54255289 transplantasi organ
TRANSCRIPT
TRANSPLANTASI ORGAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan kesehatan berkembang
dengan pesat. Salah satunya adalah kemajuan dalam teknik transplantasi organ. Transplantasi
organ merupakan suatu teknologi medis untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak
berfungsi dengan organ dari individu lain. Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali
berupa ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan di bidang
transpIantasi maju dengan pesat. Kemajuan ilmu dan teknologi memungkinkan pengawetan
organ, penemuan obat-obatan anti penolakan yang semakin baik sehingga berbagai organ dan
jaringan dapat ditransplantasikan. Dewasa ini bahkan sedang dilakukan uji klinis penggunaan
hewan sebagai donor.
Dibalik kesuksesan dalam perkembangan transplantasi organ muncul berbagai masalah.
Semakin meningkatnya pasien yang membutuhkan tranplantasi, penolakan organ, komplikasi
pasca transplantasi, dan resiko yang mungkin timbul akibat transplantasi telah memunculkan
berbagai pertanyaan tentang etika, legalitas dan kebijakan yang menyangkut penggunaan
teknologi itu.
Pada makalah ini akan dibicarakan berbagai masalah etika yang timbul sejalan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi transplantasi organ, masalah etika utama dalam transplantasi,
bagaimana kebijakan di Indonesia mengenai transplantasi dan betapa pentingnya nilai-nilai etika
dalam mempertahankan suatu sistem nilai dan dalam penentuan kebijakan pemerintah.
B. Sejarah Transplantasi Organ
Sejarah dan Perkembangan Transplantasi Tahun 600 SM di India, Susruta telah melakukan
transplantasi kulit. Semantara jaman Renaissance, seorang ahli bedah dari Itali bernama Gaspare
Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama.
Diduga John Hunter ( 1728 – 1793 ) adalah pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah
transplantasi. Dia mampu membuat kriteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu jaringan
trnsplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistim golongan darah dan sistim
histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum
ditemukan.
Pada abad ke – 20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi dengan
menemukan golongan darah system ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan ilmu
kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi.
Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik
transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembeng dengan ditemukannya metode -
metode pencangkokan, seperti :
a) Pencangkokkan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner olah Dr. George
E. Green.
b) Pencangkokkan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard,
walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
c) Pencakokkan sel – sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson
oleh Dr. Andreas Bjornklund.
C. Tinjauan Pustaka
a. Pengertian
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat
bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi
pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasien dengan
kegagalan organnya,karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan yang lain dan
hingga dewasa ini terus berkembang dalam dunia kedokteran. Namun tindakan medik ini
tidak dapat dilakukan begitu saja,karena masih harus dipertimbangkan dari segi non
medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan moral. Kendala lain yang dihadapi
Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi transplatasi,adalah terbatasnya jumlah
donor keluarga (Living Related Donor, LRD) dan donasi organ jenazah, karena itu
diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para pakar terkait (hulum,
kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat, pemerintah dan swasta).
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu
tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan
kondisi tertentu.
b. Macam - macam Transplantasi Organ
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi :
1) Transplantasi Autologus
yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri, yang
dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi.
2) Transplantasi Alogenik
yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya, baik dengan
hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga,
3) Transplantasi Singenik
yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya pada gambar
identik.
4) Transplantasi Xenograft
yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
1) Eksplantasi
yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah
meninggal.
2) Implantasi
yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh
sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan
transplantasi yaitu :
1) Adaptasi donasi
yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan
atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan
jaringan / organ.
2) Adaptasi resepien
yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru sehingga
tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi
baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
c. Organ dan Jaringan yang Ditransplantasikan
1. Organ Thoracic
• Jantung
• Paru – paru
2. Organ Abdomen
• Ginjal
• Hati
• Pankreas
• Usus
• Perut / lambung
3. Organ, sel, cairan
• Tangan
• Kornea
• Kulit
• Pulau Langerhans ( sel pancreas )
• Sumsum tulang
• Transfusi darah
• Pembuluh darah
• Katup jantung
• Tulang
d. Aspek Hukum Transplantasi Organ
Dari segi hukum, transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal
yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia,walaupun ini adalah
suatu perbuatan yang melawan hukum pdana yaitu tindak pidana penganiayaan, tetapi
mendapat pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan
dapat dibenarkan.
Peraturan tranplantasi organ termuat dalam Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 dan 67 UU No.36
Tahun 2009 tentang Kesehatan
a. Pasal 64
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat
dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel
punca.
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk
dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih
apapun.
b. Pasal 65
(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat
persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
c. Pasal 66
Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat
dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.
d. Pasal 67
(1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh
hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman
spesimen atau bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tujuan pengaturan
1. Melarang transplantasi untuk tujuan komersial
2. Transplantasi bukanlah suatu obyek yang dapat diperjual belikan
dalam mencari keuntungan.
3. Tindakan transplantasi adalah suatu usaha mulia yang bertujuan
menolong sesama manusia untuk mengurangi penderitaannya.
e. Aspek Etis Transplantasi Organ
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan
kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib
dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan dalam KODEKI, yaitu:
1. Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
2. Pasal 10
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
3. Pasal 11
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita.
Pasal - pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya telah
mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atau jaringan tubuh
untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati
seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh 2 orang doter yang tidak ada
sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi, ini erat kaitannya
dengan keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik
hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil
organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan
pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang
otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan.
Pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih
objektif.
f. Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah
(1) Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan/ organnya kepada orang lain (resepien).
Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan
mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun
resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang
telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh
mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan omosi harus sudah dipikirkan
oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
(2) Jenazah dan donor mati
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh
– sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan
apabila ia telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal
secara wajar, dan apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana
pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya
tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah
melakukan upaya mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ
yang akan ditransplantasikan
(3) Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan
saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan
psikis dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut
suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya
apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua
belah pihak.
(4) Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang
penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang
hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar
mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui
tindakan transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan
resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada
kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi
berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di
masa yang akan datang.
(5) Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari
donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal –
hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan
psikologis dan emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim
pelaksana adalah menolong pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk
umat manusia. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana
hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan - pertimbangan kepentingan pribadi.
(6) Masyarakat
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi.
Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau
pemuka agama diperlukan unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami
maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya pengertian ini
kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlikan, atas tujuan luhur, akan dapat
diperoleh.
g. Masalah Etik Dan Moral Dalam Keperawatan
Menurut Rosdahal, 1999: 45-46, masalah isu etik dan moral yang sering terjadi dalam
praktek keperawatan professional meliputi :
Organ transplantation (transplantasi organ).
Banyak sekali kasus dimana tim kesehatan berhasil mencangkokan organ terhadap
klien yang membutuhkan. Dalam kasus tumor ginjal, truma ginjal atau gagal ginjal CRF
(chronic Renal Failure), ginjal dari donor ditransplantasikan kepada ginjal penerima
(recipient).
Masalah etik yang muncul adalah apakah organ donor bisa diperjual-belikan?, bagaimana
dengan hak donor untuk hidup sehat dan sempurna, apakah kita tidak berkewajiban untuk
menolong orang yang membutuhkan padahal kita bisa bertahan dengan satu ginjal.
Apakah si penerima berhak untuk mendapatkan organ orang lain, bagaiman dengan tim
operasi yang melakukanya apakah sesuai dengan kode etik profesi?, bagaimana dengan
organ orang yang sudah meninggal, apakah diperbolehkan orang mati diambil organnya?.
Semua penelaahan donor organ harus diteliti dengan kajian majelis etik yang terdiri dari
para ahli di bidangnya. Majelis etik bisa terdiri atas pakar terdiri dari dokter, pakar
keperawatan, pakar agama, pakar hukum atau pakar ilmu sosial.
Secara medis ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan donor organ tersebut.
Diantaranya adalah memiliki DNA, golongan darah, jenis antigen yang cocok antara
Donor dan resipien, tidak terjadi reaksi penolakan secara antigen dan antibodi oleh
resipien, harus dipastikan apakah sirkulasi, perfusi dan metabolisme organ masih
berjalan dengan baik dan belum mengalami kematian (nekrosis). Hal ini akan berkaitan
dengan isu mati klinis dan informed consent. Perlu adanya saksi yang disahkan secara
hukum bahwa organ seseorang atau keluarganya didonorkan pada keluarga lain agar
dikemudian hari tidak ada masalah hukum. Biasanya ada sertifikat yang menyertai
bahwa organ tersebut sah dan legal. Pada kenyataannya perangkat hokum dan undang-
undang mengenai donor organ di Indonesia belum selengkap di luar negeri sehingga
operasi donor organ untuk klien Indonesia lebih banyak dilakukan di Singapura,
China atau Hongkong.
Menurut Cholil Uman (1994), Pencangkokan adalah pemindhan organ tubuh yang
mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan
tidak berfungsidengan baik, yangapabila apabila diobati dengan prosedur medis biasa.
Harapan klien untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Ada 3 tipe donor organ tubuh ;
1. Donor dalam keadaan hidup sehat: tipe ini memrlukan seleksi yang cermat dan
pemeriksaan kesehatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk
menghindari kegagalan karena penolakan trubuh oleh resipien dan untk mencegah
resiko bagi donor.
2. Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal dengan segera: Untuk tipe
ini pengambilan organ donor memrlukan alat control kehidupan misalnya alat bantu
pernafasan khusus . Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organselesai.
Penentuan criteria secara yuridis dan medis harus jelas. Apakah criteria mati itu
ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan pernafasan atau berhentinya fungsi
otak?, masalah etik ini harus jelas menjadi pegangan dokter agar di kemudian hari
dokter tidak digugat sebagai pembunuh berencana oleh keluarga bersangkitan
sehubugan dengan praktek transplantasi itu.
3. Donor dalam keadaan mati; Tipe ini merupakan tipe yang ideal, sebab secara medis
tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan
yuridis.