5.1. evaluasi fuel ratio - · pdf fileevaluasi fuel ratio ... (sumur 41 dan 42), ... gambar...

12
52 BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA 5.1. Evaluasi Fuel Ratio Hubungan antara kadar fixed carbon dengan volatile matter dapat menunjukkan tingkat dari batubara, yang lebih dikenal sebagai fuel ratio. Nilai rasio terhadap tingkat batubara dijelaskan oleh tabel V.1. TIPE BATUBARA FIXED CARBON /VOLATILE MATTER RATIO Coke Anthracite Semi-Anhtrcite Semi-bituminous Bituminous low volatile Bituminous medium volatile Bituminous high volatile Lignite 92 24 8.6 4.3 2.8 1.9 1.3 0.9 Tabel V.1 Klasifikasi jenis batubara berdasarkan nilai fuel ratio (D.White, 1915) Hasil perhitungan rasio antara fixed carbon dengan volatile matter pada daerah penelitian ini menunjukkan jenis batubara berupa lignite (A1U, A1L, A2U, A2L, B1, B2U) dan bituminous high volatile (B2U, B2L, C) (tabel 4.4.2).

Upload: hoangdien

Post on 07-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

52

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA

5.1. Evaluasi Fuel Ratio

Hubungan antara kadar fixed carbon dengan volatile matter dapat

menunjukkan tingkat dari batubara, yang lebih dikenal sebagai fuel ratio.

Nilai rasio terhadap tingkat batubara dijelaskan oleh tabel V.1.

TIPE BATUBARA FIXED CARBON /VOLATILE

MATTER RATIO

Coke

Anthracite

Semi-Anhtrcite

Semi-bituminous

Bituminous low volatile

Bituminous medium volatile

Bituminous high volatile

Lignite

92

24

8.6

4.3

2.8

1.9

1.3

0.9

Tabel V.1 Klasifikasi jenis batubara berdasarkan nilai fuel ratio

(D.White, 1915)

Hasil perhitungan rasio antara fixed carbon dengan volatile matter

pada daerah penelitian ini menunjukkan jenis batubara berupa lignite (A1U,

A1L, A2U, A2L, B1, B2U) dan bituminous high volatile (B2U, B2L, C)

(tabel 4.4.2).

53

NO LAPISAN BATUBARA

FUEL RATIO JENIS

1 A1U 0.906 lignite 2 A1L 0.974 lignite 3 A2U 0.869 lignite 4 A2L 0.951 lignite 5 B1 0.999 lignite 6 B2U 0.989 lignite 7 B2L 1.019 B. High Volatile 10 C 1.053 B. High Volatile Tabel V.2. nilai fuel ratio pada setiap lapisan batubara Banko Tengah Blok Niru,

Sumatra Selatan

5.2. Evaluasi Hubungan Antara Kualitas Batubara

Lapisan Batubara A1U dengan kandungan kadar abu antara 10 – 20 %

dan kadar sulfur <1 % , dapat diintrepretasikan memiliki kondisi akumulasi

gambut berupa Topotelmites tipe 3 (Tabel V.3). Lingkungan pada tipe ini

menunjukkan lingkungan air tawar (dataran banjir) yang lebih sering

mengalami periode kekeringan apabila dibandingkan dengan tipe 1.

Korelasi data electric log menunjukkan bahwa lapisan batubara A1U

menipis ke arah baratdaya (Korelasi 5880,6260,6580,32,7150). Hal tersebut

diikuti juga oleh menurunnya nilai kalori (peta kalori A1U), kadar sulfur (peta

kadar sulfur A1U) dan kadar abu (peta kadar abu A1U). Sementara itu di

bagian Tenggara dimana ketebalan lapisan batubara relatif stabil, terlihat

meningginya kadar sulfur dan abu yang mengakibatkan menurunnya Nilai

Kalori. Korelasi electric loging (Korelasi 5880,6260,6580,32,7150)

menunjukkan hubungan antara meningginya kadar abu ke arah tenggara

sebagai akibat dari erosi oleh batuan (Batupasir) yang diendapkan di atas

lapisan batubara A1U (sumur 41 dan 42), hal ini menyebabkan masuknya

material klastik ke dalam gambut sehingga terjadi kenaikan nilai abu.

54

Analisis fuel ratio pada lapisan batubara A1U menunjukkan batubara

dengan tingkat pembatubaraan Lignit. Meskipun demikian dari peta nilai

kalori, kadar abu, dan abu, pada bagian Utara daerah penelitian terdapat

beberapa daerah yang memiliki nilai kalori mencapai 5000 Kkal/Kg, dan juga

kadar abu (± 10%) dan sulfur (± 0,6 %) yang rendah.

Lapisan Batubara A1L menunjukkan kondisi akumulasi gambut

topotelmites tipe 1. Lingkungan tipe ini merupakan lingkungan air tawar yang

memungkinkan pengayaan kadar sulfur karena memiliki pH lingkungan yang

lebih rendah (pH 4-7).

Korelasi lapisan batubara A1L (korelasi 5880,6260,6580,32,7150)

menunjukkan lapisan tipis batubara yang memiliki karakteristik penyebaran

yang sama dengan lapisan batubara A1U, dimana lapisan menipis ke arah

baratdaya. Penipisan batubara ini tidak memengaruhi arah peninggian kadar

abu (Peta Kadar Abu A1L), sulfur (Peta Kadar Sulfur A1L) dan nilai kalori

(Peta Nilai Kalori A1L). Arah penyebaran nilai kalori lebih dipengaruhi oleh

arah perubahan kadar abu dan sulfur yang lebih dipengaruhi oleh lingkungan

pembentukan gambut. Kadar abu yang meninggi ke arah baratdaya dan kadar

sulfur yang lebih tinggi ke arah sebaliknya (timurlaut) kemungkinan akibat

topografi pada lingkungan pembentukan gambut pada daerah sebelah

Baratdaya lebih tinggi daripada di sebelah Timur. Perbedaan ketinggian ini

memengaruhi intensitas muka air, dimana pada topografi tinggi akan lebih

kering daripada topografi rendah sehingga oksidasi akan meningkat di

topografi tinggi (tersingkap di permukaan) dan pada bagian topografi rendah

55

56

intensitas muka air lebih tinggi sehingga pH air turun (4-7) yang

memungkinkan pengayaa sulfur terjadi.

Analisis fuel ratio menunjukkan lapisan batubara A1L memiliki

tingkat batubara lignit. Nilai kalori yang ditunjukkan oleh lapisan batubara ini

sangat rendah (3000 kkal/kg) hal ini disebabkan oleh kandungan kadar abu (5-

10%) dan sulfur (<2%) yang sangat tinggi. Kadar sulfur yang tinggi

kemungkinan juga disebabkan adanya mineral tonstein yang ada pada lapisan

batubara A1L ini, sehingga hidrolisis gelas volkanik dan silika akan

menaikkan pH sehingga aktivitas bakteri meningkat, dan reaksi pembentukan

sulfur meningkat.

Kondisi akumulasi gambut ombrotelmites atau tipe 4 ditunjukkan oleh

lapisan batubara A2U. hal tersebut diindikasikan dengan kadar sulfur < 5%

dan volatile matter yang tinggi. Pada lingkungan ini gambut tumbuh pada

daerah yang terus menerus basah. Kandungan kadar abu (10-20 %) yang lebih

tinggi menunjukkan penyimpangan dari model Diessel (Tabel.4.4.3.).

Korelasi data electric log (korelasi 6260, 6250,6281, 8130,8150,8180,

dan korelasi 41,42,43) menunjukkan penipisan lapisan batubara A2U ke arah

Timur. Korelasi (6260, 6250,6281, 8130,8150,8180) juga menunjukkan

bahwa di bagian Barat lapisan batubara A2U dan A2L adalah satu, lalu

kemudian terjadi percabangan menuju ke arah Timur. Hal ini diikuti oleh

penurunan nilai kalori dan kadar sulfur tetapi kenaikan pada kadar abu.

Berdasarkan kesamaan arah percabangan batubara A2 menjadi A2U dan A2L,

dan kenaikan nilai abu seiring percabangan dan penipisan batubara, maka

dapat di intrepretasi bahwa percabangan diakibatkan oleh proses

autosedimentasi. Gambar (4.4) menunjukkan proses autosedimentasi yang

menyebabkan terjadinya percabangan batubara akibat proses sedimentasi, dari

gambar terlihat bahawa percabangan batubara disebabkan berubahnya posisi

sungai, sehingga daerah yang sebelumnya sungai (A) menjadi mengering dan

terbentuk endapan batubara (B). semakin mendekati ke sungai batubara

semakin menipis, hal ini disebabkan interferensi dari endapan banjir yang

57

memengaruhi proses pembentukan gambut. Kadar abu meningkat semakin

mendekati sungai karena semakin mendekati sumber endapan klastik.

Gambar V.1 Percabangan batubara akibat autosedimentasi

(Diessel,1992)

Analisis fuel ratio menunjukkan bahwa lapisan batubara A2U

memiliki tingkat batubara lignit. Nilai kalori dengan nilai diatas 5000 kkal/kg

dan nilai sulfur yang rendah terdapat di bagian Baratlaut daerah penelitian.

Kadar sulfur yang rendah disebabkan oleh lingkungan pembentukan gambut

ombrotelmites yang memiliki nilai pH rendah (asam) sehingga mencegah

aktivitas bakteri yang menghasilkan sulfur.

Lapisan Batubara A2L menunjukkan lingkungan akumulasi gambut

tipe 4, yang berupa Ombrotelmites. Lapisan batubara A2L memiliki kadar

sulfur (<0,5%) yang rendah dan volatile matter yang tinggi. Kadar sulfur yang

58

rendah disebabkan pada lingkungan gambut ombrotelmites menghasilkan

tingkat asam yang tinggi, mencegah atau menahan terjadinya pengayaan

sulfur.

Fenomena yang terjadi pada lapisan batubara A2L sama dengan

batubara A2U, yaitu disebabkan oleh proses autosedimentasi. Korelasi lapisan

batubara A2L (korelasi 6260,6250,6281,8130,8150,8180, dan 41,42,43 )

menunjukkan penipisan ke sebelah Timur. Arah nilai kalori relatif meningkat

ke arah Baratdaya. Kadar abu (5-6%) dan kadar sulfur (0,23-0,24 %) memiliki

arah peningkatan kadar (Peta Kadar Abu dan Kadar Sulfur A2L) yang berbeda

dengan arah percabangan batubara A2 yaitu relatif ke Selatan akantetapi nilai

kadar abu dan sulfur ini tidak menunjukkan kisaran nilai yang tidak jauh

berbeda.

Analisa fuel ratio menunjukkan bahwa lapisan batubara A2L memiliki

tingkat betubara lignit. Nilai kalori pada batubara yang cukup tinggi

kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kadar sulfur dan kadar abu sehingga

menaikkan nilai kalori.

Lapisan Batubara B1 menunjukkan lingkungan akumulasi gambut tipe

4, yang berupa Ombrotelmites. Lapisan batubara B1 memiliki kadar sulfur

yang rendah (<0,3%) dan volatile matter yang tinggi. Seperti yang disebutkan

sebelumnya lingkungan ini memberikan perlindungan terhadap tingginya nilai

sulfur.

Korelasi loging electric log pada lapisan batubara B1 (seluruh korelasi

) menujukkan lapisan yang batubara yang tebal dan juga menerus. Lapisan

batubara B1 tidak memperlihatkan adanya percabangan dan juga arah

penipisan meskipun pada data sumur 8150 terlihat adanya pengecualian, data

sumur lainnya menunjukkan ketebalan yang relatif sama. Hal ini ternyata

memberikan nilai kalori batubara yang relatif sama di seluruh daerah

penelitian (5200-5400 kkal/kg). Arah penyebaran abu dan sulfur ternyata

memiliki arah ke Utara, yang mengakibatkan beberapa nilai kalori batubara di

Utara mengalami penurunan.

59

Analisa fuel ratio pada lapisan batubara B1 menunjukkan tingkat

batubara lignit. Kisaran nilai kalori >5200 kkal/kg yang penyebarannya cukup

merata dan ketebalan batubara yang tinggi menjadikan lapisan batubara B1

sebagai lapisan yang paling ekonomis. Nilai abu yang lebih tinggi dari

seharusnya ( tipe 4, < 3%: B1 = 5-8%) kemungkinan akibat ketidak murnian

batubara atau akibat adanya sisipan Batulempung-lanau karbonan, yang

terlihat dari data loging (gambar V.2), hal ini terlihat dalam data loging

sebagai kenaikan nilai gamma ray.

Gambar V.2 Gambar electric log lapisan batubara B1, terlihat adanya kenaikan nilai

GR yang menunjukkan sisipan Batulempung-lanau karbonan.

Kondisi lingkungan akumulasi gambut pada lapisan batubara B2U

adalah topotelmites tipe 1. Kisaran nilai sulfur yang tinggi (<2%)

menunjukkan lingkungan tipe 1, mespkipun demikian kadar abu (5-20 %)

terlalu tinggi untuk tipe ini. Nilai sulfur yang tinggi menunjukkan lingkungan

pembentukan gambut topotelmites yang memiliki pH yang lebih rendah (4-7)

sehingga memungkinkan terjadinya pengayaan sulfur. Kadar abu yang tinggi,

disebabkan oleh oksidasi yang cukup signifikan.

60

Korelasi electric loging pada lapisan batubara B2U memperlihatkan

tipisnya lapisan batubara dan percabangan ke arah Selatan daerah penelitian

dan lapisan batubara ini menghilang ke arah Timur (korelasi

6260,6250,6281,8130,8150,8180), selain itu lapisan Batubara ini sering

terlihat tidak menerus. Hal ini dapat menjawab tingginya kadar abu yang juga

meningkat ke arah Timur (Peta Kadar Abu B2U) , kemungkinan akibat

semakin mendekati sumber suplai sedimen.

Analisa fuel ratio pada lapisan batubara B2U menunjukkan tingkat

batubara lignit. Nilai kalori di bagian Utara menunjukkan nilai di kisaran

5000 kkal/kg. Arah nilai kalori pada lapisan batubara B2U nampaknya lebih

dipengaruhi oleh arah penyebaran kadar sulfur dan abu yang meninggi ke

Timurlaut.

Analisa lingkungan pembentukan gambut pada lapisan batubara B2L

menunjukkan lingkungan ombrotelmites, tipe 4. lingkungan ini ditunjukkan

oleh nilai sulfur (<0,5 %) yang rendah dan volatile matter yang tinggi. Kadar

abu (19-30%) memiliki nilai yang lebih tinggi dari yang seharusnya

menunjukkan tingginya tingkat oksidasi.

Penyebaran lapisan batubara B2L yang didapat dari korelasi loging

electric log menunjukkan penipisan ke Selatan. Hal ini dapat dihubungkan

dengan tingginya kadar abu, karena perubahan yang terjadi pada lapisan

batubara mencirikan adanya proses oksidasi yang cukup kuat. Hal ini

kemudian memengaruhi arah penyebaran nilai kalori yang meninggi ke arah

Timurlaut.

Analisa fuel ratio menunjukkan lapisan batubara B2L memiliki tingkat

batubara Bituminus Volatil Tinggi, tetapi kadar abu (19-30%) yang tinggi

menyebabkan nilai kalori ( 3900-4700 kkal/kg) rendah.

Analisa lingkungan pembentukan gambut pada lapisan batubara C

menunjukkan lingkungan topotelmites, tipe 3. Kadar sulfur (<1%) dan abu (5-

10%) menunjukkan hal tersebut.

61

Penyebaran lapisan C (korelasi 41,42,43, dan

6260,6250,6330,8130,8150,8180) pada daerah penelitian menunjukkan

lapisan batubara yang tebal dan percabangan yang terjadi di bagian Timur

daerah penelitian. Kadar sulfur (Peta Kadar Sulfur C) dan nilai kalori (Peta

Kadar Kalori C) meninggi ke arah Utara, dan kadar abu (Peta Kadar Abu)

meninggi ke Barat. Kadar sufur (<1%) merupakan cerminan lingkungan

topotelmites yang memungkinkan terjadinya pengayaan sulfur, sementara

naiknya kadar abu kemungkinan disebabkan oleh ketidakmurnian batubara,

yang disebabkan adanya sisipan Batulempung karbonan (Gambar V.3)

Gambar V.3 Logging electric log yang menunjukkan adanya perselingan lapisan batubara C

dengan Batulempung karbonan

Analisa fuel ratio menunjukkan tingkat batubara lapisan C aalah

bituminus volatil tinggi. Hal ini sesuai dengan nilai kalori (± 5400 kkal/kg)

yang tinggi, walaupun demikian nilai kalori nampaknya lebih dipengaruhi

oleh arah penyebaran kadar abu dan sulfur.

62

5.3. Evaluasi Pasar Batubara

PARAMETER DICARI BATAS UMUM KETERANGAN

Total Moisture % (As Received) Free Moisture % (As Received)

4-8 low

Max 12 (Max 15) Max 10-12

Mengurangi net CV. Terbatas sampai maksimum 15% untuk memudahkan penggerusan Batasan akan lebih tinggi untuk batubara tingkat rendah

Ash % (Air Dried)

low Max 15-20 (Max 30)

Mengurangi CV. Terbatasa pada kemampuan konsumen dalam mengatasi dan dispose abu

Volatile matter % (dmmf)

25-35 15-25

Min 25 Max 25

Side fired p.f. furnance Down fired p.f. furnace

Gross Calorific Value (Air Dried) MJ/kg

high Min 24-25 Konsumen memiliki perhitungan yang bervariasi

Total Sulfur % (Air Dried)

low Max 0.5-1 (Max 2)

Umumnya bergantung pada peraturan polusi lokal (UK:2%, Perancis:1,7%. Jepang:0,5%)

Tabel.4.4.3 Parameter kualitas batubara untuk pembangkit listrik (pedoman kualitas batubara PTBA)

PARAMETER DICARI BATAS UMUM KETERANGAN Total Moisture % (As Received) Free Moisture % (As Received)

4-8 low

Max 12 (Max 15) Max 10-12

Mengurangi net CV. Terbatas sampai maksimum 15% untuk memudahkan penggerusan Batasan akan lebih tinggi untuk batubara tingkat rendah

Ash % (Air Dried)

Mencapai 15 Max 20 (Max 40-50)

Kandungan abu tidak begitu berpengaruh akantetapi harus konstan dalam kurang lebih 2 % dan komposisi konsisten yang akan memengaruhi rasio pemasukan

Volatile matter % (dmmf)

bervariasi Max 24 Bergantung pada firing sistem akantetapi

63

biasanya fleksible Gross Calorific Value (Air Dried) MJ/kg

bervariasi Min 21 Konsumen memiliki perhitungan yang bervariasi

Total Sulfur % (Air Dried)

Mencapai 2 Max 2-5

Bergantung kandungn sulfur

Tabel 4.4.4. Parameter kualits batubara untuk industri semen (pedoman kualitas batubara PTBA)

Dari statistik kualitas batubara didapatkan spesifikasi batubara pada

umumnya memiliki nilai kalori antara 17-23 Mj/Kg, kadar abu berkisar antara

10-26%, kadar volatile matter yang sebagian besar berkisar antara 25- 30 %,

dan kadar sulfur yang bekisar di angka 0,4%. Spesifikasi batubara tersebut

bila dibandingkan dengan parameter penggunaan batubara (tabel 4.4.3 dan

Tabel 4.4.4.) maka batubara pada daerah penelitian ini dapat digunakan untuk

pembangkit listrik dan industri semen.