13-41 bab ii kajian pustaka - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/bab 2.pdf ·...

29
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penerimaan Orang Tua 1. Pengertian Penerimaan Orang Tua Orang tua dalam lingkungan keluarga memegang peranan penting dan tanggung jawab dalam perkembangan anak. Perlakuan yang diberikan oleh orang tua terhadap anaknya akan memberikan dampak bagi anak. Menurut Gordon (1999) semua orang tua adalah pribadi-pribadi yang dari masa ke masa mempunyai dua perasaan yang berbeda terhadap anak-anak mereka, menerima dan tidak menerima. Menurut Johnson dan Medinnus (1967) penerimaan didefinisikan sebagai pemberian cinta tanpa syarat sehingga penerimaan orang tua terhadap anaknya tercermin melalui adanya perhatian yang kuat, cinta kasih terhadap anak serta sikap penuh kebahagiaan mengasuh anak. Coopersmith (1967) mengatakan bahwa penerimaan orang tua terungkap melalui perhatian pada anak, kepekaan terhadap kepentingan anak, ungkapan kasih sayang dan hubungan yang penuh kebahagiaan dengan anak. Adapun menurut Hurlock (1978), konsep penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang anak. Orang tua yang menerima akan memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat. Anak yang diterima umumnya bersosialisasi

Upload: ngodiep

Post on 07-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

13 

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penerimaan Orang Tua

1. Pengertian Penerimaan Orang Tua

Orang tua dalam lingkungan keluarga memegang peranan penting

dan tanggung jawab dalam perkembangan anak. Perlakuan yang diberikan

oleh orang tua terhadap anaknya akan memberikan dampak bagi anak.

Menurut Gordon (1999) semua orang tua adalah pribadi-pribadi yang dari

masa ke masa mempunyai dua perasaan yang berbeda terhadap anak-anak

mereka, menerima dan tidak menerima. Menurut Johnson dan Medinnus

(1967) penerimaan didefinisikan sebagai pemberian cinta tanpa syarat

sehingga penerimaan orang tua terhadap anaknya tercermin melalui

adanya perhatian yang kuat, cinta kasih terhadap anak serta sikap penuh

kebahagiaan mengasuh anak.

Coopersmith (1967) mengatakan bahwa penerimaan orang tua

terungkap melalui perhatian pada anak, kepekaan terhadap kepentingan

anak, ungkapan kasih sayang dan hubungan yang penuh kebahagiaan

dengan anak.

Adapun menurut Hurlock (1978), konsep penerimaan orang tua

ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang anak. Orang tua yang

menerima akan memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan

memperhitungkan minat. Anak yang diterima umumnya bersosialisasi

Page 2: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

14 

 

dengan baik, kooperatif, ramah, loyal, secara emosional stabil, dan

gembira.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan

orang tua terhadap anaknya adalah sikap penuh perhatian, pengertian, serta

cinta dan kasih sayang dari orang tua terhadap anaknya yang ditunjukkan

dengan sikap yang penuh bahagia dalam mengasuh anak.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua

Hurlock (1978) menyatakan bahwa penerimaan orang tua ditandai

oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak. Penerimaan orang tua di

dalam pengertian Hurlock menerangkan berbagai macam sikap khas orang

tua terhadap anak. Sikap orang tua terhadap anak mereka merupakan hasil

belajar. Banyak faktor yang turut mempengaruhi sikap orang tua terhadap

anak. Hurlock menjelaskan faktor-faktor tersebut adalah :

a. Konsep “anak idaman” yang terbentuk sebelum kelahiran anak yang

sangat diwarnai romantisme, dan didasarkan gambaran anak ideal dari

orang tua.

b. Pengalaman awal dengan anak mewarnai sikap orang tua terhadap

anaknya.

c. Nilai budaya mengenai cara terbaik memperlakukan anak, secara

otoriter, demokratis maupun permisif, akan mempengaruhi sikap

orang tua dan cara memperlakukan anaknya.

Page 3: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

15 

 

d. Orang tua yang menyukai peran, merasa bahagia, dan mempunyai

penyesuaian yang baik terhadap perkawinan, akan mecerminkan

penyesuaian yang baik pada anak.

e. Apabila orang tua merasa mampu berperan sebagai orang tua, sikap

mereka terhadap anak dan perilakunya lebih baik dibandingkan sikap

mereka yang merasa kurang mampu dan ragu-ragu.

f. Kemampuan dan kemauan untuk menyesuaikan diri dengan pola

kehidupan yang berpusat pada keluarga.

g. Alasan memiliki anak. Apabila alasan memiliki anak untuk

mempertahankan perkawinan yang retak dan hal ini tidak berhasil

maka sikap orang tua yang menginginkan anak berkurang

dibandingkan dengan sikap orang tua yang menginginkan anak untuk

memberikan kepuasan mereka dengan perkawinan mereka. Cara anak

bereaksi terhadap orang tuanya mempengaruhi sikap orang tua

terhadap anaknya.

Darling-Darling (1982) menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi penerima orang tua terhadap anaknya adalah :

a. Umur anak

Studi Korn (dalam Darling-Darling, 1982) menjelaskan bahwa

anak-anak cacat yang usianya lebih muda lebih tertekan dan

menderita daripada orang tua dari anak-anak cacat yang usianya

lebih tua.

Page 4: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

16 

 

b. Agama

Zuck (dalam Darling-Darling, 1982) melaporkan bahwa orang tua

yang menghargai terhadap agamanya, orang tua yang lebih intens

dalam melakukan praktek agama cenderung bersikap lebih

menerima anak-anak mereka yang terhambat secara fisik.

c. Penerimaan diri sendiri orang tua

Medinnus dan Curtis (dalam Darling-Darling, 1982) menemukan

adanya hubungan yang sangat tinggi antara penerimaan diri sendiri

dan penerimaan orang tua terhadap anaknya.

d. Alasan orang tua memiliki anak

Orang tua yang mendambakan anaknya menjadi atlit atau orang

yang terpelajar akan menjadi kecewa pada kelahiran anaknya yang

cacat secara fisik atau mental (dalam Darling-Darling, 1982).

e. Status sosial ekonomi.

Downey (dalam Darling-Darling, 1982) menjelaskan bahwa

keluarga dari kelas bawah lebih dapat menerima daripada keluarga

kelas menengah.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

faktor-faktor yang turut mempengaruhi penerimaan orang tua terhadap

anaknya adalah bagaimana konsep orang tua terhadap anaknya, apakah

anaknya tersebut sesuai dengan gambaran ideal orang tua, pengalaman

dan cara bereaksi anak terhadap sikap orang tua, gaya pengasuhan

orang tua terhadap anaknya, kemampuan dan penyesuaian orang tua

Page 5: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

17 

 

terhadap perkawinannya, serta alasan orang tua memiliki anak. Anak

berkebutuhan khusus dengan usia yang lebih muda dapat

menyebabkan orang tua lebih mudah tertekan, dari sisi agama juga

menjelaskan bahwa orang tua yang lebih intens dalam melakukan

praktek agama cenderung bersikap lebih menerima anak-anak mereka

yang terhambat secara fisik, dan juga alasan orang tua memiliki anak,

bagaimana penerimaan orang tua terhadap anaknya serta faktor sosial

ekonomi merupakan faktor-faktor yang turut mempengaruhi

penerimaan orang tua terhadap anaknya.

3. Aspek-Aspek Penerimaan Orang Tua

Orang tua yang menerima anaknya akan menempatkan anaknya

pada posisi penting dalam keluarga dan mengembangkan hubungan

emosional yang hangat dengan anak. Porter (dalam Johnson dan

Medinnus 1967) mengungkap aspek-aspek penerimaan orang tua

terhadap anak sebagai berikut :

a. Menghargai anak sebagai individu dengan segenap perasaan,

mengakui hak-hak anak dan memenuhi kebutuhan untuk

mengekspresikan perasaan.

b. Menilai anaknya sebagai diri yang unik sehingga orang tua dapat

memelihara keunikan anaknya tanpa batas agar mampu menjadi

pribadi yang sehat.

Page 6: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

18 

 

c. Mengenal kebutuhan-kebutuhan anak untuk membedakan dan

memisahkan diri dari orang tua dan mencintai individu yang

mandiri.

d. Mencintai anak tanpa syarat.

Menurut Zuck (dalam Darling-Darling, 1982) aspek-aspek

yang terdapat dalam diri orang tua yang menerima anaknya adalah

sebagai berikut :

a. Memperlihatkan kecemasan yang minimal dalam kehadiran anak

b. Memperlihatkan keadaan membela diri yang minimal tentang

keterbatasan anak.

c. Tidak ada penolakan yang jelas pada anak maupun membantu

perkembangan kepercayaan yang lebih.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

aspek-aspek penerimaan orang tua terhadap anaknya adalah sebagai

berikut :

a. Menghargai anak sebagai individu dengan segenap perasaan.

b. Mengakui hak-hak anak dan memenuhi kebutuhan untuk

mengekspresikan perasaan.

c. Mencintai anak tanpa syarat.

d. Memperlihatkan kecemasan yang minimal dalam kehadiran anak.

e. Menerima keterbatasan anak.

f. Tidak ada penolakan yang ditampakkan pada anak.

g. Adanya komunikasi dan kehangatan antara orang tua dan anak.

Page 7: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

19 

 

4. Tahapan Penerimaan Orang tua

Ross (dalam Sarasvati 2004), membahas reaksi-reaksi manusia

dalam menghadapi “cobaan” dalam hidup ini. Tahapan dibagi menjadi

lima tahap. Tahapan ini bisa dijabarkan sebagai berikut:

a. Tahap Denial (menolak menerima kenyataan)

Dimulai dari rasa tidak percaya saat menerima diagnosa

dari seorang ahli, perasaan orang tua selanjutnya akan diliputi

kebingungan. Bingung atas arti diagnosa, bingung akan apa yang

harus dilakukan, sekaligus bingung mengapa hal ini dapat terjadi

pada anak mereka. Kebingungan ini sangat manusiawi, karena

umumnya, orang tua mengharapkan yang terbaik untuk keturunan

mereka.

Tidak mudah bagi orang tua manapun untuk dapat

menerima apa yang sebenarnya terjadi. Kadangkala, terselip rasa

malu pada orang tua untuk mengakui bahwa hal tersebut dapat

terjadi di keluarga mereka. Keadaan ini bisa menjadi bertambah

buruk, jika keluarga tersebut mengalami tekanan sosial dari

lingkungan untuk memberikan keturunan yang ”sempurna”.

b. Tahap Anger (marah)

Reaksi marah ini bisa dilampiaskan kepada beberapa pihak

sekaligus. Bisa kepada dokter yang memberi diagnosa. Bisa kepada

diri sendiri atau kepada pasangan hidup. Bisa juga, muncul dalam

bentuk menolak untuk mengasuh anak tersebut.

Page 8: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

20 

 

c. Tahap Bargaining (menawar)

Pada tahap ini, orang tua berusaha untuk menghibur diri

dengan pernyataan seperti “Mungkin kalau kami menunggu lebih

lama lagi, keadaan akan membaik dengan sendirinya”.

d. Tahap Depression (depresi)

Muncul dalam bentuk putus asa, tertekan dan kehilangan

harapan. Kadangkala depresi dapat juga menimbulkan rasa

bersalah, terutama di pihak ibu, yang khawatir apakah keadaan

anak mereka akibat dari kelalaian selama hamil, atau akibat dosa di

masa lalu. Ayahpun sering dihinggapi rasa bersalah, karena merasa

tidak dapat memberikan keturunan yang sempurna.

Putus asa, sebagai bagian dari depresi, akan muncul saat

orang tua mulai membayangkan masa depan yang akan dihadapi

sang anak. Terutama jika mereka memikirkan siapa yang dapat

mengasuh anak mereka, pada saat mereka meninggal.

Pada tahap depresi, orang tua cenderung murung,

menghindar dari lingkungan sosial terdekat, lelah sepanjang waktu

dan kehilangan gairah hidup.

e. Tahap Acceptance (pasrah dan menerima kenyataan)

Pada tahap ini, orang tua sudah menjadi kenyataan baik

secara emosi maupun intelektual. Sambil mengupayakan

”penyembuhan”, mereka mengubah persepsi dan harapan atas

Page 9: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

21 

 

anak. Orang tua pada tahap ini cenderung mengharapkan yang

terbaik sesuai dengan kapasitas dan kemampuan anak mereka.

B. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Ganda Sumekar (2009) anak berkebutuhan khusus adalah

“anak-anak yang mengalami penyimpangan, kelainan atau ketunaan dalam

segi fisik, mental, emosi dan sosial, atau dari gabungan dari hal-hal

tersebut sedemikian rupa sehingga mereka memerlukan pelayanan

pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan,

kelainan, atau ketunaan mereka. Anak yang dikategorikan sebagai anak

berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami keterbelakangan

mental, ketidakmampuan belajar atau gangguan atensi, gangguan

emosional atau perilaku, hambatan fisik, komunikasi, autisme, traumatic

brain injury, hambatan pendengaran, hambatan penglihatan, dan anak-

anak yang memiliki bakat khusus.

Suran dan Rizzo, 1979 (dalam Rahajeng, 2007) mengartikan anak

berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam

beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka

secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai

tujuan-tujuan (kebutuhan) dan potensinya secara maksimal. Meliputi

mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi

mental, dan juga gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat

Page 10: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

22 

 

dengan inteligensi yang tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak khusus

karena memerlukan terapi yang terlatih dari tenaga profesional.

Gearheart, 1981 (dalam Rahajeng, 2007) mendefinisikan anak

dengan kebutuhan khusus sebagai anak yang memerlukan persyaratan

pendidikan yang berbeda dari rata-rata anak normal, dan untuk belajar

secara efektif memerlukan program, pelayanan, fasilitas, dan materi

khusus.

Mangunsong (1998) mengartikan anak dengan kebutuhan khusus

adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal : ciri-

ciri mental, kemampuan sensorik, fisik dan neuromuskular, perilaku sosial

dan emosional, kemampuan berkomunikasi maupun kombinasi dua atau

lebih dari hal-hal di atas; sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas-

tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang

ditujukan untuk mengembangkan potensi atau kapasitasnya secara

maksimal.

Anak Berkebutuhan Khusus (dulu disebut sebagai anak luar biasa)

didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan

khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara

sempurna. (Abdul Hadits, 2006)

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses

pertumbuhan atau perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan

fisik, mental-intelektual, sosial dan atau emosional dibanding dengan

Page 11: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

23 

 

anak-anak lain seusianya, sehingga mereka memerlukan pelayanan

pendidikan khusus. (Miftakhul Jannah, 2004)

Secara ringkas, anak luar biasa (ABK) dapat diartikan sebagai anak

yang memiliki ciri yang berbeda dari anak-anak kebanyakan, baik dari segi

ciri-ciri mental, kemampuan fisik, perilaku sosial dan emosional,

kemampuan berkomunikasi maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal

di atas.

2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Dalam Suparno (2007) menyebutkan anak berkebutuhan khusus

diklasifikasikan menjadi 3, yaitu anak berkelainan fisik, anak berkelainan

mental emosional, anak berkelainan akademik.

1. Anak-anak Berkelainan Fisik

A. Anak Tunanetra

Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan

atau gangguan fungsi penglihatan, yang dinyatakan dengan tingkat

ketajaman penglihatan atau visus sentralis di atas 20/200 dan

secara pedagogis membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam

belajarnya di sekolah. Beberapa karakteristik anak tunanetra adalah

sebagai berikut :

1) Segi fisik

Secara fisik anak tunanetra nampak sekali adanya

kelainan pada organ penglihatan/mata yang secara nyata dapat

dibedakan dengan anak normal pada umumnya.

Page 12: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

24 

 

2) Segi motorik

Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak

berpengaruh secara langsung terhadap keadaan motorik anak

tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visual

menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan orientasi

lingkungan. Sehingga tidak seperti anak normal pada

umumnya, anak tunanetra kurang dapat melakukan mobilitas

secara umum.

3) Perilaku

Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan

masalah atau penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun

demikian hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Anak

tunanetra sering menunjukkan perilaku stereotip, sehingga

menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Manifestasi

perilaku tersebut dapat berupa sering menekan matanya,

membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala

dan badan, atau berputar-putar.

4) Akademik

Secara umum kemampuan akademik anak tunanetra

sama seperti anak normal pada umumnya.

5) Pribadi dan sosial

Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan

leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunya

Page 13: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

25 

 

keterbatasan dalam melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan

tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh

pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Dari

keadaan tersebut mengakibatkan tunanetra lebih terlihat

memiliki sikap curiga yang berlebihan pada orang lain, mudah

tersinggung, dan ketergantungan pada orang lain.

B. Anak Tunarungu

Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi

ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga seorang anak.

Kondisi ini menyebabkan mereka memiliki karakteristik yang

khas. Beberapa karakteristik anak tunarungu di antaranya adalah :

1) Segi fisik

a. Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Akibat

terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan pada

telinga, menyebabkan anak-anak tunarungu mengalami

kekurangseimbangan dalam aktivitas fisiknya.

b. Pernapasannya pendek, dan tidak teratur. Anak-anak

tunarungu tidak pernah mendengarkan suara-suara dalam

kehidupan sehari-hari, bagaimana bersuara atau

mengucapkan kata-kata dengan intonasi yang baik,

sehingga mereka juga tidak terbiasa mengatur

pernapasannya dengan baik khususnya dalam berbicara.

Page 14: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

26 

 

c. Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan merupakan

salah satu indra yang paling dominan bagi anak

penyandang tunarungu, di mana sebagian besar

pengalamannya diperoleh melalui penglihatan. Oleh karena

itu anak tunarungu dikenal sebagai anak visual, sehingga

cara melihatpun selalu menunjukkan keingintahuan yang

besar dan terlihat beringas.

2) Segi bahasa

a. Miskin akan kosakata

b. Sulit mengartikan kata-kata yang mengandung ungkapan

c. Tatabahasanya kurang teratur

3) Intelektual

a. Kemampuan intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-

anak tunarungu tidak mengalami permasalahan dalam segi

intelektual. Namun akibat keterbatasan dalam

berkomunikasi dan berbahasa, perkembanan intelektual

menjadi lamban.

b. Perkembangan akademiknya lamban akibat keterbatasan

bahasa.

4) Sosial-emosional

a. Sering merasa curiga

b. Sering bersikap agresif

Page 15: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

27 

 

C. Anak Tunadaksa

Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan

fisik, atau cacat tubuh, yang mencakup kelainan anggota tubuh

manapun yang mengalami kelainan anggota gerak dan kelumpuhan

yang disebabkan karena kelainan yang ada di syaraf pusat atau

otak, disebut sebagai cerebal palsy (CP), dengan karakteristik

sebagai berikut :

1) Gangguan motorik

Gangguan motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan,

gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan ritmis

dan gangguan keseimbangan. Gangguan motorik ini meliputi

motorik kasar dan motorik halus.

2) Gangguan sensorik

Beberapa gangguan sensorik antara lain penglihatan,

pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasa. Gangguan

penglihatan pada cerebal palsy terjadi karena

ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akibat kerusakan

otak. Gangguan pendengaran pada anak cerebal palsy sering

dijumpai pada jenis athetoid.

3) Gangguan tingkat kecerdasan

Walaupun anak cerebal palsy disebabkan karena

kelainan otaknya tetapi keadaan kecerdasan anak cerebal palsy

bervariasi, tingkat kecerdasan anak cerebal palsy mulai dari

Page 16: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

28 

 

tingkat yang paling rendah sampai gifted. Sekitar 45%

mengalami keterbelakangan mental, dan 35% lagi mempunyai

tingkat kecerdasan normal dan di atas rata-rata. Sedangkan

sisanya cenderung di bawah rata-rata.

4) Kemampuan berbicara

Anak cerebal palsy mengalami gangguan wicara yang

disebabkan oleh kelainan motorik otot-otot wicara terutama

pada organ artikulasi seperti lidah, bibir, dan rahang bawah,

dan ada pula yang terjadi karena kurang dan tidak terjadi

proses interaksi dengan lingkungan.

5) Emosi dan penyesuaian sosial

Sikap atau penerimaan masyarakat terhadap anak

cerebal palsy dapat memunculkan keadaan anak yang merasa

rendah diri atau kepercayaan dirinya kurang, mudah

tersinggung, dan suka menyendiri, serta kurang menyesuaikan

diri dan bergaul dengan lingkungan.

2. Anak Berkelainan Mental Emosional

A. Anak Tunagrahita

Tunagrahita adalah seseorang yang memiliki kapasitas

intelektual (IQ) di bawah 70 yang disertai dengan ketidakmampuan

dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sehingga memiliki

berbagai permasalahan sosial, untuk itu diperlukan layanan dan

Page 17: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

29 

 

perlakuan khusus. Adapun karakteristik anak tunagrahita

berdasarkan berat ringannya kelainan adalah sebagai berikut :

1) Mampu didik

Mampu didik merupakan istilah pendidikan yang

digunakan untuk mengelompokkan tunagrahita ringan. Mampu

didik memiliki kapasitas inteligensi antara 50-70 pada skala

Binet maupun Weschler. Mereka masih mempunyai

kemampuan untuk dididik dalam bidang akademik yang

sederhana (dasar) yaitu membaca, menulis, dan berhitung.

Anak mampu didik kemampuan maksimalnya setara dengan

anak usia 12 tahun atau kelas 6 SD.

2) Mampu latih

Anak mampu latih memiliki kapasitas inteligensi (IQ)

berkisar antara 30-50, kemampuan tertingginya setara dengan

anak normal usia 8 tahun atau kelas 2 SD. Kemampuan

akademik anak mampu latih tidak dapat mengikuti pelajaran

yang bersifat akademik walaupun secara sederhana seperti

membaca, menulis dan berhitung. Anak mampu latih hanya

mampu dilatih dalam keterampilan mengurus diri sendiri dan

aktivitas kehidupan sehari-hari.

3) Perlu rawat

Anak perlu rawat adalah klasifikasi anak tunagrahita

yang paling berat, jika pada istilah kedokteran disebut dengan

Page 18: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

30 

 

idiot. Anak perlu rawat memiliki kapasitas inteligensi di bawah

25 dan sudah tidak mampu dilatih keterampilan. Anak ini

hanya mampu dilatih pembiasaan (conditioning) dalam

kehidupan sehari-hari. Seumur hidupnya tidak dapat lepas dari

orang lain.

B. Anak Tunalaras

Anak tunalaras adalah anak-anak yang mengalami

gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan

sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam lingkungan sosialnya.

Pada hakikatnya anak-anak tunalaras memiliki kemampuan

intelektual yang normal, atau tidak berada di bawah rata-rata.

Kelainan lebih banyak terjadi pada perilaku sosialnya. Beberapa

karakteristik anak tunalaras di antaranya ialah :

1) Karakteristik umum

a. Mengalami gangguan perilaku: suka berkelahi, memukul,

menyerang, merusak milik sendiri atau orang lain,

melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerja sama, sok

aksi, ingin menguasai orang lain, mengancam, berbohong,

tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri,

mengejek, dan sebagainya.

b. Mengalami kecemasan : kawatir, cemas, ketakutan, merasa

tertekan, tidak mau bergaul, menarik dir, kurang percaya

diri, bimbang, sering menangis, malu, dan sebagainya.

Page 19: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

31 

 

c. Kurang dewasa; suka berfantasi, berangan-angan, mudah

dipengaruhi, kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan,

dan sebagainya.

d. Agresif ; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan

kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering bolos

sekolah, sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat

dari rumah.

2) Sosial / emosi

a. Sering melanggar norma masyarakat

b. Sering mengganggu dan bersifat agresif

c. Secara emosional sering merasa rendah diri dan mengalami

kecemasan

3) Karakteristik akademik

a. Hasil belajarnya seringkali jauh di bawah rata-rata

b. Sering tidak naik kelas

c. Sering membolos sekolah

d. Sering melanggar peraturan sekolah dan lalu lintas

3. Anak Berkelainan Akademik

A. Anak Berbakat

Anak berbakat dalam konteks ini adalah anak-anak yang

mengalami kelainan intelektual di atas rata-rata. Beberapa

karakteristik yang menonjol dari anak berbakat sebagaimana

Page 20: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

32 

 

diungkapkan Kitato dan Kirby, dalam Suparno (2007) adalah

sebagai berikut :

1) Karakteristik intelektual

a. Proses belajarnya sangat cepat

b. Tekun dan rasa ingin tahu yang besar

c. Rajin membaca

d. Memiliki perhatian yang lama dalam suatu bidang khusus

e. Memiliki pemahaman yang sangat maju terhadap suatu

konsep

f. Memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang

akademik

2) Karakteristik sosial-emosional

a. Mudah diterima teman-teman sebaya dan orang dewasa

b. Melibatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial, dan

memberikan sumbangan pemikiran yang konstruktif

c. Kecenderungan sebagai pemisah dalam suatu pertengkaran

d. Memiliki kepercayaan tentang persamaan derajat semua

orang, dan jujur

e. Perilakunya tidak defensif, dan memiliki tenggang rasa

f. Bebas dari tekanan emosi, dan mampu mengontrol

emosinya sesuai situasi, dan merangsang perilaku produktif

bagi orang lain.

Page 21: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

33 

 

g. Memiliki kapasitas yang luar biasa dalam menanggulangi

masalah sosial

3) Karakteristik fisik-kesehatan

a. Berpenampilan rapi dan menarik

b. Kesehatannya berada lebih baik di atas rata-rata

B. Anak Berkesulitan Belajar

Anak berkesulitan belajar terdiri dari kesulitan belajar

perkembangan (pra akademik) dan kesulitan belajar akademik.

1. Kesulitan Belajar Perkembangan (Pra akademik)

Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi :

a. Gangguan perkembangan motorik (gerak)

Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi :

motorik kasar (gerakan melimpah, gerakan canggung),

motorik halus (gerakan jari jemari), penghayatan tubuh,

pemahaman keruangan, dan lateralisasi (arah).

b. Gangguan perkembangan sensorik (penginderaan)

Bentuk gangguan tersebut mencakup pada proses penglihatan,

pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecap.

c. Gangguan perkembangan perseptual (pemahaman atau apa

yang diinderai)

Bentuk-bentuk gangguan ini meliputi :

1) Gangguan dalam persepsi auditoris, berupa kesulitan

memahami objek yang didengarkan

Page 22: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

34 

 

2) Gangguan dalam persepsi visual, berupa kesulitan

memahami objek yang dilihat.

3) Gangguan dalam persepsi visual motorik, berupa

kesulitan memahami objek yang bergerak atau

digerakkan.

4) Gangguan memori, berupa ingatan jangka panjang dan

pendek.

5) Gangguan dalam pemahaman konsep.

6) Gangguan spasial, berupa pemahaman konsep ruang.

d. Gangguan perkembangan perilaku

Gangguan pada kemampuan menata dan

mengendalikan diri yang bersifat internal dari dalam diri anak.

Gangguan tersebut terdiri dari :

1) ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan

perhatian

2) ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau

gangguan perhatian yang disertai hiperaktivitas.

2. Kesulitan belajar akademik

Kesulitan belajar akademik terdiri atas :

a. Disleksia atau kesulitan membaca

Disleksia atau kesulitan membaca adalah kesulitan untuk

memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual dan

auditoris. Hal ini akan berdampak pada kemampuan membaca

Page 23: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

35 

 

pemahaman. Adapun bentuk kesulitan membaca di antaranya

berupa :

1) Penambahan (addition)

Menambahkan huruf pada suku kata.

Contoh : suruh -> disuruh; gula -> gulka; buku -> bukuku

2) Penghilangan (ommission)

Menghilangkan huruf pada suku kata.

Contoh : kelapa -> lapa; kompor -> kopor; kelas -> kela

3) Pembalikan kiri-kanan (inversion)

Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan

arah terbalik kiri-kanan.

Contoh : buku -> duku; palu -> lupa, 4 -> 1/4

4) Pembalikan atas-bawah (reversall)

Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka denan arah

terbalik atas-bawah.

Contoh : m -> w; u -> n; nana -> uaua; 2 ->.5; 6 -> 9

5) Penggantian (substitusi)

Menggangti huruf atau angka.

Contoh : mega -> meja; nanas -> mamas; 3 -> 8

b. Disgrafia atau kesulitan menulis

Disgrafia adalah kesulitan yang melibatkan proses

menggambar simbol bunyi menjadi simbol huruf atau angka.

Page 24: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

36 

 

Kesulitan menulis tersebut terjadi pada beberapa tahap aktivitas

menulis, yaitu:

1) Mengeja, yaitu aktivitas memproduksi urutan huruf yang

tepat dalam ucapan atau tulisan dari suku kata/kata.

Kemampuan yang dibutuhkan aktivitas mengeja antara lain

: 1) Decoding atau kemampuan menguraikan kode/simbol

visual; 2) Ingatan auditoris dan visual atau ingatan atas

objek kode/simbol yang sudah diurai tadi; untuk 3)

divisualisasikan dalam bentuk tulisan.

2) Menulis permulan (menulis cetak dan menulis sambung)

yaitu aktivitas membuat gambar simbol tertulis. Sebagian

anak berkesulitan belajar umumnya lebih mudah

menuliskan huruf cetak yang terpisah-pisah daripada

menulis huruf sambung. Tampaknya rentang perhatian

yang pendek menyulitkan mereka saat menulis huruf

sambung. Dalam menulis huruf cetak, rentang perhatian

yang dibutuhkan relatif pendek, karena mereka menulis

“per huruf”. Sedangkan saat menulis huruf sambung

rentang perhatian yang dibutuhkan relatif lebih panjang

karena mereka menulis “per kata”.

Kesulitan yang kerap muncul dalam proses menulis

permulaan antara lain :

a) Ketidakkonsistenan bentuk/ukuran/proporsi huruf.

Page 25: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

37 

 

b) Ketiadaan jarak tulisan antar-kata

c) Ketidakjelasan bentuk huruf

d) Ketidakkonsistenan posisi huruf pada garis.

Dalam disgrafia terdapat bentuk-bentuk kesulitan

yang juga terjadi pada kesulitan membaca, seperti :

a) Penambahan huruf / suku kata

b) Penghilangan huruf / suku kata

c) Pembalikan huruf ke kanan-kiri

d) Pembalikan huruf ke atas-bawah

e) Penggantian huruf / suku kata

Menulis lanjutan / ekspresif/ komposisi merupakan aktivitas

menulis yang bertujuan mengungkapkan pikiran atau

perasaan dalam bentuk tulisan. Aktivitas ini membutuhkan

kemampuan : (1) berbahasa ujaran; (2) membaca; (3)

mengeja; (4) menulis permulaan.

c. Diskalkulia atau kesulitan berhitung

Kesulitan berhitung adalah kesulitan dalam

menggunakan bahasa simbol untuk berpikir, mencatat, dan

mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan dengan kuantitas

atau jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari

kemampuan yang bertingkat dari kemampuan dasar sampai

kemampuan lanjut. Oleh karena itu, kesulitan berhitung dapat

dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu kemampuan dasar

Page 26: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

38 

 

berhitung, kemampuan dalam menentukan nilai tempat,

kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa

teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik

meminjam, kemampuan memahami konsep perkalian dan

pembagian.

Menurut Abu Ahmadi (1992), jenis-jenis anak cacat yaitu:

1. Cacat netra (blindness)

2. Cacat rungu wicara

3. Cacat mental (mental handicaped)

4. Cacat daksa

5. Cacat emosi dan sosial (malajusted) dan (deliquency).

C. Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

Orang tua mendambakan memiliki anak yang sehat, baik secara

jasmani maupun rohani. Namun tidak semua anak dilahirkan dan tumbuh

dalam keadaan normal. Beberapa di antaranya memiliki keterbatasan baik

secara fisik maupun psikis, yang telah dialami sejak awal masa

perkembangan.

Anak yang lahir dengan kondisi mental yang kurang sehat tentunya

membuat orang tua sedih dan terkadang tidak siap menerimanya karena

berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

memperlakukan anak tersebut secara kurang baik. Hal ini tentu saja

sangat memprihatinkan karena anak-anak yang lahir dengan kekurangan

ini sangat membutuhkan perhatian lebih dari orangtua dan saudaranya.

(Setyaningrum, 2010).

Page 27: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

39 

 

Meskipun berbeda dari anak normal, pada dasarnya anak

berkebutuhan khusus mempunyai hak-hak yang sama seperti anak normal.

Anak berkebutuhan khusus sangat memerlukan teman bermain dan

bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Mereka juga membutuhkan

untuk dicintai, dihargai, serta diberikan kesempatan untuk

mengembangkan diri. Anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian

dari orang tuanya. Akan tetapi pada kenyataannya, orang tua yang

mempunyai anak berkebutuhan khusus seringkali menolak dan bahkan

kecewa. (Ningrum, 2010).

Menurut Johnson dan Medinnus (1967) penerimaan didefinisikan

sebagai pemberian cinta tanpa syarat sehingga penerimaan orang tua

terhadap anaknya tercermin melalui adanya perhatian yang kuat, cinta

kasih terhadap anak serta sikap penuh kebahagiaan mengasuh anak. Dalam

penelitian Rima Rizki (2013) yang berjudul “Persepsi Orangtua Terhadap

Anak Berkebutuhan Khusus” menyatakan bahwa dari 29 orangtua dengan

anak berkebutuhan khusus, sebanyak 17 orangtua (58,62%) merasa malu

dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus.

Penerimaan orangtua sangat mempengaruhi perkembangan anak

berkebutuhan khusus di kemudian hari. Sikap orangtua yang tidak dapat

menerima kenyataan bahwa anaknya yang termasuk anak berkebutuhan

khusus akan sangat buruk dampaknya, karena hal ter-sebut hanya akan

membuat anak merasa tidak dimengerti dan tidak diterima apa adanya

serta dapat menimbulkan penolakan dari anak (resentment) dan lalu

Page 28: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

40 

 

termanisfestasi dalam bentuk perilaku yang tidak diinginkan.

(Rachmayanti, 2010)

D. Kerangka Teori

Proses tumbuh kembang anak yang tidak sewajarnya dapat

menimbulkan kekecewaan yang mendalam dan merupakan kenyataan

pahit yang harus dihadapi orangtua. Kondisi seperti ini terkadang

membuat beberapa orangtua sulit menerima anaknya. Penerimaan

orangtua penting bagi pembentukan sikap positif pada anak. Orangtua yan

dapat menerima kondisi anak biasanya lebih tulus dalam memberikan

kasih sayang, berpartisipasi dalam proses tumbuh kembang anak. Banyak

sekali gangguan tumbuh kembang yang terjadi pada anak berkebutuhan

khusus pada umumnya.

Menurut Johnson dan Medinnus (1967) penerimaan didefinisikan

sebagai pemberian cinta tanpa syarat sehingga penerimaan orang tua

terhadap anaknya tercermin melalui adanya perhatian yang kuat, cinta

kasih terhadap anak serta sikap penuh kebahagiaan mengasuh anak.

Suran dan Rizzo, 1979 (dalam Rahajeng, 2007) mengartikan anak

berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam

beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka

secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai

tujuan-tujuan (kebutuhan) dan potensinya secara maksimal. Meliputi

mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi

mental, dan juga gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat

Page 29: 13-41 BAB II KAJIAN PUSTAKA - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/448/5/Bab 2.pdf · pendidikan yang khusus yang disesuaikan dengan penyimpangan, ... ketidakmampuan belajar atau

41 

 

dengan inteligensi yang tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak khusus

karena memerlukan terapi yang terlatih dari tenaga profesional.

Hasil penelitian Rachmayanti (2007) menyatakan bahwa

berdasarkan bentuk-bentuk penerimaan orang tua secara keseluruhan, dari

tiga subjek penelitian, semua subyek dinyatakan dapat menerima

sepenuhnya kondisi anak mereka yang didiagnosa menyandang autisme, di

mana anak autis juga termasuk anak berkebutuhan khusus. Dalam

penelitian tersebut, penerimaan orang tua terlihat dari bagaimana subjek

memahami keadaan anak apa adanya baik itu tingkah laku positif, negatif,

kelebihan, serta kekurangan anak, memahami kebiasaan-kebiasaan anak

dalam kesehariannya, menyadari apa yang bisa dan belum bisa dilakukan

anak, serta membentuk ikatan batin yang kuat yang akan diperlukan dalam

kehidupan dimasa depan

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian dalam kajian pustaka tersebut di atas, maka

dapat dirumuskan suatu hipotesis, yaitu : Ada penerimaan orang tua

terhadap anak berkebutuhan khusus.