6450407010.pdf

105
HUBUNGAN ANTARA KONDISI LINGKUNGAN RUMAH DAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN BANDARHARJO KOTA SEMARANG SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh: Diana Maryani R NIM. 6450407010 JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012

Upload: yogi-arta-suarlin

Post on 05-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • HUBUNGAN ANTARA KONDISI LINGKUNGAN RUMAH DAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA

    DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN BANDARHARJO

    KOTA SEMARANG

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat

    Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

    Oleh:

    Diana Maryani R NIM. 6450407010

    JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    2012

  • ii

    Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

    Universitas Negeri Semarang Agustus 2012

    ABSTRAK

    Diana Maryani R. Hubungan antara Kondisi Lingkungan Rumah dan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. xiii + 61 halaman + 18 tabel + 6 gambar + 15 lampiran

    Permasalahan dalam penelitian ini berdasarkan hasil survei bahwa Kelurahan Bandarharjo merupakan kelurahan yang paling banyak terdapat balita yang menderita ISPA menurut laporan Puskesmas Bandarharjo selama 3 tahun terakhir. Kelurahan Bandarharjo merupakan komplek pemukiman padat penduduk dengan jumlah penduduk sebesar 75.296 jiwa pada tahun 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang ada di Kelurahan Bandarharjo sejumlah 1.571 balita. Sampel yang diambil sejumlah 91 balita yang diperoleh dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan pengukuran (luas ventilasi kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara kamar, kepadatan hunian kamar). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik uji Chi Square dengan derajat kemaknaan (=0,05).

    Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi kamar (p value=0,005), kelembaban udara kamar (p value=0,000), kepadatan hunian kamar (p value=0,000),dan kebiasaan merokok anggota keluarga (p value=0,001) dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. Dan tidak ada hubungan antara pencahayaan alami (p value=0,937) dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    Saran yang diajukan bagi Masyarakat Bandarharjo berdasarkan nilai Contingency Coefficient tertinggi dari variabel yang diteliti, adanya hubungan antara kelembaban udara dan kejadian ISPA pada balita menunjukkan tingkat keeratan sedang (CC=0,512) adalah menambah ventilasi alami sebagai sarana pertukaran udara dan diharapkan dapat mengurangi kelembaban udara dalam rumah.

    Kata Kunci: Kondisi Lingkungan Rumah, Kebiasaan Merokok, ISPA Kepustakaan: 31 (1996-2012)

  • iii

    Public Health Departement Sport Science Faculty

    Semarang State University Agustus 2012

    ABSTRACT

    Diana Maryani R. The Relationship between The House Environment Condition and Smoking Habit Home Family Members with ISPA Incident which Attact Children under 5 Years Old in The Bandarharjo Village Semarang City. xiii + 61 pages + 18 tables + 6 pictures + 15 attachments

    The problems in this study based on survey results that the Bandarharjo Village is the most villages there are many children who suffered from ISPA according to a report from Bandarharjo Health Center for 3 years. The Bandarharjo Village is a densely populated residential complex with a population of 75.296 inhabitants in 2011. The purpose of this study was to determine the relationship between the the house environment condition and smoking habit home family members with ISPA incident which attact children under 5 years old in the Bandarharjo Village Semarang City.

    This type of research is to design a survey of analytical Cross Sectional. The population in this study were all young children in the Bandarharjo Village some 1571 childrens. Samples taken a total of 91 children who obtained using Cluster Random Sampling technique. Instruments used in this study is a questionnaire and measurement (area room ventilation, natural lighting room, room air humidity, the density of a room occupancy). The data obtained were analyzed using Chi Square test statistic with the confident interval ( = 0,05).

    From the results of research and discussion can be concluded that there is a relationship between the area room ventilation (p value = 0,005), room air humidity (p value = 0,000), the density of room occupancy (p value = 0,000), and smoking habits of family members (p value = 0,001) with the ISPA incident which attact children under 5 years old in the Bandarharjo Village Semarang City. And there is no relationship between the natural lighting children room (p value = 0,937) with the ISPA incident which attact children under 5 years old in the Bandarharjo Village Semarang City.

    Suggestions put forward for Bandarharjos society by value Contingency Coefficient highest of the variables studied, the relationship between relative humidity and the incidence of respiratory infection in infants showed moderate level of closeness (CC=0,512) is adding natural ventilation as a means of exchange is expected to reduce air and moisture in the air house.

    Keywords: The House Environment Condition, Smoking Habit, ISPA References: 31 (1996-2012)

  • iv

  • v

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    MOTTO:

    Sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental

    dan sosial, bukan semata-mata bebas dari penyakit dan cacat atau kelemahan

    (Mukono, 2000:3).

    PERSEMBAHAN:

    Karya ini Ananda persembahkan

    untuk:

    1. Ayahnda (Tasrodik) dan Ibunda

    (Rukiyah) sebagai Dharma Bakti

    Ananda.

    2. Almamaterku Unnes.

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya

    sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul Hubungan antara

    Kondisi Lingkungan Rumah dan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dengan

    Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang, disusun

    untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di

    Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri

    Semarang.

    Skripsi ini dapat terselesaikan dengan bantuan berbagai pihak, dengan rendah

    hati disampaikan rasa terimakasih kepada:

    1. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas

    Negeri Semarang tahun 2011, Bapak Drs. Said Junaidi, M.Kes., atas surat

    penetapan Dosen Pembimbing Skripsi.

    2. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas

    Negeri Semarang tahun 2012, Bapak Drs. Tri Rustiadi, M.Kes., atas ijin

    penelitian.

    3. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Ibu Dr. dr. Hj. Oktia Woro KH.,

    M.Kes., atas ijin penelitian.

    4. Pembimbing I, Bapak Eram Tunggul Pawenang, S.KM., M.Kes., atas

    bimbingan, arahan dan saran dalam penyelesaian skripsi.

    5. Pembimbing II, Bapak Drs. Sugiharto, M.Kes., atas bimbingan, kritik dan saran

    dalam penyelesaian skripsi.

    6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Bapak dr. Widoyono, MPH., atas ijin

    penelitian.

  • vii

    7. Sekretaris Lurah Bandarharjo, Ibu Puji Winarni, atas ijin penelitian.

    8. Ayahnda Tasrodik dan Ibunda Rukiyah, atas doa, cinta, ketulusan, pengorbanan,

    dorongan dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    9. Kakak Sih Astuti dan Adek Heri Setiawan, atas doa, ketulusan dan motivasinya

    sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

    10. Keluargaku di Kqfa IR 30, Karisma FIK, Formasi IKM, atas doa, ukhuwah,

    semangat dan motivasinya sehingga skirpsi ini dapat terselesaikan.

    11. Sahabatku Itsna, Fitri, Avin, Mei, Linda, Lela, Riana, Mbak Dias, dan Iffah atas

    motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

    12. Teman diskusi (Mbak Isni, Uus, Isti, Andika, dan Titto), atas motivasi dalam

    penyusunan skripsi ini.

    13. Semua pihak yang terlibat, atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

    Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda

    dari Allah SWT. Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

    itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan karya

    selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

    Semarang, Agustus 2012

    Penulis

  • viii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    JUDUL ................................................................................................................... i

    ABSTRAK ............................................................................................................. ii

    ABSTRACT ............................................................................................................ iii

    PENGESAHAN ..................................................................................................... iv

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

    DAFTAR ISI .......................................................................................................... viii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii

    DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii

    BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 5

    1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5

    1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6

    1.5 Keaslian Penelitian ........................................................................................ 7

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 10

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 11

    2.1 Pengertian ISPA ............................................................................................ 11

    2.2 Epidemiologi ................................................................................................. 11

    2.3 Etiologi ISPA ................................................................................................. 13

  • ix

    2.4 Etiologi Pneumonia berdasarkan Umur ......................................................... 13

    2.5 Klasifikasi Penyakit ISPA ............................................................................. 14

    2.6 Riwayat Alamiah Penyakit ISPA .................................................................. 16

    2.7 Faktor Risiko Penyakit ISPA ......................................................................... 17

    2.8 Merokok sebagai Faktor Risiko ..................................................................... 24

    2.9 Kerangka Teori .............................................................................................. 26

    BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 27

    3.1 Kerangka Konsep .......................................................................................... 27

    3.2 Variabel Penelitian ........................................................................................ 27

    3.3 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 27

    3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel .................................. 28

    3.5 Jenis dan Rancangan Sampel Penelitian ........................................................ 29

    3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 31

    3.7 Sumber Data Penelitian ................................................................................. 33

    3.8 Instrumen Penelitian ...................................................................................... 33

    3.9 Teknik Perolehan Data .................................................................................. 37

    3.10 Pelaksanaan Perolehan Data .......................................................................... 37

    3.11 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 38

    BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................ 41

    4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................................. 41

    4.2 Hasil Penelitian .............................................................................................. 42

    BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 51

    5.1 Hubungan antara Luas Ventilasi Kamar dengan Kejadian ISPA pada Balita. 51

  • x

    5.2 Hubungan antara Pencahayaan Alami Kamar dengan Kejadian ISPA pada Balita ..................................................................................................... 53 5.3 Hubungan antara Kelembaban Udara Kamar dengan Kejadian ISPA pada Balita ..................................................................................................... 54 5.4 Hubungan antara Kepadatan Hunian Kamar dengan Kejadian ISPA pada Balita .................................................................................................... 55 5.5 Hubungan antara Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dengan ISPA pada Balita ..................................................................................................... 56 5.6 Keterbatasan Penelitian ................................................................................. 57 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 58

    6.1 Simpulan ........................................................................................................ 58

    6.2 Saran ......................................................................................................... 58

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 59

    LAMPIRAN ........................................................................................................... 62

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1.1: Keaslian Penelitian ............................................................................... 7

    Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ......................... 28

    Tabel 3.2: Distribusi Sampel Penelitian ................................................................ 32

    Tabel 3.3: Pedoman Interpretasi terhadap Koefisien dan Korelasi ....................... 40

    Tabel 4.1: Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin ............................... 42

    Tabel 4.2: Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Umur ........................... 42

    Tabel 4.3: Distribusi Responden berdasarkan Berat Badan .................................. 43

    Tabel 4.4: Distribusi Responden berdasarkan Status Kejadian ISPA ................... 43

    Tabel 4.5: Distribusi Responden berdasarkan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga ............................................................................................... 44 Tabel 4.6: Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Kamar ......................................... 44

    Tabel 4.7: Distribusi Frekuensi Pencahayaan Alami Kamar ................................ 45

    Tabel 4.8: Distribusi Frekuensi Kelembaban Udara Kamar ................................. 45

    Tabel 4.9: Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Kamar .................................. 46

    Tabel 4.10: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Luas Ventilasi Kamar .......... 46

    Tabel 4.11: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Pencahayaan Alami Kamar .. 47 Tabel 4.12: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Kelembaban Udara Kamar .. 48 Tabel 4.13: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Kepadatan Hunian Kamar.... 49 Tabel 4.14: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga ............................................................................................... 49

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1: Kerangka Teori................................................................................... 26

    Gambar 3.1: Kerangka Konsep ............................................................................... 27

    Gambar 3.2: Skema Rancangan Penelitian Cross Sectional ................................... 30

    Gambar 3.3: Rollmeter ............................................................................................ 34

    Gambar 3.4: Luxmeter ............................................................................................ 35

    Gambar 3.5: Hygrometer ........................................................................................ 36

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1: Surat Tugas Pembimbing ................................................................ 62

    Lampiran 2: Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kepala Kesbangpolinmas Kota Semarang ................................................................................ 63 Lampiran 3: Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kepala Laboratorium Jurusan IKM UNNES ...................................................................... 64 Lampiran 4: Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kepala Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang ............................................................ 65 Lampiran 5: Surat Keterangan Selesai Penelitian oleh Sekretaris Lurah Bandarharjo ..................................................................................... 66 Lampiran 6: Kuesioner Penelitian ........................................................................ 67

    Lampiran 7: Data Mentah Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner ...................... 70

    Lampiran 8: Karakteristik Responden ................................................................. 71

    Lampiran 9: ISPA dan Kebiasaan Merokok ........................................................ 74

    Lampiran 10: Data Pengukuran ............................................................................. 77

    Lampiran 11: Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner .................................. 80

    Lampiran 12: Hasil Analisis Univariat .................................................................. 82

    Lampiran 13: Hasil Analisis Bivariat ..................................................................... 84

    Lampiran 14: Daftar Guide Pengisian Kuesioner .................................................. 89

    Lampiran 15: Dokumentasi Penelitian ................................................................... 90

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kesehatan adalah hak asasi manusia dan investasi untuk keberhasilan

    pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara

    menyeluruh dan berkesinambungan. Tujuan Sistem Kesehatan Nasional adalah

    terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik

    masyarakat, swasta maupun pemerintah secara sinergis, berhasil-guna dan berdaya-

    guna, sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

    (Departemen Kesehatan RI, 2009:21).

    Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab

    kematian pada anak di negara berkembang. Hampir semua kasus kematian karena

    ISPA pada anak adalah ISPA bagian bawah terutama pneumonia. ISPA bagian atas

    hanya sedikit yang mengakibatkan kematian tetapi dapat mengakibatkan sejumlah

    kecacatan (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009:19).

    Di negara berkembang, penyakit pneumonia merupakan merupakan 25%

    penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari dua bulan.

    Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa

    morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,4% dan pada balita sebesar

    40,6%, sedangkan angka mortalitas pada bayi akibat pneumonia sebesar 24% dan

    pada balita sebesar 36% (Widoyono, 2008:156).

    Di Indonesia ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama

    karena angka kejadian ISPA menduduki urutan pertama kemudian penyakit TBC.

  • 2

    Berdasarkan hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan

    di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh

    tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih

    tinggi daripada di desa (Widoyono, 2008:156).

    Menurut Djoko Wahyono dkk, program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA

    oleh pemerintah dimaksudkan untuk penanggulangan pneumonia pada balita.

    Episode penyakit batuk pilek pada anak usia dibawah lima tahun (balita) di Indonesia

    diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali setiap tahun. Berdasarkan laporan angka

    kematian balita karena pneumonia di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 6 kasus per

    1000 balita pada tahun 2000 (Djoko Wahyono dkk, 2008:20).

    Kematian ibu, bayi, dan balita merupakan salah satu parameter derajat

    kesehatan suatu negara. Penyakit ISPA juga merupakan masalah kesehatan utama di

    Jawa Tengah. Berdasarkan survei kematian balita tahun 2005, kematian balita

    sebagian besar disebabkan karena pneumonia (23,6%). Berdasarkan SKRT 2001

    angka kematian bayi usia

  • 3

    Menurut laporan tahunan Puskesmas Bandarharjo, penyakit ISPA selalu

    menduduki urutan pertama data 10 besar penyakit di 3 tahun terakhir setelah nyeri

    kepala dan dermatitis kontak. Sedangkan kelurahan yang paling banyak terdapat

    kejadian ISPA adalah Kelurahan Bandarharjo.

    Secara umum ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor

    lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi

    pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan hunian rumah.

    Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A,

    dan status imunisasi. Sedangkan faktor perilaku berhubungan dengan pencegahan

    dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek

    penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota

    keluarga lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2001:19).

    Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain sandang dan

    pangan, sehingga rumah harus sehat agar penghuninya dapat bekerja secara

    produktif. Konstruksi rumah dan lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat

    kesehatan merupakan faktor risiko sebagai sumber penularan berbagai penyakit,

    khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. Berdasarkan Survei Kesehatan

    Rumah Tangga (SKRT) yang dilaksanakan tahun 1995 penyakit Infeksi Saluran

    Pernafasan Akut (ISPA) yang merupakan penyebab kematian terbanyak kedua erat

    kaitannya dengan kondisi sanitasi perumahan yang tidak sehat (Soedjajadi Keman,

    2005:39).

    Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

    No.829/Menkes/SK/VII/1999, rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok

    manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk

  • 4

    berlindung dari gangguan iklim dan makhluk lainnya, serta tempat perkembangan

    kehidupan keluarga. Kondisi fisik rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi

    standar kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit,

    termasuk ISPA (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2005:1).

    Faktor lingkungan juga dapat disebabkan dari pencemaran udara dalam rumah

    seperti asap rokok. Kebiasaan kepala keluarga yang merokok di dalam rumah dapat

    berdampak negatif bagi anggota keluarga khususnya balita. Salah satu prioritas

    masalah dalam 16 indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah perilaku

    merokok. Menurut laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2009,

    perilaku anggota rumah tangga yang tidak merokok baru mencapai 33% dan 67%

    tumah tangga belum bebas rokok (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009:97).

    Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO), tidak kurang dari

    900.000.000 (84%) perokok sedunia hidup di negara-negara berkembang atau

    transisi ekonomi termasuk di Indonesia. Indonesia menempati urutan ketiga

    terbanyak jumlah perokok yang mencapai 146.860.000 jiwa. The Tobacco Atlas

    mencatat, ada lebih dari 10 juta batang rokok diisap setiap menit, setiap hari, di

    seluruh dunia oleh satu miliar laki-laki, dan 250 juta perempuan (Evy Rachmawati,

    2008:2).

    Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 presentase penduduk umur 10 tahun keatas

    23,7% merokok setiap hari; 5,5% merokok kadang-kadang; 3,0% adalah mantan

    perokok; dan 67,8% bukan perokok. Menurut karakteristik responden, presentase

    penduduk yang merokok setiap hari yang nilainya cukup tinggi adalah pada

    kelompok umur produktif (25-64 tahun) dengan rentang antara 29% sampai 32% dan

    hampir separuh penduduk laki-laki merokok setiap hari (45,8%) (Departemen

    Kesehatan RI, 2009:21).

  • 5

    Survei awal pada perumahan di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang

    Utara menunjukkan kondisi lingkungan rumah yang pencahayaan alami dan

    kelembaban udaranya bervariasi dan merupakan komplek pemukiman yang padat

    penduduk dengan jumlah 75.296 penduduk pada tahun 2011 (Dinas Kesehatan Kota

    Semarang, 2011:1).

    Berdasarkan uraian diatas maka, judul penelitian ini adalah Hubungan antara

    kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian

    ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

    adalah:

    1. Adakah hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada balita di

    Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang?

    2. Adakah hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang?

    3. Adakah hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang?

    4. Adakah hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang?

    5. Adakah hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian

    ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

  • 6

    2. Mengetahui hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA

    pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    3. Mengetahui hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA

    pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    4. Mengetahui hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada

    balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    5. Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan

    kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat dalam penelitian ini adalah:

    1.4.1 Untuk Puskesmas Bandarharjo

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Puskesmas

    Bandarharjo khususnya di bidang tatalaksana P2 ISPA dan bidang pengelola

    program kesehatan lingkungan tentang data hasil penelitian yang meliputi luas

    ventilasi kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara kamar, kepadatan

    hunian kamar, dan kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita

    ISPA.

    1.4.2 Untuk Masyarakat Kelurahan Bandarharjo

    Manfaat hasil penelitian ini adalah dapat memperoleh informasi mengenai

    hubungan antara luas ventilasi kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara

    kamar, kepadatan hunian kamar, dan kebiasaan merokok anggota keluarga pada

    balita yang dengan kejadian ISPA.

    1.4.3 Untuk Peneliti

    Manfaat untuk peneliti adalah mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan

    rumah (meliputi luas ventilasi kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara

  • 7

    kamar, dan kepadatan hunian kamar) dan kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA

    pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    1.4.4 Untuk Mahasiswa IKM

    Manfaat hasil penelitian ini adalah dapat menambah pengetahuan dan wacana

    serta dapat dijadikan sebagai referensi pada penelitian berikutnya yang ada

    hubungannya dengan penelitian ini dan dapat menambah kepustakaan dalam

    pengembangan ilmu kesehatan masyarakat.

    1.5 Keaslian Penelitian

    Keaslian penelitian ini merupakan matrik yang memuat tentang judul

    penelitian, nama peneliti, tahun dan tempat penelitian, rancangan penelitian, variabel

    yang diteliti dan hasil yang diteliti dengan membandingkan dua penelitian

    sebelumnya (Tabel 1.1).

    Tabel 1.1: Keaslian Penelitian

    No Judul Penelitian Nama

    Peneliti Tahun Rancangan Penelitian

    Variabel Penelitian

    Hasil Penelitian

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)1. Hubungan

    kondisi lingkungan fisik rumah terhadap kejadian ISPA pada balita di keluarga pembuat gula aren Desa Pandanarum dan Desa Beji Kecamatan

    Yunita Ringgih

    2007 Jenis penelitian adalah explanatory research dengan rancangan cross sectional.

    Variabel bebas: pencahaya-an,ventilasi, lantai, dinding, atap, dapur, kepadatan hunian. Variabel terikat: kejadian ISPA pada balita.

    Ada hubungan antara pencaha-yaan alami kamar balita, pencaha-yaan alami ruang keluarga, luas ventilasi kamar balita, luas ventilasi

  • 8

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Pandanarum

    Kabupaten Banjarnega-ra Tahun 2007.

    ruang keluarga, lantai, asap dapur, kepadatan penghuni rumah, dengan kejadian ISPA pada balita. Tidak ada hubungan antara dinding, atap, dan letak dapur, luas dapur dengan kejadian ISPA pada balita.

    2.

    Hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Jekulo Kudus.

    Safitri Liana

    2009

    Jenis penelitian adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional.

    Variabel bebas: dinding, lantai, langit-langit, asap dapur, kepadatan hunian tidur balita, pencaha-yaan, ventilasi. Variabel terikat: kejadian ISPA pada balita.

    Ada hubungan antara langit-langit, kepadatan hunian tidur, asap dapur, dan ventilasi kamar tidur balita dengan kejadian ISPA dan tidak ada hubungan antara jenis dinding dan lantai

    Lanjutan (Tabel 1.1)

  • 9

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) dengan

    kejadian ISPA pada balita.

    3. Hubungan antara Kondisi Lingkungan rumah dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang

    Diana Maryani

    2012 Observasi dengan desain penelitian cross sectional

    Variabel bebas: kondisi lingkungan rumah (luas ventilasi kamar, pencahaya-an alami kamar, kelembaban udara kamar, dan kepadatan hunian kamar) dan kebiasaan merokok anggota keluarga. Variabel terikat: ISPA pada balita.

    Ada hubungan antara luas ventilasi kamar, kelemba-ban udara kamar, kepadatan hunian kamar dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandar-harjo Kota Semarang. Tidak ada hubungan antara pencaha-yaan alami kamar balita dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandar-harjo Kota Semarang.

    Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

    adalah:

    Lanjutan (Tabel 1.1)

  • 10

    1. Penelitian ini mengenai hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan

    kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di

    Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    2. Variabel bebas yang diduga berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita

    selain kondisi lingkungan rumah (luas ventilasi kamar, pencahayaan alami

    kamar, kelembaban udara kamar, dan kepadatan hunian kamar) juga kebiasaan

    merokok anggota keluarga yang balitanya menderita ISPA.

    3. Penelitian ini menggunakan observasi dengan desain penelitian cross sectional.

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian

    1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

    Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 13 Juli-20 Juli tahun 2012.

    1.6.3 Ruang Lingkup Materi

    Materi dalam penelitian ini adalah kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan

    merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita.

  • 11

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pengertian ISPA

    Menurut Departemen Kesehatan RI (2009:4) ISPA adalah infeksi saluran

    pernapasan akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran

    pernapasan mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan

    adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

    Pengertian ISPA menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2002 (dalam Triska

    Susila dan Lilis, 2005:46) adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai

    dengan gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan lendir yang berlangsung

    sampai dengan 14 hari.

    Sedangkan pneumonia adalah infeksi alat yang mengenai jaringan paru-paru

    (alveoli) dan mempunyai gejala batuk, sesak napas, ronki, dan infiltrat pada foto

    rontgen. Terjadinya pneumonia pada anak sering bersamaan dengan terjadinya

    proses infeksi akut pada bronkus yang disebut Bronko Pneumonia (Departemen

    Kesehatan RI, 2009:4).

    2.2 Epidemiologi

    Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek

    pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun),

    artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali

    setahun. Berdasarkan hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka

    kesakitan di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin

  • 12

    disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di

    kota yang lebih tinggi daripada di desa (Widoyono, 2008:156).

    Di negara berkembang, penyakit pneumonia merupakan merupakan 25%

    penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari dua bulan.

    Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa

    morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,4% dan pada balita sebesar

    40,6%, sedangkan angka mortalitas pada bayi akibat pneumonia sebesar 24% dan

    pada balita sebesar 36%. Sedangkan hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan bahwa

    angka mortalitas pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki urutan pertama sebesar

    36%, dan angka mortalitas pada balita menduduki urutan kedua sebesar 13%

    (Widoyono, 2008:156).

    Menurut UNICEF dan WHO (dalam Cissy B. Kartasasmita) pneumonia

    merupakan pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major forgotten killer of

    children). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang lebih tinggi bila

    dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan campak. Setiap tahun,

    lebih dari dua juta anak meninggal karena pneumonia, artinya 1 dari 5 orang balita

    meninggal di dunia. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering,

    terutama di negara dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat

    pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least

    developed). Jumlah kematian tertinggi terjadi di daerah Sub Sahara yang mencapai

    1.022.000 kasus per tahun dan di Asia Selatan mencapai 702.000 kasus per tahun

    (Cissy B. Kartasasmita, 2010:22).

    Menutut laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di Asia

    Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per empat kasus

  • 13

    pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara. Indonesia merupakan

    salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki peringkat ke-6 dengan

    jumlah kasus sebanyak 6 juta (WHO, 2006:11).

    Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen

    Kesehatan tahun 1992, 1995, dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai

    kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian

    kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki peringkat ke-2

    sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki peringkat

    ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus (Cissy B. Kartasasmita, 2010:23).

    2.3 Etiologi ISPA

    Etiologi ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Bakteri penyebab

    ISPA antara lain Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,

    Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara

    lain Influenza, Adenovirus, dan Sitomegalovirus. Jamur yang dapat menyebabkan

    ISPA antara lain Aspergillus sp., Candida albicans, dan Histoplasma. Sedangkan

    aspirasi lain yang juga dapat menjadi penyebab ISPA adalah makanan, asap

    kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak) biasanya minyak tanah, cairan

    amnion pada saat lahir, dan benda asing seperti biji-bijian (Widoyono, 2008:156).

    2.4 Etiologi Pneumonia berdasarkan Umur

    Pada bayi yang baru lahir, pneumonia sering terjadi karena aspirasi, infeksi

    virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif seperti Coli,

    TORCH, Streptococcus, dan Pneumococcus. Pada bayi, pneumonia biasanya

    disebabkan oleh berbagai virus antara lain Adenovirus, Coxsackie, Parainfluenza,

  • 14

    Influenza A or B, Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan bakteri yaitu B.

    Streptococci, E.coli, P. Aeruginosa, Klebsiella, S. Pneumoniae, S. Aureus, dan

    Chlamydia (Cissy B. Kartasasmita, 2010:23).

    Pneumonia pada batita dan anak pra sekolah disebabkan oleh virus yaitu

    Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu S. Pneumoniae,

    Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphylococcus aureus, dan Chlamydia.

    Pada anak usia sekolah dan remaja pneumonia disebabkan oleh virus yaitu Adeno,

    Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu S. Pneumoniae,

    Streptococcus A, dan Mycoplasma (Cissy B. Kartasasmita, 2010:23).

    2.5 Klasifikasi Penyakit ISPA

    Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada umumnya

    menunjukkan gejala-gejala seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan, kesulitan

    bernapas, demam, dan sakit telinga (Safitri Liana, 2009:17). Penentuan klasifikasi

    penyakit ISPA dapat dibedakan atas 2 kelompok yaitu:

    2.5.1 Kelompok untuk umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun

    Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun klasifikasi dibagi

    atas pneumonia berat, pneumonia, dan batuk bukan pneumonia.

    2.5.1.1 Pneumonia berat

    Terjadi bila disertai napas cepat dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke

    dalam waktu menarik napas, dengan catatan dalam pemeriksaan anak harus tenang

    dan tidak menangis.

    2.5.1.2 Pneumonia

    Terjadi bila hanya disertai napas cepat dengan batasan umur 2 bulan sampai

    umur kurang dari 1 tahun sebanyak 50 kali per menit atau lebih, sedangkan untuk

    umur 1 tahun sampai umur kurang dari sama dengan 5 tahun sebanyak 40 kali per

    menit atau lebih.

  • 15

    2.5.1.3 Bukan pneumonia

    Terjadi bila tidak ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan tidak

    menimbulkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (batuk pilek

    biasa). Sedangkan tanda hanya untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5

    tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, dan gizi buruk.

    2.5.2 Kelompok untuk umur kurang dari 2 bulan

    Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan klasifikasi dibagi atas pneumonia

    berat dan batuk bukan pneumonia. Dalam pendekatan Manajemen Terpadu Balita

    Sakit (MTBS) klasifikasi pada kelompok umur kurang dari 2 bulan adalah infeksi

    bakteri sistemik dan infeksi bakteri lokal.

    2.5.2.1 Klasifikasi pneumonia berat

    Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

    bernafas disertai tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) pada anak

    umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.

    Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan klasifikasi pneumonia berat

    ditandai dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) kuat atau

    adanya nafas cepat lebih atau sama dengan 60 kali per menit.

    2.5.2.2 Klasifikasi pneumonia

    Klasifikasi pneumonia ini didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

    bernafas disertai adanya nafas cepat. Batas nafas cepat pada anak umur 2 bulan

    sampai

  • 16

    2.5.2.3 Klasifikasi batuk bukan pneumonia

    Klasifikasi batuk bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita

    dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak

    menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian

    klasifikasi batuk bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar

    pneumonia seperti batuk pilek (common cold, pharyngitis, tonsilitis, otitis).

    2.6 Riwayat Alamiah Penyakit ISPA

    Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1996 riwayat alamiah penyakit ISPA

    pada tahap awal dimulai interaksi bibit penyakit dengan tubuh penjamu, dan tubuh

    penjamu berusaha untuk mengeluarkan, membatasi atau membasmi bibit penyakit

    tersebut melalui mekanisme pertahanan tubuh baik sistemik maupun lokal.

    Virus merupakan penyebab utama ISPA yang menginfeksi mukosa, hidung,

    trachea, dan bronkus. Infeksi virus akan menyebabkan mukosa membengkak dan

    menghasilkan banyak lendir, jika pembengkakan tersebut tinggi maka akan

    menghambat aliran udara melalui pipa-pipa pada saluran pernapasan. Jika seseorang

    batuk merupakan tanda bahwa paru-paru tersebut sedang berusaha mendorong lendir

    keluar, dan membersihkan pipa saluran pernapasan.

    Penderita akan menularkan kuman penyakit kepada orang lain melalui udara

    pernapasan atau percikan ludah. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada di udara

    akan terhirup oleh orang yang berada di sekitarnya dan masuk ke dalam saluran

    pernapasan, dari saluran pernapasan akan menyebar ke seluruh tubuh. Apabila orang

    terinfeksi maka akan rentan terkena ISPA, ditambah jika kelembaban dan suhu

    kamar tinggi yang merupakan faktor pemicu pertumbuhan dan perkembangan

    bakteri, virus, dan jamur penyebab ISPA (Departemen Kesehatan RI, 1996:8).

  • 17

    2.7 Faktor Risiko Penyakit ISPA

    Menurut Departemen Kesahatan RI (2001:2) secara umum terdapat 3 (tiga)

    faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, dan

    faktor perilaku.

    2.7.1 Faktor Lingkungan

    2.7.1.1 Pencemaran udara dalam rumah

    Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan

    konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan

    memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan

    ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur,

    ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi

    dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama ibunya sehingga dosis

    pencemaran tentunya akan lebih tinggi.

    Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara,

    diantaranya ada peningkatan risiko bronchitis, pneumonia pada anak yang tinggal di

    daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6

    10 tahun.

    2.7.1.2 Luas Ventilasi

    Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari

    ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat

    dijabarkan sebagai berikut:

    1. Menyuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang

    optimum bagi pernapasan.

    2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat

    pencemar lain dengan cara pengenceran udara.

    3. Menyuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.

  • 18

    4. Menyuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

    5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi,

    evaporasi ataupun keadaan eksternal.

    6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

    Ada dua macam ventilasi, yaitu:

    1. Ventilasi alamiah yang dapat mengalirkan udara ke dalam ruangan secara alamiah

    misalnya jendela, pintu, lubang angin, dan lubang-lubang pada dinding.

    2. Ventilasi buatan yang menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara ke

    dalam rumah, misalnya kipas angin, dan mesin pengisap udara (Soekidjo

    Notoatmodjo, 2003:150).

    Luas ventilasi penting untuk suatu rumah karena berfungsi sebagai sarana

    untuk menjamin kualitas dan kecukupan sirkulasi udara yang keluar dan masuk

    dalam ruangan. Luas ventilasi yang kurang dapat menyebabkan suplai udara segar

    yang masuk ke dalam rumah tidak tercukupi dan pengeluaran udara kotor ke luar

    rumah juga tidak maksimal. Dengan demikian, akan menyebabkan kualitas udara

    dalam rumah menjadi buruk (Retno Widyaningtyas dkk, 2004:35).

    Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999

    tentang peraturan rumah sehat menetapkan bahwa luas ventilasi alamiah yang

    permanen minimal adalah 10% dari luas lantai. Ventilasi yang memenuhi syarat

    dapat menghasilkan udara yang nyaman dengan temperatur 220C dan kelembaban

    50-70% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2005:4).

    2.7.1.3 Pencahayaan

    Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat

    menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

  • 19

    2.7.1.4 Kualitas udara

    Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut.

    1. Suhu udara nyaman berkisar 180-300 Celcius.

    2. Kelembaban udara berkisar antara 40%-70%.

    3. Konsentrasi gas CO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.

    4. Pertukaran udara=5 kaki kubik per menit per penghuni.

    5. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3.

    2.7.1.5 Kepadatan hunian rumah

    Kepadatan hunian dalam rumah menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI

    No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, kepadatan

    hunian ruang tidur minimal luasnya 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2

    orang kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut diharapkan

    dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat

    tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada.

    2.7.2 Faktor individu anak

    2.7.2.1 Umur anak

    Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan

    oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap

    usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 12 bulan.

    2.7.2.2 Berat badan lahir

    Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan

    mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai

    risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal,

  • 20

    terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan

    kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama

    pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.

    Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan

    dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini

    menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan,

    pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan

    lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan,

    tetapi mengalami lebih berat infeksinya.

    2.7.2.3 Status gizi

    Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan

    perkembangan anak dipengaruhi oleh umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya,

    kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari anak itu

    sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri:

    berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.

    Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk

    terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan

    antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering

    mendapat pneumonia. Selain itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya

    campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak

    terhadap infeksi.

    Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan

    balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit

  • 21

    infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan

    mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah

    terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama.

    2.7.2.4 Vitamin A

    Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU

    vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang

    mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah

    mendapatkannya adalah sebagai risiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada

    kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.

    Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan

    menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada

    dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit

    dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, maka dapat diharapkan

    adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang

    tidak terlalu singkat.

    Oleh karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi secara

    berkala terhadap anak-anak prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan

    terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu

    meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap anak Indonesia sehingga

    mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang baik.

    2.7.2.5 Status Imunisasi

    Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat

    kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar

  • 22

    kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat

    dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan

    cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk

    mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi

    lengkap.

    Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA

    dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara

    yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan

    pertusis. Pemberian imunisasi campak efektif mencegah 11% kematian pneumonia

    balita dan imunisasi pertusis mencegah 6% kematian pneumonia pada balita.

    2.7.3 Faktor perilaku

    Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada

    bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang

    dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit

    terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu

    dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa

    anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap

    anggota keluarga lainnya.

    Peran aktif keluarga dan masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting

    karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat

    atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena

    penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang

    sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit

    ISPA ini ketika anaknya sakit.

  • 23

    Keluarga juga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini

    pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan

    kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat.

    Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga

    dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila

    praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang atau buruk akan

    berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.

    Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan

    menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita, tindakan yang

    segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, dan pencarian

    pertolongan pada pelayanan kesehatan.

    Menurut Cissy B. Kartasasmita (2010:23) faktor risiko adalah faktor atau

    keadaan yang mengakibatkan seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya

    menjadi berat. Berbagai faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian, beratnya

    penyakit, dan kematian karena pneumonia, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi

    buruk memperbesar risiko), pemberian ASI (ASI eksklusif mengurangi risiko),

    suplementasi vitamin A (mengurangi risiko), suplementasi zinc (mengurangi risiko),

    bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko), dan polusi udara dalam kamar

    terutama asap rokok dan bakaran dari dapur (meningkatkan risiko).

    2.7.4 Tingkat Pendidikan Ibu yang Rendah

    Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan

    bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial

    yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol

  • 24

    (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau

    mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal

    (Achmad Munib dkk, 2004:33).

    Dalam Juli Soemirat Slamet (2002:87), menyatakan bahwa kualitas pendidikan

    berbanding lurus dengan pencegahan penyakit. Demikian juga dengan pendapatan,

    kesehatan lingkungan, dan informasi yang dapat diperoleh tentang kesehatan.

    Semakin rendah pendidikan ibu, semakin tinggi prevalensi ISPA pada balita (Cissy

    B. Kartasasmita, 2010:24).

    2.7.5 Tingkat Sosial Ekonomi yang Rendah

    Bayi yang lahir di keluarga yang tingkat sosial ekonominya rendah maka

    pemenuhan kebutuhan gizi dan pengetahuan tentang kesehatannya juga rendah

    sehingga akan mudah terjadi penularan penyakit termasuk ISPA (Juli Soemirat

    Slamet, 2002:13).

    2.8 Merokok sebagai Faktor Risiko

    Tembakau sebagai bahan baku pembuatan rokok berada pada peringkat

    pertama penyebab kematian yang dapat dicegah di dunia. Tembakau menyebabkan

    satu dari 10 kematian orang dewasa di seluruh dunia, dan mengakibatkan 5,4 juta

    kematian pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata terjadi satu

    kematian setiap 6,5 detik. Jika hal itu terus berlanjut, maka diperkirakan kematian

    pada tahun 2020 akan mendekati dua kali jumlah kematian saat ini (Evy

    Rachmawati, 2008:2).

    Merokok merupakan salah satu faktor risiko penting untuk beberapa penyakit,

    diantaranya batuk menahun, penyakit menahun seperti penyakit paru obstruktif

    menahun (PPOM), bronkhitis, dan empisema, ulkus peptikum, infertiliti, gangguan

  • 25

    kehamilan, artherosklerosis sampai penyakit jantung koroner, beberapa jenis kanker

    seperti kanker mulut, kanker paru, dan kanker sistem pernapasan lainnya (Buston,

    2007:209).

    Variabel merokok sebagai variabel independen dalam suatu penelitian

    mempunyai variasi yang cukup luas dalam kaitannya dengan dampak yang

    diakibatkannya. Oleh karena itu, paparan rokok perlu diidentifikasi selengkapnya

    dari berbagai segi diantaranya:

    1. Jenis perokok: perokok aktif atau perokok pasif

    2. Jumlah rokok yang dihisap: dalam satu batang, bungkus, atau pak perhari.

    3. Jenis rokok yang dihisap: keretek, cerutu atau rokok putih, pakai filter atau tidak.

    4. Cara menghisap rokok: menghisap dangkal, di mulut saja atau isap dalam.

    5. Alasan mulai merokok: sekedar ingin hebat, ikut-ikutan, kesepian, pelarian,

    sebagai gaya, meniru orang tua.

    6. Umur mulai merokok: sejak umur 10 tahun atau lebih.

    Berdasarkan hal tersebut jenis perokok juga dapat dibagi atas perokok ringan

    sampai berat, diantaranya:

    1. Perokok ringan jika merokok kurang dari 10 batang per hari.

    2. Perokok sedang jika menghisap rokok antara 10-20 batang per hari.

    3. Perokok berat jika merokok lebih dari 20 batang per hari.

    Dalam melakukan aksinya, rokok bisa menjadi lebih agresif bila ditemani

    faktor-faktor lain. Interaksi rokok dengan asbes dapat memberikan peningkatan

    sepuluh kali terjadinya kanker paru. Rokok dan hipertensi akan meningkat 2 kali

    lipat untuk penyakit jantung koroner (Buston, 2007:210).

  • 26

    2.9 Kerangka Teori

    Berdasarkan hasil penelaah kepustakaan dan mengacu pada konsep dasar

    tentang faktor risiko penyakit ISPA, maka kerangka teoritis dalam penelitian ini

    adalah sebagai berikut (Gambar 2.1).

    Gambar 2.1: Kerangka Teori Sumber: Menkes RI No.829; Depkes RI, 2001; Buston, 2007:210-211.

    Faktor individu anak:

    1. Umur anak 2. BBL 3. Status gizi 4. Vitamin A 5 Status imunisasi

    ISPA

    Mikroorganisme Faktor perilaku:

    1. Praktek penanganan ISPA di keluarga

    2. Kebiasaan merokok anggota keluarga

    Faktor Lingkungan:

    1. Pencemaran udara dalam rumah

    2. Luas ventilasi 3. Pencahayaan alami 4. Kualitas udara

    *Kelembaban udara

    5. Kepadatan hunian h

    Faktor lain:

    1. Pendidikan ibu 2. Status sosio-ekonomi

    keluarga

    Faktor Resiko ISPA

  • 27

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konsep

    Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan (Gambar 3.1).

    Gambar 3.1: Kerangka Konsep

    3.2 Variabel Penelitian

    Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah:

    3.2.1 Variabel Bebas

    Variabel bebas pada penelitian ini adalah luas ventilasi kamar, pencahayaan

    alami kamar, kelembaban udara kamar, kepadatan hunian kamar, dan kebiasaan

    merokok anggota keluarga.

    3.2.2 Variabel Terikat

    Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian ISPA pada balita.

    3.3 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Soekidjo

    Notoatmodjo, 2005:72). Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:

    1. Ada hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada balita di

    Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    Variabel Terikat

    Kejadian ISPA

    pada balita

    Variabel Bebas

    1. Luas ventilasi kamar 2. Pencahayaan alami kamar 3. Kelembaban udara kamar 4. Kepadatan hunian kamar 5. Kebiasaan merokok anggota

    keluarga

  • 28

    2. Ada hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA pada balita

    di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    3. Ada hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA pada balita

    di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    4. Ada hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada balita

    di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA

    pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

    Definisi operasional pada penelitian ini memberikan penjelasan dan batasan

    mengenai variabel yang akan diteliti (Tabel 3.1).

    Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

    No Variabel Definisi Operasional Cara

    Pengukuran Kategori Skala

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ISPA

    Penyakit infeksi saluran pernapasan yang bersifat akut dengan adanya batuk, pilek, serak, demam, baik disertai maupun tidak disertai napas cepat atau sesak napas, yang berlangsung sampai 14 hari.

    Kuesioner 1. Penderita ISPA.

    2. Bukan penderita

    ISPA.

    Nominal

    2.

    Luas ventilasi kamar

    Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen dengan luas minimal 10% dari luas lantai

    Pengukuran dengan rollmeter.

    1. Tidak memenuhi syarat, apabila luas ventilasi

  • 29

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) 2. Memenu-

    hi syarat, apabila luas ventilasi 10% luas lantai

    3. 4. 5.

    Pencaha-yaan alami kamar Kelemba-ban udara kamar Kepada-tan hunian kamar

    Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan. Kualitas udara dalam rumah yang berkisar antara 40-70%. Ruangan yang digunakan untuk tidur, tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur

    Pengukuran dengan Luxmeter Pengukuran dengan Hygrometer Membagi antara luas kamar (mengguna-kan rollmeter) dengan jumlah anggota keluarga

    1. Tidak memenuhi syarat apabila 2 orang per 8m2).

    2. Tidak padat (bila terdapat 2orang per 8m2).

    Ordinal Ordinal Ordinal

    6. Kebiasa-an merokok anggota

    Apabila ada seorang anggota keluarga atau lebih yang menghisap

    Kuesioner 1. Ada (bila terdapat seorang atau lebih

    Ordinal

    Lanjutan (Tabel 3.1)

  • 30

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) keluarga. rokok dalam

    rumah. Kuesioner dalam

    rumah) 2. Tidak ada

    (bila tidak terdapat perokok dalam rumah).

    3.5 Jenis dan Rancangan Sampel Penelitian

    Jenis dan rancangan sampel pada penelitian ini adalah penelitian survei analitik

    dengan rancangan cross sectional yaitu suatu penelitian dimana variabel yang

    termasuk faktor risiko dan variabel yang termasuk efek diobservasi secara bersama

    pada waktu yang sama (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:148). Rancangan penelitian

    cross sectional dapat digambarkan sebagai berikut.

    Gambar 3.2: Skema Rancangan Penelitian Cross Sectional

    Sumber: Soekidjo Notoatmodjo, 2005:148

    Berdasarkan skema rancangan tersebut, maka langkah penelitian Cross

    Sectional adalah sebagai berikut:

    1. Identifikasi variabel-veriabel penelitian (faktor risiko dan efek).

    2. Menetapkan obyek penelitian (populasi dan sampel).

    3. Melakukan observasi atau pengukuran variabel yang merupakan faktor risiko dan

    efek sekaligus berdasarkan status keadaan variabel pada saat itu (pengumpulan

    data).

    Faktor Risiko + Faktor Risiko

    Efek -Efek + Efek - Efek +

    Populasi (sampel)

    Lanjutan (Tabel 3.1)

  • 31

    4. Melakukan analisis korelasi dengan cara membandingkan proporsi antar

    kelompok-kelompok hasil observasi (pengukuran).

    3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

    3.6.1 Populasi

    Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek yang mempunyai

    kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

    kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2005:56).

    Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang ada di Kelurahan

    Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara yaitu 1.571 balita dari 12 Rw.

    3.6.2 Sampel

    Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan subyek yang diteliti dan

    dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:79). Sampel

    dalam penelitian ini adalah balita di Kelurahan Bandarharjo berdasarkan besar

    sampel minimal. Sedangkan respondennya adalah ibu balita.Besar sampel minimal

    yang dibutuhkan ditentukan dengan rumus Lameshow:

    Keterangan:

    n = Besar sampel

    N = Besar populasi

    Z21-/2= Tingkat kemaknaan yang dikehendaki

    P = Estimasi proporsi populasi

    d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki

    Dengan Z21-/2 = 1,96, p = 50%, d = 0,1 dan N = 1.543

  • 32

    Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel minimal dapat diperoleh

    sebesar 91 responden.

    3.6.3 Metode Perolehan Sampel

    Pada penelitian ini metode perolehan sampel yang digunakan adalah perolehan

    sampel acak berkelas (Cluster Random Sampling) dimana suatu kelompok dari

    subyek atau kesatuan analisis yang berdekatan satu dengan yang lain secara

    geografik (Ahmad Watik Pratiknya, 2004:64).

    Pembagian kelas berdasarkan pada jumlah sampel minimal yaitu 91 responden

    dibagi banyaknya Rw dalam Kelurahan Bandarharjo yaitu 12 Rw diperoleh hasil 8

    Rw. Distribusi sampel penelitian dengan teknik random dapat dilihat pada tabel

    distribusi sampel penelitian (Tabel 3.2).

    Tabel 3.2: Distribusi Sampel Penelitian No. Rw Populasi Rw Perhitungan Sampel

    1. IV 85 9

    2. V 140 14

    3. VI 163 16

    4. VII 82 8

    5. IX 173 18

    6. X 109 11

    7. XI 71 7

    8. XII 76 8

    Total 899 91

  • 33

    Perolehan responden di tiap Rw dilakukan secara acak dengan cara yaitu:

    1. Persiapkan koin yang sudah ditandai anak panah.

    2. Peneliti berdiri di tengah populasi Rw.

    3. Pelemparan koin yang sudah ditandai anak panah ke atas oleh peneliti. Jatuhnya

    koin dengan anak panah menunjukkan arah lokasi pengambilan sampel.

    3.7 Sumber Data Penelitian

    3.7.1 Data Primer

    Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui

    pengisian kuesioner.

    3.7.2 Data Sekunder

    Metode pengumpulan data sekunder sering disebut metode penggunaan bahan

    dokumen, karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri

    tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak lain

    (Sugiarto dkk, 2003:19).

    Data sekunder dimanfaatkan sebagai data pelengkap atau pendukung data

    primer yang berhubungan dengan keperluan penelitian. Data sekunder diperoleh dari:

    1. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah untuk mengetahui kejadian ISPA di Jawa

    Tengah.

    2. Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk mengetahui wilayah kejadian ISPA di

    Kota Semarang.

    3. Data dari Puskesmas Bandarharjo untuk mengetahui secara pasti kejadian ISPA di

    wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo.

    3.8 Instrumen Penelitian

    Instrumen penelitian adalah perangkat yang digunakan untuk memperoleh data

    yang kemudian diolah dan dianalisis. Berdasarkan kerangka konsep dan dari tabel

  • 34

    penelitian, kemudian disusun instrumen untuk mengumpulkan data. Instrumen yang

    digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner dan pengukuran.

    3.8.1 Kuesioner

    Pentingnya kuesioner sebagai alat pengumpul data adalah untuk memperoleh

    suatu data yang sesuai dengan tujuan penelitian tersebut. Oleh karena itu, isi dari

    kuesioner adalah sesuai dengan hipotesis penelitian tersebut (Soekidjo Notoatmodjo,

    2005:116).

    3.8.2 Pengukuran

    3.8.2.1 Pengukuran Luas Ventilasi Kamar

    Kriteria luas ventilasi yang memenuhi syarat apabila luas ventilasi lebih dari

    atau sama dengan 10% luas lantai dan tidak memenuhi syarat apabila luas ventilasi

    kurang dari 10% luas lantai. Alat yang digunakan untuk pengukuran luas ventilasi

    adalah rollmeter (Gambar 3.3).

    Gambar 3.3: Rollmeter (Sumber: Bpi. Lipi, 2012:1) Cara pengukurannya yaitu:

    1. Luas ventilasi kamar diukur.

    2. Luas lantai kamar diukur.

    3. Luas ventilasi dibandingkan dengan luas lantai kamar.

  • 35

    3.8.2.2 Pengukuran Pencahayaan Alami Kamar

    Kriteria pencahayaan alami yang memenuhi syarat adalah apabila lebih dari

    atau sama dengan 60 lux dan tidak menyilaukan mata, sedangkan tidak memenuhi

    syarat apabila kurang dari 60 lux. Alat yang digunakan untuk pengukuran

    pencahayaan alami adalah luxmeter (Gambar 3.4).

    Gambar 3.4: Luxmeter Sumber: Aditya, 2011:2 Cara penggunaannya yaitu:

    1. Geser tombol Off/On kearah On.

    2. Pilih kisaran Range yang akan diukur ( 2.000 lux, 20.000 lux atau 50.000 lux)

    pada tombol Range.

    3. Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan daerah

    yang akan diukur kuat penerangannya.

    4. Lihat hasil pengukuran pada layar panel.

  • 36

    3.8.2.3 Pengukuran Kelembaban Udara Kamar

    Kriteria kelembaban udara yang memenuhi syarat apabila berkisar antara 40%-

    70% dan tidak memenuhi syarat apabila kurang dari 40%. Alat yang digunakan

    untuk pengukuran kelembaban udara adalah Hygrometer (Gambar 3.5).

    Gambar 3.5: Hygrometer Sumber: Shafiyyah, 2009:1

    Cara penggunaannya yaitu:

    1. Ditentukan titik pengukuran kelembaban.

    2. Hygrometer diletakkan di tempat yang telah ditentukan .

    3. Selama pengukuran alat didiamkan tiga menit.

    4. Hasil pengukuran dibaca setelah jarum hygrometer stabil atau konstan.

    3.8.2.4 Pengukuran Kepadatan Hunian Kamar

    Kepadatan hunian kamar diukur dengan membagi antara luas kamar dengan

    jumlah anggota keluarga yang menghuni kamar. Menurut Keputusan Menteri

    Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 kriteria kepadatan hunian kamar yaitu

    memenuhi syarat apabila terdapat 2 orang per 8m2 kecuali anak di bawah umur 5

    tahun dan tidak memenuhi syarat atau padat bila terdapat >2 orang per 8m2.

  • 37

    3.9 Teknik Perolehan Data

    Teknik perolehan data dilakukan sesuai dengan instrumen penelitian yang

    digunakan. Pada penelitian ini teknik perolehan data yang digunakan yaitu:

    3.9.1 Pengukuran Langsung

    Pengukuran langsung meliputi pengukuran luas ventilasi kamar, pencahayaan

    alami kamar, kelembaban udara kamar, dan kepadatan hunian kamar.

    3.9.2 Observasi

    Observasi dilakukan dengan melihat dan mencatat hal yang berhubungan

    dengan aktivitas dari obyek penelitian yang ada hubungannnya dengan masalah

    dalam penelitian.

    3.10 Pelaksanaan Perolehan Data

    Langkah pelaksanaan penelitian meliputi beberapa tahap yaitu:

    3.10.1 Tahap Pra-perolehan Data

    Tahap pra-perolehan adalah kegiatan sebelum dilakukan penelitian. Adapun

    langkah pada tahap pra-perolehan data yaitu:

    1. Peminjaman alat pengukur luas ventilasi kamar (rollmeter), alat pengukur

    pencahayaan alami kamar (luxmeter), dan alat pengukur kelembaban udara

    kamar (hygrometer).

    2. Koordinasi dengan Kepala Puskesmas tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan

    penelitian.

    3. Koordinasi dengan Kepala Kelurahan tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan

    penelitian.

    4. Penentuan responden berdasarkan kriteria yang ditetapkan.

    5. Persiapan kuesioner penelitian.

    6. Persiapan lembar hasil pengukuran.

  • 38

    3.10.2 Tahap Perolehan Data

    Tahap perolehan data adalah kegiatan yang dilakukan saat pelaksanaan

    perolehan data. Adapun langkah pada tahap perolehan data yaitu:

    1. Persiapan alat pengukur luas ventilasi kamar (rollmeter), alat pengukur

    pencahayaan alami kamar (luxmeter), dan alat pengukur kelembaban udara

    kamar (hygrometer) yang sudah dikalibrasi.

    2. Persiapan kuesioner penelitian.

    3. Persiapan responden berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan.

    4. Pengarahan pada responden tentang prosedur penelitian.

    5. Pengukuran luas ventilasi kamar dengan menggunakan rollmeter.

    6. Pengukuran pencahayaan alami kamar dengan menggunakan luxmeter.

    7. Pengukuran kelembaban udara kamar dengan menggunakan hygrometer.

    8. Pengukuran kepadatan hunian kamar dengan menggunakan rollmeter.

    9. Pencatatan hasil pengukuran pada lembar hasil pengukuran.

    10. Pengisian kuesioner oleh responden.

    3.10.3 Tahap Pasca-perolehan Data

    1. Pencatatan hasil perolehan data.

    2. Pengolahan dan analisis data.

    3.11 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

    Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis agar memberikan

    arti yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian ini.

    3.11.1 Pengolahan Data

    Menurut Muchamad Fauzi (2009:204) data yang diperoleh di lapangan diolah

    menggunakan komputer yang dilakukan melalui proses dengan tahapan sebagai

    berikut:

  • 39

    3.11.1.1 Editing

    Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan,

    karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu tidak logis

    dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan yang terdapat

    pada pencatatan yang ada di lapangan dan bersifat koreksi (Muchamad Fauzi,

    2009:204).

    3.11.1.2 Coding

    Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban para responden

    menurut macamnya. Klasifikasi ini dilakukan dengan menandai atau memberi kode

    pada setiap jawaban para responden (Muchamad Fauzi, 2009:204).

    3.11.1.3 Tabulasi

    Pada tahap ini diperlukan ketelitian dan kehati-hatian agar tidak terjadi

    kesalahan khususnya dalam tabulasi silang. Tabel tabulasi dapat berbentuk tabel

    pemindahan, tabel biasa, dan tabel analisis (Muchamad Fauzi, 2009:205).

    3.11.2 Analisis Data

    Analisis data dalam penelitian ini yaitu:

    3.11.2.1 Analisis Univariat

    Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, yang

    menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo,

    2005:188). Analisa univariat bermanfaat untuk melihat apakah data sudah layak

    untuk dilakukan analisa dengan melihat gambaran data yang dikumpulkan dan

    apakah data sudah optimal.

    3.11.2.2 Analisis Bivariat

    Analisis Bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

    (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:188). Dalam penelitian ini menggunakan Chi Square

    dengan bantuan SPSS versi 16 for windows untuk menggabungkan variabel bebas

  • 40

    dengan variabel terikat. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95% atau taraf

    kesalahan 0,05% dan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel

    bebas dengan variabel terikat menggunakan nilai Contingency Coefficient (CC).

    Syarat uji Chi Square adalah tidak ada sel yang nilai observed bernilai nol dan

    sel yang nilai expected (E) kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat

    uji Chi Square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya yaitu:

    1. Alternatif uji Chi Square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher.

    2. Alternatif uji Chi Square untuk tabel 2xk adalah uji Kolmogorov-Smirnov.

    3. Penggabungan sel adalah langkah alternatif uji Chi Square untuk tabel selain 2x2

    dan 2xk sehingga terbentuk suatu tabel B dan K yang baru. Setelah dilakukan

    penggabungan sel, uji hipotesis dipilih sesuai dengan tabel B kali K yang baru

    tersebut (Sopiyudin Dahlan, 2008:19).

    Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antar variabel bebas dan variabel

    terikat maka digunakan koefisien korelasi. Pedoman untuk memberikan interpretasi

    terhadap koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.3.

    Tabel 3.3: Pedoman Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan 1. 0,00-0,199 Sangat lemah 2. 0,20-0,399 Lemah 3. 0,40-0,599 Sedang 4. 0,60-0,799 Kuat 5. 0,80-1,000 Sangat kuat

    Sumber: Sugiyono (2005:216).

  • 41

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Puskesmas Bandarharjo terletak di Jalan Cumi-cumi Raya Rt 7 Rw IV

    Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Wilayah kerja Puskesmas

    Bandarharjo meliputi Kelurahan Tanjungmas, Kelurahan Dadapsari, Kelurahan

    Bandarharjo, dan Kelurahan Kuningan. Menurut laporan tahunan Puskesmas

    Bandarharjo, penyakit ISPA selalu menduduki urutan pertama data 10 besar penyakit

    di 3 tahun terakhir setelah nyeri kepala dan dermatitis kontak. Sedangkan kelurahan

    yang paling banyak terdapat kejadian ISPA adalah Kelurahan Bandarharjo.

    Lokasi penelitian yaitu di wilayah Kelurahan Bandarharjo Kecamatan

    Semarang Utara Kota Semarang. Kelurahan Bandarharjo merupakan komplek

    pemukiman yang padat penduduk dengan jumlah 75.296 penduduk pada tahun 2011

    (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2011:1).

    Batas-batas wilayah Kelurahan Bandarharjo yaitu di sebelah utara berbatasan

    dengan Kelurahan Panggung Lor, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan

    Dadapsari, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tanjungmas, dan sebelah

    barat berbatasan dengan Kelurahan Kuningan.

    Kelurahan Bandarharjo terbagi dalam 12 rukun warga yang semuanya

    berpotensi menjadi sampel dalam penelitian. Pembagian kelas berdasarkan pada

    jumlah sampel minimal yaitu 91 dibagi banyaknya Rw yang ada di Kelurahan

    Bandarharjo yaitu 12 Rw diperoleh hasil 8 Rw. Distribusi sampel penelitian yaitu

  • 42

    Rw IV sebanyak 9 responden, Rw V sebanyak 14 responden, Rw VI sebanyak 16

    responden, Rw VII sebanyak 8 responden, Rw IX sebanyak 18 responden, Rw X

    sebanyak 11 responden, Rw XI sebanyak 7 responden, dan Rw XII sebanyak 8

    responden.

    4.2 Hasil Penelitian

    4.2.1 Analisis Univariat

    4.2.1.1 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin

    Tabel distribusi responden berdasarkan jenis kelamin merupakan matrik yang

    memuat jenis kelamin balita responden, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.1).

    Tabel 4.1: Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin No. Jenis kelamin Frekuensi Prosentase (%) 1 Laki-laki 40 44,0 2 Perempuan 51 56,0

    Total 91 100

    Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar responden

    mempunyai balita yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 51 responden

    (56,0%), sedangkan responden yang mempunyai balita yang berjenis kelamin laki-

    laki sebanyak 40 responden (44,0%).

    4.2.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur

    Tabel distribusi responden berdasarkan kelompok umur merupakan matrik

    yang memuat kelompok umur balita responden, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel

    4.2).

    Tabel 4.2: Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Umur No. Kelompok Umur Frekuensi Prosentase (%) 1 < 2 bulan 3 3,3 2 2 bulan- < 5 tahun 88 96,7

    Total 91 100

  • 43

    Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita responden

    berumur 2 bulan sampai < 5 tahun yaitu sebanyak 88 balita (96,7%) dan yang

    berumur kurang dari 2 bulan ada 3 balita (3,3%).

    4.2.1.3 Distribusi Responden berdasarkan Berat Badan

    Tabel distribusi responden berdasarkan berat badan merupakan matrik yang

    memuat berat badan balita responden, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.3).

    Tabel 4.3: Distribusi Responden berdasarkan Berat Badan No. Berat Badan Balita Frekuensi Prosentase (%) 1 3,9-8,9 kg 27 29,67 2 9,0-14,0 kg 47 51,65 3 14,1-19,0 kg 17 18,68

    Total 91 100

    Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita responden

    memiliki berat badan 9,0-14,0 kg yaitu sebanyak 47 balita (51,65%), sedangkan

    prosentase terendah yaitu balita responden yang memiliki berat badan 14,1-19,0 kg

    sebanyak 17 balita (18,68%).

    4.2.1.4 Distribusi Responden berdasarkan Status Kejadian ISPA

    Tabel distribusi responden berdasarkan status kejadian ISPA merupakan matrik

    yang memuat status kejadian ISPA balita responden, frekuensi, dan prosentasenya

    (Tabel 4.4).

    Tabel 4.4: Distribusi Responden berdasarkan Status Kejadian ISPA No. Status Kejadian ISPA Frekuensi Prosentase (%) 1 Ya 52 57,1 2 Tidak 39 42,9

    Total 91 100

    Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita responden

    pernah menderita ISPA sebanyak 52 balita (57,1%), sedangkan jumlah balita

    responden yang tidak pernah menderita ISPA sebanyak 39 balita (42,9%).

  • 44

    4.2.1.5 Distribusi Responden berdasarkan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga

    Tabel distribusi responden berdasarkan kebiasaan merokok anggota keluarga

    merupakan matrik yang memuat kebisaan merokok anggota keluarga, frekuensi, dan

    prosentasenya (Tabel 4.5).

    Tabel 4.5: Distribusi Responden berdasarkan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga No. Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Frekuensi Prosentase (%) 1 Ada 71 78 2 Tidak 20 22

    Total 91 100 Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar keluarga responden

    ada yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 71 responden (78%), sedangkan

    keluarga responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok sebanyak 20 responden

    (22%).

    4.2.1.6 Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Kamar

    Tabel distribusi frekuensi luas ventilasi kamar merupakan matrik yang memuat

    kriteria, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.6).

    Tabel 4.6: Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Kamar No. Kriteria Frekuensi Prosentase (%) 1 Tidak memenuhi syarat 71 78,0 2 Memenuhi syarat 20 22,0

    Total 91 100

    Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki luas

    ventilasi kamar yang tidak memenuhi syarat (kurang dari 10% luas lantai) sebanyak

    71 responden (78,0%) dan responden yang memiliki luas ventilasi kamar yang

    memenuhi syarat (lebih dari sama dengan 10% luas lantai) sebanyak 20 responden

    (22,0%).

  • 45

    4.2.1.7 Distribusi Frekuensi Pencahayaan Alami Kamar

    Tabel distribusi frekuensi pencahayaan alami kamar merupakan matrik yang

    memuat kriteria, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.7).

    Tabel 4.7: Distribusi Frekuensi Pencahayaan Alami Kamar No. Kriteria Frekuensi Prosentase (%) 1 Tidak memenuhi syarat 75 82,4 2 Memenuhi syarat 16 17,6

    Total 91 100

    Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki

    pencahayaan alami kamar yang tidak memenuhi syarat (kurang dari 60 Lux)

    sebanyak 75 responden (82,4%) dan responden yang memliki pencahayaan alami

    kamar yang memenuhi syarat (lebih dari atau sama dengan 60 Lux) sebanyak 16

    responden (17,6%).

    4.2.1.8 Distribusi Frekuensi Kelembaban Udara Kamar

    Tabel distribusi frekuensi kelembaban udara kamar merupakan matrik yang

    memuat kriteria, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.8).

    Tabel 4.8: Distribusi Frekuensi Kelembaban Udara Kamar No. Kriteria Frekuensi Prosentase (%) 1 Tidak memenuhi syarat 52 57,1 2 Memenuhi syarat 39 42,9

    Total 91 100

    Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki

    kelembaban udara kamar yang tidak memenuhi syarat (kurang dari 40%) sebanyak

    52 responden (57,1%) dan responden yang memliki kelembaban udara kamar yang

    memenuhi syarat (berkisar antara 40%-70%) sebanyak 39 responden (42,9%).

  • 46

    4.2.1.9 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Kamar

    Tabel distribusi frekuensi kepadatan hunian kamar merupakan matrik yang

    memuat kriteria, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.9).

    Tabel 4.9: Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Kamar No. Kriteria Frekuensi Prosentase (%) 1 Tidak memenuhi syarat 59 64,8 2 Memenuhi syarat 32 35,2

    Total 91 100

    Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kepadatan

    hunian kamar yang tidak memenuhi syarat (terdapat >2 orang per 8m2) sebanyak 59

    responden (64,8%) dan responden yang memliki kepadatan hunian kamar yang

    memenuhi syarat (terdapat 2 orang per 8m2) sebanyak 32 responden (35,2%).

    4.2.2 Analisis Bivariat

    Analisis ini untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel

    terikat yaitu variabel kondisi lingkungan fisik rumah yang meliputi luas ventilasi

    kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara kamar, kepadatan hunian

    kamar, dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita

    di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.

    4.2.2.1 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Luas Ventilasi Kamar

    Adapun untuk mengetahui hubungan antara luas ventilasi kamar dengan

    kejadian ISPA pada balita dapat dilihat dalam Tabel 4.10.

    Tabel 4.10: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Luas Ventilasi Kamar

    No Luas Ventilasi Kamar Kejadian ISPA pada Balita

    p Ya Tidak Total %

    N % N % 1 Tidak memenuhi syarat 46 64,8 25 35,2 71 100 0,005 2 Memenuhi syarat 6 30,0 14 70,0 20 100

    Total 52 57,1 39 42,9 91 100

  • 47

    Berdasarkan Tabel 4.10 terlihat bahwa dari 71 responden yang mempunyai

    luas ventilasi kamar yang tidak memenuhi syarat ada 46 balita responden yang

    menderita ISPA (64,8%) dan 25 balita responden yang tidak menderita ISPA

    (35,2%). Sedangkan dari 20 respond