teori - perkerasan lentur
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 UMUM
Jalan di Indonesia umumnya menggunakan jenis perkerasan lentur. Perkerasan lentur
adalah suatu jenis konstruksi yang dibangun diatas permukaan tanah asli atau tanah dasar
dengan menggunakan bahan pengikatnya beton asphalt. Sedangkan Perkerasan kaku adalah
suatu jenis konstruksi yang dibangun di atas tanah dasar dengan menggunakan bahan
pengikatnya beton semen. Perkerasan didefinisikan sebagai lapisan yang relatif stabil yang
dibangun di atas tanah asli atau tanah dasar yang berfungsi untuk menahan dan
mendistribusikan beban kendaraan serta sebagai lapisan penutup permukaan. Jadi perkerasan
dibangun karena permukaan tanah dasar tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya.
Prinsip kerja dari perkerasan lentur adalah bahwa saat tanah dibebani, maka beban akan
menyebar dalam bentuk tegangan tanah yang kemudian akan menyebar ke lapisan di
bawahnya sehingga kemudian akan menyebabkan lendutan dan akhirnya menyebabkan
keruntuhan tanah. Visualisasi pendistribusian beban lalu lintas ke tanah dasar melalui
perkerasan.
Secara teoritis, besaran P1 yang diterima tanah dasar tergantung pada kualitas dan
tebal lapis perkerasan. Kualitas material yang baik dan atau tebal perkerasan yang besar akan
memberikan nilai P1 yang rendah. Atau jika material yang diberikan baik dan kondisi tanah
dasarnya pun baik, maka untuk beban yang sama akan menghasilkan tebal perkerasan yang
lebih tipis. Berdasarkan karakteristik menahan dan mendistribusikan beban, maka perkerasan
dapat dibagi atas perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement).
Perkerasan lentur adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran
beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya.
Universitas Sumatera Utara
Perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan teratasnya memiliki kualitas material
yang sangat baik karena lapisan ini mengalami kontak langsung dengan beban lalu lintas.
Pada perkerasan lentur, beban didistribusikan hingga lapisan tanah dasar. Pendistribusian
beban ini merupakan salah satu faktor yang mendukung terbentuknya kekuatan pada
perkerasan lentur. Selain itu, nilai ketebalan lapisan pun cukup berpengaruh pada kekuatan
perkerasan lentur.
II.2 PENGUKURAN LENDUTAN DENGAN ALAT FALLING
WEIGHT DEFLECTOMETER DENGAN MENGGUNAKAN Pd.
T-05-2005-B
Pusat Litbang Jalan Departemen Pekerjaan Umum memiliki beberapa alat
penyelidikan lapangan tersebut, diantaranya alat Falling Weight Deflectometer. Dimana
pengoperasiannya dan evaluasinya dilakukan secara komputerisasi. Alat FWD ini telah
banyak digunakan di beberapa negara terutama di negara-negara maju dan telah diakui
sebagai alat yang dapat menentukan dan meningkatkan kekuatan struktur perkerasan jalan ().
Gambar II.1 Jenis-jenis Falling Weight Deflectometer
Universitas Sumatera Utara
Prinsip kerja FWD adalah memberikan beban impuls terhadap struktur perkerasan,
khususnya perkerasan lentur melalui pelat berbentuk sirkular (bundar), yang efeknya sama
dengan kendaraan. Pelat sirkular diletakkan pada permukaan perkerasan yang akan diukur,
kemudian beban dijatuhkan padanya sehingga menimbulkan gaya yang bervariasi. Berat
beban sebelum jatuh relative lebih kecil dibanding berat sebenarnya, biasanya sekitar 3-14 %
dari berat maksimum. Pulsa beban yang diberikan akibat beban jatuh ke dalam seperangkat
pegas kira-kira setengah gelombang sinus.
Efek beban yang timbul akan ditangkap oleh tujuh buah deflector yang diletakkan
dengan jarak jarak-jarak tertentu tertentu pada batang pengukur, sehingga secara keseluruhan
lendutan itu akan membentuk suatu cekung lendutan (deflection bowl) seperti pada gambar
II.5 berikut ini.
NDT SensorsNDTLoad
Measurement of Surface Deflection
Gambar II.2 Bidang Cekung Lendutan
Besarnya lendutan langsung dapat dibaca pada layar monitor komputer dan disimpan
dalam bentuk data atau dapat langsung dicetak. Selanjutnya data tersebut data tersebut dapat
dianalisis dengan menggunakan program-program yang ada.
Untuk menentukan besarnya berat pelat dan tinggi jatuh yang diperlukan, sehingga
terjadi lendutan yang sama dengan lendutan akibat beban sumbu truk standart, maka perlu
Universitas Sumatera Utara
dicari tegangan akibat beban sumbu atau sama dengan tegangan yang diterima permukaan
jalan seluas bidang kontak tersebut.
p= (Tegangan yang diterima permukaan jalan)
Rumus II.1
Untuk mendapatkan berat pelat dan tinggi jatuh digunakan rumus empiris seperti di
bawah ini:
h = ………………………………………. (mm)
Rumus II.2
Tinggi jatuh yang sebenarnya harus disesuaikan terhadap tegangan yang terjadi di lapangan
dengan tegangan rencana, yaitu dengan cara merubah jarak baut terhadap sensor.
Hubungan P, k. dan berat pelat beban dapat dilihat melalui table berikut :
Berat Beban
Pelat (Kg)
P(kPa) K
Ø 300 mm Ø 450 mm Ø 300 mm Ø 450 mm
350 850 – 1700 380 – 750 86 38
200 425 – 950 190 – 430 50 22
100 210 – 480 95 – 215 25 11
50 100 – 240 45 – 105 13 5,8
Tabel II.1
Lendutan yang digunakan adalah lendutan pada pusat beban (df1). Nilai lendutan ini harus
dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor
koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 4,08 ton).
Universitas Sumatera Utara
Besarnya lendutan langsung adalah sesuai rumus berikut :
dL = df1 x Ft x Ca x FKB-FWD
Rumus II.3
dengan pengertian :
dL = lendutan langsung (mm)
df1 = lendutan langsung pada pusat beban (mm)
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350C, yaitu sesuai
Rumus II.4, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau Rumus II.5,
untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm.
= 4,184 x TL - 0,4025 , untuk HL < 10 cm…..(Rumus II.4)
= 14,785 x TL - 0,7573 , untuk HL > 10 cm…(Rumus II.5)
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung di
lapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara, yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb)….(Rumus II.6)
Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel II.2
Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel II.2
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1, 2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air tanah
rendah.
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air tanah
tinggi.
FKB-FWD = faktor koreksi beban uji Falling Weight Deflectometer (FWD)
= 4,08 x (Beban Uji dalam ton)(-1) …(Rumus II.7)
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.2 Tabel Tempratur
Universitas Sumatera Utara
II.2.1 Sejarah Falling Weight Deflectometer
Alat Falling Weight Deflectometer telah digunakan sejak awal tahun enam puluhan di
Perancis, Denmark dan Ceko-Slovakia. Alat ini baru memungkinkan untuk menghasilkan
suatu beban dengan waktu puncak pembebanan dan pensimulasian geometri beban lalu lintas
yang sangat kecil. National Danish Road laboratory dan perusahaan Dynatest secara
berangsur-angsur mengembangkan Falling Weight Deflectometer untuk dipakai dalam
percobaan non-destruktif pada jalan raya dan perkerasan pada lapangan terbang.
Dengan semakin berkembangnya zaman, maka dapat dilihat pemakaian FWD
semakin baik dan beragam, dan memiliki pengembangan yang luar biasa terutama dalam hal
penggunaan program komputer untuk mendapatkan data lendutan hasil dari FWD tersebut.
Jenis-jenis program yang digunakan antara lain adalah :
• Kenlayer
• Elsym5
• Chevron
• Everstrs
• Weslea
• Illi-Pave
• Dama
• MnPave
• Biar, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
II.2.2 Metode Pengukuran Falling Weight Deflectometer Berdasarkan
PDT’05 2005
Parameter-parameter tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Diameter Pelat
Alat FWD ini dilengkapi dengan dua macam pelat yang masing-masing berdiameter 300 mm
dan 450 mm. Untuk perkerasan lentur, pelat yang biasa digunakan adalah dengan diameter
300 mm sedangkan untuk perkerasan non-aspal (unbound material) atau tanah dasar
digunakan pelat dengan diameter 450 mm.
2. Berat Beban Pelat
Berat beban yang dijatuhkan pada pelat sebenarnya mempresentasikan tekanan ban pada
permukaan perkerasan. Berat beban yang digunakan untuk perkerasan normal adalah 200 kg.
Di Indonesia, beban as maksimum yang diijinkan adalah 8 ton dan beban as standar adalah
8,2 ton (AASHTO Road Test) sehingga beban setengah as (dua ban) adalah 41 kN, dan
tekanan ban sebesar 580 kPa.
3. Tinggi Jatuh Beban
Tinggi jatuh beban yang dimiliki alat FWD adalah 81 mm, 135 mm, 196 mm, dan 361 mm
(LAPI ITB dan Pustran Dep. PU, 1992). Berat beban dan tinggi jatuh beban merefleksikan
beban impuls yang diberikan kepada perkerasan untuk menimbulkan besar lendutan yang
diinginkan. Apabila timbul lendutan besar, antara 1 mm dan 1,5 mm, maka berat beban dan
tinggi jatuh harus direduksi. Disarankan berat beban adalah 100 kg dan tinggi jatuh nomor 3
(196 mm), yang akan memberikan ”peak load” : 25 kN dan ”peak stress level” : 355 kPa.
4. Jarak Antar Deflektor
Alat FWD mempunyai tujuh buah deflektor yang dapat diatur/disesuaikan jarak antar
deflektornya sesuai dengan tebal total perkerasan (LAPI ITB dan Pustran Dep. PU, 1992),
antara lain:
Universitas Sumatera Utara
Untuk tebal total perkerasan = 500 mm (tipis), digunakan jarak deflector: 0; 200; 300;
450; 600; 900; 1200 (mm).
Untuk tebal total perkerasan = 300-700 mm (normal), digunakan jarak deflector: 0; 300;
600; 750; 900; 1200; 1500 (mm).
Untuk tebal total perkerasan > 700 mm (tebal), digunakan jarak deflector: 0; 300; 600;
900; 1200; 1500; 1800 (mm).
II.3 SURVEY KELAYAKAN STRUKTUR PERKERASAN
Dalam hal penanganan perawatan dan perbaikan jalan raya diperlukan metode
ekonomis dan efesien, untuk mendapatkan nilai yang bisa menentukan kondisi kelayakan
struktur perkerasan lentur. Nilai yang dimiliki suatu struktur perkerasan secara umum
dinyatakan dengan Resilent Modulus yang merupakan elemen penting pada analisa
mekanistik dan prosedur penilaian struktur perkerasan.
II.3.1 Pemeriksaan Destruktif (Destructive Test)
Pemeriksaan suatu struktur perkerasan dapat dilakukan dengan percobaan destruktif
dan percobaan non-destruktif. Percobaan destruktif dilaksanakan dengan test-pit pada struktur
perkerasan jalan yang lam serta mengambil sampel dari lokasi yang ditinjau lalu melakukan
percobaan di laboratorium. Percobaan ini membosankan, menghabiskan waktu dan
mengakibatkan kerusakan kondisi perkerasan jalan lama apabila hasil percobaan
menunjukkan hasil untuk tidak melakukan pelapisan kembali.
Pengambilan sampel di lapangan sering menimbulkan kemacetan lalu lintas sehingga
sangat mengganggu pemakai jalan. Lebih jauh lagi, dengan percobaan di laboratorium tidak
memungkinkan untuk memperoleh nilai tegangan material perkerasan yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
II.3.2 Pemeriksaan Non-Destruktif (Non-Destruktif Test)
Sebaliknya pemeriksaan non-destruktif dilaksanakan dengan peralatan yang
diletakkan di atas permukaan jalan lama dan alat itu akan memberikan informasi datalendutan
akibat besarnya beban yang diberikan. Cara ini tidak akan merusak kondisi perkerasan jalan
yang lama sehingga percobaan ini memberikan keuntungan yang lebih baik. Percobaan ini
dapat dibagi atas dua kelompok, yakni Seismic Techniques dan Surface Loading Test..
Pemakaian seismic techniques berdasarkan pada pengukuran kecepatan gelombang pada
pelaksanaan lapangan dan pada permukaan perkerasan. Metode ini tidak diterima secara luas,
karena sebagai suatu konsekuensinya diperlukan pengalaman pada pelaksanaan lapangan dan
pada pemakaian data percobaan.
Sedangkan surface loading test, sudah dikenal secara luas sebab cukup sederhana dan
mampu untuk memodelkan intensitas beban lalu lintas yang sebenarnya. Maka kekakuan
struktur perkerasan yang diperoleh dari pengukuran lendutan permukaan bernilain lebih
representative terhadap kondisi lapangan.
Alat-alat yang dipakai pada pengukuran lendutan permukaan, dapat dibagi
berdasarkan metode pembebanan yang dipakai yaitu pembebanan statis dan pembebanan
dinamis (). Metode pembebanan statis dapat digunakan alat-alat seperti Benkelman Beam,
California Traveling Deflectometer dan lain-lain. Sedangkan pada metode pembebanan
dinamis dipakai Dynaflect, Road Tater dan Falling Weight Deflectometer.
Falling Weight Deflectometer adalah alat yang menggunakan dynamic plate loading
test pada ssuatu perkerasan dan subgrade. Skema untuk diagram struktur perkerasan dengan
percobaan non-destruktif beban dinamis dapat dilihat pada gambar II.3, beban yang diberikan
akan menyebar ke bagian sistem perkerasan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar II.3 Non Destruktif Test
Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih alat-alat percobaan non
destruktif yaitu :
1. Kebutuhan dalam pelaksanaan, seperti : kecepatan pengumpulan data, tundaan
lalu lintas, dan kebutuhan tenaga terlatih.
2. Kualitas data, seperti : keakuratan dan kesesuaian.
3. Biaya, seperti : biaya awal dan biaya keseluruhan
4. Keistimewaan alat, seperti : jumlah sensor dan kemampuan sensor untuk
pindah.
Sedangkan faktor sekundernya adalah reliability dan waktu pelayanan.
II.4 BEBAN STANDAR LALU LINTAS
Beban terulang atau repetition load merupakan beban yang diterima oleh struktur
perkerasan dari roda-roda kendaraan yang diterima oleh struktur perkerasan dari roda-roda
kendaraan yang melintasi jalan raya secara dinamis selama umur rencana. Besar beban yang
diterima bergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontrak antara
roda dan kendaraan serta kecepatan kendaraan tersebut. Hal ini akan memberikan suatu nilai
kerusakan dari perkerasan oleh muatan sumbu roda yang melintas setiap kali pada ruas jalan.
Universitas Sumatera Utara
Berat kendaraan dibebankan pada perkerasan jalan melalui roda-roda kendaraan
yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Masing-masing kendaraan mempunyai
konfigurasi sumbu yang berbeda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda, sedangkan
sumbu belakang dapat merupakan sumbu tunggal ataupun sumbu ganda.
Gambar II.4 Distribusi Beban
Dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh beban lalu lintas tidaklah sama antara
satu kendaraan dengan yang lainnya. Perbedaan ini mengharuskan suatu standar yangbisa
mewakili untuk semua jenis kendaraan, sehingga semua beban yang diterima dapat
disamakan ke dalam uatu beban standar. Beban standar ini digunakan sebagai batasan
maksimum yang diizinkan untuk satu kendaraan.
Beban yang sering digunakan sebagai batasan maksimum yang diizinkan untuk satu
kendaraan adalah beban gandar maksimum. Beban gandar standar ini diambil sebesar 18000
pounds (18 kips = 8,2 ton) pada sumbu gandar tunggal. Diambilnya angka ini karena daya
rusak yang ditimbulkan beban gandar terhadap perkerasan bernilai satu ().
Universitas Sumatera Utara
Semua beban kendaraan lain dengan gandar yang berbeda diekivalen ke beban
gandar standar dengan menggunakan angka ekivalen beban sumbu tersebut (equivalent single
axle load) 18 kip ESAL.
Data lalu lintas yang digunakan diambil dari hasil perhitungan lalu lintas pada ruas
jalan yang akan dilakukan lapis tambah. Kalau data tersebut tidak bisa didapatkan, maka data
LHR BIPRAN yang paling akhir harus digunakan, dan diproyeksikan ke saat ini dengan
menggunakan tingkat pertumbuhan lalu lintas. Pembebanan gandar disain untuk masing-
masing ruas jalan dalam bentuk jumlah Ekivalen Standar Gandar 8,2 ton (ESA).
II.7 METODE REHABILITASI PERKERASAN
Jalan raya merupakan prasarana yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan social suatu masyarakat. Hal ini terjadi karena prasarana jalan akan
memberikan kemudahan kepada manusia untuk dapat bergerak, berpindah dari satu tempat ke
tempat lain. Untuk itu setelah pembangunan jalan raya diperlukan pemeliharaan atau pun
rehabilitasi untuk mempertahankan kondisi jalan itu baik kondisi fungsionalnya maupun
struktur perkerasannya.
Kondisi jalan raya yang baik akan memberikan tingkat pelayanan yang tinggi
sehingga memberikan waktu tempuh yang lebih cepat bagi pemakai jalan mencakup
kekasaran permukaan, tahanan gesekan antara permukaan dengan roda kendaraan serta
keamanannya.
Secara tidak langsung kondisi fungsional akan berpengaruh kepada keadaan struktur
perkerasan dalam menerima beban lalu lintas yang akan menurun sesuai dengan waktu.
Kegagalan struktural disebabkan daya dukung yang hilang serta kerusakan material yang
sesuai dengan waktu dan repetisi beban lalu lintas serta pengaruh keadaan alam sekitarnya.
Kejadian ini dapat ditanggulangi dengan cara merehabilitasi jalan tersebut dengan cara
Universitas Sumatera Utara
melakukan lapisan tambah (overlay) dan non lapisan tambah (non overlay), tergantung
kepada tingkat kerusakannya yang bisa diketahui melalui survey kondisi, sebagaimana
penjelasan sebelumnya ().
Perbaikan non overlay dilaksanakan dengan cara seperti perawatan permukaan jalan
(surface treatments), penambalan (patching), injeksi material penutup (joiny and crack
sealing), pendongkrakan (slab jacking), penyumbatan (subsealing-undersealing),
rekonstruksi parsial (grinding and milling) dan membuat alur (grooving)().
Untuk perbaikan overlay diusahakanah lapisan perkerasan yang ada untuk dapat kembali
mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat kekedapan terhadap air dan tingkat
kecepatannya mengalirkan air.
II.7.1 Rehabilitasi Jalan Non-Overlay
Rehabilitasi non overlay dapat dilakukan dengan laburan penutup (seal coats)
dipakai untuk semua kelas jalan tipe perkerasan lentur. Perbaikan dengan metode ini untuk
menanggulangi kondisi permukaan perkerasan yang mengalami kerusakan yang disebabkan
keretakan, yaitu terlepasnya butir-butir perkerasan, pelicin serta pengelupasan.
Laburan penutup dilakukan dengan menambah aspal dan aggregate kepada bagian
yang mengalami kerusakan dengan kedalaman tidak lebih dari 1 inci (). Cara ini tidak
langsung memperbaiki kondisi perkerasan namun ha ini dapat memperpanjang umur
perkerasan dan mempertahankan kapasitas strukturnya.
Metode non-overlay ini dapat dipakai pada perkerasan lentur maupu kaku. Cara
penggunaannya dilaksanakan pada daerah sambungan atau retak-retak yang disebabkan oleh
lepasnya penutup material, sehingga sudah dapat diperbaiki. Tetapi apabila ternyata hasil
survey pada drainase menyebabkan kelembaban yang dapat menyebabkan kerusakan pada
Universitas Sumatera Utara
struktur perkerasan, maka cara ini tidak dapat digubakan. Penanganan metode ini dapat
bertahan selama 10 tahun, dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar II.5 Grafik antara Service Ability-Time
Untuk mengisi bagian yang rusak pada permukaan jalan selain dengan laburan
penutup juga bias dilakukan dengan menambal bagian yang rusak (patching), slab jacking
yaitu menaikan pelat beton yang tidak rata, sub sealing adalah untuk mengisi rongga udara
antara beton dengan lapisan pondasi atau lapisan tanah dasar karena rongga udara dapat
menyebabkan terjadinya patahan atau juga cara injeksi yaitu dengan cara menginjeksi dengan
semen atau aspal semen..
Universitas Sumatera Utara
II.6.2 Rehabilitasi Jalan Overlay
Metode overlay ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan struktural perkerasan
jalan lama dalam menerima beban. Dengan memberikan lapisan tambahan, lendutan yang
terjadi akibat beban lalu lintas dapat berkurang sampai lebih kecil dari lendutan yang
diizinkan overlay dikategorikan berdasarkan tipe overlay, tipe perkerasan lama dan kinerja
sistem perkerasan. Overlay dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu overlay
perkerasan lentur dan overlay perkerasan kaku.
Overlay perkerasan lentur meliputi perkerasan Asphalt Concrete (AC) di atas lapisan
granular dan dapat dikonstruksikan di atas perkerasan lentur maupun kaku. Jika lapisan
granular digunakan di antara lapisan perkerasan kaku dengan menggunakan overlay maka
lapisan granular menjadi lapisan pengikat.
II.6.2.1 Lendutan
Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian
Falling Weight Deflectometer (FWD). Lendutan perkerasan di dapat dengan menetapkan
korelasi antara beban roda, lendutan balik perkerasan dan repitisi (pengulangan) beban.
Prosedur umum mengunakan lendutan perkerasan untuk evaluasi struktural adalah sebagai
berikut :
1. Menentukan panjang perkerasan yang termasuk dalam evaluasi struktur.
2. Melakukan survey lendutan
3. Menghitung lendutan wakil (RRD)
4. Memperkirakan jumlah beban standar (EAL)
Universitas Sumatera Utara
5. Menentukan tebal lapis tambah
Kehomogenan data hasil pengukuran lendutan digunakan sebagai dasar pembagian
segmen jalan. Semakin pendek pembagian segmen tersebut maka penggunaan biaya akan
semakin ekonomis. Akan tetapi pembagian segmen tersebut harus tetap berisi pengukuran
lendutan yang statistik dari nilai yang mewakili. Biasanya, paling sedikit 10 titik data harus
termasuk dalam setiap segmen, jika koefisien variasi dari pembacaan pengukuran ternyata
tinggi maka diperlukan titik yang lebih banyak.
Pedoman tentang perkiraan jumlah minimum titik yang diperlukan, diberikan dalam tabel
berikut ini :
Koefisien Variasi dari
Data Pengukuran
Perkerasan
Jumlah Minimum Titik
Data Dalam Segmen
20 %
40 %
60 %
80 %
5 %
10 %
25 %
40 %
Tabel II.3
Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian
dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD). Pengukuran lendutan pada perkerasan
yang mengalami kerusakan berat dan deformasi plastis disarankan dihindari. Apabila pada
waktu pengujian lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau titik
tersebut dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik pengujian dipindah pada lokasi
atau titik disekitarnya. Karena pada kajian ini, diasumsikan data lendutan di dapat dari hasil
pengujian alat Benkelman Beam maka pembahasan penulis difokuskan pada pengujian
lendutan dengan alat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
II.6.2.2 Pengukuran Lendutan
Lendutan adalah besarnya gerak turun vertikal suatu permukaan perkerasan akibat
beban. Salah satu metode pengukuran lendutan pada struktur perkerasan adalah percobaan
pembebanan permukaan (surface loading test).
Metode ini terdiri dari dua kategori utama, yaitu pengukuran dengan beban statik/semi
statik (misalnya: Benkelman Beam, California Travelling Deflectometer) dan beban dinamik
(misalnya: Dynaflect, Falling Weight Deflectometer). Metode pengukuran yang diuraikan
pada bab ini adalah pengukuran dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD). Beberapa
keuntungan dari alat Falling Weight Deflectometer (FWD), adalah (Nefiadi, E.N., 1990):
1. Dapat memberikan ide menyeluruh mengenai pavement performance melalui pengukuran
lendutan, dan memberikan nilai layer modulus struktur pekerasan.
2. Dapat melakukan pengukuran secara cepat, dengan ketelitian yang cukup tinggi, dan alat
dapat dioperasikan secara relatif mudah.
3. Beban pelat dan tinggi jatuh beban dapat diatur, sehingga menyamai intensitas beban yang
diinginkan, baik beban kendaraan ataupun beban roda pesawat.
II.6.2.2.1 Keseragaman lendutan
Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau
berdasarkan panjang segmen (seksi). Apabila berdasarkan panjang seksi maka cara
menentukan panjang seksi jalan harus dipertimbangkan terhadap keseragaman lendutan.
Keseragaman yang dipandang sangat baik mempunyai rentang faktor keseragaman antara 0
sampai dengan 10, antara 11 sampai dengan 20 keseragaman baik dan antara 21 sampai
dengan 30 keseragaman cukup baik.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menentukan faktor keseragaman lendutan adalah dengan menggunakan rumus
berikut sebagai berikut:
Rumus II.8
dengan pengertian :
FK = faktor keseragaman
FK ijin = faktor keseragaman yang diijinkan
= 0 % - 10%; keseragaman sangat baik
= 11% - 20%; keseragaman baik
= 21% - 30%; keseragaman cukup baik
dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
= …………………………………………..Rumus II.9
s = deviasi standar = simpangan baku
= ………………………………..Rumus II.10
d = nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap titik pemeriksaan pada
suatu seksi jalan
ns = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan
II.6.2.2.2 Lendutan wakil
Untuk menentukan besarnya lendutan yang mewakili suatu sub ruas/seksi jalan,
digunakan rumus yang disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan, yaitu:
- Dwakil = dR + 2 s ; untuk jalan arteri / tol (tingkat kepercayaan 98%)
- Dwakil = dR + 1,64 s ; untuk jalan kolektor (tingkat kepercayaan 95%)
- Dwakil = dR +1,28 s ; untuk jalan lokal (tingkat kepercayaan 90%)
Universitas Sumatera Utara
dengan pengertian :
D wakil = lendutan yang mewakili suatu seksi jalan
dR = lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
s = deviasi standar
II.6.2.2.3 Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah
Tebal lapis tambah/overlay yang diperoleh adalah berdasarkan temperatur standar
35oC, maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi karena memiliki temperatur
perkerasan rata-rata tahunan (TPRT) yang berbeda. Data temperatur perkerasan rata-rata
tahunan untuk setiap daerah atau kota ditunjukkan pada Lampiran A, sedangkan faktor
koreksi tebal lapis tambah/overlay (Fo) dapat diperoleh dengan Rumus atau menggunakan
Gambar 2.
Fo = 0,5032 x EXP(0,0194 x TPRT) ……………………………..Rumus II.11
dengan pengertian :
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay
TPRT = temperatur perkerasan rata-rata tahunan untuk daerah/kota tertentu (Tabel A1
pada Lampiran A)
Dapat dilihat pada Tabel dan grafik d ibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Gambar II.6 Grafik Faktor Koreksi Overlay-Tempratur Rata-rata (oC)
II.6.2.2.4 Jenis Lapis Tambah
Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah dengan Laston, yaitu modulus resilien (MR)
sebesar 2000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum 800 kg. Nilai modulus resilien (MR)
diperoleh berdasarkan pengujian UMATTA atau alat lain dengan temperatur pengujian 25oC.
Apabila jenis campuran beraspal untuk lapis tambah menggunakan Laston Modifikasi dan
Lataston atau campuran beraspal yang mempunyai sifat berbeda (termasuk untuk Laston)
dapat menggunakan faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus
II.12 atau Gambar II.3 dan Tabel II.4
FKTBL = 12,51 x MR0, 333
Rumus II.12
dengan pengertian :
FKTBL = faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian
MR = Modulus Resilien (MPa)
Universitas Sumatera Utara
Gambar II.3 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)
Tabel II.4 Faktor koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL)
Universitas Sumatera Utara