7536864-cdk-035-kesehatan-jiwa

68

Upload: ulfamarina

Post on 12-Aug-2015

122 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

3 5 . Kesehatan Jlwa

Karya Sriwidodo

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandang-an/pendapat masing-masing penulis dan tidakselalu merupakan pandangan atau kebijakaninstansi/lembaga/bagian tempet kerja si penulis.

Daftar 1si :

Artikel :3 Kesehatan Jiwa di Indonesia

10 Upaya Pencegahan Dalam Kesehatan Jiwa18 Upaya Rehabilitasi Sebagai Salah Satu Upaya Kesehatan 23 Komputerisasi Data Demografik dan Psikiatrik Pasien

Mental di Indonesia28 Pengertian Pertanggungjawaban Kriminal Atas Perbuatan

Individual Dalam Rangka Visum et Repertum Psikiatrikum 34 Psiko Geriatrik Sekilas Pintas39 Kesukaran Belajar46 Pendidikan Anak Usia Balita

53 Pendengaran Pada Usia Lanjut (Presbiakusis)56 Diagnosis dan Pengobatan Filariasis

59 Perkembangan : DispareuniaAntibiotika Profilaktik ? Individu vs Masyarakat

62 Hukum & Etika : Tepatkah Tindakan Saudara ?64 Catatan Singkat65 Humor Ilmu Kedokteran67 Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran68 Abstrak-abstrak

Artikel

Kesehatan Jiwa di Indonesia

Prof. Dr. R. Kusumanto SetyonegoroGurubesar Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Jiwa Universitas Indonesia

Kepala Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI, Jakarta

PENDAHULUANKegiatan dan kesibukan manusia sehari-hari tidak jarang

membuat individu cenderung untuk menitikberatkan penting-nya kesibukan/kegiatan itu. Malah mungkin ia agak mengalamiobsesif-relatif dengan program hariannya. Oleh sebab itu, seringpula dianjurkan agar manusia menoleh ke sejarah dan meninjauke masa depan. Ini agar ia dapat meyakinkan diri bahwarelativitas dari problematik yang dihadapinya perludiprioritaskan, sehingga ia dapat mengembangkan sense ofevolution, progress and contribution dari kegiatan tersebut.

Kesehatan Jiwa (KESWA)

Memasuki bidang Psikiatri untuk kemudian bergiat di pe-layanan keswa, seorang dokter sering merasa dirinya didorongoleh stimulasi intelektual; luasnya materi subjek, termasukberbagai tantangan dan tuntutan manusiawi dan ilmiah; sertaundangan untuk melaksanakan kontak dengan para sejawatnyayang menguji sensitivitas interpersonal, toleransi dan flek-sibilitas. Demikian pula keprihatinan dan keinginan untukmengetahui lebih lanjut tentang condition humaine.

Psikiatri jelas bukanlah merupakan suatu panacea untukpenderitaan manusia, tetapi yang penting disadari adalah bahwakesehatan jiwa; yaitu pengetrapan dari prinsip-prinsip psikiatrisecara individual di dalam kelompok maupun masyarakat,dapat membantu meringankan dan memecahkan permasalahanmanusiawi yang delikat. Oleh sebab itu, bertentangan denganpendapat sebagian orang, psikiatri merupakan salah satu senidasar sentral dari ilmu kedokteran. Ini sudah disadari oleh rakyatdan bangsa Indonesia, yaitu sejak permulaan ditegaskannyapelayanan kesehatan dan kesehatan jiwa secara sistimatik danintegratif. Ditetapkan melalui Undang-Undang PokokKesehatan (nomor 9/1960); Undang-Undang Kesehatan Jiwa (nomor 3/1966); dan lebih jelas lagi dalam Undang-UndangNarkotik (nomor 9/1976).

Landasan Hukum dan Dokumen IntemasionalLandasan ini terdiri dari beberapa produk legislatif, yaitu :

1. Undang-Undang nomor 9/1960 tentang Pokok-Pokok Ke-sehatan.

2. Undang-Undang nomor 3/1966 tentang Kesehatan Jiwa.3. Undang-Undang nomor 9/1976 tentang Narkotik.Dan beberapa Dokumen Internasional, seperti :4. "World Health Organization (WHO), Constitution".5. Alma Ata, USSR, 1978, "International Conference on

Primary Health Care", yang disponsori bersama oleh WHOdan UNICEF.Berdasarkan landasan hukum dan dokumen internasional ini

dapat ditarik hal-hal sebagai berikut:

Tentang kesehatan (UUPokok Pokok Kesehatan)Bab I : Ketentuan Umum, fasal 2.

"Yang dimaksud dengan kesehatan dalam Undang-Undangini meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial, danbukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacad dan ke-lemahan".Bab II : Tugas Pemerintah, fasal 8 ayat 2.

Ayat ini lebih menjabarkan lagi istilah "sakit, yaitu termasuk— cacad (invaliditas).— kelemahan (weakness; feeble conditions; keterbelakangan

dalam perkembangan fisik dan mental).— usia lanjut (geriatric conditions; dengan atau tanpa

kelainan yang sifatnya mental).

• Tentang kesehatan jiwa (UU Kesehatan Jiwa) Undang-undang ini menjelaskan hal dan materi kesehatan jiwa, dan dengan pasti mengemukakan definisi sebagai berikut : Bab I : Ketentuan Umum, fasal 1 ayat 1

"Kesehatan jiwa adalah kesehatan jiwa yang sehat menurutilmu kedokteran sebagai unsur daripada kesehatan, seperti

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 3

yang termaksud dalam fasal 2 UU Pokok-Pokok Kesehatan."Penjelasan mengenai fasal ini, yaitu "Kesehatan Jiwa

(mental health) menurut faham ilmu kedokteran sekarang ada-lah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,intelektuil dan emosionil yang optimal dari seseorang. Per-kembangan itu berjalan selaras dengan orang-orang lain. Maknakesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi),dan memperhatikan semua segi dalam penghidupan manusia dandalam hubungannya dengan manusia lain.Bab II Pemeliharaan kesehatan jiwa, fasal 3

Fasal ini memberitahukan tentang usaha-usaha pemerintah c.q. Departemen Kesehatan, sebagai berikut :(a) Merpelihara kesehatan jiwa dalam pertumbuhan danperkembangan anak.(b) Mengusahakan keseimbangan jiwa dengan menyesuaikanpenempatan tenaga selaras dengan bakat dan kemampuan.(c) Perbaikan tempat kerja dan suasana kerja dalam perusahaandan sebagainya, sesuai dengan ilmu kesehatan jiwa.(d) Mempertinggi taraf kesehatan jiwa seseorang dalam hu-bungannya dengan keluarga dan masyarakat.(e) Usaha-usaha lain yang dianggap perlu oleh MenteriKesehatan.Bab III : Perawatan dan pengobatanBab IV : Harta benda milik penderitaBab V : Penampungan bekas penderita penyakit jiwa

Bab-bab dan masing-masing fasalnya memberitahukan hal.

hal khusus, sehingga memang sudah selayaknya Pemerintah RImemperhatikan dan membina bidang pelayanan kesehatan jiwaini secara khusus.(a) Perawatan dan pengobatan bagi mereka yang terganggu beratdilakukan dalam RS Jiwa yang pada dasarnya tersedia di semuapropinsi RI, atau di fasilitas keswa lain.(b) Perawatan dan pengobatan senantiasa dilakukan ataspermintaan (tidak pernah atas paksaan). Ini menandaskan sikapopen door policy dalam pelayanan kesehatan jiwa.(c) Perawatan dan pengobatan yang dimaksud itu harus disetujuioleh dokter/psikiater yang bertanggung jawab. Ini berarti,bahwa dokter/psikiater tersebut harus dapat membuat diagnosistertentu seperti yang tercantum dalam buku PedomanPenggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa, edisi 2 (berlaku1984—1994), terbitan Direktorat Kesehatan Jiwa.(d) Semua perawatan pasien di RS Jiwa dan fasilitas kesehatanjiwa yang representatif di seluruh Indonesia dimonitor olehSistim Informasi Keswa, yang berpusat pada Direktorat Kese-hatan Jiwa, Depkes RI, Jakarta*.(e) Hubungan dengan pihak hukum dan pengadilan sangat erat,khususnya karena menyangkut hak milik dan harta bendapenderita. Demikian pula visum et repertum psikiatrikum,menyangkut responsibility and accountability concepts yangmerupakan bidang kepentingan bersama antara Psikiatri dandisiplin-disiplin yuridis/legal.

* Sistim ini meliputi DIPAM (Daftar Isian Pasien Mental) yang dikeloladengan teknik komputer. Menjangkau pasien rawat dalam, pasienrehabilitasi, pasien ambulan (di RS Jiwa/fasilitas keswa; Puskesmasyang melaksanakan Proyek In tegrasi Keswa; RS Umum dan Pus-kesmas). Bila dana tersedia, laporan dan tabulasi diterbitkan setiaptahun.

(f) Keterlibatan keluarga dan masyarakat dalam kesehatan jiwasangat erat dan mendalam. Ini menciptakan kulminasi dalampembentukan konsep kesehatan jiwa masyarakat (keswamas),dan pembentukan BPKJM (Badan Pembina Kesehatan JiwaMasyarakat), di bawah Gubernur/KDH tingkat I dan II di semuapropinsi yang sudah mempunyai RS Jiwa Pemerintah (PedomanKerja BPKJM, 1983).• Tentang Narkotik (UUNarkotik)

Undang-Undang ini menjelaskan tentang materi narkotik.Beberapa pokok yang khususnya menyangkut kesehatan dankesehatan jiwa:Bab VIII: Pengobatan dan rehabilitasi korban penyalahgunaannarkotik dan usaha penanggulangannya; fasal 32.1) Orang tua/wali dari seorang pecandu narkotik yang belumcukup umur wajib melaporkan pecandu tersebut kepada pejabatyang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan, dan wajib membawanyakepada dokter terdekat untuk mendapatkan pengobatan danperawatan yang diperlukan.2) Pecandu narkotik yang telah cukup umur wajib melaporkandiri kepada pejabat yang telah ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.3) Syarat-syarat untuk melaksanakan ketentuan tersebut dalamayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Perlu diketahui, walaupun peraturan pelaksanaan MenteriKesehatan yang dimaksud dalam fasal 32 hingga kini belumditetapkan, tapi dalam kenyataan sehari-hari semua penderitayang dikirimkan itu langsung menuju kepada dokter puskes-mas/RS Umum terdekat, yang kemudian meneruskannya ke-pada RS Ketergantungan Obat di Jalan Fatmawati, KebayoranBaru, atau RS Jiwa Pemerintah terdekat. Tindakan tersebut benardan menjamin bantuan medik-psikiatrik yang tepat.

Ditkeswa (Direktorat Kesehatan Jiwa) telah mengeluarkaninstruksi (1973) yang berlaku hingga sekarang: "Para penderitaketergantungan narkotik, alkohol, dan substansi (obat) dapatditerima untuk terapi dan rehabilitasi di semua RS JiwaPemerintah dan Swasta, bila permintaan itu datang dari pihakmasyarakat sesuai syarat-syarat yang berlaku untuk semuapermintaan perawatan di RS Jiwa."

Dalam hubungan ini, perlu ditegaskan diagnostik di bidangpenyalahgunaan narkotik, alkohol dan substansi (obat) yangtercantum dalam PP DGJ (1984) dan ICD — 9/WHO, Genevalihat Lampiran).

• WHO ConstitutionDokumen ini memberikan anjuran dan justifikasi suatu pen-

dekatan holistik terhadap materi kesehatan manusia. Ini di-tuangkan dalam pernyataan-pernyataan di bawah ini.(a) Mengenai konsep kesehatan"Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity."

(b) Mengenai anak (pertumbuhan dan perkembangan) "Healthdevelopment of the child is of basic importance; the ability tolive harmoniously in a changing environment is essential tosuch development."(c) Mengenai informasi kepada masyarakat"Informed opinion and active participation on the part of thepublic are of the utmost importance in the improvement of thehealth of the people."

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

(d) Mengenai tanggung jawab pemerintah"Government have the responsibility for the health of their

people which can be fulfilled only by the provision of adequatehealth and social measures."

• Alma Ata, USSR, 1978Konferensi ini diadakan pada tanggal 6 — 12 September

1978 di kota Alma Ata, USSR, ibukota Kazakh Soviet So-cialist Republic di bawah sponsorship gabungan WHO danUNICEF.

Beberapa hasil penting perlu dikemukakan:(a) Declaration of Alma Ata, Section IThe Conference strongly reaffirms that health which is a stateof complete physical, mental and social well-being, and notmerely the absence of disease and infirmity, is a fundamentalright and that the attainment of the highest possible level ofhealth is a most important world-wide social goal whoserealization requires the action of many other social and eco-nomic sectors in addition to the health sector.(b) Content of Primary Health Care (Recommendation 5)The conference;

Stressing that Primary Health Care should focus on the mainhealth problems in the community, but recognizing that theseproblems and ways of solving them will vary from one countryand community to another.

Recommends that primary health care should include atleast:— Education concerning prevailing health problems and the

methods of identifying, preventing and controlling them.— Promotion of food supply and proper nutrition.— Adequate supply of safe water, and basic sanitation.— Maternal and child health care, including family planning.— Immunication against the major infectious diseases.— Prevention and control of locally endemic diseases.— Appropriate treatment of common diseases and injuries.— Promotion of mental health; and provision of essential

drugs.(c) Primary Health Care Approach (Summary and Dis-cussions 15)The conference considered primary health care to be essentialcare based on practical, scientifically sound and sociallyacceptable methods and technology made universally accesibleto individuals and families in the community through their fullparticipation and at a cost that the community and the countrycan afford to maintain at every stage of their development inthe spirit of self-reliance and self-determination.

It forms an integral part both of the country's health system,of which it is the central function and main focus, and of theoverall social and economic development of the community.

It is the first level of contact of individuals, the family andthe community with the national health system, bringing healthcare as close as possible to where people live and work, andconstitute the first element of a continuing health care process.

Kesehatan Jiwa Masyarakat (KESWAMAS)Sesuai dengan istilahnya, maka kesehatan jiwa masyarakat

merupakan(a) Suatu orientasi dalam keswa.(b) Mencakup semua upaya yang dilaksanakan di masyarakat,di bawah nama kesehatan jiwa. Baik yang dilaksanakan secarahospital based maupun ambulatory.

Beberapa karakteristik lain yang melekat pada upaya kes-wamas adalah sebagai berikut:(a) Terutama sekali tertuju kepada kelompok-kelompokmasyrakat (walaupun fokus terhadap individu tidak diabaikan.(b) Dititikberatkan kepada upaya prevensi dan promosi; tidakhanya terapi dan rehabilitasi.(c) Diikhtiarkan agar ada suatu kontinuitas dari berbagai pe-layanan (keswa, sosial, kesejahteraan dan sebagainya). Dengandemikian maka diikthiarkan agar pelayanan-pelayanan itume-rupakan suatu sistim keswa yang komprehensif.(d) Mengutamakan suatu kerjasama intersektoral, khususnyasektor kesehatan/kesehatan jiwa/pendidikan/kesejahteraansosial/keagamaan/penerangan/keluarga berencana/dan sektor-sektor lain yang ada relevansi dengan keswa.(e) Berupaya melaksanakan "kegiatan psikoterapi singkat" (brief psychotherapy), dan tertuju kepada intervensi kondisi-kondisi krisis.(f) Mengutamakan peran serta masyarakat.(g) Mengusahakan pendidikan keswa bagi pejabat/petugas dibidang-bidang pelayanan kemanusiaan (human services), gunamemperkokoh orientasi keswa mereka.(h) Mengusahakan kerjasama yang mantap dan erat denganbidang kesehatan masyarakat (public health).(i) Melaksanakan research epidemiologi keswa.(j) Mengusahakan agar seluruh lapisan masyarakat (golonganekonomi; usia; jenis-jenis gangguan keswa; dan sebagainya)dapat mengambil manfaat dari upaya keswamas.

BERBAGAI KEGIATANOrientasi

Di hampir semua negara berkembang, perubahan sosial yangcepat (sebagai hasil dari perkembangan ekonomi, industrialisa-si, urbanisasi dan proses-proses lain yang berkaitan dengan itu)telah diketahui membawa serta akibat-akibat buruk terhadapstruktur keluarga, berfungsinya keluarga, dan dengan sendiri-nya taraf keswa dari individu-individu.

Berbagai laporan tentang keretakan rumah tangga, kenakal-an remaja, gaya hidup yang kurang sehat, kekerasan dan peng-rusakan, semua dapat merupakan indikasi daripada disorganisa-si sosial tertentu.

Sistim pendukung tradisional mengalami erosi, demikianpula daya tahan keluarga dan individu menghadapi stres, an-caman penyakit atau disabilitas sehingga peranan sosial merekaterganggu. Kondisi-kondisi itu jelas akan menambah beban darisistim pelayanan kesehatan yang sudah sangat besar beban ru-tinnya. Ditambah keterbatasan dari sumber-sumber dana danmanusia yang ahli, maka dapat dikatakan bahwa jaringan pe-layanan keswa perlu diperkuat dengan segera dan merata.

Tidak kurang dari 40 juta manusia di dunia menderita gang-guan jiwa berat, dan kira-kira dua kali dari jumlah tersebutmenderita gangguan jiwa akibat ketergantungan alkohol, nar-kotik dan substansi (obat), retardasi mental dan gangguan

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 5

organik lain dari susunan saraf pusat. Penderita epilepsi di duniaditaksir berjumlah 15 juta. Dugaan mengenai jumlah pasiendengan gangguan jiwa yang relatif ringan (neurotik) itubervariasi, dan tergantung dari lokasinya. Tapi, tidak kurangdari 200 juta manusia yang menderita gangguan tersebut se-hingga efisiensi kerja atau hidupnya merosot. Oleh sebab itu,gangguan kesehatan jiwa merupakan bagian yang cukup besardari seluruh morbiditas umat manusia dan tidak dapat diabai-kan baik di dunia berkembang atau maju.*

Di Indonesia, diperhitungkan gangguan jiwa berat (psi-kotik) berjumlah 1—3 per mil dari seluruh penduduk; sedang-kan yang relatif ringan (neurotik) antara 40—60 per mil.

Kota Jakarta yang berpenduduk 6 juta, diperhitungkan ada6—18 ribu penderita psikotik. 10% di antaranya perlu perawat-an segera di RS Jiwa atau klinik Psikiatri untuk pengobatanintensif. Perhitungan untuk penderita neurotik dan lain-laindengan sendirinya jauh lebih besar.

Pendekatan prevensi, terapi dan rehabilitasiLandasan dasar dari pendekatan prevensi, terapi dan rehabi-

litasi yaitu eklektik-holistikDetail-prinzip dan Ganzheit-prinzipperlu diusahakan agar dua prinsip itu terjalin secara integratifdan sistematik.**

Segi-segi organobiologik, psiko-edukatif dan sosio-kulturalperlu dipertemukan masing-masing relevansi dan korelasinyadengan mengetahui pendalaman ilmiah pendukung secara me-madai, dan mengamalkan pengetrapan menyeluruh secara ber-tanggung jawab.

• Segi psiko-edukatifMerupakan salah satu segi yang sering diabaikan oleh seorangdokter, tetapi yang justru dipentingkan dalam praktek keswa.Teknologi medik, tendensi untuk berorientasi pada penyakitperlu dijadikan satu dengan observasi klinik dan humanistik,sehingga kejadian-kejadian dalamproses relasi-interrelasi antarapasien dan dokter dapat dicatat berbagai perilaku khusus yangindikatif. Dengan demikian, proses diagnostik dipermudah dandipertajam. Bimbingan psikoterapeutik kemudian menjadilangkah berikutnya yang layak dilaksanakan.

• Segi sosio-kulturalDasar-dasar genetik manusia tidak berubah dalam 50.000 hing-ga 100.000 tahun perjalanan evolusinya. Akan tetapi, sebalik-nya lingkungan sosio-kultural tempat ia hidup dan berkembangtelah berubah dengan sangat radikal dan fenomenal.

Memang benar, terdapat unsur spekulasi dalam upaya me-rekontruksi sejarah evolusi itu. Akan tetapi, hal seperti itu akanmenambah penilaian perspektif kita terhadap hakekatproblematik umat manusia. Dengan demikian pula, kita dapatmengetahui hubungan fungsional, dan kadang-kadang jugastruktural antara kondisi organo-biologik dan keadaan sosio-kultural yang berkembang.

Salah satu faktor sosio-kultural yang umum diketahui ada-lah kondisi stres. Berbagai hubungannya diketahui, misalnya

* WHO 7th Programme of Work, 1984-1989. Promotion and Protectionof Mental Health.

** Kusumanto Setyonegoro. Pendekatan eklektik-holistik dalam Ilmu Psikiatri di Indonesia dengan minat khusus kepada Masalah Schizo- phronia. Disertasi FKUI1967.

antara stres dan penyakit; stres dan lingkungan; stres dan ke-retakan marital; stres dan golongan sosio-ekonomik; serta ba-gaimana stres itu dapat diatur dan diarahkan agar psikopatolo-gik yang mengancam dapat dikurangi tarafnya.

Contoh lainnya yaitu krisis. Ia merupakan peristiwa yangmempresipitasi suatu keadaan gawat darurat, yang setiap indi-vidu atau keluarga dapat memberikan formulasinya masing-masing.

Jadi, berbagai upaya prevensi stres dan krisis bukan meru-pakan lembaga yang fantastis, melainkan sumber-sumbersuportif yang sangat realistik. Dengan sendirinya makna sosio-kultural dari peristiwa-peristiwa seperti bunuh-diri, percobaanbunuh-diri, ansietas, depresi serta frustasi merupakan kondisi-kondisi mental emosional dari gambaran manusiawi yang mulaimakin luas diketahui serta diakui di kalangan profesional atauawam.

• Segi organobiologikKedokteran biologik memperhatikan secara mendalam bidang-bidang neurofisiologi, biokimia, elektroensefalografi, dan psi-kofarmakologi; serta relevansi dan korelasinya terhadap kondisimental emosional individual. Khususnya mengenai bidangpsikofarmakologi, perhatian makin berkembang karenarelevansinya yang langsung dengan upaya terapi danrehabilitasi.

Oleh sebab itu, sub-bidang tertentu seperti klasifikasi obatpsikofarmaka; mekanisme dasar (dengan masing-masing hipo-tesis mengenai khasiat dan mekanisme neuroleptik, antidepre-sif, dan substansi/obat lain); metodik neurofisiologi (EEG, sleeppolygrams, evoked potentials, dan hal-hal lain yang berkaitan);uji coba klinik (preklinik, klinik-terapeutik, dan lain-lain);pengaruh obat terhadap daya ingat (memory); pendekatanintegratif farmakoterapi dan psikoterapi serta implikasi-implikasinya, semuanya merupakan bidang perhatian yangserius.

Prospek masa depan (penelitian; pengetrapan praktis)Pelayanan keswa secara kontinu memperhatikan landasan

ilmiah dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan di masing-masing unit pelaksana dari RS Jiwa dan Fasilitas Keswa di se-luruh Indonesia. Diantaranya:• Terapi integratif dari psikoterapi, farmakoterapi dan bim-bingan sosial-lingkungan tetap merupakan suatu tantangan be-sar. Dokter/psikiater; disiplin perawatan; disiplin psikologi kli-nik; antropologi medik dan lain-lain masih perlu melaksanakanupaya yang lebih banyak dan mendalam.• Efektivitas terapi yang dilaksanakan sering merupakan bi-dang yang sulit dinilai secara pasti, tidak saja di bidang keswa,melainkan juga di bidang kedokteran lainnya. Apakah benarpasien menggunakan dosis yang diharuskan (patient complian-ce)? Bagaimana perbandingan faktual antara efek dan efeksampingan?• Penilaian komparatif dari satu jenis terapi dibandingkan je-nis terapi lain, merupakan bidang yang belum cukup dinilai.

Demikian pula di bidang prevensi melalui Upaya Bina Kes-mawas (BP KJM: Badan Pembina Kesehatan Jiwa Maysarakat),yang merupakan dimensi baru dalam pelayanan kesehatan jiwa,tetap menunggu penjabaran dan penelitian yang lebih luas danmantap.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

PROGRAM

Sebagaimana lazimnya, suatu program sangat terikat padaberbagai kondisi faktual seperti dana, sumber daya manusia ahli,serta fasilitas struktural yang tersedia. Implementasi dariprogram itu dengan sendirinya juga bergantung kepada tekno-logi medik-psikiatrik yang tersedia, dan dikuasai oleh masing-masing bidang prevensi, terapi dan rehabilitasi.

Salah satu tujuan umum agar permasalahan yang ada di-batasi/dikurangi, khususnya di bidang mental-emosional danneurologik tertentu (seperti: ancaman gangguan serebro-vaskular; konvulsif dan disabilitas motorik lainnya). Tujuanumum lainnya terarah kepada inkorporasi dan pemantapanpengetahuan keswa di pelayanan kesehatan umum dan berbagaisegi perkembangan sosial. Demikian pula permasalahan yangterikat pada penyalahgunaan narkotik, alkohol dan sub-. stansi (obat dan lain-lain), tetap merupakan fokus yang besar.1) Berfungsinya Direktorat Kesehatan Jiwa sebagai WHO-SEARO Collaborating Centre in Research, Training andServices, merupakan salah satu indikator kesungguhan hati dariPemerintah RI (Depkes RI) dan pihak Organisasi KesehatanDunia (WHO), dalam menilai dan menghadapi permasalahankeswa/keswamas.2) Pembentukan dan pembinaan suatu jaringan RS Jiwa Peme-rintah yang makin merata dianggap sebagai suatu kebutuhan.Tujuannya agar dalam setiap propinsi terdapat satu RS JiwaPemerintah.

Bila kebutuhannya mendesak, juga disediakan RS JiwaPemerintah lain/tambahan di Propinsi yang sama. Ini bila di-anggap layak ditinjau dari sudut demografi, sosi-ekonomi danlain-lain. Dalam hubungan ini, maka upaya keswa swastadianggap dapat membantu program pemerintah.3) Penataran dan spesialisasi khusus dilaksanakan secara kon-tinu, dan diusahakan agar dapat dilaksanakan seluruhnya didalam negeri. Tambahan pendidikan di luar negeri bila perlutetap dipertimbangkan.

Diantaranya, pendidilcan keahlian psikiatri (lamanya 3—4tahun) dapat dilaksanakan di Fakultas Kedokteran UniversitasNegeri di Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta danSurabaya.

Penataran periodik dilaksanakan bagi para perawat, ahlipsikologi, ahli pekerjaan sosial dan para administrator keswa.4) Integrasi keswa di Pelayanan Kesehatan Umum* (RS Umum,sejak 1980; Puskesmas, sejak 1975), tetap dijalankan terussehingga tercapai sasaran untuk meliputi 10% dari RS Umum (tipe C/D) dan Puskesmas, sesuai pengarahan Ka-Kanwilpropinsi masing-masing.

Pengembangan Bina Keswamas (BP KJM: Badan PembinaKesehatan Jiawa Masyarakat) dilaksanakan terus denganmengundang peran•serta dari semua sektor yang relevan.Berbagai proyek prevensi dan promosi keswa ditunjang untukdilaksanakan, disamping konsultasi periodik (diantaranya:tentang proyek "gelandangan psikotik" dan "pasung").

Interface dan kerjasama dengan berbagai disiplin di luarkesehatan jiwa merupakan bidang kegiatan baru, diantaranya:hukum, pengadilan, penegakkan hukum, mengenai hal-hal

* Publikasi: Integrasi Kesehatan Jiwa di Puskesmas

seperti KUHAP; Visum et Repertum Psikiatrik; Undang-Undang Narkotik nomor 9/1976, dan masing-masing implika-sinya.5) Penelitian dan penghimpunan data. Secara rutin penghim-

punan data berdasarkan DIPAM (Daftar Isian Pasien Mental)dilaksanakan sejak 1971, meliputi pasien yang dirawat; pasienberobat jalan, dan pasien rehabilitasi.

Kegiatan penelitian meliputi berbagai upaya survai epide-miologik; uji-klinik psikotropik; sleep studies, dan lain-lain.

MASA DEPAN

Perspektif masa depan dari psikiatri dan kesehatan jiwasekarang diliputi oleh kemantapan kepercayaan, bahwa segimental-emosional dari pelayanan kesehatan akan diperhatikandengan lebih memadai. Observasi longitudinal dari upaya ke-sehatan di Indonesia agaknya cukup memberi petunjuk ke arahtersebut. Undang-undang pokok Kesehatan 9/1960 dan UUKesehatan Jiwa 3/1966 nyata benar saling melengkapi danmenyempurnakan.

Sikap indifference dan indefinite terhadap kesehatan jiwadalam era di mana "sumber daya manusia" diutamakan sudahtidak lagi memadai. Yang sekarang diperlukan berupa suatusense of commitment dan sense of precision dalam membim-bing dan mengarahkan pelayanan kesehatan pada umumnya dimana pelayanan keswa merupakan suatu unsur yang integral.

Problematik fisik, mental dan sosial yang relevan terhadapproblematik kesehatan perlu dipertajam dan diperjelas secaraspesifik. Upaya diagnostik, terapi, rehabilitasi dan prevensiperlu diindentifikasi dan dilimitasi secara positif, khususnyabila terdapat berbagai hambatan dari sumber-sumber dana,peralatan, teknologi dan lain-lain.

Dengan demikian, secara perlahan-lahan pelayanan kese-hatan umum dapat letih optimal memanfaatkan berbagai ke-mampuan dan kemungkinan (potentialities) yang diteliti dandiamalkan di bidang kesehatan jiwa individual maupun masya-rakat.

Lampiran: ICD — 9, Section V

291 Alcoholic psychosesOrganic psychotic states due mainly to excessive consumption ofalcohol; defects of nutrition are thought to play an important role.In some of these states, withdrawal of alcohol can be ofaetiological significance.Excludes: alcoholism without psychosis (303)

291.0 Delirium tremens

Acute or subacute organic psychotic states in alcoholics, charac-terized by clouded consciousness, disorientation, fear, illusions,delusions, hallucinations of any kind, notably visual and tactile,and restlessness, tremor and sometimes fever.

Alcoholic delirium

291.1 Korsakov's psychosis, alcoholic

A syndrome of prominent and lasting reduction of memory span,including striking loss of recent memory, disordered timeappreciation and confabulation, occurring in alcoholics as the

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 7

sequel to an acute alcoholic psychosis [especially deliriumtremens] or more rarely in the course of chronic alcoholism. It isusually accompanied by peripheral neuritis and may be associatedwith Wernicke's encephalopathy.Alcoholic polyneuritic psychosis

Excludes: Korsakov's psychosis:NOS (294.0)nonalcoholic (294.0)

291.2 Other alcoholic dementia

Nonhallucinatory demential occurring in association withalcoholism but not characterized by the features of either deliriumtremens or Korsakov's psychosis.

Alcoholic dementia NOSChronic alcoholic brain syndrome

291.3 Other alcoholic hallucinosis

A psychosis usually of less than six months' duration, with slightor no clouding of consciousness and much anxious restlessness inwhich auditory hallucinations, mostly of voices uttering insultsand threats, predominate.

Excludes: schizophrenia (295.–) and paranoid states (297.–)taking the form of chronic hallucinosis with clearconsciousness in an alcoholic

291.4 Pathological drunkenness

Acute psychotic episodes induced by relatively small amounts ofalcohol. These are regarded as individual idiosyncratic reactionsto alcohol, not due to excessive consumption and withoutconspicuous neurological signs of intoxication.Excludes: simple drunkenness (305.0)

291.5 Alcoholic jealousy

Chronic paranoid psychosis characterized by delusional jealousyand associated with alcoholism.Alcoholic paranoia

Excludes: nonalcoholic paranoid states (297.–)schizophrenia, paranoid type (295.3)

291.8 Other

alcohol withdrawal syndrome

Excludes: delirium tremens (291.0)

291.9 Unspecified

Alcoholic:mania NOSpsychosis NOS

Alcoholism (chronic) with psychosis

292 Drug psychoses

Syndromes that do not fit the descriptions given in 295–298 (nonorganic psychoses) and which are due to consumption of drugs[notably amphetamines, barbiturates and the opiate and LSDgroups] and solvents. Some of the syndromes in this group are notas severe as most conditions labelled "psychotic" but they areincluded here for practical reasons. Use additional E Code toidentify the drug and also code drug dependence (304.-) ifpresent.

292.0 Drug withdrawal syndrome

States associated with drug withdrawal ranging from severe, asspecified for alcohol under 291.0 (delirium tremens) to less

severe states characterized by one or more symptoms such asconvulsions, tremor, anxiety, restlessness, gastrointestinal andmuscular complaints, and mild disorientation and memorydisturbance.

292.1 Paranoid and/or hallucinatory states induced by drugs

States of more than a few days but not usually of more than a fewmonths duration, associated with large or prolonged intake ofdrugs, notably of the amphetamine and LSD groups. Auditoryhallucinations usually predominate, and there may be anxiety andrestlessness.

Excludes: the described fonditions with confusion ordelirium (293.–) states following LSD or otherhallucinogens, lasting only a few days or less[''bad trips"] (305.3)

292.2 Pathological drug intoxication

Individual indiosyncratic reactions to comparatively smallquantities of a drug, which take the form of acute, brief psychoticstates of any type.

Excludes: physiological side-effects of drugs [e.g., dystonias]expected brief psychotic reactions to hallucinogens["bad trips"] (305.3)

292.8 Other 292.9

Unspecified

293 Transient organic psychotic conditions

States characterized by clouded consciousness, confusion,disorientation, illusions and often vivid hallucinations. They areusually due to some intra-or extracerebral toxic, infectious,metabolic or other systemic disturbance and are generally rever-sible. Depressive and paranoid symptoms may also be present butare not the main feature. Use additional code to identify theassociated physical or neurological condition.

Excludes: Confusional state or delirium superimposed onsenile dementia (298.3)dementia due to:

alcohol (291.-)arteriosclerosis (290.4)senility (290.0)

293.0 Acute confusional stateShort-lived states, lasting hours or days, of the above type.

Acute:psycho-organic syndromepsychosis associated with endo-

crine, metabolic or cerebrovascular disorder

Epileptic:confusional statetwilight state

303 Alcohol dependence syndrome

A state, psychic and usually also physical, resulting from takingalcohol, characterized by behavioural and other responses that

always include a compulsion to take alcohol on a continuous orperiodic basis in order to experience its psychic effects, andsometimes to avoid the discomfort of its absence; tolerance mayor may not be present. A person may be dependent on alcoholand other drugs; if so also make the appropriate 304 coding. Ifdependence is associated with alcoholic psychosis or withphysical complications, both should be coded.

Acute:deliriuminfective psychosisorganic reaction post-traumatic organic

psychosis

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

304. —) and that he has taken on his own initiative to thedetriment of his health or social functioning. When drug abuse issecondary to a psychiatric disorder, code the disorder.

Excludes: alcohol dependence syndrome (303)drug dependence (304.—4-drug withdrawal syndrome (292.0)poisoning by drugs or medicaments (960—979)

305.0 Alcohol

Cases of acute intoxication or "hangover" effects.

Drunkenness NOS "Hangover" (alcohol)Excessive drinking of alcohol Inebriety NOSNOS

Excludes: alcoholic psychoses (291.—)physical complications of alcohol, such as:

cirrhosis of liver (571.2)epilepsy (345.—)

gastritis (535.3)

305.1 Tobacco

Cases in which tobacco is used to the detriment of a person'shealth or social functioning or in which there is tobaccodependence. Dependence is included here rather than under 304.— because tobacco differs from other drugs of dependence in itspsychotoxic effects.Tobacco dependence

305.2 Cannabis 305.

3 Hallucinogens

Cases of acute intoxication or "bad trips."LSD reaction305.4 Barbiturates and tranquillizers

Cases where a person has taken the drug to the detriment of hishealth or social functioning, in doses above or for periods beyondthose normally regarded as therapeutic.305.5 Morphine type

305.6 Cocaine type

305.7 Amphetamine type

305.8 Antidepressants

305.9 Other, mixed or unspecified

"Laxative habit" Nonprescribed use of drugs orMisuse of drugs NOS patent medicinals

Untuk segala surat-surat, pergunakan alamat :

Redaksi Majalah Cermin Dunia KedokteranP.O. Box 3105 Jakarta 10002

Acute drunkenness in alcoholism DispomaniaChronic alcoholism

Excludes: alcoholic psychoses (291.—)drunkenness NOS (305.0)physical complications of alcohol, such as:

cirrhosis of liver (571.2)epilepsy (345.—)gastritis (535.3)

304 Drug dependence

A state, psychic and sometimes also physical, resulting fromtaking a drug, characterized by behavioural and other responsesthat always include a compulsion to take a drug on a continuousor periodic basis in order to experience its psychic effects, andsometimes to avoid the discomfort of its absence. Tolerance mayor may not be present. A person may be dependent on more thanone drug.

Excludes: nondependent abuse of drugs (305.—)

304.0 Morphine type

Heroin Opium alkaloids and their deriva-Methadone tivesOpium Synthetics with morphine-like

effects

304.1 Barbiturate type

BarbituratesNonbarbiturate sedatives and tranquillizers with a similar effect:

chlordiazepoxidediazepamglutethimidemepr obamate

304.2 Cocaine

Coca leaves and derivatives

304.3 Cannabis

Hemp MarijuanaHashish

304.4 Amphetamine type and other psychostimulants

Phenmetrazine Methylphenidate 304.5

Hallucinogens

LSD and derivatives PsilocybinMescaline

304.6 Other

Absinthe addiction Glue sniffing

Excludes: tobacco dependence (305.1)

304.7 Combinations of morphine type drug with any other

304.8 Combinations excluding morphine type drug 304.9

Unspecified

Drug addiction NOS Drug dependence NOS

305 Nondependent abuse of drugsIncludes cases where a person, for whom no other diagnosis ispossible, has come under medical care because of the maladap-tive effect of a drug on which he is not dependent (as defined in

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 9

Upaya Pencegahan Dalam KesehatanJiwa

Dr. W.M. Roan DPM Kepala Sub Direktorat Pencegahan dan Peningkatan

Kesehatan Jiwa, Direktorat Kesehatan Jiwa, Depkes RI

PENDAHULUAN

Sejarah kedokteran membuktikan bahwa usaha pencegahanternyata lebih berhasil dari pada usaha pengobatan. Hal inimemang berlaku untuk penyakit infeksi dan gangguan gizi, dandapat diduga juga berlaku untuk banyak kondisi penderitaanmanusia lainnya termasuk gangguan dan penyakit jiwa.

Jauh sebelum diterimanya teori kuman, pada abad ke-18dan awal abad ke-19, para ahli sanitasi dan humaniter Eropahdan Amerika telah menyatakan bahwa semua bau busuk atautumpukan sampah merupakan sebab dari semua penyakit, sertamengusahakan kampanye kebersihan dan pembuangan sampahsebagai usaha terbaik untuk pencegahan terhadap penyakit.Ternyata kampanye untuk memelihara kebersihan danmenghilangkan bau busuk, yang pada zaman itu dikenal de.ngan gerakan penyingkiran "miasma" memberi basil yang amatbesar.

Setelah usaha itu pada tahun 1800, kematian ibu yang me-lahirkan telah berkurang menjadi sepertujuh dari angka padatahun 1750, demikian juga angka kejadian penyakit tifus abdo-minalis, demam kuning, tuberkulosis, paratifus, kolera dan ke-matian bayi telah dapat ditekan lebih drastik.

Pada saat berkecamuknya perang Krimea (1853.1856),Florence Nightingale dengan profesi sebagai perawat telah me-nyatakan bahwa penyakit cacar tentu terdapat penyebabpertamanya yang kemudian menyebar dan menyerang secaraberantai kepada orang -lain, terutama kepada orang yang sekamar atau bangsal yang padat sehingga mudah terjadi penular-an.

Teori miasma beranggapan bahwa tanah yang dicemari olehsampah memberikan miasma ke udara dan dapat menyebabkantimbulnya penyakit infeksi yang gawat. Teori ini yang bermulapada zaman Hippokrates menyatakan bahwa bahan yang bera-cun ini timbul dari tanah dan disebarkan oleh angin. Pendudukyang bermukim di dekat paya-paya sangat rentan terhadap gas

metan sehingga dapat timbul penyakit panas yang kemudiandikenal sebagai penyakit malaria (udara yang busuk).

Para pendukung teori miasma beranggapan bahwa jalanuntuk mencegah penyakit ialah dengan mengubah lingkungandan menyingkirkan sumber miasma itu. Tumpukan sampah dantergenangnya air kotor dianggap sebagai bahan berbahaya dandapat mencemari air minum. Gerakan kesehatan masyarakatpada mulanya memang berusaha menyelenggarakan sanitasilingkungan untuk mencegah penyakit.

Pada tahun 1847, John Snow, seorang dokter Dinas Kese-hatan Kota London telah mengamati dengan cermat pecahnyadan penyebaran wabah penyakit kolera di tengah kota Londonabad pertengahan di mana persediaan air minum diambil daripompa air di tengah jalan. Penyakit kolera digambarkan oleh-nya dengan gejala pada saluran cerna, muntah dan diare yanghebat, orang yang tinggal bersama belum tentu tertular, se-dangkan kasus penyakitnya tersebar luas di tengah kota Lon-don dan sebagian besar meninggal, yang meninggal telah me-minum air dari pompa yang sama itu. Pada waktu itu belum di.

ketahui adanya vibrio cholerae. John Snow mengambil kesim-pulan bahwa penyakit itu ada hubungannya dengan air pompaitu yang tercemar dari sumbernya di Sungai Thames. Oleh se-bab itu, ia mengambil kebijaksanaan untuk menanggalkan ba-tang pompa air itu dan membuangnya sehingga penduduk tidaklagi dapat mengambil air minum dari padanya. Setelah itu makaangka kejadian penyakit kolera di Tengah Kota London reda.

Tindakannya merupakan satu upaya pertama dari pencegah-an dalam Kesehatan Masyarakat. Sejak saat itu, peristiwa di-gunakan sebagai pola raga (model) dari upaya pencegahan da-lam arti yang sesungguhnya. Pola raga yang telah disebutkanwalaupun sangat berorientasi pada ilmu kedokteran fisik, na-mun tidak urung sangat mempengaruhi jalan pikir para dokterahli jiwa di kemudian hari untuk menggunakan daya analisa

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

John Snow itu untuk meneliti angka kejadian gangguan danpenyakit jiwa, dan dengan demikian upaya pencegahannya da-pat direncanakan dan dilaksanakan dengan lebih berhasilguna.

BATASAN TENTANG PENCEGAHAN DALAM KESEHAT-AN DAN KESEHATAN JIWA

Beberapa konsep dalam upaya kesehatan patut dikemuka-kan di sini untuk memberikan landasan pengertian tentangpembahasan dalam tulisan ini. Dalam meninjau perkembangansuatu penyakit, penting untuk meneliti unsur yang mempenga-ruhi :(1) unsur individu yang rentan atau "host" yang perlu diketa-

hui hal ihwalnya -- seperti tentang kesehatan umumnya, kisah masa lalunya, pola genetik, vitalitas atau kekuatan- nya, taraf ketahanan terhadap kelelahan, dan sebagainya.

(2) pengenalan tentang ciri lingkungannya atau "environ-ment" aspek yang memberi tekanan fisik atau psikolo-gik, danpengenalan dari penyebab atau "agent" - pola atau urutanperistiwa dari lingkungannya yang memberi sties dan ke-mudian menimbulkan suatu gangguan atau penyakit. Me-ngambil penyakit malaria sebagai contoh, maka dapat di.

sebutkan bahwa seseorang penderita memang mempunyai kerentanan tertentu terhadap penyakit tersebut, kemudi- an sebagai penyebabnya ialah kuman malaria yang dibawa oleh nyamuk jenis tertentu, yang tumbuh dalam daerah yang berpaya di daerah tropik dan subtropik. Pencegahan terhadap malaria secara teoritik dapat dilaksanakan de- ngan mengolah calon penderita yang akan diserang, juga penyebabnya, yaitu nyamuk (dengan kumannya), atau lingkungannya. Jadi pencegahan terhadap malaria harus berhasil bila ada upaya meningkatkan ketahanan para pen- duduknya, membuat nyamuknya tidak berdaya dan meng- hapus paya tempat nyamuk itu berkembang.

Dengan membuat cara pikir yang sama dapat ditinjau ten-tang peristiwa kecelakaan kendaraan bermotor. Pengemudiyang lelah, mabuk atau mengemudikan kendaraan terlalu cepatmembuat kemungkinan kecelakaan lebih besar. Kondisi mobilitu sendiri sebagai penyebab (agent) telah dibuktikan juga. Ke-mudian kondisi jalan raya (permukaannya), cuaca atau cahaya.Usaha mengurangi kecelakaan ditujukan pada ketiga unsurtersebut di atas.

Sedikitnya 2 jenis gangguan jiwa telah dapat dihapuskan da-lam waktu 50 tahun terakhir ini dengan cara pecegahan. Ke-dua jenis gangguan itu kebetulan disebabkan oleh faktor or-ganik. Yang pertama ialah Gangguan psikotik karena pelagra,suatu kondisi karena kekurangan niasin dalam makanannya.Dengan menambah zat ini dalam makanannya praktis gang-guan ini dapat dihilangkan. Penyakit kedua yang dapat diatasisecara dramatik ialah demensia paralitika, suatu psikosaorganik oleh karena infeksi sifilis. Dengan ditemukannya pe-nyebab penyakit sifilis dan pengobatannya dengan penisilin,angka kejadian demensia paralitika dapat diturunkan. Sekitartahun 1920 penderita demensia paralitika ini berjumlah antara8 – 10% dalam RS Jiwa, namun kini praktis sudah tidakpernahdijumpai lagi gangguan tersebut. Namun demikian, lebih

banyak gangguan dan penyakit jiwa tidak diketahui penyebab-nya, sehingga metoda pencegahan dengan cara biologik tidakdapat diharapkan.

Para sarjana sejak saat itu telah mengenal 3 jenis upayapencegahan.(1) Pencegahan primer, upaya ini merupakan usaha agar suatugangguan atau penyakit tidak akan timbul sama sekali.Misalnya vaksinasi terhadap cacar merupakan satu upayapencegahan primer. Kebanyakan gangguan jiwa terjadi olehkarena faktor psikologik dan bukan faktor biologik. Oleh se-bab itu, dewasa ini sedang diusahakan suatu rangkaian usahapsikologik untuk mencegah terjadinya. Upaya psikologik inisecara garis besar dapat dibagi dua. Pertama, yang palingumum, ialah upaya untuk menurunkan kerentanan seseorangterhadap satu stres tertentu. Kedua, yang lebih jarang, upayamenurunkan faktor stres pada sumbernya.(2) Pencegahan sekunder, merupakan upaya untuk mengem-bangkan teknik untuk menemukan secepatnya masalahnya se-hingga dapat dilaksanakan pengobatan yang segera. Upaya inisebenarnya dapat disamakan dengan upaya pengobatan atauupaya kuratif, dengan harapan agar gangguannya cepat sem-buh, sesedikit mungkin menimbulkan sequelae.(3) Pencegahan tarsier, merupakan usaha untuk meringankansebanyak mungkin adanya ketidakmampuan penderita akibatgangguannya itu sehingga penderita masih dapat menggunakansisa kemampuannya untuk menolong dirinya sendiri. Usaha inidapat disamakan dengan usaha rehabilitasi.

Dalam upaya pencegahan perlu dipikirkan tentang siapa se-bagai penerima dari upaya ini. Kelompok penduduk perlu di-identifikasi agar supaya efisien dan efektif. Dalam hal ini dapatdisebutkan pendekatan terhadap :(1) Seluruh penduduk (total population) dalam satu masyara-kat. Contohnya suatu upaya pendidikan kesehatan atau kese-hatan jiwa masyarakat melalui media massa.(2) Tahap perkembangan tertentu (milestone approach), da-lam upaya ini dipilih kelompok penduduk tertentu untuk di-berikan pengolahan. Contohnya pada sejumlah anak umur 6tahun semasa mereka memasuki sekolah, pengolahan ini me-rupakan satu transisi dalam membaca perubahan pada merekaagar belajar dan mendapatkan pengetahuan yang semestinya.Masa ini merupakan masa kritik dalam perkembangan se-seorang sehingga olehnya dapat diciptakan seorang manusiayang akan berguna untuk dirinya atau masyarakatnya padamasa mendatang. Kegagalan dalam upaya ini dan melewatimasa kritik ini, sudah terlambat dan tidak lagi mudah dilaksa-nakan pembentukan kepribadian.(3) Kelompok penduduk dengan risiko tinggi (high risk group),contohnya memberikan kaca pengaman bagi para pekerja yangmenggunakan sinar las atau para pekerja di tambang agar tidakterkena debu tambang yang berbahaya. Dalam kesehatan jiwaupaya menghadapi krisis (crisis intervention) sepertimeninggalnya orangtua atau akan datangnya ujian. Upayakonsultasi yang diberikan kepada para ahli hukum yang seringmenghadapi permohonan cerai dengan bukti yang meng-hubungkan pecahnya satu perkawinan dengan gangguan psi-kiatrik di kemudian hari. Kelompok risiko tinggi lainnya ialah

(3)

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 11

pekerja yang sudah menghadapi pensiun. Bagi orangtua yangputera-puterinya sudah mencapai umur 18 th dan siap me-ninggalkan mereka untuk menuntut pendidikan yang lebihtinggi, agar orangtua tidak merasa kesepian dan berakibat burukbagi kehidupan emosional mereka.

BERBAGAI ILMU PENGETAHUAN YANG MENDUKUNGUPAYA PENCEGAHAN

Paint dikemukakan di sini beberapa kondisi dan ilmu pe-ngetahuan yang sampai saat ini dapat diinkorporasikan dalamupaya pencegahan, dengan demikian lebih memajukan dan me-ningkatkan efisiensi.Epidemiologi

Epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari penyebaran danfaktor penentu dari prevalensi penyakit. Dalam mempelajaripenyebaran dari penyakit atau gangguan, kita memasuki bidangepidemiologi deskriptif. Dalam mempelajari faktor penentu daripenyebaran itu, maka kita mencoba untuk menelitipenyebarannya agar dapat mengidentifikasi penyebabnya. Bilasemua data telah terkumpul untuk mengadakan evaluasi itu,maka upaya ini disebut epidemiologi analitik. Bila analisa ter-sebut dapat dicoba dalam suatu program untuk mempelajarikebenaran dari penyebab itu, maka kita memasuki bidangepidemiologi experimental. Dengan demikian, epidemiologideskriptif berhubungan erat dengan demografi dan ekologimanusia. Epidemiologi analitik erat hubungannya denganpenelitian terapan atau penelitian di lapangan (applied rese-arch, field-study), dan epidemiologi experimental sering tidakdapat dibedakan dari evaluasi program.

Sistem Infonnasi Kesehatan JiwaSuatu cara pencatatan informasi tentang kesehatan jiwa yang

dipusatkan dalam satu lembaga tertentu. Dari pusat tersebutkecuali dapat diminta semua informasi atau angka tentangkesehatan jiwa, dapat juga memberikan semua keterangan yangada kaitannya dengan upaya pencegahan, pengolahan angkayang khusus dibutuhkan untuk tujuan tertentu. Dengan demikiansegala informasi akan di dapatkan dengan mudah dan dengansendirinya akan melancarkan upaya lain yang tertuju.

Ilmu Pengetahuan SosialIlmu pengetahuan biding sosial, khususnya psikologi, antro.

pologi dan sosiologi dengan sendirinya merupakan sumbangsihyang sangat besar dalam pengembangan kesehatan jiwa, khu-sunya upaya pencegahannya. Semua ilmu pengetahuan ini padadasarnya mempelajari perilaku manusia secara individual ataukelompok dari sejak -dahulu hingga saat ini dari pola ber-pikirnya, motivasinya, budayanya dan projeksi ke masa depan.

Ilmu dan sarana komunikasiPada saat ini, dimana ilmu dan sarana komunikasi sudah

mencapai tingkat yang memadai; maka kegiatan pencegahankesehatan sudah dapat dilaksanakan dengan lebih mudah,komunikasi juga dapat dilaksanakan lebih cepat. Alat ko-munikasi seperti media massa yang mendapat banyak sambut-

an, akan sangat bermanfaat digunakan.

Ilmu pengetahuan komputer

Ilmu komputer yang hingga kini sudah berkembang demiki-an pesatnya, telah memberikan dukungan yang begitu besarterhadap informatika dan informasi bagi manusia dalam waktusingkat dan cara yang relatif sangat mudah.

Teknologi transportasi

Kemajuan teknologi terutama teknologi transportasi telahmemberikan kemudahan bagi penduduk untuk mencapai fasi-litas kesehatan dan kesehatan jiwa. Dengan demikian men-dukung kecepatan pencapaian fasilitas sehingga upaya pence-gahan para penderita dan yang perlu ditangani masalah ganggu-annya dapat cepat diatasi.

PROGRAM USAHA PENCEGAHAN KESEHATAN JIWADI INDONESIA

Upaya kesehatan jiwa di Indonsia pada umumnya didasarkanatas landasan hukum, yaitu Undang-undang tentang KesehatanJiwa No. 3 tahun 1966 yang menjelaskan sebagai berikut : "Kesehatan Jiwa (Mental Health) menurut faham ilmukedokteran pada dewasa ini adalah satu kondisi yang me-mungkinkan perkembangan fisik, intelek dan emosi yang op-timal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras de-ngan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat yangharmonis (serasi), dan memperhatikan semua segi dalam ke.hidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain."

Mengenai bidang khusus yang menjadi perhatian dansasaran dari upaya kesehatan jiwa disebutkan bahwa :

Dalam bidang kesehatan jiwa usaha pemerintah meliputi :a. memelihara kesehatan jiwa dalam pertumbuhan dan per-

kembangan anak-anak;b. mengusahakan keseimbangan jiwa dengan meyesuaikan

penempatan tenaga selaras dengan bakat dan kemampuan- nya;

c. perbaikan tempat kerja dan suasana kerja dalam perusaha-an dan sebagainya sesuai dengan ilmu kesehatan jiwa;

d. mempertinggi taraf kesehatan jiwa seseorang dalam hubung-annya dengan keluarga dan masyarakat.

e. usaha lain yang dianggap perlu oleh Menteri Kesehatan.

Sejak tahun 1971, Direktorat Kesehatan Jiwa, Depkes RI telahberusaha untuk mengarahkan upaya kesehatan jiwa yang secararutin terikat pada Rumah Sakit Jiwa keluar lingkungan RumahSakit dan ke arah memasuki lingkungan dan pemukimanmasyarakat umum. Extensifikasi dari pelayanan kesehatan jiwaitu menjadi permulaan dari suatu "gerak extra-mural" sehinggatidak saja menjangkau Puskesmas dan Rumah Sakit Umum tipeC dan D, tetapi juga kelompok dan organisasi masyarakat sertamasyarakat itu sendiri.

Dalam gerak extra -mural itu, seluruh tenaga ahli kesehatanjiwa (psikiater, dokter perawat, pekerja.sosial dan lainnya)dikerahkan, karena Direktorat Kesehatan Jiwa berpendapatbahwa pengetahuan keahlian yang khusus yang dimiliki olehpara tenaga ahli itu sekaligus mengandung tanggung jawab mo-

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

ril; bahwa isi dan maknanya harus disampaikan secara meratakepada seluruh jajaran pelayanan kesehatan di Indonsia, bah-kan seluruh anggota masyarakat Indonesia.

PENYULUHAN KESEHATAN JIWAFalsafah pencegahan semula timbul sebagai suatu penger-

tian dalam Kesehatan Masyarakat, yang mencoba untuk men-cegah timbulnya wabah di kalangan penduduk dan ternyatamendapatkan hasil yang sangat memuaskan, bahkan usaha ter-sebut ternyata lebih efektif daripada usaha pengobatan.

Demikian pula dalam Kesehatan Jiwa diharapkan bahwakonsep tersebut dapat pula dilaksanakan. Pencegahan dalambidang kesehatan jiwa, menitik beratkan pada usaha untukmenciptakan suasana yang baik dan serasi dalam keluarga demitumbuh dan, berkembangnya seorang anak manusia yang sehatbaik fisik maupun mental. Ini berarti bahwa lingkungan hiduptempat suami istri berada harus se-optimal mungkin agar anakmendapat tempat hidup yang layak, yaitu ruang gerak yangcukup, perumahan yang memadai, cukup tempat untuk bermain,tersedia kesempatan untuk mendapat pendidikan, suasana amandan sentosa serta saling mempercayai dan hormat menghormati.

Konsep pencegahan ini oleh Direktorat Kesehatan Jiwa secarakonkrit dimanifestasikan dalam upaya kesehatan jiwa, salah satudiantaranya adalah melalui PENYULUHAN KE-SEHATAN JIWA.

Tugas Penyuluhan Kesehatan Jiwa dilaksanakan oleh parapetugas kesehatan jiwa melalui jalur yang telah tersedia, yaituFasilitas Kesehatan Jiwa/Rumah Sakit Jiwa Pemerintah yangdapat bekerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat dalammengusahakan ceramah dan penyuluhan yang ditujukan kepadaorang-orang yang memegang peran penting dalam kehidupanmasyarakat ("orang penentu") agar mereka lebih memahami danmenghayati hakekat dan "mission" Kesehatan Jiwa.

Usaha lain yang dilaksanakan sehubungan dengan usahapencegahan kesehatan jiwa ialah, dengan mengadakan pen-dekatan pelayanan kesehatan jiwa pada masyarakat melalui usahaIntegrasi Kesehatan Jiwa baik di Puskesmas maupun Rumah SakitUmum type C dan D dengan maksud untuk mengadakan pembinaan.bagi para dokter dan petugas Puskesmas dan Rumah Sakit Umum,agar mereka fasih dalam melayani masalah kesehatan jiwa danmasukkan azas-azas kesehatan jiwa secara dini dalam pelayan-annya.Arti Penyuluhan Kesehatan Jiwa

Konsep penyuluhan kesehatan jiwa, pada umumnya dapatdiartikan sebagai berikut :1). Suatu penyampaian informasi tentang kesehatan jiwa dan

penyakit jiwa oleh para ahli di bidang kesehatan jiwa ke-pada suatu kelompok hadirin atau pendengar yang awam.

2). Menyebarluaskan faham kesehatan jiwa secara sistematik.3). Suatu kampanye luas tentang kesehatan jiwa.

Tujuan Penyuluhan Kesehatan JiwaTujuan dari usaha ini merupakan salah suatu upaya agar

individu mencapai tingkat kesehatan jiwa yang setinggi-tinggi-nya melalui ikhtiarnya sendiri.• Tujuan Umum1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya ke-

sehatan jiwa sebagai suatu milik masyarakat yang berharga.2. Membantu masyarakat agar mampu memprakarsai atau ber

upaya dalam kegiatan kesehatan jiwa baik secara perorang-an maupun berkelompok.

3. Meningkatkan penggunaan sarana pelayanan kesehatanjiwa yang tersedia.

• Tujuan Khusus1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang faham-

faham kesehatan jiwa seperti yang tercantum dalam Un-dang-Undang Kesehatan Jiwa No. 3 tahun 1966.

2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang berbagaigangguan dan penyakit jiwa dalam masyarakat.

3. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaandan pelaksanaan program kesehatan jiwa.

4. Mendorong masyarakat agar bergotong royong dalam me- ngusahakan daya dan dana demi pengadaan dan pemeliha- raan fasilitas kesehatan jiwa di masyarakat.

5. Menciptakan nilai dan norma sosial yang menunjang upayauntuk meningkatkan kondisi dan kegiatan kesehatan jiwa.

6. Mendapat dukungan dan kerjasama dari kelompok penentudalam melaksanakan berbagai peraturan pemerintah yangmenyangkut usaha -usaha kesehatan jiwa.

Hasil-hasil Yang Diharapkan1. Untuk menciptakan dan mengembangkan kesadaran dari

anggota masyarakat tentang pentingnya pembinaan keluarga demi tercapai keadaan sejahtera, aman dan bahagia, sehingga kehidupan mental para anggotanya dapat terlaksana dalam suasana yang sehat, produktif dan kreatif.

2. Untuk menciptakan kesadaran bagi.anggota keluarga dan masyarakat agar mengambil tanggung jawab untuk mengasuh dan mengobati anggota keluarga yang sedang sakit atau terganggu jiwanya.

3. Tidak menjadi korban dari rasa dosa dan cenderung me- nyalahkan diri sendiri, bila terjadi gangguan atau penyakit jiwa di kalangan anggota keluarga, sehingga membuat mereka menjadi lebih sedih dan putus asa sehingga mengabaikan untuk mengobatkan anggota keluarganya hingga sembuh, atau sekurang-kurangnya agar dapat kembali aktif dan masih tetap berguna bagi keluarga dan masyarakat.

4. Agar anggota masyarakat mendapat informasi yang se-cukupnya sehingga dapat mempergunakan fasilitas kesehatanjiwa untuk keperluan dirinya sendiri maupun keluarganya,dan dapat meneruskan informasi itu kepada orang lain untukjuga mempergunakan fasilitas tersebut.

5. Agar anggota masyarakat dapat juga bertindak secara dini danpraktis sebagai suatu "agent" untuk memberikan penyuluhankepada orang lain di sekitarnya dalam menghadapi berbagaikesulitan atau gangguan yang sederhana.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 13

6. Agar anggota masyarakat lebih memahami permasalahangangguan dan penyakit jiwa, sehingga berdasarkan penge-tahuannya mengenai penderitaan pasien mental, merekatidak akan bertindak keliru atau bersikap memusuhi ataumalahan mencemoohkan para penderita tersebut.

7. Agar anggota masyarakat secara berswadaya dapatmelaksanakan usaha untuk membantu masyarakat danpemerintah dalam meningkatkan taraf kesehatan jiwamasyarakat dan dengan demikian dapat turut membantumenanggulangi berbagai masalah kesehatan jiwamasyarakat.

Sasaran

Penyuluhan kesehatan jiwa ditujukan kepada seluruh lapis-anmasyarakat, dan untuk mencapai hal tersebut perlu diadakanpembagian dalam beberapa kelompok masyarakat, yangdiperlukan untuk menentukan prioritas penanganan masalahdan pentahapan pelaksanaan penyuluhan.

1. Kelompok profesi yang mempunyai kegiatan dalam bidangkesehatan seperti: dokter, paramedik, pekerja sosial, ahlipsikologi, guru dan ahli perilaku manusia.

2. Kelompok khusus yaitu kelompok dalam masyarakat yangdapat berperan penting dalam bidang kesehatan jiwa seperti :

— pejabat pemerintah. — kelompok penentu — organisasi profesi (diluar kesehatan) — organisasi masyarakat. — lembaga pendidikan — dan lain-lain

Isi Penyuluhan

A. Pesan Pokok1. Tugas dan fungsi tenaga kesehatan jiwa.2. Fasilitas dan sarana kesehatan jiwa yang tersedia.3. Materi penting yang perlu diketahui :

a. Faham tentang Kesehatan Jiwa.b. Faham Tri Upaya Bina Jiwa.c. Perkembangan individu secara psikososial dan psikoseksuald. Pembahasan tentang proses terjadinya dan berbagai bentuk

dari gangguan dan penyakit jiwa seperti :— psikosa organik dan fungsional— neurosa— gangguan kepribadian— kenakalan anak dan remaja.— gangguan tingkah laku dan kelainan seksual.— ketergantungan obat dan alkohol.— keterbelakangan mental.— psikogeriatri.

e. Cara penanggulangan gangguan dan penyakit jiwa yangsudah memungkinkan dewasa ini.

f. Hidup perkawinan dan berbagai problematiknya. g. Lain-lain.

B. Pesan Tambahan

1. Prosedur/jalur untuk mendapatkan pelayanan kesehatanjiwa.

2. Sistim rujukan dalam pelayanan kesehatan jiwa.3. Kebijaksaan Pemerintah yang berkaitan dengan kesehatan

jiwa.4. Ilmu pengetahuan lainnya yang mendukung dan berkaitan

dengan usaha-usaha kesehatan jiwa seperti: psikologi, ilmu sosial, ilmu antropologi, psikofarmakologi, ilmu pe- ngetahuan perilaku (behavioral sciences).

Cara Penyampaian

Pesan-pesan penyuluhan disampaikan melalui pendekatanmassa, kelompok, maupun individu dengan menggunakan ber-bagai metoda dan teknik audiovisual dan demonstrasi kasus yangdisesuaikan dan dapat diterima oleh hadirin/pendengar.

Pesan-pesan tersebut disampaikan sedemikian rupa hinggaterjadi proses pengenalan dan perkembangan sehingga se-seorang dapat mencapai suatu titik ketrampilan tertentu danmampu melaksanakan usaha-usaha kesehatan jiwa baik yangsederhana maupun yang lebih kompleks.

Adapun proses tersebut dapat dibayangkan sebagai berikut:

Kesadaran (awareness)Minat (interest)Penilaian (evaluation)Penjajakan (trial)Penerimaan dalam motivasi (adoption)

Penyampaian pesan penyuluhan kesehatan jiwa kepadasasaran dapat dilaksanakan melalui berbagai cara pendekatan:• Pendekatan melalui kelompok:

— RT/RW— Organisasi masyarakat— Murid sekolah/orang tua murid.— Karyawan Pemerintah/Swasta— Dan sebagainya.

• Pendekatan secara massa :Ceramah dan wawancara melalui :— Radio— Televisi— Surat kabar, majalah, dan sebagainya.

• Pendekatan melalui perorangan dan keluarga misalnya:— Melalui kegiatan/praktek dokter, ahli psikologi, guru

dan lain-lain.— Konsultasi pribadi.

Jalur Penyuluhan Kesehatan Jiwa

Jalur yang dipergunakan meliputi :

1. Sarana yang disediakan Pemerintah

a. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Rumah Sa-kit Jiwa, Puskesmas, Rumah Sakit Umum, Balai Pengo-batan, Fasilitas Kesehatan Pemerintah lainnya.

b. Departemen-Departemen lain yang menyelenggarakanprogram penyuluhan.

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

2. Non Pemerintah

a. Organisasi swastab. Kelompok organisasi dalam masyarakat.c. Lingkungan perusahaan/industri/business.d. Organisasi lainnya.

Langkah-Iangkah

Untuk mencapai tujuan penyuluhan kesehatan jiwa perludiambil langkah-langkah sebagai berikut :1. Penyempurnaan materi dan penyusunan program penyuluh-

an kesehatan jiwa.2. Pembentukan organisasi pelaksana penyuluhan kesehatan

jiwa, baik di tingkat pusat maupun daerah oleh organisasi Pemerintah maupun masyarakat.

3. Pelaksanaan penyuluhan kesehatan jiwa dengan urutan pri-oritas sebagai berikut :a. masyarakat penentub. profesi yang berkaitan dengan kesehatan jiwa.c. kelompok-kelompok berminat dalam masyarakat.d. masyarakat umum.

4. Pembinaan dan monitoring terhadap pelaksanaan penyuluh-an kesehatan jiwa.

5. Penilaian hasil guna penyuluhan kesehatan jiwa sebagaiunsur masukan bagi penyempurnaan materi dan penyusunanprogram.

Bantuan Tenaga, Ilmiah dan lain-lain.

Struktur pelayanan kesehatan jiwa di Indonsia (Rumah SakitJiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Negeri, Bagian Psi-kiatri Rumah Sakit ABRI, Yayasan-Yayasan Kesehatan Jiwadan psikiater-psikiater) dapat diminta bantuannya bila or-ganisasi Pemerintah/Non Pemerintah merencanakan upaya ke-sehatan jiwa preventif secara insidentil atau periodik.

KONSULTASI KESEHATAN JIWA

Upaya ini berusaha untuk memberikan pelayanan kesehatanjiwa secara tidak langsung kepada klien, tetapi melalui suatubadan atau perorangan yang menyelenggarakan pelayanan ke-pada Mien.

Istilah "konsultasi" telah lama dikenal dalam praktek ke-dokteran, yang berarti upaya bantuan yang dimintakan padaseorang konsultan di luar ilmu kedokteran guna membantu da-lam rencana formulasi dan diagnosis serta pengobatan seorangpenderita.

Dalam kesehatan jiwa, "konsultasi" diartikan agak berlainan,yaitu suatu interaksi antara dua orang ahli, seorang konsultanyang dianggap ahli dalam salah satu bidang ilmu pengetahuan,dan seorang yang meminta konsul. Dalam hal ini ia mungkinmenghadapi-kesulitan yang dianggapnya di luar darikeahliannya, namun pengetahuan itu dapat digunakan untukmembantu mengatasi kesulitan tersebut. Atau suatu kesulitandalam perencanaan program yang lebih luas dan perlu bantuandan nasihatnya dalam mensukseskan program pelayanan yangluas.

"Konsultasi" perlu dibedakan dari "Supervisi' atas dasar : 1. bahwa konsultan mungkin keahliannya dan kedudukannya

tidak setaraf dengan orang yang meminta konsultasi itu.2. bahwa konsultan tidak mempunyai tanggung jawab lang-

sung secara administratif terhadap orang atau badan yang diberikan konsultasi itu.

3. bahwa konsultasi diberikan secara tidak teratur menurut ke-butuhan sesaat saja dan tidak terus-menerus.

4. bahwa konsultan tidak berkuasa atas orang yang diberikankonsultasi secara mutlak dan dapat mempergunakan atautidak mempergunakan hasil konsultasi itu. "Konsultasi"

juga dibedakan dari "instruksi atau pendidikan" atas dasar:1. kebebasan yang relatif dari penerima konsultasi untuk tidak

terikat pada instruksi atau saran yang diberikan.2. tiadanya kurikulum pendidikan yang terencana dalam kon-

sultasi itu,3. tiadanya evaluasi atau penilaian dari hasil karya belajar pe-

nerima konsultasi itu."Konsultasi" juga perlu dibedakan dari "psikoterapi". Da-lam

psikoterapi jelas terdapat hubungan yang bersifat kontrak antarapemberi dan penerima psikoterapi. Dalam hal ini si penerimapsikoterapi yang biasanya seorang pasien dan mengakui bahwaia bermasalah dan mengizinkan intervensi dari luar olehpemberi psikoterapi untuk mengatasi masalahnya. Tujuan darikonsultasi ialah memajukan hasil karya dan bukan meningkat-kan hanya kemampuan penyesuaian diri pasien. Selain itu,konsultasi dan penerima konsultasi mempunyai kedudukansetaraf dan saling menghormati kedudukannya.

Akhirnya "konsultasi" perlu dibedakan dari "kerjasama ataukolaborasi". Pada konsultasi tidak ada perjanjian bahwakonsultan akan turut melaksanakan rencana pekerjaan dari pe-nerima konsultasi, tetapi hanya membantu agar tujuan dari pe-kerjaan itu dapat tercapai.

Konsultasi pada saat ini dianggap sebagai salah satu teknikyang akan banyak digunakan dalam psikologi sosial, psikiatrisosial dan kesehatan jiwa masyarakat. Hal ini demikian karena:

1. Memungkinkan pencapaian kelompok masyarakat yang re-latif besar dibandingkan dengan jumlah pekerja yang kecil

2. memberi kemungkinan mendidik prinsip kesehatan jiwa ke-pada para ahli lain dalam masyarakat.

3. membina dan mengembangkan kelompok sosial, programdan kesadaran tentang kesehatan jiwa dan kemampuan untukmengatasinya.

4. sebagai salah satu jalan keluar dari masalah kekurangan te-naga di bidang upaya kesehatan jiwa.

5. sebagai pusat pelayanan atau pemeliharaan dari instansi ke- sehatan lain yang mungkin kurang mampu melayani ke- sehatan jiwa atau yang jauh dari pusat sehingga tidak dapat mengambil manfaat dari kemajuan ilmu.

Beberapa jenis konsultasi kesehatan jiwa

Dibandingkan dengan psikoterapi, konsultasi kesehatan jiwamasih belum demikian berkembang, namun demikian Caplan (1963) telah mengemukakan 4 jenis konsultasi.1. Konsultasi kasus yang tertuju pada klien2. Konsultasi kasus yang tertuju pada penerima konsultasi

(consultee)3. Konsultasi administratif yang tertuju pada program

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 15

4. Konsultasi administratit yang tertuju pada penerima kon- dunia lainnya. Oleh sebab itu Direktorat Kesehatan Jiwa Dep-sultasi (consultee) kes RI sejak 1981 telah ditunjuk sebagai Pusat Kerjasama da-Dinas konsuitasi kesehatan jiwa bagi perorangan atau badan lam research tersebut. Bersamaan dengan beberapa Pusat Kery

ang menyelenggarakan pelayanan kepada klien telah disedia- jasama di India, Sri Lanka, Thailand, yang kemudian akan di-seksinya di Direktorat Kesehatan Jiwa. susul oleh Bangladesh, susul oleh Bangladesh serta negara anggota yang tergabung

dalam Kawaan Asia Tenggara (Nepal, Burma, Maldives, Mongo-lia dan Korea Utara) telah mengadakan Penelitian bersamadalam beberapa hal yang menyangkut kegiatan pelayanan ke-sehatan jiwa di dalam pelayanan kesehatan primer yang me-libatkan para petugas kesehatan, termasuk dokter dan perawat-nya dalam kemampuan mereka melayani para penderita ke-sehatan jiwa. Ternyata setelah beberapa perbandingan dapatdiambil kesimpulan bahwa para petugas pelayanan kesehatanprimer ternyata mampu dan fasih dalam menegakkan diagnosisdan terapi sederhana bagi para penderita yang datang dengangangguan jiwa dan atau psikososial. Oleh sebab itu, mereka inimerupakan para pendukung dilapisan terdepan untuk lie. nemukasus sekaligus sebagai pendukung usaha pencegahan primer.

INTEGRASI KESEHATAN JIWA DI PUSKESMAS DANRUMAH SAKIT UMUM

Sejak tahun 1974 telah dilaksanakan proyek integrasi ke-sehatan jiwa di Puskesmas. Pada prinsipnya upaya pelayananini berupa suatu upaya konsultasi bagi para petugas Puskesmasuntuk dapat melaksanakan pelayanan atas kemampuanmereka sendiri. Tetapi dalam permulaan projeknya masih di-berikan bantuan yang penuh dari Rumah Sakit Jiwa terdekatsebagai Rumah Sakit Pembina dengan satu tim yang khusus yangterdiri dari dokter, psikiater, ahli psikologi, perawat psikiatrikdan pekerja sosial dengan dilengkapi kendaraan dan persediaanobat psikotropik yang cukup untuk dibawa dan diberikan secarateratur kepada para penderita yang datang berkunjung kePuskesmas. Upaya ini mula-mula hanya dilaksanakan di Jawadan Bali, tetapi kini sudah diperluas ke Sumatera, Sulawesi,Kalimantan dan daerah lain di seluruh Indonesia, walaupun masihdalam jangkauan yang terbatas oleh karena biaya dan tenaga.Kecuali itu juga telah disiapkan sebuah Pedoman KerjaPuskesmas sebagai pegangan terutama seksi 11 yang memberikanulasan tentang jenis gangguan dan penyakit jiwa, definisinya sertatindakan yang patut dilakukan oleh petugas puskesmas.

Pada tahun 1980 telah dimulai projek integrasi kesehatan jiwadi Rumah Sakit Umum tipe C dan D, dengan cara mengadakanpenataran khusus bagi para dokter umum dan perawat dari RumahSakit Umum yang bersangkutan. Sehingga kemampuan RumahSakit Umum tersebut dapat ditingkatkan untuk melayani penderitagangguan jiwa secara ambulatorik maupun perawatan menginap.

Di dalam upaya integrasi kesehatan jiwa di dalam upayakesehatan umum, maka dapat dilihat bahwa Puskesmas meru-pakan satu tempat rujukan tingkat primer yang dapat menyaringpada taraf pertama para penderita gangguan dan penyakit jiwayang dapat diatasi di sini, sehingga dapat mengurangi jumlahpenderita yang akan mengunjungi Rumah Sakit Umum tipe C danD yang merupakan tempat rujukan tingkat sekunder. SedangkanRumah Sakit Jiwa yang terletak di Ibukota Propinsi akan menjaditempat rujukan tingkat tersier, yang dianggap mempunyaikemampuan yang terlengkap untuk mengatasi gangguan jiwa ini.

DIREKTORAT KESEHATAN JIWA SEBAGAI WORLDHEALTH ORGANIZATION SOUTH EAST ASIA REGIO-NAL OFFICE COLLABORATING CENTRE FOR RE-SEARCH AND TRAINING IN MENTAL HEALTH

Sebagai konsekuensi dari upaya integrasi kesehatan jiwa diupaya kesehatan umum yang telah dirintis di Indonesia, makakegiatan ini dinilai sebagai satu hal yang baru dan bermanfaatdalam memajukan peran kesehatan jiwa dalam kesehatan umum.Oleh karena itu dapat diambil sebagai teladan bagi negara lain dikawasan Asia Tenggara ini atau kawasan

BADAN PEMBINA KESEHATAN JIWA MASYARAKAT

Badan tersebut adalah suatu sistem yang dibentuk oleh Gu-bernur, Kepala Daerah Tingkat I yang biasanya diketuai olehSekretaris Wilayah Daerah, dibantu oleh Direktur Rumah SakitJiwa setempat sebagai sekretarisnya, serta Wakil dari KepalaKantor Wilayah Kesehatan, Penerangan, Pendidikan danKebudayaan, Agama, serta Sosial, membentuk satu wadah yanggiat melaksanakan konsultasi, maupun tindakan yang perludalam masalah kesehatan jiwa. Dan secara serentak mencobamenanggulangi masalah yang dialami oleh masing-masingKanwil serta berusaha untuk mencari penyelesaian yang sebaik.

baiknya. Badan Kerjasama Pembina Kesehatan Jiwa Ma-syarakat ini oleh Menteri Dalam Negeri telah dibuatkan SuratKeputusannya untuk diberlakukan di seluruh Propinsi diIndonesia, dan hingga kini sudah terdapat 21 Propinsi yang telahmembentuk Badan Kerjasama tersebut dan telah giat dalammenanggulangi beberapa gejolak di dalam masyarakat; sepertitindak kekerasan diantara anak sekolah, tentang rehabilitasipara penderita gangguan jiwa serta beberapa masalahpendidikan. Fungsi dari Badan kerjasama ini ialah konsultatif.

PEDOMAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS GANGGUANJIWA DI INDONESIA

Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indo-nesia ini merupakan satu karya yang dikoordinasi oleh Di-rektorat Kesehatan Jiwa dan anggotanya, terdiri dari para pe-jabat dari bagian psikiatri berbagai Pusat Pendidikan psikiatriterkemuka di Indonesia. Kecuali bersepakat, mereka telah me-nyumbangkan pengetahuan dan istilah dalam ilmu kedokteranjiwa untuk dibakukan dalam Pedoman tersebut sehingga karyaini dijadikan sebagai panutan dalam pendidikan psikiatri diIndonesia. Pedoman ini merupakan bagian yang tidak dapatdipisahkan dari Klasifikasi Internasional Mengenai Penyakit,Cedera dan Sebab Kematian, sebagaimana telah diterjemahkandan dibakukan beberapa istilah di dalam bahasa Indonesia danyang diharapkan nantinya akan dipergunakan oleh semua

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

petugas dan fasilitas kesehatan dalam penulisan diagnosis danpelaporan ke Pusat. Sepintas lalu Pedoman ini tiada hubungan-nya dengan upaya pencegahan sebagai satu upaya medik tek-nik, namun bila didalami lebih lanjut, maka dapat diambilmaknanya bahwa dengan adanya Klasifikasi dan Pedoman inimaka Komunikasi dan pencatatan tentang penyakit akan lebihterarah dan dimengerti oleh pembacanya dan perencananya.Dengan demikian memudahkan dalam pelaksanaan upayakesehatan terutama pencegahan dan pengobatan sertarehabilitasinya.

PENUTUP

Upaya pencegahan dalam ilmu kedokteran jiwa dan ke

sehatan jiwa masih merupakan satu cabang upaya yang masihmuda dan baru dikembangkan dalam beberapa puluh tahunterakhir ini saja. Oleh karena itu masih nampak beberapa ke.lemahan dalam pelaksanaannya. Di satu pihak kesulitan itutimbul oleh karena kekurangan tenaga pelaksananya yangmasih langka, namun dipihak lain juga yang masih terikat padakonsep lama dari kesehatan jiwa itu sendiri. Demikian jugayang menyangkut praktek di dalam masyarakat yang masihbelum mantap. Sebagai satu cabang ilmu yang masih muda,upaya pencegahan mengundang banyak sekali saran, usultindakan dan polemik yang hangat. Karangan ini disajikan demiuntuk mengundang saran dan usul itu, agar dapat lebihdimanfaatkan praktek upaya pencegahan kesehatan jiwa.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 17

Upaya Rehabilitasi Sebagai Salah SatuUpaya Kesehatan

dr. S.O. Gardjito

Kepala Sub-Direktorat Rehabilitasi Direktorat Kesehatan JiwaDepartemen Kesehatan R.I.

PENDAHULUAN

Pokok perhatian ilmu kedokteran pada waktu ini bukan lagiterbatas pada penyakit saja, tetapi juga kesehatan dan kondisi-kondisi lain akibat penyakit, Misalnya kecacatan yang dapatberupa impairment, disability, ataupun handicap. Demikianpula upaya kesehatan yang komprehensif merupakan upaya atauintervensi yang ditujukan ke tiga kondisi tersebut, yang kita kenaldengan upaya kuratif, upaya preventif-promotif, dan upayarehabilitasi.

Upaya rehabilitasi di bidang kesehatan selain merupakanupaya kesehatan yang relatif paling baru, juga merupakan tan-tangan yang semakin lama semakin besar. Di samping itu, kon-sep kecacatan dan rehabilitasi kini telah memperluas cakrawalailmu kedokteran dan bidang kesehatan, dan lebih mempertajampandangan kita terhadap berbagai kondisi kesehatan serta prosesyang meliputinya.

Upaya rehabilitasi di bidang kesehatan yang biasa disebutsebagai rehabilitasi medik ini, merupakan kelanjutan daripadaupaya kuratif, juga merupakan awal dari upaya rehabilitasiterpadu. Ini akan melibatkan berbagai sektor dengan peranannyamasing-masing. Kesehatan jiwa menaruh perhatian besarterhadap upaya rehabilitasi, khususnya terhadap dua hal, yaitu:rehabilitasi mental bagi semua penderita cacat; dan rehabilitasibagi penderita gangguan mental.

Rehabilitasi pasien mental telah dikembangkan di Indonesiabaik melalui pelayanan di Rumah Sakit Jiwa, juga melaluikerjasama dengan berbagai sektor.

BERBAGAI KONDISI KESEHATAN DAN UPAYA KESE-HATAN YANG BERSANGKUTAN

Kondisi sehat, sakit dan cacat

Di samping kondisi sakit yang merupakan perhatian per-tama dari ilmu kedokteran, maka kondisi sehat dan akhirnya

juga kondisi cacat kini telah menjadi perhatian bidang kese-hatan. Ini sesuai dengan pengertian sehat yang berarti "keadaanyang meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial„ danbukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dankelemahan."*

Kondisi sehat merupakan kondisi yang bersifat positif dandinamik. Oleh karenanya perlu dipertahankan atau dipeliharadan bahkan dapat ditingkatkan setinggi mungkin. Upayakesehatan yang ditujukan kepada hal tersebut biasa disebutdengan upaya kesehatan preventif dan promotif.

Namun bagaimanapun baiknya upaya preventif dan pro-motif itu dijalankan, pada suatu saat seseorang akan sakit.Menurut ilmu kedokteran, penyakit (morbus) merupakan prosespatologik yang disebabkan oleh,adanya satu atau lebih faktorpenyebab (etiologi) yang terjadi di dalam diri seseorang. Prosesyang merupakan intrinsic situation tersebut dapat kita kenalibila memanifestasikan diri berupa tanda-tanda (sign) dan gejala (simtom). Pengenalan dan penetapan adanya jenis penyakittertentu itu (diagnosis), biasanya didasarkan pada: etiologi,patologi dan manifestasi kliniknya. Model medik (medicalmodel) ini:

etiologi __> patologi __> manifestasisecara klasik menjadi perhatian bidang kedokteran, sedangproses selanjutnya yang terjadi akibat penyakit dan yangmempengaruhi kepribadian dan peran sosial seseorang padawaktu itu masih diabaikan.

Dengan adanya proses patologik yang bermanifestasi secaraklinik, seseorang akan menghayati atau menyadari bahwa iasakit (kesehatannya terganggu) atau merasa tidak sehat

* Batasan kesehatan menurut UU No. 9 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan ini, sesuai dengan yang dirumuskan oleh WHOdalam "Constitution of World Health Organization" 1946, sbb: "

Health is a state of complete physical and social well-being andnot merely the absence of disease and infirmity."

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

(ill-health), merasa nyeri (pain) atau merasa tidak enak dis-comfort).

Berdasarkan pada cepat-lambatnya penyakit itu timbul danberjalan, dibedakan antara penyakit akut dan kronik. Masing-masing mempunyai pengarvh dan akibat terhadap bagian (organ,sistem) yang terkena, diri pribadi seseorang (per-son, organisma secara keseluruhan) yang akan tercermin dalamperilaku, kemampuan dan dalam hubungannya dengan ling-kungan atau kehidupan sosialnya.

Penyakit dapat berakhir dengan kesembuhan sempurna (restitutio ad integrum), kesembuhan dengan akibat cacat, atauberakhir dengan kematian.

Dalam bidang kesehatan kita membedakan kondisi cacatmenjadi tiga yaitu: impairment, disability, dan handicap.

Impairment adalah hilangnya atau adanya kelainan (ab-normalitas) daripada struktur dan fungsi anatomik, fisiologi ataupsikologik. Kondisi ini dapat bersifat sementara atau menetap dantermasuk adanya anomali, kerusakan, hilangnya: anggota badan,organ tubuh, jaringan, atau struktur lain termasuk fungsi-fungsikejiwaan (inteligensia, memori, proses fikir, kesadaran, persepsi,emosi, kemauan, dan lain-lain). Kondisi ini merupakan pula "eksteriorisasi" daripada keadaan patologik dan pada dasarnyamencerminkan adanya gangguan fungsi pada tingkat organ.

Proses selanjutnya terjadi pada tingkat diri pribadi sese-orang (person) akibat kesadarannya akan impairment, yaitumengalami "objektifikasi" sehingga beberapa kegiatan yang biasatak mampu dijalankan, terhambat atau perilakunya mengalamiperubahan. Kondisi ini disebut disability yang berartiketerbatasan atau kekurangmampuan (akibat adanya impairment)untuk melakukan kegiatan dalam batas-batas dan cara yangdianggap normal bagi manusia. Kondisi ini dapat bersifatsementara atau menetap, dapat bersifat balik pulih atau tidak, dandapat bersifat profresif atau regresif. Disability berhubungandengan kemampuan dalam bentuk kegiatan dan perilaku yangbiasa diterima sebagai bagian penting dari kehidupan sehari-hari,misalnya: merawat diri (mandi, makan, berpakaian sendiri), ADL(activity of daily living), berjalan, dan lain-lain.

Akhirnya bila terjadi proses sosialisasi daripada impairmentatau disability, maka kemunduran yang terjadi pada seseorang ituakan membatasi atau mencegah dirinya berperan normal (sesuaiumur, seks dan faktor sosial-budaya). Keadaan ini disebuthandicap. Kondisi ini mencerminkan konsekuensi seseorangdalam budayanya, sosialnya, ekonominya, dan lingkungannyayang berpangkal pada adanya impairment atau disability.

Dapat disimpulkan bahwa berbagai kondisi kesehatan itu:penyakit, impairment, disability, dan handicap berturut-turutmerupakan proses:. intrinsik, eksteriorisasi, obyektifitkasi, dansosialisasi yang terjadi pada seseorang pada tingkat: organ, diripribadi (person), dan tingkat kehidupan sosialnya serta yangmembatasi fungsi (functional limitation), kemampuan, perilakudan peran sosialnya. Hubungan ini dapat digambarkan denganbagan berikut:

penyakit — impairment -- disability handicap

proses: intrinsik eksteriorisasi objektifikasi sosialisasigangguan pada tingkat: organ person kehidupan sosial

Untuk memperjelas perbedaan ketiga kondisi cacat itu*dengan beberapa contoh berikut:• Kasus 1. Seorang lelaki pada waktu kecil terserang poliodengan akibat kedua tungkainya lumpuh dan mengalami atrofi.

Impairment : paralisis kedua tungkaiDisability : tidak dapat berjalan (locomotor disability) Oleh

karena itu perawatan dirinya perlu dibantu (personal care disability)

Handicap : kemampuan kerja sangat terbatas dan tidakdapat bepergian dan mencari nafkah (physicaldependent, mobility, occupation handicap)

• Kasus 2. Seorang ibu dengan dua anak selama beberapa

tahun dirawat di RS Jiwa dengan skizofrenia.

Impairment : halusinasi pendengaran, abulia dan gangguanproses fikir.

Disability : tak mampu mengarahkan kemauan dan interesnya terhadap tugas sehari-hari, kontak dengan realitas berkurang.

Hancap : Tak dapat mengasuh anaknya (gagal berperan ibu), menjaga penampilan dan kesehatan diri-nya, dan hubungan interpersonal dengan keluargaterganggu.

• Kasus 3 Seorang anak lelaki umur 15 tahun, retardasi mental, tak sekolah.

Impairment inteligensi subnormalDisability : kelambatan dalam menguasai ketrampilan dan

pengetahuanHandicap : tak dapat melaksanakan tugas rumah tangga,

dan hubungan sosialnya sangat terbatas.Lebih lanjut klasifikasi dari ketiga kondisi cacat tersebut

dapat dilihat dalam buku petunjuk yang diterbitkan WHO: "International Classication of Impairments, Disabilities, andHandicaps" (1980).

Secara garis besar, klasifikasi kecacatan menurut WHO itusebagai berikut (daftar kategori pertama):

IMPAIRMENT DISABILITY HANDICAP

1. Intellectual2. Other psychological3. Language4. Aural5. Ocular6. Visceral7. Skeletal8. Disfiguring9. Generalized, sensory

and other

1. Behavior2. Communication3. Personal care4. Locomotor5. Body disposition6. Dexterity7. Situational8. Particular skill9. Other activity res-

triction

1. Orientation2. Physical dependence3. Mobility4. Occupation5. Social integration6. Economic self-

sufficience7. Other

Upaya kesehatan komprehensif ditujukan kepada berbagaikondisi kesehatan baik yang berupa penyakit, kesehatan dancacat. Ini biasa disebut dengan upaya kuratif, upaya pre-

* Istilah "cacat" dalam bahasa Indonesia meliputi tiga kondisi yangdalam bahasa Inggris disebut dengan "impairment", "disability",dan "handicap". Padanan dalam bahasa Indonesia yang tepat tidakada, namun dapat disarankan: kelainan untuk impairment, ketidak-mampuan untuk "disability", dan ketunaan untuk handicap."

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 19

ventif-promotif, dan upaya rehabilitasi.Upaya rehabilitasi dalam arti luas (rehabilitasi terpadu)

merupakan serangkaian upaya medik, sosial, edukasional danvokasional yang terkoordinasi untuk melatih (kembali) seseorangyang cacat agar dapat mencapai kemampuan fungsionalnyasetinggi mungkin (WHO, 1969).

Upaya rehabilitasi dalam bidang kesehatan yang biasa di-sebut dengan rehabilitasi medik, yaitu semua tindakan medikyang ditujukan untuk mencegah terjadinya cacat (impairment,disability dan handicap), dan atau meningkatkan kemampuanfungsional seseorang semaksimal mungkin dari cacat yang di-deritanya.

Berbagai upaya kesehatan dan kedudukan upaya rehabilitasimedik

Bagan di bawah menunjukkan berbagai upaya kesehatan danhubungannya dengan berbagai kondisi kesehatan yang ber-sangkutan :

Kondisi Kesehatan dan Gangguannya Upaya Kesehataan

Lebih Sehat

t -Sehat

Upaya PromotifSakit Upaya Kuratif

-•-- Prevensi cacat tingkat I

Impairment (Kelainan)

1 Prevensi cacat tingkat II

Disability (Ketidak-mampuan)

Prevensi cacat tingkat III

Handicap (Ketunaan)

Rehabilitasi ss.

Kembali Mampu BerfungsiKetingkat Setinggi Mungkin

Upaya Rehabilitasi

Upaya rehabilitasi medik yang meliputi baik untuk pasiendengan gangguan fisik (rehabilitasi fisik), dan untuk pasienmental, jelas merupakan kesinambungan dari upaya kuratif, jugamerupakan awal dari upaya rehabilitasi vokasional, edukasionaldan sosial. Lihat bagan dibawah:

Pemberian obat baik yang bersifat maintenance ataupun yang bersifat subsitutif; Pembedahan baik yang bersifat korektif ataupun plastik; Fisioterapi, occupational therapy, speech therapy, group psychotherapy dan terapi khusus yang lain; Pemberian dan latihan penggunaan alat bantu atau alat pengganti tubuh; Latihan dan bimbingan kejuruan tertentu; Pelayanan perawatan, psikologi, psikiatri dan sosial-medik yang diperlukan.

REHABILITASI PASIEN MENTAL

Ruang Ingkup dan besarnya masalah

Psikiatri dan kesehatan jiwa menaruh perhatian besar padaupaya rehabilitasi (secara keseluruhan), khususnya terhadap duahal, yaitu:(1) aspek mental (psikososial) penderita cacat (fisik, mental

dan sosial), dan(2) rehabilitasi pasien mental.

Rehabilitasi pasien mental pada dasarnya meliputi semuajenis gangguan jiwa* , walaupun terutama untuk mereka yangkronik dan yang tergolong psikosis, retardasi mental, dan pe-nyalah-gunaan obat/narkotik.

Di samping itu, gangguan jiwa organik pada otak (braindamage), epilepsi, psiko-geriatrik dan gangguan psikososial jugamenjadi lingkup perhatian kesehatan jiwa.

Besarnya masalah "cacat mental" dapat digambarkan de-ngan data berikut:(1) Menurut perkiraan WHO (1978), di antara jumlah penderi-ta cacat (10% dari populasi) yang tergolong:- gangguan psikotik fungsional- retardasi mental- penyalahgunaan obat, narkotik dan alkohol masing-masingadalah 7,7% nya (atau masing-masing 7,7 per seribu penduduk).(2) Diperkirakan pasien psikotik yang dirawat di RS Jiwa diIndonesia, 50—60% itu kronik dan perlu program rehabilitasiyang intensif.Kapasitas tempat tidur total dari 26 RS Jiwa di Indonesia se-kitar 7.000 buah dan Bed Occupancy Rate 90—100%, makajumlah pasien yang memerlukan program rehabilitasi yaitu =

7.000X 90 X 60 = 3.780100 100

Pasien psikotik yang secara khusus perlu diperhatikan diIndonesia ialah pasien psikotik gelandangan (psychotic desti-tues) dan pasung.

Masalah penderita cacat bersifat kompleks artinya meliputibanyak segi, yaitu: kesehatan, pendidikan, vokasional, sosial,ekonomi, dan lain-lain. Masalah dapat pula ditinjau dari:besarnya jumlah penderita yang memerlukan program yangbaik, dan juga dapat ditinjau dari penderitanya sendiri,keluarganya, masyarakat dan pemerintah.

Jenis-jenis gangguan jiwa dapat dilihat pada buku 'InternationalClassification of Diseases (Revisi IX) dan Buku Pedoman Penggo-longan Jiwa Indonesia — Revisi II, 1984.

Upaya rehabilitasi medik meliputi berbagai kegiatan pela-yanan kesehatan, yaitu:

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

Pendekatan masalah

Dalam kesehatan jiwa/psikiatri di Indonesia, disarankanuntuk memandang dan menelaah manusia serta masalahnya dariaspek-aspek yang dapat digolongkan:(a) organobiologik (biosistem)(b) psikologik atau psiko-edukatif (psikosistem)(c) sosio-kultural secara mendalam (eklektik) yang merupakansatu kesatuan utuh (holistik). Pendekatan elektik-holistik berartipula pendekatan yang bersifat multidisipliner yaitu pendekatandari berbagai disiplin ilmu. Demikian pula dalam masalah cacatdan upaya rehabilitasi pasien mental, pendekatan semacam itutelah dicoba dan diterapkan dalam pelaksanaan.

PelaksanaanRS Jiwa dulu dibangun dengan konsep perawatan "tertutup"

dan bersifat "custodial", isolatif dan terpencil dari masyarakat,dan merupakan "asylum mental". Pemasukan pasien masihberdasar keputusan hakim, teknik pengobatan masih minimalsehingga sangat langka yang dapat dipulangkan lagi ke keluarga.Pada waktu itu pasien telah diberikan kegiatan kerja dalam werk-terapie (biasanya pertanian), namun konsep rehabilitasi belumberkembang.

Dengan kemajuan ilmu dan teknologi di bidang kedokteranjiwa, antara lain dengan adanya penemuan psikofarmaka yangsangat efektif mengatasi gangguan jiwa, pengetrapan psikoterapidan terapi sosial (terapi rekreasi, occupational therapy, musictherapy, sport dan sebagainya) maka fungsi RSJ mengalamimodernisasi. RSJ menjadi bersifat "terbuka" dengan pelayananyang bersifat mediko-sosial. Perubahan itu terutama dilandasipula dengan UU No. 3 tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwasebagai pengganti Het Reglement op het Krankzinnigenwezentahun 1897.

Sejak itu pula mulai dikembangkan upaya rehabilitasi pasienmental di RSJ dengan meningkatkan fasilitas pelayanan dankegiatan. Oleh karenanya pasien dapat lebih mudah dan cepatdipulangkan.

Eksistensi pelayanan rehabilitasi pasien mental di RSJdimantapkan setelah ada SK Menkes RI No. 135 Th 1978 ten-tang Organisasi dan Tatalaksana RSJ, di mana setiap RSJ adasatu unit pelaksana teknis khusus untuk pelayanan rehabilitasi (Unit Rehabilitasi).

Di setiap Unit Rehabilitasi RSJ tersedia fasilitas untukpelaksanaan berbagai kegiatan rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasiini dibagi dalam tahap-tahap:(a) Tahap persiapan: agar pasien dapat dipulangkan atau disa-lurkan ke masyarakat, meliputi:— seleksi/evaluasi untuk menetapkan jenis terapi kerja Occu-

pational therapy) dan latihan kerja yang sesuai dengan ke-adaan pasien (cacat dan potensi-potensinya).

— berbagai terapi sosial untuk mempercepat proses kesem-buhan dan resosialisasinya,

— berbagai pendidikan dan latihan serta penyuluhan danbimbingan kejuruan; termasuk di sini pendidikan dan la-tihan agar dapat hidup mandiri, mengurus diri, mobilitasdan komunikasi, serta juga untuk mendapat ketrampilankerja tertentu (kerajinan, pertukangan, pertanian, industri,

dan lain-lain).(b) Tahap penyaluran berupa pemulangan pasien ke keluargadan juga penempatan kerja (open job placement, selective, ataushelthered).(c) Tahap pengawasan yang dikerjakan oleh RSJ adalah pela-yanan lanjut (aftercare service) dan kunjungan rumah (homevisit) oleh petugas RSJ.

Setiap kegiatan dalam tahapan rehabilitasi merupakanproses yang berkesinambungan, dilaksanakan oleh berbagaimacam tenaga pelaksana (fungsional dan struktural) yangbekerjasama dalam satu team-work dibawah pimpinan psikiater.Ini terdiri dari: psikiater, dokter, psikolog, perawat, ahli okupasi-terapi, pekerja sosial, instruktor latihan kerja, tenagaadministrasi. Khusus untuk tahap penyaluran, pelaksanaannyajuga dengan bantuan dan kerjasama instansi lain (Dinas Sosialdan Dinas lain). Demikian pula kegiatan after care dapat di-laksanakan oleh RSU atau Puskesmas terdekat dengan tempattinggal pasien, yaitu RSU dan Puskesmas yang telah menja-lankan upaya kesehatan jiwa secara integratif dan berdasarkanrujukan.

Rujukan dan kerjasama lintas sektor

Beberapa pasien yang tak dapat dipulangkan ke keluargadan masih memerlukan latihan kerja jangka panjang, atau perlupenyaluran kerja yang bersifat sheltered dapat dirujuk ke PantiSosial terdekat yang dikhususkan untuk menampung penderitacacat mental, seperti Phalamarta di Cibadak, Panti Laras diCengkareng, dan sebagainya.

Kerjasama dengan Departemen Tenaga Kerja untuk mela-tih pasien mental telah dilaksanakan sejak Pelita III. Kerjasamadengan Departemen Perindustrian untuk melatih para instrukturkerja juga telah dilaksanakan sejak Pelita III. Pembinaankerjasama pada tingkat Pusat telah dimulai sejak tahun 1971dengan dibentuknya Tim Koordinasi Rehabilitasi dan Penang-gulangan Pasien Mental yang sampai sekarang masih berjalan.Pada tahun 1978 dikeluarkan Piagam Kerjasama Tiga Menteri (Kesehatan, Sosial, dan Nakertrans) yang memperkokoh ker-jasama antara ketiga Departemen yang bersangkutan.

Kerjasama di tingkat daerah telah diperkuat dengan ter-bentuknya Badan Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat (BPKJM) yang dibentuk oleh Gubernur atas instruksi MenteriDalam Negeri. Badan itu merupakan forum konsultatif, infor-matif dan fasilitatif dalam pembinaan kesehatan jiwa masya-rakat termasuk upaya rehabilitasi pasien mental. Dalam upayarehabilitasi pasien mental, BP 1GM terutama dapat memperlan-car pelaksanaan kerjasama di dalam mengatasi masalah pasienpsikotik gelandangan dan pasung.

PENUTUP

Masalah cacat dan rehabilitasi telah mulai mendapat per-hatian baik oleh petugas kesehatan, petugas sosial, petugasketenaga-kerjaan, petugas pendidikan, bahkan kini dirasa bukanhanya sebagai masalah orangtua atau masyarakat, tetapi jugatelah mulai dirasa sebagai masalah nasional. Lebih-lebih biladisadari bahwa hai ini akan menjadi makin besar di masamendatang.

Tugas seorang dokter selain harus dapat mengobati, me-

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 21

ringankan penderitaan dan menyenangkan pasien, juga harusdapat mengupayakan peningkatan derajat kesehatan seseorang,keluarga atau masyarakat. Bahkan kini juga harus dapatmenolong pasiennya yang telah sembuh itu -- karena masihtersisa cacatnya -- untuk dapat meningkatkan kemampuanfungsional pasiennya agar dapat hidup sebagai orang yangberswasembada, produktif dan berperan dalam masyarakat.Dalam hal ini, seorang dokter selain menetapkan diagnosispenyakit juga harus dapat menetapkan jenis dan derajat keca-catan pasiennya yang telah sembuh, dan untuk setiap penyakitatau cacat harus difikirkan bagaimana upaya rehabilitasinya.

Upaya rehabilitasi medik (fisik dan mental) mempunyaikedudukan yang penting, baik sebagai upaya kesehatan yangparipurna maupun sebagai bagian awal dari upaya rehabilitasiterpadu. Demikian pula halnya dengan rehabilitasi pasien mentaltelah mengalami perkembangan, baik dalam RSJ mau-

pun dalam kerjasamanya dengan berbagai sektor.

KEPUSTAKAAN

1. Disability Prevention and Rehabilitation, WHO Report of WHA (A29/DOC/2), 1976 .

2. Kusumanto Setyonegoro dan Garjito SO. Tinjauan Kesehatan Jiwa Mengenai Disabilitas Psikososial dan Rehabilitasinya, Prasa- ran, Simposium Rehabilitasi, Palembang, 24—25 April 1981.

3. Garjito SO. Rehabilitation of the Psychosocially Disabled, Prasa-ran, ASEAN Forum on the Rehabilitation of the PsychosociallyDisabled Person, Jakarta, 29 Nop — 4 Dec. 1981 .

4. International Classification of Impairments, Disabilities, andandicaps, WHO, Geneva, 1980.

5. Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia,Dit. Kesehatan Jiwa Ditjen Yankes Dekes RI, 1983.

6. Pedoman Kerja Badan Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat (BP KJM), Dit. Kesehatan Jiwa, Ditjen Yankes Depkes RI, 1983.

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

Komputerisasi Data Demografik dan Psikiatrik

Pasien Mental di Indonesiadr. Rudy Salan

Kepala Subdirektorat Epidemiologi dan Psikofarmakologi Direktorat Kesehatan Jiwa, Depkes RI

PENDAHULUAN

Perkembangan dan pemanfaatan teknologi modern sudahmeresap di segala lapangan kehidupan, begitu pula di bidangilmu kedokteran. Sejak 1971 Departemen Kesehatan RI c.q.Direktorat Kesehatan Jiwa mulai mengadakan pencatatan danpelaporan tentang data demografik dan kondisi pasien mental diseluruh Indonesia. Proyek ini yang dimulai dengan pengum-pulan data dari pasien yang dirawat di dalam rumah sakit jiwa diseluruh Indonesia dilaksanakan dalam rangka kerjasama antaraDirektorat Kesehatan Jiwa dengan International CommitteeAgainst Mental Illness (ICAMI), New York, USA.

Proyek ini, yang meliputi ruang lingkup nasional dimung-kinkan karena semua aktivitas pelayanan kesehatan jiwa Pe-merintah berada di bawah naungan atau dikoordinasi oleh Di-rektorat Kesehatan Jiwa. Di seluruh Indonesia sekarang tersebar30 RS Jiwa Pemerintah dengan kapasitas tempat tidur masing-masing RS Jiwa sekitar 300 = 500 tempat tidur, dengankapasitas total untuk seluruh Indonesia sekitar 7000 tempattidur. Dalam jumlah ini belum termasuk kapasitas tempat tidurdari fasilitas perawatan pasien mental di luar RS JiwaPemerintah, seperti misalnya : RSU, RS ABRI, Fakultas Ke-dokteran, dan sanatorium swasta. Bila ini semuanya dihitung,diperkirakan kapasitas tempat tidur bagi pasien mental adalahkira-kira 8000 tempat tidur. Walaupun jumlah tempat tidur diIndonsia relatif kurang dibandingkan dengan negara-negara lain,namun dapat dibayangkan bahwa menyusun laporan berkala darisekian banyak fasilitas perawatan pasien mental dan mengolahdatanya secara sentral, merupakan pekerjaan yang tidak ringandan cukup kompleks. Apabila di samping itu akan diadakanmonitoring dari kondisi pasien-pasien mental, makapekerjaannya menjadi lebih rumit lagi.

Dengan adanya pengobatan modern dengan obat-obat psi-kofarmaka, maka lama perawatan pasien mental dapat diper-pendek menjadi 1-3 bulan, yang berakibat turnover pasien

menjadi lebih cepat dan jumlah pasien menjadi cukup besar.Selain itu, perlu dicatat pula bahwa jumlah psikiater Indonesiamasih jauh dari memadai dengan sekitar 1-2 psikiater bagi RSJiwa di luar Jawa dan 4-8 psikiater bagi RSJ di Jawa. Melihathal demikian, maka dapat dibayangkan bahwa untuk mengatasikesulitan ini satu-satunya cara adalah otomatisasi pencatatandan pelaporan pasien mental.

Dalam karangan ini akan dilaporkan pengembangan suatusistim informasi tentang pasien mental yang berobat di fasi-litas-fasilitas kesehatan jiwa dengan implikasi internasional.

SEJARAH PERKEMBANGAN SISTIM INFORMASI KE-SEHATAN JIWA

Sejak Direktorat Kesehatan Jiwa dibentuk sebagai instansiutama dalam lingkungan Departemen Kesehatan RI untukmengurus dan mengatur kegiatan kesehatan jiwa di seluruhIndonesia pada tahun enampuluhan, maka mulai diciptakansuatu sistim pencatatan dan pelaporan tentang kegiatan RS Jiwadan keadaan pasiennya. Sistim pencatatan dan pelaporan padawaktu itu bersifat laporan tentang pasien yang dirawat di RSJiwa saja, khususnya laporan yang merupakan masukan untukmaksud administratif. Laporan-laporan ini biasanya dibuatsekali dalam tiga bulan. Dengan pembuatan laporan-laporansecara konservatif ini, mulai tampak beberapa ketimpangan-ketimpangan yang pada kesempatan ini disebutkan sebagiansaja. Selama beberapa tahun laporan-laporan ini mengalamiperubahan-perubahan untuk perbaikan. Akan tetapi walaupunperbaikan-perbaikan tercapai juga, perubahanperubahan yangagak sering ini mempunyai efek merugikan, yaitu terjadinyakebingungan antara para penyusun laporan perihal pengisianbeberapa elemen dalam laporan yang kurang jelaspengertiannya, atau istilah-istilah yang kurang jelas batasannya.Dapat disebut di sini beberapa contoh, misalnya kriteria untukmengklasifikasi diagnosis klinik dalam diagnosis

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 23

statistik, penggunaan istilah pasien baru dan lama, pasien yangdipulangkan atau melarikan diri, dsb. Laporan-laporan ini puntidak menyediakan kesempatan dalam sistimnya untukmemberikan semacam umpan balik (feedback) kepada rumahsakit yang bersangkutan, hal mana adalah esensial bagi suatusistim pencatatan dan pelaporan yang baik. Umpan balikmerupakan dorongan yang positif bagi petugas-petugas di rumahsakit untuk menyusun laporan yang tepat dan akurat, di sampingbagi staf RSJ merupakan bahan penting untuk memperbaikikegiatan RSJ seoptimal mungkin. Salah satu kendala bagi sistimpencatatan dan pelaporan yang sebenarnya merupakan kendalayang umum bagi upaya pengumpulan data di Indonesia, yaitumereka yang ditugaskan melaksanakan pengumpulan data danmenyusun laporan laporan pada umumnya tidak atau kurangminat terhadap bahasa angka-angka. Mereka biasanya kurangpula menghayati pentingnya untuk mengirim data dan laporan-laporan yang akurat. Mengingat kesukaran-kesukaran yangcukup besar untuk melumpuhkan kegiatan Direktorat KesehatanJiwa sebagai instansi yang berwenang dalam upaya kesehatanjiwa di Indonesia, maka sejak beberapa tahun dicarilahpenyusunan suatu sistim informasi tentang pasien mental denganberpedoman pada beberapa kriteria sebagai berikut : sistim danproses pencatatan dan pelaporan harus efisien dan efektif, harusdigunakan istilah-istilah yang pengertiannya tidak meragukanlagi, dan pencatat maupun pelapor harus memiliki expertise dibidang psikiatri yang lebih besar dibandingkan dengan petugas-petugas sebelumnya. Ini berarti bahwa psikiater harus secaraaktif diikutsertakan dalam sistim informasi ini, dan petugasadministrator rutin mempunyai tugas terbatas pada segiadministratif dari sistim informasi ini saja; yaitu pengaturanketertiban penyimpanan dan pengiriman data dan tugas-tugasadministratif lain.

Salah satu ciri khas bagi ilmu psikiatri adalah bahwa dalamtubuh disiplin ilmu ini terdapat banyak aliran dan orientasiteoritik yang berakibat bahwa antara para psikiater terdapat carapenyusunan laporan pasien berdasarkan orientasi masing-masing, yang acapkali sangat berbeda. Untuk dapat mencipta-kan suatu sistim informasi yang meliputi semua aliran psikiatrikyang terdapat di antara para psikiater, perlu disusun suatu statusmentalis pasien yang mencatat hal-hal dasar tentang kondisipasien yang dapat diterima oleh semua psikiater sebagai datautama dalam pencatatan dan pelaporan mereka.

Mengingat hal-hal di atas ini, maka Direktorat KesehatanJiwa telah mengadakan kerjasama dengan International Com-mittee Against Mental Illness (ICAMI), New York, U.S.A. untukmenyusun suatu sistim informasi yang dapat memenuhipersyaratan tersebut.

Pada tahun .1964 - 1965, ICAMI telah melakukan kerja-sama dengan Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia (Psychiatric Pilot Project). Berdasarkan penga-laman-pengalaman preliminer ini, kerjasama tadi diperluas de-ngan melibatkan Direktorat Kesehatan Jiwa agar supaya pem-baharuan dapat mencakup seluruh Tanah Air. Pada tahun 1970,terbentuklah tim khusus di Direktorat Kesehatan Jiwa untukmenangani masalah sistim informasi ini.

Sebagai formulir dasar untuk pencatatan dan pelaporan

digunakan kuesioner dari ICAMI yang dikenal dengan namaGeneral Purpose Psychiatric Questionnaire (GPPQ). Formatasli yang digunakan untuk optical scanning bagi komputer IBM360 model 30 dirubah dan disesuaikan dengan keadaan diIndonesia. Terjemahan dalam bahasa Indonesia telah diper-siapkan dengan penyesuaian items-nya. Kuesioner ini merupa-kan daftar isian multiple choice yang berisi data demografik danpsikiatrik dari pasien mental, yang pengolahannya menggunakankomputer. Hasil print-out berupa dua macam :

(1) ceritera informatif (narrative) dari pasien-pasien mentaldalam bahasa Inggris dan Indonesia

(2) laporan statistik dari data yang tercantum dalam kuesioner.

Kedua hasil ini dianggap penting sebagai umpan-balik bagiRSJ, sebab dengan kurangnya jumlah psikiater dan dokter di RSJacapkali status pasien hanya diisi seperlunya saja. Lagi pula datayang minim itu tidak sempat diolah karena untuk mengolahnyaperlu tenaga khusus.

Dengan adanya narrative print-out, pekerjaan dokter di RSJuntuk menyusun status pasien dapat dipersingkat sekali. Laporandan tabulasi statistik juga merupakan umpan balik yang cukupbaik, karena dari data itu pimpinan RSJ dapat dengan mudahmengetahui profil pasien mental di RSJ-nya dan dapatmembandingkannya dengan RSJ lain.

Mulai triwulan pertama dalam tahun 1971, diadakan ujicobadari daftar isian ini di RSJ di Jawa dan Bali, dan penjajaganterhadap pengolahan dan pengelolaan sistim informasi ini. Darihasil ujicoba ini diadakan perbaikan-perbaikan dan perubahan-perubahan dalam daftar isian dan sistim pengelolaannya. SejakApril 1971 proyek ini berjalan dengan lancar di Jawa dan Bali,dan pada akhir 1971 telah dapat dihasilkantabulasi pertama dari 1314 pasien mental1. Berdasarkan pe-ngalaman-pengalaman yang menggembirakan ini, diadakanperluasan proyek ke daerah di luar Jawa dalam tahun 1972, danpada akhir tahun 1972 dapatlah tercakup seluruh jajaran RSJ dariSabang sampai Abepura di bawah naungan Direktorat KesehatanJiwa dan fasilitas psikiatrik lainnya2. Sejak 1972 hingga kiniDirektorat Kesehatan Jiwa menerbitkan laporan profil dankondisi pasien mental dari semua fasilitas psikiatrik setiaptahunnya3. Setelah daftar isian yang digunakan sudah mantap,maka namanya diganti dengan Daftar Isian Pasien Mental RawatRumah Sakit atau DIPAM Rawat RS. Sejak sukses pertama itumulai dikembangkan DIPAM lain. DIPAM Rehabilitasi yangmerupakan suatu formulir pencatatan dan pelaporan tentangpasien mental yang mengalami proses rehabilitasi,dikembangkan pada tahun 1973 dan digunakan pada RSJ yangmemiliki unit rehabilitasi. Pada tahun 1977 dikembangkanDIPAM Rawat Jalan yang maksudnya digunakan dalampelayanan pada poliklinik psikiatri khusus bagi pasien yangberobat jalan saja. Pada tahun 1980 dikembangkan DIPAMPemulangan yang diisi apabila pasien yang dirawat di RSJdipulangkan. Dari DIPAM Pemulangan yang dikombinasikandengan DIPAM Rawat RS dapat disusun "patient movementdata", lama perawatan, dan lain informasi untuk perencanaandan evaluasi. Walaupun empat DIPAM ini dikembangkantersendiri, pada dewasa ini sedang diusahakan suatu lin-

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

kage yang memungkinkan mengikuti perjalanan masing-masingpasien dari mulai kontak pertama dengan fasilitas psikiatrikhingga kontak terakhir.

PENGELOLAAN SISTIM INFORMASI

Sejak sistim informasi ini diciptakan, Direktorat KesehatanJiwa merupakan instansi sentral yang mengkoordinasi se luruhsistim dan mengadakan pengolahan secara sentral dari datapasien mental yang tertera dalam sistim DIPAM. Semua DIPAMdiisi oleh psikiater, dokter atau perawat yang bersangkutansesuai dengan bidangnya. Selanjutnya pada tiap fasilitaspsikiatrik DIPAM dikumpulkan oleh seorang administrator (koordinator) yang memeriksa secara teliti masing-masingDIPAM, apakah ada items yang kurang atau lupa diisi. Yangmenjadi perhatian utama dalam pemeriksaan ini adalah itemsyang berisi nomor identifikasi pasien, fasilitas psikiatrik, danbeberapa items yang penting untuk dianalisa seperti jeniskelamin, umur, tanggal masuk, diagnosis dsb. Items yang men-jadi perhatiannya khusus itu dicetak dengan tipografi agak bedadari items lainnya. Setelah itu codingsheet yang ada padaformulir DIPAM dirobek, DIPAM aslinya dikembalikan ketempat asalnya, dan codingsheet dikirimkan ke DirektoratKesehatan Jiwa untuk diolah lebih lanjut. Bagi fasilitas-fasilitaspsikiatrik di Jawa, codingsheet ini dikirim setiap 2 minggu sekali,sedangkan bagi fasilitas-fasilitas psikiatrik di luar Jawa sekalisebulan.

Sesampainya di Direktorat Kesehatan Jiwa, data diperiksakembali oleh seorang petugas perihal kelengkapan mformasidalam DIPAM. Setelah semuanya dianggap lengkap, makacodingsheets dikumpulkan dan dikirim ke pusat pengolahanuntuk dialihkan kepada keypunch cards. Punched cards yangmemuat semua data kemudian dimasukkan ke dalam kom puteryang menghasilkan narrative print-out, yang satu kopi nanti akandikirimkan kepada rumah sakit yang bersangkutan dan satu kopidisimpan dalam ruangan khusus di Direktorat Kesehatan Jiwa.

Mengingat syarat utama bagi pengolahan data secara otomatik yaitu data harus bersih, maka koreksi data perlu dilakukanuntuk menjamin keabsahan data. Untuk itu, dalam sistim ini telahdikembangkan suatu batch-editing system4 di mana setiapkiriman data diperiksa melalui komputer perihal kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan yang masih terdapat dalamdata. Dalam sistim ini terdapat unsur-unsur sebagai berikut :1. Pemeriksaan DIPAM oleh petugas di RSJ atau fasilitas

psikiatrik, dan perbaikan data bila diperlukan.2. Pemeriksaan DIPAM oleh petugas di Direktorat Kesehatan

Jiwa perihal data esensial yang diperlukan untuk menjamininput yang baik.

3. Editing oleh komputer. Untuk ini telah dikembangkan suatubatch-editing program yang terdiri dari 3 macam hasilkeluaran :a. Error analysis report yang mengidentifikasi kesalahan

yang dibuat dalam masing-masing pengiriman.b. Hospital summary batch-editing report yang melapor-

kan persentase dari items yang diisi secara tidak tepat.

Laporan ini dimaksudkan agar supaya pars pengisiDIPAM dapat memusatkan perhatiannya pada itemstertentu yang diisi secara kurang memuaskan.

c. Hospital summary batch -editing report Untuk semuafasilitas psikiatrik yang dimaksudkan agar petugas diDirektorat Kesehatan Jiwa dapat secara tepat dan cepatmemperoleh gambaran tentang kualitas laporan yangdibuat oleh fasilitas -fasilitas psikiatrik.

Pada akhir tahun kalender, semua data yang telah dikirimkan olehfasilitas-fasilitas psikiatrik diolah bersama dalam suatu tabulasistatistik yang diterbitkan setiap tahunnya.

Sekalipun dalam buku laporan statistik ini diterbitkan 56tabel standar dan 10 grafik, namun setiap waktu dapat di-mintakan tabel-tabel lain di luar tabel standarapabila ini dibu-tuhkan oleh salah satu fasilitas psikiatrik misalnya untuk usahaadministratif atau riset. Untuk tujuan itu, cross-tabulationprograms telah dipersiapkan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa.

ISI DARI DIPAMSebagai gambaran dari ruang lingkup perangkat data pada

sistim informasi DIPAM, dalam karangan ini akan dikemuka.

kan beberapa contoh data yang dicatat dan dilaporkan.1. DIPAM Rawat RSBagian I : Bagian ini berisi informasi administratif dan per-sonal, seperti: nama, nomor identifikasi, jenis kelamin, alamattempat lahir, nomor identifikasi rumah-sakit, tanggal masukrumah sakit, dokter yang memeriksa, rujukan, dan sumberanamnesis. Di sini juga ditanyakan tentang latar belakanglingkungan, seperti dibesarkan di tempat urban atau rural, jumlahorang yang hidup bersama dengan pasien dsb. Informasi tentangorang tua pasien ditanyakan di bagian ini pula, yaitu apakahmereka masih hidup, bercerai, pisah atau kawin kembali.Selanjutnya ada informasi tentang pendidikan, status perkawinan,pekerjaan, keadaan perumahan, komposisi dari rumah tangga,aktivitas keagamaan, dan aktivitas dalam masyarakat.Bagian II: Bagian ini berisi data medik-psikiatrik.Di sini ditanyakan tentang lamanya episode penyakit sekarang,cepatnya timbul penyakit, remisi, jumlah episode, perawatansebelumnya, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, per-kiraan taraf inteligensi, penyakit jiwa dalam keluarga atau pe-nyakit lain, sikap keluarga terhadap penyakit pasien, perilakukriminal, tahanan, hukuman, diagnosis pada waktu masuk,prognosis dan pengobatan sebelum masuk rumah sakit.2. DIPAM RehabilitasiDipam ini terdiri dari 3 bagian :Bagian I : Bagian ini berisi data tentang latar belakang sosio-kultural, diagnosis, pengobatan pasien dalam ruangan, infor-masi tentang pekerjaan dan prestasi serta partisipasi keluargadalam usaha rehabilitasi.Bagian II : Bagian ini meliputi data tentang pemeriksaan preliminer, seleksi dan testing psikologik untuk menentukan bakatuntuk latihan-latihan tertentu.Bagian III : Bagian ini berisi data tentang evaluasi pasien, ke .

mampuan untuk beradaptasi sosial dan prestasi pekerjaan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 25

Aspek rekreasi dan penyesuaian pribadi dinilai pula dalam bagianini. Selanjutnya dicantumkan suatu prognosis di lihat dari segimental maupun sosial, dan akhirnya disusun suatu rencana followup.3. DIPAM Rawat Jalan

Sebagaimana disusun dalam DIPAM Rawat RS, dalam DIPAM ini terdapat pula dua bagian yang terdiri dari data demo-grafik dan psikiatrik dengan diagnosis , terapi tindak lanjut, danprognosis. Data yang dicatat dalam DIPAM ini jauh lebihsederhana, mengingat bahwa pengisiannya harus selesai dalamsitu kali kunjungan dibandingkan dengan DIPAM Rawat RSyang untuk pengisiannya diberikan waktu satu minggu.4. DIPAM Pemulangan

DIPAM ini tidak berdiri sendiri dan harus dikaitkan dengandata yang terdapat dalam DIPAM Rawat RS. Selain beberapadata identifikasi yang memungkinkan DIPAM ini di. kaitkandengan DIPAM Rawat RS, terdapat data tentang pengobatanyang diberikan selama perawatan, tanggal pemulangan dan jenisterminasi perawatan, diagnosis akhir, dan rencana follow-upselanjutnya.MANFAAT DARI SISTIM INFORMASI INI

Perihal manfaat dari proyek ini dapat dikemukakan beberapahal sebagai berikut :1. Bidang medik-psikiatrik

Sistim ini memungkinkan pencatatan yang lebih lengkap daripada dengan cara yang konvensional, karena banyak data dapatdirekam dan diolah dengan menggunakan unit pengolahanotomatik. Selain data sosiodemografik, dapat pula diperoleh datamedik-psikiatrik tentang perkembangan penyakit pasien daripermulaan hingga kini. Strategi terapi dan obat-obatan yangpemah diberikan kepada pasien dapat langsung dilihat sehinggatidak perlu lagi dicoba obat psiko-farmaka lain.2. Bidang administratif dan perencanaan

Analisis data dari DIPAM dapat berguna bagi administratorperencana, maupun untuk mengambil keputusan. Informasitentang beban dan jumlah pasien, perubahan-perubahan sesuaidengan musim (seasonal trends), kebutuhan akan obat-obatan ,hubungan antara perawatan pertama (first admission) danperawatan berkali-kali, dan sebagainya akan berguna sebagaimasukan untuk perubahan kebijaksanaan pengelolaan rumahsakit 5-7

3 Bidang PenelitianKarena data diperoleh dari semua bagian di Indonsia ber-

dasarkan kriteria pencatatan yang sama, maka perbandingandapat dibuat antara daerah satu dengan daerah lain. Kualitaspelayanan dapat pula dibandingkan dan perbaikan dapat di-sarankan. Data statistik rumah sakit yang mantap dapat di-kumpulkan dari tahun ke tahun. Ini dapat mengarahkan pe-nelitian-penelitian operasional dan evaluatif lebih lanjut. Selaindaripada itu, informasi secara stabil akan dapat menstimulasipenelitian-penelitian epidemiologik yang lebih canggih‚4. Bidang Pendidikan

Mengisi DIPAM itu sendiri merupakan suatu pengalaman

edukatif. Para dokter dan petugas paramedik dilatih untuk me-ngemukakan pertanyaan yang lebih akurat dan secara lebihsistematik. Dengan adanya kriteria yang seragam dan yang di-setujui bersama, maka komunikasi antara psikiater dapat lebihdipermudah.

PENGGUNAAN DARI SISTIM INFORMASI INI

Dengan adanya sistim informasi ini, telah diletakkan dasarinfrastruktur dari suatu sistim yang mantap dan yang dapatdikembangkan lebih lanjut. Para administrator sekarang sudahmemperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang ke.adaan pasien mental di Indonesia. Dengan menggunakan Pe-doman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) I,1973, dapat dibuatkan komparasi antara praktek diagnosismacam-macam fasilitas psikiatrik 8. Beberapa trend diagnostikdengan segera dapat dilihat dan dimonitor bila ini diperlukan.Tentang penerimaan pasien untuk dirawat, dapat dilihat rumahsakit mans yang menerima pasien kronik lebih banyak diban-dingkan dengan rumah sakit lain6. Informasi ini selain bernilaisebagai data epidemiologik, berguna pula untuk merencanakanketenagaan. Dari data yang diperoleh hingga kini, dapat di-kemukakan, bahwa keterlambatan mengobati pasien mental kerumah sakit adalah sekitar 2.6 bulan. Ini berarti di dalam masa itujelas terdapat usaha pengobatan lain dan berada di luar ruanglingkup dari sistim rumah sakit jiwa. Penelitian selanjutnyamenunjukkan bahwa para pengobat tradisional memegangperanan yang cukup penting dalam masa-masa pertamaseorang menderita sakit jiwa. 5-6.

Dari data ini dapat pula dihitung hospital admission ratesper 100.000 penduduk, yang menunjukkan bahwa jumlahkapasitas tempat tidur untuk pasien mental dan jumlah RS Jiwamasih jauh di bawah negara-negara berkembang lain. Selain itu,admission rates antara propinsi -propinsi di Indonesia berbedacukup jauh, ini sangat erat kaitannya dengan kepadatanpenduduk. Dengan demikian, dapat dipertanggungjawabkanpembangunan RS Jiwa barn di propinsi-propinsi yang belummemiliki RS Jiwa. Selain itu, dari pola rujukan terlihat bahwakebanyakan pasien dikirim untuk dirawat di RS Jiwa olehkeluarganya, dan sebagian kecil saja yang dikirim oleh polisi ataupengadilan. 9.

Kegunaan yang sangat menonjol adalah dalam hal me-monitoring penyalahgunaan obat narkotik claim masyarakat.Pada waktu penyalahgunaan obat narkotik mulai memasukiIndonesia di tahun 1969 dan memuncak pada tahun 1973, hanyaDirektorat Kesehatan Jiwa yang memiliki data tentangpenyalahgunaan obat narkotik yang dirawat di RS Jiwa. DariData ini dapat dilihat perkembangan penyalahgunaan obat nar-kotik secara epidemiologik yang memuncak pada tahun 1972-1974; menurun pada tahun 1977 - 1978, dan selanjutnyamemperlihatkan pola endemik10. Beberapa kecenderunganperubahan dalam variabel umur dan taraf sosial-ekonomis dapatjelas terlihat dari tahun ke tahun. Karena kemantapan data ini,maka setiap tahun data ini dikutip dalam laporan tahunanASEAN DRUG EXPERT MEETING dan badan-badaninternasional seperti WHO, Colombo Plan dsb.

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

PENUTUPDari apa yang telah diuraikan di atas, jelas bahwa suatu

sistim informasi tentang pasien mental dengan menggunakanteknologi modern dapat dilakukan juga di negara yang sedangberkembang dan berpenghasilan rendah. Walaupun biaya padawaktu mulai menegakkan sistim ini tinggi, namun setelah sistimcukup stabil, biaya dapat dikurangi secara memuaskan dengankegunaan yang melebihi dari sistim informasi konvensional lain.

KEPUSTAKAAN

1. Satin R dan Sadono B. General Purpose Psychiatric Qustionnaire,Departemen Kesehatan, Direktorat Kesehatan Jiwa, 1971.

2. Salan R and Sadono B.A computerized recording system for mentalpatients in Indonesia, Proceedings of the Second Regional Seminaron Psychotropic Medication, Kuala Lumpur, Malaysia, 1973.

3. Buku Laporan Paden Mental dan Narkotik di Rumah Sakit Jiwa diIndonesia, (terbitan setiap tahun dart tahun 1972-1982), Direktorat Kesehatan Jiwa, Dep. Kes RI

4. Salan R The Indonesian automated information system for mentalpatients, National Workshop on Psychiatric Epidemiology, Direk-torat Kesehatan Jiwa. 1977.

5. Sadono B, Tjahjsna 1, Setyonegoro IC, and Salan R. Utilization of mental helath data system for helath planning, in Information Su- pport to Mental Health Programs. Laska EM et al Eds. New York: Human Sciences Press, Inc. 1983.

6. Saban, R. Eksaserbasi gangguan mental sebagai parameter efektivi-tas terapi dalam psikiatri, Jiwa 10;1977 (4) : 97 - 107.

7. Salan R. Personal Characteristics of first admissions in mental hos-pitals in Indonesia, Jiwa 8 1975; (3) : 33-53.

8. Taintor, Zebulon and Kline, Nathan. The use of computers by theMinistry of Health in Indonesia, in Safeguarding Psychiatric Pri-vacy — Computer Systems and Their Uses. Laska EM and BankR. Eds. John Wiley and Sons, 1975.

9. Salan R. Laporan Subdit Pengembangan Program Direktorat Ke-sehatan Jiwa, Jiwa 14 1981; (2) : 91 -111.

10. Satan R. National mental hospital reporting programme: sometrends in the number and characteristics of drug users in Indonesia1972 - 1977, Proceedings Workshop on Reduction of Demand forIllicit Drgu s in South East Asia, Penang, Malaysia 14-20 May 1979, AColombo Plan PUbliation,1979.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 27

Pengertian PertanggungjawabanKriminal Atas Perbuatan Individual

Dalam RangkaVisum et Repertum Psikiatrikum

dr. Rudy SalanKepala Subdirektorat Epidemiologi dan Psikofarmakologi Direktorat Kesehatan Jiwa, Depkes RI

Salah satu titik sentuh di antara sekian banyak titik sentuhantara disiplin ilmu kedokteran jiwa dan ilmu hukum pada forumperadilan adalah pengertian tentang pertanggungjawabankriminal (kadang-kadang juga disebut pertanggungjawabanpidana, toerekenbaarheid, toerekeningsvatbaarheid, criminalresponsibility). Titik sentuh ini merupakan hal unik yang tidakdidapati pada cabang-cabang ilmu kedokteran lain.

Bila dalam suatu perkara pidana, seorang tersangka atauterdakwa diragukan kondisi kesehatan jiwanya saat ia melakukanperbuatan pidana, maka yang berwenang dalam sidang peradilandapat memanggil seorang ahli kedokteran jiwa (psikia ter), untukmemberikan keterangan ahli dalam sidang peradil an. Tujuannyauntuk menetapkan apakah terdakwa itu menderita gangguanjiwa atau tidak. Konsekuensi dari keterangan ahli ini : adatidaknya gangguan atau penyakit jiwa pada terdakwa akandikaitkan dengan dapat atau tidaknya dipertanggungjawabkantindak pidana tersebut kepadanya.

Sikap yang demikian dalam peradilan memang masuk akal,karena sejak dahulu dirasakan adanya unsur ketidakadilan bilaperaturan-peraturan hukum yang berlaku untuk orang normalditerapkan kepada mereka yang terganggu jiwanya. Sikap yangamat manusiawi dari peradilan ini perlu dipuji, namun justrudengan adanya sikap manusiawi ini timbul masalah-masalah lainyang mempersukar penilaian hakim atau penegak hukum. Sejauhmanakah hukum biasa dapat diberlakukan terhadap seorang yangada gangguan jiwanya? Sejauhmanakah perkecualian dapatdiberikan? Ini semua merupakan pertimbangan yang cukup rumitbagi hakim.

Dalam KUH Pidana yang hingga kini masih berlaku, dalamfasal 44 ayat I dan 2 disebut hal-hal sebagai berikut :

1) Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena kurang sem-

* Naskah disampaikan dalam Simposium Psikiatri Kehakiman, KongresNasional I I I , PNPNCH, JOJuli ‚ 2 Agustus 1984, Medan.

puma akalnya atau karena sakit berubah akal tidak bolehdihukum.

2) Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkankepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karenasakit berubah akal, maka Hakim boleh memerintahkanmenempatkan ia di rumah sakit gila selama -lamaya satutahun untuk diperiksa.Bahwa makna sikap manusiawi dari peradilan di negara kita

tercermin dalam fasal 44 KUH Pidana tidak dapat diragukan lagiYang menjadi masalah di sini yaitu batasan-batasan dan istilah-istilah. Salah satu istilah yang ingin diketengahkan di sini adalah :"tidak dapat dipertanggungkan kepadanya" atau dalam bahasaBelanda aslinya "niet kan worden toogerekend"

Banyak hal telah ditulis dan dibahas tentang pertanggunganatau pertanggungjawaban ini. Beberapa aspek telah disorot antaralain : falsafahnya, pertanggungjawaban pidana dikaitkan dengankemauan bebas dan aliran determinisma, pertanggungjawabanpidana dalam kaitannya dengan fungsi ego1 dsb. Namun demikianhingga kini belum dicapai kesepakatan tentang batasan-batasandari pertanggungjawaban pidana ini. Di satu pihak ilmu hukummengintroduksi pengertian dan istilah ini dalam perundang-undangan, tetapi di lain fihak para penegak hukum selalumenanyakan kepada ahli ilmu kedokteran jiwa untuk menetapkanapakah suatu perbuatan melanggar hukum (pidana) dapatdiptertanggungjawabkan kepada seorang terdakwa yang didugaterganggu jiwanya. Jadi jelaslah bahwa konsep dan pengertianpertanggungjawaban pidana merupakan konsep hukum tanpadiberikan batasan-batasan yang tegas, yang dalam prakteknyadokter ahli jiwalah yang harus menentukan. Problema di sini,seorang dokter tidak dapat dianggap kompeten menentukanpertanggungjawaban pidana ini, karena dalam pendidikankedokteran tidak ada suatu mata pelajaran khusus yangmembahas dan mengkuliahkan semua seluk-belukpertanggungjawaban pidana. Dapat dilihat suatu

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

daerah sentuh antara disiplin ilmu kedokteran jiwa dan disiplinilrnu hukum yang kabur, kurang jelas pengertian maupun kon-sepnya, yang mau tidak mau akan menimbulkan beranekaragampermasalahan, khususnya dalam suatu proses peradilan di bawahsorotan mass media dan masyarakat.

Tentang kemampuan dan kompetensi seorang psikiateruntuk menetapkan pertanggungjawaban pidana seorang ter-dakwa; antara para dokter sendiri timbul pendapat-pendapatyang berbeda. Ada yang berpendapat bahwa masalah pertang-gungjawaban (atau kesalahan, schuld, culpa) adalah masalahpsikiatri dan oleh karenanya seorang psikiater dapat lebih pastimenentukannya daripada hakim. Hanya psikiaterlah yang dapatmenentukannya secara ilmiah2. Dilihat dari segi teori psi-kodinamik, telah dicoba pula ditetapkan tentang tidak dapat nyadipertanggungjawabkan suatu tindak pidana dari kurangberkembangnya ego 1

Di samping pendapat-pendapat ini, ada pula pendapat-pen-dapat yang bertentangan, yaitu hanya hakimlah yang dapatmenetapkan apakah suatu perbuatan dapat dipertanggung-jawabkan atau tidak,3,4 sedang tugas seorang psikiater hanyamenetapkan fakta medik-psikiatrik saja. Dengan latar belakangmedik-psikiatrik ini, hakimlah yang selanjutnya menetapkanapakah terdakwa dapat mempertanggungjawabkan perbuatan-nya atau tidak.

Pada masa sebelum KUHAP berlaku, pemberian keterang-an ahli kedokteran jiwa dalam rangka visum et repertum hanyadimintakan oleh hakim saja (Undang-Undang nomor 3 tahun1966 tentang Kesehatan Jiwa fasal 5 ayat 1 sub e), dan biasanyadalam redaksi dari permintaan itu ditanyakan apakah tindakpidana yang dilakukan oleh terdakwa dapat dipertang-gungjawabkan kepadanya atau tidak. Sesual dengan peraturanMenteri Kesehatan No. 1993/KDJ/U/70 tentang PerawatanPenderita Penyakit Jiwa tahun 1970, di mana beberapa fasal-fasal dan lampirannya mengatur secara teknis pelaksanaanketerangan ahli kedokteran jiwa. Dari psikiater diharapkan untukmemberi jawaban konfirmatif atau non-konfirmatif dalamkesimpulan pemeriksaannya terhadap pertanyaan tentangpertanggungjawaban. Walaupun bagi beberapa psikiateldirasakan berat menjawab pertanyaan secara demikian, karenadianggapnya terletak di luar expertise mereka sebagai ahli dalamilmu kedokteran, namun hingga kini belum timbul persoalan-persoalan yang merumitkan kedudukan mereka. Pengalamanmenunjukkan bahwa di Indonesia kasus-kasus kontroversialjarang dikemukakan kepada para psikiater, dan biasanya hakimdengan penuh kepercayaan akan iktikad baik para psikiatermenerima keterangan ahli dengan baik. Kesan kami - yang kamiakui merupakan kesan yang sangat pribadi dan mungkin tidakdisetujui oleh banyak orang - yaitu pemeriksaan visum etrepertum psikiatrikum dijalankan karena diharuskan olehprosedur hukum, walaupun pada dasarnya hakim sudah mem-punyai dugaan tertentu tentang pertanggungjawaban tersangkaatau terdakwa.

Akan tetapi dengan diundangkannya KUHAP pada tahun1981, situasinya menjadi lain. Untuk menjelaskan hal ini perluditerangkan sedikit tentang lahirnya KUHAP. Sebelum adanyaKUHAP, peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hu-kum acara pidana dalam lingkungan peradilan umum adalah

Reglemen Indonesia yang diperbarui (RIB) atau yang jugadikenal dengan Het Herziene Inlandsch Reglement atau HIR (Staatblad tahun 1941 nomor 44). Dengan adanya undang-undang Nomor 1 Drt. tahun 1951, ditetapkan hanya satu hu-kum acara pidana yang berlaku untuk seluruh Indonesia, yaituRIB. Tapi ketentuan yang tercantum di dalamnya ternyatabelum memberikan jaminan perlindungan terhadap hak azasimanusia dan perlindungan terhadap harkat dan martabat ma-nusia sebagaimana wajarnya dimiliki oleh suatu negara s. Olehkarena itu, Het Herziene Inlandsch Reglement berhubungandengan Undang-Undang Nomor 1 Drt tahun 1951 (LembaranNegara tahun 1951 nomor 59, Tambahan Lembaran NegaraNomor 81) serta semua peraturan pelaksanaannya danketentuan yang diatur dalam peraturan perundang undanganlainnya, sepanjang hal ini mengenai hukum acara pidana perludicabut dan diganti dengan hukum acara pidana baru yangmempunyai ciri kodifikasi dan unifikasi berdasarkan Pancasiladan Undang-Undang Dasar 1945.

Beberapa fasal yang menentukan batasan dan mengaturprosedur penulisan keterangan ahli dalam KUHAP sesuai de-ngan jiwa perlindungan terhadap hak azasi manusia, menyata-kan hal-hal sebagai berikut :Keterangan ahli1. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh se-

orang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang di-perlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana gunakepentingan pemeriksaan (KUHAP Ketentuan Umumfasal 1 hutir 28)

2. Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan (KUHAP fasal 186).

3. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli ke-dokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajibmemberikan keterangan ahli demi keadilan. (KUHAP fasal179 ayat 1).

Alat bukti1. Alat bukti yang sah ialah

a. keterangan saksib. keterangan ahlic. suratd. petunjuke. keterangan terdakwa

(KUHAP fasal 184 ayat 1)Minta pendapat orang ahli

1. Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat mintapendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahliankhusus. (KUHAP fasal 120 ayat 1)

2. Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan danmengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki ke-ahlian khusus guna memberikan keterangan yang meng-untungkan bagi dirinya. (KUHAP fasal 65).

3. Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya per-soalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua si-dang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula mintaagar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. (KUHAP fasal 180 ayat 1).Dengan demikian keterangan ahli yang dahulunya hanya

dapat diminta oleh hakim, sekarang dapat diminta pula oleh

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 29

penyidik (polisi) dan tersangka atau terdakwa sendiri. Peratur-an-peraturan baru ini dapat menimbulkan situasi di man ke-terangan ahli jiwa diminta oleh beberapa pihak (lebih dari satupermintaan), katakanlah sebagian keterangan ahli a charge dan adecharge. Dengan perkembangan ilmu kedokteran jiwa yangsangat pesat akhir-akhir ini, di samping adanya beraneka-ragamorientasi ilmiah dan teoritik dalam ilmu kedokteran jiwa, dapatdibayangkan terjadinya situasi dikemukakannya beberapaketerangan dengan kesimpulan tentang pertanggungjawabanpidana yang berbeda-beda. Keadaan demikian dapat menyu-karkan kedudukan dan kredibilitas psikiater sebagai saksidalam suatu proses peradilan. Selain itu, perlu diingat apabilapertanggungjawaban pidana dikaitkan dengan gangguan ataupenyakit jiwa, konsep pertnggungjawaban pidana juga tidakbisa luput dari konsep sakit dan sehat dalam ilmu kedokteranpada umumnya, dan ilmu kedokteran jiwa pada khususnya6

Setidak -tidaknya bagi seorang yang berasal dari disiplin ilmukedokteran. Betapa jauhnya implikasi dan besarnya pengaruhterhadap interpretasi dari pertanggungjawaban pidana ini dapatdiduga tapi sukar dibayangkan. Apakah yang sekarang dapatdipakai sebagai pedoman, atau sekurang-kurangnya peganganbagi psikiater untuk menentukan pertanggungjawaban pidanaitu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang yang ber-wenang dalam suatu sidang peradilan?

Beberapa ahli hukum dan psikiater kehakiman telah men-coba memberikan sumbangan pikiran tentang masalah pertang-gungjawaban ini. Pada kesempatan ini akan dikemukakan pen-dapat dari beberapa ahli saja. Pendapat -pendapat ini perlu di-ketengahkan sebagai bahan pertimbangan bagi psikiater bila iadiminta membuat keterangan ahli dalam sidang peradilan. Padahakekatnya pendapat -pendapat ini dapat dikelompok-an dalam 2 golongan besar, yaitu : golongan pendapat dari EropaBarat (Perancis, Jerman dan Belanda) dan golongan pendapat darilingkungan Anglo-Saxon (Inggris dan USA).

Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana terdiridari tiga unsur :1. Toerekeningsvatbaarheid (dapat dipertanggungjawabkan).2. Suatu sikap psikis pelaku berhubung dengan kelakuannya.

a. Kelakuan yang disengaja (unsur sengaja);b. Kelakuan dengan sikap yang kurang berhati-hati atau

lalai (unsur kealpaan : culpa, schuld in engere zin);3. Tidak ada alasan untuk menghapuskan pertanggungjawaban

pidana pelaku (unsur toerekenbaarheid)4

Menurut Van Hamel, toerekeningsvatbaarheid itu suatukenormalan dan kematangan psikis yang membawa tiga macamkecakapan (geschiktheid) :

1. Dapat memahami arti dan akibat sungguh-sungguh perbuatansendiri;

2. Menyadari bahwa perbuatan-perbuatan itu tidak dibenarkanoleh masyarakat.

3. Menentukan kemauannya terhadap perbuatan-perbuatan itu.Jadi kesimpulannya toerekeningsvaatbaarheid berarti

kecakapan dan kemampuan7.Simons mengatakan: terekeningsvatbaarheid dapat di-

pandang sebagai suatu keadaan psikis, demikian rupa sehinggamenjatuhkan hukuman dari sudut umum atau pribadi dapat

dibenarkan. Si pelaku sanggup, cakap atau mampu mengetahuibahwa perbuatannya itu melanggar hukum dan sesuai dengankemauannya7.

Unsur-unsur toerekenbaarheid menurut Pompe adalah :1. Suatu kemampuan berpikir dari pelaku yang memungkin-

kan dia menguasai pikirannya serta menentukan kehendakatau kemauannya.

2. Oleh sebab itu pelaku dapat mengerti makna dan akibatkelakuannya.

3. Oleh sebab itu pula pelaku dapat menentukan kehendak-nya sesuai dengan pendapatnya (tentang makna dan aki-bat kelakuannya);Kemampuan berpikir itu terdapat pada orang normal, dan

dapat diduga demikian pula pada pelaku7.Di Inggris, peradilan berusaha menyusun suatu tes untuk

menentukan apakah seorang terdakwa dapat mempertanggung-jawabkan tindak pidananya atau tidak.

Pada tahun 1265, hakim Bracton mengemukakan tesbahwa seorang dianggap sakit jiwa bila kelakuannya bagaikanbinatang buas (wild beast). Pada tahun 1535, Fitz-Herbetmembuat formulasi suatu tes yang membebaskan seseorangdari hukuman apabila : "... account or number 29 pence, nortell who was his father or mother, or how old he is." 8

Satu abad kemudian, Sir Matthew Hale, ahli dalam masa-lah orang kriminil yang sakit jiwa mengemukakan tes di manaseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan perbuatannyaapabila is : ... labouring under melancholy distemper .. ".,

dan.. ordinarily as great understanding as a child of fourteen

years hath " 8Pada tahun 1724, suatu keputusan dalam peradilan Inggris

yang terkenal dengan Arnold case mengemukakan suatu tes untukmembebaskan seorang terdakwa yang sakit jiwanya apabila : "Thedependent had to totally deprived of his reason so that he didnot know what he is doing any more than an infant or a wildbeast would have known. " Tes ini yang juga dikenal dengannama wild beast test, merupakan suatu tes yang hampir serupadengan apa yang pernah diputuskan 500 tahun yang lalu.

Pada tahun 1800 terjadi suatu peristiwa di mana seorang yangbernama James Hadfield melakukan percobaan pembunuhanterhadap raja George III dari Inggris, dalam keyakinannya yangsalah (delusi) : bahwa Tuhan akan menghancurkan dunia, dan inihanya dapat dicegah dengan mengorbankan jiwanya sendiri.Karen sebagai orang yang saleh dia tidak mau melakukan tindakantercela bunuh diri, maka dia melakukan percobaan pembunuhanterhadap rajanya dengan perhitungan bahwa negara akanmenjatuhkan hukuman mati kepadanya. Dalam penjelasan kepadaanggota juri, hakim Kenyon menyatakan: "If a man is in aderanged state of mind at he time, he is not criminallyanswerable for his act." James Hadfield dibebaskan dari hukumanmati berkat strategi pembelaan dari pembela Thomas Erskine.Walaupun demikian, keputusan ini tidak sempat dijadikan prinsiphukum8.

Pada tahun 1812 terjadi peristiwa pembunuhan yang berhasilatas Perdana Menteri Inggris, Spencer Percival, yang dilakukanoleh seorang bernama Bellingham. Walaupun pada

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

waktu itu pembela mengemukakan sakit jiwa sebagai dasarpembelaan, namun hakim memutuskan Bellingham tetap salahdan dihukum gantung. Lord Mansfield sebagai hakim me-ngemukakan alasannya atas dasar bahwa seorang terdakwaadalah sakit jiwa apabila dia tidak dapat membedakan yangbenar dari yang salah (right from wrong)9

Peristiwa bersejarah yang sempat menggemparkan Inggrispada waktu itu adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorangScot bernama Daniel M'Naghten terhadap sekretaris pribadiPerdana Menteri Inggris Sir Robert Peel, yang bernama EdwardDrummond. M'Naghten menderita delusi persekutif danmenganggap bahwa partai Tories yang berkuasa pada waktu itumengguber-uber dan membuatnya bangkrut, sehingga diamelarikan diri dari Scotland. Untuk membalas dendam atasketidakadilan terhadap dirinya yang sesuai dengan delusinya itu,ia menghadang Edward Drummond yang disangka Sir RobertPeel dan ditembaknya sampai mati. Dalam sidang peradilan 9dokter menyatakan bahwa Daniel M'Naghten menderita sakitjiwa. Sesuai dengan hukum yang berlaku waktu itu M'Naghtendibebaskan. Ia dimasukkan dalam Rumah Sakit Jiwa selama 22tahun, hingga meninggal dunia. Pembebasan M'Naghtenmenimbulkan heboh besar dalam parlemen Inggris, danbeberapa hari kemudian 15 ahli hukum diminta menyusunpedoman untuk menentukan pertanggungjawaban kriminal.Hasilnya terkenal dengan nama "M 'Naghten rule" yangsingkatnya berbunyi sebagai berikut :"They ought to be told in all cases that every man is presumedto be sane, and to possess a sufficient degree of reason to beresponsible for his crimes, until the contrary be proved to theirsatisfaction; and that to establish a defense on the ground ofinsanity, it must be cleary proved that at the time of thecommitting of the act, the party accused with labouring undersuch a defect of reason, from disease of the mind, as not toknow the nature and quality of the act he was doing; or if he didknow it, that he did not know that he was doing what waswrong.Where a person labours under partial delusions only and is notin other respects insane, he must be considered in the samesituation as to responsibility as if the facts with respect towhich the delusion exist were real 8,10,11

"M'Naghten rule" ini penting karena berlaku di Inggris lebihdari 100 tahun dan juga di sebagian besar dari negara bagian diUSA. Namun terhadap "M'Naghten rule" ini ada beberapakritik yang perlu dikemukakan di sini. Tentang masalah right orwrong ini (tes ini juga dinamakan right or wrong test) tidakpernah dijelaskan secara lebih terperinci apakah salah inimenyangkut segi legal atau segi moral. Contoh perbedaan inidikemukakan oleh Sir James Stephen sebagai berikut : A telahmembunuh B. Walaupun A mengetahui bahwa tindakan inimelawan hukum, ia tetap melakukannya karena dia berpendapat(delusi) bahwa pembunuhan terhadap B adalah karena perintahdari Tuhan, dan tindakan ini akan menyelamatkan umat manusia.Bila wrong di sini berarti melawan hukum, maka merupakantindakan kriminal; tetapi apabila wrong berarti tindakan amoral, maka kepada A tidak dapat dipertanggungjawabkanperbuatannya itu9. Tetapi kritik yang lebih penting yaitu tes inihanya dapat digunakan terutama pada terdakwa

yang menderita halusinasi dan delusi. Bagi seorang psikiater,terdakwa dengan gejala-gejala lain yang sama berat sakitjiwanya tes right or wrong tidak dapat diterapkan. Dalamrangka ini Zilborg mengatakan : "This fundamentaldifference between verbal and purely intellectual knowledgeand the mysterious other kind of knowledge is familiar toevery clinical psychiatrist; it is the difference betweenknowledge divorced from affect and knowledge so fused withknowledge that it becomes a human reality. 9"

Apa yang dikemukakan oleh Zilborg ini menyangkut inti dariperbedaan persepsi para jurist dan psikiater tentang sakit jiwa,dan berhubungan dengan itu pertanggungjawaban pidana.Menurut para ahli hukum jiwa dipengaruhi oleh akal dan ke-mauan babas, dan suatu perbuatan adalah hasil dari perbuatanberencana yang sadar (consciously determined intent). Bagiseorang psikiater tindakan melawan hukum tidak selalu di-tentukan oleh perbuatan berencana yang sadar, akan tetapi hanyamerupakan hasil akhir dari runtuhnya sistim adaptif mental.Seorang psikiater menilai terdakwa lebih mendalam daripadahanya perbuatan itu sendiri. Dia menilai seluruh kepribadianterdakwa dan menelaah perbuatannya dari segi alam sadarmaupun tak sadar.

Zilborg selanjutnya mengatakan : "To force a psychiatrist totalk in terms of the ability to distinguish between right andwrong and of legal responsibility is .. . to force him to violatethe Hippocratic Oath, even to violate the oath he takes as awitness to tell the truth and nothing but the truth. 9"

Berdasarkan ini, The American Bar Foundation menyata-kan : "Since the psychiatrist cannot accunrtely determine thedefedant's capacity to distinguish right from wrong on the ba-sis of his medical expertise, his testimony on this issue is lar-gely conjecture or a reflection of his own personal judgementsof whether or not the defendant should be held responsible 9.

Mengingat kekurangan-kekurangan dari "M'Naghten rule"ini, pada tahun 1954 hakim David Bazelon dari District of Co-lumbia, USA, mengemukakan apa yang dikenal dengan "Dur-ham rule". Durham yang telah melakukan pencurian dianggapsehat karena dapat membedakan right from wrong. Oleh karenaitu ia diadili. Akan tetapi psikiater dalam peradilan ini me-nyatakan bahwa Durham pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa,dan sekalipun ia dapat membedakan right from wrong tetapmenderita sakit jiwa. Berdasarkan kasus ini dikemukakanDurham Rule" sebagai berikut :

An accused is not criminally responsible if his unlawfulact was the product of mental disease or mental defect. 8

Dengan adanya "Durham rule" ini, kepada psikiater di-berikan kesempatan sebanyak mungkin untuk mengungkapkanbukti-bukti medik-psikiatrik tentang kondisi kesehatan jiwaterdakwa11. Namun sekarang timbul masalah baru. Para hakimmaupun anggota juri menjadi bingung dengan istilah product,disease, defect dan kompleksitas data medik-psikiatrik,sehingga akhirnya "Durham rule" pada tahun 1972 ditinggalkandan diganti dengan Model Penal Code dari The American LawInstitute. Tes ini sebagai berikut :1. A person is not responsible for criminal conduct if at the

time of such conduct as a result of mental disease or defecthe lacks substantial capacity either to appreciate the

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 31

criminality (wrongfulness) of his conduct or to conformhis conduct to the requirement of the law;

2. As used in this Article, the terms "mental disease of de-fect" do not include an abnormality manifested only byrepeated criminal or otherwise anti-social conduct. 8

Dalam model Penal Code terdapat beberapa kemajuan, a lpengertian lack of substantial capacity yang memungkinkanoperasionalisasi dari pengertian sakit yang kemudian dalamperumusan di Indonesia dikaitkan dengan pengertian operasi-onal dari pertanggungjawaban pidana.

Setelah ditinjau beberapa tes untuk menentukan pertang-gungjawaban pidana yang dikemukakan oleh ahli-ahli di bidanghukum dan ilmu kedokteran jiwa, timbul pertanyaan, bagai-manakah sekarang keadaannya di Indonesia? Sebelum tahun1970, masing-masing psikiater dalam laporannya kepada pe-ngadilan membuat kesimpulan berdasarkan pendapat masing-masing tentang pertanggungjawaban pidana. Di Jakarta digunakan semacam right or wrong test, tapi lebih sederhana dari M'Naghten rule 1 2 Setelah berlakunya Peraturan Menteri Ke-sehatan Tentang Perawatan Penderita Penyakit Jiwa No. 1993/KDJ/U/70 tahun 1970, sebagian besar psikiater yang bekerja diRumah Sakit Jiwa Pemerintah melukiskan kesimpulannyasebagai tertera dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan.Kesimpulan :Dengan perumusan yang singkat dari apa yang telah diformula-sikan dalam diagnosis dan hasil-hasil dalam pemeriksaan so-matis dan psikologik-psikiatrik, diberi gambaran-gambaran yangjelas mengenai terjadinya perubahan dar i terdakwa (penderitayang melanggar hukum) dan alasan-alasan yang menetapkanterdakwa (penderita) dapat dipersalahkan atau tidak, ataudianggap dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atautidak.

Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka jawaban-jawaban terhadap 2 pertanyaan di atas (lihat noot) adalah:1. Tidak, ya, sedikit banyak2. Tidak, ya, sedikit banyakNoot : (sebagai contoh, dan dibuat oleh hakim dalam surat

permintaannya).1. Adakah pada terdakwa kelainan jiwa yang tidak biasa

pada waktu ia menjalankan perbuatan yang menyebab- kan ia didakwa itu.

2. Jika ada, apakah kelainan jiwanya sedemikian keadaannya,sehingga dapat dimengerti bahwa ia tidak cukup dapat atautidak dapat seluruhnya mempertimbangkan danmempertanggungjawabkan perbuatan yang didakwakankepadanya itu.

Di sini jelas bahwa psikiater diwajibkan menjawab pertanyaanapakah suatu perbuatan pidana dapat dipertanggungjawabkankepada seseorang terdakwa atau tidak. Juga tampak bahwapsikiater tidak mempunyai pegangan sesuatu tes yang dapat di-pakai. Oleh karena itu, pendapat yang dikemukakannya di-dasarkan atas pendapat pribadi psikiater yang bersangkutan,tentunya berdasarkan data medik-psikiatrik yang didapatkanselama pemeriksaan. Jelaslah kiranya betapa lemah dan tidakpastinya kedudukan psikiater dalam peradilan. Dengan adanyaKUHAP, kelemahan ini dapat diduga akan beralih menjadi titikrawan dalam proses peradilan maupun profesi psikiater.

Mengingat adanya beberapa titik rawan ini, Direktorat Ke-sehatan R.I. sejak Februari 1983 telah menyusun suatu kelom-pok studi non formal untuk mempelajari masalah ini, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan visum et repertum psikiatrik.Bahan -bahan pemikiran dalam kelompok studi ini kemudiandisempurnakan dalam Pertemuan Keifer Kesehatan Jiwa Ten-tang Visum et Repertum Psychiatricum 1984, 25 - 26Januari1984 di Jakarta. Beberapa pengertian pokok yang dapat di-kemukakan :

Pertanggungjawaban itu sebenarnya soal moril dan metafi-sik, dan karenanya secara prinsip tidak dapat diperiksa menurutpsikiatei dan psikologi 13

Tanggungjawab dalam arti yang positif merupakan konsepmoral philisophy, dan penilaian tanggungjawab itu merupakansuatu moral act. Ini bukan suatu hasil "pengukuran" atau "konstatasi", melainkan suatu pendapat (judgment). Untukmenyusun pendapat ini memang diperlukan penelitian fakta,karena sedapat -dapatnya dicari dasar rasional untuk bertindakmoral (a rational basis for moral action)6

Seorang psikiater dalam laporannya perlu menyatakanapakah terdakwa menderita penyakit atau gangguan jiwa. Dalampraktek ilmu kedokteran murni masalah konseptual tentang sakitdan sehat sebenarnya tidak terlalu mengganggu tindakan ilmiahkedokteran sehari-hari. Akan tetapi apabila sakit dan sehatdikaitkan dengan pertanggungjawaban pidana, maka persoalansakit dari sehat menjadi persoalan moral dan sosial, danpengetahuan ilmu kedokteran sebagai landasan rasional untukmenentukan pertanggungjawaban pidana ini menjadi kurangtepat.6

Karena kedua pengertian pertanggungjawaban pidana, dansakit atau sehat merupakan pengertian yang terletak pada tarekonseptual, perlu dicari konsep-konsep operasionalnya. Untukpengoperasionalisasikan pertanggungjawaban pidana dapat di-kemukakan pertanyaan : "Apakah orang ini bertanggungjawab (penuh) atas perbuatan kriminal itu, sehingga ia dapat dan wajardihukum? Ini dapat dirumuskan menjadi pertanyaanpertanyaan :1) Apakah hukuman akan berguna terhadap orang ini untuk

mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik? (efficientpunishability).

2) Apakah hukuman terhadap orang ini, jika diketahui oleh orang banyak, akan berguna untuk mencegah mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang diancam hukuman itu? (deterrent efficiency).

Untuk mengoperasionalisasikan pengertian sakit, dapat dikata-kan bahwa adanya penyakit setidak-tidaknya mengakibatkancacat dalam taraf tertentu (disability). Bila ini tidak ada, makatidak dapat dikatakan ada penyakit. Dengan cacat inidimaksudkan ketidakmampuan atau keterbatasan dalam sesuatufungsi individu dibanding dengan kemampuan yang selayaknyaada pada usia dan fase perkembangan individu itu6. Di antarafungsi-fungsi yang dapat terkena disabilitas, khususnya bagigangguan jiwa, misalnya fungsi intensional dan fungsi vo-lational atau dengan kata lain : fungsi kemampuan memaksud-kan suatu tujuan dan fungsi kemampuan mengarahkan kemauan6.

Oleh karena itu, seorang psikiater maupun penegak hukum

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

dapat memakai pedoman sebagai berikut :(a) Konsep-konsep operasional tentang pertanggungjawaban

pidana sesuai dengan gagasan pemasyarakatan denganmemperhatikan :• Daya guna pidana terhadap terpidana sebagai pengu•

bah perilakunya (efficient punishability).• Daya guna pidana terhadap terpidana dan masyarakat

sebagai upaya menakut-nakuti untuk mencegah per-buatan kriminil (deterrent efficiency).

(b) Konsep operasional tentang penyakit dengan memperhatikanketerbatasan kemampuan (disability) berupa :• Ketidakmampuan memaksudkan suatu tujuan yang

sadar (disability intention).• Ketidakmampuan mengarahkan kemauan (disability in

intention).(Hasil Pertemuan Kerja 1984).

Walaupun kita sadar bahwa masalah pertanggungjawabanpidana yang dikaitkan dengan kondisi mental seorang tersang-ka/terdakwa merupakan hal yang sangat rumit dan kompleks,namun perumusan tentang pertanggungjawaban pidana yangtelah dikemukakan di atas (dan merupakan semacam konsensusdalam suatu pertemuan kerja antara disiplin ilmu hukum, ilmukedokteran, penegak hukum dan instansi lain yang adahubungannya dengan problem ini) merupakan perumusan yangpada saat ini cukup memadai. Namun demikian dapat dirasa-kan banyak ahli yang kurang puas. Forum ini kami anggap me-rupakan tempat yang cukup baik untuk mengajukan kritikan,saran-saran dan perbaikan-perbaikan yang mungkin dapatdimasukkan dalam suatu pedoman tentang Visum et Reper-turn psilciatrik yang direncanakan akan disusun oleh DirektoratKesehatan Jiwa.

KEPUSTAKAAN

1. Carp EADE Gerechtelijke psychiatrie, Amsterdam : Scheltema enHolkeme NV, 1956.

2. H. Hasan Basri Saanin Dt. Tan Pariaman. Surat tanggapanterhadap Hasil Pertemuan Kerja Kesehatan Jiwa Tentang Visum etRepertum Psychiatricum, 6 Mei 1984 kepada Staf Ahli Menteri Ke-sehatan, 1984.

3. Meyer. De psychiatrische expert en de toerekenbaarheid, Psychi-atrische en neurologische bladen, Amsterdam 4 : 351 - 356.

4. Stafford - Clark, David. Psychiatry today, London : PenguinBooks. 1953.

5. Budiarto M dan Fattah Zainal Abdul. Keterangan ahli dalam Un-dang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Masalah keteranganahli tertulis dan lisan oleh psikiater), Proseding Pertemuan KerjaKesehatan Jiwa Tentang Visum et Repertum Psychiatricum 1984,Direktorat Kesehatan Jiwa, Depkes RI 1984.

6. Lubis DB (Konsep gangguan jiwa dan tanggung jawab pidana,Proseding Pertemuan Kerja Kesehatan Jiwa Tentang Visum et Re-pertum Psychiatricum 1984, Direktorat Kesehatan Jiwa, Depkes, RI.1984.

7. H. Hasan Basri Saanin Dt. Tan Pariaman. Psikiater dan peradilann (revisi), Jakarta Ghalia Indonesia 1983.

8. Slovenko, Ralph. Law and psychiatry — in Comprehensive text-book of psychiatry/III — Kaplan, Freedman and Sadock (Eds),Baltimore; Williams and Wilikins. 1980.

9. Robitscher, Jonas, B Pursuit of agreement — psychiatry and thelaw, Philadelphia; Toronto Lippencot Company 1966.

10. Kolb, Lawrence C. Modern clinical psychiatry, 8th Ed. Tokyo :Sauders Company. 1973.

11. Gutheil, Thomas G and Appelbaum Paul S. Clinical handbook ofpsychiatry and the law, New York: Mc Graw-Hill Company. 1982.

12. Lubis DB. Soal pembuktian dalam psikiatei kehakirnan, Jiwa 31 9 7 0 ( 1 ) : 4 - 1 1 .

13. Lubis, DB : Peralihan dalam konsep tanggungjawab kriminil, Jiwa3 1970, (1) : 2 - 20.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 33

PENDAHULUAN

John Henderson mengungkapkan : Dengan meningkatnyasarana kesehatan maupun upaya yang telah dilakukan olehbanyak negara di dunia, maka pada akhir abad ini, diperkira-kan sekitar 60% dari populasi yang dikelompokkan "elderlygroup" akan berada di negara-negara berkembang. : Oleh sebabitu,penanganan masalah ini hendaknya sudah dimulai sejaksekarang, secara terarah dan terpadu - khususnya untukASEAN/Indonesia, antara lain :

1. Mengingat pentingnya sistem kesehatan yang komperhen-sip bagi para usia lanjut, maka diharapkan agar sistem ke-keluargaan lebih dipererat. Untuk ini, jangkauan pelayan-an kesehatan mental baik melalui rumah sakit maupun yangbukan rumah sakit harus ditingkatkan.

2. Pelayanan psiko-geriatrik akan diadakan sejalan denganfasilitas kesehatan jiwa yang telah ada. Ini tentunya me-nyangkut:a. Pengobatan dan perawatan jangka pendek.b. Pembentukan institusi yang dapat memberikan pela-

yanan jangka panjang, terutama bagi mereka-merekayang mempunyai kelainan psiko-geriatrik yang tidakdapat lagi dirawat dalam fasilitas yang telah ada.

c. Dirintisnya suatu hubungan yang baik dengan fasilitas-fasilitas kesehatan yang telah ada, antara lain : hubunganyang baik dengan puskesmas maupun keluarga-keluarga penderita.

3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang psiko-geriatrik, dengan menyebarluaskan pengetahuan di bidangini.

4. Memulai dengan "kurikulum formal".5. Memulai dan merintis diadakannya dana dan fasilitas un-

tuk riset. 6. Mengatur agar data dapat dikumpulkan secara sistematik.7. Mengorganisir diadakannya pertemuan secara lokal, na-

sional maupun regional secara periodik dan teratur.8. Mengadakan komunikasi yang setingkat di level nasional

dari berbagai organisasi.9. Mengusahakan agar bagi para lanjut usia yang masih ener-

getik dan berkapasitas unggul, memperoleh tempat ter-hormat dalam masyarakat (senior citizens)

10. Mengusahakan beberapa jenis kursus-kursus pra-pensiun,disesuaikan dengan kebutuhan.

11. Mengikut sertakan Badan Pembina Kesehatan Jiwa Masya-rakat yang telah ada di propinsi-propinsi, agar mereka ikutaktif dalam menangani problema usia lanjut di Indonesia.

Jelas bahwa rekomendasi tersebut di atas memerlukan pengo-lahan lebih lanjut, dan adalah tugas kita bersama agar reko-mendasi tadi tidak mubazir.

KELAINAN-KELAINAN PSIKO GERIATRIK YANGPERLU DIKETAHUI

Sebaiknya diungkapkan terlebih dahulu beberapa kelainanmental yang telah di ekspos oleh WHO sejak tahun 1980;khususnya tentang penyakit para lanjut usia.l1. Atrophi senile psychosis :

a. mild psycho - organic syndromeb. moderate senile dementia

2. Arteriosclerotic psychosis and other cerebrovascular diseases :a. Mild psycho organic syndromeb. moderate psycho organic syndromec. severe psycho organic syndrome

3. Acute confusional state4. Presennile dementia :

a. Alzheimer syndromeb. Pick's disease

5. Affective psychoses :a. late depressionb. late mania

6. Schizophrenia - Late schizophrenia7. Paranoid Syndrome (incl. paraphrenia)

Psiko Geriatrik Sekilas Pintas

dr. Tony Setiabudhi Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Trisaksi, Jakarta

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

8. Neuroses :— acute psychogenic reaction— reactive development

9. Changes of personality occuring in old age

Patut diketahui, bahwa semua kelompok penyakit di atasdapat ditemui dalam klasifikasi ICD. Kecuali no. 3 ; ini pentingartinya dalam dunia ilmiah, karena pelaporan yang menggu-nakan klasifrkasi inilah yang nantinya dapat diproses secaraseragam, dan dapat dimengerti oleh para ilmiawan lainnyadalam berkomunikasi. Walaupun demikian, kita tidak bolehmenutup mata, karena kemajuan dibidang psiko geriatrik de-mikian pesatnya sehingga beberapa negara telah mempunyaipusat-pusat pengembangan tersendiri dengan kelompok-ke-lompok studi yang cukup ampuh.

Beberapa negara Anglosaxon maupun Continental sampaisaat ini merupakan negara feeder bagi keputusan-keputusanWHO. Dibawah ini akan diungkapkan salah satu pembagianyang telah dirintis oleh 'Psycho geriatrische werkgroup dari DenHaag", di mana penulis pernah menjadi anggotanya. Pembagianini, ternyata juga dipakai di beberapa tempat lainnya, karenamereka mendasarkan pembagian tadi atas "Sindromasindromaklinik" atau "Simtom kompleks" yang telah dihayati selamabertahun tahun. Secara garis besar, pembagian tersebut adalahsebagai berikut2 :Sindroma amnestdc dan sindroma amnestik-konfabdatoarGejala utama pada sindroma ini ialah :a. gangguan daya ingat, terutama mengenai hal-hal yang barn

terjadi/recent.b. gangguan orientasi, terutama orientasi terhadap waktu.c. sulit dalam mengungkapkan kesan-kesan terhadap peristiwa

tertentu.d. tidak didapati kelainan-kelainan di bidang emosional; ka-

rena sistem limbik pada penderita ini masih baik.e. Pada sindroma amnestik-konfabulatoar, didapati konfabulasi.Kelainan ini dapat menyertai suatu :a. permulaan proses degenerasi dari otak.b. gangguan serebrovaskular.c. gangguan dari fungsi alat-alat vital seperti : jantung, ginjal

akibat kelainan vaskular ekstra serebral.d. penyakit-penyakit infeksi tubuh.e. gangguan metabolisme.f. intoksikasi.g. kelainan-kelainan di bidang hemodinamika.h. trauma kapitis.i. lain-lain (ensefalopati).j. Permulaan dari penyakit korsakow, tapi di sin : penyakit

yang diakibatkan alkoholisme kronik ini disertai denganpolineuritis.

Sindroma Demensia — GlobalSindrom ini biasanya diakibatkan oleh proses degeneratif yangluas, sehingga terjadi atrofi serebri. Proses ini berlangsung secaraprogresif. Gejala selanjutnya berbentuk :a. gangguan daya ingat, juga tentang sejarah dirinya sendiri.b. pengetahuan maupun pengalaman-pengalamannya sendiri

menjadi mundur.

c. gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan personal.d. terdapat kelainan afaso-aprakso-agnostisiae. desintegrasi terhadap kepribadiannya, dan dapat berakibat:

minat maupun inisiatif kurang, gangguan kesadaran, insight (wawasan) yang terganggu, gelisah dan lain-lain.

f. gangguan pada ketertiban dalam melakukan aktifitas harian.Demensia ini mempunyai gambaran yang hampir mirip dengandemensia Presenilis jenis Alzheimer, karena secara patologikanatomis pun kelainannya memang serupa; yakni degenerasiotak di daerah lobus frontalis, temporo-oksipitalis dan daerahhipokampus. Hanya pada demensia presenilis terjadi pada usiayang lebih muda. Bila penyakit ini berlarut, maka dapat sajadijumpai gejala-gejala yang lebih hebat seperti : gangguan ke-pribadian yang mengarah pada psikopat, gangguan afek, pa-ranoid, delirium, maupun katatonia.Demensia Pre SenilisSecara patologik anatomis; kelainan ini dapat dibedakan da-lam :a. Morbus Alzheimer

Gambaran penyakitnya seperti pada demensia senilis, dari bersifat lebih progresif. Kadang-kadang dijumpai serangan- serangan epileptik, dan dijumpai pula atrofi dari berbagai alat tubuh akibat kekurangan protein/kalori dan akibatnya terjadi emasiasi.

b. Morbus Pick Selain gejala-gejala demensia, disertai pula afasi motorik, dan sering dijumpai secara familier.

c. Morbus Jacob - Creutzfeldt Selain gejala-gejala demensia, disertai pula gejala-gejala

gangguan ekstra piramidal seperti hipokinesia, rigiditas, mioklonia serta gejala-gejala kelainan piramidal.

Perlu dikemukakan, bahwa penyakit ini diakibatkan oleh virus;dan apabila penderita meninggal : tidak sepotongpun dari ang-gota tubuhnya yang diperkenankan untuk didonorkan (terma-suk korneanya).

Hidrosefalus komunrkcantes ("normotensive - hydrocephalus")Gejalanya mirip seperti demensia yang ringan, disertaidengan kelainan-kelainan :— inkontinensia— gangguan pada susunan piramidal (tungkai)— gaya berjalan/gait juga terganggu (apraksia)

Pada pemeriksaan melalui Pneumoensofalografi maupun mela-lui gamma-sisternografi (dengan I 131), akan tampak pele-baran ventrikel tanpa diserta suatu atrofi kortikal. Terapi : de-ngan memasang drain.

Sindroma Serebro - VaskularKelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan sindroma ini ada-lah :a. proses skierosis dari arteriol-arteriol otak.b. proses fibrotik maupun hialinisasi dari pembuluh darah

sedang maupun kecil yang memperdarahi otak.c. proses ateroma dari pembuluh darah besar yang berada di

basis kranium.d. ensefalomalasi yang diakibatkan infark yang terjadi sebagai

proses tertutupnya aliran darah otak oleh trombus atau

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 35

embolus.e. nekrosis parenkim otak akibat berkurangnya oksigenisasi

(infark yang tidak/lengkap atau oleh hal-hal lain) Gejala-gejala klinik yang menonjol antara lain :

— labilitas emosional— gejala-gejalanya seringkali bersifat fluktuatif maupun re-

mitens— secara anamnestik terdapat kelainan neurologik sebelumnya

berupa : hilangnya kesadaran sementara, CVD maupun TIA— Kelainan-kelainan yang menyerupai Neurastenia (pseudon-

neurastenin) yang dapat berupa :a. sakit kepala (seperti tertekan) yang menghilang bila

penderita istirahat.b. rasa berputar bila berdiri secara mendadak.c. gangguan tidur.d. gangguan emosional (mudah depresi/tersinggung).e. konsentrasi maupun inisiatifnya berkurang.

— Kelainan-kelainan neurologik dapat berupa :a. gangguan kesadaranb. saraf-saraf otak mengalami defisiensi, paresisc. gangguan piramidal maupun ekstra piramidald. nyeri akibat parestesi maupun neuralgia

Gejala-gejala klinik tadi tentu saja dapat menetap bila keja-diannya terjadi berulangkali. Tergantung dari tempat lokali-sasinya, maka secara topikal dikenal gejala-gejala berikut :a. Di daerah batang otak dan pons, dapat mengakibatkan Par-

kinsonisme.b. Di daerah kapsula interna : terkenal sebagai Hemisindrom.c. Di daerah kortikobulbar (kiri/kanan) dapat mengakibatkan

paralisis pseudobulbar- disartri, disfagia, dismasesi, klonusrahang disertai forced laughing/forced crying sebagai aid-bathidup emosi yang tak terkendali.

Perlu diperhatikan hal-hal lain, berkenaan dengan faktor-faktorhemodinamik yang dapat mengakibatkan penurunan tekanandarah, konsentrasi darah maupun akibat obat-obat lain yangdapat mengganggunya.

Gangguan ekstra - serebral yang dapat mempengaruhiperdarahan otakA. Hipoksia, yang dapat diakibatkan oleh :

a. Hipoksemia (gangguan pada hemoglobin, kelainan paru-paru/jantung)

b. iskemia (akibat kehilangan darah atau tensi yang meren-dah)

c. histotoksik (akibat obat-obat tertentu, aseton, narkotik)d. hipoglikemi (zat asam tidak dapat dibakar)

B. Gangguan pada sistim traktus sirkulatorius :a. gangguan ritine/irama jantung, dekompensasi jantung,

infark jantung, kor pulmonale, kelainan katub jantung,Cave

b. terlampau sensitif terhadap obat-obat tertentu sepertidigitalis, kinidin, atau andrenalin.gangguan tekanan darah (hipertensi yang tak terkontrol,maupun hipotensi dapat mengakibatkan gangguan per-edaran darah otak)

C. Kelainan pada ginjal, misalnya hal-hal yang dapat mengaki-batkan uremia atau spedoremia, seringkali disertai edemaotak.

D. Kelainan-kelainan pada darah : anemia, polisitemia, mening-ginya visokositas darah, kualitas trombosit yang jelek dansebagainya.

E. Gangguan metabolisme dan intoksikasi : Diabetes melitus,maupun keadaan hipoglikemia dapat mengakibatkangangguan oksigenasi otak.

Psikosa SimptomatikBiasanya timbul bersamaan dengan kelainan-kelainan sistemik;dan umumnya dapat secara mudah dikenal karena timbul ke-lainan-kelainan yang berupa :— penurunan kesadaran— halusinasi(bila terjadinya mendadak dan disertai kegelisahan disebut sin-droma delirium)Sindroma di atas dapat diakibatkan oleh :a. Kelainan-kelainan serebro vaskular seperti emboli otak,

trombosis otak, perdarahan otak dan lain-lain.b. Kelainan intrakranial lainnya seperti trauma kapitis, tumor

otak, infeksi intrakranial dan lain-lain.c. gangguan endokrin seperti diabetes melitus, hiper/hipotiroidd. infeksi-infeksi umum lainnya.e. intoksikasi obat-obatan. (orang tua biasanya mudah meng-

alami intoksikasi akibat proses metabolisme obat-obat tadi yang terganggu). Obat-obat yang sering menyebabkan ini antara lain : barbiturat, psikotropik dan lain-lain.

f. komplikasi-komplikasi post operatif.

Gangguan Afektif• Reaksi DepresiHarus dibedakan antara yang psikotik dan yang non-psikotik.Depresi yang non-psikotik, harus dicari kausanya: apakah aid-bat psikotrauma, atau hal-hal lain seperti:— fase depresi dari kepribadian yang siklotimik— "bagian" dari sindroma organik lainnya— reaksi neurotik/eksogen lainnya

• Reaksi ManikJuga dalam hal ini, perlu dibedakan antara yang psikotik atauyang non-psikotik yang umumnya dapat diakibatkan oleh:— kelainan kepribadian yang memang sudah ada— reaksi eksogenik— bagian dari kelainan organik

Kelainan yang disertai waham dan atau halusinasi (sindromaparanoid)

Waham yang terdapat pada penderita usia lanjut, perlu diper-tanyakan.— Apakah waham-waham tadi sudah ada sebelumnya?

Kalau memang sudah ada, sejak kapan?— Apakah kecurigaannya bertambah? (ingat akan sifat-

sifat karikaturistik pada usia lanjut)— Apakah kecurigaannya berkisar pada orang-orang atau

benda-benda yang masih realistik, atau pada hal-hal yang

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

abstrak?— Apakah ia masih dapat memberikan alasan-alasan yang te-

pat tentang waham/kecurigaannya?— Apakah keadaan afektif orang tadi maupun hidup emosinya

masih adekuat?— Apakah terjadi isolasi secara sosial?— Apakah kecurigaan tadi berkembang bersamaan dengan

mundurnya gejala organik/sistemik?— Apakah disertai perpecahan kepribadian?Beberapa diagnosis banding yang dipikirkan ialah:A. Skizofrenia:

— wahamnya biasa terjadi primer, tanpa ada trauma psikik— isi waham biasanya berbentuk bizar— sebelumnya memang sudah pernah menderita penyakit

serupa— sudah terdapat perpecahan kepribadian— keadaan afektif/hidup emosi sudah tidak adekuat lagi.

B. Parafrenia— wahamnya bersifat primer— isi waham seringkali bizar— umumnya juga sudah terjadi sebelum proses senil— tapi, pada penderita ini: belum ada perpecahan kepribadian.

C. Sindroma Paranoid — Halusinatoar— waham terjadinya secara sekunder (seringkali ada hu-

bungannya dengan halusinasi yang dihayati)— penderita dapat menceritakan semua wahamnya secara

sistematik, sebab itu dapat dirabarasakan oleh si peme-riksa

— waham semacam ini baru terjadi pada usia lanjut— tak pernah dijumpai perpecahan kepribadian— afek penderita biasanya menyertai pada waham yang di-

hayati— bila penyakit ini berjalan sejajar dengan proses sis-

tematik/kelainan organik, maka dikatakan: sindroma inimerupakan sindroma paranoid — halusinatoar yang ber-landaskan kelainan sistemik (psikosis simtomatik).

Perlu dijelaskan di sini, bahwa sindroma ini seringkali di-akibatkan oleh isolasi sosial yang dialami para usia lanjut.Karena itu perlu ditekankan, agar para usia lanjut ini sedapatmungkin dirawat di lingkungannya sendiri.

Neurosis

Biasanya sudah pernah ditemukan pada waktu orang tadi masihmuda. Gejala-gejalanya pun seperti pada neurosis lain, dan dapatberbentuk:— Neurosis cemas— Neurosis histerik (baik jenis konversi maupun disosiasi)— Neurosis fobik— Neurosis obsesif' kompulsif— Neurosis depresif— Neurosis neurasteni— Neurosis depersonalisasi— Neurosis hipokondrik

Kelainan atau gangguan kepribadian

Yang dikelompokkan dalam kelainan di atas, biasanya sudahada sejak penderita masih muda, dan dapat berupa:— Kepribadian paranoid— Kepribadian afektif (siklotimik)— Kepribadian skizoid— Kepribadian eksplosif— Kepribadian anankastik (obsesif-kompulsif)— Kepribadian histerik— Kepribadian astenik— Kepribadian antisosial— Kepribadian pasif-agresif— Deviasi seksual

Kombinasi dari gejala-gejala di atas

Tidak saja kelainan-kelainan somatik yang pada usia lanjutterjadi secara multipatologik, pada kelainan psikiatrik pun, halserupa ini dapat terjadi.Untuk dapat menegakkan diagnosis dengan tepat di bidangpsikogeriatrik, dianjurkan agar setiap dokter dapat menguasaiteknik pemeriksaan yang sempurna. Misalnya sistem CHAMmaupun PSE.2.4

PENGOBATAN/PERAWATAN

Perlu ditekankan di sini, bahwa penanganan penderita usia lanjutagak berbeda dengan perawatan penderita yang lain. Ini karenasetiap orang yang berusia lanjut telah mengalami kemundurantidak hanya di bidang fisik, tapi juga mentalnya. Metabolismeobat-obatan pun agak berbeda, sejak dari absorbsi, distribusi,detoksifikasi di alat-alat dalam, maupun ekskresinya. Kondisifisik dari individu tadi harus diperiksa dengan seksama, sebelumterapi dengan psikotropik diberikan 3-5

Yang tak kalah pentingnya adalah pendekatan terhadap ling-kungan penderita. Apakah keluarga penderita menerima si sakitseperti layaknya? Atau bersikap antipati dan mengucilkanpenderita karena dianggap memalukan? Demikian pulamasyarakat setempat. Sering kali perlu diberikan peneranganbahwa setiap manusia dapat menderita penyakit tadi pada usianyayang lanjut. Karena itu, adalah tugas kita bersama untukmeringankan penderitaan mereka 3,4

Pendekatan terapeutik yang umum bagi penderita gangguanmental masih tetap dapat diaplikasikan, sehingga dapat dicapaibasil yang maksimal.Pendekatan tersebut mencakup:

• Pengobatan secara organobiologik

a). Pemberian obat-obat Pedoman6

1. Timbanglah manfaat dan risikonya dengan memperhi-tungkan prinsip "Primum est non nocere"

2. Gunakanlah pertama-tama obat yang paling established, dan kenalilah obat pilihan ini untuk setiap indikasi

3. Gunakanlah obat pilihan yang anda ketahui paling baik4. Batasilah pemberian jenis obat seminimal mungkin5. Sesuaikanlah dosis obat pada setiap penderita6. Gunakanlah dosis efektif terkecil

37 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

7. Pilihlah cara pemberian obat yang paling aman, tanpamengurangi efektivitasnya

8. Janganlah memilih preparat terbaru, karena barunya9. Janganlah ketinggalan menggunakan obat baru yang

(lebih) baik10. Cocokkanlah kebenaran data promosi pabrik obat. Selain itu, masih ada beberapa hal kecil yang perlu diperhati kan:— Jangan tergesa-gesa memberikan obat simtomatik pada para

penderita lanjut usia, tanpa mengetahui penyebab yangmendasari gejala tadi (banyak penderita yang sudah terbiasameminum suatu obat, bila dihentikan pemakaiannya justrumengakibatkan gejala ketergantungan)

— Hindarilah pemakaian obat-obat perangsang, karena akanberakibat habituasi dan dependency

— Bila dengan pemakaian obat baru (tambahan obat) penderitamenunjukkan gejala kemunduran, sebaiknya pemberian obattadi dihentikan. Karena kita harus waspada terhadap efeksampingnya yang mungkin masih belum pernah tertulis dalamliteratur

— Semua obat harus secepat mungkin dihentikan pemakaiannyaapabila sudah tidak diperlukan lagi. Untuk ini, dianjurkan agardiadakan review dalam pemberian obat-obat tadi secara rutin

(b) Pengobatan di bidang fisikPada banyak orang berusia lanjut, diperlukan latihan-latihan fisiktertentu untuk mempertahankan kesegaran jasmani mereka.Tetapi, terapi fisik yang dimaksudkan di bidang psikiatrimencakup : insulin coma therapy, sleep therapy, psycho surge-ry, cardiazol shock therapy dan electroconvulsive therapy.rapy.

Di Indonesia, terapi di atas sudah tidak dilakukan lagi; hanyaterapi dengan ECT masih kadang-kadang dipergunakan denganindikasi yang sangat ketat dan tepat.

• Terapi psikologik

Biasanya dilakukan psikoterapi jenis sugestif - suportif. Sering-kali diperlukan pula counseling therapy yang menyangkutkeluarga maupun teman-teman terdekatnya. Demikian pulaGroup therapy kadang-kadang membawa basil yang baik. Saatini, telah pula diamalkan Goldfarb Brief Psychotherapy, yaknijenis psikoterapi yang dilaksanakan secara singkat, dan dalamwaktu-waktu tertentu secara periodik.

• Pendekatan di bidang sosio budaya

Seringkali diperlukan environmental manipulation untuk mem-perbaiki lingkungan penderita (jangan sampai terisolir/ditelan-tarkan).

Keadaan fisik maupun kebersihan dari penderita perlu men-dapat perhatian yang optimal (antara lain keadaan gizinya).Di antara para penderita tadi, tentunya ada pula yang memer-lukan penanganan khusus dan perawatan dalam institut tersen-diri, untuk itu indikasinya adalah:1. Bila perilaku penderita sangat membahayakan dirinya atau

lingkungannya. Sudah tentu keadaan semacam ini sulit diatasioleh keluarga maupun lingkungannya.

2. Apabila sikap keluarga terdekat (yang sehari-hari berhu-bungan dengan penderita) tidak menguntungkan sipenderi ta, atau malah merugikannya. Misalnya:menelantarkan, sering memarahi penderita, menganggappenderita beban aib dan sebagainya.

KEPUSTAKAAN

1. Ringoir DJB. De Bejaarde Patient en de Terminologie. MedischContact. 21 : 23 Mei 1980.

2. v Dijk C. Diagnostiek van Syndromen. dalam : Handlei ding voorPsychogeriatrische Assistenten. Bloemendaal pp 11-23.

3. Bonokamsi Dipoyono. Psycho — Geriatric Problems in Indonesia,dalam : Asean Teaching Seminar on Psyco — Geriatric Problems;Jakarta 29 Nopember — 3 Desember 1982.

4. Setiabudhi T. Kelainan fisik dan Mental yang Sering Dijumpai PadaUsia Lanjut, dalam simposium Usia Lanjut Yang Bahagia. Jakarta3 Agustus 1982 (Media Hospitalia : 64. pp 2-6).

5. Setyonegoro K. Beberapa Fikiran — Preliminer Mengenai ProblematikUsia Lanjut Ditinjau dari Sudut Kesehatan Jiwa. DirektoratKesehatan Jiwa Departemen Kesehatan.

6. Iwan Darmansyah. Sepuluh Dasar Pemilihan Obat, KPPIK X, FKUIJakarta 1979; pp 50-55.

7. Departemen Kesehatan. Sistim Kesehatan Nasional. 1982.8. Henderson J. WHO's Global Programme on Care of the Aged.

dalam : Mean Teaching Seminar on Psycho — Geriatric Pro-blems. Jakarta 29 November 1982 — 3 Desember 1982.

9. Prayitno A. Usia Lanjut dan aspek Psikososialnya di Indonesia,disajikan dalam : Diskusi panel Angkatan '45 di Jakarta 4 Desember1982.

10. Setiabudhi T. Sistim Kesehatan Nasional dan Kaitannya denganGeriatri; dipresentasikan pada Panel Diskusi Dewan Harian Ang-katan '45 di Jakarta tanggal 3 — 4 Desember 1982.

11. Suwarjono Suryaningrat. Adress of the Minister for Health Republicof Indonesia, at the inaugural Session of the Asean Teaching Seminaron Psychogeriatric Problems.

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

Kesukaran Belajar

dr Ny. Endang W. GhozaliBagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Universitas Airlangga,

Surabaya

PENDAHULUAN

Perhatian mengenai sebab-sebab kesulitan belajar pada anakmakin meningkat sejak 10 tahun terakhir ini, termasuk perhatianterhadap cara-cara pengatasan kesukaran belajar juga semakinbertambah.

Dengan meningkatnya perhatian terhadap kesulitan belajar ini,segala usaha dilakukan untuk mengatasinya. Salah satu usahadengan melakukan penekanan lebih besar pada program barudalam pendidikan, baik untuk anak-anak yang mengalamikesukaran belajar dengan derajat inteligensi kurang, normalmaupun inteligensi tinggi.

Program baru dalam pendidikan ini misalnya dalam bentuk:– Remedial Teaching– Good progressive Schools– Sekolah khusus atau kelas khusus untuk anak dengan inteli-

gensi tinggi.– Kelas khusus untuk anak yang sangat terganggu emosinya (1

kelas terdiri dari 5 - 7 murid), dan sebagainya.Agar dapat diciptakan program baru dalam pendidikan yangtepat dan sesuai dengan kebutuhan anak, perlu penelitian yanglebih luas mengenai sebab-sebab kesukaran belajar. Dalam pe-nelitian ini dianjurkan untuk memasukkan berbagai macam di-siplin keilmuan; termasuk : bidang Pendidikan (Pedagog/Or-topedagog), Psikologi, Psikiatri, Saraf (Neurologi), Kanak-kanak(Pediatri), Mata , THT, Pekerja Sosial, Bimbingan & Penyuluhan (BP) pada tiap sekolah dan sebagainya. Tujuan pendekatanmultidisipliner ini ialah agar mendapat gambaran sebab-sebab kesukaran belajar secara lebih jelas sehingga dapat dibuatdiagnosis yang lebih tepat.

Namun, sebegitu jauh masih belum ada keseragaman me-ngenai klasifikasi dan macam-macam jenis kesukaran belajarini, walaupun pendapat mereka umumnya hampir mina atautidak saling bertentangan.

Sebelum kita menginjak lebih jauh, sering timbul pertanya

an: "Apakah arti "Belajar" itu? Belajar adalah perubahan tingkahlaku pada individu akibat latihan. Kesukaran Belajar adalahkesukaran mendapatkan perubahan tingkah laku yang diinginkanmeskipun latihan telah dilakukan.

English & Pearson menekankan bahwa seorang individuakan berkemauan belajar bila ia merasa dicintai oleh lingkung-annya. Terutama untuk anak-anak; ia akan mau belajar bila iamerasa dicintai oleh gurunya, orang tuanya, teman-temannya dansebagainya.

English & Heinicke kemudian menekankan adanya banyakfaktor yang menyebabkan anak sukar belajar.

SEBAB-SEBAB KESUKARAN BELAJARDari pendapat beberapa pengarang, kami berkesimpulan

bahwa sebab-sebab kesukaran belajar ialah :• Inteligensi anak rendah (pembawaah sejak lahir , IQ < 85)• Inteligensi anak justru tinggi (Superior – Genius dengan IQ

>110)• Anak belum siap/ matang untuk mengikuti pelajaran di

sekolah (belum siap untuk belajar membaca, menulis, ber-hitung).

• Hambatan atau gangguan dalam pendengaran/penglihatan.• Gangguan fisik (kelelahan, penyakit menahun).• Kerusakan jaringan otak (radang otak, rudapaksa kepala,

tumor otak)• Pengaruh lingkungan (merasa tak disenangi guru/teman/

orang tua atau wali).• Persoalan dalam kehidupan emosiny atau tingkah lakunya.• Kesukaran anak dalam membaca (disleksia), padahal pela-

jaran matematika cukup baik dan inteligensi normal.Sebab -sebab kesukaran belajar di atas mungkin tidak berdirisendiri, tetapi saling berkaitan atau terdapat bersama-samapada seorang anak.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 39

Inteligensi anak rendah (IQ <85)

Anak yang dilahirkan dengan inteligensi rendah (faktorketurunan, kelainan metabolisme, kesukaran dalam persalinan,dan sebagainya), dalam masa perkembangannya baik frsik,adaptasi sosial maupun inteligensi memang lebih lambat di-bandingkan dengan anak yang inteligensinya normal. Akibatnya anak jarang berhasil dalam usaha belajarnya, sehingga iajustru lebih malas dan selalu menghindar bila disuruh belajar.

Anak sering menunjukkan perasaan rendah diri, merasa tidakdisenangi, bahkan menunjukkan rasa permusuhan terhadapteman-teman dan gurunya, apalagi bila teman-temannya selalumengejek prestasi belajarnya. Anak menjadi mudah marah,sering bertengkar dan mengganggu teman-temannya di sekolah.Bila rasa permusuhan ini tidak diperlihatkan, anak dapatbersikap:

Menghindarkan diri secara fisik terhadap pelajaran sekolahdengan cara membolos (truancy). Saat membolos sekolahmungkin anak pergi sendiri mengembara keliling kota ataubergabung dengan anak-anak nakal (masuk gang anak nakal).Reaksi membolos sekolah ini justru menimbulkan persoalan barudengan pimpinan sekolah dan orang tuanya, yaitu me-numbuhkan perasaan tak senang dari guru-guru sekolah danorang tua kepadanya.

Menghindarkan diri secara psikis, yakni dengan cara mela-mun di sekolah (pelajaran sekolah tidak diperhatikan), atau tidakmau mengerjakan tugas-tugas di sekolah (tak mau menulis,membaca, menyanyi, maju ke muka kelas dan sebagainya). Inidilakukan agar ketidakmampuannya tak tampak.

Dengan gejala-gejala di atas, prestasi belajar anak makinmenurun. Bila usia anak makin meningkat, sedangkan prestasibelajar anak tak menunjukkan kemajuan; kemudian oleh gurudinaikkan kelas terus agar anak tak merasa rendah diri, maka apayang terjadi? "Anak justru kehilangan waktu bertahuntahunduduk di dalam kelas tanpa mengerti atau menangkap pelajaranyang diajarkan".Contoh: Anak ditolong supaya naik kelas terus sampai kelas IVSD, maka jangankan pelajaran kelas IV SD dapat dimengerti;pelajaran kelas II dan kelas III SD saja sukar diikuti.

Penanganan

Agar kesukaran belajar pada anak dengan inteligensi rendahini tidak berlarut-larut, sebaiknya anak ditempatkan pada kelasyang sesuai dengan kemampuannya, yakni:• Anak dengan inteligensi Subnormal (IQ 70 — 85), dapat di-tempatkan di:1. Sekolah Slow learner ---> bila tersedia sekolahnya.2. Sekolah SD dengan mutu sedang.

Bila tak naik kelas, hiar tinggal kelas; jangan selalu ditolonguntuk naik, tetapi dibantu dengan les tambahan --> 2 — 3 kalidalam seminggu.3. Remedial Teaching

Untuk anak dengan inteligensi normal/subnormal, tetapimenurun prestasi belajarnya karena ada gangguan emosi.Remedial Teaching itu sekolah tambahan tanpa perbedaantingkat kelas, di mana anak dibantu pelajaran sekolahnya secaraindividual, dan anak-anak ini biasanya masih masuk SD biasa.Biasanya sekolah ini digunakan untuk anak dengan ganggu-

an emosi, hiperaktif, ada cacad badan yang malu bila masuk SDbiasa, kesukaran membaca, gangguan koordinasi motorik dansebagainya.• Anak dengan inteleigensi rendah (IQ 35 — 70), dapat di-

tempatkan di:1. Sekolah Luar Biasa. Dengan pembagian:(a) IQ 50 — 70 (Retardasi Mental Ringan).

Dapat dididik setaraf dengan kelas IV — VI SD.(b) IQ 35 — 50 (Retardasi Mental Sedang).

Dapat dididik setaraf dengan kelas II — III SD.2. Good Progressive School.

Anak ini ditempatkan pada sekolah SD biasa di mana tak adapembagian kelas dan setiap anak mendapat pelajaran sisternmodul yang berbeda-beda tergantung kemajuan belajarnya.Anak tidak mendapatkan nilai rapor , tetapi hanya laporan ke-majuan atau kemunduran belajar yang disampaikan guru kepa-da orang tua anak. (Sekolah ini telah diadakan di Amerika,Jarman, Itali dan negara Eropah lainnya).

Inteligensi anak tinggi (IQ > 110)

Anak dengan inteligensi tinggi dapat mengalami kemundur-an dalam prestasi belajarnya karena merasa bosan terhadap pe-lajaran sekolah yang dirasakan mudah baginya. Bila anak de-ngan inteligensi normal dapat mengerjakan tugas pelajaran disekolah selama rata-rata 1 jam; maka anak dengan inteligensitinggi dapat menyelesaikan tugas tersebut hanya dalam waktu 1/4

jam. Sisa 3/4 jam dapat dipakai anak ini untuk melamun, bar-main sendiri, atau mengganggu teman-temannya di dalam ke-las. Makin lama perhatian anak terhadap pelajaran sekolah ma-kin berkurang karena kebosanannya. Waktu anak banyak dipa-kai untuk melamun, bermain sendiri ataupun menjadi gelisahdengan mengganggu teman-temannya, padahal tugas pelajarandi sekolah belum dikerjakan atau dikerjakan secara lambat danseenaknya. Akhirnya prestasi anak makin menurun dan anakdinilai guru bodoh karena tak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan guru mengenai pelajaran-pelajaran di sekolah, yangmemang tak pernah diperhatikan atau dipelajarinya. Penilaianguru yang keliru ini menambah kegelisahannya, dan perhatianterhadap pelajaran makin menurun. Anak makin sering mela-mun atau mengganggu teman-temannya, bahkan kadang-kadangmembolos sekolah karena bosan terhadap pelajaran sekolahyang dianggapnya terlalu mudah.Contoh: Anak usia 5½ tahun tamat TK-0 besar, tak dapat ma-suk SD karena usianya kurang. Anak terpaksa masuk TK lagi.Di dalam kelas, anak selalu mengganggu teman-temannya se-hingga sering mendapat hukuman dari guru. Anak merasabosan di sekolah karena hanya pekerjaan yang mudah-mudahsaja disuruh oleh guru untuk dikerjakan setiap hari. Anak ber-pendapat lebih baik mengganggu teman daripada mengerjakanpekerjaan di sekolah. Akhirnya anak dapat dipindahkan ke SDkelas I, dan dapat menggondol juara kelas sehingga anak mera-sa puas atas prestasinya.

Nason L.Y. berpendapat bahwa menyesuaikan kemampuananak dengan cara menaikkan setingkat Iebih tinggi, sama baik-nya dengan menurunkan setingkat lebih rendah asal sesuai de-ngan kebutuhan dan kemampuan anak.

Penanganan

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

Meskipun masih ada perbedaan pendapat tentangpelaksanaan pendidikan anak-anak potensial ini, akhirnyadidapatkan konsensus untuk memberikan perhatian dankekhususan pada anak dengan inteligensi tinggi. Tetapibagaimana caranya, masih merupakan masalah sampaisekarang. Sebagian para pendidik menganjurkan cara "Skipping",yakni anak didik diberikan kesempatan untuk meloncatibeberapa kelas secara bertahap. Ada pula yang menganjurkanuntuk memisahkan anakanak ini, dan menyediakan kelas khususyang terbatas pada anak dengan inteligensi tinggi saja.

Pearson GHJ berpendapat bahwa anak dengan inteligensitinggi dapat dimasukkan pada "Good progressive School", dimana tak ada perbedaan kelas dalam sekolah, pengajaran secaraindividual, dan anak dapat maju terus menurut kemampuanbelajarnya. Pendidik lain berpendapat bahwa anak denganinteligensi tinggi tetap berada di dalam kelas biasa, tetapidisediakan program tambahan (Enriched programe) untukmengisi waktu yang luang mereka.

Terman dan Oden meneliti 1351 anak inteligensi tinggi de-ngan program percepatan pendidikan (program akselerasi),ternyata didapatkan bahwa prestasi kelompok anak ini lebih baikdaripada kelompok anak cerdas tanpa program akselerasi, jugaternyata program akselerasi tidak merugikan aspek mentalemosional anak didik.

Anak belum siap atau matang untuk mengikuti pelajaranmembaca, menulis dan berhitung

English berpendapat, akan sia-sia hasilnya mengajar anakmembaca, menulis, berhitung bila anak belum mencapai kema-tangan kesiapan belajar hal-hal tersebut di atas. Tercapainyastadium kesiapan belajar ini untuk setiap anak berbeda-beda,yaitu sekitar usia 4 -- 10 tahun, yakni usia di mana tercapaikematangan hubungan intra kortikal antara bermacam-macampusat otak.

Beberapa pengarang berpendapat bahwa untuk belajarmembaca, menulis dan berhitung diperlukan kematangan fung-si-fungsi:

• sensomotorik• koordinasi motorik kasar dan halus• tanggapan ruang dan orientasi bidang• kognitif• ketajaman melihat dan mendengar• bahasa reseptif (penerimaan) dan bahasa ekspresif (menge-

luarkan).Jika fungsi-fungsi tersebut belum berkembang dengan baik,maka anak-anak sukar belajar membaca, menulis dan berhitung.

Contoh-contoh kematangan fungsi:

• Senso motorik.Adanya integrasi yang baik antara tanggapan sensorik dan

gerakan, yang diperlukan untuk belajar membaca dan menulis.• Koordinasi motorik kasar, dapat:

menggerakkan lengan, tangan dan jari— menegakkan kepala— menggerakkan tungkai, kaki— berjalan, melompat, jongkok.

• Koordinasi motorik halus:— koordinasi antara mata dan tangan— memegang benda kecil— menangkap bola— membuka halaman buku— menggambar dan menulis.

• Tanggapan ruang dan orientasi bidang:— dapat membedakan kanan/kiri, atas/bawah, muka/bela-

kang— mengenal bentuk benda:

kubus, kotak, bentuk geometr ik :0 Q 00- mengenal garis horizontal, garis vertikal, garis lengkung

— dapat membedakan huruf: d, b, p.• Kognitif:

- dapat mengolah rangsangan panca indera sesuai yang di-perlukan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung.

- berdasarkan tanggapan dan ingatan, anak dapat memba-yangkan sesuai dan melakukan sesuatu yang diperlukanuntuk membaca, menulis, dan berhitung.

• Bahasa reseptif dan bahasa ekspresif:— Anak harus dapat mengerti bahasa yang diucapkan

orang lain (bahasa reseptif), dan juga dapatmengeluarkan/menyatakan perasaan atau buah pikirannya(bahasa ekspresif) secara baik.

Bila anak belajar membaca dan menulis, padahal kesiapan anakuntuk menerima pelajaran ini belum tercapai, maka anak tetapsukar untuk dapat membaca dan menulis. lni akanmengecewakan guru dan orang tuanya, dan menganggap anakini keras kepala, malas, hingga sering memarahinya. Suasanabelajar ini menyakitkan anak, sehingga bila anak nantinya sudahsiap untuk belajar membaca dan menulis, pengalaman yangmenyakitkan ini masih terbayang dan anak akan tetap menolakatau merasa malas untuk belajar membaca dan menulis lagi.

PenangananSebelum anak diajar belajar membaca dan menulis, perlu di-

teliti kematangan fungsi- fungsi tersebut di atas. Bila masih be-lum matang, pelajaran membaca dan berhitung perlu ditunda,sebaliknya harus dimantapkan lebih dahulu kematangan fungsisensomotorik, tanggapan ruang, orientasi dalam bidang, keta-jaman penglihatan dan pendengaran, koordinasi motorik kasar/halus, kecakapan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif, dengan

cara latihan pemantapan fungsi- fungsi tersebut di atas.

Latihan untuk mempercepat kematangan fungsi- fungsi ter-

sebut biasanya terdapat pada pelajaran taman kanak-kanak,misalnya:-- mengenal bentuk•bentuk geometrik:

memasukkan, mengeluarkan macam-macam bentuk dalam

kotak —+ latihan sensomotorik.- mengenal skema badan dan ruangan sekelilingnya sebelah

kanan/kiri, atas/bawah, muka/belakang, luas/sempit,

besar/kecil -- .latihan orientasi dalam bidang dan tanggapanruang.

- pelajaran melipat kertas, memasukkan benang dalam merjanmenjadi kalung, menangkap bola, membolak-balik halaman

--► latihan koordinasi motorik halus; latihan jalan,

A

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 41

jongkok, mengangkat lengan/tungkai —> latihan koordinasimotorik kasar.

— menangkap isi cerita ibu guru dan menceritakan kembali apayang sudah diceritakan ibu guru latihan bahasa reseptif,ingatan bahasa ekspresif.

— menyuruh anak membedakan bentuk-bentuk geometri danmembedakan antara garis-garis horizontal, vertikal, miring,lengkung —> latihan ketajaman penglihatan.

— menyuruh anak menyebutkan kembali kata-kata yang ham-pir bersamaan bunyinya misalnya: dor—tor, stop—top,taman—tamat, parit—parut latihan ketajaman pendengaran.

Bila kematangan fungsi-fungsi tersebut telah dicapai, anakdapat mulai diajar membaca, menulis, dikte, berhitung, dantentunya dalam suasana belajar yang menyenangkan anak se-hingga kesukaran belajar dapat dihindari.

Hambatan/gangguan dalam pendengaran atau penglihatan

Untuk belajar membaca, menulis, dikte, berhitung sangatdiperlukan ketajaman penglihatan dan pendengaran. Bila anaksukar mengamati atau membedakan bentuk benda, bentukgeometri, bentuk angka/huruf (9/6; b/d), bentuk garis miring,vertikal dan horizontal, maka tanggapan penglihatan (visual)terganggu. Tanggapan visual ini sangat diperlukan untuk me-ngenal orientasi dalam bidang, karena kaitan antara pengamatandan gerakan, gerakan dengan bahasa dan berpikir terjadilahpengertian tentang bidang. Jika pengertian tentang bidang tidakbaik karena tanggapan visual kurang sempurna, anak tak dapatbelajar membaca, menulis, berhitung.

Sebaliknya bila anak sukar membedakan bunyi kata-katayang hampir sama, tanggapan pendengaran juga kurang sem-purna. Gangguan dalam tanggapan pendengaran ini menyebab-kan anak mengalami kesukaran dalam dikte, menulis, membacaserta mengenal nada dan irama.

PenangananBila ada tanda-tanda anak mengalami gangguan tanggapan

visual dan pendengaran, anak perlu dilatih ketajaman pengli-hatan dan pendengarannya. Bila tak ada kemajuan, dianjurkanuntuk diperiksakan ke bagian mata, THT atau bagian Saraf.

Gangguan fisik (kelelahan, penyakit menahun)

Anak yang mengalami gangguan fisik karena merasa lelahakan mengakibatkan hasrat belajar menurun.

Penyakit menahun misalnya: kekurangan darah (anemia),kekurangan vitamin (avitaminosis). Ini menyebabkan tergang-gunya fungsi otak, yang dapat mengakibatkan lambatnya anakmenangkap pelajaran.Penanganan

Anak yang mengalami gangguan fisik sebaiknya dicari pe-nyebab gangguan tersebut, untuk selanjutnya dapat diobatisehingga hambatan belajar dapat diatasi.

Kerusakan jaringan otak

Terjadinya kerusakan jaringan otak biasanya akibat:• radang otak

• ruda paksa kepala• tumor otak• trauma kelahiran

dan sebagainya.Timbulnya kesukaran belajar pada anak dengan kerusakan ja-ringan otak biasanya karena:• derajat inteligensi menurun terutama sukar untuk berpikir

abstrak.• ada gejala hiperkinetik dengan tanda-tanda:

— hiperaktivitas: selalu bergerak.— konsentrasi menurun— perhatian mudah berubah— emosi labil: mudah cemas, mudah menangis dan tertawa.— agresifitas, mudah memukul, merusak dan berkelahi.— keras kepala, sukar diatur dan berbuat seenaknya sendiri.

• Sering ada gangguan fungsi sensomotorik, tanggapan visualdan orientasi dalam bidang.

• Kadang-kadang ada gangguan koordinasi motorik kasar danmotorik halus.

Gejala-gejala di atas menyebabkan anak sukar menangkappelajaran, akibatnya anak sukar mengikuti pelajaran di sekolah.

PenangananKarena banyaknya gangguan yang dialami anak dengan ke-

rusakan jaringan otak, akibatnya anak sukar menerima ataumengikuti pelajaran dengan baik. Sebaiknya gangguan atauhambatan itu dikurangi, misalnya:• Anak dengan gejala hiperkinetik, dapat dikurangi gejala-

gejalanya dengan obat-obatan (imipramine, amphetamine,haloperidol, tranquilizer dan sebagainya).

• Latihan koordinasi motorik kasar dan halus, serta melatihfungsi sensomotorik, tanggapan visual atau pendengaran bilaada gangguan dalam bidang ini.Yang terpenting agar orang tua menerima anak dengan

gangguan ini, dan mengusahakan agar anak dapat berkembangsesuai dengan kemampuannya.

Pengaruh lingkungan atau suasana belajar yang menyakitkananak

Anak mau belajar dan menurut apa yang dikatakan gurunyabila anak mencintai gurunya, dan anak juga merasakan guru. nyamencintai dirinya. Bila merasa dibenci gurunya; guru selalumenyalahkan, memarahi dan menghukumnya, maka anakmerasakan suasana belajar menyakitkan. Akibatnya anak malasatau menolak belajar. Anak selalu teringat pada suasana belajaryang menyakitkan di masa lalu sehingga menolak belajar. Inijuga terjadi bila anak belajar dengan orang tua di rumah selaludimarahi, dibentak-bentak, bahkan dipukul. Suasana belajaryang menyakitkan ini menyebabkan anak malas belajar sehing-ga akhirnya kesukaran belajar akan timbul. Demikian juga bilatemannya di sekolah selalu mengancam, menindas atau memu-kulinya, akhirnya anak tak pergi ke sekolah dan tak mau belajar.Lingkungan yang tak menyenangkan anak pada saat belajarakan menyebabkan anak malas belajar, sehingga akhirnyatimbul kesukaran belajar.

Penanganan

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

Sebaiknya orang tua atau guru tidak langsung memarahianak bila anak tak mau belajar, tetapi dengan penuh pengerti-an dan kasih sayang menanyakan kepada anak apa sebabnyaanak malas belajar. Keakraban hubungan orang tua atau gurudengan anak perlu diciptakan agar anak mau mengutarakan isihatinya, sehingga penyebab kesukaran belajar dapat diketahuidan prestasi anak dapat meningkat kembali.

Bila orang tua di rumah merasakan dirinya tak dapat sabardan telaten dalam mengajar anak, sebaiknya tugas mengajardiserahkan keluarga lain atau guru les yang dapat mengajardengan sabar dan telaten serta disenangi oleh anak.

Persoalan dalam kehidupan emosi atau tingkah lakunya

English dan Pearson berpendapat bahwa proses belajar akanberhasil bila anak dapat memusatkan perhatian pada pelajaran.Tetapi bila seseorang merasa sedih, bersalah, khawatir, malu, hinggaindividu tersebut selalu termenung memikirkan persoalannya,dengan sendirinya perhatian terhadap pelajaran menurun danakhirnya timbul kesukaran belajar. Pada anak biasanya kesedihantidak berlangsung lama, tetapi justru sering ditunjukkan dalambentuk tingkah lakunya, misalnya:__ kenakalan: sering mengganggu temannya__ hiperaktivitas: tak bisa diam__ menarik diri: tak mau bergaul__ agresifitas: sering merusak, melempar, memukul dan seba-

gainya.Adanya gangguan emosi dan tingkah laku pada anak/remaja

menunjukkan anak mengalami ketegangan atau konflik, perha-tiannya terhadap pelajaran berkurang sehingga prestasi belajarnyamakin menurun.

PenangananBila anak saat sekolah sering nakal, hiperaktif atau menyen diri,

tak mau bergaul, mudah marah, cemas atau menangis, ini menunjukkan anak mengalami gangguan emosi atau tingkah laku.Mungkin ada persoalan pada dirinya hingga mengganggukonsentrasi belajar. Sebaiknya guru atau orang tua waspada akan halini; Mendekati anak untuk mencari penyebab atau latarbelakangnya; dan berusaha mengatasi persoalannya. Tetapi kadang.kadang konflik anak terlalu dalam sehingga perlu pemberianpsikoterapi.Kesukaran membaca, padahal pelajaran matematika cukupbaik dan derajat inteligensi normal (IQ: 86 - 110)

Kesukaran membaca (disleksia) ini dibagi 2 macam:1. Disleksia primer2. Disleksia sekunderDisleksia primerCiri-ciri: Ada kesukaran membaca terutama dalam mengin. tegrasisimbol-simbol huruf atau kata-kata, disebabkan kelainan biologisdan tidak didapatkan kelainan saraf yang nyata. 10% dari anakdengan inteligensi normal menderita disleksia primer.Perbandingan anak laki-laki : anak perempuan = 5 : 1Gejala-gejala:__ sukar berpikir abstrak__ sukar membuat konsep berpikir, untuk ukuran panjang,

jumlah dan waktuContoh: - rata-rata tinggi orang wanita Amerika 2„ meter

- hari natal pada bulan Juli- musim hujan pada bulan Mei- penduduk Indonesia: 10 juta.

• sukar membedakan skema atau anggota badan sebelah ka-nan atau kiri.

• dapat mengulang . alfabet tetapi tak dapat merangkai sukukata untuk membuat kata atau kalimat.

• dapat menyebutkan atau membunyikan beberapa kata te-tapi tidak dapat mengerti artinya atau menggambarkanmaknanya.

• kecakapan berhitung atau matematika jauh lebih baik dari-pada membaca.

• kemampuan ketrampilan motorik lebih baik daripada ke-mampuan verbal.

‚ sukar membedakan huruf: d, b, p.• membaca kata: dor, dir sama saja tanpa berbeda.‚ menyusun kata terbalik-balik (reversal) atau susunan kata tak

teratur.Contoh: ‚ mandi madin

mnadi– negro . nergo

nregoPada disleksia primer dengan gejala sukar membaca, dikte dan

merangkai suku kata, meskipun kemampuan berhitungnya baiktetapi lama-lama kemampuan berhitung pun terganggu karenasoal berhitung juga memakai kalimat. Anak ini sukar membacakata-kata dalam kalimat, juga sukar mengartikan kalimatsehingga timbul kesukaran belajar.Penanganan

Anak dengan disleksia primer perlu bimbingan khusus untukdiajar membaca. Untuk itu anak perlu ditempatkan padaRemedial Teaching yang akan mengajar anak dalam 3 hal, yaitu:1) Menggunakan ketajaman pencerapan panca indera, teruta-ma ketajaman penglihatan, perabaan, skema badan.• penglihatan.‚ disuruh meniru bentuk-bentuk geometrik:

01 1D a'<>‚ bila bentuk geometrik yang ditiru sudah benar, anak disuruh

menggambarkan masirig-masing bentuk geometrik tersebuttanpa contoh.Misalnya: Coba gambar bentuk segitiga, bulatan, persegi

panjang, bujur sangkat dan sebagainya.‚ ditanya beda bentuk dalam gambar di bawah ini (visual

figure-background perception).

diminta untuk meniru garis-garis yang menghubungkantitik-titik di bawah ini (spatial relationship).

. . . •

t • . .

— ditanyakan pada anak (position in space).

posisi yang terbalik pada urutan kursi.

Ygambar bulatan mana dari urutan bulatan y yang samadengan bulatan xPosition in space dipakai pada anak yang sukar membedakanhuruf: b, d, p (reversals).

• pendengaran— Anak disuruh menirukan nada tinggi dan nada rendah.

do do ,do/00' re 7 mi

— anak disuruh menirukan kata-kata:bar-dar, dor-tor, stop-toptaman-tamat, parit-parutmuda-mudi, bolak-balik

— dilatih diskriminasi irama dalam nyanyian, sajak-sajak.

• perabaan— Diminta untuk meraba benda:

— bundar: bola

— kotak persegi panjang— kubus:

— tabung ouiat uan seoagamya. --- ditanya apakah bentuk benda ini, sesudah benda tersebut diraba

--- - i bundar, tabung, kubus, kotak dan sebagai• nya.

• Skema badan --->posisi anggota badan:— ditanya mana: — telinga kiri

— tangan kanan— mata kiri- telinga kanan

— Coba ditarik: — tungkai ke muka— tungkai ke belakang— lengan ke samping kanan/kiri— lengan ke atas, lengan ke bawah dan

sebagainya.— Dihitung semua jumlah jari jari, yang mana ibu jari, jari

manis, jari kelingkung, jari telunjuk, jari tengah.2) Mengembangkan integrasi dua atau tiga macam pencerapan:penglihatan, perabaan, dan pendengaran.Contoh: lonceng berlagu -- bentuk bulat.

Ditanya: — benda apa ini?coba raba - - .- .bentuknya bagaimana? —

coba tirukan lagu benda ini!

3) Mengembangkan kemampuan bahasa: bahasa reseptif, danbahasa ekspresif.

Latihan:• bahasa reseptif: mengerti isi kalimat atau isi cerita.• bahasa ekspresif: menceritakan kembali isi cerita,

mengutakan maksud hati atau isi pikirannya.

— Pada saat membaca kadang-kadang penderita dapat mem-baca dengan baik, kemudian berhenti, lalu membaca banyaksalah.

— Membaca lalu berhenti, atau banyak salah biasanya karena isibacaan mirip dengan konfliknya/ketegangannya atau anakteringat akan konfliknya/ketegangannya.

Penanganan

Karen dasar kemampuan membaca sebenarnya baik, peng-obatan terutama ditujukan untuk menghilangkan gangguan emosiatau tingkah lakunya, yang biasanya dapat ditangani oleh seorangpsikolog atau psikiater. Latihan membaca atau menulis dapatdilakukan di tempat Remedial Teaching. Kemajuan biasanyacepat karena dasar kemampuan membacanya memang masihbaik.

DIAGNOSIS KESUKARAN BELAJAR

Diagnosis kesukaran belajar ini harus dilakukan secara telitidan diperlukan team ahli dari. berbagai disiplin keilmuan.Pertama-tama yang mengetahui gejala kesukaran belajar padaanak biasanya pendidik (guru), staf bimbingan dan penyuluhansekolah atau orang tua anak tersebut. Bila orang tua membawaanak tersebut ke dokter, biasanya dibawa ke dokter anak (pediater), dengan tujuan untuk mengatasi kesukaran belajaranaknya. Pada saat inilah diperlukan kerja sama dokter anakdengan berbagai team ahli lain agar diagnosis kesukaran belajardapat diketahui secara tepat, sehingga dapat ditentukan pendi-dikan dan pelajaran yang bagaimana paling sesuai untuk anak.Dalam membuat dianogis sebaiknya diperhatikan sebab-sebabkesukaran belajar yang telah diuraikan.

PENCEGAHANAgar frekuensi kesukaran belajar ini dapat dikurangi atau

malah dihindari perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1)Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan..-- Anak harus merasakan bahwa guru, teman dan orang tuanya

mencintai atau menyenangi anak.

Disleksia Sekunder

• kemampuan membaca terganggu karena dipengaruhi olehkecemasan, depresi, menolak membaca, kurang motivasi be-lajar, gangguan penyesuaian diri atau gangguan kepribadian.

• sebenarnya dasar tekntic kemampuan membaca masih baik (intak), tetapi kemampuan membaca tersebut digunakan secarakurang efektif karena dipengaruhi faktor emosi.

• kadang.kadang anak dibawa ke dokter bukan karena keluhantak dapat membaca tetapi karena keluhan:

— penyesuaian diri yang buruk— kenakalan— tidak mau pergi ke sekolah— neurosa

N — gangguan psikosomatik‘,

dan sebagainya.Gejala:

– Harus dihindari terjadinya situasi ketegangan saat mengajaranak, dan justru harus diciptakan keakraban hubungan dengananak sehingga anak dapat mengutarakan kesulitannya denganbebas.

2) Hindari kelelahan fisik atau penyakit menahun agar gariahbelajar anak tidak terganggu.3) Sebelum anak diajar membaca, menulis dan berhitung perluditeliti apakah fungsi-fungsi tertentu yang diperlukan untukpersiapan belajar sudah berkembang dengan baik (fungsi sen-somotorik, koordinasi motorik, kognitif, tanggapan ruang/orientasi bidang dan bahasa).4) Gangguan emosi dan tingkah laku dapat dikurangi atau di-hindari agar tidak mengganggu konsentrasi belajar atau ke-mampuan membaca anak.Cohen TB berpendapat bahwa kecemasan ringan dapat me-ningkatkan motivasi belajar tetapi kecemasan berat dapat me-nurunkan prestasi belajar.5) Guru atau orang tua sebaliknya dapat memperkirakan derajatinteligensi anak dengan memperhatikan kemampuan belajar anaksecara teliti, sebelum mengatakan bahwa anak ini bodoh. Bilaorang tua ragu-ragu, dapat dilakukan tes inteligensi oleh seorangpsikolog, sehingga dapat diketahui derajat inteligensi anakmeskipun tes inteligensi kadang-kadang dapat keliru hasilnyaterutama bila anak tak bersedia mengerjakan "tes inteligensidengan baik sesuai dengan kemampuannya".6) Guru atau orang tua sebaiknya selalu bersikap konsisten (tetap) pada anak.– Bila anak berbuat salah tunjukkan kesalahannya. Bila kesa-

lahan ini dilakukan berulangkali dan disengaja, anak perlumendapat hukuman.

Contoh: Anak tidak membuat pekerjaan rumah beberapa kali, perlu mendapat hukuman, misalnya:berdiri di muka kelas, membuat PR lebih banyak. Tetapi sebaliknya guru atau orang tua menyelidiki sebab dan latar belakang anak mengapa sampai berbuat salah atau nakal.

– Bila anak berbuat baik juga harus diberikan pujian oleh orangtua/guru agar perbuatan baik ini selalu diulangi.

RINGKASAN

Telah kami bicarakan mengenai:– Definisi belajar dan kesukaran belajar.– Sebab-sebab dan penanganan kesukaran belajar.– Cara membuat diagnosis.– Cara pencegahan timbulnya kesukaran belajar.

KEPUSTAKAAN

1. Anwar AID. Bakat dan prestasi; Masalah anak-anak denganinteligensi superior. Jiwa, Tahun XVI, 1983; 2: 1 – 7.

2. Bisgyer JL et al. Special Classes for Emotionally disturbed ChildrenAm J Orthopsychiat 1964; 34 : 6969 – 704.

3. Cohen TB. Prediction of Underchievement in kindergarten Children.Arch Gen Psychiat 1963 ; 9 : 444 – 450.

4. English OS and Pearson GH. Difficulties in learning in ChildhoodPsychopathology by Harrison SI and Mc.Dennott JP New York;International Universities Press Inc, 1972; pp 445 – 455.

5. Eisenberg L. Psychiatric implications of brain damage in children, inChildhood, Psychopathology by Harrison SI and Mc. Dermott JF,

New York; International Universities Press, Inc, 1972; pp 774 – 7 87.6. Frostig M. Visual Perception in the Brain Injured Child. Am J

Orthopsychiat 1963; 33 : 665 – 671.7. Grunebaum. Fathers of Sons with primary neurotic learning inhibitions.

Am J Orthopsychiat 1962; 32 : 462 – 472.8. Hardjawana B. Intelligensi yang tersembunyi. Jiwa, Tahun XIII, Des.

1980; 4 : 81 – 87.9. Heinicke CM. Learning Disturbance in Childhood in Manual of Child

Psychopathology by Wolman B et al, New York: 1972; Mc.Graw HillCompany. pp 662 – 698.

10. Masdani J. Anak yang tidak sanggup membaca. Jiwa. Tahun II, July1969; 3: 54 – 58.

11. Nason LJ. Help your Child succeed in School. Gubahan K. AbdulSyukur, Indah Jaya Bandung, 1980.

12. Rabinovitch RD et al. A Research approach to reading retardationin childood Psychopathology by Harrison SI and Mc.Dermott JF.New York: International Universities Press. Inc. 1972; pp 457 –486.

13. Sajono T. Cacat mental dan kesulitan belajar. Jiwa, Tahun X, April1 9 7 7 ; 2 : 4 7 – 5 5 .

14. Silver AA et al. Specific Reading Disability. Am J OrthopsychiatApril 1977; 34 : 95 – 101.

15. Silver AA et al. Reading Disability: Teaching Through Stimulation ofDificit Perceptual Areas. Am J Orthopsychiat 1967; 37 : 744 – 751.

16. Thompson LJ. Learning Disabilities. Am J Psychiat 1973; 130 : 393 –399.

17. Varekamp LCV. Anak-anak yang berkelainan, Jilid 2, Dewan Na-sional Kesejahteraan Jakarta, 1973.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 45

dr. Ny. Endang Warsiki GhozaliBagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS. Dr. Soetomo, Surabaya

Pendidikan Anak Usia Balita

Sebelum dapat mendidik anak dengan baik, diharapkankeluarga, terutama orang tua yang melakukan peranan dalarnmendidik anak merupakan keluarga yang baik yaitu:

• harmonis• saling pengertian• saling menghormati• saling menolong atau mendorong• batasan hubungan fungsi/sistem

orang tua — anak ---> jelaskakek/nenek — orang tua ---> jelaspaman/bibi — orang tua ---> jelasKeluarga, terutama orang tua berfungsi utama dalam pen-

didikan anak yang baik. Orang tua harus dapat mengusahakansuatu lingkungan hidup yang sebaik-baiknya bagi anak, supayaia dapat berkembang ke arah yang diinginkan. Misalnya kelakia dapat berdiri sendiri, tidak tergantung kepada orang lain, tak

ada gejala-gejala kecemasan yang berat, menjadi orang yangberguna, taat pada tatatertib dan suka bekerja.

Diharapkan agar orang tua dapat merupakan contoh yangbaik bagi anak, karena segala peranan dan tingkah lakunyadapat ditiru anak. Bila ada paman/bibi atau kakek/nenek yangtinggal serumah, sebaiknya yang memegang peranan dalampenentuan pendidikan anak adalah orang tua. Kecuali bilaorang tua sedang tidak ada di rumah, pendidikan anak dapatdititipkan sementara pada kakek/nenek atau paman/bibi, dengansyarat pendidikan mereka tidak berbeda dengan orang tua.Tetapi begitu orang tua sudah berada di rumah lagi maka segeraorang tua yang memegang peranan kembali.

Di dalam keluarga biasanya ada 2 atau 3 sistem yakni :1. Sistem orang tua2. Sistem anak3. Sistem kakek/nenek atau paman/bibi bila se rumah. Batasanketiga sistem ini harus jelas; maksudnya orang tua janganterlalu ikut campur atau selalu mengatur aktivitas anak,ataupun sebaliknya anak jangan mengatur segala urusan orang

tua. Demikian juga kakek/nenek atau paman/bibi yang tinggalse rumah dengan orang tua, janganlah terlalu mengatur urusanorang tua atau selalu menentukan pendidikan anak. Jika demi-kian, batasan sistem orang tua anak, orangtua — kakek/ nenekatau paman/bibi menjadi kabur. Justru ini tidak boleh terjadi didalam keluarga. Hal sebaliknya juga tidak baik terjadi dalamkeluarga bila batasan ketiga sistem di atas menjadi terlalu jelasatau terlalu kaku/jauh, yakni dalam keluarga saling tidak acuh,saling tidak memperhatikan kebutuhan masing-masing sepertihidup sendiri dan tidak ada komunikasi yang baik dalamkeluarga.

Baik dalam mendidik anak usia balita maupun dalam men-didik anak/remaja, sebaiknya anak dapat merasakan bahwa iadisayangi, disenangi, diperhatikan, dihargai dan diterima dalamkeluarga. Hanya dalam suasana demikian anak dapat memilikikepercayaan diri sendiri, yang sangat penting dalam perkem-bangan kepribadian anak. Penting juga keyakinan anak bahwabila timbul kesulitan, ia selalu dapat mengharapkan bantuan danpertolongan orang tua. Walaupun kadang-kadang anakmelanggar tata tertib sehingga mereka patut menerima hukum-an, mereka harus tahu bahwa orang tua tetap sayang kepada-nya. Marah maupun hukuman jangan ditujukan pada diri anaktetapi pada kesalahan atau perbuatannya, yang kemudian se-sudah itu berbaik lagi seperti semula.

Cara menunjukkan pada anak bahwa orang tua tidak setujudengan perbuatan atau tindakan anak yang kurang baik :

• Pertama-tama anak diberitahu bahwa perbuatan yang di-lakukan tidak baik, dan diterangkan juga alasannya dengankata-kata sederhana dan singkat sesuai daya tangkap anak.

• Jika anak tetap membandel, sikap orang tua— muka masam/tak tersenyum— suara tak enak atau nada suara yang keras/nada marah.— sikap yang tak membenarkan, misalnya telunjuk ditunjuk•

kan ke atas.— tak mengijinkan atau memberikan apa yang diinginkan

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

anak.

• Bila tetap membandel terus, orang tua dapat memukulpantat/paha anak. Pukulan ini hanya sebagai peringatan, janganterlalu keras atau sampai berlebihan (supaya kapok), karenamenyebabkan rasa dendam anak pada orang tua, merasa kurangdicintai sebab terlalu disakiti badannya.

Hukuman-hukuman ini menitikberatkan perbuatan anak yangsalah, bukan diri anak sendui. Ini agar tidak timbul rasa dendampada anak dan kehilangan kepercayaan dirinya. Misalnya caraorang tua memberitahu anak bila melakukan perbuatan yangsalah: "Kamu tak bisa melakukan hal seperti ini, hanya anakyang nakal saja yang berbuat demikian. Saya tahu dan percayabiasanya kamu tidak berbuat demikian, lain kali jangan ya."

Jika anak dihukum bila bertingkah laku buruk, orang tuaharus ingat juga untuk memuji atau memberi penghargaan bilaanak bertingkah laku baik. Janganlah beranggapan bahwadengan memuji anak akan menjadi sombong (besar kepala), asalpujian itu sifatnya wajar saja. Tentu saja anak menjadi sombongbila tingkah laku baik maupun buruk selalu dibenarkan danmendapat pujian. Walau sebenarnya dalam hati kecil merekabertanya: "Bagaimana ya tingkah laku yang salah, kok saya tidakpernah diberitahu?"

Persetujuan terhadap tingkah laku anak yang baik dapatberupa :

• pujian• tersenyum• ucapan terima kasih atas bantuannya• perubahan dalam sifat atau nada suara : wah-wah, hebat.• ciuman atau pelukan• memberikan sesuatu yang diingini anak• memberi penghargaan berupa hadiah yang nyata : gula-gula,

boneka, uang, bintang (lambang), angka-angka (points).Lambang nyata yang diberikan orang tua pada tingkah laku anakyang baik akan terus mengingatkan anak terhadap ke-berhasilannya. Hadiah harus diberikan segera sesudah tingkahlaku anak yang baik dilakukan. Dengan memberikan penghar-gaan pada anak, orang tua sekaligus membesarkan kepercayaananak pada dirinya sendiri. Tetapi janganlah selalu menjanjikananak akan memberi sesuatu/hadiah bila melakukan kebaikankarena :

• orang tua mungkin tidak dapat memenuhi janjinya.• akan membiasakan anak, tidak akan berbuat baik bila tidak

diberi upah. Orang tua sebaiknya merangsang inisiatif anak dan membe-

rikan kebebasan anak untuk berkembang. Sebaiknya anakdibiarkan melakukan sesuatu menurut rencana dan kehendakmereka sendiri. Ini tidak saja merangsang inisiatif anak, melain-kan juga daya ciptanya. Bila kita memuji hasil karyanya mes-kipun hasilnya itu kurang baik, anak akan merasa bangga dansenang serta menambah kepercayaan dirinya. Bila anak terusmenerus diperintah, hal ini sering mengakibatkan gairah kerjaanak berkurang, anak menjadi malas (apatis) dan selalu tergan-tung kepada orang tua. Diusahakan agar hubungan orang tuadan anak cukup akrab, sehingga anak merasa bebas untukmengutarakan segala isi hatinya maupun persoalannya terhadaporang tuanya, sehingga anak mendapat bimbingan yang

baik dalam memecahkan persoalannya.Usaha orang tua agar dapat menambah kesenangan dan

eratnya hubungan kekeluargaan misalnya :• minum teh bersama• makan bersama (family table talking)• permainan bersama• rekreasi bersama• bergurau bersama• perayaan hari ulang tahun dan sebagainya.Dengan demikian komunikasi antara anggota keluarga selaluterjadi.

Batasan tingkah laku anak yang merupakan aturan tata-ter-tib dalam keluarga akan merupakan pedoman bagi anak-anak,sehingga anak dapat mengerti apa yang diperbolehkan dan apayang tidak dibolehkan. Aturan-aturan ini hendaknya membantudan membimbing anak; tidak boleh terlampau banyak sehinggasangat membatasi aktivitas anak dalam segala bidang. Misalnya :

• Pada waktu tertentu (waktu makan, waktu tidur) anak harussudah berada di rumah.

• sampai ke mana ia boleh pergi.• menghargai atau memperhatikan milik orang lain.• pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan tak boleh di-

lupakan (melatih tanggung-jawab anak), misalnya : menya- pu.

• tak boleh memukul saudara atau teman tanpa sebab• tak boleh melakukan aktivitas yang sangat berbahaya mi-

salnya: bermain api, naik di tempat tinggi sekali, berlari saat menyeberang di jalan yang ramai.

• melawan permintaan orang tua yang cukup beralasan dansebagainya.

Mungkin masih banyak lagi aktivitas lain yang tidak bolehdilakukan oleh anak, tergantung macam kultural dan situasisosial. Batasan-batasan tingkah laku anak ini maksudnya me-latih anak supaya ia dapat mengendalikan diri serta mengenaldisiplin dan tanggung jawab.

Melatih tanggung-jawab pada anak juga harus diajarkan,yakni dengan memberi tugas sehari-hari yang harus dikerjakan dirumah, misalnya :• membersihkan tempat tidur• menyapu rumah• mengemasi meja makan• membersihkan sepatu dan sebagainya

Tugas yang diberikan sudah tentu harus sesuai dengan umuranak. Dengan melatih bekerja, anak akan belajar bertanggungjawab atas pekerjaannya, bekerja tidak atas perintah, melainkanatas kesadarannya sendiri. Bila anak merasakan bahwa orangtuanya menyayangi, menghargai, penuh pengertian danpertimbangan, bersikap tetap (konsistensi) dan berwibawa sertamelatih disiplin, anak dapat melakukan identifikasi dengan baikterhadap orang tuanya. Dengan demikian diharapkan anak dapatbekembang menjadi dewasa dengan baik.

Dalam mendidik anak usia balita, perlu diperhatikan :• usia anak• perkembangan jiwa anak• adakah kelainan biologis pada anak misalnya : kelainan

metabolisme, gangguan organik otak, radang otak, trauma

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 46

kelahiran rudapaksa kepala dan sebagainya.Dengan mengetahui perkembangan jiwa anak, kita dapat

mengobservasi apakah anak sudah berkembang seperti yang di-harapkan umumnya pada anak normal atau mengalami kelam-batan. Bila ada kelainan biologis pada anak, hal ini dapat me-rupakan salah satu penyebab terjadinya kelambatan perkem-bangan fisik, mental dan sosialisasi anak. Bila tidak ada kelainanbiologis pada anak maka sebab kelambatan perkembangan anakpada umur balita mungkin karena sebab lingkungan, misalnyakarena kekeliruan cara mendidik orang tua, pengaruh teman,guru dan sebagainya.

Di bawah ini akan diterangkan cara membimbing anak usiabalita (The Washington Guide) untuk orang .tua agar anak dapatberkembang normal seperti yang diharapkan sesuai denganusianya. Tentu saja bimbingan ini tidak diperuntukkan anakdengan keterbelakangan mental (retardasi mental) yang memangsudah terlambat dalam perkembangannya, tetapi dapat dipakaisebagai pedoman untuk mengetahui apakah perkembangananak terlambat atau tidak. Bimbingan pada anak usia balita inimeliputi melatih anak dapat makan sendiri, kemampuanberbicara, aktivitas bermain, ketrampilan motorik, dan latihanberak dan kencing pada tempat yang sesuai (WC/ kamar mandi- toilet training).

Umur

1-3bulan

M A K A N

Tujuan Diharapkan Tercapai Aktivitas yang dianjurkan

– ada refleks mengisap – Ubahlah posisi menetek– dapat menelan bubur bila ada kesukaran meng-- dapat mengkoordinir anta- isap.

ra mengisap, menelan dan – Perkenalkan makanan bu-bemafas bur sehari-hari disuapkan

dengan sendok kecil.– Letakkan anak dalam po-

sisi relaks dan menye- nangkan pada saat mem- beri makan.

– Berilah makanan path anak sesuai dengan kebu- tuhannya.

4-8bulan

9-12bulan

– Lidah digunakan mengge- – Perkenalkan dan berilah rakkan makanan dalam makanan roti biskuit un- mulut. tuk mengembangkan :

– Dapat menggerakkan ta- - gerakan tangan ke mulutngan ke mulut - dilatih memegang botol

– Dapat mengunyah makan- an, dap at makan biskuit.

– Dapat mengenal botol susu dengan melihat.

– Dapat memegang botolnya – Perkenalkan cangkir atau sendiri. gelas dengan cairan sedi-

– Dapat minum di gelas (di kit untuk diminum.cangkir) dengan bantuan. – Dudukkan anak di kursi

– Makan dengan jari jari. tinggi untuk bersama-sa-– Mulai memegang sendok. ma makan di meja de-

ngan keluarga.– Tawarkan sendok untuk

dipegang bila ada perhatian.

1-1½tahun

–Dapat memegang cangkirdengan jari-jarinya

–Dapat menaikkan cangkirdan meminumnya.

–Mulai menggunakan sendokdiputar-putar di mangkok.

–Masih sukar memasukkansendok ke mulut

–Teruskan memberi ma- kanan yang dapat dipe- gang : roti biskuit.–Berila h kesempatan un- tuk makan sendiri dengan pining & cangkir dari plas- tik/seng yang tidak pecah–Sebaiknya pining cekung, sendok dapat dimasuk- kan dengan mudah & mengambil nasi juga mu- dah.–Berikan minuman sesu- dah makan supaya tak banyak minum.

1½ - 2½tahun

–Dapat minum tanpa tum-pah.

–Dapat memegang gelas ke-cii dengan tangan.

–Dapat memasukkan sendokke dalam mulut dengan be-

nat.–Dapat membedakan makan-

an dengan benda yang tak dapat dimakan.–Sering bermain dengan ma- kanan.

–Diberanikan untuk ma-kan sendiri dengan sen-dok.

–Jangan memaksa anakwaktu makan.

–Layanilah anak makandengan cara yang mena-rik/menyenangkan.

–Berilah makanan sedikitdulu, bila jumlah nasi ba-nyak anak malas makan.

2½ - 4tahun

–Dapat mengambil nasi de- ngan sendpk nasi (centong)–Membutuhkan sedikit ban- tuan sejak makan di meja.–Dapat makan sendiri di me-

ja dengan sedikit makanantercecer.

–Senang membantu menga- tur meja makan (piring,

sendok, gelas).

–Mendorong anak untukmelakukan kebutuhan- nya sendiri (self help)

–Berilah kesempatan padaanak melatih ketrampil-an menyeduk nasi.

–Mendorong anak untukmembantu mengatur me-ja makan.

–Diberi penerangan me-ngenai aturan makan.

4 - 5 tahun

–Dapat makan sendiri de-ngan baik.

–Dapat lancar bergaul & ben-bicara saat makan.

–Diajarkan anak biasa ber-gaul, berbicara saat ma-kan (tidak kaku).

–Diajarkan agar anak su-dah dapat :- menyiapkan- melayani tamu/orang

tua saat makan.–Diminta anak untuk ber-

cerita saat makan menge-nak hal-hal yang terjadihari ini (kejadian di seko-lah waktu bennain-main),

– Family Table talking

UmurKEMAMPUAN BERBICARA

Tujuan Diharapkan Tercapai Aktivitas Yang Dianjurkan

1 -3 bulan

Kemampuan.A. Menangkap suara.–menggerakkan mata, ba-

dan bila mendengar suaradekat telinganya

–tersenyum bila dirangsangsosial (dibuai)

–Observasi.Ekspresi muka, pergerak-kan badan bila suara di-

. bunyikan.–Tersenyum dan berbicara

pelan dengan nada me-nyenangkah sambil :

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

4-8 bulan

9-12bulan

1-1½tahun

B. Mengeluarkan suara–keluar suara mengisapdalam menangis dapat dibe-dakan :

- rasa tak nyaman- sakit- lapar

A. Menangkap suara–Mata dapat mencari sum-

ber suara–dapat membedakan suara menyenangkan (musik-ter-

tawa) dan menegangkan (suara keras-menangis) –dapat menaikkan kedua ta- ngannya bila ibu datang mengucapkan: "Ikut saya"B. Mengeluarkan suara–tertawa keras bila digoda–dapat bersuara huruf hidup ba ba di di

huruf mati : m, m–dapat bereaksi dengan sua- ra bila diajak bicara–dapat bicara da- da, ma-ma– tanpa arti.

kemampuanA. Menangkap suara–Bila nama bayi disebut ba-

yi bergerak-gerak, bersua- ra: dada baba–Ditawarkan mainan dengan

suara – badan bergerak akan memegang.–Tampak perhatian dengan

perintah sederhana.B. Mengeluarkan suara–Dapat meniru suara terten- tu misalnya :–batuk-batuk–suara dari bibir, lidah–Dapat menyebut 2 kata : mama, dada, yang spesifik untuk orang tuanya.

KemampuanA. Menangkap suara–memperhatikan orang yang mengajak bicara–Menyatakan keinginan de- ngan isyarat–Melihat keanggotaan kelu-

arga bila namanya dipang- gil.

B. Mengeluarkan suara–Mengeluarkan 3 kata lagi selain mama, dada – pipis, makan, mimik. –Kadang-kadang dapat me-

nyebutkan nama benda yang diminta.

KemampuanA. Menangkap Pembicaraan–Bisa menunjukkan bagian

tubuh yang disebut (hi-

- memegang- meraba- membuai bayi

–Hindari bayi agar janganmenangis lama dan terusmenerus.

–Bicaralah dengan bayi se-lama merawat, memberi

makan, memandikan dansebagainya.

–Usahakan kontak mataselama bicara

–Tirukan suara yang diu-capkan bayi.

–Godalah bayi denganmenggelitik sampai terta-

wa.

–Berilah perintah sederha-na :- duduklah- berdirilah- tutup pintu- bukapintu- datanglah ke sini

–Berilah suara dari bibir li-dah di mana bayi dapatmeniru (melatih bicara)

–Ajaklah bicara bayi bila sedang : - makan - mandi - bermain-main

–Bari petunjuk nama ba-rang untuk makan, alat

rumah tangga, sambil me-nunjukkan barangnya.

–Diberanikan anak untukberkata-kata dan menga-

takan apa yang diingin-kan.

–Tunjukkan pada anakucapan kata-kata darimulut ibu.

–Tunjukkan nama keguna-annya.

-Teruskan untuk menun-jukkan nama benda yangdilihat & dipakai anak.

–Diberanikan anak untuk

1½-2½ tahun

dung, mata)–Dapat melaksanakan 2 - 3

perintah secara verbal mi-salnya :1. ambil bola di meja 2. berikan ke ibu

B. Mengeluarkan kata-kata/kalimat

–Dapat mengatakan 2 ma-cam kata-kata yang berbe-da misalnya :1. bennain bola 2. minta kue

–Dapat menyebutkan nama-nama benda di dalam gam-bar: kucing, burung, an-jing, kuda (± 100-200 ka-ta)

–Sering menyebut dirinyaaku/saya daripada nama-

mengatakan keinginan-nya, jangan memakai ba-hasa isyarat.–Ajaklah anak berbicara selama makan–Sebutkan & hitunglah jumlah benda-benda di meja–Usahakan agar anak me- lihat muka kita selama kita menyebut nama ben- da–Sediakan waktu ± Ya jam sehari untuk menerang- kan nama benda atau bi- natang dalam gambar/ buku.–Bila dapat peganglah ben- danya lalu tunjukkan na- manya.

nya (mulai pakai kata gantiorang).

2½-4

KemampuanA. Menangkap pembicaraan–dapat mengikuti cerita TV

sampai lama.–dapat memilih benda yang

lebih kecil atau besar biladisuruh

–dapat mengerti kata depan:di bawah, di atas, di muka,di belakang.

–dapat mengerti giliran ber-

–Bacalah cerita keluarga/anak-anak humor denganlebih terperinci (detail)

–Dilatih anak untuk mela-kukan perintah orang tua- ambilkan bola- berikan adik- bukalah sepatumu

–Dengarkan keterangananak tentang gambaryang dibuat.

tahunmain

–Diberanikan anak untuk–dapat melaksanakan perin-tah orang tua.

B. Mengeluarkan kata-kata/kalimat

–dapat menyebut dirinya la-ki-laki/perempuan.

–dapat menyebut nama ben-da yang digambar.

–dapat bercerita/menyanyi–dapat menyebutkan semua

huruf abjad

mengulangi :- cerita- nyanyian, sajak.

–Berilah jawaban singkat sederhana pada setiap pertanyaan anak–Ajaklah rekreasi: ke laut,

ke bioskop, ke kebun bi-natang lalu diskusikan de-ngan anak.

4-5

KemampuanA. Menangkap pembicaraan–dapat mengerti nilai ma-

cam-macam uang logam.–dapat mengerti perintah le-

bih panjang (3-4 perintah)B Mengeluarkan pendapat–dapat menyebut macam-

macam nama uang logam–dapat menjawab pertanya-

an dengan baik–dapat menerangkan arti ka-

–Ajaklah anak bermain de-ngan benda-benda yangberwarna

–Diajarkan anak menye-butkan dan mengatakan/menggunakan kata-katadengan benar

–Bentuklah kelompokanak-anak untuk bergilir-an menyebut nama-namabenda di buku gambar

– Ijinkan anak untuk me-

tahunta: topi, bola milih sendiri:

–dapat lancar bertanya–dapat menyebut 4 macam

warna

- macam permainan- macam cerita- aktivitas apa akan dila-

kukan–Berikan kesempatan anak

untuk memainkan peran-an cerita yang dikarang-nya

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 49

–Diajarkan aturan tata ter- tib pergaulan misalnya :

- mengucapkan terima ka- sih- menyilakan tamu ma-kan, duduk

UmurKETRAMPILAN MOTORIK

Tujuan Diharapkan Tercapai Aktivitas Yang Dianjurkan

1-3bulan

4-8 bulan

9-12 bulan

1-1½tahun

– Kepala dipegang ke atas –Tempatkan bayi dalamhati-hati bila bayi telung- posisi telungkupkup –Bantulah bayi dalam po-

– Kepala dapat tegak bila di- sisi duduk dengan kepa-bantu dalam posisi duduk. banya tegak

– Dapat mengikuti semua ob- –Berilah kesempatan un-yek yang dapat dilihatnya tuk melihat aktivitas se-

mua orang

–Menangkap botol/mainan –Berikan macam-macam dengan kedua tangannya. mainan, benda-benda–Dapat mengambil barang- plastik, bola, boneka, ku-

barang kecil. misalnya : bus dan sebagainya yangkubus. beraneka warna

–Dapat memindahkan main- –Berikan juga mainan-ma- an dari satu tangan ke ta- man kecil yang lunak

ngan lainnya. sampai keras atau yang–Mula-mula duduk dengan berbunyi

sedikit bantuan dengan ke- –Bantulah bayi dalam po- pala & punggung tegak, la- sisi duduk bila kepala dan

lu dapat duduk sendiri. punggung sudah tegak stabil.

—Dapat bangun sendiri ke —Ijinkan bayi untuk ba-posisi duduk ngun berusaha berdiri

—Dapat merangkak —Berilah kesempatan dan—Mula-mula pegangan dalam tempat untuk latihan

posisi berdiri bayi merangkak. Dilatih—Lama-lama berdiri sendiri. anak dituntun untuk

latihan berjalan—Ajaklah anak bermain-

main kapal terbang untuklatihan memegang denganjari-jari (juga disediakanbenda-benda, misalnya:sendok, cangkir, kubus

dan sebagainya)

—Dapat berjalan berapa lang- —Memberi kesempatan un- kah tanpa bantuan. tuk melatih anak berjalan

—Berjalan naik tangga dengan dan menaiki tangga de- bantuan, merangkak waktu ngan pertolonganturun tangga.

—Dapat membalik-balik ha- —Memimpin anak dalamlaman buku aktivitas membalik ha-

laman buku, menulis de -ngan kertas dan pensil

berwarna—Berilah anak mainan se-

perti : kubus, cangkir,boneka kain dan benda

lunak lainnya—Mulai m emperkenalkan

anak untuk berayun-ayun—Berilah mainan yang da-

pat didorong kesekitar- nya.

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

1½-2½tahun

–Dapat berlari-lari–Dapat naik & turun tangga

dengan 1 kaki–Dapat melempar bola de-

ngan tangan di atas bahu–Dapat meloncat di tempat.–Dapat mengendarai sepeda

roda 3–Dapat meniru garis lurus

(vertikal)–Dapat membuat menaradari 4 balok atau lebih

– Memberi kesempatan pa-da anak untuk memprak-tekkan dan mengembang-kan aktivitas

– lari-lari– naik, turun tangga– Melatih anak melihat sua-

tu kegiatan, lalu anak di-beranikan untuk menco-banya

– meniru menulis garis lu- rus

– membuat menara– Berikan sepeda roda 3

dan melatih kaki anakmenjalankan pedal sepe-da.

2½-4tahun

–Berjalan turun tangga de-ngan kaki bergantian

–Dapat meloncat dengan sa-tu kaki selama ± 10 detik

–Dapat meniru :- bulatan- ganis bersilang

–Dapat menggambar terdiridari 3 bagian

– Biarkan anak melakukankombinasi macam-macammainan dan membutuh-kan benda-benda dari :- tanah liat- malam

– Berilah kesempatan anakuntuk :- berayun-ayun- memanjat

– Berikan kesempatan anakaktivitas menggambar de-ngan :- cat air- kapur- pensil- papan tulis

4-5tahun–

– Keseimbangan badan baik– Dapat meloncat-loncat– Dapat berjalan dengan : - tumit - ujung jari kaki

– Dapat meniru gambar segi empat

– Dapat menangkap bola yang dilemparkan

– Berikan musik dan per- mainan untuk menyela- raskan koordinasi tangan & kaki (meloncat-loncat, menani) guna memper-

baiki koordinasi motorik.

BERMAINUmur

Tujuan Diharapkan Tercapai Aktivitas Yang Diharapkan

—Diam bila digendong —Diberanikan bayi untuk—Memandang muka orang dipegang, diraba & digen-

lain dan benda di sekitar- dong ibunya1-3 nya. —Berikan ayunan mainan

bulan berwarna yang dapat dili-hat anak & tak dapat di-jangkau dengan tangan-nya.

–Bermain dengan tubuh sen- –Ajaklah bayi bermain diri ci - luk - ba berikan wak-

–Mencari benda-benda dan tu bayi untuk bermainmencoba memegangnya sendiri dengan bagian-ba-serta memukulnya – hal gian tubuhnya.

4-8 ini selalu diulanginya –Berikan macam-macambulan –Dapat memnedakan orang benda berwarna lunak

asing dari keluarganya. atau keras yang dapat di-pegang bayi

-Berikan mainan yang ter-apung waktu mandi.

9-12bulan

-Dapat menaruh dan menge-luarkan benda dari kaleng

-Dapat memeriksa obyekyang dipegang di tangan

-Dapat membetikan mainanke orang lain tanpa jatuh(lepas)

--Mencoba mengeluarkanbenda dari genggaman ibu.

-Dapat main bersama-sama(ci-luk-ba) dengan ibu dananak lain.

-Lanjutkan permainan an-tara ibu dan bayi, mis. :menggelindingkan bola.

-Berilah kesempatan anakdapat memasukkan danmenumpahkan bendadari kaleng/doos

-Berikan mainan yang be-sar atau kecil untuk ber-main

-Usahakan untuk bersama-sama bermain denganibu/anak lain.

1-1½tahun

-Bermain sendiri atau bet-main dengan anak lain.

-Lebih menyenangi alat ma-inan

-Menyenangi aktivitas berja-lan

-Menarik-narik benda main-an

-Senang melempar, meng-ambil benda kemudian me-lempar lagi

-Sering meniru tingkah lakuorang. misalnya: membacakoran, menyapu.

-Perkenalkan dengan anaklain meskipun anakbelum dapat bermain ru-kun dengan anak lain(selalu mau menang sen-diri)

-Berilah alat mainan mu-sik, buku & majalah

-Doronglah anak agar me-niru aktivitas orang dewa-sa, misalnya :

- melap, menyapu, kegiat-an lain.

1½-2½tahun

-Dapat bermain berdam-pingan anak lain, tetapi be-lum dapat bermain bersa-ma menurut aturan

-Dapat menggunakan main-an besar & kecil

-Cara bermain kasar dan ka-cau serta lebih lama dari-pada sebelumnya

-Senang mendengar sajakdan nyanyi di TV

-Dapat membangun sesuatuyang baru dari benda main-an.

-Berikan alat-alat bermainbaru yang dapat dibentukdan dirasakan seperti :- pasir - air- batu - sabun- tanah liat - kayumisalnya :- kayu dibuat mobil, bi-

natang- tanah liat dibuat kue

-Dirasakan pada anak alatyang berayun-ayun misal-nya : - kursi goyang

- ayunan- naik kuda

-Diperkenalkan bukuanak-anak dengan berisi- benda-benda yang dike-

nal- berwarna-warna- ada cerita pendek

-Bimbinglah tangan anaksecara aktif mengguna-kan: kapur, pensil danlain-lain.

2½ -4 tahun

-Mulai bermain bersama de-ngan anak lain (helpmate)yakni :- membigi mainan dan ber-

giliran bermain-Dalam bermain banyak me-nunjukkan fantasinya

-Senang bermain mengga-bungkan macam-macam

-Didorong untuk bermaindengan kelompok anak-anak.

-Didorong untuk bermainmusik & menyanyi

-Didorong untuk ikut ber-partisipasi dalam kelom-pok : - menari-nari

- manyanyi

benda-Lebih senang bermain de-ngan 2-3 anak

- meloncat-loncat- Didorong untuk bermain fantasi & mainkan drama- Dapat diperkenalkan un- tuk menggambar dengan:

pensil berwarna, cat air.

4-5

-Dapat bermain drama dan perhatian terhadap pergitamasya

-Senang memotong dan me- lekatkan benda menjadi

bentuk benda yang kreatif-Menyelesaikan semua akti-

-Didorong untuk melukisdengan cat air dan meng-

gambar- Didorong untuk menulis angka-angka dan huruf- Senang membuat benda

yang dapat dikenal dari

tahunvitas. tanah liat

-Berilah kesempatan un-tuk memotong dan mele-katkan benda-benda

-Berilah benda-benda ma-inan untuk membangunbangunan yang kuat.

MELATIH KENCING DAN BERAK DI KAMAR MANDIDAN WC

Umur -Tujuan Diharapkan Tercapai Aktivitas Yang Dianjurkan

- Mulai menunjukkan pola - Perhatikan tanda-tandayang teratur dalam kencing yang mengatakan anak dan berak kencing atau berak

- Biasanya 1-2 kali sehari - Yakinkan pada anak un-9- 12 - Interval anak tidak ken- tuk mengganti popok bilabulan cing, tidak lebih dari 1-2 basah karena ngompol/

jam. berak sehingga anak mu-lai mengalami perbedaanrasanya bila popok basahdan kering.

- Akan ada gerakan perlista- - Dudukkan anak pada toi-tik usus akan berak bila let (jamban) WC atau pis-anak ditaruh di WC pada pot pada saat yang tepatsaat yang tepat. untuk waktu yang pen-

- Dapat menunjukkan celanadek, setiap hari

basah- Hargailah anak bila ber-

hasil berak

1-1½- Jika pakai pispot, pispot

tahunharus diletakkan dikamar mandi

- Bereaksilah cepat padatanda-tanda anak akankencing dengan mengajakanak ke kamar mandiatau dengan melepaskancelananya.

-Mengetahui lebih dahulu - Lanjutkan melakukan in-kebutuhan untuk kencing/ terval yang teratur dalamberak. melatih kencing & berak.

-Mengeluarkan kata-kata bi- - Hargai anak bila berhasil

la akan kencing/berak. berak- Berilah pakaian yang mu-

1½-2½dah dibuka anak bila be-

tahunrak/kencing

- Kadang-kadang anak ha- rus diingatkan untuk ken-

cing sesudah : - makan - tidur

–bermain-main–Bawalah kencing di ka-

mar mandi sebelum tidurmalam.

–Kamar mandi harus mu-dah digunakan, mudahdibuka pintunya.

2½ - 4

–Dapat bertanggung jawabuntuk kencing dan beraksendiri jika pakaian seder-hana, mudah dibuka

–Terus mengatakan bahwaakan berak/kencing, cen-

–Mungkin masih diingat-kan untuk kencing padawaktu-waktu tertentu

–Buatkan pakaian yangmudah dibuka anak bilakencing/berak

tahun derung untuk memperta- –Bersikaplah seperti tidakhankan berak terlalu lama

–Mungkin kadang -kadangmasih ngompol/ngebrok

–Masih butuh bantuan "ca-wik"

tahu bila ngompol/nge-brok jauhi sikap membu-at malu atau menghinaanak

Anak sudah dapat kencing/berak sendiri dan sudahtidak tergantung kepada

Hargailah anak untuk ke- berhasilannya tidak ngom-

pol dan ngebrok.

4-5 orang lain, bila :tahun

- melepas pakaian- membasuh tangan- cawik/membersihkan dubur sesudah berak

KEPUSTAKAAN

1. Barnard KE et al. Teaching children with development problems2nd Ed. USA: The CV Mosby Company, 1970; pp 75 - 96.

2. Chapman AH . Management of Emotional Problems of children anand adolescents 2nd Ed. Philadelphia: JB Lippincott Company,1974;pp 63 - 65, pp 3 - 6.

3. Duffy CJ . Child Psychiatry. USA: Medical Examination Publ. Co,1974: pp 16 - 30.

4. Gunarsa SD . Psikologi untuk membimbing, Jakarta: BPKGunung Mulia. 1980.

5. Minuchin S. Families & Family therapy. USA: Harvard UniversityPress, 1974; pp 46 - 66.

6. Warsiki E.G. Pembinaan anak dalam keluarga. MKJ 7 Oktober 1981; 177-194

IL /4U KgDOK 16 ,em/ r v S t S U N 6 6 O N / Y ( i

SEN/..... !'~--/

pANTE5gN- - - Sa"r/AP SAyA KEMARIDo/creR S E L A L c /N

6 / N NEN ER / i SA",9/R SE/Vi''S A Y . at

Kfywro''Y

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

Pendengaran Pada Usia Lanjut(Presbiakusis)

dr. MS WiyadiBagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo, Surabaya

PENDAHULUAN1

Seperti organ-organ yang lain, telinga pun mengalami ke-munduran pada usia lanjut. Kemunduran ini dirasakan sebagaikurangnya pendengaran, dari derajat yang ringan sampai denganyang berat. Bila kekurang pendengaran ini berat, akanmenimbulkan banyak masalah bagi penderita dengan orang-orang sekitarnya. Misalnya salah faham dalam komunikasi.Penderita sering membantah karena mengira orang lain-lainmarah-marah kepadanya, tak perduli kepadanya, atau malahmentertawakannya, mengejeknya atau lain-lain lagi.

Dalam perjalanan mencapai usia lanjut, alat pendengarandapat mengalami berbagai gangguan. Gangguan ini dibagi da-lam dua bagian besar; yaitu gangguan di bagian konduksi yangbiasanya dapat diobati dengan basil memuaskan, dan pada bagianpersepsi yang biasanya sulit diobati.

• Gangguan di bagian konduksi menimbulkan tuli konduksi,penyebabnya ialah :1. Dalam meatus akustikus eksterna : cairan (sekret, air) dan

benda padat (serumen, benda asing) atau tumor.2. Kerusakan membrana timpani : perforasi, ruptur .3. Dalam kavum timpani : kelebihan (kekurangan) udara pada

okiusi tuba, caftan (darah, sekret pada otitis media), tumor.4. Pada osikula : gerakannya terganggu oleh sikatriks, des-

truksi karena otitis media, ankilosis stapes pada otosklerosisdan luksasi oleh trauma.• Gangguan di bagian persepsi menimbulkan tuli persepsi,

penyebabnya ialah :1. Toksin.

— Eksotoksin : obat-obat (dihidrostreptomisin, kanamimisin,kinin, salisilat) dan bahan-bahan dari industri dalambentuk gas (karbonmonoksid)

— Endotoksin : (diabetes, penyakit ginjal, penyakit kelenjartiroid)

2. Avitaminosis3. Penyakit infeksi (morbili, parotitis, meningitis, lues)4. Sudden deafness (penyakit tabung darah, alergi, infeksi

dengan virus).5. Trauma akustik : letusan hebat (ledakan born), letusan sen-

jata api, tuli karena suara bising.6. Fraktur dasar tengkorak (trauma kapitis)7. Penyakit Meniere.8. Tumor.9. Presbiakusis : tuli karena usia lanjut.Maksud tulisan ini ialah untuk sekedar memberi gambarantentang kurangnya pendengaran karena usia lanjut, dan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengobatinya.

ETIOLOGI DAN PATOLOGI2

Ketulian pada usia lanjut (presbiakusis) biasanya bilateral dansimetris. Timbulnya kadang-kadang sangat individuil. Sebagiansudah timbul pada usia 40 tahun atau disebut presbiakusisprekoks, tetapi yang lain pada usia 80 tahun masih mempunyaipendengaran baik. Frekuensi terbanyak pada usia 60 - 65 tahun.Didapatkan pula dalam satu famili ada yang lebih banyak terjadidibanding famili lain. Tentang jenis kelamin, kebanyakanpenulis menulis laki-laki lebih banyak dari pada wanita. TetapiWeston menulis sebaliknya dengan perbandingan laki-lakiwanita 2 : 3.

Faktor lain yang mempengaruhi presbiakusis ialah :1. Faktor lingkungan dan pekerjaan sebelumnya. Faktor yang

penting ialah faktor trauma akustik atau kebisingan.2. Diet dapat juga mempengaruhi terjadinya presbiakusis. Diet

dengan tinggi lemak tidak hanya menyebabkan penyakitkardiovaskular tetapi juga memperjelek pendengaran. Banyakpenyelidik melihat hubungan presbiakusis denganaterosklerosis. Tetapi tidak dengan arteriosklerosis dan hi-pertensi, kecuali bila menimbulkan ensefalopati. Perubahanterjadi pada koklea akibat insufisiensi vaskular oleh karenaspasme, sklerosis, trombosis atau perdarahan-perdarahankecil. Weston mendapatkan 70% pasien presbiakusis denganarteriosklerosis.

3. Banyak merokok dan stres diperkirakan sebagai penyebabpresbiakusis prekoks.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 53

Proses patologik pada presbiakusis dapat terjadi pada1. Koklea2. Nervus auditivus3. Susunan saraf pucat.

KELUHAN YANG MENYERTAI PRESBIAKUSIS 2

Kecuali keluhan pendengaran berkurang, maka keluhanlain ialah :1. Tinitus : suara berdenging ini dikeluhkan pada 50% dari

penderita presbiakusis. Biasanya terus menerus dan bernadatinggi. Lain dengan tinitus pada penyakit Meniere yang bia-sanya bernada rendah. Tinitus biasanya tidaklah sangatmengganggu seperti intoksikasi telinga atau pada traumaticdeafness.

2. Diplakusis : yaitu distorsi dari pada tingginya nada ataufrekuensi. Dapat terjadi pada satu atau kedua telinga. Bia-sanya tak terlalu mengganggu kecuali pada musikus-musikus.

3. Vertigo : dikeluhkan pada 30% dari penderita. Apakah iniberasal dari labirin atau bukan tak bisa dipastikan. Hanyadidapatkan 60% dari penderita mempunyai reaksi kalori yangtidak normal. Mungkin vertigo ini pada usia lanjut berasal daribrain stem atau perubahan pembuluh darah di sentral.

PEMERIKSAANKecuali dari umur, otoskopi dan audiologi penting dalam

menegakkan diagnosis presbiakusis. Pemeriksaan audiogramnada murni terjadi penurunan pada frekuensi di atas 1000 Hz.Ada beberapa jenis audiogram yang sesuai dengan kelainanpatologik seperti yang didasarkan pada pembagian menurutSchuknecht.

DIAGNOSIS BANDING

1. Tull persepsi pada otosklerosis stadium lanjutPenyakit ini merupakan kelainan tulang yang kebetulan pada "foot plate" dari tulang pendengaran stapes. Hanya di sini padaaudiogramnya masih terlihat faktor tuli konduksi.

2. Penyakit Meniere Penyakit yang ditandai dengan vertigo, tinitus dan gejala-

gejala sistem saraf otonom seperti muntah-muntah, keringat dingin, muka pucat sampai dengan diare. Dapat dibedakan dengan pemeriksaan audiometri, yaitu melihat audiogramnya.

3. Trauma akustikKetulian sebab kebisingan atau suara-suara keras. Dapatdibedakan dengan pemeriksaan audiometri, yaitu pure toneaudiogram, SISI tes, Tone Decay tes dan speech audiogram.

PENCEGAHAN

Ada dua faktor yang relevan yaitu :1. Hindari suara keras, ramai dan kebisingan.2. Hindari diet yang berlemak.Hal-hal lain yang dianjurkan ialah hindari dingin yang berle-bihan, rokok yang berlebihan dan stres. Anemia, kekuranganvitamin dan insufisiensi kardiovaskular juga harus segera di-

obati.

PENGOBATAN

Didasarkan pada 4 kelompok obat-obatan :1. Hormon2. Obat vasodilatator3. Obat lipoproteinolitik4. Vitamin1. Hormon

Pernah dicoba dengan hormon hipofise secara intravena. Adayang mencoba hormon wanita pada wanita usia lanjut.Kemudian kedua seks hormon dikombinasi dan diberikan padapenderita. Mungkin tinitusnya berkurang atau pendengaransubjektif sedikit membaik, tapi secara objektif masih diragukan.

2. VasodilatorSeperti asam nikotinat dan derivatnya menyebabkan vaso-dilatasi perifer, dan pemberian dosis tinggi dalam waktu yanglama menurunkan bloodlipid pada orang hiperkolesterolemia.Efek terapeutik pada presbiakusis disebabkan oleh dilatasikoklear dan pembuluh darah di otak akibat aksilipoproteinolitik dari obat tersebut.Contoh lain misalnya Ronicol dan Hydergin.

3. Obat lipoproteinolitikHeparin i.v. 250 mg setiap hari selama 8 hari. Kemajuan au-diometrik didapat pada 25% penderita. Vertigo dan tinitusmenghilang pada 45% penderita.

4. VitaminVitamin B kompleks memberikan 43,5% kemajuan dalampendengaran. Data-data terperinci dari laporan Weston initidak diberitakan.Vitamin A banyak dicoba dengan hasil yang lebih memuaskan.

ALAT PEMBANTU MENDENGAR (APM)Bila semua pengobatan tak memberi hasil, maka harapan

terakhir ialah pada APM atau hearing aid. Ada tiga bentuk yangumum :1. "Pocket". Daya pembesaran baik hanya karena berbentuk

agak besar maka penderita kebanyakan mau memakainya.2. "Ear level". Diletakkan di belakang telinga hingga bisa ditutupi

rambut pada wanita atau laki-laki berambut gondrong.3. Kacamata. Pembesarannya kurang dan harganya mahal.Ada satu bentuk lagi yang disebut "telinga ajaib", dipasarkan olehperusahaan tertentu. Hanya pembesarannya sangat terbatassedang harganya mahal.

Untuk pemakaian APM, perlu disesuaikan hasil audiogramnyadengan daya kemampuan APM. Jadi perlu dicoba sepertipemakaian kacamata.

PROGNOSIS 2

Ada dua bentuk presbiakusis yang berbeda dalam progno-sisnya.1. Slowly increasing deafness. Ini yang lebih sering, jarang

sampai terjadi tuli total atau tuli yang berat.

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

2. Apoplectiform increase. Ketulian sangat mendadak dan sa-ngat berat. Sebabnya diperkirakan perdarahan atau trom-bosis.

RINGKASANTelah diuraikan tentang presbiakusis atau pendengaran pada

usia lanjut, hal-hal yang mempengaruhinya, pencegahan yangdapat dianjurkan dan pengobatan yang bisa dilakukan.

KEPUSTAKAAN

1. Wiyadi MS. Pemeliharaan Pendengaran. Majalah Kedokteran Sura-baya, 1979;16: 44.

2. Ballantyne J & Groves J. Scott-Browns Diseases of the Ear, Nose andThroat 3rd ed. vol 2. Ear, London: Butterworths, 1972; p. 456-464.

3. Schmidt PH. Presbyacusis. The Present Status. Nederlandse Keel-Ne-us-0orheelkundige Vereniging. June 3, 1966.

Diagnosis dan Pengobatan Filariasis

dr. Ketut NgurahBagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar

PENDAHULUAN 1-3

Filariasis di Indonesia telah dikenal sejak lama. Menurutbeberapa laporan hingga saat ini hanya diketahui tiga spesiesfilaria sebagai penyebabnya. Mereka adalah Wuchereria ban-crofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Ketiganya berbedadalam hal morfologi, distribusi dan vektornya, serta gejala klinisnya, terutama pada stadium akhir.

Walaupun filrariasis tidak menjadi masalah kesehatan ma-syarakat yang serius, namun dampak psikososialnya lebih di-rasakah oleh penderita. Sebab penderita filariasis sangat mung-kin akan menyandang cacat selama hayatnya.

DIAGNOSIS1-5

Pada prinsipnya diagnosis filariasis dapat ditegakkan berda-sarkan atas gejala klinik, riwayat penyakit, dan pemeriksaanlaboratorik.

GEJALA-GEJALA KLINIK DAN RIWAYAT PENYAKIT

Baik cacing dewasa maupun mikrofilarianya dapat menim-bulkan gejala-gejala klinik. Namun cacing dewasanya menim-bulkan efek patologik dan gejala klinik yang lebih nyata, justruterjadi setelah cacing itu mati.

Mikrofilaria di dalam paru-paru sering menimbulkan sin-droma yang disebut sindroma Meyer-Kouwenaar atau Eosinofi-lia Pulmonalis Tropikalis (Occult Filariasis). Gejala-gejalanyaadalah subfebris, hipereosinofilia (20 - 90%), limfedema, diser-taisimtom paru-paru berupa batuk-batuk paroksismal dan sesaknapas seperti asma. Rontgen toraks menunjukkan corakanbertambah di sekitar bronkus dan bercak-bercak infiltrat tersebardi seluruh paru-paru. Tetapi simtom paru-paru tidak selalumenyertainya sehingga occult filariasis agaknya lebih cocokuntuk nama sindroma tersebut.

Cacing dewasa dalam saluran limfe menyebabkan reaksi re-tikuloendotil berupa penebalan endotil, edema, penumpukanfibrin, inflitrasi sel sel eosinofil, histiosit, epiteloid, limfosit dansel-sel Datia. Akhirnya akan terjadi oblitrasi endolimfatik. Padaperilimfatik juga terjadi perubahan-perubahan yang samasehingga saluran limfe tertekan dari dalam dan luar. Akibatnya,cacing terjepit dan mati di dalam saluran limfe.

Perubahan-perubahan saluran limfe bisa berupa obstruksi,atresia, atau dilatasi dengan saluran berliku-liku. Cacing-cacingyang mati menimbulkan kalsifikasi, fibrosis dan oblitrasi totalsaluran limfe sehingga terjadi elefantiasis. Elefantiasismerupakan fase akhir dari filariasis setelah terjadi peradanganyang berulang ulang.

Gejala-gejala klinik dari ketiga spesies filaria dapat dijabar-kan sebagai berikut :

Filariasis bancroftiI) AsimtomatikSering terjadi di daerah-daerah endemik. Pada penderitaterdapat pembesaran kelenjar mikrofilaremia dan eosinofiliatanpa simtom. Masa inkubasi biologik satu tahun, yaitu dari saatmasuknya larva stadium III sampai terbentuk mikrofilaria dalamtubuh penderita. Sedangkan masa laten atau saat terdapatnyamikrofilaria sampai timbul gejala-gejala peradangan bisaberlangsung seumur hidup tanpa disadari.2) Stadium akutMenunjukkan gejala-gejala peradangan karena kepekaan ter-hadap metabolik cacing hidup maupun yang mati. Manifes-tasinya berupa limfangitis, limfadenitis, epididimitis, funi-kulitis, orkitis, disertai demam, sakit kepala, muntah-muntahdan lesu. Simtom-simtom itu timbul setelah bekerja berat danberlangsung 2 - 3 minggu.

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

3) Stadium menahunTimbul gejala-gejala penyumbatan sebagai kelanjutan stadiumakut yang terjadi berulang-ulang. Tanda-tandanya adalah lim-fedema pada satu ekstremitas (asimetris), pitting edema dan kulitmasih normal. Juga terdapat hidrokel dan kiluria. Elefantiasispada seluruh ekstremitas atas maupun bawah, alat-alat genitaliadan payudara.

Filariasis malayi1) Febris, limfangitis dan limfadenitis. Trias ini berlangsung se-cara periodik terutama setelah bekerja berat.2) Kadang-kadang limfadenitis menjadi abses, kemudian pecahdan sembuh dengan meninggalkan jaringan parut.3) Elefantiasis hanya di bawah lutut dan siku. Tidak pernahdijumpai pada urogenital.Filariasis timori

Gejala-gejalanya hampir sama dengan Filariasis malayi, yaitu :1) Demam, limfangitis dan limfadenitis. Sering berupa lim-fadenitis inguinalis atau femoralis akut dengan retrograde lym-phangitis.2) Jaringan parut timbul akibat pecahnya abses kelenjar limfedan saluran limfe di daerah trigonum femoralis dan permukaansebelah dalam paha.3) Elefantiasis dengan atau tanpa penebalan kulit terjadi padaekstremitas bawah berupa pembengkakan ringan pada per-gelangan kaki. Tidak pernah pada tangan. Juga tidak pernah d-jumpai hidrokel dan elefantiasis skrotalis.4) Sering ada pruritus pada permulaan penyakit.

PEMERIKSAAN LABORATORIK

Gejala gejala klinik saja belum bisa memastikan diagnosisfilariasis. Atau dengan kata lain, baru merupakan penderita ter-sangka. Diagnosis lebih dapat dipercaya jika ditemukan mik-rofilaria atau cacing dewasanya. Namun agaknya tidak begitumudah mendiagnosisnya, sebab mikrofilaria tidak selalu dijumpaidi dalam darah tepi. Seperti misalnya pada occult filarasis danelefantiasis. Mikrofilaremia biasanya hanya pada permulaanpenyakit.

▪ Pemeriksaan untuk menemukan mikrofilaria1. Pemeriksaan darah tepiPengambilan darah dilakukan antara pukul 20.00 - 22.00.Biasanya diambil dari ujung jari I, III atau IV. Caranya :ujung jari dibersihkan dengan alkoho1 70%, lalu ditusuk de-ngan vaksinostil. Tetesan darah diisap dengan pipet Hb se-banyak 20 mm3 kemudian diteteskan di atas kaca benda sterildan tetesan dilebarkan hingga diameternya menjadi 1 - 2 cm,selanjutnya dikeringkan semalam. Sebaiknya dibuat tigasediaan untuk setiap penderita. Preparat diwarnai denganGiemsa dan prosedurnya sebagai berikut :— Sediaan yang sudah kering dihemolisis dengan air bersih

(air kran) hingga warna merah hilang.— Dibilas lagi dengan air bersih secara hati-hati, lalu dike-

ringkan.— Difiksasi dengan metilalkohol selama 1 - 2 menit, kemu-

dian dibilas dengan air bersih.— Dipulas dengan larutan Giemsa (Giemsa powder 3,8

gram, gliserol 250 cc, metanol 250 cc) 1 : 10 dalam cairanbuffer pH 7,2 selama 10 menit, dibilas dan kemudiandikeringkan.

— Preparat telah siap untuk diperiksa di bawah mikroskop.

Cara pemeriksaan :Mula-mula diperiksa dengan pembesaran 1 0 x 10. Mikro-filaria akan tampak seperti potongan benang yang dicam-pakkan. Tetapi belum bisa dibedakan antara ketiga spesiesfilaria. Untuk dapat membedakannya harus memakai pem-besaran 10 x 100 dengan oli emersi. Ketiga spesies filariadapat dibedakan berdasarkan lekukan tubuh, rasio ruang padakepala (cephalic space), ada atau tidak inti tambahan padaekor dan susunan nukleus dalam tubuhnya.

Cara lain untuk mendeteksi mikrofilaria dalam darah tepiyakni dengan metode konsentrasi. Prosedurnya adalah sebagaiberikut :2 cc spesimen diambil dari darah vena, lalu dibagi dua : 1 ccdarah dimasukkan ke dalam tabung pemusing (centrifuge),ditambah 9 cc larutan formalin 2% lalu dipusing (disentrifus)selama 5 menit dengan kecepatan 1.500-2.000 ppm.Endapannya diperiksa di bawah mikroskop. Sisa darah tadi (1cc) dimasukkan ke dalam bejana Eriemeyer yang berisi 19 cclarutan Teepol dan garam faal 5%, diaduk 1 - 2 menit agarsel-sel darah hemolisis, kemudian disemprotkan melaluitabung plastik yang berisi saringan dengan lubangberpenampang 5 mikron (millipore corp) untuk menyaringmikrofilaria. Untuk memfiksasi, dipakai 10 cc larutan formalinair garam faal 0,5% disemprotkan melalui tabung plastik.Besok dini hari, kertas saring terse-. but dipulas denganlarutan hematoksilin panas selama 5 menit, dibilas dandikeringkan. Selanjutnya kertas saring diletakkan di atas kacabenda, ditetesi 1 - 2 tetes oli emersi, ditutup dengan kaca tutupbundar, lalu dilihat di bawah mikroskop. Dikatakan bahwacara kedua atau yang memakai saringan ini lebih sensitif.

Pemeriksaan mikrofilaria dengan cara provokasi

Tujuan adalah agar bisa melakukan pengambilan darah padasiang hari. Penderita diberikan minum 100 mg tablet di-etilkarbamazin, ditunggu 30 - 60 menit, kemudian dilakukanpemeriksaan darah tepi seperti cara di atas. Keuntungannya,kita bisa bekerja pada siang hari apalagi untuk suatu riset yangharus memeriksa penderita dalam jumlah banyak.Kerugiannya, hasilnya tidak sama dengan hasil pemeriksaanyang dilakukan pada malam hari. Selain itu, cara tersebut bisamenyebabkan perubahan dan kekacauan periodisitasmikrofilaria.

2. Pemeriksaan cairan hidrokel dan kiluria10 cc spesimen (cairan hidrokel atau cairan kiluria) dipusingdengan kecepatan 1.500 - 2.000 ppm. Cairan di bagian atasdituangkan ke dalam tabung bersih. Endapannya dilarutkankembali dengan cairan tadi sehingga volumenya menjadi 0,5cc dan diaduk sampai homogen. Cairan ini diambil denganpipet, diteteskan sedikit di atas kaca benda dan ditutup dengankaca tutup, kemudian dilihat di bawah mikroskop.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 57

• Pemeriksaan untuk menemukan cacing dewasaCacing dewasa yang masih hidup dapat dikeluarkan dari

nodul-nodul kelenjar limfe dengan biopsi. Namun cara inicukup rumit dan penuh risiko. Untuk cacing yang sudah matidan kalsifikasi dapat dideteksi dengan foto Rontgen.

• Tes imuno-alergikTes alergik1) Tes intradermal0,01 cc Ag Diforilaria immitis (Filaria pada binatang) yangtelah diencerkan 1/8.000 disuntikkan intradermal padapenderita. Hasilnya dibaca setelah 30 menit. Apabila tampakbiduran dengan diameter lebih dari 2 cm maka tes dinyatakanpositif. Tes ini banyak dipakai pada penyelidikanepidemiologi.2) Pemeriksaan hapus darah untuk mengetahui eosinofilia.Pada occult filariasis terjadi hipereosinofilia (20 - 90%).

Tes imunologikYang sering dipakai adalah complement fixation test

(CFT), indirect hemaglutination test (IHAT), indirectfluorescent antibody test (IFAT), dan enzyme linked im-munosorbent assay (ELISA). Semua tes tersebut banyakperanannya dalam penyelidikan epidemiologi, namun kurangberperanan untuk diagnosis kasus. Dengan kata lain hasilnyamasih diragukan. Dikatakan pula bahwa ELISA merupakantes yang paling dapat dipercaya dan prosedurnya lebihsederhana dibandingkan tes yang lainnya.

Pemeriksaan imunoglobulin

IgG dan IgE meningkat pada penderita filariasis denganmikrofilaremia tanpa gejala menahun dan belum pernahdiobati. Tetapi cara pemeriksaan ini masih dalam penyeli-dikan.

PENGOBATAN 2,3,6,7

Tujuan pengobatan selain untuk membunuh mikrofilaria dancacing dewasa, juga untuk mencegah komplikasinya. Semakindini dilakukan pengobatan, hasilnya akan lebih baik. Obat-obatyang dipakai adalah :1. Dietilkarbamazin, nama dagang Hetrazan atau Filarzan.2. Kortikosteroid.3. Antibiotika.4. Persenyawaan arsen.

Detilkarbamazin sampai sekarang masih merupakan obatpilihan utama. Dosisnya adalah 2 mg/kg berat badan dibagi dalamtiga dosis selama 7 - 14 hari. WHO menganjurkan pengobatanfilariasis bancrofti dengan dosis 6 mg/kg berat badan per harisebanyak 12 dosis atau lebih. Obat dapat diberikan setiap hari,seminggu sekali atau sebulan sekali, tergantung kondisi dansituasi setempat. Dikatakan bahwa obat ini tidak toksik dan tidakmenimbulkan resistensi. Namun tidak boleh diberikan kepadaanak berumur di bawah 2 tahun (berat 0 - 7 kg), wanita hamil,dan keadaan umum jelek atau sakit berat.

Untuk pengobatan massal, dosis yang dianjurkan sepertiberikut :4 mg/kg berat badan selama 10 hari. Atau 6 mg/kg berat badanselama 6 hari. Anak berumur lebih dari 10 tahun diberi-

kan 50 mg, sedangkan yang berumur kurang dari 10 tahun di-berikan 25 mg seminggu sekali selama 1,5 tahun.

Efek samping dietilkarbamazin bisa berupa reaksi umummaupun lokal. Reaksi umum berupa pusing, demam, nyeri otot,muntah-muntah dan kemerahan pada kulit. Ini disebabkanoleh reaksi obat itu sendiri. Reaksi lokal berupa pruritus,limfangitis dan limfadenitis karena reaksi alergi yang disebabkanoleh destruksi mikrofilaria maupun cacing dewasa yang telahmati.

Kortikosteroid digunakan untuk mencegah atau mengurangireaksi alergi. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.Persenyawaan arsen dapat dipakai membunuh cacing dewasabetina, tetapi sangat toksik sehingga obat ini jarang digunakan.

Jika telah terjadi elefantiasis maka satu-satunya pengobatanadalah dengan pembedahan.

PENCEGAHAN 1,3

1) Menghilangkan sumber infeksi.Usahakan mengobati semua penderita, baik individual mau-pun secara massal di daerah-daerah endemik. Tetapi, untukfilariasis malayi lebih sulit, sebab di samping manusia sebagaisumber infeksi, juga binatang-binatang peliharaan (anjing,kucing, kera) merupakan sumber infeksi.

2) Menghindari gigitan nyamuk.Dapat dilakukan usaha-usaha, misalnya tidur memakaikelambu, memasang kawat kasa pada lubang angin atau je-dela rumah dan memakai obat pengusir nyamuk.

3) Memberantas vektor.Membunuh nyamuk-nyamuk, baik bentuk dewasa maupunlarvanya dengan pestisida. Memusnahkan tempat-tempatperindukan nyamuk dengan meningkatkan kebersihan ling-kungan. Misalnya membersihkan got-got dan tumbuh-tum-buhan air.

KEPUSTAKAAN

1. Chatterjee KD MD. Parasitologi (Protozoology and Helminthology)in Relation to Clinical Medicine. Ninth Edition. Published 1973; 189 -199.

2. Partono F. Beberapa Aspek Wuchereria bancrofti di Jakarta, Indone-sia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1976.

3. Wartana N dkk. Filariasis di Indonesia (Aspek Diagnosis dan Peng-obatan). Pertemuan Ilmiah II IKAYANA FK UNUD Denpasar, 1983.

4. Grove DU et al. Serological Diagnosis of Bancroftian and MalayanFilariasis. Am J Trop Med Hyg, 27 (3), 1978; pp. 508 - 513.

5. Kaliraj P et al. Immunodiagnosis of Bancroftian Filariasis. Compa-rative Efficiency of the Indirect Hemagglutination Test, IndirectFluorescent Antibody Test, and Enzyme Linked Immunosorbent Assaydone with Wucherreria bancrofti Microfilarial Antigens. Am J TropMed Hyg, 30 (5), 1981; pp. 982 - 987.

6. Partono F dkk. Pengobatan Brugia timori dengan Pemberian DECTakaran Rendah oleh Penduduk kepada Penduduk. Simposium Ma-salah Penyakit Parasit dalam Program Pelayanan Kesehatan MunujuMasyarakat Bebas Parasit dan Sehat Gizi. Nomor Khusus CerminDunia Kedokteran, 1980, 41.

7. Sulistia Gan dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 2, Cetak ulang 1981,Bagian Farmakologi FK UI Jakarta, 1980, 403

.

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

DispareuniaDispareunia - hubungan seksual yang sulit dan menyakitkan,adalah suatu simtom, bukan penyakit. Lebih jauh lagi, ia adalahsuatu simtom yang mungkin tidak akan dikeluarkan oleh pasienmeskipun ia merupakan alasan utama untuk datang berobat :masalah yang sebenarnya itu sering perlu ditanyakan langsungpada pasien.

Buku-buku teks sering membagi penyebab dispareunia da-lam penyebab fisik dan psikologik; tapi pembagian ini tidak se-lalu dapat dibenarkan. Suatu lingkaran setan mungkin timbul:setiap rasa nyeri selama koitus akan menyebabkan ansietas danmenghalangi arousal, dan sebaliknya, akibat tiadanya arousal,lubrikasi tak ada sehingga menimbulkan nyeri Penyebab yangmendasarinya perlu dicari dengan cermat agar pengobatan dapatberhasil.

Tidak jarang penyebabnya mudah diketahui dengan me-nentukan tempat rasa nyeri dan saat mulainya -- meskipunpendekatan semacam itu juga punya risiko akibat terlalu se-derhana. Dispareunia superfisial primer, misalnya, mungkinakibat himen yang terlalu kaku; sedang dispareunia superfisialsekunder mungkin disebabkan oleh infeksi atau jahitan episi-otorni yang tidak benar. Praktek rutin menyerahkan penjahitanepisiotomi pada mahasiswa-mahasiswa kedokteran tidaklahdapat dibenarkan. Karena jahitan yang terlalu tegang ataumenghasilkan "jembatan" kulit pada introitus tanpa didukungoleh otot di bawahnya dapat menyebabkan nyeri hebat dikemudian hari.

Penyebab lain dari dispareunia sekunder ialah vaginitis,meskipun pasien belum mengeluhkan "keputihan". Pada wanitausia 15-50 tahun ia biasanya disebabkan oleh Candida dan lebihjarang oleh Trichomonas. Penyempitan vagina akibat perubahanatropik mungkin suatu hal yang nyata pada wanitapostmenopause, atau seolah-olah demikian akibat spasme ototlevator ani pada wanita-wanita yang lebih muda. Spasme se-macam itu paling mudah dirasakan pada dinding posterior va-gina dan dapat ditunjukkan pada pasien. Perubahan-perubahanatropik (asalkan tidak terlalu lama) biasanya menunjukkan res-pons terhadap terapi lokal atau sistemik dengan estrogen, se-dang spasme levator ani mungkin dapat diatasi dengan memberipetunjuk pada pasien (dan mungkin juga partnernya) tentangteknik-teknik seksual.

Tapi, tanda-tanda fisik tak boleh membuat kita lengah.Spasme levator mungkin merupakan mekanisme protektif padapasien dengan lesi pelvik yang nyeri, sementara himen yang utuhtak selalu harus diterima sebagai penyebab dispareunia -penyebab sebenarnya mungkin harus dicari di tempat lain.

Dispareunia "dalam" (tidak superfisial) mungkin bersifatprimer, yang secara klasik dihubungkan dengan retroversi

uterus, atau sekunder, yang dihubungkan dengan penyakitpelvis. Rasa nyeri pada pemeriksaan dalam, yang menghasil-kan nyeri mirip waktu koitus, mungkin timbul akibat penyakitinflamasi pelvik, endometriosis, atau pembesaran uterus akibatadenomiosis atau fibroids. Pemeriksaan mungkin akan banyakmemberi informasi dalam keadaan -keadaan itu, namun dapatjuga tak berarti bila si pasien tidak santai. Endometriosis bia-sanya disertai gejala lain seperti dismenore, terutama bila sedanghaid, nyeri di tengah siklus haid, serta penemuan klasik di pelvisyaitu nodul-nodul kecil, banyak, nyeri, di ligamen uterosakral.Namun tiadanya gambaran tersebut di atas tidak selalumenyingkirkan diagnosis. Dalam hal ini, beratnya gejala mungkintidak sebanding dengan tingkat penyakit, dan hanyavisualisasi direk ke dalam pelvis dengan laparoskopi dapatmemberi keputusan final. Prosedur ini sering diaakukan untukdispareunia - dalam bila tidak ada tanda-tanda fisik lain. Tapiseperti semua prosedur bedah lainnya, ia punya risiko : angkakematian adalah satu dalam 12.500 laparoskopi.

Adanya uterus dalam posisi retroversi dapat menempatkanovarium dalam posisi yang peka di kantung Douglas, me-nyebabkan dispareunia. Tapi, retroversi itu sendiri tidaklahmenunjukkan penyakit asalkan uterus masih mobil, dan kebia-saan untuk menggantung uterus dalam posisi anterversi kini tidakpopuler lagi karena hasilnya sering mengecewakan. Tapi, denganpenilaian klinik yang teliti, dapat ditemukan beberapa pasienyang akan cocok untuk menjalani prosedur tadi; dalam kasus ini,hasilnya mungkin memuaskan. Sebelum pembedahan, pasienharus dianjurkan untuk mencoba beberapa posisi koitus karenamungkin ditemukan satu posisi yang tidak menyakitkan.

Dispareunia tidak boleh disebut psikogenik hanya karenapenyebab fisik tidak diketemukan. Bukti-bukti lain diperlukan,seperti pendapat pasien tentang koitus, riwayat seksualnya,keadaan perkawinannya, dan keadaan jiwanya. Depresimerupakan penyebab penting dari dispareunia, seperti juga ke-tidakcocokan perkawinan, takut hamil, atau bahkan ingatan akanpemeriksaan vagina yang menyakitkan atau pengalaman seksualyang tak menyenangkan. Satu wawancara singkat dalam klinikginekologik yang penuh pasien mungkin tak cukup untukmengungkapkan latar belakang tadi. Padahal dibutuhkanwaktu serta kesabaran. Bila tidak ditemukan jawaban, langkahselanjutnya adalah merujuk pasien dan partnernya, sendiri-sendiri atau bersama-sama, kepada ahli terapi psiko seksual.Wawancara itu sendiri kadang kala sudah merupakan terapi.Pada pasien yang merasa "vaginanya kecil", pemeriksaan vaginadengan pelan-pelan, lebih baik lagi bila kemudian pasien dimintamemeriksa sendiri dengan jarinya atau spekulum, dapatmembantu memuaskan pasien bahwa ukuran vaginanya normal.Terapi perilaku, bila sesuai, memerlukan belajar kembali (relearning) perilaku seksualnya. Di sini ansietas dikurangidengan melarang koitus dan menganjurkan

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 59

serangkaian "latihan" pada pasangan tersebut, mulai denganciuman dan rabaan dengan berpakaian lengkap, pelahan-la-han maju lewat berbagai jenis cara perangsangan dan akhir-nya koitus.

Baru-baru ini ditemukan juga penyebab "barn" di JohnsHopkins Hospital, yang disertai dengan fokus-fokus eritematouspada bagian lateral lingkaran himen. Ini diperkirakandisebabkan oleh peradangan kronik dari kelenjar yang me-ngeluarkan mukus pada batas antara kulit labia dan vagina.Menurut mereka, keadaan ini dapat diatasi dengan baik denganmengeksisi kulit tersebut. Namun prosedur ini masih baru danperlu follow-up jangka panjang mengenai keefektivannya. Pa-sien juga harus diseleksi dengan cermat agar tidak banyak pasienmenjalani operasi yang tak perlu.

Sayangnya, dengan berbagai pengetahuan kita di atas, masihada sejumlah pasien yang tak dapat kita beri terapi apa-apakecuali simpati dan dukungan mental bahwa secara medis takada apa-apa.

Antibiotika Profilaktik?Individu vs Masyarakat

Masyarakat kedokteran terus menyaksikan kenyataankeberhasilan mikroorganisme menyesuaikan diri untuk hidup-bersama-sama dengan antibiotika dan antimikroba sejenis itu.Stafilokokus dan organisme usus gram negatiflah yang pertama-tama memperlihatkan kemampuan adaptasi ini; tapi sekarangtelah diikuti oleh yang lain-lain, misalnya gonokokus,Haemophilus influenza dan akhir-akhir ini, pneumokokus.Beberapa ilmuwan percaya bahwa kita dapat sungguh-sungguhkembali'ke "zaman pra-antibiotika", di mana mikroorganismemultiresisten akan menghancurkan manusia.

Peringatan ini timbul karena terlihatnya tekanan selektifdalam lingkungan mikrobial manusia dan hewan karena peng-gunaan antibiotika spektrum luas dan peningkatan penggunaanantibiotika. Mikroorganisme terseleksi karena mereka mem-punyai alat genetik untuk melawan efek antibiotika. Mereka tidakhanya berproliferasi, tetapi juga meneruskan bahan genetik ini,dalam bentuk faktor-R ke mikroorganisme lain, seringkalidengan tidak mempedulikan spesiesnya. Faktor-R, yang berupaplasmid (yaitu DNA melingkar, di luar kromosom), dapatmembawa gen-gen resisten untuk hampir semua antibiotika.Walaupun faktor-R telah ada dalam bakteri manusia terbatassampai datangnya zaman antibiotika. Penyebaran faktor-Rberlangsung lebih efisien dalam lingkungan yang tertutup danselektif, seperti traktus gastrointestinalis dari pasien rawat-tinggal yang menerima antibiotika, dan lebih sedikit terjadi padalingkungan yang terbuka di mana faktorfaktor bakterial lainselain resistensi antibiotika adalah lebih penting untukkelangsungan hidup.

Meski belum sepenuhnya dipahami, pengaruh ekologis dariantibiotika dapat nyata diamati, memaksa kita, masyarakatkedokteran, untuk membuat beberapa penuntun penggunaannya.Melalui percobaan pada hewan dan percobaan-percobaanterkontrol pada manusia, penggunaan antibiotika

yang rasional untuk terapi dan profilaksis dapat didefmisikan.Bila antibiotika digunakan terutama untuk mengobati individuatau untuk mencegah infeksi yang membahayakan jiwa padamereka yang mempunyai risiko tinggi (misalnya, dalam profi-laksis terhadap endokarditis bakterial, demam reumatik,meningitis meningokokus, tuberkulosis dan infeksi pasca bedah),kita dipaksa untuk menerima konsekuensi-konsekuensiekologik. Bila digunakan antibiotika untuk mencegah penyakityang sedang (misalnya diare pada pelancong, mencegahkomplikasi flu) atau penyakit di mana tersedia metodemetodepencegahan yang lain (misalnya, penyakit kelamin) atauterutama untuk alasan-alasan ekonomi (misalnya, dalam obat-obat untuk hewan atau sebagai pemacu pertumbuhan dalammakanan ternak), kita mempunyai alasan untuk lebih khawatirakan kemungkinan bahaya potensialnya terhadap masyarakat,dan mempertanyakan apakah indikasi-indikasi terakhir tadidiijinkan.

Tetrasiklin adalah yang paling penting, karena faktor-R yangmembawa gen-gen resistensi terhadap tetrasiklin adalah yangpaling umum ditemukan, dan karena gen-gen resistensi terhadapantibiotika lain pada plasmid yang sama juga sering ikutberpindah selama seleksi. Studi akhir-akhir ini yang meng-gunakan tetrasiklin profilaksis untuk kolera, diare pada pelan-cong, dan gonore, patut dikomentari karena efek ekologinya.

Di Tanzania, tetrasiklin pernah digunakan sebagai profilaksismassal dalam suatu usaha mengendalikan berjangkitnya kolera;selama perjangkitan, Vibrio cholerae yang tahan terhadaptetrasiklin muncul dengan frekuensi yang mengkhawatirkan.Kejadian ini jelas luar biasa, karena tetrasiklin telah digunakanuntuk pengobatan kolera di hampir seluruh dunia selama kira-kira 15 tahun, dan V. cholerae tetap sensitif terhadap obat itu,mungkin karena organisme ini sedikit membawa faktor-R.Pengalaman orang Tanzania itu mungkin mencerminkan hasil-hasil dari tekanan selektif antibiotika yang sangat tinggi; kecualikalau suatu kuman vibrio yang secara efisien membawa faktor-Rtelah terseleksi, maka kuman yang resisten akan hilang bilapenggunaan obat yang meluas dihentikan.

Di Kenya dan Maroko, doksisiklin, suatu tetrasiklin long-acting, yang diberikan sekali sehari selama 3 minggu, secaraefektif mencegah 80 sampai 90% kemungkinan diare pada pe-lancong di antara sukarelawan Peace Corps yang baru tiba.Studi-studi ini dilakukan pada daerah-daerah geografis di manaEscherichia coli enterotoksigenik (penyebab utama diare padapelancong) sangat sensitif terhadap antibiotika — suatu gejalayang diduga disebabkan karena Esch. coli yang membawaplasmid enterotoksin mungkin sulit membawa faktor-R. Tapi dibagian lain dunia, Esch. coil enterotoksin sering resistenterhadap antibiotika, dan mungkin bahkan punya gen-genpenghasil enterotoksin dan gen resistensi terhadap antibiotikadalam plasmid yang sama. Keefektifan profilaksis doksisiklin dibagian dunia lain dapat diramalkan, berdasarkan pada kepekaanantibiotika terhadap Esch. coli enterotoksigenik. Peng-gunaannya juga dapat meningkatkan penyebaran Esch. coil yangmembawa plasmid yang menaikkan virulensinya.

Harrison dan kawan-kawan dalam penelitiannya terhadapanggota-anggota Angkatan Laut AS di Timur jauh, telah me-nunjukkan bahwa minosiklin dosis tunggal, suatu tetrasiklin

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

long-acting yang lain, dapat mencegah infeksi oleh gonokokusyang sensitif terhadap tetrasiklin bila diberikan kepada merekasesaat setelah melakukan hubungan seksual dengan WTS.Karena kebanyakan gonokokus di berbagai negara dapat dicegahdengan profilaksis minosiklin, timbul pertanyaan: Apakah adatempat untuk profilaksis semacam itu? Sayang sekali, duapertanyaan penting tidak dapat terjawab oleh studi itu: Apakahada risiko terkena sifilis sekalipun gonore dapat dicegah?Bagaimana risiko berkembangnya jceadaan pembawa penyakit (carrier) tanpa gejala (asimptomatik), yang sering disebabkanoleh gonokokus yang memerlukan nutrisi khusus? Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab sebelum dapat menilai keuntungandari profilaksis ini. Harus dijelaskan bahwa selama studi ini,tidak terjadi gonore pada pemakai kondom.

Dalam studi-studi pencegahan diare pada pelancong dangonore, keuntungan secara individual adalah jelas: penyakitdapat dicegah tanpa efek-efek obat yang merugikan. Risikopemakaian tetrasiklin — reaksi alergi, kemungkinan gangguanimunologik dan peningkatan kerentaan terhadap infeksi usus —secara potensial berbahaya, tetapi untuk tidak sering terjadi. Jadirisiko dan keuntungan profilaksis tetrasiklin lebih melibatkanmasyarakat daripada individu. Apakah penggunaan antibiotikaprofilaksis ini akan mempertinggi tekanan selektif yang kinitelah ada akibat penggunaan terapeutik secara luas?

Pertanyaan itu lebih terlihat bersifat kuantitatif daripadakualitatif, dan jawabannya sulit diperoleh. Pengamatan (survei-llance) terhadap bakteri yang mengandung faktor-R, digabung-kan dengan studi ekologis dan epidemiologis dari plasmidbakteri itu, dapat memberikan informasi yang relevan.

Perkembangan cara mencegah infeksi mukosal dengan bahan-bahan lain selain antibiotika juga harus diberi prioritas yangtinggi. Informasi mengenai perlekatan bakteri pada per. mukaanmukosa bisa dimanfaatkan untuk membuat obat antiperlekatanyang khusus, yang dapat menahan kolonisasi bak-

teri. Akhirnya, bagaimanapun, vaksinasi nampaknya merupa-kan pemecahan yang tepat untuk infeksi-infeksi umum padapermukaan mukosa. Sedang dilakukan penelitian-penelitianuntuk mengidentifikasi antigen yang cocok dan cara merang-sang sistem imuno-sekretorik. Usaha ini diharapkan akan mem-buahkan cara imunisasi yang efektif.

Antibiotika profilaksis, pun bila sukses besar, nampaknyapaling banter suatu usaha sementara, yang sebaiknya diganti-kan sesegera mungkin dengan teknik lain yang gangguan eko-logisnya kecil. Sampai tersedia metode semacam itu, nampak-nya adalah bijaksana untuk membatasi penggunaan antibiotikaprofilaksis untuk keadaan di mana tidak ada cara lain yang ter-sedia. Sebelum memberikan antibiotika untuk mencegah pe-nyakit, dokter harus mempertimbangkan keuntungan dan risikoterhadap masyarakat di samping terhadap individu.

Akan tetapi, dengan banyaknya antibiotika yang beredar luasdi pasaran gelap, serta banyaknya (mayoritas?) dokter yangmasih memberikan antibiotika secara serampangan, per-timbangan di atas dapat condong ke arah yang tak semestinya. "Toh usaha satu dokter tak akan banyak mempengaruhi,"

merupakan dalih utama. Terjadilah: keuntungan kecil bagiindividu lebih diutamakan daripada risiko besar bagi masya-rakat, demi keuntungan individual yang lebih besar — reputasidokter.

Dari mana perbaikan dapat dimulai? Pendidikan di uriiver-sitas tak banyak dapat diharapkan, karena yang menjadi panutan— dalam masalah ini — sering tidak memberi teladan yang baikdalam praktek swastanya. Yang dapat segera mengambiltindakan ialah Departemen Kesehatan, dengan meng-instruksikan tata-cara penggunaan antibiotika di klinik-klinikpemerintah dan puskesmas-puskesmas. Namun untuk ini-pundiperlukan keberanian. Keberanian mengambil alih sebagiantanggung jawab pelaksana di unit-unit tadi, sekaligus meng-ambil alih sebagian kekhawatiran para pelaksana tadi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 61

Hukum & Etika

Tepatkah Tindakan Saudara?Dalam rangka turut mensukseskan Program Nasional KeluargaBerencana, mungkin sekali saudara pernah menghadapi kasus-kasus yang menyangkut usaha pengendalian angka kelahiranpada pasangan-pasangan usia subur.

Berikut ini akan diuraikan pengalaman seorang teman se-jawat dalam Proyek Nasional tersebut.

Sepasang suami istri sudah memiliki 6 (enam) orang anakdengan usia yang berkisar antara 3 sampai 14 tahun. Sang suami,sebagai pencari nafkah tunggal adalah seorang pegawai negerigolongan rendah. Dengan jumlah anak yang setengah lusin itu siibu takut akan hamil lagi, sehingga tanpa sepengetahuansuaminya ia minta pertolongan seorang dokter untukdipasangkan IUD. Atas pertimbangan keadaan sosial ekonomikeluarga itu serta jumlah anak yang lebih dari cukup, doktermemenuhi perrnintaan si ibu. Selama 2 tahun tidak ada keluhandari pasangan suami istri Mi. Perlu diketahui bahwa ibu initermasuk golongan wanita yang tidak tahan terhadap berbagaikontraseptif oral, sedangkan si suami tidak mau menggunakankondom.

Setelah 2 tahun berlalu, dokter menganjurkan agar IUDdiganti dengan yang baru. lni dituruti oleh si ibu. Tapi kali inisuaminya mengetahui tentang pemasangan spiral itu, dan waktubersetubuh si suami merasa terganggu. Hal ini dikeluhkan olehsi ibu kepada dokternya hampir setiap minggu. Dokter bersediauntuk mengeluarkan IUD-nya, akan tetapi si ibu kuatir hamillagi.

Nah, akhirnya dokter mengambil keputusan sebagai berikut:Setelah melakukan suatu tindakan yang menyerupaipengeluaran spiral, maka dikatakan kepada si istri: "Katakankepada suamimu bahwa spiral sudah dikeluarkan dan tidak akanmengganggunya lagi. Agar tidak menjadi hamil, sebaiknyamengikuti sistim kalender, yaitu diperkenankan campur padahari-hari yang tidak subur!

Ternyata, setelah itu tidak ada keluhan lagi dari sang suami.Nah, menurut saudara tepatkah tindakan teman sejawat ini?Mungkin saudara dapat mengusulkan cara lain yang lebih

baik?OLH

KomentarTANGGAPAN DARI SEGI ETIK KEDOKTERAN

Dalam menelaah kasus yang dikemukakan, satu hal yangkentara tampil ialah, permasalahannya tidaklah "hitam" atau "putih" sehingga tidak mudah mengatakan benar atau tidaktindakan sejawat tersebut. Dalam menilai kasus ini, beberapa halmemerlukan penjelasan tambahan ataupun terpaksa diberiasumsi, antara lain:

(a) Berapa umur pasangan ini? Mengingat anak tertua sudah 14tahun, apa umurnya di atas 35 tahun atau lebih rendah karenakawin muda, atau sudah 40 tahun lebih.(b) Pada waktu pemakaian IUD 2 tahun pertama, yang dilakukantanpa sepengetahuan suami dan tetap tidak diketahui suami, apaalasan (untuk tidak memberitahu suami)nya? Dari uraian kasusada kesan bahwa suami bukan tidak mau ber KB, cuma tidakmau memakai kondom.(c) Juga ti.dak diketahui, apakah sebelumnya suami pemah di-ikutsertakan dalam perencanaan keluarga, dengan memberikanpenjelasan yang diperlukan. Misalnya cara-cara lain yang bisadiikuti suami, seperti sistim kalender, vasektomi.(d) Tindakan sejawat yang menyerupai pengeluaran spiral,yang berakibat hilangnya keluhan, menimbulkan pertanyaan:apakah keluhan suami tidak tapi psikis saja setelah mengetahuiadanya spiral? Sehingga dilakukan "penipuan" yang ternyataberhasil.Setelah mengemukakan beberapa "gap" dalam permasalahan ini,maka penilaian terhadap tindakan sejawat tersebut pun tidakdapat "hitam" atau "putih"

Mungkin sekali pasangan ini masih dalam usia subur, se-hingga sejawat kita tergugah untuk membantu. Sayang, sejawatini tidak mengikutsertakan sang suami, tetapi langsung sajamemasang spiral. Hal ini sebaiknya tidak dilakukan, karenaperencanaan keluarga harus dimusyawarahkan pertama-tamaoleh keluarga itu sendiri, tidak oleh satu pihak saja.

Setelah pemasangan spiral yang kedua kali dan ketahuanoleh suami, dengan akibat si suami mengeluh karena merasaterganggu waktu bersetubuh, sejawat kita masih belum merasaperlu mengikutsertakan suami. Kenapa demikian?

Untuk mendapatkan jalan keluar baru, sejawat kita yangberitikad baik ini melakukan "tipuan" ganda, yaitu menipukeduanya dan berhasil. Itikad baiknya kesampaian, tetapi ca-ranya kurang baik. Atau dalam bahasa keras, metode yang dipilihseolah-olah tujuan menghalalkan cara. Di sin kelemahan etistindakan sejawat tersebut, lebih-lebih lagi karena ternyata sangsuami yang "dibohongi" sampai dua kali itu temyata cukupkooperatif. Ini dibuktikan karena sang suami mau ikut sistimkalender.

Saya Idra, cara yang baik ialah: pada saat pertama suamihares diikutsertakan dengan memberikan semua penjelasan yangdiperlukan, baik aspek sosial keuangan keluarga, pendidikan danmasa depan anak, kesejahteraan keluarga yang ada, kesehatankeluarga dan juga semua cara kontrasepsi, baik yang dapatdilakukan isteri maupun yang dapat dilakukan suami. Bila suamitelah yakin akan manfaat mengatur jumlah keluarga dan sudahbersedia untuk tidak menambah anggota keluarga lagi, barulahdimusyawarahkan cara yang dapat diterima oleh kedua belahpihak, tanpa merusak atau mengurangi kebahagiaan kehidupanrumah tangga pada umumnya dan kepuasan sek-

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

sual pada khususnya.Sebab, bagaimanapun "berhasil 'nya cara "penipuan", pihak

yang "berkomplot", dalam kasus ini sang isteri akan selalumerasa bersalah dan akan selalu ada perasaan khawatir bila (sampai) ketahuan. Biarpun di permukaan nampak berhasilkarena tidak hamil, namun secara bathiniah sang isteri tidakbahagia, karena diburu rasa bersalah dan was-was akan ketahu-an suami.

Jadi, bagaimanapun sulitnya sejawat tersebut harus meng-usahakan yang terbaik bagi pasangan yang ingin ditolong, bu-kan sekedar memuaskan satu pihak yang kebetulan pasien sen-diri! Memang pula, yang mudah itu tidak selalu yang terbaik.Seringkali yang terbaik, justru diperoleh dengan susah payah danpenuh ketekunan.

dr. H. Masri RoestamDirektorat Transfuri Darah PMI/Ketua IDI Cabang Jakarta Pusat

TANGGAPAN DARI SEGI HUKUM KEDOKTERANKalau maling tidak tertangkap tentunya juga tidak dihukum.

Begitu pula kalau perbuatan dokter itu tidak ketahuan ia jugatidak akan dituntut.

Sebaliknya jika perbuatan itu sampai ketahuan, maka me-nurut hukum perdata dokter itu dapat dituntut karena per-buatannya dapat digolongkan dalam "wanprestatie"; yaitu hasilyang dicapai tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan (KUHPerdata fasal 1243 dan fasal 1266), atau jika si wanita itu sampaimenderita kerugian dokter dapat dituntut karena melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi"orang lain" (onrechtmatige daat). Ini sesuai dengan KUHPerdata fasal 1365 yang sudah sama-sama kita kenal sejak dibangku kuliah.

Menurut hukum pidana persoalannya agak lain. DalamKUH Pidana fasal 1 ditentukan; suatu perbuatan tidak dapatdipidana, kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undanganpidana yang telah ada. Walaupun perbuatan dokter itu sebe-namya dapat digolongkan sebagai suatu penipuan, tapi dalamKUH Pidana kita tidak terdapat suatu fasal yang cocok untukkasus ini. Mungkin waktu KUH Pidana kita dibuat, belum ter-pikir akan adanya kemungkinan kasus demikian. Jadi dokter itutidak dapat dituntut menurut hukum pidana.

Tapi sebenarnya yang menjadi persoalan pokok ialahmengapa dokter itu mencampuri kehidupan pribadi (private life)dan mengabaikan hak-hak si wanita tadi? Apakah nantinya siwanita itu menjadi hamil atau tidak dengan dikeluarkannya IUDtadi, sebetulnya bukanlah urusan dokter. Mengapa dokter harusmencampurinya?

Hal serupa tercermin dalam peraturan di klinik KeluargaBerencana milik pemerintah, di mana si wanita yang inginmenggunakan obat/alat kontrasepsi harus mendapat ijin/per-setujuan suaminya. Sebagai alasan dikemukakan: jika si suamitidak memberi ijin/persetujuan itu, mungkin ia menuduh isteri-nya telah menyeleweng dan mungkin terjadi perceraian. Bagai-mana sikap dokfer, kalau wanita itu mengatakan bahwa ia tidaksudi meminta ijin/persetujuan suaminya, karena apa yang ingin ialakukan terhadap dirinya merupakan hak azasinya, begitu pulamendapat pelayanan kesehatan adalah haknya sebagai warganegara. Bukankah dengan menolak si wanita ini

kita jelas-jelas mengabaikan haknya?Contoh lain yang akibatnya mungkin lebih besar yaitu?

abortus provokatus berdasarkan indikasi media. Mengapa ha-rus dimintakan persetujuan dari si suami? Di man letak ja-,minan the right to live bagi si wanita itu, jika si suami yang"menentukan" hidup atau matinya?

Bayangkan saja ada seorang suami yang menginginkankematian isterinya, karena ia dihalangi untuk kawin lagi.Apakah dengan ketentuan tadi dokter bukannya memberikesempatan yang baik bagi si suami untuk dengan aman "membunuh" isterinya itu? Dalam hal ini seharusnyaijin/persetujuan diminta dari si pasien sendiri dan si suamipaling-paling hanya menjadi saksi saja. Hal serupa jugaterdapat pada "ijin operasi" bagi wanita yang akan melahirkandan yang harus ditanda tangani oleh suaminya.

Kiranya sudah tiba waktunya untuk meneliti kembaliperaturan-peraturan dalam dunia kedokteran kita yang adasangkut pautnya dengan hukum, sehingga diketahui apakahperaturan itu janggal atau tidak.

dr. Handoko TjondroputrantoLembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 63

Catatan SingkatSelama ini, ejakulasi prekoks diartikan sebagai ejakulasiyang terjadi kurang atau dalam waktu 30 detik sampai 2merit setelah masuknya penis ke dalam vagina; atautidak sampai 10 kali gerakan turun naiknya penis di dalamvagina.

Masters & Johnson pertama kali mempertimbangkanfaktor wanita dalam defmisinya. Katanya, seorang laki-laki termasuk ejakulasi prekoks bila tidak dapat mem-buat pasangannya mencapai orgasmus sebanyak 50% darijumlah koitusnya. Tentu saja, wanitanya jangan yangtermasuk "type non-orgasmic "!

•Pernahkah anda mendengar Sindroma Briquet? Ia meru-pakan istilah yang lebih sopan dari histeria. Briquetsebenarnya nama orang yang menerangkan simtom-sim-tom klasik pada tahun 1859. Simtom-simtomnya itu miripdengan simtom dari gangguan somatisasi seperti yangtertera dalam American "Diagnostic and Statistical Manualof Mental Disorders".

Brit Med J 1984; 288: 1461

Denyut jantung seorang atlit lebih lambat, dan mempunyaistroke volume yang lebih besar — tapi pada merekaditemukan juga semacam keanehan. Dalam keadaan khusus,QT interval memanjang dan aritmia ventrikular lebih seringtimbul daripada orang-orang yang bukan atlit. Lebihseringnya denyut ektopik pada jantung atlit itu mungkinmenjadi gejala klinik yang penting.

Am Heart J. 1984; 107:608—9

Terjadi di Brazil, seorang laki-laki usia 50 tahun yangmengalami kecelakaan lalu lintas harus dilakukan intubasidan ventilasi. Tapi, secara tiba-tiba is meninggal. Waktunekropsi, ditemukan pipa endotrakealnya tersumbat olehgumpalan-gumpalan cacing gelang. Mungkin cacing itutelah bermigrasi dar i perut penderita ke faringnya!

Respiratory Care 1984;29:368—70

Satu di antara lima wanita di Inggris minum obat-obatpenenang, dan beberapa malah adiksi. Tapi, tidak seorangpun d a r i mereka yang berhasil mencapai tujuannya, yaitu:hidup tanpa ansietas.

Demikian menurut Celia Haddon dalam bukunya "Women and Tranquilizer". Dalam buku itu juga di-terangkan cara-cara untuk menghilangkan adiksi terhadapobat-obat benzodiazepines.

Mengapa merokok sigaret meningkatkan risiko un-tuk timbulnya kanker ? Penyelidikan di KanematsuMemorial Institute, Sydney, menunjukkan bahwa lim-fosit dar i para perokok dapat menurunkan aktivitas selpembuluh alamiah; konsentrasi beberapa imunoglo-bulin dalam serum mereka juga lebih rendah dari normal.Perbedaan-perbedaan ini hilang segera setelah merokokdihentikan. Ini membantu menerangkan mengapa padaperokok -perokok dengan melanoma, insidensi untuk me-tastasis lebih tinggi daripada mereka yang tidak merokok.

Med J Australia 1983; ii : 425 - 9

Krim isosorbid dinitrat yang digunakan untuk me-ngontrol serangan angina pektoris,.ternyata menimbul-kan komplikasi aneh, yaitu sakit kepala dan flushingwaktu melakukan hubungan sex; bukan pada dirinyasendiri, tetapi terhadap pasangannya!

Dr. Phillip Lewis dar i RS St. Mary, London, mela-porkan sebuah kasus demikian. Seorang laki-laki denganpenyakit jantung iskemia, menggunakan krim isosorbiddinitrat yang dipleskan pada bagian depan lengan atas,untuk mengontrol gejalanya. Waktu melakukan perse-tubuhan, istrinya mengeluh sakit kepala. Keluhan iniberkurang setelah si istri mencuci dadanya untuk meng-hilangkan noda-noda krirn yang telah berpindah tempattersebut.

Lancet 1983 (i) June 25 p. 1441

•Dalam mengutamakan kejujuran terhadap pasien, harusdiingat pula bahwa resep tradisional tertua yang mujarabitu rasa simpati dan harapan. Tidak selamanya pasien ingindiberitahu keadaan yang sebenarnya — sesungguhnyabukti-bukti menunjukkan, 50% pasien kanker itu lebih sukabila diagnosisnya tidak diutarakan

Bull New York Acad Med 1984;60:226—32•

Apakah peluru yang bersarang dalam tubuh harus selaludiangkat bila tidak menimbulkan keluhan? Seorang laki-laki yang secara tidak sengaja telah menembak kakinyadengan pistol kaliber 22, selama 12 tahun tidak merasakanapa-apa. Baru kemudian ditemukan ia mengalami destruksisendi metakarpofalangeal I dan menyebabkan artropati.

Tampaknya, tidak seorangpun yang dapat meramal-kan apa yang akan terjadi bila sebutir peluru bersarangdalam tubuh. Mungkin akan menimbulkan lokal antritishipertrofi, keracunan sistemik, maupun menjadi berkapsuldan inert.

Brit Med J 1984; 288: 1461

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

HUMOR

ILMU KEDOKTERAN

KB

Seorang ibu hamil diantar suaminyauntuk periksa kehamilannya. Setelah didalam (kamar praktek) terjadi dialogantara suami pasien dan dokter: Dokter: "Sudah punya anak bera-

Suami :pa?"Satu dok.

"Dokter:

: "Maunya ingin berapa anak?"

Suami "Katanya dua anak cukup

Dokter:

Jadi nanti dua sesudah istrisaya melahirkan.""Syukurlah mau mengikuti

Suami :tentang KB."

"Benar dok saya setuju dua

Dokter

anak cukup. Istri saya yangpertama dua anak laki-lakisemua, istri kedua anak duajuga."" ???? Wah ini bukan KBKeluarga berencana, tetapikeluarga besar nantinya."

dr Ny Elly H. BauraMalang

SATU-SATUNYA

Dokter : "Apanya yang sakit?" Pasien : "Kepala burung saya bengkak,

dokter!"Dokter : "Hm, ke dokter hewan saja"Pasien : ?????

dr. Ketut Ngurah Denpasar, Bali

YANG PERTAMA DAN TERAKHIR

Seorang penderita (P) dari Desa datang berobat pada seorang dokter spesialis (DS)yang praktek di Kota Anu. Setelah diperiksa secara lengkap, penderita diberi resep obat-obat mentereng serta tidak lupa membumbuinya dengan basa-basi alakadarnya. DS : "Selain berobat, Bapak perlu istirahat yang cukup. Dan rajin-rajinlah kontrol

kembali !"P : "Maaf, dokter ! Kalau saya istirahat, perut saya nanti ikut istirahat. Jika saya

kesini lagi, sapi saya yang cuma tinggal seekor pasti lepas dari tangan saya hanya untuk biaya pemeriksaan saja. Jadi, kunjungan saya ini merupakanyang pertama dan sekaligus yang terakhir !"

DS : ???????dr. Ketut Ngurah

Denpasar, BaliOBAT MUJARAB

Seorang pasien tua berasal dari lereng gunung Merbabu, mencabutkan giginya di tern-pat praktek saya. Setelah saya cabut, pasien tersebut saya beri resep sambil saya beritabu.: "Ini saya beri obat, harus dihabiskan supaya lukanya lekas sembuh ya, Pak." Tigahari kemudian, pasien tersebut datang lagi untuk yang kedua kalinya dengan mak sudmencabutkan giginya yang lain. Baru saja duduk, pasien tersebut telah memberikomentar kepada saya : "Wah obat dari pak dokter mujarab sekali. Baru saya makanseperempat, lukanya sudah tidak sakit lagi." Lalu dia menunjukkan resep dari saya yangdisobek tinggal tiga per empat bagian, karena yang seperempatnya telah dimakannya !Saya cuma dapat terbengong-bengong.: "Djagat dewo bathoro yo jagat pangestungkoro. . . hemmmm." Lalu saya tertawa terbahak-bahak dan pasien tersebut juga berkenanuntuk ikut tertawa bersama-sama dengan saya.

Kapten drg Haryono X A. Yani G-5. Salatiga

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 65

dr. Ketut Ngurah Denpasar, Bali

dr. T. MartonoMedan, Sumut

KURANG MENOLONGSeorang detailmen (DI) dengan berse-mangat mempromosikan obatnya ke-pada seorang dokter.Dl: "Dok, ini saya bawa produk ter-

baru. . . bronkodilator poten!Dapat melonggarkan pernapasandengan cepat. . . dst. . . d s t . . . "

Dr: "Ya, tapi nanti bisa menyesakkannapas pasien dengan segera. .."

Dl: "Maksud dokter??!" Dr: "Harganya mencekik leher,

Bung!"

TIADA HARAPAN BAGIMU

Seorang pemuda telah lama men-dekam di rumah sakit karena tumor hati.Pada suatu hari, ibu sang pemuda yangsetia menunggui, secara tidak sadarbertanya kepada dokter yang merawatanaknya. Kebetulan pula putri PakDokter ikut menjenguk karena temansekuliah sang pemuda.Ibu: "Tolong katakan dengan terus

terang, dokter! Apakah masihada harapan ... buat anak sayaini?"

Dr. : "Maaf, putri saya ini sudahpunya tunangan sah, besokakan diresmikan. Jadi, jelas tiadaharapan lagi bagi putra ibu!"

Ibu: "Ohhh ... ?????!"dr. Ketut Ngurah

Denpasar, Bali

PEKERJAAN YANG AMAN

kelainan kulit akibat kerja...................menduduki 50-60% dari seluruh pe-nyakit akibat kerja," demikianlah se-orang Dokter Perusahaan mengakhiriceramahnya.Peserta: "Apakah ada pekerjaan yangtidak menimbulkan penyakit/kelainankulit?"Dokter (setelah berpikir sejenak): "Ada."Peserta: "Pekerjaan apa itu?"Dokter: "Pengemis! karena belum adalaporan mereka alergi terhadap Uanglogam."

66 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

RUANO PENYEGAR DAN

PENAMBAH ILMU KEDOKTERAN

Dapatkah saudara menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ???

1. Yang dimaksud dengan sehat dalam Undang-undang PokokKesehatan ialah:

(a) bebas dari penyakit(b) bebas dari cacad(c) bebas dari kelemahan(d) bebas dari penyakit, cacad & kelemahan(e) bukan salah satu di atas

2. Dalam bidang kesehatan dan kesehatan jiwa, ada 3 jenisupaya pencegahan, yaitu: upaya pencegahan primer, se-kunder dan tersier. Yang termasuk upaya pencegahan se-kunder ialah :

(a) memberi kacamata pengaman bagi pekerja yang meng-gunakan sinar las

(b) mengobati penderita yang sakit(c) vaksinasi(d) menurunkan kerentanan seseorang terhadap stres(e) menurunkan faktor sties pada sumbernya

3. Untuk melaksanakan upaya pencegahan tersebut, perlu di-lukan pendekatan terhadap:

(a) seluruh penduduk (total population)(b) kelompok penduduk dengan golongan usia tertentu(c) kelompok penduduk dengan risiko tinggi(d) benar semua(e) bukan salah satu di atas.

4. Yang tidak dapat meminta keterangan alhi dalam sidang per-adilan ialah:

(a) hakim(b) polisi(c) terdakwa(d) tersangka(e) bukan salah satu diatas

5. Menutut KUHAP pasal 184 ayatl, yang bukan merupakanalat bukti yang sah ialah:

(a) keterangan saksi(b) keterangan ahli(c) surat/petunjuk(d) keterangan terdakwa(e) bukan salah satu di atas

6. Yang dapat merupakan penyebab kesukaran belajar padaanak ialah sebagai berikut, kecuali:

(a) inteligensi anak rendah(b) inteligensi anak normal(c) inteligensi anak terlalu tinggi

(d) lingkungan yang tidak menyenangkan(e) adanya gangguan fisik

7. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan presbiakusis adalahsebagai berikut, kecuali:(a) lingkungan/pekeijaan di tempat yang bising(b) diet tinggi lemak(c) banyak merokok(d) sering membersihkan serumen dalan Hang telinga(e) stres

8. Ciri khas pada Filariasis bancrofti ialah:

(a) terdapat hidrokel dan kiluria(b) Elefantiasis hanya di bawah lutu dan siku(c) sering ada pruritus pada permulaan penyakit(d) disamping manusia, binatang peliharaan dapat meru-

pakan sumber infeksi(e) tidak pemah asimtomatik

9. Penyebab dispareunia antara lain:(a) infeksi atau jahitan episiotomi yang tidak benar(b) vaginitis(c) retroversi uterus(d) psikogenik(e) semua benar

10. Pilih satu dari lima pernyataan di bawah ini yang benar

(a) Kuman pneumokokus tidak pernah dapat menyesuaikandiri untuk hidup bersama-sama dengan antibiotika

(b) mikroorganisme yang mempunyai alat genetik untukmelawan antibiotika, tidak dapat meneruskan bahangenetik ini ke mikroorganisme lain

(c) faktor R, yang berupa plasmid, dapat membawa gengenresisten untuk hampir semua antibiotika

(d) penyebaran faktorR lebih efisien dalam lingkungan yangterbuka daripada lingkungan yang tertutup, sepertitraktus gastrointestinalis dari pasien rawat tinggal yangmenerima antibiotika

(e) antibiotika profilaktik itu penting untuk menghindarrterjadinya mikroorganisme yang resisten terhadap an-tibiotika

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984 67

ABSTRAK -ABSTRAKPERANG NUKLIR : DAPAT DICEGAH ATAU TIDAK?

Dalam suatu konferensi pencegahan perang nuklir di Helsinki yang dihadiri oleh 450dokter dari 53 negara, ada komentar-komentar sebagai berikut

• Biaya untuk minter di seluruh dunia ($ 750.000 juta per tahun) itu lebih besar dari- pada total penghasilan per tahun da r i separuh penduduk miskin di dunia.

• Biaya imunisasi 1 juta anak dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah ($ 5 juta) sama dengan harga satu misil Pershing II.

• Jumlah total pengeluaran untuk riset mengenai penyakit-penyakit tropis itu kira-kirasama dengan biaya militer dunia per jam ± $ 100 juta.

• Biaya program untuk memenuhi kesehatan esensial dan kebutuhan makanan dinegara-negara dunia ke 3 selama 20 tahun itu diperkirakan kurang daripada biayasatu tahun untuk persenjataan dunia.

• Penyakit cacar telah dibasmi dengan biaya. $ 600 juta. Ini kurang da r i 0,1% biayaminter dunia per tahun.

• Harga 1 senjata nuklir kapalselam setara dengan budget untuk pendidikan per tahundar i 23 negara-negara dunia ke 3 dengan 160 juta anak sekolah.

KrisBrit Med J 1984; 288 : 1901 - 02

OBAT BARU UNTUK KANKER

Glisifosforamid, suatu obat anti kanker baru yang dikembangkan oleh Institute ofMaterial Medicine, Chinese Academy of Medical Sciences, mulai digunakan dalam ta-hun 1983. Hasil percobaan klinis terhadap 301 pasien dengan tumor ganas stadium lanjut,menunjukkan bahwa obat tersebut secara terapeutik efektif untuk kasus-kasus: penyakitHodgkin (13/31); limfoma yang non Hodgkin (34/66); Ca mamae (38/86); Ca paru jenissel kecil (5/14); dan pada beberapa kasus fibroma rahim, akut dan kronik leukemia, Caembrionik da r i testis dan Ca nasofaring. Aplikasi lokal da r i obat ini juga dinyatakanefektif untuk mengobati ulkus pada Ca mamae dan Ca serviks.

Pasien-pasien kanker yang diobati dengan kombinasi da r i obat ini dan kemotera-peutik lain, dapat hidup lebih dari 10 tahun. Kris

China Med Trib 1983 Sept 25 p. 5

ASPIRIN DOSIS RENDAH UNTUK MENCEGAH OKLUSI PEMBULUH DARAHKORONER SETELAH DILAKUKAN "BY PASS"

Akhir-akhir ini, operasi untuk membuat bypass pada pembuluh-pembuluh darah koronerbanyak dilakukan pada pasien-pasien penyakit jantung iskemik, untuk menjaminlancarnya suplai oksigen ke otot jantung. Tapi, 30% dar i graft tersebut mengalami oklusikembali pada tahun pertama. Ini karena deposit da r i platelet dan trombus. Deposit inijuga menyebabkan perubahan-perubahan sklerotik lebih lanjut.

Menekan fungsi platelet dengan aspirin dosis tinggi ternyata tidak dapat memperbaikipatensi dari by pass tadi. Dalam suatu percobaan, aspirin dosis rendah malahmemberikan basil yang lebih baik dan efek toksiknya pun lebih sedikit. Percobaandilakukan secara double blind. Dar i 60 pasien, dipilih secara random kelompok diobatidan kelompok kontrol. Pada kelompok diobati diberikan aspirin (ASA) 100 mg per hari,sedangkan kelompok kontrol diberikan plasebo. Pemberian obat ini dimulai 24 jamsetelah operasi. Setelah 4 bulan, 90% dari kelompok diobati dan 68% dari kelompokkontrol graft-nya masih paten. Akhirnya, oklusi terjadi pada 62% dari kelompokkontrol, sedangkan dari kelompok diobati hanya 27%. Setelah pembedahan, frekuensiaritmia ventrikuler meningkat pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompokdiobati. Selama percobaan ini tidak ditemukan adanya efek samping.

Kesimpulan : 100 mg aspirin (ASA) per hari itu efektif untuk menghalangi formasidan agregasi dari tromboksan platelet. Kris

Lancet 1984; is 1261 - 1264

68 Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984