68479703-makalah-mitigasi-bencana

19
MITIGASI BENCANA ALAM DALAM PENATAAN KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN : UPAYA PENANGGULANGAN RESIKO BENCANA ALAM MAKALAH OLEH: IMAM INDRATNO

Upload: hasanbasrie

Post on 30-Dec-2014

76 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

MITIGASI BENCANA ALAM DALAM PENATAAN KAWASAN

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN : UPAYA PENANGGULANGAN

RESIKO BENCANA ALAM

MAKALAH

OLEH:

IMAM INDRATNO

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAFAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG1428 H / 2007 M

Page 2: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

MITIGASI BENCANA ALAM DALAM PENATAAN KAWASAN

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN : UPAYA PENANGGULANGAN

RESIKO BENCANA ALAM

MAKALAH

oleh

IMAM INDRATNO

Disampaikan dalam Seminar Intern Jurusan Teknik Perencanan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung

Tanggal 9 Mei 2007

Mengesahkan,

Hj. SRI HIDAYATI DJOEFFAN, Ir., MT.Ketua Program Studi PWK

Page 3: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

MITIGASI BENCANA ALAM DALAM PENATAAN KAWASAN PERUMAHAN

DAN PERMUKIMAN : UPAYA PENANGGULANGAN RESIKO BENCANA ALAM

Oleh : IMAM INDRATNO

ABSTRAK

Kesadaran akan kehadiran bencana dalam pengelolan negara telah tercermin dalam berbagai peraturan dan perundangan. Berbagai peraturan dan perundangan tersebut mulai menyinggung berbagai konsep hingga tindakan yang perlu dilakukan dalam menangani bencana. Pelaksanaan pengurangan risiko bencana di Indonesia merupakan bagian dari upaya pengurangan risikobencana di tingkat global dan regional. Beberapa forum internasional telah menghasilkan kesepakatan-kesepatakan yang melandasi upaya pengurangan risiko bencana ditingkat nasional. Penyusunan pedoman penataan kawasan perumahan dan permukiman dalam rangka mitigasi bencana perlu mengadopsi berbagai landasan, kebijakan, dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana agar didapat suatu pedoman yang komprehensif dan holistik dalam pengelolaan bencana khususnya dalam penataan kawasan perumahan dan permukiman.

Key words: bencana, risiko bencana, perumahan, permukiman

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan satu negara kepulauan

dengan laut yang luas, banyak memiliki

gunung berapi, terletak antara 3 (tiga) tiga

lempeng yang selalu bergerak (lempeng

Eurasia, India Australia, Samudra Pasific),

selain itu berada pada pertemuan 3 (tiga)

sistim pegunungan (Alpin Sunda, Circurn

Pacific dan Circum Australia), juga meliputi

lebih dan 500 gunung api dan sejumlah

sungai-sungai besar, serta memIiki dua

musim yaitu musim hujan. dan musim

kemarau.

Sedangkan situasi beberapa tahun terakhir

(1999 — 2006) di Indonesia terjadi bencana

yang beruntun seperti gempa bumi diikuti

tsunami, tanah longsor, banjir, angin kencang,

dan kerusuhan sosial etnis/agama karena

berbagai sebab. Akibatnya, adalah selain

korban jiwa banyak orang yang kehilangan

tempat tinggalnya dan sekitar 3 juta orang

terpaksa rneninggalkan kampung halaman

dan rumahnya, menjadi pengungsi.

Pertanyaan penting yang perlu dipikirkan

adalah apakah kerugian yang disebabkan

oleh kejadian bencana tersebut dapat

dikurangi menjadi sekecil mungkin?

Pertanyaan tersebut tentu dapat dijawab

apabila kita memperhatikan sikius manejemen

penanganan bencana dimana dalam siklus

tersebut salah satu hal yang dapat dilakukan

adalah adanya kegiatan mitigasi bencana.

Oleh karena itu penataan perumahan dan

permukiman perlu sekali memperhitungkan

aspek mitigasi bencana ini.

JENIS BAHAYA ALAM

a. Parameter Kedahsyatan Gempa

Parameter kedahsyatan bahaya gempa bumi

diukur berdasarkan besarannya (magnitude)

maupun tingkat kerusakannya. Kerusakan

yang ditimbulkan gempa sangat bergantung

beberapa faktor, diantaranya:

(a) besar/kecilnya besaran gempa

(b) dalam dangkalnya hiposenter gempa

(c) jauh dekatnya pusat gempa

(d) lama dan banyaknya frekuensi gempa

(e) keadaan tanah/geologi setempat, dan

(f) kekuatan, daktilitas, serta kesatuan

bangunan itu sendiri

Page 4: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

Tabel 1. Intensitas Kerusakan Berdasarkan Skala Mmi

SKALA MMI

CIRI-CIRI

I Sangat jarang/hampir tidak ada orang dapat merasakan, tapi tercatata pada alat seismograf.

II Terasa oleh sedikit sekali orang, terutama yang ada di gedung tinggi, sebagian orang tidak merasakan.

III Terasa oleh sedikit orang, khususnya yang berada di gedung tinggi. Mobil yang parkir sedikit bergetar, getaran seperti akibat truk yang lewat.

IV Pada siang hari akan terasa oleh banyak orang dalam ruangan, di luar ruangan hanya sedikit yang bisa merasakan. Pada malam hari sebagian orang bisa terbangun. Pring, jendela, pintu, dinding mengeluarkan bunyi retakan, lampu gantung bergoyang.

V Dirasakan hampir oleh semua orang. Pada malam hari sebagian besar orang tidur akan terbangun. Barang di atas meja terjatuh, plesteran tembok retak, barang-barang yang tidak stabil akan roboh, pendulum jam dinding akan berhenti.

VI Dirasakan oleh semua orang. Banyak orang ketakutan/panik, berhamburan ke luar ruangan, banyak perabotan yang berat bergeser, plesteran dinding retak dan terkelupas, cerobong asap pabrik rusak.

VII Semua orang berhamburan ke luar ruangan, kerusakan terjadi pada bangunan yang desain konstruksinya jelek, kerusakan sedikit sampai sedang terjadi pada bangunan dengan desain konstruksi biasa. Bangunan dengan konstruksi yang biak tidak mengalami kerusakan yang berarti.

VIII Kerusakan luas pada bangunan dengan desain yang buruk, kerusakan berarti pada bangunan dengan desain biasa, dan sedikit kerusakan pada bangunan dengan desain yang baik. Dinding panel akan pecah dan lepas dari kerangkanya, cerobong asap pabrik runtuh, perabohan yang berat akan terguling, pengendara mobil terganggu.

IX Kerusakan berarti pada bangunan dengan desain konstruksi yang baik, pipa bawah tanah putus, timbul keretakan pada tanah.

X Sejumlah bangunan kayu dengan desain yang baik rusak, sebagian besar bangunan tembok rusak termasuk fondasinya. Retakan pada tanah akan semakin banyak, tanah longsor pada tebing-tebing sungai dan bukit, air sungai akan melimpas di atas tanggul.

XI Sangat sedikit bangunan tembok yang masih relatif berdiri, jembatan putus, rekahan pada tanah sangat banyak/luas, jaringan pipa bawah tanah hancur dan tidak berfungsi, rel KA bengkok dan bergeser.

XII Kerusakan total, gerakan gempa terlihat bergelombang di atas tanah, benda-benda beterbangan di udara.

b. Daerah Rawan Gempa

Setidaknya terdapat 25 (duapuluh lima)

daerah wilayah rawan gempa bumi Indonesia,

yaitu: Aceh, Sumatera Utara (Simeulue),

Sumatera Barat - Jambi, Bengkulu, Lampung,

Banten Pandeglang, Jawa Barat, Bantar

Kawung, Yogyakarta, Lasem, Jawa Timur,

Bali, NTB, NTT, Kepulauan Aru, Sulawesi

Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi

Tengah, Sulawesi Utara, Sangir Talaud,

Maluku Utara, Maluku Selatan, Kepala

Burung-Papua Utara, Jayapura, Nabire,

Wamena, dan Kalimantan Timur. Daerah-

daerah tersebut terutama yang berada dekat

dengan jalur pertemuan lempeng dunia.

Page 5: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

Gambar 1. Wilayah Rawan Gempabumi di Indonesia

Tingkat risiko dampak kawasan permukiman

akibat gempa bumi semakin meningkat pada:

(a) Kumpulan bangunan yang lemah dengan

tingkat hunian yang tinggi.

(b) Bangunan-bangunan yang didirikan

tanpa perhitungan teknik sipil oleh

pemilik rumah

(c) Bangunan-bangunan dengan atap yang

berat

(d) Bangunan-bangunan tua dengan

kekuatan samping yang kecil

(e) Bangunan-bangunan dengan kualitas

yang rendah atau bangunan-bangunan

dengan konstruksi yang cacat

(f) Bangunan tinggi tanpa konstruksi yang

tepat

(g) Bangunan-bangunan yang ditempatkan

pada lereng-lereng yang lemah

(h) Infrastruktur di atas tanah atau tertanam

di dalam tanah-tanah yang mengalami

perubahan bentuk.

Pada kawasan permukiman, dampak

akibat getaran gempa terutama adalah

roboh/rusaknya bangunan rumah yang pada

gilirannya dapat mengakibatkan korban luka

maupun kehilangan nyawa. Selain itu,

berbagai fasilitas umum maupun utilitas

penting dapat ikut rusak apabila getaran

gempa cukup tinggi, seperti terhambatnya

aksesibilitas akibat rusaknya jaringan jalan,

kekurangan air bersih akibat rusaknya

jaringan air bersih, pemadaman listrik akibat

rusaknya jaringan listrik, dan lain sebagainya.

Beberapa faktor yang mengakibatkan

meningkatkan kerentanan suatu kawasan

permukiman terhadap risiko gempa bumi

diantaranya:

(a) Lokasi hunian yang berada di daerah

seismik, khususnya yang berada di atas

tanah yang memadat, di atas tanah yang

rawan terhadap tanah longsor, atau pada

garis retakan yang panjang.

(b) Struktur bangunan, seperti rumah,

jembatan, gedung, jalan, bendungan,

dan lain sebagainya, yang tidak tahan

terhadap gerakan bumi. Bangunan dari

batu bata yang tidak berkerangka besi

dengan atap yang berat lebih rentan

dibandingkan bangunan yang

berkerangka kayu yang ringan.

(c) Kawasan permukiman dengan

pengelompokkan kepadatan bangunan

yang tinggi juga lebih rentan

Page 6: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

dibandingkan kawasan permukiman

dengan kepadatan bangunan yang

rendah.

(d) Kurangnya akses informasi mengenai

risiko-risiko bencana gempa bumi.

(e) Kurangnya kepedulian dan pengetahuan

masyarakat penghuni kawasan

permukiman terhadap risiko bencana

gempa bumi

(f) Dan lain sebagainya

Meskipun upaya mitigasi bencana di

Indonesia masih relatif terbatas, namun di

sejumlah daerah telah dilakukan beberapa

tindakan mitigasi sebagai upaya untuk

mengurangi risiko bencana. Berikut disajikan

2 (dua) contoh tindakan mitigasi yang

dilakukan, yaitu tindakan mitiggasi bencana

gempa bumi di Kota Bandung dan tindakan

mitigasi bencana gempabumi di Kota

Bengkulu.

TINDAKAN MITIGASI GEMPA BUMI DI

BENGKULU

Sebagai contoh upaya mitigasi yang

dilakukan di propinsi Bengkulu adalah upaya

mitigasi yang telah dilakukan di Kota

Bengkulu, diantaranya adalah:

Kajian Risiko untuk

menentukan rencana tindak kota Bengkulu

dalam menghadapi bencana gempabumi.

Dalam kegiatan ini disusun potensi bahaya

gempabumi di Kota Bengkulu, tingkat

kerentanan kota Bengkulu terhadap

bahaya gempabumi untuk kemudian dikaji

tingkat risiko bencana gempabumi di Kota

Bengkulu ini.

Dalam kajian risiko gempabumi di Kota

Bengkulu ini, faktor yang dipergunakan

untuk melakukan kajian risiko adalah

berupa kajian bahaya gempabumi yang

melingkupi 1) pengumpulan data geologi,

kegempaan dan geoteknik; 2)

pengumpulan data topografi; 3) analisis

bahaya gempabumi; 4) pembuatan peta

mikrozonasi, peta klasifikasi tanah, rawan

longsor dan likuifaksi. Kajian kerentanan

gempabumi yang melingkupi 1) data

kepadatan penduduk; 2) data bangunan;

3) data prasarana dan sistem utilitas yang

ada; 3) data lapangan terbang dan

pelabuhan; 4) data aktivitas sosial

ekonomi. Kemudian dilakukan kajian risiko

dengan mengalikan faktor bahaya dengan

kerentanan.

Hasil dari kajian ini biasanya adalah peta-

peta mikrozonasi yang menunjukkan

daerah yang rawan bencana gempabumi,

daerah mana yang termasuk rawan tinggi,

sedang hingga rendah. Berdasarkan peta

hasil kajian tersebut, maka dapat disusun

suatu rencana, termasuk untuk

pembangunan permukiman, di daerah

mana saja yang diperbolehkan dibangun

untuk permukiman dan daerah mana yang

tidak. Dan apabila sudah terlanjur

terbentuk kawasan permukiman di daerah

yang rawan bencana gempabumi tinggi,

maka strategi untuk mitigasi selanjutnya

perlu dipikirkan, misalnya saja dengan

menerapkan building code dalam

membangun rumah-rumah di kawasan

tersebut.

Meningkatkan kesiapsiagaan

masyarakat dalam menghadapi bencana

gempa bumi melalui pelatihan (ToT), yaitu

melatih perwakilan masyarakat dan

diharapkan perwakilan masyarakat ini

nantinya dapat menyebarkan

pengetahuannya kepada masyarakat yang

lebih luas.

Page 7: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

RUANG LINGKUP PEDOMAN

MITIGASI GEMPA

Pedoman ini disusun sebagai acuan untuk

penataan kawasan perumahan dan

permukiman berbasiskan mitigasi bencana

alam. Jenis bencana alam yang dikaji

meliputi:

1) Gempabumi

2) Tsunami

3) Letusan gunungapi

4) Tanah Longsor

5) Banjir

Ditinjau dari jenis kawasan perumahan dan

permukimannya, maka pedoman ini meliputi 2

(dua) jenis kawasan perumahan dan

permukiman, yaitu:

1) Kawasan perumahan dan permukiman

baru, sebagai upaya preventif.

2) Kawasan perumahan dan permukiman

yang telah ada, sebagai upaya kuratif.

Tindakan mitigasi bencana pada kawasan

perumahan dan permukiman akan meliputi:

1) Tindakan mitigasi struktural

Tindakan mitigasi struktural terutama pada

upaya rekayasa konstruksi.

2) Tindakan mitigasi non-struktural

Tindakan mitigasi non-struktural meliputi:

a. Tindakan penataan ruang

b. Penyediaan prasarana dan sarana

c. Peningkatan kesiapan masyarakat

d. Sistem peringatan dini

e. Pengendalian pemanfaatan ruang

f. Peran serta masyarakat

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka ruang

lingkup pedoman ini meliputi ketentuan

sebagai berikut:

(1) Ketentuan Umum

Ketentuan umum memuat:

a. Definisi dan batasan yang digunakan

dalam pedoman;

b. Tujuan pedoman;

c. Ruang lingkup pedoman; dan

d. Kedudukan pedoman.

(2) Pedoman Umum Penyelenggaraan

Penataan Kawasan Perumahan dan

Permukiman Berbasis Mitigasi Bencana

Alam.

Memuat:

a. Prinsip dasar

b. Konsep dasar mitigasi bencana alam

pada kawasan perumahan dan

permukiman

c. Pendekatan mitigasi bencana

d. Penyelenggaraan penataan kawasan

perumahan dan permukiman berbasis

mitigasi bencana alam

i. Penyelenggaraan penataan

kawasan perumahan dan

permukiman baru

ii. Penyelenggaraan penataan

kawasan perumahan dan

permukiman yang telah ada

e. Kelembagaan

f. Peran serta masyarakat

(3) Tindakan Mitigasi Bencana Alam Pada

Kawasan Perumahan dan Permukiman

Memuat:

a. Tindakan mitigasi bencana

gempabumi pada kawasan

perumahan dan permukiman

b. Tindakan mitigasi bencana tsunami

pada kawasan perumahan dan

permukiman

c. Tindakan mitigasi bencana gunungapi

pada kawasan perumahan dan

permukiman

Page 8: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

d. Tindakan mitigasi bencana tanah

longsor pada kawasan perumahan

dan permukiman

e. Tindakan mitigasi bencana banjir

pada kawasan perumahan dan

permukiman

(4) Pengendalian Pemanfaatan Kawasan

Perumahan dan Permukiman, meliputi:

a. Peraturan zonasi

b. Perangkat insentif dan disinsentif

c. Perijinan

d. Sanksi

(5) Aturan Peralihan

(6) Aturan Penutup

KEDUDUKAN PEDOMAN

Gambar 2. Kedudukan pedoman penataan kawasan perumahan dan permukiman dalamrangka mitigasi bencana alam terhadap peraturan perundangan

UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

UU No.26 Tahun 2007 tentang Penatan Ruang

UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman

UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau Kecil

PP No.69 Tahun 1996

PP No.47 Tahun 1997 tentang RTRWN

PP tentang Penataan Ruang

PP lainnya yang terkait penataan ruang dan

penanggulangan bencana

Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung

Permen PU No.21 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan

Kawasan Rawan Gempa Bumi

Permen PU No.22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan

RawanBencana Longsor

Permenpera Nomor 14 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan

Perumahan Kawasan Khusus

Pedoman Penataan Kawasan Perumahan dan Permukiman Dalam

Rangka Mitigasi Bencana Alam

Page 9: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

URGENSI PENYUSUNAN PEDOMAN

PENATAAN KAWASAN PERUMAHAN

DAN PERMUKIMAN DALAM RANGKA

MITIGASI BENCANA ALAM

Bencana gempabumi dan tsunami 26

Desember 2006 lalu di Nangroe Aceh

Darussalam dan gempabumi di Pulau Nias,

Simeuleu, dan Banyak pada tanggal 28 Maret

2005 telah menimbulkan gelombang simpati,

bantuan, pelayanan, penadaan dan tenaga

sebagai wujud kepedulian atas nama

kemanusiaan. Bencana tersebut juga telah

membuka mata kita terhadap masalah

kebencanaan dan pentingnya pengelolaan

bencana.

Setelah bencana besar yang melanda Aceh

dan Nias tersebut, bencana alam yang cukup

besar terjadi lagi di sejumlah daerah, seperti

gempabumi di Yogyakarta pada bulan Mei

2006, tsunami di Pangandaran, dan

gempabumi di Sumatera Barat pada Maret

2007. Hal tersebut semakin meningkatkan

kesadaran kita terhadap pentingnya

pengelolaan bencana, terutama terkait

dengan pengurangan risiko bencana dalam

rangka mengurangi dampak kerugian yang

ditimbulkan akibat bencana alam.

Kawasan perumahan dan permukiman

sebagai tempat tinggal masyarakat

merupakan kawasan yang termasuk dalam

kawasan yang mengalami kerugian terbesar,

terutama akibat hilangnya jiwa, korban luka-

luka, serta kerugian material. Hal ini

disebabkan konsentrasi penduduk dan aset

masyarakat berada di kawasan perumahan

dan permukiman.

Berdasarkan hal tersebut, kesadaran untuk

melakukkan tindakan mengurangi dampak

yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana

pada kawasan perumahan dan permukiman

semakin disadari kepentingannya. Hal ini

diperlukan untuk mengurangi timbulkan

korban jiwa maupun kerugian material yang

ditimbulkan jika terjadi bencana.

Kesadaran untuk mengurangi dampak yang

ditimbulkan oleh bencana pada dasarnya

sudah selaras dengan kebijakan pada tingkat

global maupun perubahan paradigma

pengelolaan bencana yang saat ini terjadi.

Pada dasarnya saat ini telah terjadi

perubahan paradigma dalam pengelolaan

bencana, yaitu:

1. Dari pengelolaan tanggap darurat ke arah

pengelolaan risiko bencana, yaitu upaya-

upaya untuk mengurangi risiko bencana

yang dilakukan pada tahapan pra-bencana

2. Dari pengelolaan yang semula hanya

dilakukan oleh pemerintah ke arah

pelibatan peran serta masyarakat dalam

kegiatan pengelolaan bencana

Dalam kerangka kebijakan global

(internasional), seperti resolusi PBB, strategi

Yokohama, dan kerangka Hyogo telah

mengamanatkan pentingnya tindakan

pengurangan bencana. Pedoman penataan

kawasan perumahan dan permukiman dalam

rangka mitigasi bencana alam dengan

demikian menjadi bagian dari dukungan dan

keselarasan dengan kerangka kebijakan

global tersebut. Dalam siklus pengelolaan

bencana yang diadopsi dari Carter (1991),

tindakan mitigasi bencana pada dasarnya

merupakan bagian dari pengelolaan risiko

bencana yang merupakan tindakan yang

dilakukan pada tahap sebelum bencana

terjadi.

Peraturan perundangan di Indonesia juga

telah mengamanatkan pentingnya tindakan

Page 10: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

mitigasi yang merupakan bagian dari upaya

pengurangan risiko. Undang-undang tersebut

diantaranya adalah UU Nomor 24 Tahun 2007

tentang Penanggulangan Bencana, UU

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang, serta UU Nomor 27 Tahun 2007

tentang Pengelolaan Wiayah Pesisir dan

Pulau-pulau Kecil.

KONTEKS KEBENCANAAN

INDONESIA

Aspek Geografis dan Klimatologis

Indonesia merupakan negara kepulauan

terbesar di dunia, terletak di antara dua

benua, yaitu benua Asia dan benua

Australia dengan dua samudera, yaitu

Samudera Hindia dan Samudera Pasifik

dan terletak di atas dua lempeng bumi.

Aspek Geologis

Indonesia terletak di antara 3 (tiga)

lempeng dunia, yaitu lempeng Eurasia,

lempeng Indo-Australia, dan lempeng

Pasifik. Tataran tersebut pada satu sisi

sangat menguntungkan terutama dari

keberadaan sumberdaya mineral karena

terdapat jebakan mineral antara minyak

dan gas bumi serta bahan tambang

lainnya. Namun di sisi lain kondisi

tersebut membawa konsekuensi logis

bahwa Indonesia merupakan daerah

yang rawan terhadap berbagai bahaya

beraspek geologis, seperti gempabumii

tektonik, tsunami (terumata yang dipicu

oleh gempabumi tektonik), letusan

gunung api, serta gerakan tanah/longsor.

Akibatnya, Indonesia merupakan salah

satu negara yang memiliki tingkat

kerentanan gempa tertinggi di dunia.

Tingkat kerentanan gempa bumi di

Indonesia lebih dari 10 kali liipat tingkat

kegempaan di Amerika Serikat (Arnold,

1986). Gempa-gempa tersebut sebagian

besar berpusat di dasar Samudera

Hindia dan beberapa dapat memicu

terjadinya gelombang laut yang besar

yang disebut tsunami.

Aspek Demografis

Jumlah penduduk Indonesia sangat

banyak, hingga mencapai lebih kurang

220 juta jiwa dengan beragam etnis,

agama, dan adat istiadat. Di sejumlah

wilayah, terutama di kawasan perkotaan,

konsentrasi penduduk juga

mengakibatkan kepadatan penduduk

yang tinggi.

Kondisi demografis Indonesia dengan

jumlah penduduk yang tinggi, kepadatan

yang tinggi, serta beragamnya budaya,

mengakibatkan kerentanan pada aspek

sosial. Besarnya jumlah penduduk

mengakibatkan jumlah korban jiwa yang

diakibatkan oleh bencana menjadi lebih

besa.r

Selain itu, tindakan manusia juga

memberi kontribusi yang cukup signifikan

terhadap meningkatkan risiko bencana.

Sebagai contoh, penataan ruang yang

tidak memperhatikan aspek lingkungan

dan kerawanan bencana justru akan

mengakibatkan meningkatkan risiko

bencana di kawasan tersebut.

TUJUAN PENYUSUNAN PEDOMAN

PENATAAN KAWASAN PERUMAHAN

DAN PERMUKIMAN DALAM RANGKA

MITIGASI BENCANA ALAM

Peraturan adalah suatu unsur penting dalam

Penataan Kawasan Perumahan dan

Permukiman. Hal ini dapat dijelaskan dengan

beberapa alasan penting, yaitu:

Page 11: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

1. Peraturan adalah salah satu wahana yang

efektif untuk secara proaktif mencegah

masyarakat dari melakukan kegiatan atau

tindakan yang pada akhirnya menimbulkan

atau meningkatkan ancaman maupun

risiko bencana. Contoh dari peraturan

semacam ini adalah larangan terhadap

pembangunan perumahan pada daerah

yang memiliki kerawanan bencana sangat

tinggi.

2. Peraturan juga dapat mencegah

masyarakat dari ancaman bencana yang

nyata-nyata atau diperkirakan ada.

Contohnya adalah kewajiban untuk

melakukan pembangunan terasering pada

bukit yang terjal untuk menghindari tanah

longsor, pemasangan tanggul penahan

banjir, dan lain sebagainya.

3. Dari sudut pandang kerentanan, peraturan

juga memfasilitasi atau bahkan memaksa

masyarakat untuk merubah karakteristik,

kebiasaan, dan kegiatannya yang

berpotensi untuk meningkatkan

kemungkinan mereka terpapar pada suatu

ancaman bencana. Misalnya larangan

bertempat tinggi di kawasan rawan

bencana, seperti aliran sungai, tepi pantai

yang rawan tsunami, daerah rawan tanah

longsor, dan lain sebagainya.

4. Khusus mengenai peraturan perundangan,

peraturan ini dapat mendorong atau

mewajibkan pemerintah pusat dan daerah

untuk melakukan investasi-iinvestasi untuk

perlindungan rakyat; melakukan

pengaturan-pengaturan kelembagaan dan

prosedural untuk memastikan pengawasan

pelaksanaan peraturan dan penyiapan

tanggap kedaruratan yang lebih efektif.

Pemerintah juga dapat mengatur dan

memastikan hubungan dan hak kewajiban

antara satu pelaku dengan lainnya dalam

hal penangnanan bencana.

Dengan demikian, maka tujuan penyusunan

pedoman penataan kawasan perumahan dan

permukiman dalam rangka mitigasi bencana

alam adalah menyediakan panduan bagi

perencanaan dan pengembangan kawasan

perumahan dan permukiman berdasarkan

pertimbangan mitigasi bencana alam untuk

menciptakan kawasan permukiman yang

aman terhadap bencana alam.

Secara lebih khusus penyusunan pedoman

penataan kawasan perumahan dan

permukiman dalam rangka mitigasi bencana

alam adalah:

1. Memberikan pengertian dan lingkup

mitigasi bencana alam pada kawasan

perumahan dan permukiman

2. Memberikan tata cara dan prosedur

perencanaan mitigasi bencana alam bagi

kawasan perumahan dan permukiman

3. Memberikan dasar formal untuk alternatif

tindakan mitigasi bencana alam yang

dapat dilakukan untuk kawasan

perumahan dan permukiman

PENUTUP

Berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas

maka:

1. Disarankan penyusunan Peraturan

Menteri Negara Perumahan Rakyat

tentang Pedoman Penataan Kawasan

Perumahan dan Permukiman dalam

rangka Mitigasi Bencana Alam.

2. Ruang lingkup substansi yang diatur

dalam peraturan menteri ini meliputi:

a) Ketentuan Umum

Ketentuan umum memuat definisi

yang digunakan dalam pedoman

untuk mencegah ambiguitas, ruang

Page 12: 68479703-makalah-mitigasi-bencana

lingkup pedoman, tujuan pedoman,

dan kedudukan pedoman.

Ketentuan umum mengatur batasan

dan berbagai hal yang tercakup

dalam pedoman ini.

b) Pedoman Umum

Bagian ini memuat prinsip dasar

mitigasi bencana pada kawasan

perumahan dan permukiman yang

terutama berbasis pada pemunculan

budaya keselamatan (safe culture).

Pada bagian ini dibahas berbagai

materi seperti, prinsip umum,

penyelenggaraan penataan

kawasan perumahan dan

permukiman secara preventif dan

kuratif, kelembagaan, dan peran

masyarakat.

c) Penyelenggaraan Mitigasi

Bencana Alam Pada Kawasan

Perumahan & Permukiman

Bagian ini menjelaskan berbagai

tindakan mitigasi yang dapat

dilakukan pada berbagai kawasan

sesuai dengan jenis bahaya yang

dihadapinya.

d) Pengendalian Pemanfaatan

Ruang

Bagian ini menjelaskan mengenai

mekanisme pengendalian

pemanfaatan ruang yang dapat

dilakukan pada kawasan rawan

bencana. Berbagai materi yang

tercakup pada bagian ini adalah

peraturan zonasi, perijinan, sanksi,

dan perangkat insentif dan

disinsentif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Komarudin. 1997. Menelusuri

Pembangunan Perumahan Dan

Permukiman. Yayasan Realestat

Indonesia. PT.Rakasindo. Jakarta.

2. Kajian Direktorat Vulkanologi dan

Mitigasi Bencana Geologi

3. Kerjasama Pemda dengan PVMBG

4. Nasiruddin Mahmud. 1995. Penentuan

Lokasi Perumahan di Kabupaten DT II

Bandung.Jurusan TPL ITB, ,3.

5. Otto Soemarwoto. 1985. Ekologi

Lingkungan Hidup dan Pembangunan.

Penerbit Djambatan. Jakarta.

6. RUU Penanggulangan Bencana

7. Standar Perencanaan Ketahanan

Gempa Untuk Struktur Bangunan

Gedung SNI – 1726 - 2002

8. Studi PMB-ITB –Pemkot Bandung

dalam IUDMP-RADIUS tahun 1999

9. Tata Cara Perencanaan Akses

Bangunan Dan Akses Lingkungan

Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran

Pada Bangunan Gedung SNI 03-1735-

2000.

10. Thunen Von & Dunn, 1977.

Perencanaan Fisik, ITB. Bandung.

11. Tata Cara Perencanaan Bangunan

Sederhana Tahan Angin SNI 03-2397-

1991

12. UU Nomor 26/2007 tentang Penataan

Ruang

13. UU Nomor 4/1992 tentang

Permukiman

14. UU Nomor 24/2007 tentang

Penanggulangan Bencana