581-590

10
581 Evaluasi keragaan persilangan udang galah ... (Ikhsan Khasani) ABSTRAK Keragaan pertumbuhan yang optimum akan muncul bila genotip (strain) yang dipelihara sesuai dengan lingkungannya. Perbedaan asal induk udang galah diduga berpengaruh terhadap performa anakan yang dihasilkan. Tujuan penelitian adalah meningkatkan keragaman genetik dan peluang mendapatkan kandidat udang galah unggul. Evaluasi performa populasi udang galah yang telah didomestikasi di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, yaitu GIMacro, Barito, Musi, Asahan, Ciasem, beserta persilangannya. Serangkaian kegiatan, meliputi pemijahan, pembenihan, pendederan, dan pembesaran udang galah dilakukan secara terkontrol dengan padat tebar optimal. Berdasarkan keragaan pertumbuhan harian selama pembesaran uji, yang meliputi pertambahan panjang dan bobot, populasi udang galah hasil persilangan betina GIMacro dengan jantan Musi (GM) nampak paling menonjol, dikuti populasi Barito-Musi (BM) dan GIMacro Asahan (GA). Nilai heterosis tertinggi dihasilkan dari persilangan Asahan-GIMacro, diikuti GIMacro-Asahan dan Barito-Musi, yaitu berturut-turut sebesar 76%, 58%, dan 40%. KATA KUNCI: genetik, heterosis, persilangan, pertumbuhan, udang galah LATAR BELAKANG Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) merupakan spesies asli Indonesia dan menjadi salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya air tawar Indonesia (Budiman, 2004), serta telah dikembangkan di banyak negara di Benua Asia, Afrika, dan Amerika (Ahmad, 1989; New, 2002; Mather & de Bruyn, 2003; Wowor & Ng, 2007). Minat masyarakat untuk membudidayakan udang galah cukup tinggi, ditandai dengan perkembangan kawasan budidaya udang galah di beberapa daerah, seperti Ciamis, Jogjakarta, dan Bali, serta intensitas pesanan benih dari beberapa daerah di luar Jawa, seperti Kalimantan, Riau, dan Sulawesi yang cukup tinggi. Namun demikian, permasalahan mutu benih semakin terasa, dengan indikasi pertumbuhan udang lambat dan matang gonad udang dengan umur muda dalam ukuran kecil. Permasalah tersebut dapat dijawab dengan serangkaian riset domestikasi udang galah dari alam dan seleksi, sebagaimana yang telah dilakukan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, dengan tujuan untuk memperbaiki karakter pertumbuhan udang galah. Pertumbuhan merupakan karakter fenotipik yang penting secara komersial. Ekspresi karakter ini dikendalikan oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi antara keduanya. Interaksi genotip- lingkungan umumnya akan sangat signifikan pada kondisi sistem budidaya yang beragam (Tave, 1996). Oleh karena itu, program perbaikan genetik idealnya dapat menghasilkan strain-strain yang dapat beradaptasi pada sistem budidaya yang beragam. Mengingat masih begitu banyak sumber keragaman genetik udang galah di Indonesia, maka potensi pembentukan varietas baru udang galah yang memiliki keunggulan spesifik masih terbuka lebar. Pemanfaatan sumber genetik baru diharapkan dapat meningkatkan keunggulan komparatif udang galah seperti pada tingkat pertumbuhan, resistensi terhadap penyakit, toleransi terhadap lingkungan marginal, dan sebagainya. Potensi udang galah yang ada di Indonesia perlu digali. Pada Tahun 2006, LRPTBPAT Sukamandi telah melakukan kegiatan koleksi, domestikasi, dan karakterisasi pada keturunan pertama (F-1) udang galah yang diambil dari Sungai Barito di Kalimantan Selatan. Karakterisasi dilakukan terhadap karakter reproduksi, larva, dan yuwana. Pada Tahun 2007, kegiatan yang dilakukan adalah karakterisasi pada keturunan kedua (F-2) udang galah asal Sungai Barito. Performa udang galah Barito, baik F-1 maupun F-2 akan dibandingkan dengan udang galah GIMacro. Penambahan koleksi dan karakterisasi udang EVALUASI KERAGAAN PERSILANGAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DARI BEBERAPA SUMBER POPULASI Ikhsan Khasani, Imron, Romy Suprapto, dan Yogi Himawan Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Jl. Raya Sukamandi No. 2, Subang 41256 E-mail: [email protected]

Upload: rusmawanto-ketua-osis

Post on 05-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

k

TRANSCRIPT

Page 1: 581-590

581 Evaluasi keragaan persilangan udang galah ... (Ikhsan Khasani)

ABSTRAK

Keragaan pertumbuhan yang optimum akan muncul bila genotip (strain) yang dipelihara sesuai denganlingkungannya. Perbedaan asal induk udang galah diduga berpengaruh terhadap performa anakan yangdihasilkan. Tujuan penelitian adalah meningkatkan keragaman genetik dan peluang mendapatkan kandidatudang galah unggul. Evaluasi performa populasi udang galah yang telah didomestikasi di Loka RisetPemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, yaitu GIMacro, Barito, Musi, Asahan,Ciasem, beserta persilangannya. Serangkaian kegiatan, meliputi pemijahan, pembenihan, pendederan, danpembesaran udang galah dilakukan secara terkontrol dengan padat tebar optimal. Berdasarkan keragaanpertumbuhan harian selama pembesaran uji, yang meliputi pertambahan panjang dan bobot, populasiudang galah hasil persilangan betina GIMacro dengan jantan Musi (GM) nampak paling menonjol, dikutipopulasi Barito-Musi (BM) dan GIMacro Asahan (GA). Nilai heterosis tertinggi dihasilkan dari persilanganAsahan-GIMacro, diikuti GIMacro-Asahan dan Barito-Musi, yaitu berturut-turut sebesar 76%, 58%, dan 40%.

KATA KUNCI: genetik, heterosis, persilangan, pertumbuhan, udang galah

LATAR BELAKANG

Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) merupakan spesies asli Indonesia dan menjadi salahsatu komoditas unggulan perikanan budidaya air tawar Indonesia (Budiman, 2004), serta telahdikembangkan di banyak negara di Benua Asia, Afrika, dan Amerika (Ahmad, 1989; New, 2002; Mather& de Bruyn, 2003; Wowor & Ng, 2007). Minat masyarakat untuk membudidayakan udang galahcukup tinggi, ditandai dengan perkembangan kawasan budidaya udang galah di beberapa daerah,seperti Ciamis, Jogjakarta, dan Bali, serta intensitas pesanan benih dari beberapa daerah di luarJawa, seperti Kalimantan, Riau, dan Sulawesi yang cukup tinggi. Namun demikian, permasalahanmutu benih semakin terasa, dengan indikasi pertumbuhan udang lambat dan matang gonad udangdengan umur muda dalam ukuran kecil. Permasalah tersebut dapat dijawab dengan serangkaianriset domestikasi udang galah dari alam dan seleksi, sebagaimana yang telah dilakukan di Loka RisetPemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, dengan tujuan untuk memperbaiki karakterpertumbuhan udang galah.

Pertumbuhan merupakan karakter fenotipik yang penting secara komersial. Ekspresi karakter inidikendalikan oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi antara keduanya. Interaksi genotip-lingkungan umumnya akan sangat signifikan pada kondisi sistem budidaya yang beragam (Tave,1996). Oleh karena itu, program perbaikan genetik idealnya dapat menghasilkan strain-strain yangdapat beradaptasi pada sistem budidaya yang beragam.

Mengingat masih begitu banyak sumber keragaman genetik udang galah di Indonesia, makapotensi pembentukan varietas baru udang galah yang memiliki keunggulan spesifik masih terbukalebar. Pemanfaatan sumber genetik baru diharapkan dapat meningkatkan keunggulan komparatifudang galah seperti pada tingkat pertumbuhan, resistensi terhadap penyakit, toleransi terhadaplingkungan marginal, dan sebagainya.

Potensi udang galah yang ada di Indonesia perlu digali. Pada Tahun 2006, LRPTBPAT Sukamanditelah melakukan kegiatan koleksi, domestikasi, dan karakterisasi pada keturunan pertama (F-1) udanggalah yang diambil dari Sungai Barito di Kalimantan Selatan. Karakterisasi dilakukan terhadap karakterreproduksi, larva, dan yuwana. Pada Tahun 2007, kegiatan yang dilakukan adalah karakterisasi padaketurunan kedua (F-2) udang galah asal Sungai Barito. Performa udang galah Barito, baik F-1 maupunF-2 akan dibandingkan dengan udang galah GIMacro. Penambahan koleksi dan karakterisasi udang

EVALUASI KERAGAAN PERSILANGAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii)DARI BEBERAPA SUMBER POPULASI

Ikhsan Khasani, Imron, Romy Suprapto, dan Yogi Himawan

Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air TawarJl. Raya Sukamandi No. 2, Subang 41256

E-mail: [email protected]

Page 2: 581-590

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 582

galah juga telah dilakukan pada tahun 2007 dan 2008 dalam rangka lebih meningkatkan keragamangenetik udang galah, melalui koleksi udang galah asal Sungai Asahan, Medan; asal Sungai Musi,Palembang; dan asal Sungai Ciasem, Jawa Barat bagian utara. Karakter pertumbuhan udang galah 5galur murni, GIMacro, Asahan, Musi, Barito, dan Ciasem, pada tahun 2008 memberikan gambaranbahwa tidak nampak keunggulan salah satu populasi terhadap populasi lainnya.

Berdasarkan capaian tersebut, maka telah dilakukan penelititan kawin silang (cross breeding)beberapa populasi udang galah dengan tujuan mengetahui keragaan pertumbuhan beberapa populasiudang galah koleksi dan persilangannya, sehingga diketahui persilangan yang prospektif meningkatkanpertumbuhan udang galah.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di hatcheri dan perkolaman Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi BudidayaPerikanan Air Tawar, Sukamandi Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Diagram alir yang menggambarkan pola pikir dan prosedur ringkas penelitian pada disajikanpada Gambar 1. Deskripsi rinci populasi yang digunakan diuraikan sebagai berikut:

Sumber Populasi

Penelitian menggunakan lima populasi, terdiri atas populasi alam yang baru dikoleksi dari Musi(Sumatera Selatan), F-1 Asahan (Sumatera Utara), F-3 Barito (Kalimantan), F-1 Ciasem (Jawa Baratbagian utara) serta satu populasi hasil seleksi (GIMacro). Deskripsi rinci karakter morfologis darikelima koleksi tersebut seperti pada Imron et al. (2007).

Produksi Populasi Uji

Populasi udang galah diberi tag (penanda) yang dapat membedakan satu individu dengan individulainnya. Populasi yang akan digunakan adalah lima populasi uji yang terdiri dari keturunan tetuamurni dari masing-masing populasi (Tabel 1).

Gambar 1. Diagram alir pola pikir dan prosedur ringkas penelitian

5 founder

GIMacro Barito Asahan Musi Ciasem

Pemijahan 1 J : 2 B Pure line and cross

Pembenihan (100 ekor/L)

Pendederan 1, 1 bulan (3-5 cm)

Pendederan 2, 2 bulan (> 6 g)

Pembesaran 20 hari (siap tag > 6 g)

Tagging dan pencatatan individu ber-tag

Pemeliharaan dalam kolam (30 hari)

Panen dan analisis data

Informasi/parameter genetik Produk biologis/calon induk

Page 3: 581-590

583 Evaluasi keragaan persilangan udang galah ... (Ikhsan Khasani)

Induk jantan dan betina dari masing-masing populasi dikawinkan untuk mendapatkan keturunanyang akan dievaluasi keragaan pertumbuhannya. Sejumlah pasang induk dari setiap populasidikawinkan untuk menghasilkan turunan yang diuji keragaan pertumbuhannya. Perkawinan dilakukandi dalam bak-bak beton yang diisi air sumur dalam. Bak-bak tersebut disekat dengan waring sehinggasetiap pasang induk menempati area seluas 1 m2. Rasio jantan dan betina dalam bak perkawinanadalah 1:2. Pakan yang diberikan selama pemijahan adalah pakan udang dengan kandungan protein30% dikombinasikan dengan cumi cincang dengan jumlah pemberian 5% bobot, diberikan pada pagidan sore. Pembersihan sisa pakan dilakukan setiap sore untuk mempertahankan kualitas air.

Induk betina yang telah memijah dan mengerami telur berwarna kecoklatan dipindahkan kecorong penetasan sampai larva menetas. Larva yang diperoleh disterilkan dengan cara perendamandalam larutan formaldehide 200 mg/L selama 30 detik. Selanjutnya larva dipelihara secara terpisahdalam bak fibre glass berbentuk kerucut volume air 50 L dengan sistem air jernih bersalinitas 10 ppt,dengan kepadatan 100 ekor/L. Kemungkinan ketidakseragaman waktu penetasan terutama antarinduk yang berbeda, diantisipasi dengan pemeliharaan larva dengan memperhatikan kelompok umur(cohort). Famili-famili yang menetas dalam rentang waktu 1 minggu dikelompokkan ke dalam satukelompok umur. Pakan yang digunakan adalah nauplii Artemia sp. dan pakan buatan (egg custard).

Setelah mencapai stadia PL-10, PL dideder selama 30 hari untuk memproduksi tokolan 1 (panjangtotal 2,5–4 cm). Pendederan dilakukan dalam hapa-hapa ukuran 2 m x 2 m x 1 m yang ditempatkandi kolam yang telah dipupuk. Padat tebar yang digunakan adalah 1.000 ekor PL per hapa. Pakankomersial bentuk crumble dengan kadar protein kasar 40%, diberikan sebanyak 20% bobot, dengan 3kali waktu pemberian. Naungan (shelter) ditempatkan pada tiap hapa untuk menekan angka kanibalisme.Untuk mengamati kondisi udang dan memantau respons pakan ditempatkan anco bermata jaring(mesh size) 1 mm. Selanjutnya, sebanyak 500 tokolan 1 dari masing-masing hapa dipelihara selama60 hari di waring hitam ukuran 2 m x 2 m x 1 m, dengan mata jaring 5 mm sehingga sirkulasi airlebih baik, dan kepadatan diturunkan agar benih tumbuh optimal. Dikarenakan ukuran udang barumencapai bobot rata-rata 3,5 g sehingga masih sangat berisiko jika dipasang penanda (tag), makatokolan 2 yang diperoleh dipelihara selama 20 hari di kolam tembok ukuran 50 m2. Setelah mencapaiukuran minimal 8 g/ekor, tokolan di-tag. Tag yang digunakan adalah jenis floy tag di mana setiap tagmemiliki nomor unik yang dapat membedakan satu individu dengan individu lainnya. Pada saattagging, data setiap individu yang meliputi bobot, panjang total, panjang standar, dan kelompokumur dicatat.

Pemeliharaan Calon Induk Udang di dalam Lingkungan Uji

Setelah mencapai ukuran yang cukup besar (> 10 g), sekitar 100 individu dari setiap famili diberitag untuk selanjutnya dipelihara secara komunal di kolam. Sedangkan sebagian calon induk lainnnya(tidak di-tag) dipelihara secara terpisah antar famili. Sistem pembesaran yang digunakan adalahsistem semi intensif dengan padat tebar 10 ekor/m2, dan pemberian pakan pelet komersial (protein28%-30%) sebanyak 3%-5% biomassa udang per hari. Untuk menjamin ketersediaan oksigen terlarutdilakukan aerasi kolam dengan blower. Sampling pertumbuhan dilakukan setiap 2 minggu denganmengambil sekitar 10%-30% dari populasi dan mengukur bobot dan panjang badan. Pada akhir

Tabel 1. Skema pola perkawinan untuk memghasilkanpopulasi uji pada lima strain udang galah A = Asahan,B = Barito, C = Ciasem, G = GIMacro, M = Musi

A B C G M

A AA AB AC AG AMB BA BB BC BG BMC CA CB CC CG CMG GA GB GC GG GMM MA MB MC MG MM

Strain jantanStrain betina

Page 4: 581-590

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 584

pemeliharaan, populasi dipanen secara total dan data pertumbuhan dari setiap individu yang di-tagdicatat.

Analisis Data

Data pertumbuhan udang dianalisis secara deskriptif. Nilai heterosis, perbandingan pertumbuhanrata-rata udang hasil persilangan dibandingkan pertumbuhan rata-rata udang tetuanya (parental line)atau rata-rata tetua terbaik (the best parental line) (Gjedrem, 2005), dihitung berdasarkan Warwick etal. (1995);

di mana:% H = Koefisien heterosis(AA + BB) = Keragaan pertumbuhan tetua(AB + BA) = Keragaan pertumbuhan silangan (progeny)

HASIL DAN BAHASAN

Sesuai dengan periode pemeliharaan yang dilakukan, hasil dan bahasan dipaparkan dalam beberapasegmen, yaitu pemijahan dan pembenihan, pendederan dan pembesaran.

Pemijahan dan Pembenihan

Jumlah Induk udang galah yang telah dipijahkan sebanyak 325 ekor betina dengan 131 ekorjantan dalam variasi ukuran 20-50 g udang betina dan 25–80 g udang jantan, dengan komposisisebagai berikut: GIMacro: 89 Betina, 34 Jantan; Asahan: 50 Betina, 20 Jantan; Musi/Palembang: 60betina, 26 Jantan; Barito/Kalimantan: 87 betina, 20 Jantan, dan Ciasem/Jawa Barat : 39 betina, 31Jantan. Namun demikian, jumlah induk betina yang terbuahi sangat sedikit, hanya 31 ekor dengantingkat kematian sangat tinggi, khususnya pada induk jantan. Hal tersebut diduga dipengaruhi olehbeberapa hal, antara lain waktu domestikasi yang belum cukup khususnya udang galah asal SungaiMusi, Palembang, adanya perbedaan waktu siap memijah antara induk jantan dan betina, dankanibalisme udang yang sehat terhadap udang yang sedang ganti kulit. Hal tersebut sebagaimanadijelaskan oleh Beaumont & Hoare (2002) dalam Ali (2006) yang menjelaskan bahwa induk betinadari beberepa spesies udang tidak dapat diinduksi secara normal untuk ovulasi pada waktu yangdikehendaki, apabila teknik stripping sperma belum dikuasai dengan baik. Hal tersebut berakibatpada musim tertentu spermatopora yang dikeluarkan induk jantan hanya menempel pada bagiancephalothorax udang betina, dan hanya memacu terjadinya ganti kulit sebelum pemijahan (prematingmoulting), sehingga crossbreeding pada spesies tersebut sulit dikontrol. Dijelaskan lebih lanjut bahwapada beberapa krustase, seperti lobster tawar, terdapat perbedaan interval waktu kawin antara udangbetina dengan udang jantan, sehingga udang galah jantan hanya menyimpan spermatofora hinggamereka berovulasi. Konsekuensinya adalah, pengaturan waktu untuk kegiatan crossbreeding menjadisulit.

Pada pemijahan normal, bukan dalam konteks program pemuliaan, pemijahan udang galahsebaiknya dilakukan secara komunal di kolam dengan mencampurkan beberapa induk jantan denganbetina, dengan proporai 2-3 jantan untuk 10 ekor betina. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan olehD’Abramo et al. (1995) bahwa penempatan induk udang galah dalam bak pemijahan dilakukan denganrasio 10 betina untuk 2-3 jantan, dan untuk setiap jantan capit biru (Blue Claw, BC) harus ditempatkan3-4 jantan capit oranye (Orange Claw, OC). Dijelaskan pula bahwa dari struktur populasi udang jantan,jantan tipe BC dan OC ukuran kecil diketahui lebih berperan aktif dalam reproduksi dan memilikitingkat keberhasilan lebih tinggi ketika membuahi. Fenomena lain yang perlu diketahui adalah bahwapada umur tertentu kapasitas reproduksi jantan BC sangat berkurang, dan baru akan aktif kembalisetelah mengalami ganti kulit. Dimungkinkan kondisi tersebut yang merupakan salah satu faktor

BB) (AA P

BB) (AA P - (AB) P H %

Tetua

TetuaSilangan

++

=

Page 5: 581-590

585 Evaluasi keragaan persilangan udang galah ... (Ikhsan Khasani)

penghambat keberhasilan program perbaikan pemuliaan udang galah, baik melalui mekanisme seleksimaupun kawin silang (cross breeding dan hibridisasi). Untuk mengatasi permasalahan tersebut,pengembangan teknik kawin buatan pada udang galah harus dilakukan.

Jumlah larva yang diperoleh dari beberapa pasangan induk sangat sedikit, kurang dari 5.000ekor, padahal pada kondisi optimal jumlah fekunditas udang galah sekitar 1.000 butir telur/g bobotinduk betina (D’Abramo et al., 1995), sehingga seharusnya minimal diperoleh 10.000 ekor larvauntuk induk betina ukuran lebih dari 25 g. Sintasan larva yang rendah selain diakibatkan oleh kadaramonia dan nitrit yang relatif tinggi, juga juga dimungkinkan karena adanya ketidakpaduan geneantar induk yang dipijahkan. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Mather & Bruyn (2003),bahwa pemijahan antara udang galah dengan asal geografis yang terpisah lebar menyebabkan sintasanlarva rendah. Faktor lain yang diduga berperan dalam capaian sintasan yang rendah adalah bahwabeberapa induk yang digunakan baru dikoleksi dari perairan umum sehingga larva yang diperolehrelatif lama untuk bermetamorfosis menjadi PL sehingga risiko kanibalisme dan kematian tinggi.Hasil penelitian Ahmad (1992) menjelaskan bahwa dalam pembenihan, larva dari indukan alammemerlukan waktu lebih lama untuk mencapai PL dibandingkan larva dari induk budidaya, dandengan sintasan yang juga lebih rendah. Pada periode pembenihan, larva hasil persilangan indukbetina Barito dengan jantan Ciasem memiliki performa terbaik dengan capaian sintasan tertinggi,yaitu 57%-73%.

Pendederan

Pasca larva (PL), dengan panjang total rata-rata 9–11 mm dan bobot rata-rata 0,05 g, yang dipeliharaselama 30 hari di dalam hapa pendederan mengalami pertumbuhan cukup baik, dengan panjangstandar rata-rata di atas 20 mm, bobot rata-rata minimal 0,13 g. Data tokolan 1 dari populasi udangyang didapat ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Keragaan udang galah selama 30 hari pendederan 1

Total Standar

AG 4,03±0,42 2,47±0,41 0,53±0,10 79,14AA 3,67±0,34 2,21±0,40 0,34±0,19 91,5BB 3,89±0,46 2,39±0,24 0,44±0,12 91,0BC 2,99±0,21 2,36±0,32 0,20±0,16 82,33BG 3,46±0,24 2,37±0,19 0,28±0,13 82,0BM 3,7±0,41 2,30±0,41 0,40±0,10 64,0CC 3,39±0,41 2,58±0,38 0,25±0,9 51,0GA 3,76±0,58 2,29±0,37 0,41±0,18 76,0GB 3,74±0,55 2,24±33 0,42±0,17 75,0GC 3,82±0,74 2,30±0,42 0,46±0,25 80,0GM 3,15±0,4 2,42±0,32 0,24±0,11 78,0MG 3,49±0,5 2,49±0,49 0,29±0,15 81,0

Panjang (mm)Populasi Bobot (g) Sintasan (%)

Pertumbuhan benih udang galah dari beberapa hasil persilangan selama pendederan pertamasangat beragam, dengan kecenderungan pertumbuhan terbaik diperoleh pada populasi hasilpersilangan antara betina Asahan dengan jantan GIMacro (AG), dengan capaian bobot rata-rata 0,527g dan sintasan 79,1%, diikuti persilangan GIMacro-Ciasem (GC), dengan capaian bobot rata-rata0,46±0,25 g dan sintasan 80%; serta Barito-Barito (BB) dengan bobot rata-rata 0,44±0,12 g dansintasan 91%. Secara umum pertumbuhan dan sintasan benih udang dalam pendederan pertamacukup tinggi. Sedangkan keragaan pertumbuhan benih tokolan 1 udang galah selama 60 haripendederan 2 ditampilkan pada Tabel 3.

Data pertumbuhan dan sintasan udang galah pada Tabel 3. memberi gambaran bahwapertumbuhan udang galah di dalam waring tergolong lambat, sehingga bobot rata-rata yang dicapai

Page 6: 581-590

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 586

pada sebagian besar populasi masih sangat kecil, kurang dari 5 g. Hal tersebut dikarenakan udanggalah bersifat bentik dan suka memakan organisme bentos di dasar kolam, sehingga dengan habitatyang sempit tersebut kompetisi ruang dan pakan alami sangat ketat. Capaian bobot udang yangnampak lebih besar pada populasi pasangan induk Barito-GIMacro diperkirakan lebih disebabkankarena sintasan yang rendah, sehingga kompetisi ruang dan pakan dalam habitat tersebut lebihringan. Secara visual, pertumbuhan dan sintasan terbaik dicapai oleh populasi anakan induk GB(GIMacro-Barito) dan BC (GIMacro-Ciasem).

Pembesaran

Pada pengujian calon induk dari 24 famili yang dihasilkan secara komunal diperoleh keragaanpertumbuhan terbaik pada populasi persilangan antara betina GIMacro dengan jantan Musi (GM)dengan pertambahan panjang harian (ΔPS) sebesar 0,31 mm, pertambahan bobot harian (ΔBt) 0,25g dan sintasan (SR) mencapai 60%; diikuti persilangan Barito-Musi (BM) dengan ΔPS 0,42 mm, Δ Bt0,21 g, dan SR 43,5; dan persilangan GIMacro-Asahan (GA) dengan Δ PS 0,27 mm, Δ Bt 0,20 g, danSR 50%. Keragaan pertumbuhan populasi induk masing-masing populasi yang dihasilkan ditampilkanpada Tabel 4.

Secara genetik, persilangan akan menaikkan heterozigositas, sehingga berpotensi menaikkankeragaman genetik (Hardjosubroto, 1994). Oleh karena itu, dari kegiatan persilangan diharapkandiperoleh penggabungan dua atau lebih sifat unggul dari dua jenis atau varietas berbeda, yangberpeluang menghasilkan galur atau varietas dengan keunggulan spesifik, atau dengan kata lainnilai heterosis yang dihasilkan tinggi.

Nilai heterosis atas persilangan beberapa populasi udang galah pada penelitian ini dikelompokkanmenjadi 2, yaitu heterosis sebagian (parsial), yaitu membandingkan keragaan anakan hasil persilangandengan keragaan salah satu tetuanya, karena tidak dihasilkan turunan pada salah satu tetua lainnya,dan heterosis utuh (complete), yaitu membandingkan keragaan hasil persilangan dengan keragaanrata-rata kedua tetuanya. Nilai heterosis parsial karakter pertumbuhan harian persilangan Asahan-GIMacro, dan GIMacro-Asahan relatif tinggi, yaitu 76% dan 58%. Nilai heterosis yang tinggi tersebutdiharapkan dapat andil dalam merakit varietas udang galah unggul, dengan ketentuan ada genkeunggulan spesifik pada populasi udang galah asal Asahan, seperti ketahanan terhadap lingkunganmarginal. Nlai heterosis persilangan Barito-Musi juga cukup tinggi, yaitu sebesar 40%. Hadi et al.(2005) menyatakan bahwa pada lingkungan uji dengan salinitas 0‰, nilai heterosis pada persilanganBarito-Musi sebesar 18.22%; GIMacro-Musi sebesar 2,27%; dan Musi-Barito sebesar 44,17%. Sementaraitu, nilai heterosis persilangan GIMacro-Barito hanya 27%. Persilangan udang galah GIMacro denganBarito dinyatakan oleh Dewi et al. (2006) berpotensi untuk menghasilkan benih unggul. Keturunan

Tabel 3. Keragaan udang galah selama 30 hari pendederan 2

Total Standar

AG 7,51 4,3 3,73 66,71AA 7,99 4,31 4,65 63BB 7,36 4,49 3,72 76BC 7,31 4,49 3,43 77,67BG 7,85 4,7 6,05 54,5BM 7,25 4,27 3,37 69,5CC 7,64 4,6 4,1 60GA 6,75 4,6 3,86 52GB 10,38 5,09 5,59 67GC 10,04 5,09 5,47 72GM 6,36 4,06 2,8 58MG 5,85 4,18 1,2 88

Sintasan (%)PopulasiPanjang (mm)

Bobot (g)

Page 7: 581-590

587 Evaluasi keragaan persilangan udang galah ... (Ikhsan Khasani)

Tabe

l 4.

Kera

gaan

uda

ng g

alah

pad

a ko

lam

uji

Seba

gian

Utu

h

AA69

,59±

6,63

15,7

±4,

56,

225,

180,

160,

1248

,00

--

AG67

,35±

3,81

14,1

7±2,

079,

327,

770,

230,

1941

,29

58-

BB64

,4±

1,04

11,5

5±0,

6411

,66

8,69

0,20

0,15

25,0

0-

-BC

68,3

3±1,

5813

,93±

1,62

8,57

8,24

0,13

0,12

31,3

3-

-25

BG67

,54±

0,63

13,4

5±0,

1813

,67

12,0

60,

200,

1835

,00

20-

BM52

,96±

1,8

7,0±

0,4

14,5

57,

350,

220,

2143

,50

40-

CC61

,51±

5,0

103,

3±9,

716

,34

11,8

90,

240,

1738

--

GA

64,5

1±4,

912

,1±

3,2

12,7

29,

480,

270,

2050

76-

GB

61,7

±6,

510

,6±

3,6

13,6

99,

090,

290,

1949

27-

GC

64,3

±6,

911

,9±

4,1

10,3

57,

660,

210,

1640

6-

GM

64,5

±5,

812

,0±

3,2

15,1

011

,96

0,31

0,25

60-

-M

G64

,1±

6,9

11,7

±4,

113

,72

9,48

0,27

0,20

48-

-

Pert

amba

han

bobo

t (g

)Po

pula

siPa

njan

g st

anda

r (m

m)

Bobo

t (g

)Pe

rtam

baha

n pa

njan

g st

anda

r (c

m)

Pert

amba

han

panj

ang

hari

an (c

m)

Pert

amba

han

bobo

t ha

rian

(g)

Sint

asan

(%

)

Het

eros

is (%

)

Page 8: 581-590

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 588

hasil persilangan betina GIMacro (F-5) dengan Jantan Barito dari alam memiliki potensi tumbuhpaling cepat pada fase yuwana dibandingkan tetuanya. Hal serupa dinyatakan pula oleh Wuwungan(2009) bahwa anakan persilangan GIMacro-Barito memiliki potensi tumbuh lebih cepat pada faseyuwana dibandingkan tetuanya, dengan keragaman fenotipik yang tinggi. Persilangan GIMacro-Baritodiharapkan dapat menghasilkan keturunan dengan dua keunggulan, karena GIMacro merupakanudang galah hasil pemuliaan dengan laju pertumbuhan cepat (Hadie & Hadie, 2004), sedangkanudang galah asal Barito memiliki keunggulan pada tingkat resistensi larva terhadap Vibrio harveyi(Evan, 2009).

Kualitas Air

Kehidupan organisme akuatik, termasuk udang galah, sangat ditentukan oleh daya dukunglingkungan, yang salah satunya adalah parameter kualitas air pemeliharaan. Secara ringkas para-meter kualitas air selama penelitian ditampilkan dalam Tabel 5.

Pada periode pembenihan kualitas air dikontrol sedemikian rupa sehingga masih layak untukkehidupan larva udang. Suhu air media pemeliharaan larva dikontrol dengan menggunakan thermo-stat heater dan ruangan hatcheri yang tertutup. Salinitas dikontrol dengan penambahan danpenggantian air dengan salinitas standar, oksigen terlarut disuplai dengan menggunakan sistemaerasi (blower). Namun demikian, untuk parameter kadar amonia dan nitrit seringkali mengalamikenaikan yang drastis setelah digunakannya pakan buatan. Namun kondisi ini dapat diantisipasidengan pergantian air secara rutin sehingga masih aman bagi larva udang.

Pada periode pendederan dan pembesaran kualitas air masih dalam batas kelayakan bagi kehidupanudang. Namun demikian, pada minggu kelima periode pendederan kedua kualitas air sudahmengalami penurunan, yaitu dengan ditandai dengan naiknya kadar nitrit dan amonia. Kondisi iniberakibat kurang baik bagi pertumbuhan udang apabila kadar oksigen terlarut rendah. Kegiatanpembesaran hanya dilakukan selama 20 hari dengan kolam berlantai semen dan air baru, sehinggakadar amonia dan nitrit masih relatif rendah.

Kadar oksigen terlarut selama pembesaran juga relatif tinggi karena disuplai melalui aerasi denganblower. Secara umum, parameter kualitas air selama kegiatan penelitian masih dapat dikendalikansesuai kebutuhan bagi pertumbuhan larva udang galah yaitu temperatur (28°C–32°C), pH (7,2–8,4),salinitas (10‰–15‰), oksigen terlarut (> 3 mg/L), total alkalinitas untuk larva (100–200 mg/L), totalamonia (< 1,0 mg/L), nitrite (< 0,1 mg/L) (Cheyada et al., 1999). Sedangkan parameter kualitas airoptimal bagi kehidupan yuwana dan udang galah dewasa adalah sebagai berikut: suhu air antara26°C–32°C, oksigen terlarut 3–7 mg/L; kesadahan 30–150 mg/L; pH 7,0–8,5, kecerahan 25–40 cm,alkalinitas (CaCO3) 20–60 mg/L, amonia (NH3) 0,1–0,3 mg/L (D’Abramo et al., 1995; Boyd & Zimmerman,2000; Wynne, 2000; Mallasen & Valenti, 2006). Kadar amonia yang mencapai 0,6 mg/L akan mematikanudang dalam waktu singkat (Boyd, 1990).

Tabel 5. Parameter-parameter kualitas air selama kegiatan pembenihan,pendederan dan pembesaran udang galah

Pemijahan matting Pembenihan Pendederan Pembesaran

Suhu (°C) 29–31 29–31 28–31 28–31pH 7,8–8,5 8,0–8,5 8,0–8,5 8,0–8,5Salinitas (‰) 0 10–12 0 0Alkalinitas 30–40 110–140 40–60 40–60Oksigen terlarut 4,5–6,8 6,8–7,4 2,0–6,6 2,5–5,6Ammonia (mg/L) 0,1–0,2 0,1–0,8 0,01–0,3 0,1–0,3Nitrite (mg/L) 0–0,3 0–0,7 0–0,2 0–0,05

VariabelPeriode pemeliharaan

Page 9: 581-590

589 Evaluasi keragaan persilangan udang galah ... (Ikhsan Khasani)

KESIMPULAN

Beberapa persilangan menghasilkan keragaan anakan dengan pertumbuhan dan sintasan terbaikpada fase pemeliharaan berbeda.

Berdasarkan data pertumbuhan rata-rata, yang terdiri atas pertambahan panjang harian danpertambahan bobot harian rata-rata selama masa pembesaran uji menunjukkan bahwa persilanganbetina GIMacro dengan jantan Musi merupakan populasi dengan keragaan pertumbuhan tercepat,diikuti populasi persilangan Barito-Musi, dan GIMacro-Asahan.

Nilai heterosis parsial tertinggi untuk karakter pertumbuhan harian dihasilkan dari persilanganAsahan-GIMacro, diikuti GIMacro-Asahan, dan Barito-Musi, yaitu berturut-turut sebesar 76%, 58%,dan 40%.

DAFTAR ACUAN

Ahmad, Y. 1989. Ternakan benih udang galah secara intensif. Jabatan Perikanan Kementerian PertanianMalaysia, Kuala Lumpur: iii + 49 hlm.

Ahmad, Y. 1992. Observation on the growth of Macrobrachium rosenbergii larvae from two sources ofbreeders. Fisheries Bulletin, 1-18.

Ali, F. 2006. Tingkat Produktivitas Induk Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) Pada BudidayaDengan Sistem Resirkulasi. Limnotek, 8(1): 5–11.

Boyd, C.E. 1990. Water quality in pond for aquaculture. Birmingham Publishing Co, Alabama: ix + 147hlm.

Boyd, C. & Zimmermann, S. 2001. Grow-out Systems-Water Quality and Soil Management. DalamNew, M.B. & W.C. Valenti. 2000. Freshwater prawn culture: The farming of Macrobrachium rosenbergii.Blackwell Science, Oxford: xix + 435 hlm.

Budiman, A.A. 2004. Perkembangan udang GIMacro di Indonesia. Prosiding Temu Nasional Udang GalahGIMacro, Yogyakarta, 22–23 Juni 2004, 11 hlm.

Cheyada, D., Chitmon, C., & Orachunwong, C. 2001. Hatchery of giant freshwater prawn in Thailand.Charoen Pokphand Foods Ltd., Bangkok. Internal Extension Paper, 9 pp.

D’Abramo, L.R., Daniels, W.H., Fondren M.W., & Brunson, M.W. 1995. Management Practices for cul-ture of freshwater prawn (Macrobrachium rosenbergii) intemperate climates. MAFES bulletin, 1030:12 pp.

Dewi, R.R.S.P.S., Iswanto, B., Listiyowati, N., Hadie, W., & Khasani, I. 2006. Pembentukan populasidasar dalam rangka merakit udang galah GIMacro II. Laporan Hasil Penelitian. Loka Riset Pemuliaandan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi, hlm. 1–11.

Dunham, R.A., Brummett, R.E., Ella, M.O., & Smitherman, R.O. 1990. Genotype-environment interac-tions for growth of blue, channel and hybrid catfish in ponds and cages at varying densities. I, 85:143–151.

Evan, Y. 2009. Uji ketahanan beberapa strain larva udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) terhadapbakteri Vibrio harveyi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, 57 hlm.

Gjedrem, T. 2005. Selecion and brreding program in aquaculture. Springer, Netherland, 361 pp.Hadie, L.E., Hadie, W., Kusmini, I.I., Supriyadi, H., Jaelani, & Gunadi, B. 2004. Rekayasa teknologi

udang galah GIMacro dan rekayasa penyempurnaan hasil rekayasa. Temu Nasional Udang GalahGIMacro di Yogyakarta, 22–13 Juni 2004, 7 hlm.

Hadie, W., Subandriyo, Hadie, L.E., & Noor, R.R. 2005. Analisis kemampuan daya gabung gen padagenotipe udang galah untuk mendukung program seleksi dan hibridisasi. J. Pen. Perik. Indonesia,11(5): 51–56.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan ternak di lapangan. Gramedia Widiasarana Indone-sia, Jakarta, 284 hlm.

Imron, Iskandariah, Iswanto, B., & Dewi, R.R.S.P.S. 2007. Morphological variabilty of Indonesian stocksof giant freshwater prawn, Macrobrachium rosenbergii. Indonesian Fisheries J.

Mallasen, M. & Valenti, W.C. 2006. Effect of nitrite on larval development of giant river prawnMacrobrachium rosenbergii. Aquaculture, 261: 1292-1298.

Page 10: 581-590

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 590

Mather, P.B. & De Bruyn, M. 2003. Genetic diversity in wild stock of giant freshwater prawn(Macrobrachium rosenbergii): implications for aquaculture and conservation. Naga, 26(4): 4–7.

New, M.B. & Valenti, W.C. 2000. Freshwater prawn culture: The farming of Macrobrachium rosenbergii .Blackwell Science, Oxford: xix + 435 hlm.

Tave, D. 1996. Selective breeding programmes for medium-sized fish farms. FAO Fisheries TechnicalPapare. 352. Rome, 122 pp.

Warwick, E.J., Astuti, J.M., & Hardjosubroto, H. 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta, 485 hlm.

Wowor, D. & Ng, P.K.L. 2007. The giant freshwater prawns of Macrobrachium rosenbergii species group(Crustacea: Decapoda: Caridea: Palaemonidae). The Raffles Bulletin of Zoology, 55(2): 321-336.

Wuwungan, H. 2009. Keragaan benih udang galah Macrobrachium rosenbergii hasil perkawinan secarainbreeding, outbreeding, dan crossbreeding. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, 61 hlm.

Wynne, F. 2000. Grow-out culture of freshwater prawn in Kentucky. Kentucky State University Coop-erative Extension Program, Graves Country Cooperative Extension Service, 9 pp.