6450407010.pdf
TRANSCRIPT
-
HUBUNGAN ANTARA KONDISI LINGKUNGAN RUMAH DAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA
DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN BANDARHARJO
KOTA SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
Diana Maryani R NIM. 6450407010
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
-
ii
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang Agustus 2012
ABSTRAK
Diana Maryani R. Hubungan antara Kondisi Lingkungan Rumah dan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. xiii + 61 halaman + 18 tabel + 6 gambar + 15 lampiran
Permasalahan dalam penelitian ini berdasarkan hasil survei bahwa Kelurahan Bandarharjo merupakan kelurahan yang paling banyak terdapat balita yang menderita ISPA menurut laporan Puskesmas Bandarharjo selama 3 tahun terakhir. Kelurahan Bandarharjo merupakan komplek pemukiman padat penduduk dengan jumlah penduduk sebesar 75.296 jiwa pada tahun 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang ada di Kelurahan Bandarharjo sejumlah 1.571 balita. Sampel yang diambil sejumlah 91 balita yang diperoleh dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan pengukuran (luas ventilasi kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara kamar, kepadatan hunian kamar). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik uji Chi Square dengan derajat kemaknaan (=0,05).
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi kamar (p value=0,005), kelembaban udara kamar (p value=0,000), kepadatan hunian kamar (p value=0,000),dan kebiasaan merokok anggota keluarga (p value=0,001) dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang. Dan tidak ada hubungan antara pencahayaan alami (p value=0,937) dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
Saran yang diajukan bagi Masyarakat Bandarharjo berdasarkan nilai Contingency Coefficient tertinggi dari variabel yang diteliti, adanya hubungan antara kelembaban udara dan kejadian ISPA pada balita menunjukkan tingkat keeratan sedang (CC=0,512) adalah menambah ventilasi alami sebagai sarana pertukaran udara dan diharapkan dapat mengurangi kelembaban udara dalam rumah.
Kata Kunci: Kondisi Lingkungan Rumah, Kebiasaan Merokok, ISPA Kepustakaan: 31 (1996-2012)
-
iii
Public Health Departement Sport Science Faculty
Semarang State University Agustus 2012
ABSTRACT
Diana Maryani R. The Relationship between The House Environment Condition and Smoking Habit Home Family Members with ISPA Incident which Attact Children under 5 Years Old in The Bandarharjo Village Semarang City. xiii + 61 pages + 18 tables + 6 pictures + 15 attachments
The problems in this study based on survey results that the Bandarharjo Village is the most villages there are many children who suffered from ISPA according to a report from Bandarharjo Health Center for 3 years. The Bandarharjo Village is a densely populated residential complex with a population of 75.296 inhabitants in 2011. The purpose of this study was to determine the relationship between the the house environment condition and smoking habit home family members with ISPA incident which attact children under 5 years old in the Bandarharjo Village Semarang City.
This type of research is to design a survey of analytical Cross Sectional. The population in this study were all young children in the Bandarharjo Village some 1571 childrens. Samples taken a total of 91 children who obtained using Cluster Random Sampling technique. Instruments used in this study is a questionnaire and measurement (area room ventilation, natural lighting room, room air humidity, the density of a room occupancy). The data obtained were analyzed using Chi Square test statistic with the confident interval ( = 0,05).
From the results of research and discussion can be concluded that there is a relationship between the area room ventilation (p value = 0,005), room air humidity (p value = 0,000), the density of room occupancy (p value = 0,000), and smoking habits of family members (p value = 0,001) with the ISPA incident which attact children under 5 years old in the Bandarharjo Village Semarang City. And there is no relationship between the natural lighting children room (p value = 0,937) with the ISPA incident which attact children under 5 years old in the Bandarharjo Village Semarang City.
Suggestions put forward for Bandarharjos society by value Contingency Coefficient highest of the variables studied, the relationship between relative humidity and the incidence of respiratory infection in infants showed moderate level of closeness (CC=0,512) is adding natural ventilation as a means of exchange is expected to reduce air and moisture in the air house.
Keywords: The House Environment Condition, Smoking Habit, ISPA References: 31 (1996-2012)
-
iv
-
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental
dan sosial, bukan semata-mata bebas dari penyakit dan cacat atau kelemahan
(Mukono, 2000:3).
PERSEMBAHAN:
Karya ini Ananda persembahkan
untuk:
1. Ayahnda (Tasrodik) dan Ibunda
(Rukiyah) sebagai Dharma Bakti
Ananda.
2. Almamaterku Unnes.
-
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul Hubungan antara
Kondisi Lingkungan Rumah dan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang, disusun
untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan bantuan berbagai pihak, dengan rendah
hati disampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang tahun 2011, Bapak Drs. Said Junaidi, M.Kes., atas surat
penetapan Dosen Pembimbing Skripsi.
2. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang tahun 2012, Bapak Drs. Tri Rustiadi, M.Kes., atas ijin
penelitian.
3. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Ibu Dr. dr. Hj. Oktia Woro KH.,
M.Kes., atas ijin penelitian.
4. Pembimbing I, Bapak Eram Tunggul Pawenang, S.KM., M.Kes., atas
bimbingan, arahan dan saran dalam penyelesaian skripsi.
5. Pembimbing II, Bapak Drs. Sugiharto, M.Kes., atas bimbingan, kritik dan saran
dalam penyelesaian skripsi.
6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Bapak dr. Widoyono, MPH., atas ijin
penelitian.
-
vii
7. Sekretaris Lurah Bandarharjo, Ibu Puji Winarni, atas ijin penelitian.
8. Ayahnda Tasrodik dan Ibunda Rukiyah, atas doa, cinta, ketulusan, pengorbanan,
dorongan dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Kakak Sih Astuti dan Adek Heri Setiawan, atas doa, ketulusan dan motivasinya
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
10. Keluargaku di Kqfa IR 30, Karisma FIK, Formasi IKM, atas doa, ukhuwah,
semangat dan motivasinya sehingga skirpsi ini dapat terselesaikan.
11. Sahabatku Itsna, Fitri, Avin, Mei, Linda, Lela, Riana, Mbak Dias, dan Iffah atas
motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
12. Teman diskusi (Mbak Isni, Uus, Isti, Andika, dan Titto), atas motivasi dalam
penyusunan skripsi ini.
13. Semua pihak yang terlibat, atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda
dari Allah SWT. Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan karya
selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Semarang, Agustus 2012
Penulis
-
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ................................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
ABSTRACT ............................................................................................................ iii
PENGESAHAN ..................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6
1.5 Keaslian Penelitian ........................................................................................ 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 11
2.1 Pengertian ISPA ............................................................................................ 11
2.2 Epidemiologi ................................................................................................. 11
2.3 Etiologi ISPA ................................................................................................. 13
-
ix
2.4 Etiologi Pneumonia berdasarkan Umur ......................................................... 13
2.5 Klasifikasi Penyakit ISPA ............................................................................. 14
2.6 Riwayat Alamiah Penyakit ISPA .................................................................. 16
2.7 Faktor Risiko Penyakit ISPA ......................................................................... 17
2.8 Merokok sebagai Faktor Risiko ..................................................................... 24
2.9 Kerangka Teori .............................................................................................. 26
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 27
3.1 Kerangka Konsep .......................................................................................... 27
3.2 Variabel Penelitian ........................................................................................ 27
3.3 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 27
3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel .................................. 28
3.5 Jenis dan Rancangan Sampel Penelitian ........................................................ 29
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 31
3.7 Sumber Data Penelitian ................................................................................. 33
3.8 Instrumen Penelitian ...................................................................................... 33
3.9 Teknik Perolehan Data .................................................................................. 37
3.10 Pelaksanaan Perolehan Data .......................................................................... 37
3.11 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................ 41
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................................. 41
4.2 Hasil Penelitian .............................................................................................. 42
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 51
5.1 Hubungan antara Luas Ventilasi Kamar dengan Kejadian ISPA pada Balita. 51
-
x
5.2 Hubungan antara Pencahayaan Alami Kamar dengan Kejadian ISPA pada Balita ..................................................................................................... 53 5.3 Hubungan antara Kelembaban Udara Kamar dengan Kejadian ISPA pada Balita ..................................................................................................... 54 5.4 Hubungan antara Kepadatan Hunian Kamar dengan Kejadian ISPA pada Balita .................................................................................................... 55 5.5 Hubungan antara Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dengan ISPA pada Balita ..................................................................................................... 56 5.6 Keterbatasan Penelitian ................................................................................. 57 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 58
6.1 Simpulan ........................................................................................................ 58
6.2 Saran ......................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 59
LAMPIRAN ........................................................................................................... 62
-
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1: Keaslian Penelitian ............................................................................... 7
Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ......................... 28
Tabel 3.2: Distribusi Sampel Penelitian ................................................................ 32
Tabel 3.3: Pedoman Interpretasi terhadap Koefisien dan Korelasi ....................... 40
Tabel 4.1: Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin ............................... 42
Tabel 4.2: Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Umur ........................... 42
Tabel 4.3: Distribusi Responden berdasarkan Berat Badan .................................. 43
Tabel 4.4: Distribusi Responden berdasarkan Status Kejadian ISPA ................... 43
Tabel 4.5: Distribusi Responden berdasarkan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga ............................................................................................... 44 Tabel 4.6: Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Kamar ......................................... 44
Tabel 4.7: Distribusi Frekuensi Pencahayaan Alami Kamar ................................ 45
Tabel 4.8: Distribusi Frekuensi Kelembaban Udara Kamar ................................. 45
Tabel 4.9: Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Kamar .................................. 46
Tabel 4.10: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Luas Ventilasi Kamar .......... 46
Tabel 4.11: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Pencahayaan Alami Kamar .. 47 Tabel 4.12: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Kelembaban Udara Kamar .. 48 Tabel 4.13: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Kepadatan Hunian Kamar.... 49 Tabel 4.14: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga ............................................................................................... 49
-
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1: Kerangka Teori................................................................................... 26
Gambar 3.1: Kerangka Konsep ............................................................................... 27
Gambar 3.2: Skema Rancangan Penelitian Cross Sectional ................................... 30
Gambar 3.3: Rollmeter ............................................................................................ 34
Gambar 3.4: Luxmeter ............................................................................................ 35
Gambar 3.5: Hygrometer ........................................................................................ 36
-
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1: Surat Tugas Pembimbing ................................................................ 62
Lampiran 2: Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kepala Kesbangpolinmas Kota Semarang ................................................................................ 63 Lampiran 3: Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kepala Laboratorium Jurusan IKM UNNES ...................................................................... 64 Lampiran 4: Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kepala Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang ............................................................ 65 Lampiran 5: Surat Keterangan Selesai Penelitian oleh Sekretaris Lurah Bandarharjo ..................................................................................... 66 Lampiran 6: Kuesioner Penelitian ........................................................................ 67
Lampiran 7: Data Mentah Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner ...................... 70
Lampiran 8: Karakteristik Responden ................................................................. 71
Lampiran 9: ISPA dan Kebiasaan Merokok ........................................................ 74
Lampiran 10: Data Pengukuran ............................................................................. 77
Lampiran 11: Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner .................................. 80
Lampiran 12: Hasil Analisis Univariat .................................................................. 82
Lampiran 13: Hasil Analisis Bivariat ..................................................................... 84
Lampiran 14: Daftar Guide Pengisian Kuesioner .................................................. 89
Lampiran 15: Dokumentasi Penelitian ................................................................... 90
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan investasi untuk keberhasilan
pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara
menyeluruh dan berkesinambungan. Tujuan Sistem Kesehatan Nasional adalah
terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik
masyarakat, swasta maupun pemerintah secara sinergis, berhasil-guna dan berdaya-
guna, sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
(Departemen Kesehatan RI, 2009:21).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab
kematian pada anak di negara berkembang. Hampir semua kasus kematian karena
ISPA pada anak adalah ISPA bagian bawah terutama pneumonia. ISPA bagian atas
hanya sedikit yang mengakibatkan kematian tetapi dapat mengakibatkan sejumlah
kecacatan (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009:19).
Di negara berkembang, penyakit pneumonia merupakan merupakan 25%
penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari dua bulan.
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa
morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,4% dan pada balita sebesar
40,6%, sedangkan angka mortalitas pada bayi akibat pneumonia sebesar 24% dan
pada balita sebesar 36% (Widoyono, 2008:156).
Di Indonesia ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama
karena angka kejadian ISPA menduduki urutan pertama kemudian penyakit TBC.
-
2
Berdasarkan hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan
di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh
tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih
tinggi daripada di desa (Widoyono, 2008:156).
Menurut Djoko Wahyono dkk, program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA
oleh pemerintah dimaksudkan untuk penanggulangan pneumonia pada balita.
Episode penyakit batuk pilek pada anak usia dibawah lima tahun (balita) di Indonesia
diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali setiap tahun. Berdasarkan laporan angka
kematian balita karena pneumonia di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 6 kasus per
1000 balita pada tahun 2000 (Djoko Wahyono dkk, 2008:20).
Kematian ibu, bayi, dan balita merupakan salah satu parameter derajat
kesehatan suatu negara. Penyakit ISPA juga merupakan masalah kesehatan utama di
Jawa Tengah. Berdasarkan survei kematian balita tahun 2005, kematian balita
sebagian besar disebabkan karena pneumonia (23,6%). Berdasarkan SKRT 2001
angka kematian bayi usia
-
3
Menurut laporan tahunan Puskesmas Bandarharjo, penyakit ISPA selalu
menduduki urutan pertama data 10 besar penyakit di 3 tahun terakhir setelah nyeri
kepala dan dermatitis kontak. Sedangkan kelurahan yang paling banyak terdapat
kejadian ISPA adalah Kelurahan Bandarharjo.
Secara umum ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi
pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan hunian rumah.
Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A,
dan status imunisasi. Sedangkan faktor perilaku berhubungan dengan pencegahan
dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek
penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota
keluarga lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2001:19).
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain sandang dan
pangan, sehingga rumah harus sehat agar penghuninya dapat bekerja secara
produktif. Konstruksi rumah dan lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan merupakan faktor risiko sebagai sumber penularan berbagai penyakit,
khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) yang dilaksanakan tahun 1995 penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) yang merupakan penyebab kematian terbanyak kedua erat
kaitannya dengan kondisi sanitasi perumahan yang tidak sehat (Soedjajadi Keman,
2005:39).
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.829/Menkes/SK/VII/1999, rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok
manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk
-
4
berlindung dari gangguan iklim dan makhluk lainnya, serta tempat perkembangan
kehidupan keluarga. Kondisi fisik rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi
standar kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit,
termasuk ISPA (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2005:1).
Faktor lingkungan juga dapat disebabkan dari pencemaran udara dalam rumah
seperti asap rokok. Kebiasaan kepala keluarga yang merokok di dalam rumah dapat
berdampak negatif bagi anggota keluarga khususnya balita. Salah satu prioritas
masalah dalam 16 indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah perilaku
merokok. Menurut laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2009,
perilaku anggota rumah tangga yang tidak merokok baru mencapai 33% dan 67%
tumah tangga belum bebas rokok (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009:97).
Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO), tidak kurang dari
900.000.000 (84%) perokok sedunia hidup di negara-negara berkembang atau
transisi ekonomi termasuk di Indonesia. Indonesia menempati urutan ketiga
terbanyak jumlah perokok yang mencapai 146.860.000 jiwa. The Tobacco Atlas
mencatat, ada lebih dari 10 juta batang rokok diisap setiap menit, setiap hari, di
seluruh dunia oleh satu miliar laki-laki, dan 250 juta perempuan (Evy Rachmawati,
2008:2).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 presentase penduduk umur 10 tahun keatas
23,7% merokok setiap hari; 5,5% merokok kadang-kadang; 3,0% adalah mantan
perokok; dan 67,8% bukan perokok. Menurut karakteristik responden, presentase
penduduk yang merokok setiap hari yang nilainya cukup tinggi adalah pada
kelompok umur produktif (25-64 tahun) dengan rentang antara 29% sampai 32% dan
hampir separuh penduduk laki-laki merokok setiap hari (45,8%) (Departemen
Kesehatan RI, 2009:21).
-
5
Survei awal pada perumahan di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang
Utara menunjukkan kondisi lingkungan rumah yang pencahayaan alami dan
kelembaban udaranya bervariasi dan merupakan komplek pemukiman yang padat
penduduk dengan jumlah 75.296 penduduk pada tahun 2011 (Dinas Kesehatan Kota
Semarang, 2011:1).
Berdasarkan uraian diatas maka, judul penelitian ini adalah Hubungan antara
kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian
ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Adakah hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada balita di
Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang?
2. Adakah hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA pada
balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang?
3. Adakah hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA pada
balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang?
4. Adakah hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada
balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang?
5. Adakah hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian
ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada
balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
-
6
2. Mengetahui hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA
pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
3. Mengetahui hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA
pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
4. Mengetahui hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada
balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
5. Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan
kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah:
1.4.1 Untuk Puskesmas Bandarharjo
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Puskesmas
Bandarharjo khususnya di bidang tatalaksana P2 ISPA dan bidang pengelola
program kesehatan lingkungan tentang data hasil penelitian yang meliputi luas
ventilasi kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara kamar, kepadatan
hunian kamar, dan kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita
ISPA.
1.4.2 Untuk Masyarakat Kelurahan Bandarharjo
Manfaat hasil penelitian ini adalah dapat memperoleh informasi mengenai
hubungan antara luas ventilasi kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara
kamar, kepadatan hunian kamar, dan kebiasaan merokok anggota keluarga pada
balita yang dengan kejadian ISPA.
1.4.3 Untuk Peneliti
Manfaat untuk peneliti adalah mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan
rumah (meliputi luas ventilasi kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara
-
7
kamar, dan kepadatan hunian kamar) dan kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA
pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
1.4.4 Untuk Mahasiswa IKM
Manfaat hasil penelitian ini adalah dapat menambah pengetahuan dan wacana
serta dapat dijadikan sebagai referensi pada penelitian berikutnya yang ada
hubungannya dengan penelitian ini dan dapat menambah kepustakaan dalam
pengembangan ilmu kesehatan masyarakat.
1.5 Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian ini merupakan matrik yang memuat tentang judul
penelitian, nama peneliti, tahun dan tempat penelitian, rancangan penelitian, variabel
yang diteliti dan hasil yang diteliti dengan membandingkan dua penelitian
sebelumnya (Tabel 1.1).
Tabel 1.1: Keaslian Penelitian
No Judul Penelitian Nama
Peneliti Tahun Rancangan Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)1. Hubungan
kondisi lingkungan fisik rumah terhadap kejadian ISPA pada balita di keluarga pembuat gula aren Desa Pandanarum dan Desa Beji Kecamatan
Yunita Ringgih
2007 Jenis penelitian adalah explanatory research dengan rancangan cross sectional.
Variabel bebas: pencahaya-an,ventilasi, lantai, dinding, atap, dapur, kepadatan hunian. Variabel terikat: kejadian ISPA pada balita.
Ada hubungan antara pencaha-yaan alami kamar balita, pencaha-yaan alami ruang keluarga, luas ventilasi kamar balita, luas ventilasi
-
8
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Pandanarum
Kabupaten Banjarnega-ra Tahun 2007.
ruang keluarga, lantai, asap dapur, kepadatan penghuni rumah, dengan kejadian ISPA pada balita. Tidak ada hubungan antara dinding, atap, dan letak dapur, luas dapur dengan kejadian ISPA pada balita.
2.
Hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Jekulo Kudus.
Safitri Liana
2009
Jenis penelitian adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional.
Variabel bebas: dinding, lantai, langit-langit, asap dapur, kepadatan hunian tidur balita, pencaha-yaan, ventilasi. Variabel terikat: kejadian ISPA pada balita.
Ada hubungan antara langit-langit, kepadatan hunian tidur, asap dapur, dan ventilasi kamar tidur balita dengan kejadian ISPA dan tidak ada hubungan antara jenis dinding dan lantai
Lanjutan (Tabel 1.1)
-
9
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) dengan
kejadian ISPA pada balita.
3. Hubungan antara Kondisi Lingkungan rumah dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang
Diana Maryani
2012 Observasi dengan desain penelitian cross sectional
Variabel bebas: kondisi lingkungan rumah (luas ventilasi kamar, pencahaya-an alami kamar, kelembaban udara kamar, dan kepadatan hunian kamar) dan kebiasaan merokok anggota keluarga. Variabel terikat: ISPA pada balita.
Ada hubungan antara luas ventilasi kamar, kelemba-ban udara kamar, kepadatan hunian kamar dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandar-harjo Kota Semarang. Tidak ada hubungan antara pencaha-yaan alami kamar balita dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandar-harjo Kota Semarang.
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah:
Lanjutan (Tabel 1.1)
-
10
1. Penelitian ini mengenai hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan
kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di
Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
2. Variabel bebas yang diduga berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita
selain kondisi lingkungan rumah (luas ventilasi kamar, pencahayaan alami
kamar, kelembaban udara kamar, dan kepadatan hunian kamar) juga kebiasaan
merokok anggota keluarga yang balitanya menderita ISPA.
3. Penelitian ini menggunakan observasi dengan desain penelitian cross sectional.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 13 Juli-20 Juli tahun 2012.
1.6.3 Ruang Lingkup Materi
Materi dalam penelitian ini adalah kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan
merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita.
-
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ISPA
Menurut Departemen Kesehatan RI (2009:4) ISPA adalah infeksi saluran
pernapasan akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran
pernapasan mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Pengertian ISPA menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2002 (dalam Triska
Susila dan Lilis, 2005:46) adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai
dengan gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan lendir yang berlangsung
sampai dengan 14 hari.
Sedangkan pneumonia adalah infeksi alat yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) dan mempunyai gejala batuk, sesak napas, ronki, dan infiltrat pada foto
rontgen. Terjadinya pneumonia pada anak sering bersamaan dengan terjadinya
proses infeksi akut pada bronkus yang disebut Bronko Pneumonia (Departemen
Kesehatan RI, 2009:4).
2.2 Epidemiologi
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek
pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun),
artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali
setahun. Berdasarkan hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka
kesakitan di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin
-
12
disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di
kota yang lebih tinggi daripada di desa (Widoyono, 2008:156).
Di negara berkembang, penyakit pneumonia merupakan merupakan 25%
penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari dua bulan.
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa
morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,4% dan pada balita sebesar
40,6%, sedangkan angka mortalitas pada bayi akibat pneumonia sebesar 24% dan
pada balita sebesar 36%. Sedangkan hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan bahwa
angka mortalitas pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki urutan pertama sebesar
36%, dan angka mortalitas pada balita menduduki urutan kedua sebesar 13%
(Widoyono, 2008:156).
Menurut UNICEF dan WHO (dalam Cissy B. Kartasasmita) pneumonia
merupakan pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major forgotten killer of
children). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan campak. Setiap tahun,
lebih dari dua juta anak meninggal karena pneumonia, artinya 1 dari 5 orang balita
meninggal di dunia. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering,
terutama di negara dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat
pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least
developed). Jumlah kematian tertinggi terjadi di daerah Sub Sahara yang mencapai
1.022.000 kasus per tahun dan di Asia Selatan mencapai 702.000 kasus per tahun
(Cissy B. Kartasasmita, 2010:22).
Menutut laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di Asia
Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per empat kasus
-
13
pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara. Indonesia merupakan
salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki peringkat ke-6 dengan
jumlah kasus sebanyak 6 juta (WHO, 2006:11).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen
Kesehatan tahun 1992, 1995, dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai
kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki peringkat ke-2
sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki peringkat
ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus (Cissy B. Kartasasmita, 2010:23).
2.3 Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Bakteri penyebab
ISPA antara lain Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenza. Virus penyebab ISPA antara
lain Influenza, Adenovirus, dan Sitomegalovirus. Jamur yang dapat menyebabkan
ISPA antara lain Aspergillus sp., Candida albicans, dan Histoplasma. Sedangkan
aspirasi lain yang juga dapat menjadi penyebab ISPA adalah makanan, asap
kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak) biasanya minyak tanah, cairan
amnion pada saat lahir, dan benda asing seperti biji-bijian (Widoyono, 2008:156).
2.4 Etiologi Pneumonia berdasarkan Umur
Pada bayi yang baru lahir, pneumonia sering terjadi karena aspirasi, infeksi
virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif seperti Coli,
TORCH, Streptococcus, dan Pneumococcus. Pada bayi, pneumonia biasanya
disebabkan oleh berbagai virus antara lain Adenovirus, Coxsackie, Parainfluenza,
-
14
Influenza A or B, Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan bakteri yaitu B.
Streptococci, E.coli, P. Aeruginosa, Klebsiella, S. Pneumoniae, S. Aureus, dan
Chlamydia (Cissy B. Kartasasmita, 2010:23).
Pneumonia pada batita dan anak pra sekolah disebabkan oleh virus yaitu
Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu S. Pneumoniae,
Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphylococcus aureus, dan Chlamydia.
Pada anak usia sekolah dan remaja pneumonia disebabkan oleh virus yaitu Adeno,
Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu S. Pneumoniae,
Streptococcus A, dan Mycoplasma (Cissy B. Kartasasmita, 2010:23).
2.5 Klasifikasi Penyakit ISPA
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada umumnya
menunjukkan gejala-gejala seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan, kesulitan
bernapas, demam, dan sakit telinga (Safitri Liana, 2009:17). Penentuan klasifikasi
penyakit ISPA dapat dibedakan atas 2 kelompok yaitu:
2.5.1 Kelompok untuk umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun
Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun klasifikasi dibagi
atas pneumonia berat, pneumonia, dan batuk bukan pneumonia.
2.5.1.1 Pneumonia berat
Terjadi bila disertai napas cepat dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam waktu menarik napas, dengan catatan dalam pemeriksaan anak harus tenang
dan tidak menangis.
2.5.1.2 Pneumonia
Terjadi bila hanya disertai napas cepat dengan batasan umur 2 bulan sampai
umur kurang dari 1 tahun sebanyak 50 kali per menit atau lebih, sedangkan untuk
umur 1 tahun sampai umur kurang dari sama dengan 5 tahun sebanyak 40 kali per
menit atau lebih.
-
15
2.5.1.3 Bukan pneumonia
Terjadi bila tidak ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan tidak
menimbulkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (batuk pilek
biasa). Sedangkan tanda hanya untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, dan gizi buruk.
2.5.2 Kelompok untuk umur kurang dari 2 bulan
Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan klasifikasi dibagi atas pneumonia
berat dan batuk bukan pneumonia. Dalam pendekatan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) klasifikasi pada kelompok umur kurang dari 2 bulan adalah infeksi
bakteri sistemik dan infeksi bakteri lokal.
2.5.2.1 Klasifikasi pneumonia berat
Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernafas disertai tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) pada anak
umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.
Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan klasifikasi pneumonia berat
ditandai dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) kuat atau
adanya nafas cepat lebih atau sama dengan 60 kali per menit.
2.5.2.2 Klasifikasi pneumonia
Klasifikasi pneumonia ini didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernafas disertai adanya nafas cepat. Batas nafas cepat pada anak umur 2 bulan
sampai
-
16
2.5.2.3 Klasifikasi batuk bukan pneumonia
Klasifikasi batuk bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita
dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak
menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian
klasifikasi batuk bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar
pneumonia seperti batuk pilek (common cold, pharyngitis, tonsilitis, otitis).
2.6 Riwayat Alamiah Penyakit ISPA
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1996 riwayat alamiah penyakit ISPA
pada tahap awal dimulai interaksi bibit penyakit dengan tubuh penjamu, dan tubuh
penjamu berusaha untuk mengeluarkan, membatasi atau membasmi bibit penyakit
tersebut melalui mekanisme pertahanan tubuh baik sistemik maupun lokal.
Virus merupakan penyebab utama ISPA yang menginfeksi mukosa, hidung,
trachea, dan bronkus. Infeksi virus akan menyebabkan mukosa membengkak dan
menghasilkan banyak lendir, jika pembengkakan tersebut tinggi maka akan
menghambat aliran udara melalui pipa-pipa pada saluran pernapasan. Jika seseorang
batuk merupakan tanda bahwa paru-paru tersebut sedang berusaha mendorong lendir
keluar, dan membersihkan pipa saluran pernapasan.
Penderita akan menularkan kuman penyakit kepada orang lain melalui udara
pernapasan atau percikan ludah. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada di udara
akan terhirup oleh orang yang berada di sekitarnya dan masuk ke dalam saluran
pernapasan, dari saluran pernapasan akan menyebar ke seluruh tubuh. Apabila orang
terinfeksi maka akan rentan terkena ISPA, ditambah jika kelembaban dan suhu
kamar tinggi yang merupakan faktor pemicu pertumbuhan dan perkembangan
bakteri, virus, dan jamur penyebab ISPA (Departemen Kesehatan RI, 1996:8).
-
17
2.7 Faktor Risiko Penyakit ISPA
Menurut Departemen Kesahatan RI (2001:2) secara umum terdapat 3 (tiga)
faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, dan
faktor perilaku.
2.7.1 Faktor Lingkungan
2.7.1.1 Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan
konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan
memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan
ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur,
ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi
dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama ibunya sehingga dosis
pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara,
diantaranya ada peningkatan risiko bronchitis, pneumonia pada anak yang tinggal di
daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6
10 tahun.
2.7.1.2 Luas Ventilasi
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari
ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Menyuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang
optimum bagi pernapasan.
2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat
pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
3. Menyuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
-
18
4. Menyuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi,
evaporasi ataupun keadaan eksternal.
6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.
Ada dua macam ventilasi, yaitu:
1. Ventilasi alamiah yang dapat mengalirkan udara ke dalam ruangan secara alamiah
misalnya jendela, pintu, lubang angin, dan lubang-lubang pada dinding.
2. Ventilasi buatan yang menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara ke
dalam rumah, misalnya kipas angin, dan mesin pengisap udara (Soekidjo
Notoatmodjo, 2003:150).
Luas ventilasi penting untuk suatu rumah karena berfungsi sebagai sarana
untuk menjamin kualitas dan kecukupan sirkulasi udara yang keluar dan masuk
dalam ruangan. Luas ventilasi yang kurang dapat menyebabkan suplai udara segar
yang masuk ke dalam rumah tidak tercukupi dan pengeluaran udara kotor ke luar
rumah juga tidak maksimal. Dengan demikian, akan menyebabkan kualitas udara
dalam rumah menjadi buruk (Retno Widyaningtyas dkk, 2004:35).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999
tentang peraturan rumah sehat menetapkan bahwa luas ventilasi alamiah yang
permanen minimal adalah 10% dari luas lantai. Ventilasi yang memenuhi syarat
dapat menghasilkan udara yang nyaman dengan temperatur 220C dan kelembaban
50-70% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2005:4).
2.7.1.3 Pencahayaan
Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.
-
19
2.7.1.4 Kualitas udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut.
1. Suhu udara nyaman berkisar 180-300 Celcius.
2. Kelembaban udara berkisar antara 40%-70%.
3. Konsentrasi gas CO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.
4. Pertukaran udara=5 kaki kubik per menit per penghuni.
5. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3.
2.7.1.5 Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian dalam rumah menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, kepadatan
hunian ruang tidur minimal luasnya 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2
orang kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut diharapkan
dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat
tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada.
2.7.2 Faktor individu anak
2.7.2.1 Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan
oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap
usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 12 bulan.
2.7.2.2 Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai
risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal,
-
20
terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan
kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama
pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan
dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini
menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan,
pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan
lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan,
tetapi mengalami lebih berat infeksinya.
2.7.2.3 Status gizi
Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak dipengaruhi oleh umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya,
kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari anak itu
sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri:
berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk
terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan
antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering
mendapat pneumonia. Selain itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya
campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak
terhadap infeksi.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan
balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit
-
21
infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah
terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama.
2.7.2.4 Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU
vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang
mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah
mendapatkannya adalah sebagai risiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada
kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan
menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada
dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit
dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, maka dapat diharapkan
adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang
tidak terlalu singkat.
Oleh karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi secara
berkala terhadap anak-anak prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan
terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu
meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap anak Indonesia sehingga
mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang baik.
2.7.2.5 Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat
kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar
-
22
kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan
cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk
mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi
lengkap.
Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA
dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara
yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan
pertusis. Pemberian imunisasi campak efektif mencegah 11% kematian pneumonia
balita dan imunisasi pertusis mencegah 6% kematian pneumonia pada balita.
2.7.3 Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada
bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang
dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu
dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa
anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap
anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga dan masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting
karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat
atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena
penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang
sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit
ISPA ini ketika anaknya sakit.
-
23
Keluarga juga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini
pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan
kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat.
Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga
dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila
praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang atau buruk akan
berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.
Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan
menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita, tindakan yang
segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, dan pencarian
pertolongan pada pelayanan kesehatan.
Menurut Cissy B. Kartasasmita (2010:23) faktor risiko adalah faktor atau
keadaan yang mengakibatkan seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya
menjadi berat. Berbagai faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian, beratnya
penyakit, dan kematian karena pneumonia, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi
buruk memperbesar risiko), pemberian ASI (ASI eksklusif mengurangi risiko),
suplementasi vitamin A (mengurangi risiko), suplementasi zinc (mengurangi risiko),
bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko), dan polusi udara dalam kamar
terutama asap rokok dan bakaran dari dapur (meningkatkan risiko).
2.7.4 Tingkat Pendidikan Ibu yang Rendah
Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial
yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
-
24
(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal
(Achmad Munib dkk, 2004:33).
Dalam Juli Soemirat Slamet (2002:87), menyatakan bahwa kualitas pendidikan
berbanding lurus dengan pencegahan penyakit. Demikian juga dengan pendapatan,
kesehatan lingkungan, dan informasi yang dapat diperoleh tentang kesehatan.
Semakin rendah pendidikan ibu, semakin tinggi prevalensi ISPA pada balita (Cissy
B. Kartasasmita, 2010:24).
2.7.5 Tingkat Sosial Ekonomi yang Rendah
Bayi yang lahir di keluarga yang tingkat sosial ekonominya rendah maka
pemenuhan kebutuhan gizi dan pengetahuan tentang kesehatannya juga rendah
sehingga akan mudah terjadi penularan penyakit termasuk ISPA (Juli Soemirat
Slamet, 2002:13).
2.8 Merokok sebagai Faktor Risiko
Tembakau sebagai bahan baku pembuatan rokok berada pada peringkat
pertama penyebab kematian yang dapat dicegah di dunia. Tembakau menyebabkan
satu dari 10 kematian orang dewasa di seluruh dunia, dan mengakibatkan 5,4 juta
kematian pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata terjadi satu
kematian setiap 6,5 detik. Jika hal itu terus berlanjut, maka diperkirakan kematian
pada tahun 2020 akan mendekati dua kali jumlah kematian saat ini (Evy
Rachmawati, 2008:2).
Merokok merupakan salah satu faktor risiko penting untuk beberapa penyakit,
diantaranya batuk menahun, penyakit menahun seperti penyakit paru obstruktif
menahun (PPOM), bronkhitis, dan empisema, ulkus peptikum, infertiliti, gangguan
-
25
kehamilan, artherosklerosis sampai penyakit jantung koroner, beberapa jenis kanker
seperti kanker mulut, kanker paru, dan kanker sistem pernapasan lainnya (Buston,
2007:209).
Variabel merokok sebagai variabel independen dalam suatu penelitian
mempunyai variasi yang cukup luas dalam kaitannya dengan dampak yang
diakibatkannya. Oleh karena itu, paparan rokok perlu diidentifikasi selengkapnya
dari berbagai segi diantaranya:
1. Jenis perokok: perokok aktif atau perokok pasif
2. Jumlah rokok yang dihisap: dalam satu batang, bungkus, atau pak perhari.
3. Jenis rokok yang dihisap: keretek, cerutu atau rokok putih, pakai filter atau tidak.
4. Cara menghisap rokok: menghisap dangkal, di mulut saja atau isap dalam.
5. Alasan mulai merokok: sekedar ingin hebat, ikut-ikutan, kesepian, pelarian,
sebagai gaya, meniru orang tua.
6. Umur mulai merokok: sejak umur 10 tahun atau lebih.
Berdasarkan hal tersebut jenis perokok juga dapat dibagi atas perokok ringan
sampai berat, diantaranya:
1. Perokok ringan jika merokok kurang dari 10 batang per hari.
2. Perokok sedang jika menghisap rokok antara 10-20 batang per hari.
3. Perokok berat jika merokok lebih dari 20 batang per hari.
Dalam melakukan aksinya, rokok bisa menjadi lebih agresif bila ditemani
faktor-faktor lain. Interaksi rokok dengan asbes dapat memberikan peningkatan
sepuluh kali terjadinya kanker paru. Rokok dan hipertensi akan meningkat 2 kali
lipat untuk penyakit jantung koroner (Buston, 2007:210).
-
26
2.9 Kerangka Teori
Berdasarkan hasil penelaah kepustakaan dan mengacu pada konsep dasar
tentang faktor risiko penyakit ISPA, maka kerangka teoritis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut (Gambar 2.1).
Gambar 2.1: Kerangka Teori Sumber: Menkes RI No.829; Depkes RI, 2001; Buston, 2007:210-211.
Faktor individu anak:
1. Umur anak 2. BBL 3. Status gizi 4. Vitamin A 5 Status imunisasi
ISPA
Mikroorganisme Faktor perilaku:
1. Praktek penanganan ISPA di keluarga
2. Kebiasaan merokok anggota keluarga
Faktor Lingkungan:
1. Pencemaran udara dalam rumah
2. Luas ventilasi 3. Pencahayaan alami 4. Kualitas udara
*Kelembaban udara
5. Kepadatan hunian h
Faktor lain:
1. Pendidikan ibu 2. Status sosio-ekonomi
keluarga
Faktor Resiko ISPA
-
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan (Gambar 3.1).
Gambar 3.1: Kerangka Konsep
3.2 Variabel Penelitian
Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah:
3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah luas ventilasi kamar, pencahayaan
alami kamar, kelembaban udara kamar, kepadatan hunian kamar, dan kebiasaan
merokok anggota keluarga.
3.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian ISPA pada balita.
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Soekidjo
Notoatmodjo, 2005:72). Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada balita di
Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
Variabel Terikat
Kejadian ISPA
pada balita
Variabel Bebas
1. Luas ventilasi kamar 2. Pencahayaan alami kamar 3. Kelembaban udara kamar 4. Kepadatan hunian kamar 5. Kebiasaan merokok anggota
keluarga
-
28
2. Ada hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA pada balita
di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
3. Ada hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA pada balita
di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
4. Ada hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada balita
di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA
pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Definisi operasional pada penelitian ini memberikan penjelasan dan batasan
mengenai variabel yang akan diteliti (Tabel 3.1).
Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
No Variabel Definisi Operasional Cara
Pengukuran Kategori Skala
(1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ISPA
Penyakit infeksi saluran pernapasan yang bersifat akut dengan adanya batuk, pilek, serak, demam, baik disertai maupun tidak disertai napas cepat atau sesak napas, yang berlangsung sampai 14 hari.
Kuesioner 1. Penderita ISPA.
2. Bukan penderita
ISPA.
Nominal
2.
Luas ventilasi kamar
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen dengan luas minimal 10% dari luas lantai
Pengukuran dengan rollmeter.
1. Tidak memenuhi syarat, apabila luas ventilasi
-
29
(1) (2) (3) (4) (5) (6) 2. Memenu-
hi syarat, apabila luas ventilasi 10% luas lantai
3. 4. 5.
Pencaha-yaan alami kamar Kelemba-ban udara kamar Kepada-tan hunian kamar
Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan. Kualitas udara dalam rumah yang berkisar antara 40-70%. Ruangan yang digunakan untuk tidur, tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur
Pengukuran dengan Luxmeter Pengukuran dengan Hygrometer Membagi antara luas kamar (mengguna-kan rollmeter) dengan jumlah anggota keluarga
1. Tidak memenuhi syarat apabila 2 orang per 8m2).
2. Tidak padat (bila terdapat 2orang per 8m2).
Ordinal Ordinal Ordinal
6. Kebiasa-an merokok anggota
Apabila ada seorang anggota keluarga atau lebih yang menghisap
Kuesioner 1. Ada (bila terdapat seorang atau lebih
Ordinal
Lanjutan (Tabel 3.1)
-
30
(1) (2) (3) (4) (5) (6) keluarga. rokok dalam
rumah. Kuesioner dalam
rumah) 2. Tidak ada
(bila tidak terdapat perokok dalam rumah).
3.5 Jenis dan Rancangan Sampel Penelitian
Jenis dan rancangan sampel pada penelitian ini adalah penelitian survei analitik
dengan rancangan cross sectional yaitu suatu penelitian dimana variabel yang
termasuk faktor risiko dan variabel yang termasuk efek diobservasi secara bersama
pada waktu yang sama (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:148). Rancangan penelitian
cross sectional dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.2: Skema Rancangan Penelitian Cross Sectional
Sumber: Soekidjo Notoatmodjo, 2005:148
Berdasarkan skema rancangan tersebut, maka langkah penelitian Cross
Sectional adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi variabel-veriabel penelitian (faktor risiko dan efek).
2. Menetapkan obyek penelitian (populasi dan sampel).
3. Melakukan observasi atau pengukuran variabel yang merupakan faktor risiko dan
efek sekaligus berdasarkan status keadaan variabel pada saat itu (pengumpulan
data).
Faktor Risiko + Faktor Risiko
Efek -Efek + Efek - Efek +
Populasi (sampel)
Lanjutan (Tabel 3.1)
-
31
4. Melakukan analisis korelasi dengan cara membandingkan proporsi antar
kelompok-kelompok hasil observasi (pengukuran).
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian
3.6.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2005:56).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang ada di Kelurahan
Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara yaitu 1.571 balita dari 12 Rw.
3.6.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan subyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:79). Sampel
dalam penelitian ini adalah balita di Kelurahan Bandarharjo berdasarkan besar
sampel minimal. Sedangkan respondennya adalah ibu balita.Besar sampel minimal
yang dibutuhkan ditentukan dengan rumus Lameshow:
Keterangan:
n = Besar sampel
N = Besar populasi
Z21-/2= Tingkat kemaknaan yang dikehendaki
P = Estimasi proporsi populasi
d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki
Dengan Z21-/2 = 1,96, p = 50%, d = 0,1 dan N = 1.543
-
32
Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel minimal dapat diperoleh
sebesar 91 responden.
3.6.3 Metode Perolehan Sampel
Pada penelitian ini metode perolehan sampel yang digunakan adalah perolehan
sampel acak berkelas (Cluster Random Sampling) dimana suatu kelompok dari
subyek atau kesatuan analisis yang berdekatan satu dengan yang lain secara
geografik (Ahmad Watik Pratiknya, 2004:64).
Pembagian kelas berdasarkan pada jumlah sampel minimal yaitu 91 responden
dibagi banyaknya Rw dalam Kelurahan Bandarharjo yaitu 12 Rw diperoleh hasil 8
Rw. Distribusi sampel penelitian dengan teknik random dapat dilihat pada tabel
distribusi sampel penelitian (Tabel 3.2).
Tabel 3.2: Distribusi Sampel Penelitian No. Rw Populasi Rw Perhitungan Sampel
1. IV 85 9
2. V 140 14
3. VI 163 16
4. VII 82 8
5. IX 173 18
6. X 109 11
7. XI 71 7
8. XII 76 8
Total 899 91
-
33
Perolehan responden di tiap Rw dilakukan secara acak dengan cara yaitu:
1. Persiapkan koin yang sudah ditandai anak panah.
2. Peneliti berdiri di tengah populasi Rw.
3. Pelemparan koin yang sudah ditandai anak panah ke atas oleh peneliti. Jatuhnya
koin dengan anak panah menunjukkan arah lokasi pengambilan sampel.
3.7 Sumber Data Penelitian
3.7.1 Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui
pengisian kuesioner.
3.7.2 Data Sekunder
Metode pengumpulan data sekunder sering disebut metode penggunaan bahan
dokumen, karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri
tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak lain
(Sugiarto dkk, 2003:19).
Data sekunder dimanfaatkan sebagai data pelengkap atau pendukung data
primer yang berhubungan dengan keperluan penelitian. Data sekunder diperoleh dari:
1. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah untuk mengetahui kejadian ISPA di Jawa
Tengah.
2. Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk mengetahui wilayah kejadian ISPA di
Kota Semarang.
3. Data dari Puskesmas Bandarharjo untuk mengetahui secara pasti kejadian ISPA di
wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo.
3.8 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah perangkat yang digunakan untuk memperoleh data
yang kemudian diolah dan dianalisis. Berdasarkan kerangka konsep dan dari tabel
-
34
penelitian, kemudian disusun instrumen untuk mengumpulkan data. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner dan pengukuran.
3.8.1 Kuesioner
Pentingnya kuesioner sebagai alat pengumpul data adalah untuk memperoleh
suatu data yang sesuai dengan tujuan penelitian tersebut. Oleh karena itu, isi dari
kuesioner adalah sesuai dengan hipotesis penelitian tersebut (Soekidjo Notoatmodjo,
2005:116).
3.8.2 Pengukuran
3.8.2.1 Pengukuran Luas Ventilasi Kamar
Kriteria luas ventilasi yang memenuhi syarat apabila luas ventilasi lebih dari
atau sama dengan 10% luas lantai dan tidak memenuhi syarat apabila luas ventilasi
kurang dari 10% luas lantai. Alat yang digunakan untuk pengukuran luas ventilasi
adalah rollmeter (Gambar 3.3).
Gambar 3.3: Rollmeter (Sumber: Bpi. Lipi, 2012:1) Cara pengukurannya yaitu:
1. Luas ventilasi kamar diukur.
2. Luas lantai kamar diukur.
3. Luas ventilasi dibandingkan dengan luas lantai kamar.
-
35
3.8.2.2 Pengukuran Pencahayaan Alami Kamar
Kriteria pencahayaan alami yang memenuhi syarat adalah apabila lebih dari
atau sama dengan 60 lux dan tidak menyilaukan mata, sedangkan tidak memenuhi
syarat apabila kurang dari 60 lux. Alat yang digunakan untuk pengukuran
pencahayaan alami adalah luxmeter (Gambar 3.4).
Gambar 3.4: Luxmeter Sumber: Aditya, 2011:2 Cara penggunaannya yaitu:
1. Geser tombol Off/On kearah On.
2. Pilih kisaran Range yang akan diukur ( 2.000 lux, 20.000 lux atau 50.000 lux)
pada tombol Range.
3. Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan daerah
yang akan diukur kuat penerangannya.
4. Lihat hasil pengukuran pada layar panel.
-
36
3.8.2.3 Pengukuran Kelembaban Udara Kamar
Kriteria kelembaban udara yang memenuhi syarat apabila berkisar antara 40%-
70% dan tidak memenuhi syarat apabila kurang dari 40%. Alat yang digunakan
untuk pengukuran kelembaban udara adalah Hygrometer (Gambar 3.5).
Gambar 3.5: Hygrometer Sumber: Shafiyyah, 2009:1
Cara penggunaannya yaitu:
1. Ditentukan titik pengukuran kelembaban.
2. Hygrometer diletakkan di tempat yang telah ditentukan .
3. Selama pengukuran alat didiamkan tiga menit.
4. Hasil pengukuran dibaca setelah jarum hygrometer stabil atau konstan.
3.8.2.4 Pengukuran Kepadatan Hunian Kamar
Kepadatan hunian kamar diukur dengan membagi antara luas kamar dengan
jumlah anggota keluarga yang menghuni kamar. Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 kriteria kepadatan hunian kamar yaitu
memenuhi syarat apabila terdapat 2 orang per 8m2 kecuali anak di bawah umur 5
tahun dan tidak memenuhi syarat atau padat bila terdapat >2 orang per 8m2.
-
37
3.9 Teknik Perolehan Data
Teknik perolehan data dilakukan sesuai dengan instrumen penelitian yang
digunakan. Pada penelitian ini teknik perolehan data yang digunakan yaitu:
3.9.1 Pengukuran Langsung
Pengukuran langsung meliputi pengukuran luas ventilasi kamar, pencahayaan
alami kamar, kelembaban udara kamar, dan kepadatan hunian kamar.
3.9.2 Observasi
Observasi dilakukan dengan melihat dan mencatat hal yang berhubungan
dengan aktivitas dari obyek penelitian yang ada hubungannnya dengan masalah
dalam penelitian.
3.10 Pelaksanaan Perolehan Data
Langkah pelaksanaan penelitian meliputi beberapa tahap yaitu:
3.10.1 Tahap Pra-perolehan Data
Tahap pra-perolehan adalah kegiatan sebelum dilakukan penelitian. Adapun
langkah pada tahap pra-perolehan data yaitu:
1. Peminjaman alat pengukur luas ventilasi kamar (rollmeter), alat pengukur
pencahayaan alami kamar (luxmeter), dan alat pengukur kelembaban udara
kamar (hygrometer).
2. Koordinasi dengan Kepala Puskesmas tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan
penelitian.
3. Koordinasi dengan Kepala Kelurahan tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan
penelitian.
4. Penentuan responden berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
5. Persiapan kuesioner penelitian.
6. Persiapan lembar hasil pengukuran.
-
38
3.10.2 Tahap Perolehan Data
Tahap perolehan data adalah kegiatan yang dilakukan saat pelaksanaan
perolehan data. Adapun langkah pada tahap perolehan data yaitu:
1. Persiapan alat pengukur luas ventilasi kamar (rollmeter), alat pengukur
pencahayaan alami kamar (luxmeter), dan alat pengukur kelembaban udara
kamar (hygrometer) yang sudah dikalibrasi.
2. Persiapan kuesioner penelitian.
3. Persiapan responden berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan.
4. Pengarahan pada responden tentang prosedur penelitian.
5. Pengukuran luas ventilasi kamar dengan menggunakan rollmeter.
6. Pengukuran pencahayaan alami kamar dengan menggunakan luxmeter.
7. Pengukuran kelembaban udara kamar dengan menggunakan hygrometer.
8. Pengukuran kepadatan hunian kamar dengan menggunakan rollmeter.
9. Pencatatan hasil pengukuran pada lembar hasil pengukuran.
10. Pengisian kuesioner oleh responden.
3.10.3 Tahap Pasca-perolehan Data
1. Pencatatan hasil perolehan data.
2. Pengolahan dan analisis data.
3.11 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis agar memberikan
arti yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian ini.
3.11.1 Pengolahan Data
Menurut Muchamad Fauzi (2009:204) data yang diperoleh di lapangan diolah
menggunakan komputer yang dilakukan melalui proses dengan tahapan sebagai
berikut:
-
39
3.11.1.1 Editing
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan,
karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu tidak logis
dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan yang terdapat
pada pencatatan yang ada di lapangan dan bersifat koreksi (Muchamad Fauzi,
2009:204).
3.11.1.2 Coding
Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban para responden
menurut macamnya. Klasifikasi ini dilakukan dengan menandai atau memberi kode
pada setiap jawaban para responden (Muchamad Fauzi, 2009:204).
3.11.1.3 Tabulasi
Pada tahap ini diperlukan ketelitian dan kehati-hatian agar tidak terjadi
kesalahan khususnya dalam tabulasi silang. Tabel tabulasi dapat berbentuk tabel
pemindahan, tabel biasa, dan tabel analisis (Muchamad Fauzi, 2009:205).
3.11.2 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini yaitu:
3.11.2.1 Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, yang
menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo,
2005:188). Analisa univariat bermanfaat untuk melihat apakah data sudah layak
untuk dilakukan analisa dengan melihat gambaran data yang dikumpulkan dan
apakah data sudah optimal.
3.11.2.2 Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan
(Soekidjo Notoatmodjo, 2005:188). Dalam penelitian ini menggunakan Chi Square
dengan bantuan SPSS versi 16 for windows untuk menggabungkan variabel bebas
-
40
dengan variabel terikat. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95% atau taraf
kesalahan 0,05% dan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat menggunakan nilai Contingency Coefficient (CC).
Syarat uji Chi Square adalah tidak ada sel yang nilai observed bernilai nol dan
sel yang nilai expected (E) kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat
uji Chi Square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya yaitu:
1. Alternatif uji Chi Square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher.
2. Alternatif uji Chi Square untuk tabel 2xk adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
3. Penggabungan sel adalah langkah alternatif uji Chi Square untuk tabel selain 2x2
dan 2xk sehingga terbentuk suatu tabel B dan K yang baru. Setelah dilakukan
penggabungan sel, uji hipotesis dipilih sesuai dengan tabel B kali K yang baru
tersebut (Sopiyudin Dahlan, 2008:19).
Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antar variabel bebas dan variabel
terikat maka digunakan koefisien korelasi. Pedoman untuk memberikan interpretasi
terhadap koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3: Pedoman Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan 1. 0,00-0,199 Sangat lemah 2. 0,20-0,399 Lemah 3. 0,40-0,599 Sedang 4. 0,60-0,799 Kuat 5. 0,80-1,000 Sangat kuat
Sumber: Sugiyono (2005:216).
-
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Bandarharjo terletak di Jalan Cumi-cumi Raya Rt 7 Rw IV
Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Wilayah kerja Puskesmas
Bandarharjo meliputi Kelurahan Tanjungmas, Kelurahan Dadapsari, Kelurahan
Bandarharjo, dan Kelurahan Kuningan. Menurut laporan tahunan Puskesmas
Bandarharjo, penyakit ISPA selalu menduduki urutan pertama data 10 besar penyakit
di 3 tahun terakhir setelah nyeri kepala dan dermatitis kontak. Sedangkan kelurahan
yang paling banyak terdapat kejadian ISPA adalah Kelurahan Bandarharjo.
Lokasi penelitian yaitu di wilayah Kelurahan Bandarharjo Kecamatan
Semarang Utara Kota Semarang. Kelurahan Bandarharjo merupakan komplek
pemukiman yang padat penduduk dengan jumlah 75.296 penduduk pada tahun 2011
(Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2011:1).
Batas-batas wilayah Kelurahan Bandarharjo yaitu di sebelah utara berbatasan
dengan Kelurahan Panggung Lor, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan
Dadapsari, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tanjungmas, dan sebelah
barat berbatasan dengan Kelurahan Kuningan.
Kelurahan Bandarharjo terbagi dalam 12 rukun warga yang semuanya
berpotensi menjadi sampel dalam penelitian. Pembagian kelas berdasarkan pada
jumlah sampel minimal yaitu 91 dibagi banyaknya Rw yang ada di Kelurahan
Bandarharjo yaitu 12 Rw diperoleh hasil 8 Rw. Distribusi sampel penelitian yaitu
-
42
Rw IV sebanyak 9 responden, Rw V sebanyak 14 responden, Rw VI sebanyak 16
responden, Rw VII sebanyak 8 responden, Rw IX sebanyak 18 responden, Rw X
sebanyak 11 responden, Rw XI sebanyak 7 responden, dan Rw XII sebanyak 8
responden.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Univariat
4.2.1.1 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel distribusi responden berdasarkan jenis kelamin merupakan matrik yang
memuat jenis kelamin balita responden, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.1).
Tabel 4.1: Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin No. Jenis kelamin Frekuensi Prosentase (%) 1 Laki-laki 40 44,0 2 Perempuan 51 56,0
Total 91 100
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai balita yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 51 responden
(56,0%), sedangkan responden yang mempunyai balita yang berjenis kelamin laki-
laki sebanyak 40 responden (44,0%).
4.2.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Tabel distribusi responden berdasarkan kelompok umur merupakan matrik
yang memuat kelompok umur balita responden, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel
4.2).
Tabel 4.2: Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Umur No. Kelompok Umur Frekuensi Prosentase (%) 1 < 2 bulan 3 3,3 2 2 bulan- < 5 tahun 88 96,7
Total 91 100
-
43
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita responden
berumur 2 bulan sampai < 5 tahun yaitu sebanyak 88 balita (96,7%) dan yang
berumur kurang dari 2 bulan ada 3 balita (3,3%).
4.2.1.3 Distribusi Responden berdasarkan Berat Badan
Tabel distribusi responden berdasarkan berat badan merupakan matrik yang
memuat berat badan balita responden, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.3).
Tabel 4.3: Distribusi Responden berdasarkan Berat Badan No. Berat Badan Balita Frekuensi Prosentase (%) 1 3,9-8,9 kg 27 29,67 2 9,0-14,0 kg 47 51,65 3 14,1-19,0 kg 17 18,68
Total 91 100
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita responden
memiliki berat badan 9,0-14,0 kg yaitu sebanyak 47 balita (51,65%), sedangkan
prosentase terendah yaitu balita responden yang memiliki berat badan 14,1-19,0 kg
sebanyak 17 balita (18,68%).
4.2.1.4 Distribusi Responden berdasarkan Status Kejadian ISPA
Tabel distribusi responden berdasarkan status kejadian ISPA merupakan matrik
yang memuat status kejadian ISPA balita responden, frekuensi, dan prosentasenya
(Tabel 4.4).
Tabel 4.4: Distribusi Responden berdasarkan Status Kejadian ISPA No. Status Kejadian ISPA Frekuensi Prosentase (%) 1 Ya 52 57,1 2 Tidak 39 42,9
Total 91 100
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar balita responden
pernah menderita ISPA sebanyak 52 balita (57,1%), sedangkan jumlah balita
responden yang tidak pernah menderita ISPA sebanyak 39 balita (42,9%).
-
44
4.2.1.5 Distribusi Responden berdasarkan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga
Tabel distribusi responden berdasarkan kebiasaan merokok anggota keluarga
merupakan matrik yang memuat kebisaan merokok anggota keluarga, frekuensi, dan
prosentasenya (Tabel 4.5).
Tabel 4.5: Distribusi Responden berdasarkan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga No. Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Frekuensi Prosentase (%) 1 Ada 71 78 2 Tidak 20 22
Total 91 100 Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar keluarga responden
ada yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 71 responden (78%), sedangkan
keluarga responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok sebanyak 20 responden
(22%).
4.2.1.6 Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Kamar
Tabel distribusi frekuensi luas ventilasi kamar merupakan matrik yang memuat
kriteria, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.6).
Tabel 4.6: Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Kamar No. Kriteria Frekuensi Prosentase (%) 1 Tidak memenuhi syarat 71 78,0 2 Memenuhi syarat 20 22,0
Total 91 100
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki luas
ventilasi kamar yang tidak memenuhi syarat (kurang dari 10% luas lantai) sebanyak
71 responden (78,0%) dan responden yang memiliki luas ventilasi kamar yang
memenuhi syarat (lebih dari sama dengan 10% luas lantai) sebanyak 20 responden
(22,0%).
-
45
4.2.1.7 Distribusi Frekuensi Pencahayaan Alami Kamar
Tabel distribusi frekuensi pencahayaan alami kamar merupakan matrik yang
memuat kriteria, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.7).
Tabel 4.7: Distribusi Frekuensi Pencahayaan Alami Kamar No. Kriteria Frekuensi Prosentase (%) 1 Tidak memenuhi syarat 75 82,4 2 Memenuhi syarat 16 17,6
Total 91 100
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
pencahayaan alami kamar yang tidak memenuhi syarat (kurang dari 60 Lux)
sebanyak 75 responden (82,4%) dan responden yang memliki pencahayaan alami
kamar yang memenuhi syarat (lebih dari atau sama dengan 60 Lux) sebanyak 16
responden (17,6%).
4.2.1.8 Distribusi Frekuensi Kelembaban Udara Kamar
Tabel distribusi frekuensi kelembaban udara kamar merupakan matrik yang
memuat kriteria, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.8).
Tabel 4.8: Distribusi Frekuensi Kelembaban Udara Kamar No. Kriteria Frekuensi Prosentase (%) 1 Tidak memenuhi syarat 52 57,1 2 Memenuhi syarat 39 42,9
Total 91 100
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
kelembaban udara kamar yang tidak memenuhi syarat (kurang dari 40%) sebanyak
52 responden (57,1%) dan responden yang memliki kelembaban udara kamar yang
memenuhi syarat (berkisar antara 40%-70%) sebanyak 39 responden (42,9%).
-
46
4.2.1.9 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Kamar
Tabel distribusi frekuensi kepadatan hunian kamar merupakan matrik yang
memuat kriteria, frekuensi, dan prosentasenya (Tabel 4.9).
Tabel 4.9: Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Kamar No. Kriteria Frekuensi Prosentase (%) 1 Tidak memenuhi syarat 59 64,8 2 Memenuhi syarat 32 35,2
Total 91 100
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kepadatan
hunian kamar yang tidak memenuhi syarat (terdapat >2 orang per 8m2) sebanyak 59
responden (64,8%) dan responden yang memliki kepadatan hunian kamar yang
memenuhi syarat (terdapat 2 orang per 8m2) sebanyak 32 responden (35,2%).
4.2.2 Analisis Bivariat
Analisis ini untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat yaitu variabel kondisi lingkungan fisik rumah yang meliputi luas ventilasi
kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara kamar, kepadatan hunian
kamar, dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita
di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
4.2.2.1 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Luas Ventilasi Kamar
Adapun untuk mengetahui hubungan antara luas ventilasi kamar dengan
kejadian ISPA pada balita dapat dilihat dalam Tabel 4.10.
Tabel 4.10: Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Luas Ventilasi Kamar
No Luas Ventilasi Kamar Kejadian ISPA pada Balita
p Ya Tidak Total %
N % N % 1 Tidak memenuhi syarat 46 64,8 25 35,2 71 100 0,005 2 Memenuhi syarat 6 30,0 14 70,0 20 100
Total 52 57,1 39 42,9 91 100
-
47
Berdasarkan Tabel 4.10 terlihat bahwa dari 71 responden yang mempunyai
luas ventilasi kamar yang tidak memenuhi syarat ada 46 balita responden yang
menderita ISPA (64,8%) dan 25 balita responden yang tidak menderita ISPA
(35,2%). Sedangkan dari 20 respond