7. bab ii
DESCRIPTION
daftar pustakaTRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Pada bab ini akan dikemukakan beberapa landasan teori dan rumus-rumus yang
akan digunakan dalam penelitian.
2.1 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan
Menurut Tamin (2000:111), bangkitan pergerakan (trip generation) adalah
tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari
suatu zona atau tata guna lahan atau jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata
guna lahan atau zona. Hobbs (1995:175) juga menjelaskan bangkitan pergerakan
(trip generation) adalah jumlah perjalanan yang terjadi dalam satuan waktu pada
suatu zona tata guna lahan.
Waktu perjalanan bergantung pada aktivitas suatu wilayah, karena
penyebab perjalanan adalah adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan
dan mengangkut barang kebutuhannya. Setiap suatu kegiatan pergerakan
mempunyai zona asal dan tujuan, dimana asal merupakan zona yang
menghasilkan perilaku pergerakan, sedangkan tujuan adalah zona yang menarik
pelaku melakukan kegiatan. Jadi terdapat dua pembangkit pergerakan, yaitu :
1. Trip Production adalah jumlah perjalanan yang dihasilkan suatu zona
2. Trip Attraction adalah jumlah perjalanan yang ditarik oleh suatu zona
Trip production dan trip attraction dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini:
Trip Production Trip Attraction
Gambar 2.1. Trip Production Dan Trip Attraction
Sumber : Tamin (1997)
Zi
Zj
6
Bangkitan dan tarikan pergerakan digunakan untuk menyatakan bangkitan
pergerakan pada masa sekarang, yang akan digunakan untuk meramalkan
pergerakan pada masa mendatang. Bangkitan pergerakan ini berhubungan dengan
penentuan jumlah keseluruhan yang dibangkitkan oleh sebuah kawasan.
Menurut Tamin (2008:197), terdapat tiga jenis bangkitan dan tarikan
pergerakan yang diinginkan yaitu untuk penumpang, barang, dan kendaraan.
Beberapa peubah bebas berupa parameter sosio-ekonomi dan tata guna lahan telah
digunakan antara lain populasi, PDRB, PDRB per kapita, luas industri, produksi
pertanian, perkebunan, dan perikanan.
Sjafruddin et al (1998) menggunakan model simultan telah digunakan
untuk memodel kebutuhan akan pergerakan angkutan barang regional di Pulau
Jawa. Beberapa kesimpulannya dikemukakan berikut ini :
• Faktor sosio-ekonomi yang teridentifikasi cukup signifikan sebagai peubah
bebas pembangkit dan penarik pergerakan barang adalah populasi, PDRB, indeks
kontribusi sektor industri, serta jumlah surplus (produksi transportasi barang) dan
jumlah defisit (tarikan transportasi barang). Sementara itu, atribut pelayanan
transportasi yang signifikan adalah waktu perjalanan rata-rata dan ongkos. Peubah
tersebut tidak selalu muncul secara bersamaan dalam satu persamaan, namun bisa
muncul dalam beberapa variasi model.
• Peubah waktu pergerakan dan biaya angkut barang hampir selalu memberikan
hasil yang berlawanan dengan tanda aljabar yang dihasilkan, khususnya untuk
moda transportasi udara dan laut. Hal ini memang dapat terjadi, mungkin (1)
karena peubah tersebut merupakan fungsi jarak yang berkorelasi negatif terhadap
kebutuhan akan transportasi; (2) karena lingkup kajian adalah pulau Jawa
sehingga klasifikasi pergerakan tergolong pergerakan jarak pendek dan jarak
menengah. Hal ini mengakibatkan moda transportasi udara dan laut menjadi
kurang elastis terhadap permintaan.
Secara khusus penelitian ini mengakaji faktor-faktor tersebut, termasuk
menentukan faktor-faktor utama yang berpengaruh pada obyek penelitian. Dalam
7
sistem perencanaan transportasi, terdapat empat langkah yang saling terkait satu
dengan yang lain (Tamin, (1997:75), yaitu:
1. Bangkitan pergerakan (trip generation)
2. Distribusi perjalanan (trip distribution)
3. Pemilihan moda (modal split)
4. Pembebanan jaringan (trip assignment)
2.2 Konsep Pemodelan Bangkitan Pergerakan
Menurut Tamin (2000:82), model dapat didefinisikan sebagai alat bantu
atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan dan menyederhanakan
suatu realita (dunia sebenarnya) secara terukur termasuk diantaranya:
1. Model fisik
2. Peta dan diagram (grafis)
3. Model statistika dan matematika (persamaan)
Semua model tersebut merupakan penyederhanaan realita untuk tujuan
tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian, serta peramalan. Pemodelan
transportasi hanya merupakan salah satu unsur dalam perencanaan transportasi.
Lembaga, pengambil keputusan, masyarakat, administrator, peraturan dan
penegak hukum adalah beberapa unsur lainnya.
Model merupakan penyederhanaan dari keadaan sebenarnya dan model
dapat memberikan petunjuk dalam perencanaan transportasi. Karakteristik sistem
transportasi untuk daerah-daerah terpilih seperti CBD sering dianalisis dengan
model. Model memungkinkan untuk mendapatkan penilaian yang cepat terhadap
alternatif-alternatif transportasi dalam suatu daerah (Morlok, 1991:5).
Menurut Black yang dikutip oleh Lubis, (2008:11), model dapat
digunakan untuk mencerminkan hubungan antara sistem tata guna lahan dengan
sistem prasarana transportasi dengan menggunakan beberapa seri fungsi atau
persamaan (model matematika). Model tersebut dapat menerangkan cara kerja
sistem dan hubungan keterkaitan antar sistem secara terukur. Salah satu alasan
penggunaan model matematik untuk mencerminkan sistem tersebut adalah karena
8
matematik adalah bahasa yang jauh lebih tepat dibandingkan dengan bahasa
verbal. Ketepatan yang didapat dari penggantian kata dengan simbol sering
menghasilkan penjelasan yang jauh lebih baik dari pada penjelasan dengan bahasa
verbal.
Tahapan pemodelan bangkitan pergerakan bertujuan meramalkan jumlah
pergerakan pada setiap zona asal dengan menggunakan data rinci mengenai
tingkat bangkitan pergerakan, atribut sosial-ekonomi, serta tata guna lahan.
Tamin (2003:86) mensyaratkan model dikalibrasi dengan menggunakan
data pada saat sekarang (tahun dasar), untuk mendapatkan parameter (koefisien)
yang cocok untuk kota atau daerah tersebut (proses pengabsahan).
2.3 Konsep Metode Analisa Regresi Linear
Analisis regresi linear adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk
mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model
analisis regresi linear dapat memodelkan hubungan antara dua peubah atau lebih.
Dalam pemodelan ini terdapat peubah tidak bebas (y) yang mempunyai hubungan
fungsional dengan satu atau lebih peubah bebas (xi). Secara umum dapat
dinyatakan dalam Persamaan (2.1) berikut.
Y = A + BX ......................................................................................... (2.1)
dimana:
Y = peubah tidak bebas
X = peubah bebas
A = intersep atau konstanta regresi
B = koefisien regresi
Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode
kuadrat terkecil yang meminimumkan total kuadratis residual antara hasil model
dengan hasil pengamatan. Nilai parameter A dan B bisa didapatkan dari
Persamaan (2.2) dan (2.3) berikut:
9
∑ ( ) ∑ ( ) ∑ ( )
∑ ( ) (∑ ( ) )
...................................................................... (2.2)
........................................................................................ (2.3)
dan adalah nilai rata-rata dari dan .
2.4 Konsep Metode Analisa Regresi Linear Berganda
Dalam pemodelan bangkitan pergerakan, metode analisis regresi linear
berganda (Multiple Linear Regression Analysis) yang paling sering digunakan
baik dengan data zona dan data sosioekonomi suatu zona. Metode analisis regresi
linear berganda digunakan untuk menghasilkan hubungan dalam bentuk numerik
dan untuk melihat bagaimana variabel saling berkait.
Ada beberapa asumsi statistik harus dipertimbangkan dalam menggunakan
metode analisis regresi linear berganda, sebagai berikut:
1. Variabel terikat (Y) merupakan fungsi linear dari variabel bebas (X).
2. Variabel, terutama variabel bebas adalah tetap atau telah diukur tanpa galat.
3. Tidak ada korelasi antara variabel bebas.
4. Variansi dari variabel terikat terhadap garis regresi adalah sama untuk nilai
semua variabel terikat.
5. Nilai variabel terikat harus tersebar normal atau minimal mendekati
normal.
Analisis regresi linear berganda (Multiple Linear Regression Analysis)
yaitu suatu cara yang dimungkinkan untuk melakukan beberapa proses iterasi.
Persamaan model regresi linear berganda:
................................................................ (2.4)
Dimana:
10
Y = variabel terikat (jumlah produksi perjalanan)
a = konstanta (angka yang akan dicari)
B1,B2….Bn = koefisien regresi (angka yang akan dicari)
X1, X2 … Xn = variabel bebas (faktor-faktor berpengaruh)
Dalam proses analisis regresi linear berganda terdapat berbagai macam
metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan suatu model yang valid,
diantaranya adalah metode langkah demi langkah tipe 1, metode langkah demi
langkah tipe 2 dan metode coba-coba. Adapun pada penelitian ini metode yang
akan digunakan adalah metode analisis coba-coba.
Menurut Tamin (2000:127), metode coba-coba merupakan metode dengan
proses coba-coba dalam menentukan parameter yang dipilih. Tahap-tahap yang
harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tahap 1: Menentukan parameter sosioekonomi yang akan digunakan sebagai
peubah bebas. Pertama, pilihlah parameter (peubah bebas) yang berdasarkan
logika saja sudah mempunyai keterkaitan (korelasi) dengan peubah tidak
bebas. Kemudian, lakukan uji korelasi untuk mengabsahkan keterkaitannya
dengan peubah tidak bebas. Dua persyaratan uji statistik utama yang harus
dipenuhi dalam memilih peubah bebas adalah :
a. Peubah harus mempunyai korelasi tinggi dengan peubah tidak bebas;
b. Sesama peubah bebas tidak boleh saling berkorelasi. Jika nantinya terdapat
dua peubah bebas yang saling berkorelasi, pilihlah salah satu yang
mempunyai korelasi yang lebih tinggi terhadap peubah tidak bebasnya.
2. Tahap 2: Menentukan beberapa model dengan menggunakan beberapa
kombinasi peubah bebas secara coba-coba berdasarkan uji korelasi yang
dihasilkan pada tahap 1. Kemudian, lakukan analisis regresi linear berganda
untuk kombinasi model tersebut untuk mendapatkan nilai koefisien
determinasi serta nilai konstanta dan koefisien regresinya.
3. Tahap 3 : Kaji nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan koefisien
regresi setiap tahap untuk menentukan model terbaik dengan kriteria berikut :
11
a. Semakin banyak peubah bebas yang digunakan, semakin baik model
tersebut;
b. Tanda koefisien regresi (+/-) sesuai dengan yang diharapkan;
c. Nilai konstanta regresi kecil (semakin mendekati nol, semakin baik);
d. Nilai koefisien determinasi (R2) besar (semakin mendekati satu semakin
baik).
2.4.1 Uji Korelasi
Menurut Tamin (2000:120), uji korelasi merupakan persyaratan statistik
yang harus dipenuhi untuk menentukan korelasi antara variabel terikat dengan
variabel bebas atau antara sesama variabel bebas.
Uji korelasi dapat dihitung dengan persamaan:
∑ ( ) ∑ ( ) ∑ ( )
√[ ∑ ( ) (∑ ( ))
][ ∑ (
) (∑ ( )) ) ]
........................................................ (2.5)
Dimana:
r = koefisien korelasi
N = banyaknya sampel
X = variabel bebas
Y = variabel terikat
Nilai r = 1 berarti bahwa korelasi antara variabel Y dan X adalah positif
(meningkatnya nilai Xakan mengakibatkan meningkatnya nilai Y). Sebaliknya,
jika nilai r = -1, berarti korelasi antara variabel Y dan X adalah negatif
(meningkatnya nilai Xakan mengakibatkan menurunnya nilai Y). Nilai r = 0
menyatakan tidak ada korelasi antar variabel.
Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan
antara dua variabel maka nilai interval koefisisen korelasi diklasifikasikan pada
Tabel 2.1.
12
Tabel 2.1. Interprestasi Nilai Koefisien Korelasi (r)
Interval
Koefisien
Korelasi
Tingkat Hubungan
0 Tidak ada korelasi
>0 – 0,25 Korelasi sangat lemah
>0,25 – 0,50 Korelasi cukup
>0,50 – 0,75 Korelasi kuat
>0,75 – 0,99 Korelasi sangat kuat
1 Korelasi sempurna
Sumber: Sarwono (2006)
2.4.2 Koefisien Determinasi
Menurut Supangat (2007:350), koefisien determinasi (R2) merupakan
besaran untuk menunjukkan tingkat kekuatan hubungan antara dua variabel atau
lebih dalam bentuk persen. Koefisien determinasi (R2) berfungsi untuk
menunjukkan seberapa besar persentase keragaman variabel terikat (Y) yang
dapat dijelaskan oleh keragaman variabel bebas (X). Dengan kata lain seberapa
besar pengaruh variabel X dapat memberikan kontribusi terhadap variabel Y.
Menurut Tamin (2000:119), untuk mendapatkan nilai koefisien
determinasi digunakan Persamaan (2.7).
R2 =
∑( )
∑( ) ............................................................................................... (2.6)
Koefisien determinasi ini mempunyai batasan 0 ≤ R2 ≤ 1. Nilai 1 (satu)
didefinisikan sebagai perfect explanation dan nilai 0 (nol) merupakan no
explanation. Nilai antara kedua batas limit tersebut ditafsirkan sebagai persentase
tingkat hubungan yang dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat.
13
2.4.3 Uji-t
Menurut Sugiyono (2009:122), uji-t pada dasarnya menunjukkan seberapa
jauh pengaruh suatu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan
variabel terikat. Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai t adalah:
t = √
√ ............................................................................................................ (2.7)
Dimana:
t = thitung yang selanjutnya dibandingkan dengan ttabel
r = korelasi parsial yang ditemukan
n = jumlah sampel
thitung> ttabel dengan signifikan t dibawah 0,05 (5%). Jika thitung > ttabel, maka
secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat, dan
sebaliknya jika Jika thitung < ttabel maka variabel bebas tidak berpengaruh terhadap
variabel terikat.
2.4.4 Uji-F
Menurut Sugiyono (2009:175), uji-F digunakan untuk mengetahui variabel
bebas secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
terikat. Atau untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi variabel terikat (Y) atau tidak.Signifikan berarti hubungan yang
terjadi dapat berlaku untuk populasi. Tingkat signifikansi menggunakan a = 5%
atau 0,05.
Nilai uji-F dapat dihitung dengan persamaan yang dikemukakan oleh Sugiyono
(2009:176) adalah:
F =
( )( ) .............................................................................................. (2.8)
Dimana:
F = Fhitung yang selanjutnya dibandingkan dengan Ftabel
R2 = koefisien determinasi
14
n = jumlah sampel
k = jumlah variabel bebas
Fhitung > Ftabel dengan signifikan F dibawah 0,05 (5%). Jika Fhitung > Ftabel,
maka secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat, dan
sebaliknya jika Jika Fhitung < Ftabel maka variabel bebas tidak berpengaruh terhadap
variabel terikat.
2.5 PDRB ADHB dan ADHK
Menurut BPS (19:2010), definisi Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) sebuah kabupaten/kota adalah jumlah seluruh nilai produksi barang dan
jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah
tersebut dalam kurun waktu satu tahun dikurangi dengan jumlah biaya yang
dikeluarkan dalam proses produksi, tanpa memperhatikan apakah faktor-faktor
produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk wilayah tersebut.
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku / PDRB adhb
(Gross Regional Domestic Product at Current Prices) adalah jumlah nilai produk
atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku
pada tahun yang bersangkutan. PDRB ADHB menunjukkan kemampuan
sumberdaya ekonomi suatu wilayah. Semakin besar nilai PDRB menunjukkan
semakin besar kekuatan ekonomi wilayah tersebut.
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan / PDRB adhk
(Gross Regional Domestic Product at Constant Prices) adalah jumlah nilai
produk atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap suatu
tahun tertentu. PDRB ADHK menunjukkan dapat digunakan untuk menunjukkan
laju pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu, yang terjadi pada masingmasing
sektor kegiatan ekonomi suatu wilayah. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku
menunjukkan tingkat kemakmuran suatu daerah. Untuk mengetahui tingkat
kemakmuran suatu daerah sedikit banyaknya harus mempunyai angka
pembanding dari daerah lain. Sedangkan untuk mengetahui perkembangannya
perlu diketahui angka perkembangan pendapatan secara berkala.
15
2.6 Distribusi Pergerakan
Menurut Tamin (2008:224), pola pergerakan dalam sistem transportasi
sering dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan (kendaraan, penumpang, dan
barang) yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan di dalam daerah tertentu dan
selama periode waktu tertentu. Matriks Pergerakan atau Matriks Asal-Tujuan
(MAT) yang sering digunakan oleh perencana transportasi untuk menggambarkan
pola pergerakan tersebut.
MAT adalah matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai
besarnya pergerakan antarlokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Baris
menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriks
menyatakan besarnya arus dari zona asal ke zona tujuan. Dalam hal ini, notasi Tid
menyatakan besarnya arus pergerakan (kendaraan, penumpang atau barang) yang
bergerak dari zona asal i ke zona tujuan d selama selang waktu tertentu.
2.7 Kegunaan MAT
MAT sangat sering dipakai dalam berbagai kajian transportasi (contohnya,
MAT dapat digunakan untuk (Wilumsen, dalam Tamin (2008: 225):
1. Pemodelan kebutuhan akan transportasi untuk daerah pedalaman atau
antarkota;
2. Pemodelan kebutuhan akan transportasi untuk daerah perkotaan;
3. Pemodelan dan perancangan manajemen lalulintas baik di daerah
perkotaan maupun antarkota.
4. Pemodelan kebutuhan akan transportasi di daerah yang ketersediaan
datanya tidak begitu mendukung baik dari sisi kuantitas maupun
kualitas (misalnya di negara sedang berkembang)
5. Perbaikan data MAT pada masa lalu dan pemeriksaan MAT yang
dihasilkan oleh metode lainnya
6. Pemodelan kebutuhan akan transportasi antarkota untuk angkutan
barang multimoda
16
Gambar 2.3. Bentuk umum dari MAT
Sumber : Tamin (2000)
Keterangan :
Oi = Jumlah pergerakan yang berasal dari zona i
Dd = Jumlah pergerakan yang menuju zona tujuan d
2.8 Metode Mendapatkan Model MAT
Menurut Tamin (2008:226), secara umum ada beberapa metode untuk
mendapatkan model MAT yaitu:
1. Metode Konvensional
2. Metode Nonkonvensional
2.8.1 Metode Konvensional
Metode Konvensional dikelompokkan menjadi 2 bagian utama yaitu
metode langsung dan metode tidak Langsung.
1. Metode Langsung
Metode ini dikembangkan dengan menggunakan data hasil survey asal-
tujuan langsung di lapangan. Metode ini dibagi lagi menjadi beberapa metode
17
seperti wawancara di tepi jalan, wawancara di rumah, metode menggunakan
bendera, metode foto udara, dan metode mengikuti mobil.
2. Metode Tidak Langsung
Metode ini dibagi dalam 2 metode besar yaitu Metode Analogi dan metode
Sintesis.
a. Metode Analogi
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa MAT di masa yang akan datang
merupakan fungsi dari MAT saat ini yang dikalikan dengan suatu faktor
pertumbuhan. Bentuk dasar dari model analogi ini adalah persamaan matematis
yang menghubungkan beberapa variable dan parameter bentukan dari suatu MAT,
yakni dengan mengekspansi MAT dasar (yang sebelumnya telah diketahui)
dengan suatu faktor pertumbuhan, sebagai berikut:
Tid = tid x E
Dimana
Tid = pergerakan pada masa mendatang dari zona asal I ke zona
tujuan d
tid = pergerakan pada masa sekarang dari zona asal i ke zona
tujuan d
E = Tingkat pertumbuhan
Metode analogi dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu:
1. metode tanpa batasan (metode seragam)
2. metode dengan satu-batasan (metode batasan-bangkitan dan metode
batasan-tarikan), dan
3. metode dengan dua-batasan (metode rata-rata, metode Fratar, metode
Detroit, dan metode Furness).
b. Metode Sintesis
Prinsip yang mendasari metode ini adalah pergerakan dari zona asal i ke
zona tujuan d berbanding lurus dengan besarnya bangkitan lalu-lintas di zona asal
dan juga tarikan lalu-lintas di zona tujuan, serta berbanding terbalik dengan jarak
18
(kemudahan) antara kedua zona tersebut. Menggunakan model semacam ini
secara tidak langsung sudah membatasi pemodelan pola pergerakan dan ini tentu
menyebabkan informasi yang dibutuhkan semakin sedikit serta survei semakin
berkurang.
Metode sintesis terbagi menjadi 3 model yaitu:
1. Model Gravity
2. Model Gravity Opportunity, dan
3. Model Opportunity
2.8.2 Metode nonkonvensional
Metode nonkonvensional didasarkan pada informasi arus lalu lintas yang
terbagi lagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Model Estimasi Matriks Entropi Maksimum (EMEM)
2. Model Estimasi Kebutuhan Transportasi (MEKT)
Gambar 2.3 Metode untuk mendapatkan MAT
Sumber : Tamin (2003)
19
2.9 Model gravity
Menurut Tamin (2008:261), metode sintesis (interaksi spasial) yang paling
terkenal dan sering digunakan adalah model gravity (GR), karena sangat
sederhana sehingga mudah dimengerti dan digunakan. Model ini menggunakan
konsep gravity yang diperkenalkan oleh Newton pada tahun 1686 yang
dikembangkan dari analogi hukum gravitasi.
…………………………………………………………………(2.9)
dengan G adalah konstanta gravitasi
Metode ini berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan
berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel
MAT yang berkaitan juga dengan aksesibilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak,
waktu, ataupun biaya.
Berikut beberapa persamaan yang dipergunakan dalam model GR
dengan K adalah konstanta
( )………………………………………………………(2.10)
∑ …………………………………………………………….….(2.11)
∑ …………………………………………………………….….(2.12)
∑ ( )
………………………………………………………..(2.13)
∑ ( )
…………………………………………………………(2.14)
Dimana:
Tid adalah jumlah pergerakan dari zona asal i menuju ke zona tujuan d
Ai dan Bd adalah faktor penyeimbang agar persyaratan persamaan (2) dan (3)
dapat dipenuhi
Oi adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i
20
Dd adalah jumlah pergerakan yang menuju ke zona tujuan d
f(Cid) adalah fungsi hambatan (ukuran aksesibilitas) antara zona i dan zona d
2.10 Jenis Model Gravitasi
Menurut Tamin (2008:265), ada 4 jenis model gravity yang dikenal yaitu :
1. Model tanpa-batasan (UCGR)
Model ini sedikitnya mempunyai 1 batasan, yaitu total pergerakan yang
dihasilkan harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap
bangkitan pergerakan.
Model ini bersifat tanpa-batasan, dalam arti bahwa model ini tidak
diharuskan menghasilkan total yang sama dengan total pergerakan dari dan ke
setiap zona yang diperkirakan oleh tahapan bangkitan pergerakan. Model tersebut
dapat dituliskan sebagai berikut :
( )…………………………...............................(2.15)
Ai =1 untuk seluruh i dan Bd =1 untuk seluruh d
2. Model dengan-batasan-bangkitan (PCGR)
Dalam model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus
sama dengan pergerakan total yang dihasilkan dengan pemodelan. Begitu juga,
bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan
pergerakan yang dihasilkan.
Akan tetapi, tarikan pergerakan tidak perlu sama. Untuk jenis ini, model
yang digunakan persis sama dengan pers (2.11), tetapi dengan syarat batas yang
berbeda yaitu :
Bd= 1 untuk seluruh d dan
∑ ( )
untuk seluruh i.
3. Model dengan-batasan-Tarikan (ACGR)
Dalam model ini, total pergerakan global hasil tarikan pergerakan harus
sama dengan pergerakan total yang dihasilkan dengan pemodelan. Begitu juga,
tarikan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil tarikan
pergerakan yang dihasilkan.
21
Akan tetapi, bangkitan pergerakan tidak perlu sama. Untuk jenis ini,
model yang digunakan persis sama dengan Persamaan (2.11), tetapi dengan syarat
batas yang berbeda yaitu :
Ai= 1 untuk seluruh d dan
∑ ( )
untuk seluruh i.
4. Model dengan-batasan-Bangkitan-Tarikan (PACGR)
Dalam hal ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan
yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model yang digunakan persis
sama dengan Persamaan (2.11), tetapi dengan syarat batas :
∑ ( )
untuk semua i dan
∑ ( )
untuk semua d
Kedua faktor penyeimbang (Ai dan Bd) menjamin bahwa total baris dan
kolom dari matriks hasil pemodelan harus sama dengan total baris dan kolom dari
matriks hasil bangkitan pergerakan dihitung sesuai dengan Persamaan (2.9 dan
2.10). Proses pengulangan nilai Ai dan Bd dilakukan secara begantian. Hasil akhir
akan selalu sama, dari manapun pengulangan dimulai (baris atau kolom).
2.11 Fungsi Hambatan
Menurut Tamin (2008:263), f(Cid) harus dianggap sebagai ukuran
aksesibilitas (kemudahan) antara zona i dan d. aksesibilitas dapat berupa Jarak,
waktu tempuh maupun biaya perjalanan. Hyman (dalam Tamin, 2008:293)
menyarankan 3 jenis fungsi hambatan yang dapat digunakan dalam model
Gravity, yaitu :
id
CCf id (fungsi pangkat)………………………………(2.16)
Cid
id eCf (fungsi eksponensial negatif)…………………(2.17)
Cid
id eCCfid
(fungsi Tanner)……………………………….(2.18)
Jika nilai Cid, Oi, dan Dd diketahui, maka parameter model GR yang tidak
diketahui hanyalah parameter β. Proses penaksiran nilai parameter β dikenal dengan
proses kalibrasi model.
22
2.12 Kalibrasi model gravity
Menurut Tamin (2008:293), pada fungsi hambatan, yaitu fungsi hambatan
pangkat, fungsi eksponensial-negatif, dan fungsi Tanner ada parameter model
yang tidak diketahui.
id
CCf id (fungsi pangkat)
Cid
id eCf (fungsi eksponensial negatif)
Cid
id eCCfid
(fungsi Tanner)
Jika nilai Cid, Oi, dan Dd diketahui, maka parameter model GR yang tidak
diketahui hanyalah parameter β. Proses penaksiran nilai parameter β dikenal
dengan proses kalibrasi model.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengkalibrasi parameter
model gravity, yaitu:
a. Metode Sederhana
b. Metode Hyman
c. Metode analisis regresi-linear
d. Metode Penaksiran Kuadrat-Terkecil (KT)
e. Metode Penaksiran Kemiripan maksimum(KM)
f. Metode penaksiran Inferensi-Bayes (IB)
g. Metode Penaksiran Entropi-maksimum (EM)
2.13 Metode Analisis Regresi-Linear
Tamin (2008:296) menerangkan bahwa metode analisis-regresi linear
dapat digunakan untuk mengkalibrasi parameter model gravity yang merupakan
suatu fungsi yang tidak linear.
Secara umum, proses transformasi linear dibutuhkan untuk mnegubah
fungsi tidak-linear menjadi fungsi linear. Selanjutnya, metode analisis-regresi
yang akan digunakan untuk mengkalibrasi parameter model yang tidak diketahui.
23
2.13.1 Fungsi Hambatan Eksponensial-Negatif
Suatu model gravity mempunyai fungsi hambatan eksponensial-negatif
memiliki persamaan sebagai berikut :
( )…………………………………(2.19)
Persamaan (2.15 dapat disederhanakan menjadi :
LogeTid = loge (Ai.Bd.Oi.Dd)-ẞCid……………………………..(2.20)
Dengan melakukan transformasi linear, persamaan (2.16) dapat
disederhanakan dan ditulis kembali sebagai persamaan linear Yi = A + BXi
dengan mengasumsikan LogeTid = Yi dan Cid = Xi.
Dengan mengetahui informasi [Tid] dan [Cid], maka dengan
menggunakan analisis regresi-linear, parameter A dan B dapat dihitung dan
dihasilkan beberapa nilai sebagai berikut : B = -ẞ dan A = loge (Ai.Bd.Oi.Dd).
∑ ( ) ( ) ∑ ( )
∑ ( ) (∑ ( ))
…………………………………(2.21)
dan adalah nilai rerata dari Yi dan Xi.
2.14 Uji Kesesuaian Matriks
2.14.1 Root Mean Square Error (RMSE)
Menurut Tamin (2008:29), indikator uji kesesuaian RMSE adalah suatu
indikator yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antara hasil model
dengan hasil observasi yang dapat didefinisikan sebagai berikut :
√∑ ∑ [
( )
( )]
………………………..(2.22)
N = jumlah baris atau kolom matriks
24
= nilai sel matriks hasil model dan hasil observasi
Semakin besar nilai RMSE, maka semakin tidak akurat MAT hasil penaksiran
dibandingkan MAT hasil pengamatan.
2.15 Konsep Peramalan
Menurut Prasetyo dan Larastuti (2009:43), peramalan adalah suatu usaha
meramalkan keadaan di masa mendatang melalui pengujian keadaan di masa
lalu. Esensi peramalan adalah perkiraan peristiwa-peristiwa di waktu yang akan
datang atas dasar pola-pola waktu yang lalu dan penggunaan kebijakan terhadap
proyeksi-proyeksi dengan pola-pola di waktu yang lalu.
Peramalan adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa
depan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data masa lalu
dan menempatkannya ke masa yang akan datang dengan suatu bentuk model
matematis.
2.16 Peramalan tren dengan metode Kuadrat Terkecil (Least Square)
Menurut Nafarin (2007:100), tren (trend) merupakan gerakan lamban
berjangka panjang dan cenderung menuju ke satu arah (menaik atau menurun)
dalam suatu data runtut waktu. Garis tren pada dasarnya garis regresi dan variabel
bebas X merupakan variabel waktu. Tren garis lurus (linear) adalah suatu tren
yang diramalkan naik atau turun secara garis lurus. Variabel waktu sebagai
variabel bebas dpat menggunakan waktu tahunan, semesteran, bulanan, atau
mingguan. Analisis tren garis lurus (linear) terdiri atas metode kuadrat terkecil
(least square) dan metode momen.
Dalam analisis tren tidak ada ketentuan jumlah data historis (n) yang
dianalisis. Tetapi semakin banyak julah data (n), maka semakin baik hasil
perhitungan analisis. Ramalan menggunakan metode kuadrat terkecil (least
square) dapat dihitung dengan rumus:
25
Y = A + BX..........................................................................................(2.23)
∑ ( ) ∑ ( ) ∑ ( )
∑ ( ) (∑ ( ) )
……………………………………………..(2.24)
dimana:
Y = peubah tidak bebas
X = peubah bebas
A = intersep atau konstanta regresi
B = koefisien regresi
N = banyaknya data
2.17 Penelitian Terdahulu yang Pernah Dilakukan
Adapun penelitian yang penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan
dengan bangkitan-tarikan dan sebaran pergerakan di beberapa kota yang berbeda
antara lain:
1. Studi Demand Penumpang Transportasi Udara Menuju dan Keluar dari
Kabupaten Fakfak (Wijayanto dan Wahju:2008). Menurut hasil analisis
didapat bentuk model sebagai berikut:
a. Model trip production yang dihasilkan Y= 5216,580512 +
0,010787281X3 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar
0,98920973. Trip attraction Y = 7275,500334 + 0,008636723X3
dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,98720631. X3 adalah
PDRB ADHK kota dan kabupaten.
Di mana :
Y = trip production and trip attraction (penumpang pertahun)
X3 = PDRB ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) dalam ribu
Rupiah.
b. Model ACGR (Attraction Constrained Gravity) merupakan model
yang paling baik dalam mendeskripsikan pola perjalanan angkutan
26
udara. Model ini menghasilkan error dengan indikator MSE
terkecil yaitu sebesar 1,156,972
2. Analisis Transportasi Barang Pasca Tsunami Di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Proceeding Seminar Profesionalisme Teknik Sipil, Desember
2005 (Saleh). Menurut hasil analisis didapat bentuk model sebagai berikut:
a. Persamaan regresi yang dihasilkan untuk bangkitan pergerakan
yaitu : Y = 593.626,61 + 0,0635X1 +6,9026X3 dengan koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,637. Untuk model tarikan berupa
Y = 566.665,94 + 0,1181X1 +3,1797X2.
Di mana :
Y = bangkitan dan tarikan pergerakan (truk/tahun)
X1 = PDRB dalam juta Rupiah.
X2 = Penduduk dalam ribu jiwa
X3 = Jumlah kendaraan (total semua jenis, termasuk sepeda
motor).
b. Faktor hambatan berbeda didapat ẞ untuk pasca tsunami (2005)
dan masa rekonstruksi hingga 2009 sebesar 0,002359 dan setelah
masa rekonstruksi (2010) di mana kondisi jalan dan jembatan di
Provinsi NAD diasumsikan kembali normal, maka pergerakan
dapat dilalui dengan berbagai pilihan rute di mana umumnya yang
digunakan adalah lintasan terpendek didapat ẞ=0,002363.