52688486-bahan-perkerasan

27
BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengantar Das’at W (1999) menyatakan bahwa konstruksi jalan di Indonesia belakangan ini sebagian besar merupakan konstruksi lapis lentur, dimana lapis permukaan jalan menggunakan bahan ikat aspal. Salah satu material konstruksi lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil umumnya hanya 4 – 10 % berdasarkan berat atau 10 - 15 % berdasarkan volume. (Wahyudi dkk, 2003). Sartono (2004) menyatakan bahwa kadar aspal dalam campuran akan berpengaruh banyak terhadap karakteristik perkerasan. Kadar aspal yang rendah akan menghasilkan suatu perkerasan yang rapuh, yang akan menyebabkan raveling akibat beban lalu lintas, sebaliknya kadar aspal yang tinggi akan menghasilkan suatu perkerasan yang tidak stabil. (Kore, 2009). Alasan penggunaan modified bitumen adalah untuk meningkatkan ketahanan aspal terhadap deformasi permanen pada saat temperatur tinggi tanpa mempengaruhi sifat lain dari bitumen pada temperatur yang berbeda. Meningkatkan stiffness pada bitumen sama halnya meningkatkan dynamic stiffness pada campuran aspal, hal ini dapat meningkatkan kemampuan penyaluran beban pada material dan meningkatkan kekuatan struktur serta umur rencana yang diharapkan dari suatu perkerasan jalan. Dengan kata lain memungkinkan untuk dapat menghasilkan kekuatan struktur yang sama tetapi dengan tebal lapisan yang lebih tipis. Dengan meningkatkan elastisitas komponen dari bitumen dapat meningkatkan fleksibilitas dari aspal terhadap beban tarik yang bekerja (Whiteoak, 1990). Penggunaan polymer modified bitumen dapat meningkatkan stabilitas, menurunkan porositas dan menurunkan koefisien permeabilitas dari perkerasan asphalt cement sehingga perkerasan lebih durable dan lebih kedap air maupun 5

Upload: gie-yogie

Post on 21-Oct-2015

59 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 52688486-bahan-perkerasan

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pengantar

Das’at W (1999) menyatakan bahwa konstruksi jalan di Indonesia belakangan ini

sebagian besar merupakan konstruksi lapis lentur, dimana lapis permukaan jalan

menggunakan bahan ikat aspal. Salah satu material konstruksi lentur, aspal

merupakan salah satu komponen kecil umumnya hanya 4 – 10 % berdasarkan

berat atau 10 - 15 % berdasarkan volume. (Wahyudi dkk, 2003).

Sartono (2004) menyatakan bahwa kadar aspal dalam campuran akan berpengaruh

banyak terhadap karakteristik perkerasan. Kadar aspal yang rendah akan

menghasilkan suatu perkerasan yang rapuh, yang akan menyebabkan raveling

akibat beban lalu lintas, sebaliknya kadar aspal yang tinggi akan menghasilkan

suatu perkerasan yang tidak stabil. (Kore, 2009).

Alasan penggunaan modified bitumen adalah untuk meningkatkan ketahanan aspal

terhadap deformasi permanen pada saat temperatur tinggi tanpa mempengaruhi

sifat lain dari bitumen pada temperatur yang berbeda. Meningkatkan stiffness pada

bitumen sama halnya meningkatkan dynamic stiffness pada campuran aspal, hal

ini dapat meningkatkan kemampuan penyaluran beban pada material dan

meningkatkan kekuatan struktur serta umur rencana yang diharapkan dari suatu

perkerasan jalan. Dengan kata lain memungkinkan untuk dapat menghasilkan

kekuatan struktur yang sama tetapi dengan tebal lapisan yang lebih tipis. Dengan

meningkatkan elastisitas komponen dari bitumen dapat meningkatkan fleksibilitas

dari aspal terhadap beban tarik yang bekerja (Whiteoak, 1990).

Penggunaan polymer modified bitumen dapat meningkatkan stabilitas,

menurunkan porositas dan menurunkan koefisien permeabilitas dari perkerasan

asphalt cement sehingga perkerasan lebih durable dan lebih kedap air maupun

5

Page 2: 52688486-bahan-perkerasan

6

udara, namun mempunyai nilai ITS dan flow yang lebih kecil sehingga perkerasan

mempunyai fleksibilitas yang kurang baik. (Hardiansyah,2008)

Salah satu produser polymer modified bitumen di Indonesia, PT. Bintang Jaya

(2006), menjelaskan bahwa polimer terutama dari jenis elastomer mempunyai

strength yang unik dan elastisitas tinggi hasil dari cross-link molekulnya secara

fisik membentuk jaringan tiga dimensi. Polimer memiliki gugus ujung yang

berfungsi membangun kekuatan, dan blok gugus tengah yang lentur yang sangat

elastis. Pada kondisi temperatur di atas titik transisi gelasnya (glass transition

point, 1000C) blok/gugus ujung polimer akan berdisosiasi dan melunak, sehingga

dapat dicampurkan dan akan bersatu dengan aspal pada temperatur proses. (Kore,

2009).

SKSNI (1991) menjelaskan bahwa Marshall test bertujuan untuk menentukan

stabilitas dan flow dari campuran aspal. Stabilitas adalah kemampuan suatu

campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi alir (flow) yang dinyatakan

dalam kilogram. Flow (kelelahan plastis adalah keadaan perubah bentuk suatu

campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban yang dinyatakan dalam

millimeter. (Hardiansyah, 2008)

2.1.2. Penelitian dan Jurnal Internasional

Modifikasi polimer semakin meningkat penggunaannya untuk campuran asphalt

concrete, terutama untuk mengontrol terjadinya deformasi permanen (rutting)

(Bouldin and Collins, 1992; Lu and Isacsson,1999). Pada saat yang sama

modifikasi polimer dapat meningkatkan daktilitas dari binder sehingga dapat

diperoleh daya ikat yang lebih tahan lama terhadap tekanan dan deformasi

misalnya pada suhu yang rendah atau beban lalu lintas termasuk efek dari fatigue

(Glover et al, 2005). Dan modifikasi polimer dapat memperbaiki karakteristik

penuaan dari binder sehingga efek dari oksidasi dapat ditunda sehingga

perkerasan dapat bertahan lebih lama (Glover et al, 2005) (Woo dkk, 2007)

Page 3: 52688486-bahan-perkerasan

7

Penambahan polimer biasanya dapat meningkatkan kekakuan dari aspal dan dapat

meningkatkan kepekaan terhadap suhu. Peningkatan kekakuan dapat

meningkatkan ketahanan terhadap rutting pada campuran pada iklim yang panas

dan kemungkinan penggunaan aspal yang lemah sehingga dapat memberikan

kinerja yang lebih baik pada saat suhu rendah. Aspal modiikasi polimer juga dapat

meningkatkan adhesi dan kohesinya. Polimer juga dapat ditambahkan pada

campuran asphalt concrete sebagai bahan lapis untuk agregat. Penggunaan coating

dapat meningkatkan kekasaran agregat sehingga dihasilkan campuran aspal yang

baik. (Hamid dkk, 2008)

Berdasarkan literatur yang ada, beberapa penelitian tentang karakteristik polymer

modified bitumen, antara lain:

PT. Tunas Mekar Adiperkasa (2005), dengan produknya aspal Bituplus. Aspal

Bituplus memakai polimer elastomerik atau dari bahan jenis karet. Pengujian

dilakukan dari penelitian penggunaan aspal tersebut pada jalan yang telah

dibangun. Hasil penelitian adalah dengan pemakaian aspal Bituplus menghasilkan

aspal yang memiliki titik lembek tinggi, kelenturan yang lebih baik serta penetrasi

yang optimal daripada menggunakan aspal biasa serta perkerasan jalan lebih tahan

terhadap aging akibat pengaruh sinar ultraviolet sehingga memperbaiki kinerja

beton aspal. (Rianung, 2007)

Silalahi (2005), melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari variasi

indeks kepipihan agregat terhadap karakteristik campuran Laston IV yang

menggunakan aspal Bituplus. Dari hasil penelitian diketahui bahwa aspal Bituplus

memiliki performa yang baik sebagai bahan pengikat agregat. Hal ini dibuktikan

dengan nilai stabilitas, kelelehan, kekakuan, VIM dan VMA yang masih

memenuhi syarat Departemen PU meski agregat yang digunakan memiliki indeks

kepipihan yang tinggi.

Hardiansyah (2008), melakukan penelitian untuk menentukan nilai kadar aspal

optimum dengan menggunakan aspal Starbit® E55 dan membandingkan antara

campuran yang menggunakan Aspal Starbit® E55 dengan yang menggunakan

aspal pen 60/70 melalui pengujian Marshall, Indirect Tensile Strenght (ITS) dan

Page 4: 52688486-bahan-perkerasan

8

permeabilitas. Dimana pada penelitian tersebut didapatkan hasil secara umum

asphalt concrete dengan menggunakan polymer modified bitumen mempunyai

kadar aspal yang lebih tinggi dari pada menggunakan aspal penetrasi 60/70.

Kore (2008), melakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik marshall ,

tekan dan permeabilitas asphalt concrete dengan menggunakan aspal Starbit®

E55 dibandingkan dengan menggunakan aspal pen 60/70 sehingga diketahui

bahwa pengaruh bahan tambahan pada aspal Starbit® E55 mampu meningkatkan

kekuatan perkerasan terhadap deformasi akibat pembebanan, namun nilai flow

dari asphalt concrete dengan menggunakan Starbit® E55 lebih kecil dari

menggunakan aspal pen 60/70. Nilai koefisien permeabilitas dan kadar porositas

pada asphalt concrete dengan Starbit® E55 lebih kecil dari pada asphalt concrete

dengan menggunakan aspal pen 60/70.

Pada penelitian ini digunakan aspal polimer produk aspal Bituplus. Dengan

menggunakan alat bantu program BANDS dan SPDM dari Shell Pavement Design

penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui properti material dan

campuran asphalt concrete serta mengetahui kinerja asphalt concrete

menggunakan aspal tersebut dibandingkan dengan aspal penetrasi 60/70.

Penggunaan perangkat lunak akan dibandingkan dengan cara manual dalam

penghitungannya sehingga akan didapatkan tebal rencana perkerasan overlay.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan

Berdasarkan bahan pengikatnya, menurut Sukirman (1993), konstruksi perkerasan

jalan dapat dibedakan menjadi :

a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan

menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya;

b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat;

c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan

kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur.

Page 5: 52688486-bahan-perkerasan

9

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas

tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.

(Sukirman, 1999)

Karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing-masing

lapisan berbeda dan semakin ke bawah semakin kecil. Lapisan permukaan harus

mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis pondasi atas menerima

gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar hanya menerima gaya vertikal

saja. Oleh karena itu terdapat perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh

masing-masing lapisan (Sukirman, 1999).

Konstruksi perkerasan terdiri dari :

a. Lapisan permukaan (surface course)

Merupakan lapisan yang terletak paling atas yang berfungsi sebagai :

1. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan ini mempunyai stabilitas

tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan;

2. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap

ke lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut;

3. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan

akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus;

4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat

dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih

jelek.

b. Lapisan pondasi atas (base course)

Merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi bawah

dan lapis permukaan. Mempunyai fungsi sebagai :

1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan

menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya;

2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah;

3. Bantalan terhadap lapisan permukaan;

Page 6: 52688486-bahan-perkerasan

10

c. Lapisan pondasi bawah (subbase course)

Merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan

tanah dasar. Berfungsi sebagai :

1. Bagian dari konstruksi perkerasan menyebarkan beban roda ke tanah

dasar;

2. Effisiensi penggunaan material;

3. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal;

4. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi;

5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar;

6. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar ke

lapis atas.

d. Lapisan tanah dasar (subgrade)

Merupakan lapisan tanah setebal 50-100 cm di atas mana akan diletakkan

lapisan pondasi bawah.

Gambar 2.1 Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Lentur

2.2.2. Bahan Penyusun Perkerasan

2.2.2.1. Aspal

Menurut Silvia Sukirman (1999), aspal didefinisikan sebagai material berwarna

hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat.

Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak atau

cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal

beton atau dapat masuk ke dalam pori-pori yang ada pada penyemprotan atau

penyiraman pada perkerasan macadam ataupun peleburan. Jika temperatur mulai

Page 7: 52688486-bahan-perkerasan

11

turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat

termoplastis).

Silvia Sukirman (1993) menyatakan bahwa, berdasarkan cara diperolehnya aspal

dapat dibedakan menjadi :

a. Aspal alam, dapat dibedakan menjadi :

- Aspal gunung (rock asphalt);

- Aspal danau (lake asphalt)

b. Aspal buatan

- Aspal minyak, merupakan hasil penyulingan minyak bumi

- Tar, merupakan hasil penyulingan batu bara.

Aspal minyak dengan bahan dasar minyak dapat dibedakan menjadi :

a. Aspal keras / panas (asphalt cement, AC)

Yaitu aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas.

b. Aspal dingin / cair (cut back asphalt)

Yaitu aspal yang digunakan dalam keadaan cair yang merupakan

campuran anatar aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan

minyak bumi.

c. Aspal emulsi (emulsion asphalt)

Yaitu suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengelmusi.

Pada konstruksi perkerasan jalan aspal berfungsi sebagai :

a. Bahan pengikat, yaitu memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan

agregat dan antara aspal itu sendiri

b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agragat dan pori-pori

yang ada dari agregat itu sendiri.

Sifat-sifat pada aspal antara lain adalah :

a. Daya tahan, adalah kemampuan pada aspal untuk mempertahankan sifat

asalnya pada masa layan jalan akibat dari pengaruh cuaca;

Page 8: 52688486-bahan-perkerasan

12

b. Adhesi dan kohesi, adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat

agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal.

Kohesi adalah kemampuan dari aspal itu untuk dapat mempertahankan

agregat tetap di tempatnya setelah terjadi pengikatan;

c. Kepekaan terhadap temperatur, adalah kondisi dimana aspal akan menjadi

keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih

cair jika suhunya bertambah (aspal merupakan material yang termoplastis).

Aspal Modifikasi Polimer

Menurut Dinas Pekerjaan Umum (2009) dalam Sistem Informasi Manajemen

Standar, aspal modifikasi adalah aspal keras yang ditingkatkan mutunya dengan

cara menambahkan bahan tambah seperti polimer, latek, bitumen asbuton dan

lainnya. Sedangkan aspal polimer adalah aspal yang ditingkatkan mutunya

(dimodifikasi) dengan cara menambahkan polimer ke dalam aspal keras.

Mengutip dari Whiteoak (1990), Modified bitumen harus mempunyai karakteristik

sebagai berikut:

a. Menjadi kelengkapannya sendiri pada saat penyimpangan, aplikasi dan

dalam masa layannya;

b. Dapat diproses dengan perlatan yang konvensional;

c. Stabil secara fisik dan kimia pada saat penyimpanan, aplikasi, dan dalam

masa servicenya;

d. Dapat menyelimuti atau mempunyai viskositas yang cukup pada saat

aplikasi dengan temperatur normal.

Polimer barasal dari kata of many parts yang berarti dari banyak bagian. Polimer

merupakan susunan rantai kimia yang berasal dari monomer-monomer yang

terikat menjadi satu. Jumlah monomer yang menyusun polimer ini dapat berbeda-

beda, sehingga panjang rantai yang terjadi pun dapat berbeda-beda. Hanya rantai

dengan jumlah tertentu yang dapat digunakan dalam bitumen. Contohnya

polystyrene yang terbentuk dari beberapa molekul styrene yang saling

berhubungan (BP Bitumen, 2010).

Page 9: 52688486-bahan-perkerasan

13

Sifat fisik dan kimia dari polimer akan tergantung dari sifat alami molekul tiap

unitnya, jumlah tiap molekul dalam satu rantai dan kombinasi dari satu molekul

dengan molekul yang lain. Sehingga lain polimer akan menghasilkan reaksi yang

lain, dan polymer modified bitumen harus diuji terlebih dahulu sebelum

pengaplikasiannya.

Mengutip dari Yulianto (2008), alasan digunakannya modifikasi dengan polimer

antara lain adalah :

a. Agar aspal / binder lebih lunak pada temperatur rendah sehigga

mengurangi potensi cracking;

b. Agar aspal / binder lebih kuat dan kaku pada temperatur tinggi sehingga

mengurangi potensi deformasi;

c. Mengurangi viskositas pada temperatur penghamparan;

d. Meningkatkan stabilitas dan kekuatan campuran aspal;

e. Meningkatkan ketahanan terhadap abrasi;

f. Meningkatkan ketahanan lelah (fatigue) campuran beraspal;

g. Meningkatkan daya tahan oksidasi dan penuaan campuran;

Menurut BP Bitumen (2010), dua jenis polimer yang digunakan dalam modifikasi

bitumen adalah :

a. Elastomer

b. Plastomer

Elastomer adalah suatu polimer yang mepunyai kelenturan (karet) dan ikatan

samping yang besar dalam strukturnya. Contohnya adalah Styrene butadiene

Styrene ( SBS).

Plastomer adalah suatu polimer yang dapat berubah bentuk menjadi plastis pada

suhu leleh dan berubah menjadi keras dan kaku pada suhu rendah. Contohnya

adalah ethylene vinyl acetate (EVA).

Polymer modified bitumen diproduksi dalam beberapa grade untuk memenuhi

kebutuhan lapangan yang beragam dikelompokkan menurut besarnya softening

point. Saat ini sedang gencar diproduksi dan diugunakan polymer modified binder

Page 10: 52688486-bahan-perkerasan

14

dengan basis elastomer. Pengguna di Eropa, USA, Jepang, Australia, dan China

telah membuktikan jenis aspal polimer ini mampu mengatasi permasalahan yang

ada. Bahkan di China, dengan perkembangan infrastruktur jalannya yang sudah

sangat luar biasa, penggunaan aspal polimer telah melebihi 1 juta ton tiap

tahunnya.

Pada penelitian ini aspal modifikasi polimer yang digunakan adalah aspal Bituplus

yang diproduksi PT. Tunas Mekar Adi Perkasa Jakarta. Adapun komposisi dari

aspal ini adalah :

a. Aspal biasa spek 60/70 (dari Pertamina, Shell, Esso, dll);

b. Elastomer jenis Ethylene Propylene Diene Polymer sebesar 5%, untuk

meningkatkan kelenturan aspal;

c. Liphopylic Catalyst Monomer (LCM) kurang dari 1%, berguna untuk :

- Memperbaiki workability di polymer modified bitumen sehingga aspal

polimer elastomer tidak mengalami masalah akibat aspal yang terlalu

kental (yang dapat menyebabkan aspal tidak merata menyelimuti batu

dan atau aspal terbakar di tanki);

- Meningkatkan titik lembek secara signifikan;

- Memperbaiki aging dan ketahanan terhadap air.

d. Longchain Modified Fatty Amine kurang dari 1,5 %, yang berguna :

- Meningkatkan nilai penetrasi;

- Mengurangi pengaruh negatif air pada aspal.

Dengan bahan-bahan di atas, maka aspal polimer Bituplus diharapkan tidak

mengalami masalah yang sudah sering terjadi pada aspal polimer lain seperti aspal

terbakar dan aspal terlalu kental sehingga menimbulkan kerusakan perkerasan

dini. Sedangkan masalah perkerasan aspal yang terlalu kaku sehingga mudah

retak, titik lembek yang kurang tinggi dan kurang tahan terhadap air dapat

diberikan solusi oleh Liphopylic Catalyst Monomer (LCM) dan Longchain

Modified Fatty Amine. (PT. Tunas Mekar Adiperkasa, 2009).

Page 11: 52688486-bahan-perkerasan

15

Spesifikasi untuk aspal polimer dan aspal penetrasi 60/70 disajikan pada Tabel 2.1

dan Tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.1. Spesifikasi Aspal Polimer

No

Jenis Pengujian Metode Jenis Polimer Plastomer Elastomer

1. Penetrasi, 250C; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm

SNI 06-2456-1991 50-70 50-75

2. Titik lembek, 0C SNI 06-2434-1991 Min. 56 Min. 54 3. Titik nyala, 0C SNI 06-2433-1991 Min. 232 Min. 232 4. Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0 Min. 1,0 5. Kekentalan pada 1350C, cSt SNI 06-6721-2002 150-1500 Maks. 2000 6. Stabilitas penyimpanan pada

1630C selama 48 jam - Perbedaan titik lembek; 0C

SNI 06-2434-1991 Homogen Maks. 2

7. Kelarutan dalam trichlor ethylene, % berat

RSNI M-04-2004 Min. 99 Min. 99

8. Penurunan berat (dengan RTFOT); berat

SNI 06-2440-1991 Maks. 10 Maks. 1,0

9. Perbedaan penetrasi setelah penurunan berat; % asli - Kenaikan penetrasi - Penurunan penetrasi

SNI 06-2456-1991 Maks. 10 Maks. 40

Maks. 10 Maks. 40

10.

Perbedaan titik lembek setelah penurunan berat; % asli - Kenaikan titik lembek 0C - Penurunan titik lembek 0C

SNI 06-2434-1991 Maks. 6,5 Maks. 2

Maks. 6,5 Maks. 2

*Sumber : Pelaksanaan Lapis Campuran Beraspal Panas, Departemen Pekerjaan Umum

Page 12: 52688486-bahan-perkerasan

16

Tabel 2.2. Spesifikasi aspal penetrasi 60/70 produksi Pertamina

No Jenis Pengujian Metode Pengujian Persyaratan Satuan 1 Penetrasi pada 250C, 100 g,

5 detik SNI 06-2456-1991 60-79 0,1 mm

2 Titik lembek SNI 06-2434-1991 48-58 0C 3 Titik nyala SNI 06-2433-1991 Min 200 0C 4 Daktilitas pada 250C, 5

cm/mnt; SNI 06-2432-1991 Min. 100 cm

5 Kelarutan dalam C2HCl3 SNI 06-2438-1991 Min.99 % 6 Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1 - 7 Kehilangan berat (TFOT) SNI 06-2440-1991 Min. 0,8 % 8 Penetrasi setelah TFOT SNI 06-2456-1991 Min. 54 % 9 Daktilitas setelah TFOT SNI 06-2432-1991 Min. 50 Cm * Sumber : Spesifikasi Campuran Aspal Panas 2004, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah

2.2.2.2. Agregat

Agregat / batuan didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan solid.

ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai bahan yang terdiri dari mineral

padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. (Sukirman,

1999).

Sifat-sifat agregat antara lain adalah :

a. Gradasi

1. Gradasi seragam (uniform agregat), yaitu agregat dengan ukuran yang

hamper sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit

jumlahnya sehingga tidak dapat mengisis rongga antar agregat.

2. Gradasi rapat (dense agregat), yaitu campuran agregat kasar dan halus

dalam proporsi yang berimbang.

3. Gradasi buruk (poor graded), yaitu campuran agregat yang tidak

meenuhi 2 kategori di atas.

b. Daya tahan agregat

Adalah ketahanan agregat untuk tidak hancur/pecah oleh pengaruh

mekanis atau kimia.

Page 13: 52688486-bahan-perkerasan

17

Degradasi didefinisikan sebagai kehancuran agregat menjadi partikel-

partikel yang lebih kecil akibat gaya yang diberikan pada waktu

penimbunan, pemadatan ataupun oleh beban lalu lintas.

Faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi :

1. Jenis agregat, jenis agregat yang lunak mengalami degradasi yang

lebih besar dari agregat yang lebih keras;

2. Gradasi, gradasi terbuka mempunyai tingkat degradasi yang lebih

besar dari pada gradasi rapat;

3. Bentuk, partikel bulat akan mengalami degradasi yang lebih besar dari

yang berbentuk kubus/bersudut;

4. Ukuran partikel, partikel yang lebih kecil mempunyai tingkat degradasi

yang lebih kecil dari pada partikel dengan ukuran besar;

5. Energi pemadatan, degradasi akan terjadi lebih besar pada pemadatan

dengan menggunakan energi pemadatan yang lebih besar.

c. Bentuk dan tekstur agregat

1. Bulat, yaitu agregat yang dijumpai di sungai, pada umumnya telah

mengalami pengikisan oleh air sehingga umumnya berbentuk bulat;

2. Lonjong, dikatakan lonjong bila ukuran terpanjangnya >1,8 kali

diameter rata-rata;

3. Kubus, merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah batu

(crusher stone) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas,

(berbentuk bidang rata sehingga memberikan interlocking/saling

mengunci yang lebih besar);

4. Pipih, dapat merupakan hasil dari mesin pemecah batu maupun

memang merupakan sifat dari agregat tersebut yang jika dipecahkan

cenderung berbentuk pipih;

5. Tak beraturan, merupakan agregat yang tidak mengikuti salah satu

yang disebutkan di atas.

Page 14: 52688486-bahan-perkerasan

18

2.3. Pemeriksaan Karakteristik Campuran

2.3.1. Karakteristik Aspal

Pada penelitian ini, properti material yang diuji meliputi : Penetrasi Aspal, Titik

Lembek Aspal, Titik Nyala Aspal, Daktilitas Aspal dan Berat Jenis Aspal.

Penjelasan masing-masing pengujian menurut Noviastuti, dkk (2009) adalah :

a. Penetrasi Aspal

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan penetrasi bitumen keras atau lembek

(solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu,

beban, waktu tertentu kedalam bitumen pada suhu tertentu.

b. Titik Lembek Aspal

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal dan ter yang

berkisar antara 30oC – 200oC. Yang dimaksud titik lembek adalah temperatur

pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang

tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat

dasar yang terletak di bawah cincin dengan ketinggian tertentu sebagai akibat

kecepatan pemanasan tertentu.

c. Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal

Pemeriksan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari

semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang

mempunyai titik nyala open cup kurang dari 79oC. Titik nyala adalah suhu pada

saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan bitumen. Titik bakar

adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang kurangnya 5 detik pada suatu titik

pada permukaan bitumen.

d. Daktilitas Aspal

Tujuan percobaan ini adalah mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara

dua cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan

tarik tertentu.

Page 15: 52688486-bahan-perkerasan

19

e. Berat Jenis Aspal

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis bitumen keras dengan alat

piknometer. Berat jenis bitumen adalah perbandingan antara berat bitumen dan

berat zat cair suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu.

2.3.2. Karakteristik Marshall

a. Stabilitas

Menurut Pradipta (2010), stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk

menahan deformasi akibat beban yang bekerja, tanpa mengalami deformasi

permanen seperti gelombang, alur ataupun bleeding dinyatakan dalam satuan kg

atau lb. Nilai stabilitas diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat

Marshall Test sewaktu melakukan pengujian Marshall. Stabilitas terjadi dari hasil

geseran antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan

aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan penggunaan

agregat dengan gradasi yang rapat, agregat dengan permukaan kasar dan aspal

dalam jumlah yang cukup. Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus

S = q × C × k × 0,454…....................…………............……………... (Rumus 2.1)

Dimana :

S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)

q = pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb)

k = faktor kalibrasi alat

C = angka koreksi ketebalan

0,454 = konversi beban dari lb ke kg

b. Flow

Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang

terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum

sehingga sampel sampai batas runtuh dinyatakam dalam satuan mm atau 0,01 mm.

Nilai flow yang tinggi mengindikasikan campuran bersifat plastis. Pengukuran

flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow juga

Page 16: 52688486-bahan-perkerasan

20

diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu

melakukan pengujian Marshal. (Pradipta, 2010).

c. Marshall Quotient

Merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow) dan

dinyatakan dalam kg/mm.

MQ =FS

……………....................………………………...……........(Rumus 2.2)

Dimana :

MQ = Marshall Quotient (kg/mm)

S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)

F = nilai flow (mm)

d. Densitas

Densitas menunjukan kepadatan pada campuran perkerasan. Gradasi agregat,

kadar aspal dan pemadatan akan mempengaruhi tingkat kepadatan perkerasan

lentur. Besarnya nilai densitas diperoleh dari rumus :

D = )( WwWs

Wdry-

x γ air…….............................……………..…...……(Rumus 2.3)

Dimana :

D = densitas ( gr/cm3)

Wdry = berat kering (gram )

Ws = berat jenuh (gram )

Ww = berat dalam air ( gram )

γ air = berat jenis air ( gr/cm3 )

e. Spesific Gravity Campuran

Spesific Grafity Campuran adalah berat campuran untuk seriap volume (dalam

gr/cm³). Dihitung berdasarkan persen berat tiap komponen dan spesific grafity tiap

komponen penyusun campuran aspal. Besarnya spesific grafity campuran

(SGmix) diperoleh dari rumus berikut :

Page 17: 52688486-bahan-perkerasan

21

SGmix =

SGbWb

SGfWf

SGaghWah

SGagkWak %%%%

100

+++

…............…………....….(Rumus 2.4)

Dimana:

%Wak : persen berat agregat kasar ( % )

% Wah : persen berat aspal halus ( % )

% Wb : persen berat aspal ( % )

% W f : persen berat filler ( % )

SGagk : Specific Grafity agregat kasar ( gr/cm3 )

SGagh : Specific Grafity agregat halus ( gr/cm3 )

SGb : Specific Grafity aspal ( gr/cm3 )

SGf : Specific Grafity filler ( gr/cm3 )

f. Porositas (Void In Mix)

Porositas (Void In Mix) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran

perkerasan, baik yang dapat mengalirkan air maupun yang tidak dapat

mengalirkan air. Besarnya porositas dapat diperoleh dengan rumus berikut :

%100*1max

úû

ùêë

é-=

GSD

VIM ……………………...…...…………….(Rumus 2.5)

Dimana :

VIM : Porositas (VIM) spesimen (%)

D : Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3)

SGmix : Specific grafity campuran (gr/cm3)

2.4. Perangkat Lunak (Software)

2.4.1. BANDS (Bitumen and Asphalt Nomograph)

BANDS 2.0 adalah salah satu perangkat lunak analisis bitumen dan aspal yang

termasuk dalam paket software desain yang dikeluarkan oleh Shell Pavement

Design bersama dengan program lainnya yaitu BISAR 3.0 dan SPDM 3,0.

BANDS terdiri atas seperangkat alat bantu bagi perencana dalam mengestimasi

Page 18: 52688486-bahan-perkerasan

properti material yang relevan dari

digunakan dalam perhitungan desain tebal perkerasan,

digunakan bersama dengan SPDM yang memang didedikasikan untuk

perhitungan desain tebal perkerasan tersebut.

perangkat lunak ini adalah

fatigue life, dan fatigue strain.

Tampilan worksheet dari BANDS dan alur pengerjaannya ditampilkan

Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 berikut :

Gambar 2.2 Tampilan

properti material yang relevan dari bituminous binder dan asphaltic mix.

digunakan dalam perhitungan desain tebal perkerasan, software ini harus

digunakan bersama dengan SPDM yang memang didedikasikan untuk

tungan desain tebal perkerasan tersebut. Adapun output yang dihasilkan oleh

perangkat lunak ini adalah bitumen stiffness, percentage of voids, mix stiffness,

fatigue life, dan fatigue strain.

dari BANDS dan alur pengerjaannya ditampilkan

Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 berikut :

Gambar 2.2 Tampilan worksheet program BANDS

22

asphaltic mix. Untuk

ini harus

digunakan bersama dengan SPDM yang memang didedikasikan untuk

yang dihasilkan oleh

bitumen stiffness, percentage of voids, mix stiffness,

dari BANDS dan alur pengerjaannya ditampilkan dalam

Page 19: 52688486-bahan-perkerasan

23

Gambar 2.3 Alur Pengerjaan Program BANDS

2.4.2.

Pilih dari menu bar Nomograph

Input data Bitumen Stiffness : - Softening point - Penetration value

Output data Bitumen Stiffness : - Bitumen Stiffness - Penetration index

Input data Asphalt Mix Stiffness : - Bitumen Stiffness - Vol % agregate - Vol % bitumen

Output data Asphalt Mix Stiffnes : - % voids - Mix stiffness

Pilih dari menu bar Nomograph : Asphalt Mix Stiffness

Pilih dari menu bar Nomograph : Fatigue Life Asphalt Mix

Input data Fatigue Life Asphalt Mix - Vol % bitumen - Asphalt mix stiffness - Fatigue strain

Pilih dari menu bar Nomograph : Asphalt Mix performance

Output data Fatigue Life Asphalt Mix - Fatigue life

Input data Asphalt Mix performance: - Pen value - Softening point - Vol % bitumen - Vol % aggregate - Fatigue strain

Output data Asphalt Mix performance: - Pen index - Bitumen stiffness - Asphalt mix stiffness - Fatigue life

Pilih dari menu bar Nomograph : Bitumen Stiffness

Page 20: 52688486-bahan-perkerasan

24

2.4.3. SPDM (Shell Pavement Design Method)

Filosofi pendekatan analitis dari desain perkerasan adalah bahwa struktur harus

diasumsikan seperti struktur teknik sipil yang lain Adapun prosedur yang umum

digunakan adalah:

a. Mengasumsikan bentuk struktur;

b. Menentukan beban;

c. Mengestimasikan ukuran dari komponen-komponennya;

d. Menjalankan analisis strukturnya untuk menghasilkan tegangan-

tegangan, regangan-regangan, dan defleksi pada titik kritis pada struktur;

e. Membandingkan nilai ini dengan nilai ijin maksimum untuk

mendapatkan kearnanan desain;

f. Menambahkan nilai kekuatan struktur (geometri) untuk meningkatkan

ketahanan desain;

g. Mempertimbangkan sisi ekonomi dari hasil akhir analisis.

Perkembangan teknik analisis telah menjadi hal yang penting selama 25 tahun

terakhir. Metode berdasarkan penggunaan teori analisis memiliki beberapa macam

bentuk misalnya adalah beberapa software desain perkerasan jalan berdasarkan

Shell Pavement Design Method yang dikembangkan oleh Universitas Nottingham.

Pada tahun 1963, Perusahaan Internasional Shell mempublikasikan seperangkat

nomogram/grafik yang dikembangkan dari analisis struktur dengan beberapa opsi

khusus. Meskipun berupa suatu software, namun Shell Pavement Design Method

(SPDM) dan adendumnya juga dapat mempresentasikan metode desain dalam

bentuk grafik, diagram, dan label.

SPDM secara umum terdiri dari 3 modul :

a. Desain ketebalan struktur untuk perkerasan aspal yang baru;

b. Estimasi atau penilaian untuk deformasi permanen pada lapisan aspal;

c. Desain ketebalan struktur untuk overlay di atas perkerasan aspal yang

lama.

Page 21: 52688486-bahan-perkerasan

25

Tampilan dari worksheet dan alur pengerjaan program SPDM ditampilkan pada

Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 berikut :

Gambar 2.4 Tampilan Worksheet Program SPDM

Gambar 2.4 Alur Pengerjaan Program SPDM

Overlay Mix

Stifness

LHR

Regangan Subgrade

Lapisan Eksisting

Iklim

Pilih dari menu bar Project

Pilih New : - Thickness Design - Rutting Calculation - Overlay Design

Input data iklim

Input data existing asphalt layer

Input data base

layers and subgrade

strain

Input data traffic and design life

Input data overlay mix and specific fatigue

Input data overlay stiffness

and layer thickness

Pilih dari menu bar Result

Hasil overlay thickness (meter)

Page 22: 52688486-bahan-perkerasan

26

2.5. Metode Analisa Komponen Perkerasan dengan Pedoman Perencanaan

Tebal Perkerasan Lentur Tahun 2002

Perhitungan perencanaan ini didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing

lapisan perkerasan jangka panjang, dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan

oleh ITP (Indeks Tebal Perkerasan). Perhitungan ITP dapat menggunakan rumus

sebagai berikut :

ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3……………………………………(Rumus 2.6)

dimana :

a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan

D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)

a. Lalu Lintas

1. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan

Merupakan angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang

ditimbulkan oleh lintasan beban gandar sumbu tunggal kendaraan terhadap

tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar

sumbu tunggal seberat 8,16 ton. Untuk roda tunggal karakteristik beban

yang berlaku agak berbeda dengan ronda ganda. Untuk roda tunggal

menggunakan rumus :

Angka ekivalen roda tunggal = 鼀tatǁ 梈ǁ 錃ǁ贃 縀ǁ弘d 縀d屏td 弘d 梈梈ǁn 錃ǁnǁ屏 .闹脑 . 邹恼

…………………………………………………………………(Rumus 2.7)

2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan kemungkinan bahwa jenis kerusakan tertentu atau

kombinasi jenis kerusakan pada struktur perkerasan akan tetap lebih

rendah atau dalam rentang yang diizinkan selama umur rencana. Tingkat

reabilitas yang lebih tinggi menunjukkan jalan yang melayani lalu lintas

paling banyak. Reabilitas jalan arteri akan lebih tinggi dari pada jalan

lokal, sebagaimana tercantum pada Tabel 4.34 mengenai rekomendasi

tingkat reabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.

Page 23: 52688486-bahan-perkerasan

27

Tabel 2.3. Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam-Macam

Klasifikasi Jalan

Klasifikasi jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas Perkotaan Antar kota

Bebas hambatan 85-99,9 80-99,9 Arteri 80-99 75-95 Kolektor 80-95 75-95 Lokal 50-80 50-80

3. Lalu Lintas pada Lajur Rencana

Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban

gandar standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini

digunakan perumusan berikut ini :

W18 = DD x DL x ŵ18 ………………………………...………(Rumus 2.8)

dimana :

DD = faktor distribusi arah

DL = faktor distribusi lajur

ŵ18 = beban gandar standar kumulatif untuk 2 arah

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7

tergantung arah mana yang ‘berat’ dan ‘kosong’ namun pada umumnya

diambil 0,5.

Tabel 2.4. Faktor Distribusi Lajur (DL)

Jumlah lajur per arah

% beban gandar standar dalam lajur rencana

1 100 2 80-100 3 60-80 4 50-75

Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam

pedoman ini adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Secara numerik

rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :

Page 24: 52688486-bahan-perkerasan

28

Wt = 黠㟠馁果鼀㟠嫩梈邹叁能㟠梈 …………….…………………………(Rumus 2.9)

dimana :

wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif

w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun

n = umur pelayanan (tahun)

g = perkembangan lalu lintas (%)

b. Indeks Permukaan

Indeks permukaan ini menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan

yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.

Adapun beberapa ini IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini :

IP = 2,5 : menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

IP = 2,0 : menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih

mantap.

IP = 1,5 : menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan

tidak terputus).

IP = 1,0 : Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga

sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagai mana

diperlihatkan pada Tabel 2.5 berikut :

Tabel 2.5. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt)

LER = Lintas Ekivalen Rencana

Klasifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan

< 10 10 – 100 100– 1000

>1000

1,0 – 1,5 1,5

1,5 – 2,0 -

1,5 1,5 – 2,0

2,0 2,0 – 2,5

1,5 – 2,0 2,0

2,0 – 2,5 2,5

- - -

2,5 Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu

diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai

dengan Tabel 2.6 berikut :

Page 25: 52688486-bahan-perkerasan

29

Tabel 2.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP0)

Jenis Lapis Perkerasan

IP0 Ketidakrataan *) (IRI, m/km)

L A S T O N > 4 3,9 – 3,5

≤ 1,0 > 1,0

LASBUTAG 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0

≤ 2,0 > 2,0

L A P E N 3,4 – 3,0 2,9 – 2,5

≤ 3,0 > 3,0

c. Pelapisan Tambah

Untuk perhitungan pelapisan tambah (overlay), kekuatan struktur perkerasan jalan

lama (existing pavement) diukur menggunakan alat FWD atau dinilai dengan

menggunakan Tabel 2.7 berikut :

Tabel 2.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

BAHAN KONDISI PERMUKAAN Koefisien kekuatan relatif (a)

Lapis permukaan beton aspal

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

0.35 – 0.40

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau <5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

0.25 – 0.35

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau 5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

0.20 – 0.30

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

0.14 – 0.20

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

0.08 – 0.15

Page 26: 52688486-bahan-perkerasan

30

Lapis pondasi yang distabilisasi

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

0.20 – 0.35

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau <5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

0.15 – 0.25

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau >5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

0.15 – 0.20

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

0.10 – 0.20

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

0.08 – 0.15

Lapis pondasi atau lapis pondasi bawah granular

Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by fines.

0.10 – 0.14

Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines

0.0 – 0.10

2.6. Teori Korelasi

Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pola relasi atau hubungan antara

variable terikat dengan variabel bebasnya. Variabel terikat pada penelitian ini

adalah nilai marshall sedangkan variabel bebas adalah kadar aspal. Analisis garis

regresi ini diperoleh dari persamaan linier y=b+ax dan polynomial y=ax2+bx+c.

Persamaan garis ini diperoleh dari sekumpulan data yang kemudian disusun

menjadi diagram pencar (scater). Dari diagram tersebut dengan bantuan Microsoft

Excel dapat dibuat garis regresi linier dan polinomial kemudian dari garis regresi

itu diperoleh persamaan regresi dan nilai koefisien determinasi.

Page 27: 52688486-bahan-perkerasan

31

Penentuan kekuatan hubungan antara variasi kadar aspal dengan kekuatan tekan

menggunakan analisis korelasi. Analisis korelasi dinyatakan dengan nilai

koefisien determinasi (R2) dan koefisien korelasi (r). koefisien detreminasi

digunakan untuk mengetahui persentase kekuatan hubungan antara variabel terikat

(nilai marshall) dengan variabel bebas (kadar aspal). Nilai koefisien determinasi

(R2) berkisar antara 0 (tidak ada relasi) dan 1 (relasi sempurna). Nilai koefisien

determinasi dapat dihitung dari persamaan regresi, namun dengan bantuan

Microsoft Excel nilainya dapat langsung diketahui.

Koefisien korelasi digunakan untuk menentukan kategori hubungan antara

variabel terikat dengan variabel bebas. Indek atau bilangan yang digunakan untuk

menntukan kategori keeratan hubungan berdasarkan nilai r adalah sebagai berikut:

1. 0 ≤ r ≤ 0,2 korelasi lemah sekali

2. 0,2 ≤ r ≤ 0,4 korelasi lemah

3. 0,4 ≤ r ≤ 0,7 korelasi cukup kuat

4. 0,7 ≤ r ≤ 0,9 korelasi kuat

5. 0,9 ≤ r ≤ 1 korelasi sangat kuat

Koefisien korelasi (r) diperoleh dari akar koefisien determinasi (R2), sehingga

diperoleh batasan 0 ≤ R2 ≤ 1.