7. bab ii

22
5 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pada bab ini akan dikemukakan beberapa landasan teori dan rumus-rumus yang akan digunakan dalam penelitian. 2.1 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Menurut Tamin (2000:111), bangkitan pergerakan (trip generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan atau jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Hobbs (1995:175) juga menjelaskan bangkitan pergerakan (trip generation) adalah jumlah perjalanan yang terjadi dalam satuan waktu pada suatu zona tata guna lahan. Waktu perjalanan bergantung pada aktivitas suatu wilayah, karena penyebab perjalanan adalah adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan dan mengangkut barang kebutuhannya. Setiap suatu kegiatan pergerakan mempunyai zona asal dan tujuan, dimana asal merupakan zona yang menghasilkan perilaku pergerakan, sedangkan tujuan adalah zona yang menarik pelaku melakukan kegiatan. Jadi terdapat dua pembangkit pergerakan, yaitu : 1. Trip Production adalah jumlah perjalanan yang dihasilkan suatu zona 2. Trip Attraction adalah jumlah perjalanan yang ditarik oleh suatu zona Trip production dan trip attraction dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini: Trip Production Trip Attraction Gambar 2.1. Trip Production Dan Trip Attraction Sumber : Tamin (1997)

Upload: muhib-didi

Post on 11-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

daftar pustaka

TRANSCRIPT

Page 1: 7. bab II

5

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada bab ini akan dikemukakan beberapa landasan teori dan rumus-rumus yang

akan digunakan dalam penelitian.

2.1 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Menurut Tamin (2000:111), bangkitan pergerakan (trip generation) adalah

tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari

suatu zona atau tata guna lahan atau jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata

guna lahan atau zona. Hobbs (1995:175) juga menjelaskan bangkitan pergerakan

(trip generation) adalah jumlah perjalanan yang terjadi dalam satuan waktu pada

suatu zona tata guna lahan.

Waktu perjalanan bergantung pada aktivitas suatu wilayah, karena

penyebab perjalanan adalah adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan

dan mengangkut barang kebutuhannya. Setiap suatu kegiatan pergerakan

mempunyai zona asal dan tujuan, dimana asal merupakan zona yang

menghasilkan perilaku pergerakan, sedangkan tujuan adalah zona yang menarik

pelaku melakukan kegiatan. Jadi terdapat dua pembangkit pergerakan, yaitu :

1. Trip Production adalah jumlah perjalanan yang dihasilkan suatu zona

2. Trip Attraction adalah jumlah perjalanan yang ditarik oleh suatu zona

Trip production dan trip attraction dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini:

Trip Production Trip Attraction

Gambar 2.1. Trip Production Dan Trip Attraction

Sumber : Tamin (1997)

Zi

Zj

Page 2: 7. bab II

6

Bangkitan dan tarikan pergerakan digunakan untuk menyatakan bangkitan

pergerakan pada masa sekarang, yang akan digunakan untuk meramalkan

pergerakan pada masa mendatang. Bangkitan pergerakan ini berhubungan dengan

penentuan jumlah keseluruhan yang dibangkitkan oleh sebuah kawasan.

Menurut Tamin (2008:197), terdapat tiga jenis bangkitan dan tarikan

pergerakan yang diinginkan yaitu untuk penumpang, barang, dan kendaraan.

Beberapa peubah bebas berupa parameter sosio-ekonomi dan tata guna lahan telah

digunakan antara lain populasi, PDRB, PDRB per kapita, luas industri, produksi

pertanian, perkebunan, dan perikanan.

Sjafruddin et al (1998) menggunakan model simultan telah digunakan

untuk memodel kebutuhan akan pergerakan angkutan barang regional di Pulau

Jawa. Beberapa kesimpulannya dikemukakan berikut ini :

• Faktor sosio-ekonomi yang teridentifikasi cukup signifikan sebagai peubah

bebas pembangkit dan penarik pergerakan barang adalah populasi, PDRB, indeks

kontribusi sektor industri, serta jumlah surplus (produksi transportasi barang) dan

jumlah defisit (tarikan transportasi barang). Sementara itu, atribut pelayanan

transportasi yang signifikan adalah waktu perjalanan rata-rata dan ongkos. Peubah

tersebut tidak selalu muncul secara bersamaan dalam satu persamaan, namun bisa

muncul dalam beberapa variasi model.

• Peubah waktu pergerakan dan biaya angkut barang hampir selalu memberikan

hasil yang berlawanan dengan tanda aljabar yang dihasilkan, khususnya untuk

moda transportasi udara dan laut. Hal ini memang dapat terjadi, mungkin (1)

karena peubah tersebut merupakan fungsi jarak yang berkorelasi negatif terhadap

kebutuhan akan transportasi; (2) karena lingkup kajian adalah pulau Jawa

sehingga klasifikasi pergerakan tergolong pergerakan jarak pendek dan jarak

menengah. Hal ini mengakibatkan moda transportasi udara dan laut menjadi

kurang elastis terhadap permintaan.

Secara khusus penelitian ini mengakaji faktor-faktor tersebut, termasuk

menentukan faktor-faktor utama yang berpengaruh pada obyek penelitian. Dalam

Page 3: 7. bab II

7

sistem perencanaan transportasi, terdapat empat langkah yang saling terkait satu

dengan yang lain (Tamin, (1997:75), yaitu:

1. Bangkitan pergerakan (trip generation)

2. Distribusi perjalanan (trip distribution)

3. Pemilihan moda (modal split)

4. Pembebanan jaringan (trip assignment)

2.2 Konsep Pemodelan Bangkitan Pergerakan

Menurut Tamin (2000:82), model dapat didefinisikan sebagai alat bantu

atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan dan menyederhanakan

suatu realita (dunia sebenarnya) secara terukur termasuk diantaranya:

1. Model fisik

2. Peta dan diagram (grafis)

3. Model statistika dan matematika (persamaan)

Semua model tersebut merupakan penyederhanaan realita untuk tujuan

tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian, serta peramalan. Pemodelan

transportasi hanya merupakan salah satu unsur dalam perencanaan transportasi.

Lembaga, pengambil keputusan, masyarakat, administrator, peraturan dan

penegak hukum adalah beberapa unsur lainnya.

Model merupakan penyederhanaan dari keadaan sebenarnya dan model

dapat memberikan petunjuk dalam perencanaan transportasi. Karakteristik sistem

transportasi untuk daerah-daerah terpilih seperti CBD sering dianalisis dengan

model. Model memungkinkan untuk mendapatkan penilaian yang cepat terhadap

alternatif-alternatif transportasi dalam suatu daerah (Morlok, 1991:5).

Menurut Black yang dikutip oleh Lubis, (2008:11), model dapat

digunakan untuk mencerminkan hubungan antara sistem tata guna lahan dengan

sistem prasarana transportasi dengan menggunakan beberapa seri fungsi atau

persamaan (model matematika). Model tersebut dapat menerangkan cara kerja

sistem dan hubungan keterkaitan antar sistem secara terukur. Salah satu alasan

penggunaan model matematik untuk mencerminkan sistem tersebut adalah karena

Page 4: 7. bab II

8

matematik adalah bahasa yang jauh lebih tepat dibandingkan dengan bahasa

verbal. Ketepatan yang didapat dari penggantian kata dengan simbol sering

menghasilkan penjelasan yang jauh lebih baik dari pada penjelasan dengan bahasa

verbal.

Tahapan pemodelan bangkitan pergerakan bertujuan meramalkan jumlah

pergerakan pada setiap zona asal dengan menggunakan data rinci mengenai

tingkat bangkitan pergerakan, atribut sosial-ekonomi, serta tata guna lahan.

Tamin (2003:86) mensyaratkan model dikalibrasi dengan menggunakan

data pada saat sekarang (tahun dasar), untuk mendapatkan parameter (koefisien)

yang cocok untuk kota atau daerah tersebut (proses pengabsahan).

2.3 Konsep Metode Analisa Regresi Linear

Analisis regresi linear adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk

mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model

analisis regresi linear dapat memodelkan hubungan antara dua peubah atau lebih.

Dalam pemodelan ini terdapat peubah tidak bebas (y) yang mempunyai hubungan

fungsional dengan satu atau lebih peubah bebas (xi). Secara umum dapat

dinyatakan dalam Persamaan (2.1) berikut.

Y = A + BX ......................................................................................... (2.1)

dimana:

Y = peubah tidak bebas

X = peubah bebas

A = intersep atau konstanta regresi

B = koefisien regresi

Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode

kuadrat terkecil yang meminimumkan total kuadratis residual antara hasil model

dengan hasil pengamatan. Nilai parameter A dan B bisa didapatkan dari

Persamaan (2.2) dan (2.3) berikut:

Page 5: 7. bab II

9

∑ ( ) ∑ ( ) ∑ ( )

∑ ( ) (∑ ( ) )

...................................................................... (2.2)

........................................................................................ (2.3)

dan adalah nilai rata-rata dari dan .

2.4 Konsep Metode Analisa Regresi Linear Berganda

Dalam pemodelan bangkitan pergerakan, metode analisis regresi linear

berganda (Multiple Linear Regression Analysis) yang paling sering digunakan

baik dengan data zona dan data sosioekonomi suatu zona. Metode analisis regresi

linear berganda digunakan untuk menghasilkan hubungan dalam bentuk numerik

dan untuk melihat bagaimana variabel saling berkait.

Ada beberapa asumsi statistik harus dipertimbangkan dalam menggunakan

metode analisis regresi linear berganda, sebagai berikut:

1. Variabel terikat (Y) merupakan fungsi linear dari variabel bebas (X).

2. Variabel, terutama variabel bebas adalah tetap atau telah diukur tanpa galat.

3. Tidak ada korelasi antara variabel bebas.

4. Variansi dari variabel terikat terhadap garis regresi adalah sama untuk nilai

semua variabel terikat.

5. Nilai variabel terikat harus tersebar normal atau minimal mendekati

normal.

Analisis regresi linear berganda (Multiple Linear Regression Analysis)

yaitu suatu cara yang dimungkinkan untuk melakukan beberapa proses iterasi.

Persamaan model regresi linear berganda:

................................................................ (2.4)

Dimana:

Page 6: 7. bab II

10

Y = variabel terikat (jumlah produksi perjalanan)

a = konstanta (angka yang akan dicari)

B1,B2….Bn = koefisien regresi (angka yang akan dicari)

X1, X2 … Xn = variabel bebas (faktor-faktor berpengaruh)

Dalam proses analisis regresi linear berganda terdapat berbagai macam

metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan suatu model yang valid,

diantaranya adalah metode langkah demi langkah tipe 1, metode langkah demi

langkah tipe 2 dan metode coba-coba. Adapun pada penelitian ini metode yang

akan digunakan adalah metode analisis coba-coba.

Menurut Tamin (2000:127), metode coba-coba merupakan metode dengan

proses coba-coba dalam menentukan parameter yang dipilih. Tahap-tahap yang

harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tahap 1: Menentukan parameter sosioekonomi yang akan digunakan sebagai

peubah bebas. Pertama, pilihlah parameter (peubah bebas) yang berdasarkan

logika saja sudah mempunyai keterkaitan (korelasi) dengan peubah tidak

bebas. Kemudian, lakukan uji korelasi untuk mengabsahkan keterkaitannya

dengan peubah tidak bebas. Dua persyaratan uji statistik utama yang harus

dipenuhi dalam memilih peubah bebas adalah :

a. Peubah harus mempunyai korelasi tinggi dengan peubah tidak bebas;

b. Sesama peubah bebas tidak boleh saling berkorelasi. Jika nantinya terdapat

dua peubah bebas yang saling berkorelasi, pilihlah salah satu yang

mempunyai korelasi yang lebih tinggi terhadap peubah tidak bebasnya.

2. Tahap 2: Menentukan beberapa model dengan menggunakan beberapa

kombinasi peubah bebas secara coba-coba berdasarkan uji korelasi yang

dihasilkan pada tahap 1. Kemudian, lakukan analisis regresi linear berganda

untuk kombinasi model tersebut untuk mendapatkan nilai koefisien

determinasi serta nilai konstanta dan koefisien regresinya.

3. Tahap 3 : Kaji nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan koefisien

regresi setiap tahap untuk menentukan model terbaik dengan kriteria berikut :

Page 7: 7. bab II

11

a. Semakin banyak peubah bebas yang digunakan, semakin baik model

tersebut;

b. Tanda koefisien regresi (+/-) sesuai dengan yang diharapkan;

c. Nilai konstanta regresi kecil (semakin mendekati nol, semakin baik);

d. Nilai koefisien determinasi (R2) besar (semakin mendekati satu semakin

baik).

2.4.1 Uji Korelasi

Menurut Tamin (2000:120), uji korelasi merupakan persyaratan statistik

yang harus dipenuhi untuk menentukan korelasi antara variabel terikat dengan

variabel bebas atau antara sesama variabel bebas.

Uji korelasi dapat dihitung dengan persamaan:

∑ ( ) ∑ ( ) ∑ ( )

√[ ∑ ( ) (∑ ( ))

][ ∑ (

) (∑ ( )) ) ]

........................................................ (2.5)

Dimana:

r = koefisien korelasi

N = banyaknya sampel

X = variabel bebas

Y = variabel terikat

Nilai r = 1 berarti bahwa korelasi antara variabel Y dan X adalah positif

(meningkatnya nilai Xakan mengakibatkan meningkatnya nilai Y). Sebaliknya,

jika nilai r = -1, berarti korelasi antara variabel Y dan X adalah negatif

(meningkatnya nilai Xakan mengakibatkan menurunnya nilai Y). Nilai r = 0

menyatakan tidak ada korelasi antar variabel.

Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan

antara dua variabel maka nilai interval koefisisen korelasi diklasifikasikan pada

Tabel 2.1.

Page 8: 7. bab II

12

Tabel 2.1. Interprestasi Nilai Koefisien Korelasi (r)

Interval

Koefisien

Korelasi

Tingkat Hubungan

0 Tidak ada korelasi

>0 – 0,25 Korelasi sangat lemah

>0,25 – 0,50 Korelasi cukup

>0,50 – 0,75 Korelasi kuat

>0,75 – 0,99 Korelasi sangat kuat

1 Korelasi sempurna

Sumber: Sarwono (2006)

2.4.2 Koefisien Determinasi

Menurut Supangat (2007:350), koefisien determinasi (R2) merupakan

besaran untuk menunjukkan tingkat kekuatan hubungan antara dua variabel atau

lebih dalam bentuk persen. Koefisien determinasi (R2) berfungsi untuk

menunjukkan seberapa besar persentase keragaman variabel terikat (Y) yang

dapat dijelaskan oleh keragaman variabel bebas (X). Dengan kata lain seberapa

besar pengaruh variabel X dapat memberikan kontribusi terhadap variabel Y.

Menurut Tamin (2000:119), untuk mendapatkan nilai koefisien

determinasi digunakan Persamaan (2.7).

R2 =

∑( )

∑( ) ............................................................................................... (2.6)

Koefisien determinasi ini mempunyai batasan 0 ≤ R2 ≤ 1. Nilai 1 (satu)

didefinisikan sebagai perfect explanation dan nilai 0 (nol) merupakan no

explanation. Nilai antara kedua batas limit tersebut ditafsirkan sebagai persentase

tingkat hubungan yang dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Page 9: 7. bab II

13

2.4.3 Uji-t

Menurut Sugiyono (2009:122), uji-t pada dasarnya menunjukkan seberapa

jauh pengaruh suatu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan

variabel terikat. Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai t adalah:

t = √

√ ............................................................................................................ (2.7)

Dimana:

t = thitung yang selanjutnya dibandingkan dengan ttabel

r = korelasi parsial yang ditemukan

n = jumlah sampel

thitung> ttabel dengan signifikan t dibawah 0,05 (5%). Jika thitung > ttabel, maka

secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat, dan

sebaliknya jika Jika thitung < ttabel maka variabel bebas tidak berpengaruh terhadap

variabel terikat.

2.4.4 Uji-F

Menurut Sugiyono (2009:175), uji-F digunakan untuk mengetahui variabel

bebas secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

terikat. Atau untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan untuk

memprediksi variabel terikat (Y) atau tidak.Signifikan berarti hubungan yang

terjadi dapat berlaku untuk populasi. Tingkat signifikansi menggunakan a = 5%

atau 0,05.

Nilai uji-F dapat dihitung dengan persamaan yang dikemukakan oleh Sugiyono

(2009:176) adalah:

F =

( )( ) .............................................................................................. (2.8)

Dimana:

F = Fhitung yang selanjutnya dibandingkan dengan Ftabel

R2 = koefisien determinasi

Page 10: 7. bab II

14

n = jumlah sampel

k = jumlah variabel bebas

Fhitung > Ftabel dengan signifikan F dibawah 0,05 (5%). Jika Fhitung > Ftabel,

maka secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat, dan

sebaliknya jika Jika Fhitung < Ftabel maka variabel bebas tidak berpengaruh terhadap

variabel terikat.

2.5 PDRB ADHB dan ADHK

Menurut BPS (19:2010), definisi Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) sebuah kabupaten/kota adalah jumlah seluruh nilai produksi barang dan

jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah

tersebut dalam kurun waktu satu tahun dikurangi dengan jumlah biaya yang

dikeluarkan dalam proses produksi, tanpa memperhatikan apakah faktor-faktor

produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk wilayah tersebut.

Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku / PDRB adhb

(Gross Regional Domestic Product at Current Prices) adalah jumlah nilai produk

atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku

pada tahun yang bersangkutan. PDRB ADHB menunjukkan kemampuan

sumberdaya ekonomi suatu wilayah. Semakin besar nilai PDRB menunjukkan

semakin besar kekuatan ekonomi wilayah tersebut.

Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan / PDRB adhk

(Gross Regional Domestic Product at Constant Prices) adalah jumlah nilai

produk atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap suatu

tahun tertentu. PDRB ADHK menunjukkan dapat digunakan untuk menunjukkan

laju pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu, yang terjadi pada masingmasing

sektor kegiatan ekonomi suatu wilayah. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku

menunjukkan tingkat kemakmuran suatu daerah. Untuk mengetahui tingkat

kemakmuran suatu daerah sedikit banyaknya harus mempunyai angka

pembanding dari daerah lain. Sedangkan untuk mengetahui perkembangannya

perlu diketahui angka perkembangan pendapatan secara berkala.

Page 11: 7. bab II

15

2.6 Distribusi Pergerakan

Menurut Tamin (2008:224), pola pergerakan dalam sistem transportasi

sering dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan (kendaraan, penumpang, dan

barang) yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan di dalam daerah tertentu dan

selama periode waktu tertentu. Matriks Pergerakan atau Matriks Asal-Tujuan

(MAT) yang sering digunakan oleh perencana transportasi untuk menggambarkan

pola pergerakan tersebut.

MAT adalah matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai

besarnya pergerakan antarlokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Baris

menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriks

menyatakan besarnya arus dari zona asal ke zona tujuan. Dalam hal ini, notasi Tid

menyatakan besarnya arus pergerakan (kendaraan, penumpang atau barang) yang

bergerak dari zona asal i ke zona tujuan d selama selang waktu tertentu.

2.7 Kegunaan MAT

MAT sangat sering dipakai dalam berbagai kajian transportasi (contohnya,

MAT dapat digunakan untuk (Wilumsen, dalam Tamin (2008: 225):

1. Pemodelan kebutuhan akan transportasi untuk daerah pedalaman atau

antarkota;

2. Pemodelan kebutuhan akan transportasi untuk daerah perkotaan;

3. Pemodelan dan perancangan manajemen lalulintas baik di daerah

perkotaan maupun antarkota.

4. Pemodelan kebutuhan akan transportasi di daerah yang ketersediaan

datanya tidak begitu mendukung baik dari sisi kuantitas maupun

kualitas (misalnya di negara sedang berkembang)

5. Perbaikan data MAT pada masa lalu dan pemeriksaan MAT yang

dihasilkan oleh metode lainnya

6. Pemodelan kebutuhan akan transportasi antarkota untuk angkutan

barang multimoda

Page 12: 7. bab II

16

Gambar 2.3. Bentuk umum dari MAT

Sumber : Tamin (2000)

Keterangan :

Oi = Jumlah pergerakan yang berasal dari zona i

Dd = Jumlah pergerakan yang menuju zona tujuan d

2.8 Metode Mendapatkan Model MAT

Menurut Tamin (2008:226), secara umum ada beberapa metode untuk

mendapatkan model MAT yaitu:

1. Metode Konvensional

2. Metode Nonkonvensional

2.8.1 Metode Konvensional

Metode Konvensional dikelompokkan menjadi 2 bagian utama yaitu

metode langsung dan metode tidak Langsung.

1. Metode Langsung

Metode ini dikembangkan dengan menggunakan data hasil survey asal-

tujuan langsung di lapangan. Metode ini dibagi lagi menjadi beberapa metode

Page 13: 7. bab II

17

seperti wawancara di tepi jalan, wawancara di rumah, metode menggunakan

bendera, metode foto udara, dan metode mengikuti mobil.

2. Metode Tidak Langsung

Metode ini dibagi dalam 2 metode besar yaitu Metode Analogi dan metode

Sintesis.

a. Metode Analogi

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa MAT di masa yang akan datang

merupakan fungsi dari MAT saat ini yang dikalikan dengan suatu faktor

pertumbuhan. Bentuk dasar dari model analogi ini adalah persamaan matematis

yang menghubungkan beberapa variable dan parameter bentukan dari suatu MAT,

yakni dengan mengekspansi MAT dasar (yang sebelumnya telah diketahui)

dengan suatu faktor pertumbuhan, sebagai berikut:

Tid = tid x E

Dimana

Tid = pergerakan pada masa mendatang dari zona asal I ke zona

tujuan d

tid = pergerakan pada masa sekarang dari zona asal i ke zona

tujuan d

E = Tingkat pertumbuhan

Metode analogi dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu:

1. metode tanpa batasan (metode seragam)

2. metode dengan satu-batasan (metode batasan-bangkitan dan metode

batasan-tarikan), dan

3. metode dengan dua-batasan (metode rata-rata, metode Fratar, metode

Detroit, dan metode Furness).

b. Metode Sintesis

Prinsip yang mendasari metode ini adalah pergerakan dari zona asal i ke

zona tujuan d berbanding lurus dengan besarnya bangkitan lalu-lintas di zona asal

dan juga tarikan lalu-lintas di zona tujuan, serta berbanding terbalik dengan jarak

Page 14: 7. bab II

18

(kemudahan) antara kedua zona tersebut. Menggunakan model semacam ini

secara tidak langsung sudah membatasi pemodelan pola pergerakan dan ini tentu

menyebabkan informasi yang dibutuhkan semakin sedikit serta survei semakin

berkurang.

Metode sintesis terbagi menjadi 3 model yaitu:

1. Model Gravity

2. Model Gravity Opportunity, dan

3. Model Opportunity

2.8.2 Metode nonkonvensional

Metode nonkonvensional didasarkan pada informasi arus lalu lintas yang

terbagi lagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. Model Estimasi Matriks Entropi Maksimum (EMEM)

2. Model Estimasi Kebutuhan Transportasi (MEKT)

Gambar 2.3 Metode untuk mendapatkan MAT

Sumber : Tamin (2003)

Page 15: 7. bab II

19

2.9 Model gravity

Menurut Tamin (2008:261), metode sintesis (interaksi spasial) yang paling

terkenal dan sering digunakan adalah model gravity (GR), karena sangat

sederhana sehingga mudah dimengerti dan digunakan. Model ini menggunakan

konsep gravity yang diperkenalkan oleh Newton pada tahun 1686 yang

dikembangkan dari analogi hukum gravitasi.

…………………………………………………………………(2.9)

dengan G adalah konstanta gravitasi

Metode ini berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan

berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel

MAT yang berkaitan juga dengan aksesibilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak,

waktu, ataupun biaya.

Berikut beberapa persamaan yang dipergunakan dalam model GR

dengan K adalah konstanta

( )………………………………………………………(2.10)

∑ …………………………………………………………….….(2.11)

∑ …………………………………………………………….….(2.12)

∑ ( )

………………………………………………………..(2.13)

∑ ( )

…………………………………………………………(2.14)

Dimana:

Tid adalah jumlah pergerakan dari zona asal i menuju ke zona tujuan d

Ai dan Bd adalah faktor penyeimbang agar persyaratan persamaan (2) dan (3)

dapat dipenuhi

Oi adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i

Page 16: 7. bab II

20

Dd adalah jumlah pergerakan yang menuju ke zona tujuan d

f(Cid) adalah fungsi hambatan (ukuran aksesibilitas) antara zona i dan zona d

2.10 Jenis Model Gravitasi

Menurut Tamin (2008:265), ada 4 jenis model gravity yang dikenal yaitu :

1. Model tanpa-batasan (UCGR)

Model ini sedikitnya mempunyai 1 batasan, yaitu total pergerakan yang

dihasilkan harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap

bangkitan pergerakan.

Model ini bersifat tanpa-batasan, dalam arti bahwa model ini tidak

diharuskan menghasilkan total yang sama dengan total pergerakan dari dan ke

setiap zona yang diperkirakan oleh tahapan bangkitan pergerakan. Model tersebut

dapat dituliskan sebagai berikut :

( )…………………………...............................(2.15)

Ai =1 untuk seluruh i dan Bd =1 untuk seluruh d

2. Model dengan-batasan-bangkitan (PCGR)

Dalam model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus

sama dengan pergerakan total yang dihasilkan dengan pemodelan. Begitu juga,

bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan

pergerakan yang dihasilkan.

Akan tetapi, tarikan pergerakan tidak perlu sama. Untuk jenis ini, model

yang digunakan persis sama dengan pers (2.11), tetapi dengan syarat batas yang

berbeda yaitu :

Bd= 1 untuk seluruh d dan

∑ ( )

untuk seluruh i.

3. Model dengan-batasan-Tarikan (ACGR)

Dalam model ini, total pergerakan global hasil tarikan pergerakan harus

sama dengan pergerakan total yang dihasilkan dengan pemodelan. Begitu juga,

tarikan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil tarikan

pergerakan yang dihasilkan.

Page 17: 7. bab II

21

Akan tetapi, bangkitan pergerakan tidak perlu sama. Untuk jenis ini,

model yang digunakan persis sama dengan Persamaan (2.11), tetapi dengan syarat

batas yang berbeda yaitu :

Ai= 1 untuk seluruh d dan

∑ ( )

untuk seluruh i.

4. Model dengan-batasan-Bangkitan-Tarikan (PACGR)

Dalam hal ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan

yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model yang digunakan persis

sama dengan Persamaan (2.11), tetapi dengan syarat batas :

∑ ( )

untuk semua i dan

∑ ( )

untuk semua d

Kedua faktor penyeimbang (Ai dan Bd) menjamin bahwa total baris dan

kolom dari matriks hasil pemodelan harus sama dengan total baris dan kolom dari

matriks hasil bangkitan pergerakan dihitung sesuai dengan Persamaan (2.9 dan

2.10). Proses pengulangan nilai Ai dan Bd dilakukan secara begantian. Hasil akhir

akan selalu sama, dari manapun pengulangan dimulai (baris atau kolom).

2.11 Fungsi Hambatan

Menurut Tamin (2008:263), f(Cid) harus dianggap sebagai ukuran

aksesibilitas (kemudahan) antara zona i dan d. aksesibilitas dapat berupa Jarak,

waktu tempuh maupun biaya perjalanan. Hyman (dalam Tamin, 2008:293)

menyarankan 3 jenis fungsi hambatan yang dapat digunakan dalam model

Gravity, yaitu :

id

CCf id (fungsi pangkat)………………………………(2.16)

Cid

id eCf (fungsi eksponensial negatif)…………………(2.17)

Cid

id eCCfid

(fungsi Tanner)……………………………….(2.18)

Jika nilai Cid, Oi, dan Dd diketahui, maka parameter model GR yang tidak

diketahui hanyalah parameter β. Proses penaksiran nilai parameter β dikenal dengan

proses kalibrasi model.

Page 18: 7. bab II

22

2.12 Kalibrasi model gravity

Menurut Tamin (2008:293), pada fungsi hambatan, yaitu fungsi hambatan

pangkat, fungsi eksponensial-negatif, dan fungsi Tanner ada parameter model

yang tidak diketahui.

id

CCf id (fungsi pangkat)

Cid

id eCf (fungsi eksponensial negatif)

Cid

id eCCfid

(fungsi Tanner)

Jika nilai Cid, Oi, dan Dd diketahui, maka parameter model GR yang tidak

diketahui hanyalah parameter β. Proses penaksiran nilai parameter β dikenal

dengan proses kalibrasi model.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengkalibrasi parameter

model gravity, yaitu:

a. Metode Sederhana

b. Metode Hyman

c. Metode analisis regresi-linear

d. Metode Penaksiran Kuadrat-Terkecil (KT)

e. Metode Penaksiran Kemiripan maksimum(KM)

f. Metode penaksiran Inferensi-Bayes (IB)

g. Metode Penaksiran Entropi-maksimum (EM)

2.13 Metode Analisis Regresi-Linear

Tamin (2008:296) menerangkan bahwa metode analisis-regresi linear

dapat digunakan untuk mengkalibrasi parameter model gravity yang merupakan

suatu fungsi yang tidak linear.

Secara umum, proses transformasi linear dibutuhkan untuk mnegubah

fungsi tidak-linear menjadi fungsi linear. Selanjutnya, metode analisis-regresi

yang akan digunakan untuk mengkalibrasi parameter model yang tidak diketahui.

Page 19: 7. bab II

23

2.13.1 Fungsi Hambatan Eksponensial-Negatif

Suatu model gravity mempunyai fungsi hambatan eksponensial-negatif

memiliki persamaan sebagai berikut :

( )…………………………………(2.19)

Persamaan (2.15 dapat disederhanakan menjadi :

LogeTid = loge (Ai.Bd.Oi.Dd)-ẞCid……………………………..(2.20)

Dengan melakukan transformasi linear, persamaan (2.16) dapat

disederhanakan dan ditulis kembali sebagai persamaan linear Yi = A + BXi

dengan mengasumsikan LogeTid = Yi dan Cid = Xi.

Dengan mengetahui informasi [Tid] dan [Cid], maka dengan

menggunakan analisis regresi-linear, parameter A dan B dapat dihitung dan

dihasilkan beberapa nilai sebagai berikut : B = -ẞ dan A = loge (Ai.Bd.Oi.Dd).

∑ ( ) ( ) ∑ ( )

∑ ( ) (∑ ( ))

…………………………………(2.21)

dan adalah nilai rerata dari Yi dan Xi.

2.14 Uji Kesesuaian Matriks

2.14.1 Root Mean Square Error (RMSE)

Menurut Tamin (2008:29), indikator uji kesesuaian RMSE adalah suatu

indikator yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antara hasil model

dengan hasil observasi yang dapat didefinisikan sebagai berikut :

√∑ ∑ [

( )

( )]

………………………..(2.22)

N = jumlah baris atau kolom matriks

Page 20: 7. bab II

24

= nilai sel matriks hasil model dan hasil observasi

Semakin besar nilai RMSE, maka semakin tidak akurat MAT hasil penaksiran

dibandingkan MAT hasil pengamatan.

2.15 Konsep Peramalan

Menurut Prasetyo dan Larastuti (2009:43), peramalan adalah suatu usaha

meramalkan keadaan di masa mendatang melalui pengujian keadaan di masa

lalu. Esensi peramalan adalah perkiraan peristiwa-peristiwa di waktu yang akan

datang atas dasar pola-pola waktu yang lalu dan penggunaan kebijakan terhadap

proyeksi-proyeksi dengan pola-pola di waktu yang lalu.

Peramalan adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa

depan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data masa lalu

dan menempatkannya ke masa yang akan datang dengan suatu bentuk model

matematis.

2.16 Peramalan tren dengan metode Kuadrat Terkecil (Least Square)

Menurut Nafarin (2007:100), tren (trend) merupakan gerakan lamban

berjangka panjang dan cenderung menuju ke satu arah (menaik atau menurun)

dalam suatu data runtut waktu. Garis tren pada dasarnya garis regresi dan variabel

bebas X merupakan variabel waktu. Tren garis lurus (linear) adalah suatu tren

yang diramalkan naik atau turun secara garis lurus. Variabel waktu sebagai

variabel bebas dpat menggunakan waktu tahunan, semesteran, bulanan, atau

mingguan. Analisis tren garis lurus (linear) terdiri atas metode kuadrat terkecil

(least square) dan metode momen.

Dalam analisis tren tidak ada ketentuan jumlah data historis (n) yang

dianalisis. Tetapi semakin banyak julah data (n), maka semakin baik hasil

perhitungan analisis. Ramalan menggunakan metode kuadrat terkecil (least

square) dapat dihitung dengan rumus:

Page 21: 7. bab II

25

Y = A + BX..........................................................................................(2.23)

∑ ( ) ∑ ( ) ∑ ( )

∑ ( ) (∑ ( ) )

……………………………………………..(2.24)

dimana:

Y = peubah tidak bebas

X = peubah bebas

A = intersep atau konstanta regresi

B = koefisien regresi

N = banyaknya data

2.17 Penelitian Terdahulu yang Pernah Dilakukan

Adapun penelitian yang penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan

dengan bangkitan-tarikan dan sebaran pergerakan di beberapa kota yang berbeda

antara lain:

1. Studi Demand Penumpang Transportasi Udara Menuju dan Keluar dari

Kabupaten Fakfak (Wijayanto dan Wahju:2008). Menurut hasil analisis

didapat bentuk model sebagai berikut:

a. Model trip production yang dihasilkan Y= 5216,580512 +

0,010787281X3 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar

0,98920973. Trip attraction Y = 7275,500334 + 0,008636723X3

dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,98720631. X3 adalah

PDRB ADHK kota dan kabupaten.

Di mana :

Y = trip production and trip attraction (penumpang pertahun)

X3 = PDRB ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) dalam ribu

Rupiah.

b. Model ACGR (Attraction Constrained Gravity) merupakan model

yang paling baik dalam mendeskripsikan pola perjalanan angkutan

Page 22: 7. bab II

26

udara. Model ini menghasilkan error dengan indikator MSE

terkecil yaitu sebesar 1,156,972

2. Analisis Transportasi Barang Pasca Tsunami Di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Proceeding Seminar Profesionalisme Teknik Sipil, Desember

2005 (Saleh). Menurut hasil analisis didapat bentuk model sebagai berikut:

a. Persamaan regresi yang dihasilkan untuk bangkitan pergerakan

yaitu : Y = 593.626,61 + 0,0635X1 +6,9026X3 dengan koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,637. Untuk model tarikan berupa

Y = 566.665,94 + 0,1181X1 +3,1797X2.

Di mana :

Y = bangkitan dan tarikan pergerakan (truk/tahun)

X1 = PDRB dalam juta Rupiah.

X2 = Penduduk dalam ribu jiwa

X3 = Jumlah kendaraan (total semua jenis, termasuk sepeda

motor).

b. Faktor hambatan berbeda didapat ẞ untuk pasca tsunami (2005)

dan masa rekonstruksi hingga 2009 sebesar 0,002359 dan setelah

masa rekonstruksi (2010) di mana kondisi jalan dan jembatan di

Provinsi NAD diasumsikan kembali normal, maka pergerakan

dapat dilalui dengan berbagai pilihan rute di mana umumnya yang

digunakan adalah lintasan terpendek didapat ẞ=0,002363.