teori - perkerasan lentur

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 UMUM Jalan di Indonesia umumnya menggunakan jenis perkerasan lentur. Perkerasan lentur adalah suatu jenis konstruksi yang dibangun diatas permukaan tanah asli atau tanah dasar dengan menggunakan bahan pengikatnya beton asphalt. Sedangkan Perkerasan kaku adalah suatu jenis konstruksi yang dibangun di atas tanah dasar dengan menggunakan bahan pengikatnya beton semen. Perkerasan didefinisikan sebagai lapisan yang relatif stabil yang dibangun di atas tanah asli atau tanah dasar yang berfungsi untuk menahan dan mendistribusikan beban kendaraan serta sebagai lapisan penutup permukaan. Jadi perkerasan dibangun karena permukaan tanah dasar tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya. Prinsip kerja dari perkerasan lentur adalah bahwa saat tanah dibebani, maka beban akan menyebar dalam bentuk tegangan tanah yang kemudian akan menyebar ke lapisan di bawahnya sehingga kemudian akan menyebabkan lendutan dan akhirnya menyebabkan keruntuhan tanah. Visualisasi pendistribusian beban lalu lintas ke tanah dasar melalui perkerasan. Secara teoritis, besaran P 1 yang diterima tanah dasar tergantung pada kualitas dan tebal lapis perkerasan. Kualitas material yang baik dan atau tebal perkerasan yang besar akan memberikan nilai P1 yang rendah. Atau jika material yang diberikan baik dan kondisi tanah dasarnya pun baik, maka untuk beban yang sama akan menghasilkan tebal perkerasan yang lebih tipis. Berdasarkan karakteristik menahan dan mendistribusikan beban, maka perkerasan dapat dibagi atas perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Perkerasan lentur adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Universitas Sumatera Utara

Upload: indonesianriviera

Post on 07-Aug-2015

332 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teori - Perkerasan Lentur

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 UMUM

Jalan di Indonesia umumnya menggunakan jenis perkerasan lentur. Perkerasan lentur

adalah suatu jenis konstruksi yang dibangun diatas permukaan tanah asli atau tanah dasar

dengan menggunakan bahan pengikatnya beton asphalt. Sedangkan Perkerasan kaku adalah

suatu jenis konstruksi yang dibangun di atas tanah dasar dengan menggunakan bahan

pengikatnya beton semen. Perkerasan didefinisikan sebagai lapisan yang relatif stabil yang

dibangun di atas tanah asli atau tanah dasar yang berfungsi untuk menahan dan

mendistribusikan beban kendaraan serta sebagai lapisan penutup permukaan. Jadi perkerasan

dibangun karena permukaan tanah dasar tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya.

Prinsip kerja dari perkerasan lentur adalah bahwa saat tanah dibebani, maka beban akan

menyebar dalam bentuk tegangan tanah yang kemudian akan menyebar ke lapisan di

bawahnya sehingga kemudian akan menyebabkan lendutan dan akhirnya menyebabkan

keruntuhan tanah. Visualisasi pendistribusian beban lalu lintas ke tanah dasar melalui

perkerasan.

Secara teoritis, besaran P1 yang diterima tanah dasar tergantung pada kualitas dan

tebal lapis perkerasan. Kualitas material yang baik dan atau tebal perkerasan yang besar akan

memberikan nilai P1 yang rendah. Atau jika material yang diberikan baik dan kondisi tanah

dasarnya pun baik, maka untuk beban yang sama akan menghasilkan tebal perkerasan yang

lebih tipis. Berdasarkan karakteristik menahan dan mendistribusikan beban, maka perkerasan

dapat dibagi atas perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement).

Perkerasan lentur adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran

beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Teori - Perkerasan Lentur

Perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan teratasnya memiliki kualitas material

yang sangat baik karena lapisan ini mengalami kontak langsung dengan beban lalu lintas.

Pada perkerasan lentur, beban didistribusikan hingga lapisan tanah dasar. Pendistribusian

beban ini merupakan salah satu faktor yang mendukung terbentuknya kekuatan pada

perkerasan lentur. Selain itu, nilai ketebalan lapisan pun cukup berpengaruh pada kekuatan

perkerasan lentur.

II.2 PENGUKURAN LENDUTAN DENGAN ALAT FALLING

WEIGHT DEFLECTOMETER DENGAN MENGGUNAKAN Pd.

T-05-2005-B

Pusat Litbang Jalan Departemen Pekerjaan Umum memiliki beberapa alat

penyelidikan lapangan tersebut, diantaranya alat Falling Weight Deflectometer. Dimana

pengoperasiannya dan evaluasinya dilakukan secara komputerisasi. Alat FWD ini telah

banyak digunakan di beberapa negara terutama di negara-negara maju dan telah diakui

sebagai alat yang dapat menentukan dan meningkatkan kekuatan struktur perkerasan jalan ().

Gambar II.1 Jenis-jenis Falling Weight Deflectometer

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Teori - Perkerasan Lentur

Prinsip kerja FWD adalah memberikan beban impuls terhadap struktur perkerasan,

khususnya perkerasan lentur melalui pelat berbentuk sirkular (bundar), yang efeknya sama

dengan kendaraan. Pelat sirkular diletakkan pada permukaan perkerasan yang akan diukur,

kemudian beban dijatuhkan padanya sehingga menimbulkan gaya yang bervariasi. Berat

beban sebelum jatuh relative lebih kecil dibanding berat sebenarnya, biasanya sekitar 3-14 %

dari berat maksimum. Pulsa beban yang diberikan akibat beban jatuh ke dalam seperangkat

pegas kira-kira setengah gelombang sinus.

Efek beban yang timbul akan ditangkap oleh tujuh buah deflector yang diletakkan

dengan jarak jarak-jarak tertentu tertentu pada batang pengukur, sehingga secara keseluruhan

lendutan itu akan membentuk suatu cekung lendutan (deflection bowl) seperti pada gambar

II.5 berikut ini.

NDT SensorsNDTLoad

Measurement of Surface Deflection

Gambar II.2 Bidang Cekung Lendutan

Besarnya lendutan langsung dapat dibaca pada layar monitor komputer dan disimpan

dalam bentuk data atau dapat langsung dicetak. Selanjutnya data tersebut data tersebut dapat

dianalisis dengan menggunakan program-program yang ada.

Untuk menentukan besarnya berat pelat dan tinggi jatuh yang diperlukan, sehingga

terjadi lendutan yang sama dengan lendutan akibat beban sumbu truk standart, maka perlu

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Teori - Perkerasan Lentur

dicari tegangan akibat beban sumbu atau sama dengan tegangan yang diterima permukaan

jalan seluas bidang kontak tersebut.

p= (Tegangan yang diterima permukaan jalan)

Rumus II.1

Untuk mendapatkan berat pelat dan tinggi jatuh digunakan rumus empiris seperti di

bawah ini:

h = ………………………………………. (mm)

Rumus II.2

Tinggi jatuh yang sebenarnya harus disesuaikan terhadap tegangan yang terjadi di lapangan

dengan tegangan rencana, yaitu dengan cara merubah jarak baut terhadap sensor.

Hubungan P, k. dan berat pelat beban dapat dilihat melalui table berikut :

Berat Beban

Pelat (Kg)

P(kPa) K

Ø 300 mm Ø 450 mm Ø 300 mm Ø 450 mm

350 850 – 1700 380 – 750 86 38

200 425 – 950 190 – 430 50 22

100 210 – 480 95 – 215 25 11

50 100 – 240 45 – 105 13 5,8

Tabel II.1

Lendutan yang digunakan adalah lendutan pada pusat beban (df1). Nilai lendutan ini harus

dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor

koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 4,08 ton).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Teori - Perkerasan Lentur

Besarnya lendutan langsung adalah sesuai rumus berikut :

dL = df1 x Ft x Ca x FKB-FWD

Rumus II.3

dengan pengertian :

dL = lendutan langsung (mm)

df1 = lendutan langsung pada pusat beban (mm)

Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350C, yaitu sesuai

Rumus II.4, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau Rumus II.5,

untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm.

= 4,184 x TL - 0,4025 , untuk HL < 10 cm…..(Rumus II.4)

= 14,785 x TL - 0,7573 , untuk HL > 10 cm…(Rumus II.5)

TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung di

lapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara, yaitu:

TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb)….(Rumus II.6)

Tp = temperatur permukaan lapis beraspal

Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel II.2

Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel II.2

Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)

= 1, 2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air tanah

rendah.

= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air tanah

tinggi.

FKB-FWD = faktor koreksi beban uji Falling Weight Deflectometer (FWD)

= 4,08 x (Beban Uji dalam ton)(-1) …(Rumus II.7)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Teori - Perkerasan Lentur

Tabel II.2 Tabel Tempratur

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Teori - Perkerasan Lentur

II.2.1 Sejarah Falling Weight Deflectometer

Alat Falling Weight Deflectometer telah digunakan sejak awal tahun enam puluhan di

Perancis, Denmark dan Ceko-Slovakia. Alat ini baru memungkinkan untuk menghasilkan

suatu beban dengan waktu puncak pembebanan dan pensimulasian geometri beban lalu lintas

yang sangat kecil. National Danish Road laboratory dan perusahaan Dynatest secara

berangsur-angsur mengembangkan Falling Weight Deflectometer untuk dipakai dalam

percobaan non-destruktif pada jalan raya dan perkerasan pada lapangan terbang.

Dengan semakin berkembangnya zaman, maka dapat dilihat pemakaian FWD

semakin baik dan beragam, dan memiliki pengembangan yang luar biasa terutama dalam hal

penggunaan program komputer untuk mendapatkan data lendutan hasil dari FWD tersebut.

Jenis-jenis program yang digunakan antara lain adalah :

• Kenlayer

• Elsym5

• Chevron

• Everstrs

• Weslea

• Illi-Pave

• Dama

• MnPave

• Biar, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Teori - Perkerasan Lentur

II.2.2 Metode Pengukuran Falling Weight Deflectometer Berdasarkan

PDT’05 2005

Parameter-parameter tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Diameter Pelat

Alat FWD ini dilengkapi dengan dua macam pelat yang masing-masing berdiameter 300 mm

dan 450 mm. Untuk perkerasan lentur, pelat yang biasa digunakan adalah dengan diameter

300 mm sedangkan untuk perkerasan non-aspal (unbound material) atau tanah dasar

digunakan pelat dengan diameter 450 mm.

2. Berat Beban Pelat

Berat beban yang dijatuhkan pada pelat sebenarnya mempresentasikan tekanan ban pada

permukaan perkerasan. Berat beban yang digunakan untuk perkerasan normal adalah 200 kg.

Di Indonesia, beban as maksimum yang diijinkan adalah 8 ton dan beban as standar adalah

8,2 ton (AASHTO Road Test) sehingga beban setengah as (dua ban) adalah 41 kN, dan

tekanan ban sebesar 580 kPa.

3. Tinggi Jatuh Beban

Tinggi jatuh beban yang dimiliki alat FWD adalah 81 mm, 135 mm, 196 mm, dan 361 mm

(LAPI ITB dan Pustran Dep. PU, 1992). Berat beban dan tinggi jatuh beban merefleksikan

beban impuls yang diberikan kepada perkerasan untuk menimbulkan besar lendutan yang

diinginkan. Apabila timbul lendutan besar, antara 1 mm dan 1,5 mm, maka berat beban dan

tinggi jatuh harus direduksi. Disarankan berat beban adalah 100 kg dan tinggi jatuh nomor 3

(196 mm), yang akan memberikan ”peak load” : 25 kN dan ”peak stress level” : 355 kPa.

4. Jarak Antar Deflektor

Alat FWD mempunyai tujuh buah deflektor yang dapat diatur/disesuaikan jarak antar

deflektornya sesuai dengan tebal total perkerasan (LAPI ITB dan Pustran Dep. PU, 1992),

antara lain:

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Teori - Perkerasan Lentur

Untuk tebal total perkerasan = 500 mm (tipis), digunakan jarak deflector: 0; 200; 300;

450; 600; 900; 1200 (mm).

Untuk tebal total perkerasan = 300-700 mm (normal), digunakan jarak deflector: 0; 300;

600; 750; 900; 1200; 1500 (mm).

Untuk tebal total perkerasan > 700 mm (tebal), digunakan jarak deflector: 0; 300; 600;

900; 1200; 1500; 1800 (mm).

II.3 SURVEY KELAYAKAN STRUKTUR PERKERASAN

Dalam hal penanganan perawatan dan perbaikan jalan raya diperlukan metode

ekonomis dan efesien, untuk mendapatkan nilai yang bisa menentukan kondisi kelayakan

struktur perkerasan lentur. Nilai yang dimiliki suatu struktur perkerasan secara umum

dinyatakan dengan Resilent Modulus yang merupakan elemen penting pada analisa

mekanistik dan prosedur penilaian struktur perkerasan.

II.3.1 Pemeriksaan Destruktif (Destructive Test)

Pemeriksaan suatu struktur perkerasan dapat dilakukan dengan percobaan destruktif

dan percobaan non-destruktif. Percobaan destruktif dilaksanakan dengan test-pit pada struktur

perkerasan jalan yang lam serta mengambil sampel dari lokasi yang ditinjau lalu melakukan

percobaan di laboratorium. Percobaan ini membosankan, menghabiskan waktu dan

mengakibatkan kerusakan kondisi perkerasan jalan lama apabila hasil percobaan

menunjukkan hasil untuk tidak melakukan pelapisan kembali.

Pengambilan sampel di lapangan sering menimbulkan kemacetan lalu lintas sehingga

sangat mengganggu pemakai jalan. Lebih jauh lagi, dengan percobaan di laboratorium tidak

memungkinkan untuk memperoleh nilai tegangan material perkerasan yang tepat.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Teori - Perkerasan Lentur

II.3.2 Pemeriksaan Non-Destruktif (Non-Destruktif Test)

Sebaliknya pemeriksaan non-destruktif dilaksanakan dengan peralatan yang

diletakkan di atas permukaan jalan lama dan alat itu akan memberikan informasi datalendutan

akibat besarnya beban yang diberikan. Cara ini tidak akan merusak kondisi perkerasan jalan

yang lama sehingga percobaan ini memberikan keuntungan yang lebih baik. Percobaan ini

dapat dibagi atas dua kelompok, yakni Seismic Techniques dan Surface Loading Test..

Pemakaian seismic techniques berdasarkan pada pengukuran kecepatan gelombang pada

pelaksanaan lapangan dan pada permukaan perkerasan. Metode ini tidak diterima secara luas,

karena sebagai suatu konsekuensinya diperlukan pengalaman pada pelaksanaan lapangan dan

pada pemakaian data percobaan.

Sedangkan surface loading test, sudah dikenal secara luas sebab cukup sederhana dan

mampu untuk memodelkan intensitas beban lalu lintas yang sebenarnya. Maka kekakuan

struktur perkerasan yang diperoleh dari pengukuran lendutan permukaan bernilain lebih

representative terhadap kondisi lapangan.

Alat-alat yang dipakai pada pengukuran lendutan permukaan, dapat dibagi

berdasarkan metode pembebanan yang dipakai yaitu pembebanan statis dan pembebanan

dinamis (). Metode pembebanan statis dapat digunakan alat-alat seperti Benkelman Beam,

California Traveling Deflectometer dan lain-lain. Sedangkan pada metode pembebanan

dinamis dipakai Dynaflect, Road Tater dan Falling Weight Deflectometer.

Falling Weight Deflectometer adalah alat yang menggunakan dynamic plate loading

test pada ssuatu perkerasan dan subgrade. Skema untuk diagram struktur perkerasan dengan

percobaan non-destruktif beban dinamis dapat dilihat pada gambar II.3, beban yang diberikan

akan menyebar ke bagian sistem perkerasan.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Teori - Perkerasan Lentur

Gambar II.3 Non Destruktif Test

Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih alat-alat percobaan non

destruktif yaitu :

1. Kebutuhan dalam pelaksanaan, seperti : kecepatan pengumpulan data, tundaan

lalu lintas, dan kebutuhan tenaga terlatih.

2. Kualitas data, seperti : keakuratan dan kesesuaian.

3. Biaya, seperti : biaya awal dan biaya keseluruhan

4. Keistimewaan alat, seperti : jumlah sensor dan kemampuan sensor untuk

pindah.

Sedangkan faktor sekundernya adalah reliability dan waktu pelayanan.

II.4 BEBAN STANDAR LALU LINTAS

Beban terulang atau repetition load merupakan beban yang diterima oleh struktur

perkerasan dari roda-roda kendaraan yang diterima oleh struktur perkerasan dari roda-roda

kendaraan yang melintasi jalan raya secara dinamis selama umur rencana. Besar beban yang

diterima bergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontrak antara

roda dan kendaraan serta kecepatan kendaraan tersebut. Hal ini akan memberikan suatu nilai

kerusakan dari perkerasan oleh muatan sumbu roda yang melintas setiap kali pada ruas jalan.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Teori - Perkerasan Lentur

Berat kendaraan dibebankan pada perkerasan jalan melalui roda-roda kendaraan

yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Masing-masing kendaraan mempunyai

konfigurasi sumbu yang berbeda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda, sedangkan

sumbu belakang dapat merupakan sumbu tunggal ataupun sumbu ganda.

Gambar II.4 Distribusi Beban

Dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh beban lalu lintas tidaklah sama antara

satu kendaraan dengan yang lainnya. Perbedaan ini mengharuskan suatu standar yangbisa

mewakili untuk semua jenis kendaraan, sehingga semua beban yang diterima dapat

disamakan ke dalam uatu beban standar. Beban standar ini digunakan sebagai batasan

maksimum yang diizinkan untuk satu kendaraan.

Beban yang sering digunakan sebagai batasan maksimum yang diizinkan untuk satu

kendaraan adalah beban gandar maksimum. Beban gandar standar ini diambil sebesar 18000

pounds (18 kips = 8,2 ton) pada sumbu gandar tunggal. Diambilnya angka ini karena daya

rusak yang ditimbulkan beban gandar terhadap perkerasan bernilai satu ().

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Teori - Perkerasan Lentur

Semua beban kendaraan lain dengan gandar yang berbeda diekivalen ke beban

gandar standar dengan menggunakan angka ekivalen beban sumbu tersebut (equivalent single

axle load) 18 kip ESAL.

Data lalu lintas yang digunakan diambil dari hasil perhitungan lalu lintas pada ruas

jalan yang akan dilakukan lapis tambah. Kalau data tersebut tidak bisa didapatkan, maka data

LHR BIPRAN yang paling akhir harus digunakan, dan diproyeksikan ke saat ini dengan

menggunakan tingkat pertumbuhan lalu lintas. Pembebanan gandar disain untuk masing-

masing ruas jalan dalam bentuk jumlah Ekivalen Standar Gandar 8,2 ton (ESA).

II.7 METODE REHABILITASI PERKERASAN

Jalan raya merupakan prasarana yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan

perkembangan social suatu masyarakat. Hal ini terjadi karena prasarana jalan akan

memberikan kemudahan kepada manusia untuk dapat bergerak, berpindah dari satu tempat ke

tempat lain. Untuk itu setelah pembangunan jalan raya diperlukan pemeliharaan atau pun

rehabilitasi untuk mempertahankan kondisi jalan itu baik kondisi fungsionalnya maupun

struktur perkerasannya.

Kondisi jalan raya yang baik akan memberikan tingkat pelayanan yang tinggi

sehingga memberikan waktu tempuh yang lebih cepat bagi pemakai jalan mencakup

kekasaran permukaan, tahanan gesekan antara permukaan dengan roda kendaraan serta

keamanannya.

Secara tidak langsung kondisi fungsional akan berpengaruh kepada keadaan struktur

perkerasan dalam menerima beban lalu lintas yang akan menurun sesuai dengan waktu.

Kegagalan struktural disebabkan daya dukung yang hilang serta kerusakan material yang

sesuai dengan waktu dan repetisi beban lalu lintas serta pengaruh keadaan alam sekitarnya.

Kejadian ini dapat ditanggulangi dengan cara merehabilitasi jalan tersebut dengan cara

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Teori - Perkerasan Lentur

melakukan lapisan tambah (overlay) dan non lapisan tambah (non overlay), tergantung

kepada tingkat kerusakannya yang bisa diketahui melalui survey kondisi, sebagaimana

penjelasan sebelumnya ().

Perbaikan non overlay dilaksanakan dengan cara seperti perawatan permukaan jalan

(surface treatments), penambalan (patching), injeksi material penutup (joiny and crack

sealing), pendongkrakan (slab jacking), penyumbatan (subsealing-undersealing),

rekonstruksi parsial (grinding and milling) dan membuat alur (grooving)().

Untuk perbaikan overlay diusahakanah lapisan perkerasan yang ada untuk dapat kembali

mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat kekedapan terhadap air dan tingkat

kecepatannya mengalirkan air.

II.7.1 Rehabilitasi Jalan Non-Overlay

Rehabilitasi non overlay dapat dilakukan dengan laburan penutup (seal coats)

dipakai untuk semua kelas jalan tipe perkerasan lentur. Perbaikan dengan metode ini untuk

menanggulangi kondisi permukaan perkerasan yang mengalami kerusakan yang disebabkan

keretakan, yaitu terlepasnya butir-butir perkerasan, pelicin serta pengelupasan.

Laburan penutup dilakukan dengan menambah aspal dan aggregate kepada bagian

yang mengalami kerusakan dengan kedalaman tidak lebih dari 1 inci (). Cara ini tidak

langsung memperbaiki kondisi perkerasan namun ha ini dapat memperpanjang umur

perkerasan dan mempertahankan kapasitas strukturnya.

Metode non-overlay ini dapat dipakai pada perkerasan lentur maupu kaku. Cara

penggunaannya dilaksanakan pada daerah sambungan atau retak-retak yang disebabkan oleh

lepasnya penutup material, sehingga sudah dapat diperbaiki. Tetapi apabila ternyata hasil

survey pada drainase menyebabkan kelembaban yang dapat menyebabkan kerusakan pada

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Teori - Perkerasan Lentur

struktur perkerasan, maka cara ini tidak dapat digubakan. Penanganan metode ini dapat

bertahan selama 10 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar II.5 Grafik antara Service Ability-Time

Untuk mengisi bagian yang rusak pada permukaan jalan selain dengan laburan

penutup juga bias dilakukan dengan menambal bagian yang rusak (patching), slab jacking

yaitu menaikan pelat beton yang tidak rata, sub sealing adalah untuk mengisi rongga udara

antara beton dengan lapisan pondasi atau lapisan tanah dasar karena rongga udara dapat

menyebabkan terjadinya patahan atau juga cara injeksi yaitu dengan cara menginjeksi dengan

semen atau aspal semen..

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Teori - Perkerasan Lentur

II.6.2 Rehabilitasi Jalan Overlay

Metode overlay ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan struktural perkerasan

jalan lama dalam menerima beban. Dengan memberikan lapisan tambahan, lendutan yang

terjadi akibat beban lalu lintas dapat berkurang sampai lebih kecil dari lendutan yang

diizinkan overlay dikategorikan berdasarkan tipe overlay, tipe perkerasan lama dan kinerja

sistem perkerasan. Overlay dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu overlay

perkerasan lentur dan overlay perkerasan kaku.

Overlay perkerasan lentur meliputi perkerasan Asphalt Concrete (AC) di atas lapisan

granular dan dapat dikonstruksikan di atas perkerasan lentur maupun kaku. Jika lapisan

granular digunakan di antara lapisan perkerasan kaku dengan menggunakan overlay maka

lapisan granular menjadi lapisan pengikat.

II.6.2.1 Lendutan

Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian

Falling Weight Deflectometer (FWD). Lendutan perkerasan di dapat dengan menetapkan

korelasi antara beban roda, lendutan balik perkerasan dan repitisi (pengulangan) beban.

Prosedur umum mengunakan lendutan perkerasan untuk evaluasi struktural adalah sebagai

berikut :

1. Menentukan panjang perkerasan yang termasuk dalam evaluasi struktur.

2. Melakukan survey lendutan

3. Menghitung lendutan wakil (RRD)

4. Memperkirakan jumlah beban standar (EAL)

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Teori - Perkerasan Lentur

5. Menentukan tebal lapis tambah

Kehomogenan data hasil pengukuran lendutan digunakan sebagai dasar pembagian

segmen jalan. Semakin pendek pembagian segmen tersebut maka penggunaan biaya akan

semakin ekonomis. Akan tetapi pembagian segmen tersebut harus tetap berisi pengukuran

lendutan yang statistik dari nilai yang mewakili. Biasanya, paling sedikit 10 titik data harus

termasuk dalam setiap segmen, jika koefisien variasi dari pembacaan pengukuran ternyata

tinggi maka diperlukan titik yang lebih banyak.

Pedoman tentang perkiraan jumlah minimum titik yang diperlukan, diberikan dalam tabel

berikut ini :

Koefisien Variasi dari

Data Pengukuran

Perkerasan

Jumlah Minimum Titik

Data Dalam Segmen

20 %

40 %

60 %

80 %

5 %

10 %

25 %

40 %

Tabel II.3

Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian

dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD). Pengukuran lendutan pada perkerasan

yang mengalami kerusakan berat dan deformasi plastis disarankan dihindari. Apabila pada

waktu pengujian lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau titik

tersebut dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik pengujian dipindah pada lokasi

atau titik disekitarnya. Karena pada kajian ini, diasumsikan data lendutan di dapat dari hasil

pengujian alat Benkelman Beam maka pembahasan penulis difokuskan pada pengujian

lendutan dengan alat tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Teori - Perkerasan Lentur

II.6.2.2 Pengukuran Lendutan

Lendutan adalah besarnya gerak turun vertikal suatu permukaan perkerasan akibat

beban. Salah satu metode pengukuran lendutan pada struktur perkerasan adalah percobaan

pembebanan permukaan (surface loading test).

Metode ini terdiri dari dua kategori utama, yaitu pengukuran dengan beban statik/semi

statik (misalnya: Benkelman Beam, California Travelling Deflectometer) dan beban dinamik

(misalnya: Dynaflect, Falling Weight Deflectometer). Metode pengukuran yang diuraikan

pada bab ini adalah pengukuran dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD). Beberapa

keuntungan dari alat Falling Weight Deflectometer (FWD), adalah (Nefiadi, E.N., 1990):

1. Dapat memberikan ide menyeluruh mengenai pavement performance melalui pengukuran

lendutan, dan memberikan nilai layer modulus struktur pekerasan.

2. Dapat melakukan pengukuran secara cepat, dengan ketelitian yang cukup tinggi, dan alat

dapat dioperasikan secara relatif mudah.

3. Beban pelat dan tinggi jatuh beban dapat diatur, sehingga menyamai intensitas beban yang

diinginkan, baik beban kendaraan ataupun beban roda pesawat.

II.6.2.2.1 Keseragaman lendutan

Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau

berdasarkan panjang segmen (seksi). Apabila berdasarkan panjang seksi maka cara

menentukan panjang seksi jalan harus dipertimbangkan terhadap keseragaman lendutan.

Keseragaman yang dipandang sangat baik mempunyai rentang faktor keseragaman antara 0

sampai dengan 10, antara 11 sampai dengan 20 keseragaman baik dan antara 21 sampai

dengan 30 keseragaman cukup baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Teori - Perkerasan Lentur

Untuk menentukan faktor keseragaman lendutan adalah dengan menggunakan rumus

berikut sebagai berikut:

Rumus II.8

dengan pengertian :

FK = faktor keseragaman

FK ijin = faktor keseragaman yang diijinkan

= 0 % - 10%; keseragaman sangat baik

= 11% - 20%; keseragaman baik

= 21% - 30%; keseragaman cukup baik

dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan

= …………………………………………..Rumus II.9

s = deviasi standar = simpangan baku

= ………………………………..Rumus II.10

d = nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap titik pemeriksaan pada

suatu seksi jalan

ns = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan

II.6.2.2.2 Lendutan wakil

Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan,

digunakan rumus yang disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan, yaitu:

- Dwakil = dR + 2 s ; untuk jalan arteri / tol (tingkat kepercayaan 98%)

- Dwakil = dR + 1,64 s ; untuk jalan kolektor (tingkat kepercayaan 95%)

- Dwakil = dR +1,28 s ; untuk jalan lokal (tingkat kepercayaan 90%)

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Teori - Perkerasan Lentur

dengan pengertian :

D wakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan

dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan

s = deviasi standar

II.6.2.2.3 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah

Tebal lapis tambah/overlay yang diperoleh adalah berdasarkan temperatur standar

35oC, maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi karena memiliki temperatur

perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda. Data temperatur perkerasan rata-rata

tahunan untuk setiap daerah atau kota ditunjukkan pada Lampiran A, sedangkan faktor

koreksi tebal lapis tambah/overlay (Fo) dapat diperoleh dengan Rumus atau menggunakan

Gambar 2.

Fo = 0,5032 x EXP(0,0194 x TPRT) ……………………………..Rumus II.11

dengan pengertian :

Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay

TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota tertentu (Tabel A1

pada Lampiran A)

Dapat dilihat pada Tabel dan grafik d ibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Teori - Perkerasan Lentur

Gambar II.6 Grafik Faktor Koreksi Overlay-Tempratur Rata-rata (oC)

II.6.2.2.4 Jenis Lapis Tambah

Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah dengan Laston, yaitu modulus resilien (MR)

sebesar 2000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum 800 kg. Nilai modulus resilien (MR)

diperoleh berdasarkan pengujian UMATTA atau alat lain dengan temperatur pengujian 25oC.

Apabila jenis campuran beraspal untuk lapis tambah menggunakan Laston Modifikasi dan

Lataston atau campuran beraspal yang mempunyai sifat berbeda (termasuk untuk Laston)

dapat menggunakan faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus

II.12 atau Gambar II.3 dan Tabel II.4

FKTBL = 12,51 x MR0, 333

Rumus II.12

dengan pengertian :

FKTBL = faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian

MR = Modulus Resilien (MPa)

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Teori - Perkerasan Lentur

Gambar II.3 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)

Tabel II.4 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)

Universitas Sumatera Utara