67521097 peranan puskesmas untuk menurunkan angka kematian ibu
DESCRIPTION
puskesmasTRANSCRIPT
1
PERANAN PUSKESMAS DALAM MENURUNKAN
ANGKA KEMATIAN IBU, BAYI DAN BALITA
DI INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat
dari berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka
kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat. Angka kematian meliputi
angka kematian bayi, angka kematian balita, dan angka kematian ibu.
(Departemen Kesehatan, 2009).
Puskesmas diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang
terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat, yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara
terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan.
Sesuai dengan salah satu tujuan pembangunan milenium (Millennium
Development Goals), yaitu untuk menurunkan jumlah kematian anak dan
meningkatkan kesehatan maternal maka puskesmas bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan wajib yang tertuang dalam enam upaya
kesehatan wajib, yaitu upaya Promosi Kesehatan, upaya Kesehatan Lingkungan,
upaya Kesehatan Ibu Anak serta Keluarga Berencana, upaya perbaikan Gizi
2
Masyarakat, upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan upaya
pengobatan. Dimana point ke tiga dari upaya kesehatan wajib ini merupakan
tindak lanjut dari tujuan pembangunan milenium.
Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Tahun 2007 didapatkan Angka
Kematian Ibu (AKI) untuk periode lima tahun (2003-2007) adalah sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup. Untuk Angka Kematian Bayi (AKB), dengan
menggunakan hasil survei yang sama dan periode yang sama, didapatkan hasil 34
per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk Angka Kematian Balita (AKABA),
adalah sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes, 2009).
Sedangkan perbandingan AKI, AKB, dan AKABA di Indonesia dengan
negara-negara Asia pada tahun 2004, Indonesia menempati urutan ketiga untuk
Angka Kematian Ibu (AKI) (307 per 100.000 kelahiran hidup), setelah India yang
menempati urutan pertama (540 per 100.000 kelahiran hidup) dan Kamboja
menempati urutan kedua (437 per 100.000 kelahiran hidup). Untuk Angka
Kematian Balita (AKABA) Indonesia menempati urutan ke empat (46 per 1.000
kelahiran hidup), setelah Kamboja di urutan pertama (124 per 1.000 kelahiran
hidup), kemudian India di urutan kedua (85 per 1.000 kelahiran hidup) dan
Vietnam di urutan ke tiga (67 per 1.000 kelahiran hidup). Untuk Angka Kematian
Bayi (AKB) Indonesia menempati urutan ke tiga (35 per 1.000 kelahiran hidup)
setelah Kamboja di urutan pertama (95 per 1.000 kelahiran hidup) dan India di
urutan ke dua (62 per 1.000 kelahiran hidup) (The World Bank, 2007). Melihat
angka yang bisa dibilang cukup memprihatinkan ini, maka diperlukan optimalisasi
peran pelayanan kesehatan di tingkat pertama yaitu puskesmas.
Puskesmas memegang peranan penting dalam usaha untuk menurunkan
AKI, AKB, AKABA di Indonesia. Melalui program-program pokoknya
diharapkan Puskesmas sebagai pelayanan strata pertama dalam Sistem Kesehatan
Nasional (SKN), bisa menerapkan pelayanan kesehatan secara komperhensif
(menyeluruh) yang meliputi usaha promotif, prventif, rehabilitatif, dan kuratif,
secara terpadu dan berkesinambungan.
3
II. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Indonesia mulai dikembangkan
sejak dicanangkannya Pembangunan Jangka Panjang (PJP) yang pertama tahun
1971. Puskesmas mulai di rintis di beberapa provinsi, dan kemudian berkembang
hingga kabupaten kota, sesuai dengan tujuan awal pembentukkan puskesmas
adalah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang sebagian
besar tinggal di pedesaan.
Sesuai dengan peraturan Mendagri No.5/74, Puskesmas secara administratif
berada dibawah administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten (Bupati selaku kepala
daerah), tetapi secara medis teknis mendapat pembinaan dari Dinas Kesehatan
Kab/Kota dan Provinsi. Kebijakan yang menyangkut pembagian wewenang antara
Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dapat ditelusuri mulai tahun
2000 ketika UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah secara resmi
dilaksanakan. UU ini kemudian diperjelas dengan terbitnya PP 25/2000 tentang
pembagian wewenang antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota
menyebutkan kewenangan Pemerintah di bidang kesehatan meliputi antara lain
surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan
wabah penyakit menular dan kejadian luar biasa. Setelah terbitnya revisi UU
22/1999 oleh UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan
pemerintahan tersebut direvisi dan diperjelas dengan terbitnya PP Nomor 38 tahun
2007 yang menetapkan kesehatan sebagai salah satu dari 31 (tiga puluh satu)
bidang urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau
susunan pemerintahan. Terdapat hubungan yang secara khusus menjelaskan
bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan
sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasana, serta kepegawaian. Di dalam
Pasal 14 UU No. 32 tahun 2004 telah menetapkan secara eksplisit 14 bidang
berskala kabupaten/kota, termasuk di dalamnya bidang kesehatan (point e) yang
menjadi kewenangan pemerintah daerah. Agar urusan kesehatan dan urusan
pemerintahan lain dilaksanakan dengan benar, Pemerintah kemudian menerbitkan
4
Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal disebutkan bahwa urusan wajib adalah
urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga
negara yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh peraturan perundangundangan
kepada daerah untuk perlindungan hak konstitusional, kepentingan nasional,
kesejahteraan masyarakat, serta ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemenuhan
komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi
internasional. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis
dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal. Indikator SPM adalah tolak ukur prestasi
kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran
yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan,
proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan. Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan
publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
kehidupan sosial, ekonomi, dan pemerintahan. Lebih lanjut, Pasal 2 PP 65 tahun
2005 menyebutkan bahwa SPM disusun dan diterapkan dalam rangka
penyelenggaraan urusan wajib pemerintahan daerah propinsi dan pemerintah
daerah kabupaten/kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Pasal 4 ayat (1) PP No. 65 tahun 2005
menugaskan Menteri/pimpinan lembaga pemerintah non departemen menyusun
SPM sesuai dengan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2).
Sebagai penjabarannya, untuk mendukung penerapan SPM, Menteri yang
besangkutan menyusun petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
(Pasal 8 ayat 1), dan pemerintahan daerah harus menerapkan SPM sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri (Pasal 9 ayat 1). Pada saat PP ini
mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan SPM
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam PP ini (Pasal 20). Sebelum PP No. 65 tahun 2005 ini dikeluarkan,
Departemen Kesehatan secara pro aktif telah menyikapi kebutuhan akan Standar
Pelayanan Minimal di Bidang Kesehatan dengan menetapkan Standar Pelayanan
5
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003. Bahkan Depkes juga telah
mengeluarkan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten Kota (Keputusan Menkes No. 1091/Menkes/SK/X/2004) Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan meliputi 9 urusan wajib, 31 jenis
pelayanan, dan 54 indikator kinerja. Kebijakan ini telah disosialisasikan secara
luas keseluruh dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, dan telah
diimplementasikan di beberapa daerah (Darmawan, 2009).
Dengan peraturan dan keputusan-keputusan tersebut diatas, maka
puskesmas adalah suatu unit penyelenggara kesehatan pada strata pertama, yang
sifat pelayanan kesehatannya bersifat komperhensif, menyeluruh, dan
berkesinambungan. Termasuk dalam mengatasi masalah masalah kesehatan yang
terjadi dalam masyarakat. Apalagi dalam pembangunan kesehatan nasional,
bertujuan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Indonesia masih harus menghadapi berbagai masalah kesehatan, seperti masih
tingginya AKI, AKB, dan AKABA yang merupakan salah satu indikator penentu
derajat kesehatan masyarakat selain angka harapan hidup, angka kesakitan, dan
status gizi masyarakat. Dan dalam pelaksanaannya, puskesmas memiliki program-
program wajib yang telah disesuaikan dengan SPM, yang telah ditentukan oleh
pemerintah sebelumnya. Sehingga percepatan pencapaian target Tujuan
Pembangunan Millenium 2015 bisa tercapai, yang salah satunya adalah
menurunkan angka kematian anak dan maternal.
6
III. DATA KASUS KEMATIAN IBU, BAYI DAN BALITA
Kecendrungan Nasional dan Angka Kematian Ibu 1991-2025
(Alisjahbana, 2010)
Angka Kematian Ibu menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (Alisjahbana, 2010).
Kecenderungan dan Proyeksi Angka Kematian Anak Balita, Bayi dan
Neonatal, tahun 1991-2015 (Alisjahbana, 2010)
7
Kesehatan anak Indonesia terus membaik yang ditunjukkan dengan
menurunnya angka kematian balita, bayi maupun neonatal. Angka kematian balita
menurun dari 97 pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada
tahun 2007 (SDKI). Begitu pula dengan angka kematian bayi menurun dari 68
menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada periode yang sama. Angka kematian
neonatal juga menurun walaupun relatif lebih lambat, yaitu dari 32 menjadi 19
kematian per 1.000 kelahiran hidup (Alisjahbana,2010)
8
IV. PELAKSANAAN DAN IMPLEMENTASI PROGRAM
Puskesmas dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatannya memiliki
program kesehatan dasar yang wajib ada dalam setiap program upaya kesehatan
yang dilakukan. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah Promosi Kesehatan,
Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana,
Perbaikan Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular (imunisasi), dan Pengobatan
Dasar.
Terdapat point Kesehatan Ibu dan Anak dalam program pokok wajib
puskesmas, yang memiliki tujuan untuk menurunkan kematian (mortality), dan
kejadian sakit di kalangan ibu. Kegiatan program ini ditujukan untuk menjaga
kesehatan ibu selama kehamilan, pada saat bersalin dan saat ibu menyusui. Selain
itu bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan
status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang dapat
dicegah dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal. Program ini juga memiliki sasaran terhadap ibu hamil, ibu
menyusui, dan anak-anak sampai umur 5 tahun. Kelompok-kelompok masyarakat
ini merupakan sasaran primer program. Sasaran sekunder adalah dukun bersalin
dan kader kesehatan.
Ruang lingkup kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan integratif.
Kegiatan integratif adalah kegiatan program lain ( misalnya kegiatan imunisasi
merupakan kegiatan pokok P2M) yang dilaksanakan pada program KIA karena
sasaran penduduk program P2M (ibu hamil dan anak-anak) juga menjadi sasaran
KIA. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah; memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC),
mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita, integrasi dengan
program gizi, memberikan nasehat tentang makanan, mencegah timbulnya
masalah gizi karena kekurangan protein dan kalori dan memperkenalkan jenis
makanan tambahan (vitamin dan garam yodium) Integrasi dengan program PKM
(konselinga) dan Gizi, memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur
(integrasi dengan program KB), merujuk ibu-ibu atau anak-anak yang
memerlukan pengobatan (integrasi program pengobatan), memberikan
9
pertolongan persalinan dan bimbingan selama masa nifas (integrasi dengan
program perawatan kesehatan masyarakat), serta mengadakan latihan untuk dukun
bersalin dan kader kesehatan Posyandu. Dengan adanya program-program pokok
KIA ini, diharapkan bisa menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan balita,
sehingga tujuan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
bisa terwujud (Alisjahbana, 2010).
Selain melalui puskesmas pemerintah juga mengeluarkan program Jaminan
Persalinan (JAMPERSAL). Dalam petunjuk teknis penggunaan dana alokasi
khusus bidang kesehatan tahun anggaran 2011, kebijakan alokasi dana khusus
tersebut adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dalam
rangka percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan jaminan
persalinan di sarana kesehatan milik pemerintah dan Angka Kematian Bayi
(AKB) (Sedyaningsih, 2010).
Dalam rangka mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan
nasional serta Millennium Development Goals (MDGs), pada tahun 2011
Kementerian Kesehatan dalam keputusan menteri kesehatan nomor:
1810/Menkes/SK/XII/2010 meluncurkan kebijakan Jaminan Persalinan
(Jampersal) bagi ibu-ibu hamil. Sebagaimana telah di ketahui bersama dari
beberapa pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional serta MDGs, yaitu
menurunkan jumlah kematian ibu dan anak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
di butuhkan suatu kebijakan salah satunya yang menjadi faktor yang penting
adalah perlunya meningkatkan akses masyarakat terhadap persalinan yang sehat
dengan cara memberikan kemudahan pembiayaan kepada seluruh ibu hamil yang
belum memiliki jaminan persalinan. Jaminan Persalinan ini diberikan kepada
semua ibu hamil agar dapat mengakses pemeriksaan persalinan, pertolongan
persalinan, pemeriksaan nifas dan pelayanan KB oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan sehingga pada gilirannya dapat menekan angka kematian ibu dan bayi
(Sedyaningsih, 2011).
Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa peran puskesmas, dalam hal
ini adalah berhasil untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita. Angka
Kematian Ibu menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000
10
kelahiran hidup pada tahun 2007. Sedangkan untuk perkembangan program
kesehatan untuk meningkatkan Kesehatan anak Indonesia, bisa dikatakan terus
membaik yang ditunjukkan dengan menurunnya angka kematian balita, bayi
maupun neonatal. Angka kematian balita menurun dari 97 pada tahun 1991
menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI). Begitu pula
dengan angka kematian bayi menurun dari 68 menjadi 34 per 1.000 kelahiran
hidup pada periode yang sama. Angka kematian neonatal juga menurun walaupun
relatif lebih lambat, yaitu dari 32 menjadi 19 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Semakin diperkuat dengan dikeluarkan keputusan menteri kesehatan mengenai
JAMPERSAL. JAMPERSAL bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan dalam rangka percepatan penurunan Angka Kematian Ibu
(AKI) dengan jaminan persalinan di sarana kesehatan milik pemerintah dan
Angka Kematian Bayi (AKB).
11
V. TEMUAN DI MASYARAKAT
Dari Alisjahbana (2010), terdapat berbagai permasalahan yang ditemukan
dalam masyarakat mengenai Angka Kematian Ibu. Diantaranya adalah terbatasnya
akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas,
terutama bagi penduduk miskin di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan
Kepulauan (DTPK). Penyediaan fasilitas Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK), Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar
(PONED), Posyandu dan unit transfusi darah belum merata dan belum seluruhnya
terjangkau oleh seluruh penduduk. Sistem rujukan dari rumah ke puskesmas dan
ke rumah sakit juga belum berjalan dengan optimal. Ditambah lagi, dengan
kendala geografis, hambatan transportasi, dan faktor budaya. Terbatasnya
ketersediaan tenaga kesehatan baik dari segi jumlah, kualitas dan persebarannya,
terutama bidan. Petugas kesehatan di DTPK sering kali tidak memperoleh
pelatihan yang memadai dan kadang-kadang kekurangan peralatan kesehatan,
obat-obatan, dan persediaan darah yang diperlukan untuk menangani keadaan
darurat persalinan. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan
pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan ibu. Beberapa indikator sosial
ekonomi seperti tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah serta determinan
faktor lainnya dapat mempengaruhi tingkat pemanfaatan pelayanan serta
berkontribusi pada angka kematian ibu di Indonesia. Masih rendahnya status gizi
dan kesehatan ibu hamil. Persentase perempuan usia subur (15-45 tahun) yang
mengalami kurang energi kronis masih cukup tinggi yaitu mencapai 13,6 persen.
Rendahnya status gizi, selain meningkatkan risiko kesehatan bagi ibu hamil juga
menjadi salah satu penyebab bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Masih
rendahnya angka pemakaian kontrasepsi. Tingginya angka kematian ibu
melahirkan dipengaruhi oleh usia ibu (terlalu tua, terlalu muda), tingginya angka
aborsi, dan rendahnya angka pemakaian kontrasepsi. Pengukuran AKI masih
belum tepat, karena sistem pencatatan penyebab kematian ibu masih belum
adekuat.
12
Selain itu permasalahan yang muncul mengenai AKB, AKABA, dan
AKNeonatal adalah; masih rendahnya cakupan imunisasi, anggaran untuk
program imunisasi belum memadai. Belum optimalnya deteksi dini dan perawatan
segera bagi balita sakit atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Sekitar 35
- 60 persen anak-anak tidak memiliki akses ke layanan kesehatan yang layak
ketika sakit dan 40 persen tidak terlindung dari penyakit yang dapat dicegah.
Tatakelola, pelatihan staf, pendanaan dan promosi MTBS di tingkat akar rumput
masih perlu ditingkatkan. Masih terbatasnya upaya perbaikan gizi pada anak dan
intervensi gizi yang cost-effective, layak, serta dapat diterapkan secara luas masih
perlu dikembangkan. Masih rendahnya keterlibatan keluarga dalam kesehatan
anak. Hanya sekitar 30 persen dari ibu menerapkan praktik kesehatan yang baik.
Kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk perubahan perilaku
perlu terus ditingkatkan. Masih rendahnya upaya pengendalian faktor risiko
lingkungan. Faktor risiko kematian bayi dan anak sangat terkait dengan kesehatan
lingkungan-air bersih, sanitasi dasar dan tingkat polusi dalam ruangan. Masih
terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan. Masih terdapat sekitar 20 persen
kelahiran tidak memiliki akses ke layanan kesehatan yang layak, dan kebanyakan
bayi lahir di Indonesia berisiko tinggi. Disparitas angka kematian balita, bayi dan
neonatal antar wilayah, antar status sosial dan ekonomi masih merupakan
masalah. Angka kematian balita tertinggi di Provinsi Sulbar (96), sedangkan
terendah di DI Yogyakarta (22). Angka kematian anak pada ibu dengan tingkat
pendidikan rendah lebih tinggi daripada ibu yang berpendidikan tinggi. Angka
kematian anak pada keluarga kaya lebih rendah jika dibandingkan pada keluarga
miskin. Sebagian besar penyebab kematian balita, bayi dan neonatal dapat
dicegah. Salah satu pencegahan yang efektif adalah pemberian imunisasi
(Alisjahbana, 2010).
Untuk Jaminan Persalinan, belum ada data yang valid untuk mendapatkan
informasi mengenai keberhasilan dan keterjangkauan program ini ke masyarakat.
Hal tersebut disebabkan karena belum dikerluarkannya laporan resmi tahunan
mengenai program ini dikarenakan JAMPERSAL masih dalam tahap sosialisasi.
Dan penjelasan mengenai kepastian untuk mendapatkan JAMPERSAL ini sudah
13
dilontarkan menteri kesehatan sendiri, Endang R.Sedyaningsih usai seminar sehari
bertajuk 'Pencegahan Cacat Akibat Kusta' di kantor Kementerian Kesehatan,
Sabtu 26 Februari 2011. Program persalinan gratis tersebut berdasarkan penuturan
dari Menteri Kesehatan, terdiri dari dua paket. Pertama untuk biaya tiap
persalinan, kedua, paket pemeriksaan. Akan tetapi uang itu tidak diberikan ke ibu
hamilnya melainkan hanya dalam bentuk pelayanan saja melalui puskesmas.
Untuk melaksanakan program yang menjadi bagian dari Jamkesmas ini,
Kementerian Kesehatan mengalokasikan dana sekitar Rp 1 triliun dari dana
Jamkesmas di tahun 2010 yang sebesar Rp 5,1 triliun. Alokasi dana itu sebagian
besar akan dialihkan langsung ke daerah (TEMPO interaktif, 2011).
14
VI. EVALUASI PROGRAM
Kebijakan kesehatan anak di Indonesia difokuskan pada intervensi-
intervensi layanan kesehatan meliputi imunisasi, MTBS, gizi pada anak,
penguatan peran keluarga, dan peningkatan akses layanan kesehatan, dengan
penjelasan sebagai berikut; meningkatkan cakupan imunisasi campak, melalui
penyediaan sumber daya yang memadai, dan memperjelas peran pemerintah pusat
dan daerah dalam implementasi program imunisasi. Meningkatkan pelaksanaan
strategi MTBS, antara lain; pelatihan MTBS bagi petugas kesehatan penguatan
struktur manajemen di tingkat pusat dan daerah, menjamin ketersediaan obat
esensial, pelaksanaan MTBS di tingkat keluarga dan masyarakat dan
penyelenggaraan konseling bagi Ibu.
Menangani permasalahan gizi pada anak yang difokuskan untuk
menurunkan prevalensi stunting meliputi; peningkatan pemberian ASI eksklusif,
pemberian makanan tambahan, memantau tumbuh kembang anak,
memperkenalkan komunikasi untuk perubahan perilaku dan intervensi gizi mikro.
Menerapkan strategi kesehatan anak pada tingkat keluarga, meliputi melindungi
anak-anak di daerah endemis malaria dengan kelambu berinsektisida, memberikan
imunisasi lengkap sebelum berusia satu tahun, mengenali anak sakit secara dini
dan mencari perawatan pada fasilitas/tenaga kesehatan yang tepat dan cepat,
memberikan lebih banyak makanan dan minuman, termasuk ASI, kepada anak-
anak sakit dan perawatan yang tepat di rumah kepada anak yang menderita
infeksi. Meningkatkan upaya perubahan perilaku, melalui peningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) di tingkat rumah tangga. Meningkatkan pelayanan
kesehatan neonatal dan ibu, meliputi penerapan strategi kelangsungan hidup untuk
bayi baru lahir dan anak-anak, pelayanan emergensi obstetrik dan neonatal, pelati
han bagi petugas kesehatan untuk mempromosikan praktik persalinan yang aman
dan vaksinasi dan pemberian suplemen zat besi. Memperkuat dan meningkatkan
kualitas layanan kesehatan, melalui mempromosikan pelayanan kesehatan dasar
dan revitalisasi Posyandu, peningkatan fasilitas kesehatan hingga menjadi
PONED dan PONEK dan menjamin tersedianya biaya operasional kesehatan
15
untuk rumah sakit dan puskesmas. Meningkatkan mobilisasi partisipasi
masyarakat melalui kegiatan posyandu yang meliputi pemantauan status gizi bayi
dan balita melalui penimbangan bulanan, pemberian imunisasi lengkap dan
layanan kesehatan lainnya. Meningkatkan advokasi kebijakan bagi daerah dengan
tingkat pencapaian target kesehatan anak yang masih rendah, melalui
pengalokasian sumber daya yang memadai, peningkatan penyediaan anggaran
publik untuk kesehatan khususnya bagi masyarakat miskin pengembangan
instrumen monitoring, peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dan
pengembangan strategi dalam penyediaan tenaga kesehatan strategis di daerah
terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan. Memadukan strategi lintas sektor
untuk mempercepat pencapaian target penurunan angka kematian balita, bayi
maupun neonatal (Alisjahbana, 2010).
Untuk Jaminan Persalinan evalusinya terimpementasi dalam kegiatan
pencatatan dan pelaporan pelaksanaan program secara rutin setiap bulan. Fasilitas
kesehatan wajib melaporkan rekapitulasi pelaksanaan program kepada Dinkes
Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola pada tanggal 5 (lima) setiap bulannya.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola Kabupaten/Kota wajib
melakukan rekapitulasi laporan dari seluruh laporan hasil pelaksanaan program di
wilayah Kabupaten/Kota setempat dan melaporkannya kepada Dinas Kesehatan
Provinsi setiap tanggal 10 (sepuluh) setiap bulannya. Dinas Kesehatan Provinsi
selaku Tim Pengelola Provinsi wajib melakukan rekapitulasi laporan hasil
kegiatan dari setiap Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan melaporkannya kepada
Pusat setiap tanggal 15 (lima belas) setiap bulannya. Kementerian Kesehatan/Tim
Pengelola Pusat wajib melakukan rekapitulasi laporan dari setiap provinsi untuk
menjadi laporan nasional setiap bulan/trimester/semester/tahun. Laporan umpan
balik mengenai hasil laporan pelaksanaan program dilaksanakan secara
berjenjang, yaitu Kementerian Kesehatan/Tim Pengelola Pusat akan melakukan
analisis dan memberikan umpan balik kepada Dinas Kesehatan Provinsi/Tim
Pengelola Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Provinsi/Tim Pengelola
Provinsi memberikan umpan balik ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
seterusnya (Sedyaningsih, 2011).
16
VII. PERBANDINGAN PELAKSANAAN PROGRAM DENGAN NEGARA
MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG LAINNYA
Tahun 2005 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 wanita per tahunnya
meninggal saat hamil dan saat melahirkan per-tahunnya. Di Asia Selatan
kemungkinan wanita meninggal karena kehamilan dan persalinan adalah 1 : 18, di
Afrika 1 : 14, sedangkan di Amerika Utara 1 : 6336 (Prawirohardjo, 2002). Dari
data tersebut bisa di simpulkan bahwa negara-negara maju seperti Amerika
memiliki sistem pelayanan dengan kualitas yang baik, sehingga Angka Kematian
Ibu di Amerika bahkan negara-negara maju lain bisa ditekan serendah mungkin.
Selain itu tingkat pendidikan dari warga negara di suatu negara bisa menentukan
kesadaran akan kesehatan ibu. Seperti kita ketahui bersama, negara maju selain
sistem pelayanan kesehatannya yang baik, juga pendidikan yang maju.
Sri Lanka dengan komitmen pemerintah yang kuat, perbaikan sistem
pelayanan kesehatan, dan pelayanan keluarga berencana keluarga yang baik telah
memberi kontribusi dalam menyelamatkan ibu. Diantaranya tingkat keberhasilan
itu meliputi tingkat penggunaan kontrasepsi pada wanita yang menikah adalah
62% (dibandingkan dengan tahun 1978 yang hanya sebesar 32%), 94% persalinan
di sarana pelayanan kesehatan, dan lebih dari 90% penduduknya mempunyai
akses terhadap pelayanan kesehatan dasar. Jumlah kematian akibat kehamilan dan
persalinan menurun drastis dalam waktu tujuh tahun yaitu dari 520 menjadi 250
kasus di tahun 1997. Selain itu Upaya kemitraan untuk meningkatkan keselamatan
ibu , meliputi kemitraan dengan wanita sekitar, kemitraan dengan masyarakat dan
dukun bersalin, kemitraan dengan bidan, dan kemitraan dengan penentu kebijakan
yang berlangsung di Warmi, Bolivia juga memberikan andil untuk menurunkan
angka kematian ibu akibat kehamilan dan proses persalinan di negara tersebut.
Dari data yang diperoleh di daerah Warmi, Bolivia tersebut memiliki AKI yang
tinggi yaitu 1.400 per 100.000 kelahiran hidup. hasil dari proyek yang dilakukan
selama 3 tahun, pada akhir tahun ketiganya di tahun1993, didapatkan hasil
prevalensi penggunaa alat kontrasepsi dan pemakaian kit persalinan meningkat
dari 0% menjadi 27%. Pelayanan antenatal meningkat dari 45% menjadi 77%.
17
Dengan hasil yang cukup menggembirakan tersebut sudah pasti memiliki potensi
untuk menurunkan Angka Kematian Ibu, dan Angka Kematian Neonatus
(Outlook, 1999).
Dari penjelasan diatas bisa didapatkana kesimpulan bahwa, akses pelayanan
kesehatan yang mudah untuk diakses, serta program-program kesehatan yang
disusun dengan baik, serta keterlibatan dari berbagai sektor, baik keluarga,
masyarakat, praktisi kesehatan, dan pemerintah, semuanya memiliki peranan
penting dalam menurunkan angka kematian. Seperti di Indonesia, Puskesmas
sebagai pelayanan kesehatan strata pertama, dengan program-program pokok
wajibnya sudah ideal untuk menurunkan angka kematian, baik ibu, bayi, dan
Balita. Di buktikan dengan data statistik yang menunjukkan kecenderungan
penurunan dari angka kematian tersebut. Selain itu dengan program Jaminan
Persalinan yang dikeluarkan pemerintah, juga memperkuat peranan puskesmas
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan mempercepat penurunan
angka kematian ibu, bayi, dan Balita.
18
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Profil Kesehatan Indonesia
2008. Pusat data dan informasi, Jakarta.
Sedyaningsih, E.R., 2010. Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus
(DAK) Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2011 . Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.1810/Menkes/SK/XII/2010. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Sedyaningsih, E.R., 2011. Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.631/MENKES/PER/III/2011.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
The World Bank, 2007. Kajian Pengeluaran Publik Indonesia : Memaksimalkan
Peluang Baru. Kajian Penegluaran Publik Indonesia 2007. The World
Bank Office, Jakarta.
Darmawan, S.E., 2009. Tinjauan Kebijakan Terkait Pengelolaan Posyandu
Sebagai Masukkan dalam Perumusan Peran dan Tanggung Jawab
Departemen Kesehatan dalam Pengelolaan Posyansdu. Departemen AKK
FKMUI, Jakarta.
Alisjahbana, A.S., 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di
Indonesia 2010. Kementrian Perencanaan dan Pembangunan Nasional /
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Jakarta.
TEMPO Interaktif, 2011. Program Jaminan Persalinan Sudah Bisa Dimanfaatkan.
TEMPO interaktif, Edisi : 26 Februari 2011, 17.45 WIB.
www.tempo.co/hg/kesra/2011/02/26/brk,20110226-316207,id.html.
(Diakses tanggal 23 September 2011).
Prawiroharjo, S., 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Ed. 8., Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Jacqueline, S., 1999. Edisi Khusus : Keselamatan Ibu. Program for Appropriate
Technology in Health. OutLook, Vol. 16; Edisis Khusus. Seattle