeficiency virus) (Ghufron 2010:62).
Pertama kali, alga dikenal oleh bangsa China pada tahun 2700 SM, di
Zaman kekaisaran Shen Nung. Mereka mempergunakannya sebagai bahan
makanan dan obat-obatan (Aslan, 1993 dikutip oleh Ikawati 2001:44).
15
Tabel 2.1 Daftar jenis alga makro dan manfaatnya sebagai obat
Nama Marga Khasiat Untuk
Achantophorta Alga merah (Rhodophyta)
antimikroba,anti kesuburan
Asparagopsis Antibiotika
Ceramimum Antibakteri
Chondria gangguan dalam
Digenea pembius,antibakteri
Gelidum gangguan dalam, antijamur, antibakteri, antivirus
Gloiopeltis Antitumor
Gracilaria gangguan dalam
Hypnea antitumor, gangguan perut
Jania Pembius
Laurencia antijamur, antibakteri
Polysiphonia Antibakteri
Porphyra menurunkan kolestrol
Pterocladia gangguan dalam, antibiotik
Wrangelia antibiotik, antijamur
Dityopteris Alga coklat (Phaeophyta)
Antitumor
Dictyota Antibakteri
Padina Antibakteri
Sargassum antibakteri, antitumor, tekanan darah tinggi,
gangguan kelenjar
Stylophora penyakit jantung
Acetabularia Alga hijau (Chlorophyta)
gangguan ginjal
Caulerpa Antijamur
Cladophora antibakteri,antivirus
Codium chemical drug
Dictyosphaeria antimikrobia, penyakit jantung
Enteromorpha Antibakteri
Halimeda Antibakteri
Ulva antibakteria,tekanan darah tinggi
(Sumber : Romimohtarto, 2007: 412)
5. Ekosistem Pantai
Ekosistem perairan laut dapat di bagi menjadi dua, yaitu perairan
laut pesisir, yang meliputi daerah paparan benua, dan laut lepas. Penetapan
batas wilayah pesisir sampai saat ini belum ada definisi yang baku. Namun
16
ada kesepakatan dunia bahwa wilayah pesisir merupakan suatu wilayah pesisir
merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut (Dahuri,2003:25).
Dalam suatu wilayah pesisir biasanya terdapat satu atau lebih ekosistem
pesisir dan sumber daya pesisir. Tipe ekosistem pesisir Indonesia
dideskripsikan atas dasar komunitas hayati dan penggenangan oleh air
(Kartawinata dan Soemodiharjo dkk dikutip oleh Dahuri 2003).
Berdasarkan sifatnya pesisir dapat bersifat alami (natural) atau
buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain terumbu
karang (coral reefs), hutan mangrove (mangrove forest), padang lamun
(seagraas beds), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach),
formasi pescaprae, formasi baringtonia, estuaria, laguna, delta, dan ekosistem
pulau kecil. Ekosistem pesisir tersebut ada yang terus-menerus tergenang oleh
air, namun ada pula yang sesaat. Sedangkan ekosistem buatan antara lain
adalah tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, dan
kawasan pemukiman (Dahuri,2003:26).
Perairan pantai yang umumnya dangkal mempunyai keragaman
faktor-faktor lingkungan yang lebih besar daripada samudra lepas, baik
musiman maupun geografik. Keadaan ini berkaitan dengan perairan pantai
yang dangkal dan letaknya yang dekat dengan aliran air dari darat.
Dangkalnya air dapat menambah tingginya kandungan sedimen karena adanya
ombak yang mampu mengaduk dasar perairan.
Sifat yang amat penting dari daerah pasang surut adalah berubah-ubahnya
sifat–sifat lingkungan di pantai. Bukan saja daerah ini mengalami pengeringan
dan perendaman secara berkala setiap hari. Bukan saja daerah ini mengalami
pengeringan dan perendaman secara berkala setiap hari, tetapi perbedaan suhu
lebih besar, baik harian maupun tahunan daripada di bagian laut lainnya.
Pengaruh cahaya sangat besar, lebih besar daripada di bagian laut lainnya
kecuali air permukaan laut bebas, dan ini mempunyai pengaruh langsung
terhadap sebaran tumbuh-tumbuhan laut, karena tumbuh-tumbuhan ini
membutuhkan cahaya matahari untuk fotosintesis. Tumbuh-tumbuhan laut ini
17
sangat penting bagi kehidupan di perairan pantai tersebut (Romimohtarto,
2007:320).
6. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi kehidupan di
laut adalah gerakan air, suhu, substrat, kedalaman, cahaya, salinitas, dan pH.
Gerakan air, air laut selalu dalam keadaan bergerak. Gerakan-
gerakan air laut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti angin yang
menghembus di atas permukaan laut, pengadukan yang terjadi karena
perbedaan tinggi permukaan laut, pasang surut dan lain-lain. Gerakan air laut
ini sangat penting bagi berbagai proses alam laut,baik itu biologik atau hayati
maupun non-biologik atau nir-hayati. Gerakan air laut ini dikenal sebagai arus,
gelombang, permukaan massa air (upwelling), tenggelaman massa air
(downwelling) dan sebagainya (Romimohtarto, 2007:8).
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Di samudra,suhu
bervariasi secara horizontal sesuai dengan garis lintang, dan juga secara
vertikal sesuai dengan kedalaman (Nybakken, 1992:12).
Pada permukaan laut, air murni berada dalam keadaan cair suhu
tertinggi 100o C dan suhu terendah 0
o C. Karena adanya pengaruh salinitas dan
densitas maka air laut dapat tetap cair pada suhu di bawah 0o C. Suhu alami air
laut berkisar antara suhu di bawah 0o
C. Suhu alami air laut berkisar antara
suhu di bawah 0o C tersebut sampai 33
o C. Di permukaan laut, air laut
membeku pada suhu -1,9o C. Perubahan suhu dapat memberi pengaruh besar
kepada sifat-sifat air laut lainnya dan kepada biota laut (Romimohtarto,
2007:20).
Substrat adalah permukaan tempat organisme hidup, terutama
untuk menetap atau bergerak atau benda-benda padat tempat organisme
menjalankan seluruh atau sebagian hidupnya. Substrat dasar perairan ada
bermacam-macam, diantaranya dasar lumpur, pasir, batu, dan tumpukan
benda. Substrat perairan mempunyai dua fungsi yang penting yaitu sebagai
tempat hidup atau tempat melekat bagi organisme yang hidup pada perairan
18
tersebut dan merupakan sumber nutrisi bagi organisme di tempat tersebut.
Dasar substrat perairan juga mempengaruhi jenis hewan atau organisme yang
hidup pada suatu perairan.
Banyaknya cahaya yang menembus permukaan laut menerangi
lapisan permukaan laut setiap hari dan perubahan intensitas dengan
bertambahnya kedalaman memegang peranan penting dalam menentukan
pertumbuhan fitoplankton. Cahaya yang menerangi daratan atau lautan
biasanya diukur dalam lux atau meter-lilin (1 meter-lilin = 1 lux)
(Romimohtarto, 2007:21).
Salinitas merupakan takaran bagi keasinan air laut. Satuannya per
mil (o/oo) dan simbol yang dipakai adalah S (
o/oo). Salinitas didefinisikan
sebagai berat zat padat terlarut dalam gram perkilogram air laut,jika zat padat
telah dikeringkan sampai beratnya tetap pada 480 oC, dan jumlah klorida dan
bromida yang hilang diganti dengan sejumlah klor yang ekuivalen dengan
berat kedua hal yang hilang (Romimohtarto, 2007 :19).
Semua organisme yang hidup dalam lingkungan air mempunyai pH
optimum untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Umumnya pH
optimum merupakan suatu adaptasi jasad hidup terhadap habitat alaminya.
Nilai pH air yang optimal adalah sekitar netral yaitu antara 6 dan 8, semakin
lama pH air akan menuju kondisi asam.
7. Metode Transek
Untuk mempermudah penghitungan setiap sampel tumbuhan atau
satwa di dalam ekosistem, perlu dilakukan pelaksanaan penelitian yang
sistematis. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan transek.
a. Pengambilan Sampel Transek (Transect sampling).
Tipe transek pengambilan sampel yang paling umum digunakan, yaitu
berupa transek garis (line transect). Di dalam survei komunitas, transek
garis digunakan sebagai titik acuan untuk pengambilan sampel. Transek
garis pada umumnya merupakan garis yang memotong ke arah seberang
batas komunitas tertentu yang akan diamati.
19
b. Pengambilan Sampel Kuadrat (Quadrat Sampling)
Unit pengambilan sampel berbentuk segi empat atau berbentuk
rectanguler yang diletakkan secara acak di dalam zona sensus. Zona sensus
itu dapat dianggap sebagai papan pengecekan (cheker-board) dan quadrat
yang dicari dapat ditentukan dengan membuat penomoran secara acak
(Fachrul,2008:14).
8. Indeks Diversitas
Ada beberapa rumus untuk menentukan indeks diversitas, antara
lain : indeks Shannon-Wienner, Indeks Simpson’s PIE (Probability of
Interspesifik Encounter).
Shannon-Wienner (H’) mengasumsikan bahwa : sampel random
ditarik dalam sampel, dan jumlah spesies diketahui. Dalam teori informasi,
indeks diversitas Shannon-Wienner mendeskripsikan tingkat rata-rata
ketidakpastian dalam memprediksi spesies berdasarkan individu yang ditarik
secara random dari spesies yang berbeda dalam suatu komunitas, namun yang
akan dipakai dalam penelitian ini adalah Indeks diversitas Shannon-Wienner.
a. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner (H’)
Kekayaan spesies dan kesamaan nilai tunggal digambarkan dengan indeks
diversitas, keanekaragaman biota air dapat ditentukan dengan
menggunakan teori informasi Shannon-Wienner.
Tinggi rendahnya keanekaragaman jenis berdasarkan nilai indeks
keanekaragaman Shannon-Wienner yang terbagi dalam tiga golongan
yaitu :
1) Nilai H’>3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek adalah melimpah tinggi.
2) Nilai H’1 ≤ H’≤3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada
suatu transek adalah sedang melimpah.
3) Nilai H’ > 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek sedikit atau rendah (Fachrul, 2008:51).
20
Semakin besar dari nilai indeks keanekaragaman, yang berarti semakin
banyak jenis yang akan didapatkan dan indeks keanekaragaman akan
merata berarti jumlah individu jenisnya relatif seragam (Odum 1993 :12).
Keanekaragaman jenis cenderung turun dalam ekosistem yang dapat
mempunyai sasaran faktor pembatas fisika dan kimia yang kuat, dari
indeks keaanekaragaman digunakan untuk membandingkan satu keadaan
dengan keadaan yang lainnya, dan kemantapan habitat yang merupakan
faktor utama mengatur keanekaragaman (Odum 1993:10).
b. Indeks Keanekaragaman Simpson
Indeks Simpson berbanding terbalik dengan heterogenitas, yaitu
nilai indeks menurun bila diversitas meningkat atau sebaliknya. Indeks ini
digunakan untuk menentukan kualitas perairan yang jumlah jenisnya
banyak atau dengan keanekaragaman jenisnya tinggi (Koesbiono et al
1987, dikutip oleh Fachrul,2008 :110).
c. Indeks kemerataan (J)
H’max (keragaman maksimum) akan terjadi apabila ditemukan
dalam suasana di mana spesies adalah melimpah. Adapun nilai J (Indeks
Keseragaman) kisaran nilai 0 dan 1 yang mana nilai 1 menggambarkan
suatu keadaan dimana semua spesies cukup melimpah (Odum 1993 :15).
B. Wawasan Implementasi Hasil Penelitian dalam Pembelajaran Biologi
Hasil penelitian ini dapat menjadi wawasan implementasi dalam
pembelajaran di Sekolah Menengah Atas kelas X semester 2 dengan standar
kompetensi : 3. Memahami keanekaragaman hayati, dan dengan kompetensi
dasar : 3.2 Mengkomunikasikan keanekaragaman hayati Indonesia, dan usaha
pelestarian serta pemanfaatannya.
Wawasan implementasi hasil penelitian ini dapat berupa
pembuatan buku bahan ajar materi tentang keanekaragaman hayati. Buku
tersebut berisi tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati lokal di pantai,
yaitu alga makro yang terdapat di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus
21
Jepara. Selain itu wawasan implementasi hasil penelitian ini juga dapat
menjadi dasar pembuatan RPP dengan pembelajaran kooperatif model jigsaw.
Pembelajaran terdiri atas berbagai komponen yang saling
berhubungan satu dengan yang lain. Komoonen tersebut meliputi : tujuan,
materi, metode, dan evaluasi. keempat komponen tersebut harus diperhatikan
oleh guru dalam memilih model pembelajaran (Rusman, 2012:1).
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan
cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan
struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman,2012:202).
Dalam sistem belajar kooperatif,siswa belajar bekerja sama dengan
anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu
mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok
untuk belajar (Nurulhayati, 2002:25 dikutip oleh Rusman,2012:203).
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model jigsaw.
Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif
dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat
sampai enam orang secara heterogen dan siswa bekerjasama saling
ketergantungan positif dan bertanggung jawab Pada dasarnya, dalam model ini
guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen
lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar
kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa atau lebih sehingga setiap
anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen /subtopik
yang di tugaskan guru. Siswa dari masing-masing kelompok yang
bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi
yang terdiri atas tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas
kooperatif dalam : a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b)
merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota
kelompoknya semula. (Lie 2002:73).
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di area Pantai Mpu Rancak dan Pantai
Pailus di Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Dalam Penelitian ini
dipilih kedua pantai tersebut karena keduanya memiliki keanekaragaman
jenis biota laut yang beragam, antara lain banyak ditemukannya jenis-jenis
alga makro. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 9 – 27 April 2013.
Pengambilan data dilakukan selama dua minggu. Pada penelitian ini
masing-masing dari pantai tersebut diambil 1 stasiun dengan 5 garis
transek dan 3 transek kuadrat pada tiap stasiunnya.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah alga makro di Pantai Mpu Rancak
dan Pantai Pailus Jepara. Alga makro tersebut diambil pada 2 stasiun,
stasiun 1 di Pantai Mpu Rancak dan stasiun 2 di Pantai Pailus dengan 5
garis transek dan 3 kuadrat pada setiap transeknya.
C. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Alat Tulis
b. Termometer
c. pH meter
d. Rol meter
e. Sechi disk
f. Kamera
g. Gunting
h. Tissue
22
23
i. Kuadrat terbuat dari pasak bambu dan rafia. Kuadrat tersebut
berukuran 2 x 2 m2.
j. Kacamata selam
D. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
Menyiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam
penelitian.
2. Studi pendahuluan
Studi pendahuluan dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran umum
tentang tempat penelitian, tentang keadaan Pantai Mpu Rancak dan
Pantai Pailus serta keadaan alga makro yang ada di sana.
3. Menentukan stasiun secara selektif yang dapat mewakili kondisi
Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus.
Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung pada stasiun 1 di
Pantai Mpu Rancak dan stasiun 2 di Pantai Pailus, untuk mengetahui
komposisi komunitas alga makro di Pantai Mpu Rancak dan Pantai
Pailus.
4. Pengambilan Sampel
a. Menentukan stasiun pengambilan sampel.
b. Membuat 5 garis transek masing-masing sepanjang 110 m yang
berpangkal dari titik surut terendah tegak lurus kearah laut.
c. Jarak antar garis transek 5 m.
d. Menempatkan 3 Kuadrat berukuran 2x2 m2
pada tiap garis transek
dengan jarak antar kuadrat 2 m. Kuadrat pertama pada garis transek
diletakkan pada jarak 100 m dari garis pasang surut terendah dan
kuadrat berikutnya diletakkan tiap jarak 2 m sebanyak tiga kali.
e. Mengidentifikasi dan menghitung sampel alga makro yang
ditemukan pada setiap kuadrat.
f. Cara ini dilakukan di kedua Pantai yang menjadi objek penelitian
yaitu Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus.
24
2
m
2
m
Area Pantai
2 m
2x2m2
...........
............
.
.........................
........................
..........................
Gambar1. Peletakan Titik Garis Transek dan Kuadrat pada Lokasi Penelitian
Are
a D
arat
an
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
100
m
Transek 1
110
m
Transek 5
Transek 4
Transek 3
Transek 2
Batas pasang surut
25
E. Teknik Observasi
Stasiun penelitian ditentukan secara selektif untuk pengambilan
jenis alga makro. Sampel diambil dengan cara mengambil sampel dari
setiap stasiun pada lokasi penelitian. Stasiun terdiri dari 5 garis transek.
Jarak antar garis transek adalah 5 meter dan jarak antar transek kuadrat
dalam stasiun adalah 2 meter.
F. Pengamatan Faktor Lingkungan
Penelitian ini selain mengamati tentang komposisi komunitas alga
makro, juga mengamati faktor-faktor lingkungan pada setiap kuadrat yang
terdapat komposisi komunitas alga makro, adapun faktor lingkungannya
adalah sebagai berikut :
1. Mengukur Suhu Perairan Pantai
Alat ini terdiri dari pipa kapiler yang menggunakan material kaca
dengan kandungan air raksa di ujung bawah. Untuk tujuan pengukuran,
pipa ini dibuat sedemikian rupa sehingga hampa udara. Jika temperatur
meningkat, merkuri akan mengembang naik ke arah atas pipa dan
memberikan petunjuk tentang suhu di sekitar alat ukur sesuai dengan
skala yang telah ditentukan. Adapun cara kerja secara umum adalah
menempatkan ujung termometer pada bagian yang akan di ukur
suhunya lalu biarkan beberapa saat sambil melihat gerakan air raksa
dalam tabung termometer. Bila skala tidak mengalami penambahan
skala volume maka skala tersebut telah menunjukan suhu yang
sebenarnya.
2. Mengukur pH Perairan
Menetralkan pH dengan cara memberi ujung pH meter yang
sensitif terhadap larutan dengan air. Kemudian setelah netral ujung pH
meter di letakkan pada permukaan air sambil menekan tombol on pada
pH meter. Tunggu skala digital pada pH meter berhenti.
26
3. Kedalaman Perairan Pantai
Diukur dengan tali berskala yang diberi pemberat berupa
lempengan (sechi disk) lalu di masukkan ke dalam badan air sampai
mencapai dasar perairan. Kemudian dibaca skala pada tali yang sejajar
dengan permukaan air.
4. Substrat
Mengambil dan mengamati jenis substrat pada pantai tersebut.
Kemudian di identifikasi dan memasukannya pada golongan berbatu,
berpasir, berlumpur, atau berkarang.
5. Salinitas
Untuk mengetahui salinitas air, peneliti mengambil sampel air
yang ada di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus kemudian diujikan di
Laboratorium.
G. Analisis Data
Dari data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis dengan rumus
dibawah ini:
1. Indeks Kesamaan Komunitas
Merupakan suatu koefisien untuk mengetahui kesamaan jenis dirumuskan
sebagai berikut:
Iss= BA
c
2X 100%
Dimana:
Iss : Indeks kesamaan Sorensen
c : Jumlah nilai kuantitatif terkecil jenis umum yang terdapat pada
tegakan A dan tegakan B
A : Jumlah semua nilai kuantitatif pada komunitas A
B : Jumlah semua nilai kuantitatif pada komunitas B
(Purnomo,1995:15)
27
2. Indeks Ketidaksamaan
Jika indeks kesamaan suatu jenis komunitas diketahui, maka dapat pula
dicari indeks ketidaksamaannya (indeks dissimilarity= IDS) yang
besarnya:
IDS = 100-Iss
Keterangan:
IDS : Indeks ketidaksamaan
Iss : Indeks kesamaan Sorensen
(Purnomo,1995:15)
3. Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener (H’)
Keanekaragaman suatu biota air dapat ditentukan dengan
menggunakan teori informasi Shannon-Wienner (H’). Tujuan utama teori
ini adalah untuk mengukur tingkat keteraturan dan ketidakaturan dalam
suatu sistem. Adapun indeks tersebut sebagai berikut (Dikutip oleh
Fachrul,2008 pada Koesoebiono,1987) :
H=-
atau
H =
Dengan :
pi = jumlah individu masing-masing jenis (i=1,2,3,....)
s = jumlah
H = penduga keragaman populasi
4. Indeks Keseragaman (E)
E=
Dengan :
S = jumlah keseluruhan dari spesies
H’max = keragaman maksimum
H’max akan terjadi apabila ditemukan dalam suasana semua spesies
adalah melimpah. Adapun nilai E kisaran antara adalah 0 dan 1 yang mana
28
nilai 1 menggambarkan suatu keadaan di mana semua spesies cukup
melimpah.
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh data tentang komposisi
komunitas alga makro di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Kecamatan
Mlonggo Kabupaten Jepara.
Data yang diperoleh mengenai komposisi komunitas atau data
jenis-jenis alga makro, data kondisi lingkungan abiotik pada lokasi
penelitian serta data hasil perhitungan indeks keanekaragaman (indeks
diversitas), secara lengkap data tersebut akan disajikan sebagai berikut :
A. Kondisi Lingkungan
Keberadaan dan komposisi alga makro sangat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan perairan baik kondisi fisik, maupun kimiawi perairan.
Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus merupakan pantai pasang surut
terbuka dengan substrat berpasir dan berkarang. Keadaan kedua pantai ini
masih bersih karena jarang dilakukan kegiatan wisata di sini. Dengan
demikian kondisi fisik dan kimia di kedua pantai tersebut mendukung
pertumbuhan alga makro.
Alga makro ditemukan pada kedalaman sekitar kurang lebih 1
meter dengan panjang pantai sekitar 100 m hingga 110 m dari area pasang
surut pantai.
Pantai Mpu Rancak memiliki salinitas perairan yang tinggi 31,20
‰, suhu perairan tergolong normal yaitu berkisar antara 27ºC - 30ºC, dan
pH perairan normal hingga cenderung basa yaitu antara 7,6 – 8,5.
Kedalaman perairan Pantai Mpu Rancak lokasi ditemukannya alga makro
tergolong dangkal yaitu sekitar 1 m. Substrat di Pantai Mpu Rancak adalah
berkarang berpasir dengan jarak antar karang renggang. Sedangkan di
pantai Pailus memiliki salinitas perairan yang lebih tinggi dari Pantai Mpu
Rancak yaitu 32,91 ‰ dengan suhu yang tidak berbeda jauh dari Pantai
Mpu Rancak dan masih normal yaitu antara 27ºC - 29ºC. Selain itu, sama
29
30
halnya dengan pH perairan di Pantai Mpu Rancak, perairan pantai di
kawasan ini juga memiliki pH yang normal hingga cenderung basa yaitu
antara 7,5– 8,5. Sama halnya dengan kedalaman perairan di Pantai Mpu
Rancak , kedalaman perairan Pantai Pailus tergolong dangkal yaitu 0,9 m.
Substrat di Pantai Pailus juga berkarang dan berpasir dengan jarak antar
karang yang agak rapat.
Tabel 4.1 Kondisi Lingkungan Di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus
No Variabel Pantai Mpu Rancak Pantai Pailus
1 Salinitas (‰) 31,20
32,91
2 Suhu (ºC) 27 – 30 27 – 29
3 Ph 7,6 - 8,5 7,5 – 8,5
4 Kedalaman
Maksimum (m)
1 0,9
5 Substrat/Struktur Berkarang dan berpasir Berkarang dan berpasir
B. Komposisi Komunitas
Data – data jenis alga makro yang ditemukan di Pantai Mpu
Rancak dan Pantai Pailus dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.2 Data Jumlah Jenis Alga Makro yang Terdapat Di Pantai Mpu
Rancak dan Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo Jepara.
No Nama Spesies
Alga Makro
Jumlah individu
Pantai Mpu Rancak Pantai Pailus
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 1 Minggu 2
1. Halimeda opuntia 63 70 84 88
2. Udotea javensis 13 17 22 28
3. Eucheuma spinosum 49 57 26 49
4. Padina australis 21 26 35 41
5. Padina boryana 48 52 81 73
6. Sargassum plagyophyllum 28 34 33 42
7 Sargassum polyceratium 32 38 48 55
Jumlah Individu 254 294 329 376
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan jumlah
alga makro di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus yang ditemukan
selama 2 minggu penelitian.
31
Komposisi komunitas dapat dilihat pada tabel 4.3. Pada tabel
tersebut terdapat perbedaan nilai kerapatan relatif yang yang menyusun
komposisi komunitas alga makro di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus.
Tabel 4.3 Nilai Kerapatan Relatif dalam Komposisi Komunitas Di Pantai
Mpu Rancak dan Pantai Pailus
No Spesies Pantai
Mpu Rancak
Pantai
Pailus
Σindividu KR (%) Σindividu KR (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Halimeda opuntia
Udotea javensis
Eucheuma spinosum
Padina australis
Padina boryana
Sargassum plagyophylum
Sargassum polyceratium
133
30
106
47
100
62
70
24,27
5,47
19,35
8,57
18,25
11,32
12,77
172
50
75
76
154
75
103
24,40
7,80
10,63
10,79
21,85
10,85
14,60
Jumlah 548 100 705 100
C. Indeks Kesamaan Komunitas dan Indeks Ketidaksamaan
Indeks kesamaan merupakan suatu koefisien untuk mengetahui
kesamaan jenis alga makro di dua pantai yang berbeda. Dari perhitungan
indeks kesamaan maka diperoleh angka 90,81 % yang artinya kedua pantai
memiliki kesamaan komunitas tinggi. Sedangkan indeks ketidaksamaan
komunitas adalah 9,19 % yang artinya tingkat ketidaksamaan komunitas di
kedua pantai rendah.
D. Indeks Keanekaragaman Alga Makro (Diversitas)
Dari penelitian ini diperoleh data untuk nilai indeks
keanekaragaman (H’), ekspektasi E (H’), var H’, dan J (Evennes)
bervariasi pada masing – masing Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus.
Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut.
32
Tabel 4.4 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Ekspektasi E(H’), var H’
dan J (Evennes) Alga Makro Di Pantai Mpu Rancak dan
Pantai Pailus.
Daerah
Pantai Minggu
(H')
E(H')
Var H'
Penduga H'
J
(Evennes)
Mpu
Rancak
1 1,8404 1,8286 0,0007 1,8556 - 1,8016 0,9458
2 1,8594 1,8492 0,0005 1,8721 -1,8262 0,9555
Pailus 1 1,8250 1,8158 0,0007 1,8424 -1,7893 0,9378
2 1,8848 1,8768 0,0003 1,8946 -1,8590 0,9686
Hasil dari perhitungan menunjukkan bahwa nilai indeks
keanekaragaman (H’) berkisar antara 1,8250 – 1,8848. Nilai indeks
keanekaragaman tertinggi ditemukan di Pantai Pailus pada minggu ke 2
sedangkan terendah di Pantai Pailus pada minggu ke 1. Indeks
keanekaragaman jenis di Pantai Mpu Rancak sebesar 1,8404 pada minggu
ke 1 dan 1,8594 pada minggu ke 2. Berdasarkan indeks keanekaragaman
jenis tersebut maka keanekaragaman jenis di pantai tersebut tegolong
dalam tingkat keanekaragaman jenis sedang. Hal ini disebabkan nilai
indeks keanekaragaman jenis di pantai tersebut berada pada kisaran 1 – 3
begitu juga indeks keanekaragaman jenis di Pantai Pailus sebesar 1,8250
pada minggu 1 dan 1,8848 pada minggu ke 2. Berdasarkan indeks
keanekaragaman jenis tersebut maka keanekaragaman jenis di pantai
tersebut tegolong dalam tingkat keanekaragaman jenis sedang.
33
BAB V
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian komposisi komunitas alga makro berada di dua tempat,
yaitu Di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo
Kabupaten Jepara. Kecamatan Mlonggo terletak di sebelah utara ibukota
Kabupaten Jepara dengan batas-batas sebelah timur dan sebelah utara adalah
Kecamatan Bangsri, sebelah barat dengan Laut Jawa, sebelah selatan dengan
Kecamatan Pakisaji. Pantai Pailus terletak sekitar 8 km ke utara dari kota
Jepara. Sedangkan Pantai Mpu Rancak terletak sekitar 13 km ke utara dari
kota Jepara.
Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus memiliki kondisi lingkungan
yang masih terjaga dengan sangat baik dengan hamparan pasir putih di
sepanjang pantai. Pantai ini merupakan pantai yang memiliki substrat
berkarang dan berpasir dengan pasang surut terbuka.
Di Pantai Mpu Rancak tanaman darat yang mendominasi adalah
pandan dengan lingkungan di sekitar pantai itu adalah area persawahan.
Sedangkan di Pantai Pailus tanaman yang mendominasi adalah tanaman
bakau dengan lingkungan di sekitar pantai itu area persawahan, tambak ikan,
dan hutan mangrove.
Lokasi penelitian dibagi menjadi 2 stasiun. Stasiun 1 di Pantai Mpu
Rancak dan stasiun 2 di Pantai Pailus. Untuk pengamatan komposisi
komunitas di kedua pantai tersebut, stasiun dibagi menjadi 5 garis transek dan
3 kuadrat berukuran 2x2 m2 pada masing-masing transeknya. Alga makro di
Pantai Mpu Rancak mulai dapat ditemukan pada kedalaman 1 m dengan
panjang pantai 100 m dari titik pasang surut terendah. Sedangkan alga makro
di Pantai Pailus dapat ditemukan pada kedalaman 90 cm dengan panjang
pantai 100 m dari titik pasang surut terendah.
Komposisi komunitas alga makro dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan. Berdasarkan pengamatan faktor lingkungan, diketahui kondisi
33
34
lingkungan yang mendukung bagi pertumbuhan alga makro. Faktor
lingkungan tersebut antara lain adalah suhu, pH air, kedalaman air, substrat,
dan salinitas air. Hal ini sesuai dengan parameter lingkungan utama bagi
ekosistem alga makro yaitu intensitas cahaya, temperatur, salinitas, gerakan
air, dan zat hara (Dahuri, 2003:53).
Setelah dilakukan penelitian dapat diketahui bahwa salinitas kedua
pantai tinggi, yaitu 31,20 ‰ pada Pantai Mpu Rancak dan 32,91 ‰ pada
Pantai Pailus. Suhu pada Pantai Mpu Rancak adalah sekitar 27ºC - 30ºC dan
suhu pada Pantai Pailus adalah sekitar 27ºC - 29ºC. Perairan Pantai Mpu
Rancak memiliki pH sekitar 7,6 - 8,5 sedangkan pada Pantai Pailus tidak jauh
berbeda yaitu sekitar 7,5 – 8,5. Suhu dan pH pada Pantai Mpu Rancak dan
Pantai Pailus tergolong normal sesuai yang dinyatakan oleh Kepmen Negara
LH (2004, No 51) dikutip oleh Yudasmara (2011:94) bahwa kriteria penilaian
baku mutu suhu pada perairan pantai adalah 29°C dan pH perairan pantai
adalah 7-8,5.
B. Komposisi Komunitas Alga Makro
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Pantai Mpu
Rancak dan Pantai Pailus diperoleh 7 spesies alga makro 2 dari divisio
Chlorophyta, 1 dari divisio Rhodophyta, dan 4 dari divisio Phaeophyta.
Spesies alga makro divisio Chlorophyta adalah Udotea javensis
dan Halimeda opuntia. Spesies alga makro divisio Rhodophyta adalah
Eucheuma spinosum. Sedangkan alga makro dari divisio Phaeophyta adalah
Padina australis, Padina boryana, Sargassum polyceratium, dan Sargassum
plagyophylum.
Untuk mengetahui komposisi komunitas dari alga makro tersebut
dilakukan beberapa analisis data diantaranya adalah Indeks kesamaan
komunitas, indeks ketidaksamaan, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
(H’), dan indeks keseragaman.
Indeks kesamaan merupakan suatu koefisien untuk mengetahui
kesamaan jenis alga makro di dua pantai yang berbeda. Dari perhitungan
35
indeks kesamaan maka diperoleh angka 90,81% yang artinya kedua pantai
kesamaan komunitas tinggi. Begitu pula indeks ketidaksamaan diperoleh
9,19% yang artinya ketidaksamaan komunitas alga makro di kedua pantai
rendah. Di kedua pantai sama-sama ditemukan 7 jenis alga makro yang sama
dari minggu pertama dilakukan penelitian hingga minggu kedua. Namun dari
7 jenis alga makro yang ditemukan dalam komunitas jumlah jenis alga makro
disusun dalam komposisi yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yang meliputi suhu, pH, salinitas, dan keadaan substrat yang
relatif sama (dapat dilihat pada tabel 4.1). Substrat di kedua pantai juga relatif
sama yaitu berkarang dan berpasir, namun ada perbedaan kualitas dan
kerapatan substrat dan struktur pantai.
Komposisi komunitas alga makro di Pantai Mpu Rancak
didominasi oleh spesies Halimeda opuntia terdiri dari 133 individu dengan
nilai kerapatan relatif 24,27 %. Kemudian Eucheuma spinosum terdiri dari
106 individu dengan nilai kerapatan relatif 19,35 %, Padina boryana terdiri
dari 100 individu dengan nilai kerapatan relatif 18,25%, Sargassum
polyceratium terdiri dari 70 individu dengan nilai kerapatan relatif 12,77%,
Sargassum plagyophyllum terdiri dari 62 individu dengan kerapatan relatif
11,32 %, Padina australis terdiri dari 47 individu dengan nilai kerapatan
relatif 8,57%, dan Udotea javensis terdiri dari 30 individu dengan nilai
kerapatan relatif 5,47%.
Komposisi komunitas alga makro di Pantai Pailus didominasi oleh
spesies Halimeda opuntia terdiri dari 172 individu dengan nilai kerapatan
relatif 24,40 %. Kemudian Padina boryana terdiri dari 154 individu dengan
nilai kerapatan relatif 21,85%, Padina australis terdiri dari 76 individu
dengan nilai kerapatan relatif 10,79 %, Sargassum polyceratium terdiri dari
103 individu dengan nilai kerapatan relatif 14,60, %, Eucheuma spinosum
dan Sargassum plagyophyllum terdiri dari 75 individu dengan nilai kerapatan
relatif 10,63% dan Udotea javensis terdiri dari 50 individu dengan nilai
kerapatan relatif 7,80 %.
36
Walaupun jenis spesies yang ditemukan di kedua pantai adalah
sama namun jumlah dan susunan dalam komunitas berbeda. Hal ini
disebabkan karena substratnya sama yaitu berpasir dan berkarang, namun
kualitas serta kuantitas substratnya berbeda. Karang di Pantai Mpu Rancak
tiap kuadratnya lebih jarang dan terdapat bebatuan yang tidak terlalu besar.
Beda halnya penampakan karang yang terdapat di Pantai Pailus, karang yang
terdapat pada tiap kuadratnya lebih padat dan terdapat bebatuan yang agak
besar. Selain itu ombak di Pantai Mpu Rancak cenderung lebih besar dari
pada di Pantai Pailus. Sehingga komposisi komunitas di kedua pantai disusun
oleh spesies yang jumlahnya berbeda dan jumlah kerapatan spesies di Pantai
Pailus lebih tinggi dari Pantai Mpu Rancak. Selain itu komposisi komunitas
di kedua pantai hanya disusun oleh 7 spesies saja hal ini karena kemungkinan
hanya 7 spesies tersebut yang mampu beradaptasi dengan lingkungan fisik
dan kimia di dua pantai tersebut. Perbedaan kualitas substrat mempengaruhi
cara alga makro beradaptasi melalui holdfast yang bercabang dan dapat
mencengkram substrat dengan kuat bila substrat tempat tinggalnya keras
berbatu. adaptasi dengan holdfast alga makro yang tinggal di substrat yang
halus dan berlumpur memliki holdfast dengan penetrasi yang dalam (Kepel,
2011:1190). Hal ini sesuai dengan spesies yang ditemukan yaitu Halimeda
opuntia, Padina australis, Padina boryana, Sargasum plagyophyllum,
Sargasum polyceratium yang rata-rata mempunyai holdfast yang berkembang
sempurna dan dapat mencengkram substrat dengan kuat.
Indeks keanekaragaman jenis alga makro di kedua pantai tersebut
tergolong sedang. Hasil dari perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.4,
menunjukkan bahwa nilai rata-rata indeks keanekaragaman (H’) tergolong
sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Fachrul, (2008:51) yaitu nilai H’1 ≤
H’≤3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu transek adalah
sedang melimpah.
Indeks keseragaman spesies pada komunitas alga makro di Pantai
Mpu Rancak minggu pertama menunjukkan angka 0,9458 dan minggu kedua
0,9555. Sedangkan indeks keseragaman pada Pantai Pailus minggu pertama
37
0,9378 dan minggu kedua 0,9686. Hal ini menunjukkan bahwa keseragaman
spesies di kedua pantai hampir merata. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Fachrul, (2008) bahwa keseragaman maksimum spesies akan terjadi apabila
ditemukan dalam suasana semua spesies adalah merata. Adapun, nilai kisaran
antara 0 dan 1 dengan nilai 1 menggambarkan suatu semua spesies cukup
merata.
C. Komunitas Alga Makro Di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Jepara
1. Halimeda opuntia
Gambar 2. Halimeda opuntia
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Chlorophyta
Classis : Chlorophyceae
Ordo : Bryopsidales
Familia : Halimedeaceae
Genus : Halimeda
Spesies : Halimeda opuntia
Deskripsi :
Alga ini menghasilkan kerak kapur (CaCO3), karenanya dapat memberikan
sumbangan yang sangat berarti bagi terbentuknya endapan kapur di beberapa
38
bagian perairan laut, terutama di daerah tropik. Sendi-sendi dari jenis
Halimeda opuntia ini tidak berkapur, karenanya lentur dan alga ini dapat
bergerak-gerak dalam air jika air bergerak. Mereka terdapat di bawah air
surut rata-rata pada pasut bulan setengah, pada pantai berbatu dan paparan
terumbu. Halimeda opuntia mempunyai potongan bentuk kipas kecil,
berwarna hijau muda, mempunyai panjang 1 cm dan mempunyai bentuk
pinggiran yang kurang teratur. (Romimohtarto,2007:65).
Halimeda opuntia di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus
ditemukan di pecahan karang yang sudah mati dan bebatuan yang tersebar di
dasar perairan pantai. Struktur daun Halimeda opuntia yang ditemukan di
kedua pantai tersebut kecil, berwarna hijau, dan panjangnya 0,8-1 cm.
Di kedua pantai kerapatan relatif Halimeda opuntia yang
menyusun komposisi komunitas alga makro paling tinggi. Di Pantai Mpu
Rancak 24,27 %, sedangkan di Pantai Pailus kerapatannya lebih tinggi yaitu
24,40%. Di kedua pantai jenis alga ini paling mendominasi komposisi
komunitas alga makro.
2. Udotea javensis
Gambar 3. Udotea javensis
39
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Chlorophyta
Classis : Chlorophyceae
Ordo : Siphonales
Familia : Bryopsidaceae
Genus : Udotea
Spesies : Udotea javensis
Deskripsi :
Alga ini berwarna hijau, thallus seperti kipas dengan panjang 1-1.5
cm dan lebar 0.5 cm. Tangkai tunggal, tegak, halus, tebal 0.2 mm, helaian
thallus kuneat di pangkal dan laserat di bagian atas, filamen bercabang secara
dikotomi pada satu percabangan, mengerucut di atas percabangan pada jarak
berbeda, diliputi selaput yang mempunyai filamen lurus atau licin. Tumbuh
sendirian di atas batu berpasir. Alga ini tumbuh di dasar pasir dan terumbu
karang (Romimohtarto, 2007:66)
Berdasarkan dari hasil penelitian di Pantai Mpu Rancak dan Pantai
Pailus didapatkan ciri-ciri sebagai berikut: Alga ini berwarna hijau, thallus
bercabang berbentuk seperti kipas dengan permukaan halus dan tebal dengan
panjang 1 – 3 cm dan lebar sekitar 0,5-1 cm . Spesies ini tumbuh sendirian
dan melekat di atas batu berpasir.
Karena sifatnya yang lebih dapat beradaptasi bila hidup sendiri di
atas batu berpasir nilai kerapatan relatif dalam komunitas di kedua pantai
spesies ini menunjukkan nilai kerapatan relatif paling kecil, di Pantai Mpu
Rancak 5,47% dan di Pantai Pailus 7,80%.
40
3. Eucheuma spinosum
Gambar 4 : Eucheuma spinosum
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Rhodophyta
Classis : Rhodophyceae
Ordo : Girgantales
Familia : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma spinosum
Deskripsi :
Eucheuma spinosum adalah salah satu jenis rumput laut penghasil
karagenan (carragenophytes). Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid
yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan
galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karagenan adalah suatu bentuk
polisakarida linear dengan berat molekul di atas 100 kDa. Karagenan
berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, protektif (melindungi
kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah
terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-
bahan). Selain itu karaginan juga berperan sebagai stabilizer (penstabil),
thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat
41
ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik,
tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya (Winarno 1996, dikutip oleh
Tridiyani 2011).
Eucheuma spinosum adalah salah satu alga makro dari divisio
Rhodophyta yang biasa ditemukan di bawah air surut rata-rata pada pasang
surut bulan setengah. Alga ini mempunyai talus yang silindris berdaging dan
kuat dengan bintil-bintil atau duri-duri yang mencuat kesamping. Talusnya
licin. Warna alganya tidak merah tetapi coklat kehijau-hijauan
(Romimohtarto, 2007:79).
Berdasarkan pengamatan hasil penelitian ciri-ciri rumput laut jenis
ini yaitu thallus berbentuk silindris, percabangan thallus berujung runcing
atau tumpul dan ditumbuhi nodulus. Warnanya coklat kehijauan.
Kerapatan relatif dalam komunitas alga makro di kedua pantai
spesies Eucheuma spinosum ini menunjukkan perbedaan. Di Pantai Mpu
Rancak kerapatan relatifnya adalah 19,35% alga makro jenis ini adalah
penyusun terbanyak ke dua pada komposisi komunitas di pantai tersebut.
Alga makro jenis ini di Pantai Pailus kerapatan relatifnya adalah 10,63%
penyusun terbanyak ke lima dalam komposisi komunitas alga makro di pantai
tersebut.
4. Padina australis
Gambar 5 Padina australis
42
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Phaeophyta
Classis : Phaeophyceae
Ordo : Dyctyoales
Familia : Dyctyoaceae
Genus : Padina
Spesies : Padina australis
Deskripsi :
Padina australis, sinonimnya Padina gymnospora tumbuh
menempel di batu pada daerah rataan terumbu, baik di tempat terbuka
perairan pantai maupun di tempat terlindung (Romimohtarto, 2007:73).
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan ciri-ciri sebagai
berikut: Alga ini berwarna coklat kekuningan. Thallus berbentuk seperti kipas
permukaan halus, licin dan agak tebal panjangnya antara 4 – 5 cm. Alga ini
tumbuh menempel pada batu karang.
Jenis alga makro ini di Pantai Mpu Rancak nilai kerapatan
relatifnya adalah 8,57% dan menunjukkan penyusun terbanyak keenam
dalam komposisi komunitas alga makro pada pantai tersebut, sedangkan di
Pantai Pailus kerapatan relatifnya 10,79% penyusun terbanyak keempat
dalam komposisi komunitas alga makro di pantai tersebut.
43
5. Padina boryana
Gambar 6. Padina boryana
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Phaeophyta
Classis : Phaeophyceae
Ordo : Dictyotales
Familia : Dictyotaceae
Genus : Padina
Spesies : Padina boryana
Deskripsi :
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan ciri-ciri sebagai
berikut: Alga ini berwarna coklat. Thallus berbentuk lembaran berongga
seperti telinga dan berlapis-lapis, permukaannya kasar, kaku dan agak tebal
dengan panjangnya antara 5-7 cm. Alga ini tumbuh menempel membentuk
rumpun pada batu karang (Romimohtarto, 2007:74).
Kerapatan relatif alga jenis ini di Pantai Mpu Rancak adalah
18,25% dan hal ini menunjukkan jumlah terbanyak ke tiga dalam komposisi
44
komunitas alga makro dan pada Pantai Pailus adalah 21,85% dan
menunjukkan jumlah terbanyak ke dua dalam komposisi komunitas alga
makro di pantai tersebut.
6. Sargassum polyceratium
Gambar 7. Sargassum polyceratium
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisio : Phaeophyta
Classis : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Familia : Sargassceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum polyceratium
Deskripsi :
Sargassum polyceratium tumbuh melekat pada batu atau bongkahan
karang dan dapat lepas dari substratnya selama ombak besar, tegak agak tidak
teratur, cabang lateral yang kuat dan banyak, dengan permukaan yang halus,
daun berbentuk lanset permukaan asimetris, warna daunnya coklat tua,
banyak vesikula (Romimohtarto,2007:74).
45
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan ciri-ciri sebagai berikut: Alga
ini berwarna coklat, thallus bercabang menyerupai ranting pohon berbentuk
lembaran seperti daun, permukaan kasar dan agak kaku disela-sela
percabangan terdapat bulatan kecil yang keras dan licin menyerupai buah.
Alga ini tumbuh melekat pada batu karang.
Kerapatan relatif komposisi komunitas spesies Sagassum polyceratium di
Pantai Mpu Rancak adalah 12,77%. Jumlah tersebut terbanyak ke empat
dalam komposisi komunitas alga makro di pantai tersebut Pantai Pailus alga
jenis ini kerapatan relatifnya adalah 14,60% dan hal ini menunjukkan jumlah
terbanyak ke tiga dalam komposisi komunitas alga makro di pantai tersebut.
7. Sargassum plagyophylum
Gambar 8 . Sargassum plagyophylum
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisio : Phaeophyta
Classis : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Familia : Sargassceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum plagyophyllum
46
Deskripsi :
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan ciri-ciri sebagai
berikut: Alga ini berwarna coklat kekuningan, thallus bercabang berbentuk
lembaran seperti daun bergelombang, pinggir bergerigi, ujung runcing dengan
permukaan licin dan agak kaku, dari nudus muncul bulatan-bulatan banyak
menyerupai buah. Panjangnya antara 25 – 30 cm. Makroalga jenis ini tumbuh
pada pecahan karang dan terumbu karang.
Nilai kerapatan relatif Sargassum plagyophyllum di Pantai Mpu
Rancak adalah 11,32 % sedangkan di Pantai Pailus 10,63 % dan ini
menunjukkan jumlah terbanyak ke lima dalam komposisi komunitas alga
makro di kedua pantai tersebut.
D. Wawasan Implementasi Hasil Penelitian dalam Pembelajaran Biologi
Wawasan implementasi hasil penelitian ini dapat berupa
pembuatan buku yang berisi tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati
lokal di pantai, yaitu alga makro yang terdapat di Pantai Mpu Rancak dan
Pantai Pailus Jepara. Selain itu wawasan implementasi skripsi ini juga dapat
menjadi dasar pembuatan RPP dengan model pembelajaran kooperatif model
jigsaw. Wawasan implementasi hasil penelitian ini dapat dilakukan pada
satandar kompetensi 3. Memahami manfaat keanekaragaman hayati mayta
pelajaran biologi SMA kelas X semester 2, dan kompetensi dasar 3.2
Mengkomuynikasikan keanekaragaman hayati Indonesia, dan usaha
pelestarian serta pemanfaatanya. Dalam silabus alokasi waktu untuk SK 3
yang terdiri dari 4 KD tersebut adalah 16x45 menit.
Untuk kompetensi dasar 3.2Mengkomunikasikan keanekaragaman
hayati Indonesia, dan usaha pelestarian serta pemanfaatannya alokasi
waktunya 2x45 jam pelajaran. Pembelajaran yang akan dilakukan mempunyai
indikator pencapaian kompetensi mengklasifikasikan alga makro berdasarkan
data hasil penelitian di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Jepara,
mendeskripsikan manfaat alga makro pada ekosistem pantai baik secara
47
ekologis maupun ekonomis, dan mengidentifikasikan upaya-upaya pelestarian
alga makro pada ekosistem pada ekosistem pantai.
Model pembelajaran kooperatif jigsaw memberikan banyak
kesempatan pada siswa untuk mengemukakan pendapat dan mengolah
informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi,
serta anggota kelompok bertanggungjawab terhadap keberhasilan
kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari
(Rusman,2012:218).
Pembelajaran biologi dengan mengimplementasikan hasil
penelitian dari skripsi ini dirancang melalui pengembangan RPP dengan
model jigsaw (dapat dilihat pada lampiran 11) dan bahan ajar komposisi
komunitas di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Jepara (dapat dilihat pada
lampiran 12). Langkah pembelajaran tersebut berawal dari pembentukan tiga
kelompok asal yang masing-masing anggota kelompoknya terdiri dari tiga
orang siswa. Dalam anggota kelompok asal tersebut setiap anak diberi topik
yang berbeda. Topik tersebut adalah; a. Chlorophyta, b. Rhodophyta, c.
Phaeophyta. Dalam lembar diskusi akan dipaparkan informasi mengenai hasil
penelitian yang telah dilakukan yaitu pertama, komposisi komunitas alga
makro yang terdapat di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus. Kemudian
setelah siswa membaca informasi tersebut, siswa akan berdiskusi mengenai
klasifikasi, manfaat ekologi dan ekonomis alga makro, sesuai dengan topik
yang menjadi kewajiban kelompok ahlinya. Kedua, dipaparkan hasil
pengamatan kondisi lingkungan fisik dan kimia di kedua pantai. Kemudian
siswa diminta mendiskusikan bagaimana cara menjaga dan melestarikan alga
makro di kedua pantai tersebut. Kegiatan tersebut dibantu oleh guru sebagai
pendamping dan buku bahan ajar yang telah disediakan. Setelah selesai
berdiskusi siswa kelompok ahli masing-masing kembali ke kelompok asal dan
menyampaikan hasil diskusinya. Kemudian kelompok ahli mempresentasikan
hasil diskusinya Setelah kegiatan presentasi selesai guru meluruskan konsep
yang kurang tepat, menambahkan materi yang belum tersampaikan,
memberikan evaluasi dan tugas.
48
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Alga makro di Pantai Mpu Rancak didominasi oleh spesies Halimeda
opuntia dengan nilai kerapatan relatif 24,27 %. Kemudian Eucheuma
spinosum dengan nilai kerapatan relatif 19,35 %, Padina boryana
18,25%, Sargassum polyceratium 12,77%, Sargassum plagyophyllum
11,32 %, Padina australis 8,57%, dan Udotea javensis 5,47%.
2. Alga makro di Pantai Pailus didominasi oleh spesies Halimeda opuntia
dengan nilai kerapatan relatif 24,40 %. Kemudian Padina boryana dengan
nilai kerapatan relatif 21,85%, Padina australis 10,79 %, Sargassum
polyceratium 14,60, %, Eucheuma spinosum dan Sargassum
plagyophyllum 10,63% dan Udotea javensis 7,80 %.
3. Indeks kesamaan komunitas alga makro di kedua pantai tinggi dengan
nilai indeks kesamaan komunitas sebesar 90,81%.
4. Komposisi komunitas alga makro dipengaruhi oleh lingkungan perairan
sebagai habitatnya. Kondisi lingkungan yang mendukung untuk
pertumbuhan alga makro tersebut adalah salinitas, pH perairan, suhu
perairan, dan keadaan substrat. Walaupun lingkungan fisik dan kimianya
hampr sama namun ada perbedaan jumlah dan jenis alga makro dalam
komposisi komunitas, hal ini disebabkan karena kualitas dan kuantitas
substrat karang yang ada di kedua pantai.
49
B. Saran
1. Alga makro tumbuh dengan baik pada daerah yang kondisi lingkungan
yang baik. Sebaiknya setelah masyarakat mengetahui keberadaan
sumber hayati yang sangat bermanfaat ini juga akan menjaga
keseimbangan ekosistem pantai. Dan untuk peneliti lanjutan dapat
meneliti meneliti kandugan dan cara pengolahan alga makro lebih
dalam. Selain itu juga diharapkan peneliti lanjutan memperluas stasiun
penelitian dengan alat penelitian yang lebih lengkap agar jenis dari alga
makro dapat ditemukan lebih beragam.
50
DAFTAR PUSTAKA
Bold, S. dan M.J. Wynne.1985.Introduction to the algae. Prentice Hall Inc.
Englewood Clift. J.J New Jersey. USA.
Campbell, Neil A dan Reece Mitchell. 2004. Biologi jilid 3 . Jakarta : Erlangga
--------------------------------------------.2008.Biologi jilid 2.Jakarta : Erlangga
Dahuri,Rokhim.2003.Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Fachrul, Melati Feriantita.2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Ghufron H. Kordi.K., M.2010. Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta : Rineka
Cipta.
Ikawati,Yuni. 2001.Terumbu Karang Di Indonesia. Jakarta : Masyarakat
Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPPIPTEK)
Irwan, Z. D. 2003. Prinsip-Prinsip Ekologi & Organisasi Ekosistem Komunitas
dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Kepel,Rene Ch, L.J.L Lumingas, dan Hendrick B.A. Lumimbus.2011.
Komunitas Alga Makro Di Perairan Pesisir Namano Dan Waisisil,
Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Jurnal Pasifik , /Volume
3 Nomor 6 /, Agustus 2011
Kumar,H.D dan H.N. Singh.1982. A Textbook On Algae. New Delhi :
Affiliated East-West Prees PVT LTD
Lie, A. 2002.Cooperative learning.Jakarta :Grasindo
Nybakken,James W. 1992.Biologi Laut. Jakarta :Erlangga.
Odum, E. P. 1993.Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Trans. Tjahjono
Smingan.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Purnomo, H.1995. Analisis Vegetasi. Semarang.
-----------, H.2006. Dasar-Dasar Ilmu Lingkungan. Semarang: IKIP PGRI
Semarang Press.
51
-----------,H.2007. Petunjuk Praktikum Pengetahuan Lingkungan.Semarang :IKIP
PGRI Semarang.
-----------, H. 2011. Metodologi Penelitian. Semarang: IKIP PGRI Semarang
Press.
Romimohtarto, Kasijan dan Sri Juwana. 2007.Biologi Laut. Jakarta :Djambatan.
Rusman, 2012. Model-model Pembelajaran.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Suharso dan Retnoningsih A. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang:
Widya Karya.
Tridiyani,Anisa.2011.”Eucheuma spinosum”(On line).
http://3diyanisa3.blogspot.com/2011/05/eucheuma-spinosum.html.
diunduh 3 Mei 2013.
Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University.
Yudasmara,Gede Ari. 2011. Analisis Komunitas Makroalga Di Perairan Pulau
Menjangan Kawasan Taman Nasional Bali Barat. WIDYATECH Jurnal
Sains dan Teknologi,/ Volume 11 Nomor 1/, Agustus 2011
Google Maps.2013.”Mlonggo” .http://maps.google.co.id/. 3 Mei 2013
Google Maps.2013.”Mpu Rancak”. http://maps.google.co.id/. 3 Mei 2013
Google Maps.2013.”Pailus”. http://maps.google.co.id/. 3 Mei 2013
52
LAMPIRAN 1
Data Perhitungan Indeks Kesamaan Komunitas Alga Makro di Pantai
Mpu Rancak dan Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo Kabupaten
Jepara
No Spesies A B
C Σindividu KR (%) Σindividu KR (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Halimeda opuntia
Udotea javensis
Eucheuma spinosum
Padina australis
Padina boryana
Sargassum plagyophylum
Sargassum polyceratium
133
30
106
47
100
62
70
24,27
5,47
19,35
8,57
18,25
11,32
12,77
172
50
75
76
154
75
103
24,40
7,80
10,63
10,79
21,85
10,85
14,60
24,27
5,47
10,63
8,57
18,25
10,85
12,77
Jumlah 548 100 705 100 90,81
%1002
BA
CISS
%100100100
)81,90(2
= 90,81 %
Data Perhitungan Indeks Ketidaksamaan Komunitas Alga Makro di
Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo
Kabupaten Jepara
ISSIDS 100
= 100 – 90,81
= 9,19 %
53
LAMPIRAN 2
Data Perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’)
Komunitas Alga Makro di Pantai Mpu Rancak
Minggu 1
No Nama Spesies
Alga Makro ni Pi ln pi ln2 pi pi ln pi pi ln2 pi
1 Halimeda opunotia 63 0,2480 -1,3942 1,9438 -0,3458 0,4821
2 Udotea javensis 13 0,0512 -2,9724 8,8351 -0,1521 0,4522
3 Eucheuma spinosum 49 0,1929 -1,6455 2,7077 -0,3174 0,5224
4 Padina australis 21 0,0827 -2,4928 6,2141 -0,2061 0,5138
5 Padina boryana 48 0,1890 -1,6661 2,7760 -0,3149 0,5246
6 Sargassum
plagyophyllum 28 0,1102 -2,2051 4,8626 -0,2431 0,5360
7 Sargassum polyceratium 32 0,1260 -2,0716 4,2915 -0,2610 0,5407
Jumlah Individu 254 1,000 -14,4478 31,6308 -1,8404 3,5717
a. Indeks Keanekaragaman (H’) =
s
ipipi
1ln
= - (-1,8404)
=1,8404
b. Ekspektasi E (H’) =
N
spipi
s
i 2
1ln
1
= 508
68404,1
=1,8286
c. Var H’ =
N
pipipipis
i
s
i
1
2
1
2 lnln
=
254
8404,15717,32
=254
3871,35717,3
= 0,00073
54
d. Penduga (H’) = 'var)' HHE
= 00073,08286,1
= 1,8286 ± 0,0269
= antara 1,8556 dan 1,8016
e. J (eveness)=max
'
H
H, H max = ln s = 1,9459
=9459,1
8404,1
= 0,9458
55
LAMPIRAN 3
Data Perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’)
Komunitas Alga Makro di Pantai Mpu Rancak
Minggu 2
No Nama Spesies
Alga Makro
Ni Pi ln pi ln2 pi pi ln pi pi ln2 pi
1 Halimeda opuntia 70 0,2381 -1,4351 2,0595 -0,3417 0,4903
2 Udotea javensis 17 0,0578 -2,8504 8,1246 -0,1648 0,4698
3 Eucheuma spinosum 57 0,1939 -1,6405 2,6913 -0,3181 0,5218
4 Padina australis 26 0,0884 -2,4255 5,8830 -0,2145 0,5203
5 Padina boryana 52 0,1769 -1,7323 3,0010 -0,3064 0,5308
6 Sargasum
plagyophyllum
34 0,1156 -2,1572 4,6536 -0,2495 0,5382
7 Sargasum
polyceratium
38 0,1293 -2,0460 4,1861 -0,2644 0,5411
Jumlah Individu 294 1,000 -14,287 30,5990 -1,8594 3,6122
a. Indeks Keanekaragaman (H’) =
s
ipipi
1ln
= - (-,8594)
=1,8594
b. Ekspektasi E (H’) =
N
spipi
s
i 2
1ln
1
= 588
68594,1
=1,8492
c. Var H’ =
N
pipipipis
i
s
i
1
2
1
2 lnln
=
294
8594,16122,32
=294
4573,36122,3
= 0,0005
56
d. Penduga (H’) = 'var)' HHE
= 0005,08492,1
= 1,8492 ± 0,0230
= antara 1,8721 dan 1,8262
e. J (eveness)=max
'
H
H, H max = ln s = 1,9459
=9459,1
8594,1
= 0,9555
57
LAMPIRAN 4
Data Perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’)
Komunitas Alga Makro di Pailus
Minggu 1
No Nama Spesies Alga Makro Ni Pi ln pi ln2 pi pi ln pi pi ln2 pi
1 Halimeda opuntia 84 0,2553 -1,3652 1,8639 -0,3486 0,4759
2 Udotea javensis 22 0,0669 -2,7050 7,3171 -0,1809 0,4893
3 Eucheuma spinosum 26 0,0790 -2,5380 6,4412 -0,2006 0,5090
4 Padina australis 35 0,1064 -2,2407 5,0208 -0,2384 0,5341
5 Padina boryana 81 0,2462 -1,4016 1,9645 -0,3451 0,4837
6 Sargasum plagyophyllum 33 0,1003 -2,2996 5,2879 -0,2307 0,5304
7 Sargasum polyceratium 48 0,1459 -1,9249 3,7051 -0,2808 0,5406
Jumlah Individu 329 1,000 -14,4749 31,6005 -1,8250 3,5630
a. Indeks Keanekaragaman (H’) =
s
ipipi
1ln
= - (-1,8250)
=1,8250
b. Ekspektasi E (H’) =
N
spipi
s
i 2
1ln
1
= 658
68250,1
=1,8158
c. Var H’ =
N
pipipipis
i
s
i
1
2
1
2 lnln
=
329
8250,15630,32
=329
3305,35630,3
= 0,0007
58
d. Penduga (H’) = 'var)' HHE
= 0007,08158,1
= 1,8158 ± 0,0266
= antara 1,8424 dan 1,7893
e. J (eveness)=max
'
H
H, H max = ln s = 1,9459
=9459,1
8250,1
= 0,9378
59
LAMPIRAN 5
Data Perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’)
Komunitas Alga Makro di Pailus
Minggu 2
a. Indeks Keanekaragaman (H’) =
s
ipipi
1ln
= - (-1,8848)
=1,8848
b. Ekspektasi E (H’) =
N
spipi
s
i 2
1ln
1
= 752
68848,1
=1,8768
c. Var H’ =
N
pipipipis
i
s
i
1
2
1
2 lnln
=
376
8848,16714,32
=376
5524,36714,3
= 0,0003
No Nama Spesies Alga Makro ni pi ln pi ln2 pi pi ln pi pi ln2 pi
1 Halimeda opuntia 88 0,2340 -1,4523 2,1090 -0,3399 0,4936
2 Udotea javensis 28 0,0745 -2,5974 6,7464 -0,1934 0,5024
3 Eucheuma spinosum 49 0,1303 -2,0378 4,1525 -0,2656 0,5412
4 Padina australis 41 0,1090 -2,2160 4,9107 -0,2416 0,5355
5 Padina boryana 73 0,1941 -1,6391 2,6867 -0,3182 0,5216
6 Sargasum plagyophyllum 42 0,1117 -2,1919 4,8045 -0,2448 0,5367
7 Sargasum polyceratium 55 0,1463 -1,9223 3,6951 -0,2812 0,5405
Jumlah Individu 376 1,000 -14,0567 29,1050 -1,8848 3,6714
60
d. Penduga (H’) = 'var)' HHE
= 0003,08768,1
= 1,8768 ± 0,0178
= antara 1,8946 dan 1,8590
e. J (eveness)=max
'
H
H, H max = ln s = 1,9459
=9459,1
8848,1
= 0,9686
61
LAMPIRAN 6
Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Ekspektasi E (H’), Var H’ , Penduga
H’, dan J (Evennes) Komunitas Alga Makro di Pantai Mpu Rancak
dan Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara
Daerah
Pantai Minggu
Indeks
Keanekaragaman (H')
Ekspektasi
E(H')
Var H'
Penduga H'
J
(Evennes)
Mpu Rancak 1 1,8404 1,8286 0,0007
1,8556 antara
1,8016 0,9458
2 1,8594 1,8492 0,0005 1,8721 antara
1,8262 0,9555
Pailus 1 1,8250 1,8158 0,0007
1,8424 antara
1,7893 0,9378
2 1,8848 1,8768 0,0003 1,8946 antara
1,8590 0,9686
62
Lampiran 7
Foto Alat Penelitian
Rol meter pH meter
Sechi disk Termometer
Gunting dan tali rafia
63
Lampiran 8
Foto Kegiatan Penelitian
pengukuran suhu perairan
pengukuran pH perairan
64
Peletakan kuadrat transek Proses pengambilan alga makro
Penemuan alga makro
Proses pengambilan alga makro
65
Lampiran 9
Peta lokasi penelitian
Peta Pantai Mpurancak dan Pantai Pailus Jepara
(Sumber : www.google/maps.com)
66
Peletakan titik transek pada Pantai Mpu Rancak.
(Sumber : www.google/maps.com)
Keterangan Gambar 2 :
: Transek 1
: Transek 2
: Transek 3
: Transek 4
: Transek 5
67
Peletakan titik transek pada Pantai Mpu Rancak
(Sumber : www.google/maps.com)
Keterangan Gambar 3 :
: Transek 1
: Transek 2
: Transek 3
: Transek 4
: Transek 5
1
DATA PENGUMPULAN JUMLAH JENIS ALGA MAKRO DI PANTAI MPU RANCAK
MINGGU I (3 kali penelitian)
DATA PENGUMPULAN JUMLAH JENIS ALGA MAKRO DI PANTAI MPU RANCAK
MINGGU 2 (3 kali penelitian) Nama Alga Makro
Transek Transek 2 Transek 3 Transek 4 Transek 5 Jumlah
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Halimedaopuntia 0 4 8 2 3 6 5 6 8 0 4 8 2 5 9 70
Udoteajavensis 0 1 3 0 2 3 1 2 1 0 0 3 0 1 0 17
Eucheumaspinosum 1 2 5 0 3 8 0 5 7 0 4 7 0 6 9 57
Padinaaustralis 5 1 1 1 1 1 0 3 2 0 2 1 1 3 4 26
Padinaboryana 1 2 1 0 4 8 0 7 8 2 3 4 0 5 7 52
Sargasumplagyophyllum 2 4 6 0 4 3 0 2 1 1 6 4 0 1 0 34
Sargasumpolyceratium 4 6 5 0 3 6 1 4 3 1 2 1 1 1 0 38
Nama Alga Makro
Transek Transek 2 Transek 3 Transek 4 Transek 5 Jumlah
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Halimedaopuntia 0 3 7 1 2 5 4 7 8 0 3 7 2 5 9 63
Udoteajavensis 0 0 2 0 1 2 1 2 1 0 0 3 0 1 0 13
Eucheumaspinosum 0 0 3 0 2 7 0 5 8 0 3 7 0 5 9 49
Padinaaustralis 4 0 0 0 0 0 0 3 2 0 0 0 0 5 7 21
Padinaboryana 0 0 0 0 3 7 0 8 9 2 3 4 0 5 7 48
Sargasumplagyophyllum 1 3 8 0 2 3 0 1 1 0 5 4 0 0 0 28
Sargasumpolyceratium 3 5 6 0 3 6 0 4 3 0 0 0 1 1 0 32
LAM
PIR
AN
10
68
69
DATA PENGUMPULAN JUMLAH JENIS ALGA MAKRO DI PANTAI PAILUS
MINGGU I (3 kali penelitian) Nama Alga Makro
Transek Transek 2 Transek 3 Transek 4 Transek 5 Jumlah
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Halimedaopuntia 0 8 7 1 4 8 8 7 9 3 5 6 4 6 8 84
Udoteajavensis 0 0 1 2 2 3 0 1 3 0 3 4 0 1 2 22
Eucheumaspinosum 3 0 2 0 1 3 0 0 0 3 3 4 0 4 3 26
Padinaaustralis 3 5 0 1 4 3 1 7 8 0 0 0 3 0 0 35
Padinaboryana 7 6 8 0 3 5 2 10 3 3 4 6 7 9 8 81
Sargasumplagyophyllum 5 0 2 7 6 5 0 1 3 0 0 2 0 1 1 33
Sargasumpolyceratium 2 5 8 0 4 7 2 3 5 0 1 2 1 3 5 48
DATA PENGUMPULAN JUMLAH JENIS ALGA MAKRO DI PANTAI PAILUS
MINGGU 2 (3 kali penelitian) Nama Alga Makro
Transek Transek 2 Transek 3 Transek 4 Transek 5 Jumlah
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Halimedaopuntia 0 8 7 2 3 7 8 9 8 4 5 7 5 7 8 88
Udoteajavensis 0 1 2 3 3 2 1 2 3 1 2 3 0 2 3 28
Eucheumaspinosum 4 1 2 1 1 3 1 8 9 4 4 2 0 5 4 49
Padinaaustralis 4 5 1 1 4 3 2 9 4 1 2 1 3 0 1 41
Padinaboryana 6 7 8 0 3 5 1 1 3 3 5 7 8 9 7 73
Sargasumplagyophyllum 6 1 3 8 6 4 3 1 1 1 1 3 1 2 1 42
Sargasumpolyceratium 3 6 8 1 4 7 2 4 5 0 2 3 1 3 6 55
1
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Sekolah : SMA
Kelas / Semester : X Semester 2
Mata Pelajaran : Biologi
Alokasi waktu : 2 x 45
Standar Kompetensi : 3.Memahami prinsip-prinsip pengelompokkan
makhluk hidup
Kompetensi Dasar :3.2 Mengkomunikasikan keanekaragaman
hayati Indonesia, dan usaha pelestarian
serta pemanfaatannya.
Indikator Pencapaian Kompetensi :
1. Mengklasifikasikan alga makro berdasarkan data hasil penelitian di
Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Jepara.
2. Mendeskripsikan manfaat alga makro pada ekosistem pantai baik
secara ekologis maupun ekonomis.
3. Mengidentifikasikan upaya-upaya pelestarian alga makro pada
ekosistem pantai.
I. Tujuan Pembelajaran
1. Melalui diskusi kelompok siswa mampu mengklasifikasikan alga
makro berdasarkan hasil penelitian.
2. Melalui diskusi kelompok siswa mampu mendeskripsikan manfaat
alga makro pada ekosistem pantai baik secara ekologis maupun
ekonomis.
3. Melalui diskusi kelompok siswa mampu mengidentifikasi upaya-
upaya pelestarian alga makro pada ekosistem pantai.
Karakter siswa yang diharapkan :
Religius, jujur, kerja keras, kerja sama, peduli sosial, rasa ingin tahu,
komunikatif, tanggung jawab, dan menghargai prestasi.
Lampiran 11
71
71
II. Materi Pembelajaran
Keanekaragaman Hayati
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati yang memberikan manfaat yang sangat besar
bagi kehidupan masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia.
Tingginya keanekaragaman hayati di laut dapat merefleksikan
potensi ekonomi perairan pesisir dan lautan tersebut. Semakin tinggi
keanekaragaman hayati yang terkandung, semakin besar potensi
yang dapat dikembangkan. Keanekaragaman hayati pesisir dan
lautan berguna sebagai sumber plasma nutfah, sumber pangan,
bahan baku industri farmasi dan kosmetik, penyedia jasa-jasa
lingkungan laut, serta pendukung untuk pengembangan kawasan
industri dan pariwisata (Dahuri, 2003:145).
Keanekaragaman hayati (biodiversity) merupakan istilah
yang dipergunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan
berbagai bentuk variabilitas hewan, tumbuhan, serta jasad renik di
alam. Dengan demikian keanekaragaman hayati mencakup
keragaman ekosistem (habitat), jenis (spesies), dan genetik (varietas
/ ras).
Salah satu bagian dari ekosistem perairan pantai dan
memiliki peranan penting bagi kehidupan beranekaragam biota laut
adalah alga makro. Alga makro memiliki peranan ekologis maupun
ekonomis.
Secara ekologis alga makro berfungsi sebagai sumber
makanan bagi berbagai jenis fauna, menghasilkan endapan kapur
yang berguna bagi pertumbuhan karang di daerah tropis, mencegah
pergerakan substrat, penyaring air dan berperan penting dalam
produksi primer di lautan, dan tempat pembesaran dan pemijahan
biota-biota laut.
Secara ekonomis alga makro dapat menghasilkan berbagai
macam produk yang dapat dikembangkan secara komersial untuk
72
dimanfaatkan oleh industri biopigmen,biopolisakarida, dan bahan
tambahan pada makanan (vitamin dan asam amino). Alga
mengandung berbagai pigmen seperti klorofil, karotenoid, fikosianin
(pigmen biru), dan fikoeritrin (pigmen merah). Biopigmen tyersebut
bermanfaat untuk industri makanan, kosmetik, dan farmasi.
Berdasarkan penggolongannya alga makro dikelompokkan
menjadi tiga clasis yaitu alga hijau (Chlorophyta), alga coklat
(Phaeophyta), alga merah (Rhodophyta).
III. Strategi Pembelajaran
1. Pendekatan : Pembelajaran kontekstual.
2. Metode : Diskusi dan tanya jawab
3. Model : Jigsaw
IV. Kegiatan Pembelajaran
1. Orientasi :
a. Guru memberi salam dan mengajak siswa berdoa sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing (Nilai karakter yang diharapkan
adalah religius)
b. Guru mengabsensi siswa. Nilai karakter yang diharapkan adalah
kedisiplinan)
2. Apersepsi :
“Apakah ada pengaruh bila kita mengambil salah satu kehidupan
laut misalnya karang dengan keanekaragaman hayati yang ada
di dalamnya, tanpa ada usaha untuk melestarikannya?”
4. Motivasi :
“Alga makro merupakan salah satu bagian dari ekosistem pantai
yang sangat bermanfaat secara ekologis maupun ekonomis.
Apa jadinya bila dalam perairan pantai tidak ada alga makro?
Apa saja manfaat alga makro bagi kehidupan? dan bagi
73
kehidupan serta kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi
keanekaragaman hayati di pantai.”
(5 menit)
Kegiatan inti :
Eksplorasi :
1. Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok dengan anggota
kelompok masing-masing berjumlah 4 orang siswa. Nilai karakter
yang diharapkan adalah kerja keras, peduli sosial, tanggung
jawab, peduli lingkungan dan menghargai prestasi).
2. Tiap orang anggota dari tim diberi materi dengan tugas yang
berbeda.Tugas yang diberikan tersebut diadaptasi dari hasil
penelitian di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Jepara
Kelompok siswa dibagi berdasarkan kelas alga makro yang
ditemukan di kedua pantai tyersebut. a. Chlorophyta, b.
Rhodophyta, dan c. Phaeophyta.( Nilai karakter yang diharapkan
adalah jujur =, kerjakeras, kerja sama, rasa ingin tahum
komunikatif, tanggungjawab)
(5 menit)
3. Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama
membentuk kelompok baru (kelompok ahli). (Nilai karakter yang
diharapkan adalah jujur, kerja keras, peduli sosial,
tanggungjawab).
(2 menit)
4. Kemudian siswa diberikan data dan gambar hasil penelitian dalam
lembar diskusi siswa. Siswa yang bergabung dalam kelompok ahli
akan berdiskusi tentang klasifukasi, manfaat ekologis maupun
ekonomis alga makro yang sesuai topik yang mereka dapat. Dari
ketiga topik tersebut anggota masing-masing kelompok juga
disajikan data kondisi lingkungan fisik dan kimia kedua pantai
hasil penelitian dan pengaruhnya terhadap kehidupan alga dalam
komposisi komunitas alga makro kemudian kelompok ahli tersebut
74
membahas cara menjaga kelestarian alga makro. (Nilai karakter
yang diharapkan adalah jujur, kerja keras, kerja sama, peduli
sosial, rasa ingin tahu, komunikatif, tanggung jawab, dan
menghargai prestasi).
(20 menit)
5. Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang
topik yang telah dikuasai.( Nilai karakter yang diharapkan adalah
jujur, kerja keras, kerja sama, komunikatif, tanggungjawab).
(10 menit)
Elaborasi :
1. Guru mempersilahkan tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
( Nilai karakter yang diharapkan adalah jujur, kerja keras, kerja
sama, komunikatif, tanggung jawab).
2. Guru memberi kesempatan siswa yang tidak mempresentasikan hasil
diskusi menyimak dan bertanya pada tim ahli yang sedang
mempresentasikan hasil diskusinya. (Nilai karakter yang diharapkan
adalah peduli sosial, rasa inging tahu, komunikatif, tanggungjawab,
dan menghargai prestasi).
(20 menit)
Konfirmasi:
1. Guru meluruskan konsep yang belum tepat, dan menambahkan
materi yang belum disampaikan.( Nilai karakter yang diharapkan
adalah tanggung jawab dan rasa ingin tahu)
2. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya bila ada
materi yang belum jelas. (Nilai karakter yang diharapkan adalah
rasa ingin tahu)
(15 menit)
75
Kegiatan Penutup
1. Guru mengarahkan siswa untuk menyimpulkan mengenai materi
pelajaran tentang tingkat keanekaragaman hayati. (Nilai karakter
yang diharapkan adalah tanggungjawab, komunikatif).
2. Guru memberikan pertanyaan evaluasi kepada siswa. Nilai karakter
yang diharapkan adalah tanggungjawab, rasa ingin tahu, dan kerja
keras).
3. Guru memberikan point pada siswa yang aktif.( Nilai karakter yang
diharapkan adalah tanggung jawab)
4. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mencari gangguan pada
keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh manusia lengkap
dengan usaha pelestariannya.( Nilai karakter yang diharapkan
adalah tanggungjawab).
5. Guru memberi salam. (Nilai karakter yang diharapkan adalah
religius).
(13 menit)
3. Alat/Bahan/Sumber/Media
o Gladys, Steffi Mataya Putri.2013. Komposisi Komunitas Alga
Makro di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Jepara.Semarang:
Aje Print.
o Priadi,Arif. 2009.Biologi 1 For Senior High School years X.
Jakarta: Yudhistira.
o Alat tulis
o LKS (Lembar Kerja Siswa)
VI. Penilaian
A. Penilaian proses
1. Penilaian psikomotorik
Keterampilan berupa Lembar Kerja Siswa (terlampir)
2. Penilaian afektif
Penilaian sikap (terlampir)
76
Aspek yang dinilai :
a. partisipasi setiap siswa dalam diskusi
b. penampilan siswa mempresentasikan hasil diskusi
c. tanya jawab selama proses pembelajaran.
3. Penilaian kognitif
Tes tertulis/ lisan (terlampir)
B. Bentuk instrumen
Sikap dan uraian
C. Alat evaluasi
Soal Uraian (terlampir)
77
Lembar kerja siswa :
Tujuan Pembelajaran :
1. Melalui diskusi kelompok siswa mampu mengklasifikasi alga makro
berdasarkan hasil penelitian.
2. Melalui diskusi kelompok siswa mampu mendeskripsikan manfaat alga
makro pada ekosistem pantai baik secara ekologis maupun ekonomis.
3. Melalui diskusi kelompok siswa mampu mengidentifikasi upaya-upaya
pelestarian alga makro pada ekosistem pantai.
Cara Kerja :
1. Bentuklah kelompok asal yang terdiri dari 4 orang anggota!
2. Pilihlah salah satu topik dari 3 berikut ; a. Chlorophyta,b. Rhodophyta, c.
Phaeophyta !
3. Bentuklah kelompok ahli, dengan cara bergabung dengan anggota kelompok
lain yang memiliki topik yang sama, kemudian diskusikanlah informasi yang
terdapat pada lembar diskusi siswa !
4. Berdiskusilah dengan kelompok ahli, dan buatlah catatan mengenai hasil
diskusi yang didapat! (waktu 10 menit)
5. Kembalilah ke kelompok asal untuk saling menjelaskan hasil diskusi yang
anda dapat dari kelompok ahli (waktu 10 menit ).
6. Presentasikan hasil diskusi bersama kelompok ahli (5 menit)
Nama Anggota Kelompok :
Lampiran penilaian
psikomotorik
78
1. Bacalah informasi berikut......
Komposisi komunitas adalah susunan yang meliputi jenis dan jumlah
spesies yang terdapat dalam suatu habitat tertentu. Komposisi komunitas
setiap jenis dalam suatu ekosistem berbeda. Komposisi komunitas setiap
jenis yang berbeda tersebut mempengaruhi eanekaragaman hayati yang
ada dalam suatu ekosistem. Komposisi suatu komunitas tertentu disusun
oleh sejumlah dan jenis suatu spesies.
Komposisi komunitas alga makro di Pantai Mpu Rancak, dan Pantai
Pailus berdasarkan penelitian disusun oleh 7 spesies dari classis
Chlorophyta,Rhodophyta, dan Phaeophyta. Indeks keanekaragaman di
Pantai Mpu Rancak antara 1,8404- 1,8594 dan indeks keanekaragaman di
Pantai Pailus adalah 1,8250-1,8848. Rata-rata indeks keanekaragaman
(H’) tergolong sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Fachrul, (2008:51)
yaitu nilai H’1≤ H’≤3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada
suatu transek adalah sedang melimpah. Berikut ini adalah 7 spesies yang
ditemukan di kedua pantai :
Halimeda opuntia Udotea javensis
Sargassum polyceratium Sargassum plagyophylum
79
Padina australis Padina boryana
Eucheuma spinosum
Dari informasi di atas klasifikasikan alga makro sesuai dengan
topik yang kelompok anda dapatkan, kemudian jelaskan manfaat
ekologis dan ekonomisnya!
2. Berikut adalah hasil pengamatan faktor lingkungan fisik dan kimia
komunitas alga makro di Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus Jepara
No Variabel Pantai Mpu Rancak Pantai Pailus
1 Salinitas (‰) 31,20
32,91
2 Suhu (ºC) 27 - 30 27 – 29
3 pH 7,6 - 8,5 7,5 – 8,5
4 Kedalaman
Maksimum (m)
1 0,9
5 Substrat/Struktur Berkarang dan
berpasir
Berkarang dan
berpasir
Suhu dan pH pada Pantai Mpu Rancak dan Pantai Pailus tergolong normal
sesuai yang dinyatakan oleh Kepmen Negara LH(2004, No 51)
80
dikutip oleh Yudasmara (2011:94) bahwa kriteria penilaian baku mutu suhu
pada perairan pantai adalah 29o C dan pH perairan pantai adalah 7- 8,5.
Alga makro tumbuh baik pada substrat campuyran pasir, pecahan karang
mati, terumbu karang dan lumpur. Menurut anda bagaimana cara
menjaga kehidupan alga makro dalam ekosistem pantai agar tetap
tumbuh dengan baik ?
81
Lampiran : Penilaian Afektif.
Keterangan :
Skor 4 artinya sangat baik
Skor 3 artinya baik
Skor 2 artinya cukup
Skor 1 artinya kurang
Teknik Skoring
Nilai = Skor perolehan x 100
Skor maksimal
No Kelompok Aspek Penilaian
Jumlah
skor
Nilai akhir Partisipasi
setiap
siswa
dalam
diskusi
Penampilan
siswa
mempresen
tasikan
hasil
diskusi
Tanya jawab
selama
proses
pembelajaran
1
2
3
Dst....
82
Lampiran : Penilaian kognitif
(Soal evaluasi)
1. Sebutkan faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya
kenekaragaman hayati, jelaskan pula hubungannya!
2. Bagaimana keanekaragaman ekosistem terjadi? jelaskan!
3. Terdapat suatu pulau kecil yang terisolir. Menurutmu bagaimanakah
keanekaragaman hewan dan tumbuhan di sana? Apabila suatu saat
ada sekelompok pendatang dengan hewan-hewan peliharaan mereka,
bagaimanakah perubahan ekosistem di sana ?
4. Dengan kemajuan teknologi maka saat ini banyak ditemukan bibit
tanaman dan hewan yang unggul. Bagaimana menurutmu pengaruh
hal tersebut terhadap keanekragaman hayati ?
5. Apa pendapatmu, bila ada keanekaragaman hayati yang hingga saat
ini tidak bermanfaat, perlukah diadakan penelitian?
Kunci jawaban
1. Karena ada perbedaan gen, jenis, dan faktor yang menyusun
ekosistem.
2. Di dalam ekosistem, komponen biotik harus dapat berinteraksi
dengan komponen biotik lainnya dan juga dengan komponen abiotik
agar tetap dapat bertahan hidup. Jadi, interaksi antarorganisme di
dalam ekosistem ditentukan oleh komponen biotik dan abiotik yang
menyusunnya. Komponen biotik sangat beraneka ragam dan
komponen abiotik berbeda kualitas dan kuantitasnya. Perbedaan
komponen-komponen penyusun tersebut mengakibatkan perubahan
dari interaksi yang ada sehingga menciptakan ekosistem yang
berbeda-beda pula.
3. Keanekaragaman hayati yang ada di sana lebih terjaga dan lebih
beragam. Karena interaksi antar spesies yang ada di sana terjadi
dengan alami tanpa ada campur tangan manusia. Kemudian bila ada
pendatang yang membawa hewan peliharaan.Maka akan ada
perubahan terhadap ekosistem yang ada di sana. Karena ada
perubahan interaksi antara faktor biotiknya.
4. Penemuan bibit tanaman dan hewan baru yang unggul
mengakibatkan terdesaknya bibit lokal (disebut erosi plasma nutfah).
5. Perlu diadakan penelitian agar keanekaragaman hayati tersebut dapat
lebih dimanfaatkan. Penelitian lebih lanjut mengenai
keanekaragaman hayati tersebut dapat menjadi bahan alternatif /
pengganti keanekaragaman hayati sebelumnya.
83
Bahan Ajar
Biologi SMA Kelas X Semester 2 adaptasi
dari Kelas X Semester 2 adaptasi
dari hasil penelitian skripsi
Cover depan dan belakang bahan ajar
Isi Bahan Ajar
Lampiran 12
84
Buku Bahan Ajar SMA adaptasi dari hasil
penelitian sebagai wawasan implementasi
dalam pembelajaran Biologi SMA