6. bab iirepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. perilaku sehat adalah perilaku yang...

41
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar 1. Kesehatan jiwa Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 tahun 2014, adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Sedangkan menurut American Nurse Associationkeperawatan jiwa merupakan satu bidang spesialistik praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah suatu kondisi perasaan sejahtera secara subyektif, suatu penilaian diri tentang perasaan mencakup aspek konsep diri, kebugaran dan kemampuan pengendalian diri.Indikator mengenai keadaan sehat mental/ psikologis/ jiwa yang minimal adalah individu tidak merasa tertekan atau depresi. Menurut Word Health Organization, kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Kriteria sehat jiwa meliputi: a. Sikap positif terhadap diri sendiri Individu dapat menerima dirinya secara utuh, menyadari adanya kelebihan dan kekurangan dalam diri dan menyikapi kekurangan atau kelemahan tersebut dengan baik. b. Tumbuh kembang dan beraktualisasi diri Individu mengalami perubahan kearah yang normal sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan dan dapat mengekspresikan potensi dirinya

Upload: others

Post on 06-Dec-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar

1. Kesehatan jiwa

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 tahun 2014, adalah

kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, dan

sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi

tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk

komunitasnya. Sedangkan menurut American Nurse Associationkeperawatan jiwa

merupakan satu bidang spesialistik praktik keperawatan yang menerapkan teori

perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik

sebagai kiatnya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah

suatu kondisi perasaan sejahtera secara subyektif, suatu penilaian diri tentang

perasaan mencakup aspek konsep diri, kebugaran dan kemampuan pengendalian

diri.Indikator mengenai keadaan sehat mental/ psikologis/ jiwa yang minimal

adalah individu tidak merasa tertekan atau depresi.

Menurut Word Health Organization, kesehatan jiwa bukan hanya tidak

ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif

yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

Kriteria sehat jiwa meliputi:

a. Sikap positif terhadap diri sendiri

Individu dapat menerima dirinya secara utuh, menyadari adanya kelebihan

dan kekurangan dalam diri dan menyikapi kekurangan atau kelemahan

tersebut dengan baik.

b. Tumbuh kembang dan beraktualisasi diri

Individu mengalami perubahan kearah yang normal sesuai dengan tingkat

pertumbuhan dan perkembangan dan dapat mengekspresikan potensi dirinya

Page 2: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

7

c. Integrasi

Individu menyadari bahwa semua aspek yang dimilikinya adalah satu

kesatuan yang utuh dan mampu bertahan terhadap stres dan dapat mengatasi

kecemasannya.

d. Persepsi sesuai dengan kenyataan

Pemahaman individu terhadap stimulus eksternal sesuai dengan kenyataan

yang ada. Persepsi individu dapat berubah jika ada informasi baru dan

memiliki empati terhadap perasaan dan sikap orang lain.

e. Otonomi

Individu dapat mengambil keputusan secara bertanggung jawab dan dapat

mengatur kebutuhan yang menyangkut dirinya tanpa bergantung pada orang

lain.

2. Prinsip keperawatan kesehatan jiwa

Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang

didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang

siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaftif yang disebabkan

oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi

keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan,

mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa

individu, keluarga dan masyarakat. Prinsip keperawatan jiwa berdasarkan pada

paradigma kesehatan yang dibagi menjadi 4 komponen yaitu manusia,

lingkungan, kesehatan dan keperawatan.

a. Manusia

1. Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik

2. Setiap individu mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting.

3. Setiap individu mempunyai harga diri dan martabat .

4. Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai

aktualisasi diri.

5. Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk berubah dan keinginan

mencapai tujuan hidup.

Page 3: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

8

6. Setiap individu mempunyai kemampuan untuk berubah dan kemauan untuk

mengejar tujuan.

7. Setiap individu mempunyai kapasitas koping yang berbeda-beda.

8. Setiap individu mempunyai hak untuk terlibat dalam pengambilan

keputusan yang berhubungan dengan dirinya.

9. Semua perilaku individu bermakna dimana perilaku tersebut meliputi

persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.

b. Lingkungan

1. Lingkungan adalah faktor eksternal yang berpengaruh terhadap

perkembangan manusia, mencakup antara lain lingkungan sosial, status

ekonomi dan kesehatan.

2. Perawat bertanggung jawab dalam memelihara tatanan pengobatan sebagai

bagian dari lingkungan fisik dan sosial, yang berhubungan dengan

lingkungan personal.

3. Terapi lingkungan dapat membantu perawat dalam menjaga pola pertahanan

tubuh terhadap penyakit dan meningkatkan pola interaksi sehat.

4. Perawat berperan sebagai fasilitator interaksi lingkungan kesehatan.

c. Kesehatan

1. Sehat adalah simbol perkembangan kepribadian dan proses kehidupan

manusia yang berlangsung terus menerus menuju kehidupan yang kreatif

dan konstruktif,

2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan,

kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman yang berarti, misalnya

pengalaman sakit.

3. Menurut rentang sehat-sakit atau rentang ansietas manusia sehat diartikan

sebagai manusia yang tidak memiliki ansietas.

4. Intervensi keperawatan berfokus kepada proses membina dan

mempertahankan hubungan saling percaya guna memenuhi kebutuhan klien.

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

menunjukkan salah satu kebutuhan dasar manusia oleh karena itu setiap

Page 4: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

9

individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama dalam

pelayanan kesehatan.

d. Keperawatan

Keperawatan merupakan satu bentuk pelayanan atau asuhan yang

bersifat humanistik, profesional, dan holistik berdasarlan ilmu dan kiat,

memiliki standart asuhan dan menggunakan kode etik, serta dilandasi oleh

profesionalisme yang mandiri dan kolaborasi. Konsep keperawatan adalah

suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat profesional dalam memenuhi

kebutuhan dasar manusia yang dapat ditujukan kepada individu, keluarga atau

masyarakat dalam rentang sehat-sakit (A.Aziz, 2004dalam Kelliat,2012).

Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan

menggunakan diri sendiri sebagai alat dalam memberikan asuhan keperawatan

kepada klien. Strategi dalam pemberian asuhan keperawatan jiwa adalah

menggunakan diri secara terapeutik dan interaksi interpersonal dengan

menyadari diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Kesadaran ini merupakan

dasar untuk perubahan sikap dan perilaku klien.Perawat memberikan stimulus

yang konstruktif pada klien dan membantu klien berespons secara adaptif

dalam menghadapi masalah dalam kehidupannya.

Page 5: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

10

B. Tinjauan Konsep Asuhan Keperawatan

1. Konsep Diri

Pengertian Konsep Diri :

1. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang

diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalalm

berhubungan dengan orang lain. ( Stuart dan Sundeen, 1998 ).

2. Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal,

emosional, intelektual, sosial dan spiritual ( Beck, Willian dan Rawlin, 1986 )

Menurut Stuart dan Sundeen, ada beberapa faktor yang mempengaruhi

perkembangan konsep diri. Faktor – faktor tersebut terdiri dari :

a. Teori perkembangan

Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap

sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain.

Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari

lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui

bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya

dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri

sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang

nyata.

b. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang

lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan

diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat

dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat

dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup,

pengaruh budaya dan sosialisasi.

c. Self Perception ( persepsi diri sendiri )

Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannnya, serta

persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat

dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep

diri merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu

Page 6: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

11

dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif, yang dapat dilihat

dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan

lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan

individu dan sosial yang terganggu.

Rentang Konsep Diri

Menurut Stuart dan Sudden, Rentang konsep diri mulai dari respon Adaptif

sampai dengan respon Maladaptif yang terdiri dari :

1. Respon Adaptif

2. Respon Maladaptif

Aktualisasi Diri → Konsep Diri Positif → Harga Diri Rendah Kekacauan

Identitas → Depersonalisasi

a. Aktualisasi Diri

Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan

latar belakang pengalaman yang nyata yang sukses dan diterima.

b. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif apabila individu memiliki pengalaman yang positif dalam

beraktualisasi diri.

c. Harga Diri Rendah

Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri adaptif dengan

respon konsep diri maladaptif.

d. Kekacauan Identitas

Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek –

aspek identitas masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikososial

kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.

e. Depersonalisasi

Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri

sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat

membedakan dirinya dengan orang lain.

Page 7: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

12

KOMPONEN KONSEP DIRI

a. Gambaran Diri / Citra Tubuh ( Body Image )

Gambaran diri adalah sikap atau cara pandang seseorang terhadap tubuhnya

secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaaan tentang

ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang

secara berkesinambungan di modifikasi dengan pengalaman baru setiap individu.

( Stuart dan Sundeen, 1998 )

Gambaran diri ( body image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu

memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya.

Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian

tubuhnya akan merasa lebih aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan

meningkatkan harga diri. ( Keliat, 1992 )

Pada anak usia sekolah mempunyai perbedaan citra tubuh dengan seorang bayi,

salah satu perbedaan yang menyolok adalah kemampuan untuk berjalan, dimana

hal ini bergantung pada kematangan fisik. Pada masa remaja dengan adanya

perubahan hormonal akan mempengaruhi citra tubuhnya misalnya menopause.

Pada masa usia lanjut sebagai akibat dari proses penuaan terjadi perubahan

penurunan penglihatan, pendengaran, dan mobilitas sehingga hal ini dapat

mempengaruhi citra tubuh seorang lansia.

b. Ideal Diri ( Self Ideal )

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku

berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu. ( Stuart dan

Sundeen, 1998 ).

Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau

sejumlah aspirasi, cita – cita, nilai – nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan

mewujudkan cita – cita dan harapan, nilai – nilai yang ingin dicapai berdasarkan

norma sosial ( keluarga, budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan.

c. Harga Diri ( Self esteem )

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh

dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri.

Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri

Page 8: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

13

sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan,

tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga. (Stuart dan Sundeen,

1998).

d. Peran ( Role Performance )

Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial

berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang

ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang

diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu ( Stuart dan

Sundeen, 1998).

Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari

seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ).

Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan

dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor

terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta

posisi yang tidak mungkin dilaksanakan ( Keliat, 1992 ).

e. Identitas ( Identity )

Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung

jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu.

Mempunyai konotasi otonomi dan meliputi persepsi seksualitas seseorang.

Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan seterusnya berlangsung

sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja (Stuart dan

Sundeen, 1998).

Pada masa anak- anak , untuk membentuk identitas dirinya, anak harus mampu

membawa semua perilaku yang di pelajari kedalam keutuhan yang koheren ,

konsisten dan unik ( Erikson, 1963 ). Rasa identitas ini secara kontiniu timbul dan

di pengaruhi oleh situasi sepanjang hidup.

Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif dan

social. Dimana dalam masa ini apabila tidak dapt memenuhi harapan dorongan

diri pribadi dan social yang membantu mendefinisikan tentang diri maka remaja

ini dapat mengalami kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas yang

kuat akan merasa terintegrasi bukan terbelah ( Ericson, 1963).

Page 9: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

14

KEPRIBADIAN YANG SEHAT ( HEALTHY PERSONALITY )

Kepribadian yang sehat adalah yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Stuart dan

Sundeen, 1998):

1. Konsep diri yang positif

2. Gambaran diri yang tepat dan positif

3. Ideal diri yang realistis

4. Harga diri yang tinggi

5. Penampilan diri yang memuaskan

6. Identitas yang jelas

Menurut Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003 ), kepribadian yang sehat adalah :

1. Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya

tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan

dan sebagainya.

2. Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi

kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar,

tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.

3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai

keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi

sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh

prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia

tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.

4. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap

kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang

dihadapinya.

5. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak,

mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta

menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.

6. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi

situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak

destruktif (merusak).

Page 10: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

15

7. Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas

dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak

atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara

mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.

8. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain,

memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan

bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti

dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan

dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan

orang lain, karena kekecewaan dirinya.

a. Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan

memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.

b. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup

yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.

c. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung

oleh faktor-faktor achievement (prestasi) acceptance (penerimaan), dan

affection (kasih sayang)

Menurut Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003 ), kepribadian yang tidak sehat adalah :

1. Mudah marah (tersinggung)

2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan

3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi)

4. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda

atau terhadap binatang

5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun

sudah diperingati atau dihukum

6. Kebiasaan berbohong

7. Hiperaktif

8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas

9. Senang mengkritik/ mencemooh orang lain

10. Sulit tidur

11. Kurang memiliki rasa tanggung jawab

Page 11: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

16

12. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang

bersifat organis)

13. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama

14. Pesimis dalam menghadapi kehidupan

15. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan

PERILAKU KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI

1) Perilaku yang adaptif :

a. Syok Psikologis

Merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada

saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap

ansietas. Mekanisme koping yang digunakan seperti mengingkari, menolak dan

proyeksi untuk mempertahankan diri.

b. Menarik diri

Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak

mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi

tergantung, pasif, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam

perawatannya.

c. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap

Setelah klien sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau berduka

muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri

yang baru.

2) Perilaku yang maladaptif

a. Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.

b. Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.

c. Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.

d. Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.

e. Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.

f. Mengungkapkan keputusasaan.

g. Mengungkapkan ketakutan ditolak.

Page 12: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

17

h. Depersonalisasi.

i. Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.

FAKTOR PREDISPOSISI, PRESIPITASI, PENILAIAN TERHADAP

STRESSOR, SUMBER KOPING DAN MEKANISME KOPING KLIEN

DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI

1. Faktor Predisposisi

Faktor – faktor yang mempengaruhi gambaran diri, adalah munculnya stressor

yang dapat mengganggu integrasi gambaran diri. Stressor dapat berupa :

a. Operasi

Mastektomi, amputasi, luka operasi yang semuanya mengubah gambaran

diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik atau protesa.

b. Kegagalan fungsi tubuh

Hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonalisasi yaitu tidak

mengakui atau asing terhadap bagian tubuh, sering berkaitan dengan

fungsi syaraf.

c. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh.

Sering terjadi pada klien gangguan jiwa. Klien mempersiapkan

penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.

d. Tergantung pada mesin.

Klien intensife care yang memandang immobilisasi sebagai tantangan,

akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik. Penggunaan alat –

alat intensife care dianggap sebagai gangguan.

e. Perubahan tubuh

Berkaitan dengan tumbuh kembang, dimana seseorang akan merasakan

perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang

seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif.

Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh

yang tidak ideal.

Page 13: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

18

f. Umpan balik interpersonal yang negatif

Adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga

membuat seseorang menarik diri

g.Standart sosial budaya

Berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda pada setiap orang dan

keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan

pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder.

1) Faktor – faktor yang mempengaruhi ideal diri ( keliat, 1998 ) :

a. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas

kemampuannya.

b. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapk ideal diri.

c. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang

realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan

cemas dan rendah diri.

d. Kebutuhan yang realistis.

e. Keinginan untuk menghindari kegagalan.

f. Perasaan cemas dan rendah diri.

2) Faktor – faktor yang mempengaruhi harga diri.

Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,

harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali,

kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada

orang lain, dan ideal diri yang tidak realistik.

a. Perkembangan individu

Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan

orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengakibatkan

anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang

lain.

Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya

pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting

baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk

mandiri, memutuskan sendiri akan tanggung jawab terhadap

Page 14: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

19

perilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol,

membuat anak merasa tidak berguna.

b. Ideal diri tidak realistis

Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya

hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak

dapat dicapai, seperti cita – cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis.

Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu

menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.

c. Gangguan fisik dan mental

Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.

d. Sistem keluarga yang tidak berfungsi

Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu

membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan

balik yang negatif dan berulang – ulang akan merusak harga diri anak.

Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan

masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap

pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.

e. Pengalaman traumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik,

emosi dan seksual.

Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi,

peperangan, bencana alam, kecelakaan atau perampokan. Individu

merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi

untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah

arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping

yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.

3) Faktor – faktor yang mempengaruhi penampilan peran.

Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah stereotipik

peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran kultural.

a. Konflik peran interpersonal.

b. Contoh peran yang tidak adekuat.

c. Kehilangan hubungan yang penting.

Page 15: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

20

d. Perubahan peran seksual.

e. Keragu – raguan peran.

f. Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan

dengan proses menua.

g. Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran.

h. Ketergantungan obat.

i. Kurangnya keterampilan sosial.

j. Perbedaan budaya.

k. Harga diri rendah.

l. Konflik antar peran yang sekaligus di perankan.

4) Faktor – faktor yang mempengaruhi identitas diri.

Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidak

percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan

dalam struktur sosial.

2. Faktor Presipitasi

a. Trauma

Penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang

mengancam kehidupan.

b. Ketegangan peran

Adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu

dalam peran atau posisi yang diharapkan.

c. Transisi peran perkembangan

Perubahan normative yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini

termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan

norma – norma budaya, nilai – nilai dan tekanan untuk penyesuaian diri.

Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap

perkembangan harus dilalui individu dengan menjelaskan tugas

perkembangan yang berbeda – beda. Hal ini merupakan stressor bagi konsep

diri.

Page 16: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

21

d. Transisi peran situasi

Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau

berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu melalui

kelahiran atau kematian orang yang berarti. Perubahan status menyebabkan

perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik

peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.

e. Transisi peran sehat – sakit

Pergeseran dari keadaaan sehat ke keadaan sakit. Stressor pada tubuh dapat

menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri.

Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri.

Transisi ini mungkin dicetuskan oleh :

1) Kehilangan bagian tubuh

2) Perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh

3) Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal

4) Prosedur medis dan keperawatan.

3.Penilaian Terhadap Stressor

Seorang dengan harga diri rendah memiliki penilaian sendiri terhadap setressor

atau masalah atau penurunan kepercayaan diri yang dimiliki. Kebanyakan dari

mereka memiliki kemampuan berfikir daya ingat serta konsentrsi menurun.

Mereka akan menjadi pelupa dan sering mengeluh sakit kepala. Wajah seseorang

yang stress tampak tegang dahi berkerut, mimik nampak serius, bicara berat, sukar

untuk senyum atau tertawa.

4. Sumber Koping

a. Aktivitas olah raga dan aktivitas lain di luar rumah

b. Hobi dan kerajinan tangan

c. Seni yang ekspresif

d. Kesehatan dan perawatan diri

e. Pekerjaan, vokasi atau posisi

f. Bakat tertentu

g. Kecerdasan

Page 17: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

22

h. Imaginasi dan kreativitas

i. Hubungan interpersonal

5. Mekanisme Koping

a. Jangka Pendek

1) Kegiatan yang memberi dukungan sementara ( kompetisi olahraga, kontes

popularitas )

2) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis identitas ( musik

keras, pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus-menerus )

3) Kegiatan mengganti identitas sementara ( ikut kelompok sosial,

keagamaan, politik )

4) Kegiatan yang mencoba menghilangkan anti identitas sementara (

penyalahgunaan obat )

b. Jangka Panjang

1) Menutup identitas dari orang – orang yang berarti, tanpa mengindahkan

hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Terlalu cepat mengadopsi identitas

yang disenangi dari orang lain.

2) Identitas negatif yaitu asumsi yang bertentangan atau tidak wajar dengan

nilai dan harapan masyarakat.

3) Pertahanan Ego

Termasuk penggunaan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pergeseran

(displacement), peretakan (splitting), berbalik marah terhadap diri sendiri,

dan amuk.

a. Fantasi adalah kemampuan menggunakan tanggapan – tanggapan yang

sudah ada (dimiliki) untuk menciptakan tanggapan baru.

b. Disosiasi adalah respon yang tidak sesuai dengan stimulus.

c. Isolasi adalah menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar.

d. Proyeksi adalah kelemahan dan kekurangan dalam diri sendiri dilontarkan

pada orang lain.

Page 18: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

23

e. Displacement adalah mengeluarkan perasaan – perasaan yang tertekan

pada orang yang kurang mengancam dan kurang menimbulkan reaksi

emosi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN DIAGNOSA MEDIK YANG

TERKAIT DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI

a. NANDA Nursing Diagnoses : Definition and Clasification, Philadelphia,

1994

1) Penyesuaian, kerusakan

2) Ansietas

3) Gangguan citra tubuh

4) Komunikasi, kerusakan verbal

5) Koping, individu tidak efektik

6) Gangguan penyaluran energi

7) Berduka, disfungsi

8) Keputusasaan

9) Gangguan identitas personal

10) Ketidakberdayaan

11) Penampilan peran, perubahan

12) Defisit perawatn diri

13) Gangguan harga diri

14) Perubahan persepsi sensori

15) Pola seksualitas, perubahan

16) Interaksi sosial, kerusakan

17) Isolasi sosial

18) Distress spiritual

19) Kesejahteraan spiritual, potensial untuk ditingkatkan

20) Proses pikir, perubahan

21) Amuk, risiko terhadap

22) Gangguan harga diri rendah

Page 19: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

24

RENCANA KEPERAWATAN, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASI

KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI

A. Rencana Keperawatan

1) Tujuan Umum

Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.

2) Tujuan khusus

a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.

b. Klien dapat menilai kemampuan diri yang dapat digunakan.

c. Klien dapat membuat rencana sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

d. Klien dapat melaksanakan kegiatan sesuai jadwal secara bertahap.

e. Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.

3) Kriterian Evaluasi

a. Klien dapat menyebutkan minimal dua aspek positif fisiknya.

b. Klien dapat menyebutkan minimal dua aspek positif intelektualnya.

c. Klien dapat menyebutkan minimal dua kegiatan yang dapat dilakukan di

rumah dan di rumah sakit.

d. Klien dapat menjelaskan masalah yang dihadapi.

e. Klien dapat menyebutkan koping yang digunakan.

f. Klien dapat menjelaskan keefektifan koping yang digunakan.

g. Klien dapat memutuskan rencana kegiatan yang akan dilakukan secara

bertahap.

h. Klien dapat menyusun jadwal kegiatan selama satu minggu.

i. Klien dapat menunjukan kegiatan yang telah dicontohkan.

j. Klien dapat mendemonstrasikan kembali kegiatan yang telah dicontohkan.

k. Klien dapat menyebutkan manfaat kegiatan yang telah dilakukan.

l. Klien dapat memanfaatkan keluarga.

m. Klien dapat memanfaatkan sarana/fasilitas kesehatan.

n. Klien dapat memanfaatkan sarana yang ada di lingkungan tempat

tinggalnya.

Page 20: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

25

2. Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri

a. Pengertian

Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam

memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan

kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien ditanyakan terganggu

keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan dirinya jika tidak dapat

melakukan perawatan diri. (Depkes 2000)

b.Komponen perawatan diri

Pada konsep management keperawatan pasien yang dirawat inap akan

dikategorikan mengelompokkan ketergantungan pasien menjadi lima kategori,

yaitu:

1. Kategori I: Perawatan Mandiri, yang meliputi; 1) Aktivitas sehari-hari, pada

kategori ini seperti makan dan minum; dapat dilakukan secara mandiri

2) Keadaan umum; baik, seperti klien yang masuk rumah sakit untuk keperluan

pemeriksaan/ chek up atau bedah minor 3) Kebutuhan pendidikan kesehatan

dan dukungan emosi, membutuhkan penjelasan untuk tiap prosedur tindakan,

membutuhkan penjelasan untuk persiapan pulang dan emosi stabil; 4)

Pengobatan dan tindakan; tidak ada, atau hanya pengobatan dan tindakan

sederhana.

2. Kategori II: Perawatan Minimal, yang meliputi; 1) Aktivitas sehari-hari, pada

kategori ini, seperti makanan dan minuman; perlu bantuan dalam persiapannya

dan masih dapat makan sendiri. Merapihkan diri; perlu sedikit bantuan.

Kebutuhan eliminasi; perlu dibantu ke kamar mandi atau menggunakan urinal.

Kenyamanan posisi tubuh; dapat melakukan sendiridengan sedikit bantuan; 2)

Keadaan umum tampak sakit ringan, perlu pemantauan tanda vital; 3)

Kebuutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi; membutuhkan waktu

10-15 menit per shift, sedikit bingung atau agitasi, tak terkendali dengan obat;

4) Pengobatan dan tindakan; membutuhkan waktu 20-30 menit per shift, perlu

sering di evaluasi keefektifan pengobatan dan tindakan, perlu observasistatus

mental stiap 2 jam.

Page 21: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

26

3. Kategori 3: Perawat Moderat, mrliputi; 1) Aktifitas sehari-hari, pada kategori

ini; seperti makan dan minum; disuapi, masih dapat mengunyah dan menelan.

Menerapikan diri; tidak dapat melakukan sendiri. Kebutuhan eliminasi;

disedakan pisppot/urinal, sering ngompol. Kenyamanan posisi tubuh;

bergantung pada bantuan perawat. 2) Keadaan umum; gejala akut, bisa hilang

timbul, perlu pemantauan fisik dan emosi tiap 2-4 jam. Klien dengan infus,

perlu di pantau stiap 1 jam. 3) Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan

emosi; membutuhkan waktu 10-30 menit per shift, gelisah, menolak bantuan,

cukup dikendalikan dengan obat. 4) Pengobatan dan tindakan: membutuhkan

waktu 30-60 menit per shift, perlu sering diawasi terhadap efek samping

pengobatan dan tindakan, perlu observasi status mental stiap 1 jam.

4. Kategori VI: Perawatan Ekstensif (semi total), meliputi; 1) Aktivitas sehari-

hari, pada kategori ini seperti seperti makan dan minum; tidak bisa mengunyah

dan menelan, perlu makan lewt sonde. Merapihkan diri; perlu di urus semua,

diamkan, pentaan rambut dan kebersihan mulut. Kebutuhan eliminasi; sering

ngompol lebih dari 2 kali per shift. Kenyamanan posisi tubuh; perlu dbantu

oleh 2 orang. 2) Keadaan umum; tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan

atau darah, gangguan sistem pernafasan akut dan perlu sering dpantau. 3)

Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi; membutuhkan waktu

lebih dari 30 menit per shift, gelisah, agitasi dan tidak dapat dikendalikan

dengan obat. 4) Pengobatan dan tindakan membutuhkan waktu kurang dari 60

menit per shift, perlu observasi status mental setiap kurang dari 1 jam.

5. Kategori V: Perawatan Intensif (Total); pada kategori ini, pemenuhan

kebuthan dasar seluruhnya bergantung pada perawat. Keadaan umum; harus di

observasi secara terus menerus. Perlu frekuensi pengobatan dan tindakann yang

lebih sering, maka klien dirawat oleh seorang perawat per shif

Dari ke V kategori, peneliti terfokus dengan kategori II, Perawatan

Minimal, yang meliputi; 1) Aktivitas sehari-hari, pada kategori ini, seperti

makanan dan minuman; perlu bantuan dalam persiapannya dan masih dapat

makan sendiri. Merapihkan diri; perlu sedikit bantuan. Kebutuhan eliminasi;

perlu dibantu ke kamar mandi atau menggunakan urinal. Kenyamanan posisi

Page 22: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

27

tubuh; dapat melakukan sendiridengan sedikit bantuan; 2) Keadaan umum

tampak sakit ringan, perlu pemantauan tanda vital; 3) Kebuutuhan pendidikan

kesehatan dan dukungan emosi; membutuhkan waktu 10-15 menit per shift,

sedikit bingung atau agitasi, tak terkendali dengan obat; 4) Pengobatan dan

tindakan; membutuhkan waktu 20-30 menit per shift, perlu sering di evaluasi

keefektifan pengobatan dan tindakan, perlu observasistatus mental stiap 2 jam.

RENTANG RESPONS PERAWATAN DIRI

ADAPTIF MALADAPTIF

Gambar 2.1 Rentang Respon Defisit Perawatan diri (Satrio, 2015)

Ø Pola perawatan diri seimbang, saat kien mendapatkan sensor dan mampu untuk

berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien

masih melakukan perawatan diri.

Ø Kadang perawatan diri kadang tidak, saat klien mendapatkan stressor kadang-

kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.

Ø Tidak melakukan perawatan diri, klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak

bisa melakukan perawatan saat stresor.

Pola perawatan

diri seimbang

Tidak melakukan

perawatan diri

Kadang perawatan diiri

kadang tidak

Page 23: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

28

1. Tanda dan Gejala

Menurut Fitria di dalam buku Mukhripah & Iskandar 2012 defisit perawatan

diri memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:

a. Mandi/Hygiene

Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,

memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air

mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta

masuk dan keluar kamar mandi.

b. Berpakaian/ Berhias

Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan

pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian.

Kklien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian

dalam,memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan

kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,

mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil

pakaian dan mengenakan sepatu.

c. Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,

mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,

mendapatkan makanan, mengambil makanan dan memasukkan kedalam

mulut, menggambil cangkir atau gelas, serta mencerna makanan dengan

aman.

d. Eliminasi

Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan

kamar kecil, duduk ata bangkit dari closet, memanipulasi pakaian untuk

toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan

menyiram toilet atau kamar kecil.

Page 24: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

29

Menurut Depkes 2012, tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri

adalah:

a. Fisik

1. Badan bau, pakaian kotor,

2. Rambut dan kulit kotor

3. Kuku panjang dan kotor

4. Gigi kotor disertai mulut bau

5. Penampilan tidak rapi

b. Psikologis

1. Malas, tidak ada inisiatif

2. Menarik diri

3. Merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa hina

c. Sosial

1. Interaksi kurang

2. Kegiatan kurang

3. Tidak mampu berprilaku sesuai norma

4. Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK di sembarang tempat, gosok gigi

dan mandi tidak mampu mandiri

Menurut Sulastri (2016) Tanda dan Gejala defisit perawatan diri dapat dinilai dari

pertanyaan pasien tentang kebersihan diri, berdandan dan berpakaian, makan dan

minum, BAB dan BAK dan didukung dengan data hasil observasi

a. Data subjektif

Pasien mengatakan tentang :

1. Malas mandi

2. Tidak mau menyisir rambut

3. Tidak mau menggosok gigi

4. Tidak mau memotong kuku

5. Tidak mau berhias/berdandan

6. Tidak bisa/tidak mau menggunakan alat mandi/kebersihan diri

7. Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum

8. BAB dan BAK sembarangan

Page 25: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

30

9. Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB dan

BAK

10. Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar

b. data objektif

1. Badan bau, kotor, berdaki, rambut rontok, gigi rontok, kuku panjang, tidak

menggunakan alat-alat mandi, tidak mandi dengan benar.

2. Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi, tidak mampu

berdandan memilih, mengambil dan memakai pakaian, memakai sendal,

sepatu, tidak pandai memakai resleting, memakai barang-barang yang

perlu dalam berpakaian, melepas barang=barang yang perlu dalam

berpakaian.

3. Makan dan minum sembarangan, berceceran, tidak menggunakan alat

makan, tidak mampu(menyiapkan makanan, memindahkan makanan ke

alat makan, memegang alat makan, memebawa makanan dari piring ke

mulut, mengunyah, menelan makanan secara aman, menyelesaikan

makanan).

4. BAB dan BAK tidak ada tempatnya, tidak membersihkan diri setelah BAB

dan BAK, Tidak mampu (menjaga kebersihan toilet, menyiran toilet).

2. Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri

Menurut Herdman, T. Heather (2015) jenis perawatan diri terdiri dari:

a. Defisit Perawatan Diri: Mandi;

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

mandi/beraktifitas perawatan diri untuk diri sendiri.

b. Defisit Perawatan Diri: Berpakaian;

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas

berpakaian dan berias untuk diri sendiri.

c. Defisit Perawatan Diri: Makan;

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas

sendiri

Page 26: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

31

d. Defisit Perawatan Diri: Eliminasi;

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan eliminasi

sendiri.

3. Batasan Karakteristik Defisit Perawatan Diri

Menurut Herdman, T. Heather (2015), batasan karakteristik klien dengan Defisit

Perawatan Diri adalah:

a. Defisit Perawatan Diri : mandi

1. ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi,

2. ketidakmampuan mengeringkan tubuh,

3. ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi,

4. ketidakmampuan menjangkau sumber air,

5. ketidakmampuan mengatur air mandi,

6. ketidakmampuan membasuh tubuh.

b. Defisit Perawatan Diri: Berpakaian

1. ketidakmampuan mengancing pakaian,

2. ketidakmampuan mendapatkan pakaian,

3. ketidakmampuan mengenakan atribut pakaian,

4. ketidakmampuan mengenakan sepatu,

5. ketidakmampuan mengenakan kaus kaki,

6. ketidakmampuan melepaskan atribut pakaian,

7. ketidakmampuan melepas sepatu,

8. ketidakmampuan melepas kaus kaki

9. hambatan memilih pakaian

10. hambatan mempertahanakan penampilan yang memuaskan,

11. hambatan mengambil pakain ,

12. hambatan mengenakan pakaian pada bagia tubuh bawah,

13. hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh atas

14. hambatan memasang sepatu,

15. hamabatan memasang kaus kaki,

16. hambatan melepaskan pakaian,

17. hamabatan melepas sepatu,

Page 27: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

32

18. hamabatan melepas kaus kaki,

19. hambatan mengunakan alat bantu,

20. hambatan menggunakan resleting.

c. Defisit Perawatan Diri : Makanan

1. ketidakmampuan menambil makanan dan mengambil kemulut,

2. ketidakmampuan mengunyah makanan,

3. ketidakmampuan menghabiskan makanan,

4. ketidakmampuan menempatakan makanaan ke perlengkapan makanan,

5. ketidakamapuan menggunakan perlengkapan makanan,

6. ketidakmampuan memakan makanan dalam cara yang dapat diterima

secara sosial,

7. ketidakmampuan memakan maakan dengan cara yang aman,

8. ketidakmampuan memakanan dalam jumlah memadai,

9. ketidakmampuan memanipulasi makanan dalam mulut

10. ketidakmampuan membuka wadah makanan,

11. ketidakmampuan mengambil gelas dan cangkir,

12. krtidakmampuan makanan untuk dimakan,

13. ketidakmampuan menelan makan,

14. ketidakmampua menggunakan alat bantu.

d. Defisit Perawatan Diri: Eliminasi

1. ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang tepat,

2. ketidakmampuan menyiram toilet atau kursi buang air(commode),

3. ketidakmampuan naik ke toilet (commode),

4. ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi,

5. ketidakmampuan berdiri dari toilet,

6. ketidakmampuan untuk duduk di toilet.

Page 28: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

33

4. Dampak Masalah Defisit Perawatan Diri

Menurut Damayanti (2012) terdapat 2 damapk yang disebabkan oleh Defisit

Perawatan Diri:

a. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang di derita seseorang karna tidak

terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering

terjadi adalah: Gangguan integritas kulit, Gangguan membran mukosa mulut,

infeksi pada amata dan telinga, gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososial

Masalah yang berhubungan dengan personal hygine adalah gangguan

kebutuhan rasa nayaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga

diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

5. Lingkup Defisit Perawatan Diri

Menurut Sutejo (2017) terdapa 4 lingkup defisit perawatan diri yaitu:

a. kebersihan diri

tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian kotor, bau badan, bau

napas, dan penampilan tidak rapi

b. berdanadan atau berhias

kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir rambut,

atau mencukur kumis.

c. Makan

Menalami kesukaran dalam mengambil, ketidakmampuan membawa makanan

dari piring kemulut,dan makan hanya beberapa suap dari piring.

d. Toileting

ketidakmampuan atau tidakadanya keinginan untuk melakukan defekasi atau

berkemih tanpa bantuan.

B. Proses Terjadinya Defisit Perawatan Diri

Stuart (2009) mendefinisiskan stressor predisposisi sebagai factor risiko yang

menjadi sumber terjadinya stres yang mempengaruhi tipe dan sumber dari

Page 29: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

34

individu untuk menghadapi stres baik yang biologuis, psikososial dan sosial

kulttural.

Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul:

a. Defisit perawatan diri

b. Harga diri rendah

c. Isolasi sosial

Tabel 2.1 Data yang perlu dikaji Masalah

Keperawatan

Data Yang Perlu Dikaji

Defisit perawatan diri Subyektif:

Pasien mengatakan tentang:

1. Malas mandi

2. Tidak mau menyisir rambut

3. Tidak mau mengggosok gigi

4. Tidak mau memotong kuku

5. Tidak mau berhias/ berdandan

6. Tidak mau mengunakan alat mandi/ kebersihan diri

7. Tidak mengenakan pakaian yang sesuai

8. Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan

minum

9. BAB dan BAK sembarangan

10. Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah

BAB dan BAK

11. Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar

Objektif:

1. Badan bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi kotor, kuku

panjang, tidak menggunakan alat-alatt mandi,tidak mandi

dengan benar.

2. Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapih,

pakaian tidak rapih, tidak mampu berdandan, memilih

mengambil, dan memakai pakaian, mekakai sandal, sepatu,

memakai resleting, memakai barang-barang yang perlu

dalam berpakaian, melepas barang-barang yang perlu dalam

berpakaian.

3. Makan dan minum sembarangan, berceceran tidak

Page 30: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

35

menggunakan alat makan, tidak mampu (menyiapkan

makan, memindahkan makanan ke alat makan, memegang

alat makan, membawa makanan dari piring ke mulut,

mengunyah, menelan makanan secara aman, menyelesaikan

makan)

4. BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membesihkan

diri setelah BAB dan BAK, tidak mampu (menjaga

kebersihan toilet, menyiram toilet) (kemenkes 2012)

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. PengkajianDefisit Perawatan Diri

Menurut Videbeck (2008) pengkajian merupakan langkah pertama proses

keperawatan dan meliputi pengumpulan, organisasi, dan analisis

informasi.dalam keperawatan kesehatan jiwa, proses ini sering disebut

sebagai pengkajian psikososial, yang mencakup pemeriksaan status mental.

Tujuan pengkajian psikososial ialah membangun gambaran status emosional

klien saat ini, kapasitas mental, dan fungsi prilakunya.Pengkajain ini

berfungsi sebagai dasar dalam mengembangkan rencana perawatan untuk

memnuhi kebutuhan klien.Pengkajian ini juga merupakan landasan klinis

yang digunakan untuk mengavaluasi ke efektifan terspi dan intervensi, atau

tolak ukur kemajuan klien.

Menurut Sulastri (2012) Pengkajian pada Defisit Perawatan Diri dapat

dilakukan dengan cara wawancara dan observasi kepada pasien dan

keluarga ( pelaku rawat). Tanda dan gejala Defisit Perawatan Diri yang

dapat ditemukan dengan wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kebersihan diri pasien?

2. Apakah pasien malas mandi, mencuci rambut, menggosok gigi,

menggunting kuku?

3. Bagaimana penampilan pasien?

4. Apakah klien menyisir rambut, berdandan, bercukur(untuk laki-laki)?

5. Apakah pakaian pasien rapi dan sesuai?

6. Apakah klien menggunakan alat mandi atau kebersihan diri?

Page 31: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

36

7. Bagaimana makan dan minum pasien?Apakah pasien menggunakan alat

makan dan minum saat makan dan minum?

8. Bagaimana BAB dan BAK pasien?

9. Apakah pasien membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah

BAB dan BAK?

10. Apakah pasien mengetahui cara perawatan diri yang benar?

Adapun tanda dan gejala defisit perwatan diri yang dapat ditemukan melalui

observasi adalah sebagai berikut:

a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit

berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.

b. Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak –acakan,

pakaian kotor dan tidak rapih, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak

bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.

c. Ketidakmampuan makan dan minum secara mandiri, ditandai dengan

ketidakmampuan mengambil makan dan minum sendiri, makan berceceran,

dan makan tidak pada tepatnya.

d. Ketidakmampuan BAB dan BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB dan

BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB

dan BAK.

Sedangkan menurut Damaiyanti (2012)Pengkaijian pada defisit perawatan

diridibagi menjadi dua:

1. Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri adalah

a. Data subjektif: pasien merasa lemah, malas untuk beraktifitas, merasa tidak

berdaya.

b. Data objektif: rambut kotor, acak-acakan, badan dan pakaian kotor, dan bau,

mulut dan gigi bau, kulit kusam dan kotor, kuku panjang dan tidak terawat.

2. Mekanisme koping:

a. Regresi

b. Penyangkalah

c. Isolasi sosial, manarik diri,

d. Intelektualisasi

Page 32: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

37

2. Diagnosa Keperawatan Defisit Perawatan Diri

Menurut Sulastri (2017) diagnosa keperawatan defisit perawatan

dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala defisit perawatan diri yang di temukan.

Jika hasil pengkajian menjukan tanda dan gejala defisit perawatan diri maka

diagnosis keperawatan di tegakkan adalah “ defisit perawatan diri : kebersihan

diri, makan dan minum, BAB dan BAK.”

Sedangkan menurut Sutejo (2017) berdasarkan data yang diperoleh, diagnosis

masalah keperawatan dalam gangguan defisit perawatan diri meliputi kebersihan

diri, berhias, makan, eliminasi.

(SDKI, 2016) Diagnosa Keperawatan: Defisit perawatan diri b.d gangguan

psikologis.

3. Rencana tindakan keperawatan pada klien Defisit perawatan diri

Rencana tindakan keperawatan pada pasien defisit perawatan diri adalah

suatu bentuk susunan perencanaaan tindakan keperawatan untuk mengatasi pasien

dengan defisit perawatan diri.Tindakan keperawatan diantaranya terdapat strategi

pelaksanaan tindakan keperawatan, dan terapi aktifitas kelompok.Tindakan-

tindakan ini dapat ditunjukan pada tindakan keperawatan untuk individu, tindakan

keperawatan untuk keluarga, dan tindakan keperawatan untuk kelompok.

4. ImplementasiDefisit Perawatan Diri

Proses implementasi adalah melaksanakan rencana tindakan yang sudah

disusun dan disesuaikan dengan kondisi saat itu. Pelaksanaan tindakan

keperawatan bisa lebih dari apa yang telah direncanakan atau lebih sedikit dari

apa yang sudah direncanakan bahkan mampu memodifikasi dari perencanaan

yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pada saat asuhan diberikan.

Dalam mengimplementasikan intervensi, perawat kesehatan jiwa menggunakan

intervensi yang luas yang dirancang untuk mencegah penyakit meningkat,

mempertahankan, dan memulihkan kesehatan fisik dan mental (Damaiyanti,

2012).

Page 33: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

38

5.EvaluasiDefisit Perawatan Diri

a. Evaluasi kemampuan pasien defisit perawatan diri berhasil apabila pasien dapat

1) Mandi, memcuci rambut, menggosok gigi dan menggunting kuku dengan

benar.

2) Mengganti pakaian dengan bersih

3) Membereskan pakaian kotor

4) Berdandan dengan benar

5) Mampersiapkan makanan

6) Mengambil makanan dan minuman dengn rapi

7) Menggunakan alat makan dan minum dengan benar

8) BAB dan BAK pada tempstnys

9) BAB dab BAK dengan bersih

b. Evaluasi kemampuan keluarga defisit perawatan diri berhasil apabila keluarga

dapat:

1) Mengenal amsalah yang dirasakan dalam merawat pasien (pengertian, tanda

dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri)

2) Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien

3) Merawat dan membimbing pasien dalam merawat diri: kebrsihan diri ,

berdandan (wanita),bercukur (pria), makan dan minum, BAB dan BAK

4) Follow up ke puskesmas, mengenal tanda kambuh dan rujukan

Tinjauan Konsep Penyakit Skizofrenia

1. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan pada fungsi otak.Menurut Nancy

Andreasen (2008) dalam Broken Brain, The Biological Revolution in Psychiatry,

bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan skizofrenia merupakan suatu hal yang

melibatkan banyak sekali faktor.Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur

fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik.Melinda Hermann

(2008), mendefinisikanj skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang

memengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya

Page 34: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

39

(Neurological disease that effects a person’s perception, thinking, language,

emotion, and social behavior)

2. Proses Terjadinya Skizofrenia

Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap sambungan sel menjadi

tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel yang lain.

Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmitters

yang membawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke ujung sambungan

sel yang lain. Di dalam otak yang terserang skizofrenia, terdapat kesalahan atau

kerusakan pada sistem komunikasi tersebut.

Bagi keluarga dengan penderita schizophrenia di dalamnya, akan mengerti

dengan jelas apa yang dialami penderita schizophrenia dengan membandingkan

otak dengan telepon. Pada orang yang normal, sistem switch pada otak bekerja

dengan normal.Sinyal-sinyal persepsi yang datang dikirim kembali dengan

sempurna tanpa ada gangguan sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan

akhirnya melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat itu.Pada otak klien

schizophrenia, sinyal-sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak

berhasil mencapai sambungan sel yang dituju.

Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun klien tidak

menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang

lama.Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi skizofrenia yang

tersembunyi dan berbahaya.Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja

menjadi skizofrenia acute.Periode skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat

dan kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan

berpikir.

Kadang kala skizofrenia menyerang secara tiba-tiba.Perubahan perilaku yang

sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu.Serangan yang

mendadak selalu memicu terjadinya periode akut secara cepat.Beberapa penderita

mengalami gangguan seumur hidup, tapi banyak juga yang bisa kembali hidup

secara normal dalam periode akut tersebut.Kebanyakan didapati bahwa mereka

dikucilkan, menderita depresi yang hebat, dan tidak dapat berfungsi sebagaimana

Page 35: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

40

layaknya orang normal dalam lingkungannya. Dalam beberapa kasus, serangan

dapat meningkat menjadi apa yang disebut skizofrenia kronis. Klien menjadi buas,

kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki

motivasi sama sekali, depresi, dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya

sendiri.

3. Tanda dan Gejala Skizofrenia

Secara general gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu gejala

positif dan gejala negatif.

a. Gejala positif

Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu

menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang. Klien

skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang

sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada

tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasa timbul, yaitu klien

merasakan ada suara dari dalam dirinya.Kadang suara itu dirasakan menyejukkan

hati, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat

berbahaya, seperti bunuh diri.

Menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan

kenyataaan.Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu traffic di jalan raya yang

berwarna merah-kuning-hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar

angkasa.Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang

paranoid.Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau hendak

diserang.

Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak

mampu memproses dan mengatur pikirannya.Kebanyakan klien tidak mampu

memahami hubungan antara kenyataan dan logika.Karena klien skizofrenia tidak

mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan

tidak bisa ditangkap secara logika.Ketidakmampuan dalam berpikir

mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan.Hasilnya,

Page 36: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

41

kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa

mempedulikan sekelilingnya.

Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak dapat memahami siapa dirinya,

tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa

mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya.

b. Gejala negatif

Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan

minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas. Karena klien

skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-

hal yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi klien

skizofrenia menjadi datar.Klien skizofrenia tidak memiliki ekspresi baik dari raut

muka maupun gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi

apapun.Tapi ini tidak berarti bahwa klien skizofrenia tidak bisa merasakan

perasaan apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang

lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.

Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu

menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia.Mereka tidak merasa memiliki

perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang

lain, dan tidak mengenal cinta.Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat

menyakitkan.Disamping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil

dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia

menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian.

Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang manusia usia muda antara 15

hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun ke atas.

Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun

tingkat sosial ekonomi.Diperkirakan penderita skizofrenia sebanyak 1% dari

jumlah manusia yang ada di bumi.

Menurut Bleuler, ciri khas skizofrenia dapat diidentifikasi dari 4 A gejala khas

(Bleuler’s) yaitu:

1) Affect : symptoms one month to one year before psychotic break

Page 37: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

42

(Mempengaruhi: gejala satu bulan sampai satu tahun sebelum istirahat

psikotik.)

2) Associative looseness: person feels something strange or weird is happening to

them (Kehilangan Asosiatif: Orang merasa aneh atau aneh sedang terjadi pada

mereka).

3) Autism: misinterprets things in the environment (Autisme: salah menafsirkan

sesuatu di lingkungan).

4) Ambivalence: feelings of rejection, lack of self-respect, loneliness,hoplessness,

isolation, withdrawal, and inability to trust others (Ambivalensi: perasaan

penolakan, kurangnya harga diri, kesepian, keputusasaan, isolasi, penarikan

diri, dan ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain).

4. Tipe skizofrenia

There several types of schizophrenia, and no one characteristic is common to all.

Psychotic symptoms include:

a. Delusions (Delusi)

b. Hallucinations (Halusinasi)

c. Incoherence(Ketidaklogisan)

d. Catatonic or hyperactive behavior (Perilaku Hiperaktik)

e. Flat affect (Afek Datar)

5. Pengobatan Skizofrenia

Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama

menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.

Terapis jangan melihat pada penderita skizofrenia sebagai penderita yang tidak

dapat disembuhkan lagi atau suatu makhluk yang aneh dan inferior, seperti orang

dengan penyakit lipra dahulu.Bila sudah dapat diadakan kontak, maka dilakukan

bimbingan tentang hal-hal yang praktis.

Biarpun penderita mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan

dan bimbingan yang baik penderita dapat ditolong untuk berfungsi terus, bekerja

Page 38: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

43

sederhana di rumah atau pun di luar rumah serta dapat membesarkan dan

menyekolahkan anaknya.

Keluarga atau orang lain di lingkungan penderita diberi penerangan (manipulasi

lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.

a. Farmakoterapi

Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah: pertama

untukmengendalikan gejala aktif dan kedua mencegah kekambuhan.Efektifitas

dari antipsikotik dalam pengobatan skizofrenia telah dibuktikan oleh berbagai

penelitian buta ganda yang terkontrol. Untuk antipsikotik tipikal atau generasi

pertama, tidak ada bukti bahwa obat yang satu lebih baik daripada yang lain

untuk gejala-gejala tertentu.

Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah akut atau konis.Fase

akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh)

yang perlu segera diatasi.Tujuan pengobatan di sini adalah mengurangi gejala

psikotik yang parah.Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang

dalam waktu 2-3 minggu.Biarpun tetap masih ada waham dan halusinasi,

penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif, mau ikut

serta dalam kegiatan lingkungannya dan mau turut terapi kerja.

Setelah 4-8 minggu, pasien masuk ke tahap stabilisasi sewaktu gejala-gejala

sedikit banyak sudah teratasi, tetapi risiko relaps masih tinggi, apalagi bila

pengobatan terputus atau pasien mengalami stres. Sesudah gejala-gejala mereka,

maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi, jika serangan itu baru yang

pertama kali.Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari satu kali, maka sesudah

gejala-gejala mereda, obat diberi terus selama satu atau dua tahun.

Setelah 6 bulan, pasien masuk fase rumatan (maintenance) yang bertujuan untuk

mencegah kekambuhan.Kepada pasien dengan skizofrenia menahun, neuroleptika

diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang

naik-turun sesuai dengan keadaan pasien (seperti juga pemberian obat kepada

pasien dengan penyakit badaniah yang menahun, misalnya diabetes melitus,

hipertensi, payah jantung, dan sebagainya).Senantiasa kita harus waspada

terhadap efek samping obat.

Page 39: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

44

Strategi rumatan adalah menemukan dosis efektif terendah yang dapat

memberikan perlindungan terhadap kekambuhan dan tidak mengganggu fungsi

psikososial pasien.

Hasil pengobatan akan lebih baik bila antipsikotik mulai diberi dalam dua tahun

pertama dari penyakit. Tidak ada dosis standar untuk obat ini, tetapi dosis

ditetapkan secara individual.

Pemilihan obat lebih banyak berdasarkan profil efek samping dan respons pasien

pada pengobatan sebelumnya.Ada beberapa kondisi khusus yang perlu

diperhatikan, misalnya pada wanita hamil lebih dianjurkan haloperidol, karena

obat ini mempunyai data keamanan yang paling baik. Pada pasien yang sensitif

terhadap efek samping ekstrapiramidal lebih baik diberi antipsikotik atipik,

demikian pula pada pasien yang menunjukkan gejala kognitif atau gejala negatif

yang menonjol.

Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia, pemberian

obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek samping , karena

pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan mengurangi ketaatberobatan

(compliance) atau kesetiaberobatan (adherence). Dianjurkan untuk menggunakan

antipsikotik atipik atau antipsikotik tipikal, teta[i dengan dosis yang rendah.

b. Terapi Elektro-konvulsi (TEK)

Seperti juga konvulsi yang lain, cara kerja elektrokonvulsi belum diketahui

dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek

serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi

terapi ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang.

Bila dibandingkan dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering

terjadi serangan ulang.Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan, dapat dilakukan

secara ambulant, bahaya lebih sedikit, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga

yang khusus seperti pada terapi koma insulin.

TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor. Terhadap skizofrenia

simplex efeknya mengecewakan: bila gejala hanya ringan lantas diberi TEK,

kadang-kadang gejala menjadi lebih berat.

c. Psikoterapi dan Rehabilitasi

Page 40: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

45

Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisis tidak membawa hasil yang diharapkan,

bahkan ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada penderita dengan

skizofrenia karena justru dapat menambah isolasi dan autisme.Yang dapat

membantu penderita adalah psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta

bimbingan yang praktis dengan maksud mengembalikan penderita ke

masyarakat.Teknik terapi perilaku kognitif (cognitive behaviour therapy)

belakangan dicoba pada penderita skizofrenia dengan hasil yang menjanjikan.

Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan

orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak

mengasingkan diri lagi, karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan

yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan

bersama.Pemikiran masalah filsafat atau kesenian bebas dalam bentuk melukis

bebas atau bermain musik bebas, tidak dianjurkan sebab dapat menambah

autisme.Bila dilakukan jua, maka harus ada pemimpin dan ada tujuan yang lebih

dahulu sudah ditentukan.

Perlu juga diperhatikan lingkungan penderita. Bila mungkin, diatur sedemikian

rupa sehingga ia tidak mengalami stres terlalu terlalu banyak. Bila mungkin,

sebaiknya ia dikembalikan ke pekerjaan sebelum sakit, dan tergantung pada

tingkat kesembuhannya apakah tanggung jawabnya dalam pekerjaan itu akan

penuh atau tidak.

Lingkungan sekitar yang tidak setabil serta hostilitas dan ikut campur emosional

(expressed emotion ) yang tinggi yang dialami pasien dari orang-orang yang dekat

dengannya biasanya keluarga akan membawa risiko tinggi untuk kambuh. Untuk

ini terapi keluarga dapat bermanfaat

6. Prinsip Implementasi Keperawatan

Secara umum klien skizofrenia akan mengalami beberapa masalah keperawatan

seperti halusinasi, harga diri rendah, isolasi sosial, perilaku kekerasan, waham,

depresi, dan sebagainya. Masalah tersebut dibahas secara rinci pada bab tersendiri.

Page 41: 6. BAB IIrepository.poltekkes-tjk.ac.id/448/3/2.pdf · 2. Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integritas pengalaman

46

Prinsip perencanaan keperawatan yang perlu dipertimbangkan adalah:

a. Pentingnya perawatan di rumah sakit dan menumbuhkan kemandirian

(Hospitalization, independency).

b. Perawat melakukan identifiksai dan pemenuhan kebutuhan dasar selama di

rumah sakit, (Identify long-term care basic needs).

c. Terapi medis yang tuntas (Adequate meqdical therapy).

d. Merencanakan tindak lanjut dan proses rujukan klien dan peran serta keluarga

(Identify and provide proper referrals for patient and family).

e. Merencanakan keterampilan dan perangkat kehidupan setelah kembali ke

masyarakat seperti sumber penghasilan dan ekonomi, dukungan sosial,

hubungan kekeluargaan dan ketahanan apabila mendapat stress (Follow up

living arrangements, economic resources, social support, family relationships,

vulnerability to stress).

f. Memberikan terapi modalitas (Modality therapy) dan melatih terapi kerja

(occupational therapy).

g. Pendidikan masyarakat dalam mencegah stigma (prevention to stigma).