4.makalah inflamasi infeksi virus
DESCRIPTION
Makalah Inflamasi Infeksi VirusTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi geografis Indonesia yang merupakan daerah tropis dengan suhu dan
kelembapan yang tinggi akan memudahkan timbulnya penyakit kulit. Oleh karena itu,
golongan penyakit kulit yang disebabkan infeksi virus menjadi hal yang patut diwaspadai.
Saat ini, salah satu bagian dari inflamasi infeksi virus yang saat ini sedang marak
menjadi pembicaraan dunia adalah penyakit Ebola dari benua afrika.
Ebolavirus pertama kali muncul di tahun 1976 di wabah demam berdarah Ebola di
Zaire dan Sudan. Strain Ebola yang pecah di Zaire memiliki salah satu tingkat tertinggi
kasus kematian dari virus patogen manusia, sekitar 90%, dengan kasus fatalitas tingkat di
88% pada tahun 1976%, 59 pada tahun 1994, 81% pada tahun 1995, 73% pada tahun
1996, 80% pada tahun 2001-2002, dan 90% pada tahun 2003. Strain yang pecah kemudian
di Sudan memiliki tingkat fatalitas kasus sekitar 50%.
Sementara menyelidiki wabah demam berdarah Simian (SHFV) pada November 1989,
sebuah microscopist elektron dari filoviruses ditemukan USAMRIID serupa
penampilannya dengan Ebola dalam sampel jaringan yang diambil dari Kepiting-makan
Monyet diimpor dari Filipina untuk Hazleton Laboratorium Reston. Karena mematikan
dari virus yang dicurigai dan sebelumnya jelas, penyelidikan dengan cepat menarik
perhatian.
Sampel darah diambil dari 178 hewan penangan dalam insiden itu. Dari mereka, enam
penangan hewan akhirnya terinfeksi. Ketika penangan gagal menjadi sakit, CDC
menyimpulkan bahwa virus tersebut memiliki patogenitas yang sangat rendah untuk
manusia.
Baik Filipina dan Amerika Serikat tidak memiliki kasus infeksi sebelumnya, dan pada
isolasi lebih lanjut disimpulkan menjadi spesies lain Ebola atau filovirus baru asal Asia,
dan bernama''Reston ebolavirus''(REBOV) setelah lokasi insiden itu, tidak menutup
kemungkinan Indonesia menjadi endemic yang cocok buat ebola berkembang biak dan
menginfeksi, oleh karena itu kami tertarik membahas kasus itu dalam dalam makalah ini.
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejaran Penemuan Virus?
2. Apa Pengertian Virus?
3. Apa Definisi Infeksi?
4. Bagaimana Konsep Dasar Inflamasi ?
5. Bagaimana Sistem Rantai Infeksi?
6. Bagaimana Proses Infeksi Berlangsung?
7. Apa Saja Penyakit Inflamasi Infeksi Virus?
8. Apa Definisi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)?
9. Bagaiamana Epidemiologi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)?
10. Apa Etiologi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)?
11. Bagaiamana Patofisiologi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)?
12. Apa Saja Manifestasi Klinis Dari Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)?
13. Apa Komplikasi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)?
14. Bagaiamana Pemeriksaan Diagnostic Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)?
15. Bagaiamana Manajemen Penatalaksanaan Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)?
16. Apa Saja Diagnose Keperawatan Pada Kasus Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memahami tentang Inflamasi Infeksi Virus.
2. Tujuan Khusus :
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang :
a. Sejaran penemuan Virus
b. Pengertian Virus
c. Definisi Infeksi
d. Konsep Dasar Inflamasi
e. Rantai Infeksi
f. Proses Infeksi
g. Penyakit Inflamasi Infeksi Virus
h. Definisi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
i. Epidemiologi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
j. Etiologi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
3
k. Patofisiologi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
l. Manifestasi Klinis Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
m. Komplikasi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
n. Pemeriksaan Diagnostik Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
o. Manajemen Penatalaksanaan Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
p. Diagnose Keperawatan Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
D. Metode Penulisan
Penyusunan makalah ini dibuat dengan menggunakan metode deskriptif melalui
pengumpulan data dari berbagai literatur atau sumber.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis tentang Inflamasi Infeksi Virus.
BAB III : Penutup yang teridiri dari kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
4
BAB IIPEMBAHASAN
A. Sejarah Penemuan Virus
Virus telah menginfeksi sejak jaman sebelum masehi, hal tersebut terbukti dengan
adanya beberapa penemuan-penemuan yaitu laporan mengenai infeksi virus dalam
hieroglyph di Memphis, ibu kota Mesir kuno (1400SM) yang menunjukkan adana
penyakit poliomyelitis, selain itu, Raja Firaun Ramses V meninggal pada tahun 1196 SM
dan dipercaya meninggal karena terserang virus Smallpox.
Pada jaman sebelum masehi, virus endemik yang cukup terkenal adalah virus
Smallpox yang menyerang masyarakat cina pada tahun 1000. Akan tetapi pada tahun 1798
, Edward Jenner menemukan bahwa beberapa pemerah susu memiliki kekebalan terhadap
virus pox. Hal tersebut diduga karena Virus Pox yang terdapat pada sapi, melindungi
manusia dari Pox. Penemuan tersebut yang dipahami kemudian merupakan pelopor
penggunaan vaksin.
Pada tahun 1880, Louis Pasteur dan Robert Koch mengemukakan suatu germ theory
yaitu bahwa mikroorganisme merupakan penyebab penyakit. Pada saat itu juga terkenal
Postulat Koch yang sangat terkenal hingga saat ini yaitu:
1. Agen penyakit harus ada di dalam setiap kasus penyakit
2. Agen harus bisa diisolasi dari inang dan bisa ditumbuhkan secara in vitro
3. Ketika kultur agen muri diinokulasikan ke dalam sel inang sehat yang rentan maka ia
bisa menimbulkan penyakit
4. Agen yang sama bisa di ambil dan diisolasi kembali dari inang yang terinfeksi
tersebut. (Wikipedia)
Virus Mosaik Tembakau merupakan virus yang pertama kali divisualisasikan dengan
mikroskop electron.
Penelitian mengenai virus dimulai dengan penelitian mengenai penyakit mosaik yang
menghambat pertumbuhan tanaman tembakau dan membuat daun tanaman tersebut
memiliki bercak-bercak.
5
Adolf Meyer (Jerman) pada tahun 1883
menyelidiki penyakit yang menyebabkan daun
tembakau berbintik-bintik kuning. Ia berkesimpulan
bahwa penyebabnya adalah organisme yang lebih
kecil dari bakteri.
Pada tahun 1893, Dimitri Ivanowsky (Rusia)
melakukan penyelidikan yang sama dengan cara
menyaring ekstrak dari tumbuhan tembakau yang
terkena penyakit dengan menggunakan saringan
bakteri. Akan tetapi, begitu hasil saringan
disuntikkan ke pohon yang sehat, ternyata pohon
tersebut terjangkit penyakit mosaik. Namun demikian, Ivanowsky tetap berkesimpulan
bahwa organisme penyebab penyakit tersebut adalah bakteri patogen yang berukuran lebih
kecil dari ukuran bakteri biasa dan meghasilkan racun.
Pada tahun 1897, M.W. Beijerinck melakukan penyelidikan lebih lanjut pada daun
tembakau. Ia berkesimpulan bahwa organisme penyebab penyakit tersebut berukuran
lebih kecil dari bakteri dan hanya berkembang biak di dalam tubuh mahluk hidup.
Pada tahun 1911, Peyton Rous menemukan jika ayam yang sehat diinduksi dengan
sel tumor dari ayam yang sakit, maka pada ayam yang sehat tersebut juga akan terkena
kanker. Selain itu, Rous juga mencoba melisis sel tumor dari ayam yang sakit lalu
menyaring sari-sarinya dengan pori-pori yang tidak dapat dilalui oleh bakteri, lalu sari-sari
tersebut di suntikkan dalam sel ayam yang sehat dan ternyata hal tersebut juga dapat
menyebabkan kanker. Rous menyimpulkan kanker disebabkan karena sel virus pada sel
tumor ayam yang sakit yang menginfeksi sel ayam yang sehat. Penemuan tersebut
merupakan penemuan pertama virus onkogenik, yaitu virus yang dapat menyebabkan
tumor. Virus yang ditemukan oleh Rous dinamakan Rous Sarcoma Virus (RSV).
Pada tahun 1933, Shope papilloma virus atau cottontail rabbit papilloma virus
(CRPV) yang ditemukan oleh Dr. Richard E. Shope merupakan model kanker pertama
pada manusia yag disebabkan oleh virus. Dr Shope melakukan percobaan dengan
mengambil filtrat dari tumor pada hewan lalu disuntikkan pada kelinci domestik yang
sehat, dan ternyata timbul tumor pada kelinci tersebut.
Wendell Stanley (Amerika Serikat) pada tahun 1935 telah berhasil mengkristalkan
organisme patogen dari daun tembakau. Organisme tersebut kemudian diberi nama TMV
(tobacco mosaic virus). Ia juga menunjukkan bahwa virus mengandung protein dan asam
nukleat. Virus ini juga merupakan virus yang pertama kali divisualisasikan dengan
6
mikroskop elektron pada tahun 1939 oleh ilmuwan Jerman G.A. Kausche, E. Pfankuch,
dan H. Ruska.
Wendell Stanley merupakan orang pertama yang berhasil mengkristalkan virus pada
tahun 1935. Virus yang dikristalkan merupakanTonacco Mozaic Virus (TMV). Stanley
mengemukakan bahwa virus akan dapat tetap aktif meskipun setelah kristalisasi.
Martha Chase dan Alferd Haershey pada tahun 1952 berhasil menemukan
bakteriofage. Bakteriofage merupakan virus yang memiliki inang bakteri sehingga hanya
dapat bereplikasi di dalam sel bakteri (Wikipedia).
B. Pengertian Virus
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang
menginfeksi sel organisme biologis. Virus bersifat parasit
obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya dapat
bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan
memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki
perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri.
Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat
(DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang
diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas
protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus akan diekspresikan
menjadi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang
dibutuhkan dalam daur hidupnya
Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel
eukariota (organism multisel dan banyak jenis organism sel tunggal), sementara istilah
bakteriofage digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota ( bakteri
dan organism lain yang tidak berinti sel).
Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat
menjalankan fungsi biologisnya secara bebas jika tidak berada dalam sel inang. Karena
karakteristik khasnya yaitu virus selalu terasosiaso dengan penyakit tertentu, baik pada
manusia (misalnya: virus influenza dan HIV), hewan (mislanya: virus flu burung) atau
tanaman (misalnya: virus mosaic tembakau atau TMV) (Wikipedia).
7
Virus tidak seperti bakteri, memerlukan pejamu untuk bereproduksi. Virus terdiri dari
satu untai DNA atau RNA, yang terkandung dalam suatu selubung protein yang disebut
kapsid, Virus harus berikatan dengan membrane sel pejamu untuk masuk ke dalam sel dan
kemudian bergerak ke inti sel pejamu agar dapat bereproduksi. Setelah berada di dalam
inti sel, maka DNA virus kemduain menyatu ke DNA sel pejamu untuk memastikan
bahwa gen virus akan diwariskan kepada masing-masing sel baru selama mitosis. Setelah
berada di DNA, virus mengambil alih fungsi sel, RNA virus juga mulai mengendalikan
fungsi sel setelah mereka ditranslasikan menjadi protein.
Contoh penyakit pada manusia yang disebabkan oleh virus adalah ensefalitis, demam
kuning, campak Jerman, rubella, gondongan, poliomyelitis, hepatitis dan berbagai infeksi
virus pada saluran napas. Virus jenis tertentu mampu masuk ke DNA pejamu dan
tersembunyi (laten) selama bertahun-tahun dan hanya kadang-kadang menimbulkan
penyakit atau bahkan tidak sama sekali. Virus yang tetap laten adalah semua virus
golongan herpes, termasuk virus herpes penyebab varisela (cacar air), zoster (cacar ular),
sitomegalovirus, mononucleosis dan virus harpes simpleks tipe 1 dan 2 yang
menyebabkan cold sores (gingivostomatitis herpes) dan herpes genitalis (Elizabeth, 2009).
8
C. Definisi Infeksi
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berfoliferasi didalam tubuh
yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).
Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme dan berfoliferasi dalam jaringan
tubuhn (Kozier, et al,1995).
Menurut Kamus Keperawatan disebutkan
bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi
mikroorganisme dalam jaringan tubuh,
khususnya yang menimbulkan cedera seluler
setempat akibat metabolsme kompetitif, toksin,
replikasi intra seluler atau reaksi antigen-
antibodi.
Menurut Kamus Kesehatan infeksi adalah
masuk dan berkembangnya agen infeksi ke dalam tubuh seseorang atau hewan. Pada
infeksi yang “manifes”, orang yang terinfeksi tampak sakit secara lahiriah. Pada infeksi
yang “non-manifes”, tidak ada gejala atau tanda lahiriah. Jadi, infeksi jangan dirancukan
dengan penyakit. Istilah “infeksi” juga hanya mengacu pada organisme patogen, tidak
pada semua jenis organisme. Sebagai contoh, pertumbuhan normal flora bakteri yang
biasa hadir di dalam saluran usus tidak dianggap sebagai infeksi. Hal yang sama berlaku
untuk bakteri yang biasanya menghuni mulut.
D. Konsep Dasar Inflamasi
1. Definisi
Respon inflamasi adalah reaksi sekuensial cedera sel. Ini menetralkan dan
mencairkan agen inflamatory, menghilangkan bahan nekrotik, dan membentuk sebuah
lingkungan yang sesuai untuk penyembuhan dan perbaikan.
Tahap akhir dari respons inflamasi penyembuhan. Penyembuhan meliputi dua
komponen utama dari regenerasi dan perbaikan. Regenerasi adalah penggantian
kerusakan dan jaringan sel dengan sel dari jenis yang sama. Perbaikan adalah
penyembuhan sebagai hasil dari sel-sel yang hilang diganti oleh jaringan ikat (Lewis,
2000).
Sedangkan menurut (LeMone, 1996) Peradangan adalah respon nonspesifik
terhadap cedera yang berfungsi untuk menghancurkan, mengencer, atau mengandung
agen berbahaya atau jaringan yang rusak.
9
2. Patofisiologi
a. Respon Inflamasi
Respon inflamasi adalah reaksi sekuensial cedera sel. Ini menetralkan dan
mencairkan agen inflamasi, menghilangkan bahan nekrotik, dan membentuk
sebuah lingkungan yang sesuai untuk penyembuhan dan perbaikan.
b. Respon Vaskular
Setelah cedera sel, arteriola di daerah sebentar menjalani vasocontriction
sementara.Setelah pelepasan histamin dan bahan kimia lainnya oleh sel terluka,
pembuluh melebar.Vasodilatasi ini menyebabkan hiperemia (aliran darah
meningkat di daerah tersebut), yang meningkatkan tekanan filtrasi.Vasodilatasi
dan kimia mediator menyebabkan retraksi sel endotel, yang meningkatkan
permeabilitas kapiler.Gerakan cairan dari kapiler ke dalam ruang jaringan dalam
sehingga difasilitasi.
c. Respon Selular
1) Neutrofil. Neutrofil adalah leukosit pertama yang tiba (biasanya dalam waktu
6 sampai 12 jam). Mereka memfagosit (menelan) bakteri, bahan asing lainnya,
dan sel yang merugikan. Dengan rentang kehidupan mereka yang singkat (24
sampai 48 jam), neutrofil lalu mati menumpuk. Dalam waktu campuran
neutrophiles mati, bakteri dicerna, dan puing-puing sel lainnya terakumulasi
sebagai substansi krim disebut nanah.
2) Monosit. Monosit adalah tipe kedua sel fagosit yang bermigrasi dari sirkulasi
darah. Mereka tertarik ke situs oleh faktor-faktor kemotaksik dan biasanya tiba
di lokasi dalam waktu 3 sampai 7 hari setelah onset peradangan. Pada saat
memasuki ruang jaringan, monosit berubah menjadi makrofag.
3) Limfosit. Limfosit tiba kemudian di lokasi cedera. Peran utama mereka adalah
berhubungan dengan respon humoral dan kekebalan tubuh.
4) Eosinofil dan Basofil memiliki peran yang lebih selektif dalam peradangan.
Eosinofil dilepaskan dalam jumlah besar selama reaksi alergi. Mereka
melepaskan bahan kimia yang bertindak untuk mengontrol efek histamin dan
serotonin.
10
d. Respon Kimia
No Mediator Sumber Mekanisme Aksi1 Histamin Disimpan dalam butiran
basofil, sel mast, trombosit
Menyebabkan vasodilatasi dan permeabilitas pembuluh darah meningkat oleh kontraksi merangsang sel endotel dan menciptakan kesenjangan melebar antara sel-sel; merangsang kontraksi otot polos
2 Seroronin Disimpan dalam trombosit, sel mast, sel-sel enterochromaffin saluran cerna
Penyebab vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dengan merangsang kontraksi sel endohelial dan menciptakan kesenjangan melebar antara sel-sel
3 Kinin Dihasilkan dari prekursor kininogen faktor sebagai hasil dari aktivasi faktor hagemen (XII) dari sistem cloting
Menyebabkan kontraksi otot polos dan dilatasi pembuluh darah, mengakibatkan rasa sakit stimulasi
4 Complement components
Anaphylatoxic agen yang dihasilkan dari aktivasi komplemen jalur
Merangsang pelepasan histamin; merangsang chemotaxis
5 Fibrinopeptides
Dihasilkan dari aktivasi sistem pembekuan darah
Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah; merangsang chemotaxis untuk neutrofil
6 Prostaglandins and leukotrienes
Dihasilkan dari asam arakidonat
PGE1 dan PGE2 menyebabkan vasodilatasi, LTB4 merangsang chemotaxis
7 Lymphokines
e. Pembentukan Eksudat
11
Eksudat terdiri dari cairan dan leukosit yang bergerak dari sirkulasi ke situs
cedera.Sifat dan kuantitas eksudat tergantung pada jenis dan tingkat keparahan
cedera dan jaringan yang terlibat.
3. Jenis Peradangan (Lewis, 2000)
Jenis dasar peradangan akut, subakut, dan kronis.Pada peradangan akut
penyembuhan terjadi dalam 2 sampai 3 minggu dan biasanya tidak meninggalkan sisa
kerusakan.Neotrophils adalah jenis sel dominan. Sebuah radang subakut memiliki fitur
proses akut tetapi berlangsung lebih lama. Misalnya, endokarditis infektif adalah
infeksi membara dengan peradangan akut, tetapi tetap ada sepanjang minggu atau
bulan.
Peradangan kronis berlangsung selama beberapa minggu, bulan, atau bahkan
bertahun-tahun.Para agen merugikan berlanjut atau berulang kali melukai
jaringan.Jenis sel dominan adalah limfosit, sel plasma, dan makrofag. Contoh
peradangan kronis termasuk radang sendi rheumatiod dan TBC
4. Manifestasi Klinik
Menurut Lewis, 2000, tanda gejala pada proses peradangan adalah:
a. Rubor (Kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan.Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol
yang mensupali daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah
mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal.Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong
atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti,menyebabkan warna merah
lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi
peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia,melalui
pengeluaran zat seperti histamin.
b. Kalor (Panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan
yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih
dingin dari -37 °C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit
menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh
kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah
normal.Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena
12
radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai
suhu inti 37°C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
c. Dolor (Rasa Sakit)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai
cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat
menimbulkan rasa sakit.
d. Tumor (Pembengkakan)
Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkaan
lokal (tumor).Pembengkaan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.Campuran dari cairan dan sel yang
tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.Pada keadaan dini reaksi
peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan
yang disebabkan oleh luka bakar ringan.Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit
meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
e. Fungsio Laesa (Perubahan Fungsi)
Fungsio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah
dikenal. Sepintas lalu, mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri
disertai sirkulasi abnormal dart lingkungan kimiawi lokal yang abnormal,
berfungsi secara abnormal.
5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul termasuk keloid bekas luka hipertropi dan,
kontraktur, dehiscence, jaringan granulasi Axcess, adhesi, dan disfungsi organ utama.
a. Hipertrofik bekas luka dan pembentukan keloid. Bekas luka keloid hipertrofik dan
pembentukan terjadi ketika tubuh memproduksi kelebihan jaringan kolagen.
Sebuah bekas luka hipertrofik tidak tepat besar, merah, mengangkat, dan keras.
Namun, tetap terbatas pada tepi luka dan regresi dalam waktu. Selain itu, keloid
yang permanen, tanpa kecenderungan untuk mereda. Para pasien dengan keloid
sering mengeluh nyeri, nyeri, dan hyperesthesia.
13
b. Contracture. Kontraksi luka diperlukan untuk penyembuhan. Proses ini mungkin
menjadi abnormal ketika ada kontraksi yang berlebihan mengakibatkan deformitas
atau kontraktur.
c. Dehiscence. Dehiscence adalah pemisahan dan gangguan tepi luka yang
sebelumnya bergabung. Ini biasanya terjadi ketika semburan menyembuhkan situs
utama. Ada tiga penyebab kontribusi kemungkinan dehiscence. Pertama, infeksi
dapat menyebabkan proses inflamasi. Kedua, jaringan granulasi mungkin tidak
cukup kuat untuk menahan gaya yang dikenakan pada luka. Ketiga, individu
obesitas berada pada risiko tinggi untuk dehiscence karena jaringan adiposa
mengganggu penyembuhan.
d. Kelebihan jaringan granulasi. Kelebihan jaringan granulasi mungkin menonjol di
atas permukaan penyembuhan luka. Jika jaringan granulasi yang dibakar atau
dipotong, penyembuhan terus dengan cara yang normal.
e. Adhesi. Adhesi adalah pita jaringan parut antara sekitar organ adalah pita jaringan
parut antara sekitar organ.
6. Penatalaksanaan
Terapi Nutrisi :
Ada penghitungan nutrisi khusus untuk mempertimbangkan untuk memfasilitasi
penyembuhan luka.Asupan cairan tinggi diperlukan untuk mengganti kehilangan
cairan dari dari prespiration dan pembentukan axudate.Sebuah tingkat metabolisme
meningkat mengintensifkan kehilangan air.
Diet tinggi protein, karbohidrat, dan vitamin dengan asupan lemak moderat
diperlukan untuk mempromosikan penyembuhan. Protein dibutuhkan untuk
memperbaiki nitrogen negatif seimbang akibat laju metabolisme tubuh
ditingkatkan.Protein juga diperlukan untuk sintesis factores kekebalan tubuh, leukosit,
fibroblas, dan kolagen.Karbohidrat diperlukan untuk energi metabolisme meningkat
diperlukan dalam peradangan dan penyembuhan.Lemak juga merupakan komponen
yang diperlukan dalam makanan untuk membantu dalam sintesis asam lemak dan
trigliserida, yang merupakan bagian dari membran cellulare.Vitamin C dibutuhkan
untuk sintesis kapiler, pembentukan kapiler, dan ketahanan terhadap infeksi.Vitamin
B-kompleks yang diperlukan sebagai koenzim untuk reaksi methabolic banyak.
Sedangkan Menurut LeMone, 1996:
14
Perawatan kolaboratif berhubungan dengan peradangan dan infeksi sangat
bervariasi.Hal ini tergantung pada agen penyebab, tingkat cedera, dan kondisi pasien.
a. Terapi Obat
1) Acetaminophen (Tylenol) dapat diberikan untuk mengurangi demam ANF
terkait dengan peradangan. Acetaminophen tidak memiliki efek anti-inflamasi,
itu tidak akan mengurangi proses inflamasi melainkan hanya meringankan
gejala yang berhubungan
2) Antibiotik dapat digunakan baik profilaksis untuk mencegah infeksi dari
campur dengan proses healling jaringan yang rusak, atau terapi untuk
mengobati infeksi.
3) Aspirin merupakan NSAID yang juga memiliki efek analgesik antipiretik dan.
Efek menguntungkan sebagian besar tidak terkait. Meskipun 10 butir aspirin
mungkin memiliki sedikit efek pada peradangan, itu adalah analgesik yang
efektif dan dosis antyretic. Untuk menghilangkan rasa sakit, aspirin bertindak
terutama pada saraf sensorik perifer dengan menghambat sintesis
prostalglandins dan kinins, yang adalah kimia rangsangan saraf sensorik.
Sebagai suatu antipiretik, aspirin bertindak baik pusat dan perifer.
b. Perawatan Luka
Seringkali area peradangan jaringan memerlukan sedikit perawatan lebih dari
pembersih yang lembut dengan sabun dan air. Beberapa agen pembersih yang
umum digunakan, seperti povidone-iodine (betadine) dan peroxyde hidrogen,
memiliki efek pengeringan pada jaringan dan benar-benar dapat menghambat
proses penyembuhan. Jaringan granulasi hadir dalam penyembuhan luka yang
rapuh dan mudah berdarah.Garam normal atau fisiologis adalah agen pembersih
yang paling merusak jaringan penyembuhan.
c. Nutrisi
Klien dengan proses inflamasi atau penyembuhan luka membutuhkan diet
seimbang kilokalori cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Peradangan sering menghasilkan katabolisme, sebuah negara di mana jaringan
tubuh yang rusak. Penyembuhan, sebaliknya, adalah proses anabolisme, atau
membangun.
Tanpa kilokalori yang cukup dan nutrisi, katabolisme mungkin mendominasi,
mengganggu penyembuhan.
15
1) Karbohidrat penting untuk memenuhi kebutuhan energi, serta untuk
mendukung fungsi leukosit. Cukup protein diperlukan untuk penyembuhan
jaringan dan produksi antibodi dan leukosit.
2) Vitamin A, B-kompleks, C dan K juga penting untuk proses penyembuhan.
Vitamin A necessaryfor pembentukan kapiler dan epithelization. B-komlex
vitamin mempromosikan penyembuhan luka, dan vitamin C diperlukan untuk
sintesis kolagen. Vitamin K menyediakan komponen penting untuk sintesis
faktor pembekuan dalam hati.
E. Rantai Infeksi
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai faktor yang
mempengaruhi, yaitu:
1. Agen Infeksi
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Mikroorganisme dikulit bisa merupakan flora transient maupun
resident. Organisme transient normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa
hidup dan berbiak dikulit. Organisme transien melekat pada kulit saat seseorang
kontak dengan obyek atau orang lain dalam aktivitas normal. Organisme ini siap
ditularkan kecuali dihilangkan dengan cuci tangan. Organisme residen tidak dengan
mudah bisa dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan deterjen kecuali bila
gosokan dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi
bergantung pada : jumlah mikroorganisme, virulensi, kemampuan untuk masuk dan
bertahan hidup dalam host (inang) serta kerentanan dari host.
2. Reservoar (Sumber Mikroorganisme)
Reservoar adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik
berkembang biak atau tidak. Yang bisa berperan sebagai reservoir adalah manusia,
binatang, makanan, air, serangga dan benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh
manusia, misalnya di kulit, mukosa, cairan maupun drainase. Adanya mikroorganisme
patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit pada hostnya. Sehingga
reservoar yang di dalamnya terdapat mikroorganisme patogen bisa menyebabkan
orang lain menjadi sakit (carier). Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam
16
reservoar jika karakteristik reservoarnya cocok dengan kuman. Karakteristik tersebut
yaitu oksigen, air, suhu, pH, dan pencahayaan.
3. Portal Of Exit (Jalan Keluar)
Mikroorganisme yang hidup dalam reservoar harus menemukan jalan keluar untuk
masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi,
mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoarnya. Jika reservoarnya
manusia, kuman dapat keluar melalui saluran pernapasan, pencernaan, perkemihan,
genitalia, kulit dan membran mukosa yang rusak serta darah.
4. Cara Penularan
Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan berbagai cara seperti
kontak langsung dengan penderita melalui oral, fekal, kulit atau darahnya; kontak
tidak langsung melalui jarum atau balutan bekas luka penderita; peralatan yang
terkontaminasi; makanan yang diolah tidak tepat; melalui vektor nyamuk atau lalat.
5. Portal Masuk
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit
merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman. Rusaknya kulit atau
ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh
melalui rute atau jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor yang
menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen untuk masuk ke
dalam tubuh.
6. Daya Tahan Hospes
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius.
Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia,
stress ( fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit
penyerta.
17
F. Proses Infeksi
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung dari tingkat
infeksi, patogenesis mikroorganisme dan kerentanan penjamu. Secara umum proses
infeksi adalah sebagai berikut :
1. Periode Inkubasi
Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya gejala pertama,
contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, gondongan 18 hari.
2. Tahap Predromal
Interval dan awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam ringan, keletihan)
sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan
berkembang biak dan klien lebih mempu menyebarkan penyakit ke orang lain.
3. Tahap Sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi, contoh:
demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan
sakit telinga, demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.
4. Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi.
18
G. Penyakit Inflamasi Infeksi Virus
1. Herpes Simpleks : Penyakit ini disebabkan oleh virus Herpes Virus Hominis. Herpes
Simpels khas ditandai dengan erupsi berpa vesikel yang menggerombol, di atas dasar
kulit yang kemerahan. Timbulnya mendadak dan bersifat self limited. Lesinya dapat
soliter arau multiple dan paling sering timbul pada atau dekat daerah perbatasan
muko-kutan. Sebelum timbul, biasanya erupsi didahului oleh rasa gatal atau seperti
terbakar yang terlokalisasi dan kemerahan pada daerahn kulit.
2. Herpes Zoster : Penyakit ini disebabkan oleh virus Varicella Zoster Virus. Gambaran
prodormal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan perestesi pada dermatom yang
terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang keluarnya erupsi. Gejala konstitusi,
seperti sakit kepala, malaise dan demam, terjadi 5 % penderita (terutama pada anak-
anak) dan timbul 1 – 2 hari sebelum terjadi erupsi.
3. Varisela : Penyakit ini disebabkan oleh virus Varicella Zoster Virus. Masa tunas
penyakit ini berkisar antara 8 – 12 hari. Ada anak-anak, stadium prodormal jarang
dijumpai. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, muncul erupsi kulit didahului
gejala prodormal berupa demam, malaise sakit kepala, anoreksia, sakit punggung dan
beberapa individu disertai batuk kering dan sore throat yang berlangsung singkat, 1
sampai 3 hari.
19
4. Variola : Penyakit ini disebabkan oleh virus Pox Virus Variolae. Setelah melewati
masa tunas 10 – 14 hari, perjalanan penyakit ini melalui 4 stadium, yaitu: stadium
prodormal / invasi, stadium makulo-papular/erupsi, stadium vesikulo-pustulosa /
supurasi dan stadium resolusi, dimana gejala yang khas muncul yaitu berupa
perjalanan dari makula eritematos – papula – vesikula – pustule – dekrustasi.
5. Moluskum Kontagiosum : Penyakit ini disebabkan oleh virus Molluscum
Contagiosum Virus. Lesinya berupa papula kecil berukuran diameter antara 3 – 6 mm.
dalam keadaan yang jarang sekali, ukurannya dapat mencapai 3 cm. Lokalisasi lesi
bisa di mana saja: muka, leher, lengan badan, genitalia. Lesi dapat menggerombol atau
tersebar, berwarna putih seperti lilin atau merah muda, dome shaped, sering dengan
dele pada dasar kulit berwarna kemerahan. Papula tersebut berisi benda putih, seperti
nasi, yang tidak lain adalah badan moluskum.
6. Veruka : Penyakit ini disebabkan oleh virus Hurnan Papilloma Virus. Bentuk paling
sering ditemui pada anak-anak, tetapi dapat juga pada orang dewasa dan orang tua.
Tempat predilesi utamanya adalah ekstremitas bagian ekstensor. Pada anak, lesinya
timbul multiple dan cepat meluas, karena autoinokulasi atau gerakan (fenomena
Koebner), sedang pada orang dewasa lesi ini jarang didapatkan dalam jumlah banyak.
Pada keadaan awal, ukurannya biasanya hanya sebesar pentol jarum dengan
permukaan halus dan mengkilat.
20
Dalam waktu beberapa minggu atau bulang semakin membesar dan permukaannya
menjadi kasar, berwarna abu-abu, kecoklatan atau kehitaman. Kadang-kadang
beberapa lesi bergabung satu sama lain menimbulkan plak verukosa.
7. Kondiloma Akuminata : Penyakit ini disebabkan oleh virus Hurnan Papilloma
Virus. Tampak sebagai vegetasi bertangkai dan berwarna kemerahan. Permukaannya
tidak rata tetapi berjonjot-jonjot, sehingga bila vegetasi besar dapat dilewatkan sonde
melalui celah-celah vegetasi lesi tersebut.
21
H. Definisi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
Demam Berdarah Ebola (Ebola Hemorrhagic Fever /
EHF) adalah demam berdarah virus and merupakan
penyakit virus yang paling ganas yang diketahui oleh
manusia (WHO).
Ebola pertama kali muncul pada tahun 1976 dalam
dua wabah simultan, di Nzara, Sudan, dan Yambuku,
Republik Demokrasi Kongo, yang terakhir adalah di
sebuah desa yang terletak di dekat Sungai Ebola, dari
itulah nama penyakit ini diambil (WHO).
Virus Ebola memiliki struktur dari suatu Filovirus.
Virionnya berbentuk tabung dan bervariasi bentuknya. Biasanya selalu tampak seperti
huruf “ U ” , angka “ 6 “, gulungan atau bercabang. Virion virus ini berukuran diameter 80
nm.
Panjangnya juga bervariasi, bahkan ada yang lebih dari 1400 nm, namun biasanya
hanya mendekati 1000 nm. Di tengah virion terdapat nukleokapsid yang dibentuk oleh
kompleks genom RNA dengan protein NP, VP35, VP30 dan L. Nukleokapsid berdiameter
40-50 nm dan berisi suatu chanel pusat berdiameter 20-30 nm. Suatu glikoprotein
sepanjang 10 nm yang sebagian berada di luar sarung viral dari virion berfungsi membuka
jalan masuk ke dalam sel inang. Diantara sarung viral dan nukleokapsid terdapat matriks
yang berisi protein VP40 dan VP24.
I. Epidemiologi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
Virus Ebola dapat menyebabkan demam berdarah virus (Viral Haemorrhagic Fever /
VHF) wabah yang parah terjadi pada manusia dengan tingkat kematian kasus hingga 90%.
Ebola pertama kali muncul pada tahun 1976 dalam dua wabah simultan, di Nzara,
Sudan, dan Yambuku, Republik Demokrasi Kongo, yang terakhir adalah di sebuah desa
yang terletak di dekat Sungai Ebola, dari itulah penyakit ini mengambil namanya.
Virus Ebola terdiri dari lima spesies yang berbeda: Bundibugyo, Pantai Gading,
Reston, Sudan dan Zaire (Digolongkan berdasarkan tempat ditemukannya).
Bundibugyo, Sudan dan Zaire merupakan spesies yang telah dikaitkan dengan wabah
besar Demam Berdarah Ebola (Ebola Haemorrhagic Fever / EHF) di Afrika, sementara
Pantai Gading dan spesies Reston belum. EHF adalah penyakit demam berdarah yang
menyebabkan kematian sekitar 25 – 90% dari semua kasus. Spesies Ebola Reston telah
22
ditemukan di Filipina, dapat menginfeksi manusia, tapi tidak ada penyakit atau kematian
pada manusia telah dilaporkan sampai saat ini (WHO).
J. Etiologi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
Virus Ebola pertama kali diidentifikasi di provinsi khatulistiwa barat Sudan dan di
wilayah terdekat dari Zaire (sekarang Republik Demokrasi Kongo) pada tahun 1976
setelah epidemi yang signifikan dalam Nzara, Sudan selatan dan Yambuku, Zaire utara.
Virus Ebola ditularkan melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh dan
jaringan orang yang terinfeksi. Penularan virus Ebola juga telah terjadi pada penanganan
hewan liar yang terinfeksi sakit atau mati (diantaranya yaitu: simpanse, gorila, monyet,
antelop hutan dan kelelawar buah) (WHO). Ada empat jenis virus yang menyebabkan
penyakit ini, yaitu:
1. Bundibugyo Virus (BDBV) adalah salah satu species dari genus Ebolavirus yang
ditemukan di kota Bundibugyo, Uganda, tahun 2007 silam. Virus ini bertanggung
jawab atas kematian dari 34% pasien di tahun 2008 dan membunuh 18 orang dari 41
orang yang terinfeksi di tahun 2012 lalu.
2. Ebola Virus (EBOV) adalah salah satu species dari genus Ebolavirus yang ditemukan
oleh David Finkes pada tahun 1976. Spicies ini adalah yang paling ganas dari virus
ebola lain karena persentase kematian dari 18 kasus penyebaran virus ini selalu diatas
45% dari total orang yang terinfeksi. Karena itu, EBOV digolongkan ke dalam BSL-4
(Biosafety Level-4) sebagai agen biologis penyakit paling mematikan. Tambahan
informasi, EBOV tak hanya menyerang manusia, tapi juga primata.
3. Sudan Virus (SUDV) juga salah satu species yang masuk dalam BSL-4 dari genus
Ebolavirus. Ditemukan di Sudan tahun 1976 dan merupakan virus ebola paling
mematikan setelah EBOV. SUDV juga bisa menyerang primata.
4. Taï Forest virus (TAFV) merupakan species Ebolavirus yang menyerang Pantai
Gading dan Swiss di tahun 1994. TAFV juga masuk dalam BSL-4.
23
K. Patofisiologi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
Virus Ebola alaminya di bawah oleh binatang khas Afrika (seperti: gorilla, simpanse,
antelop hutan dan kelelawar buah) yang diperkirakan memang inang asli dari virus Ebola.
Transmisi perpindahan antara waduk alam (binatang) dan manusia memang sangat
langka. Wabah biasanya dapat dilacak dengan kasus indeks tunggal di mana seorang
individu telah menangani bangkai gorila, simpanse atau duiker. Virus ini kemudian
menyebar dari orang-ke-orang, terutama dalam keluarga, rumah sakit, dan selama
beberapa ritual pemakaman di mana kontak antara individu-individu menjadi lebih
mungkin.
Virus ini telah dikonfirmasi untuk bisa ditularkan melalui cairan tubuh. Penularan
melalui paparan lisan dan melalui pajanan konjungtiva adalah mungkin, yang telah
dikonfirmasi di primata non-manusia, selain itu dapat juga ditularkan melalui kontak
langsung dengan darah, cairan tubuh dan jaringan orang yang terinfeksi dari si penderita.
Apa bila seseorang terjangkiti atau menderita penyakit Ebola Ia memasuki Masa
inkubasi yang berkisar antara 2 - 21 hari tetapi umumnya 5 – 10 hari.
Gejala bervariasi dan sering muncul tiba-tiba. Gejala awal berupa demam tinggi
(setidaknya 38,8°C), sakit kepala parah (pusing), nyeri otoo, sendi atau perut, kelemahan
yang berat, kelelahan, sakit tenggorokan, mual, pusing, pendarahan internal dan eksternal.
Sebelum wabah diduga, gejala-gejala awal adalah mudah keliru untuk malaria, demam
tifoid, disentri, influenza, atau infeksi bakteri berbagai, yang semuanya jauh lebih umum
dan kurang andal fatal.
Ebola dapat berkembang untuk menyebabkan gejala yang lebih serius, seperti diare,
kotoran gelap atau berdarah, muntah darah, mata merah akibat distensi dan perdarahan
dari arteriol sklerotik, petechia, ruam makulopapular, dan purpura. Lainnya, gejala
sekunder meliputi hipotensi (tekanan darah rendah), hipovolemia, dan takikardia.
Pendarahan interior disebabkan oleh reaksi antara virus dan trombosit yang menghasilkan
bahan kimia yang akan memotong sel – menciptakan lubang ke dinding kapiler.
Pada kesempatan, perdarahan internal dan eksternal dari lubang, seperti hidung dan
mulut, juga dapat terjadi, serta dari cedera tidak lengkap-sembuh seperti tusukan jarum-
situs. Virus Ebola dapat mempengaruhi kadar sel darah putih dan trombosit, mengganggu
pembekuan darah. Lebih dari 50% pasien akan mengalami beberapa tingkat pendarahan.
24
L. Manifestasi Klinis Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
Serangan sakit virus Ebola sangat tiba-tiba.
Gejala yang ditimbulkan adalah demam, sakit
kepala, nyeri sekitar persendian dan otot, sakit
tenggorokan dan tubuh lemah. Gejala ini diikuti
juga oleh diare, nyeri perut dan muntah-muntah.
Ruam-ruam, mata memerah, tersedak, serta adanya
pendarahan luar dan dalam ditemukan pada
beberapa pasien.
EHF berawal seperti gejala flu biasa seperti
tidak enak badan, demam, meriang, nyeri otot, dan
nyeri dada. Mual disertai nyeri perut, diare, dan
muntah-muntah. Sistem pernapasan pun mulai
terganggu dengan ditandai munculnya radang
tenggorokan, batuk, sesak napas, dan cegukan.
Ketika virus sudah menyerang sistem syaraf, orang
dengan ebola akan merasa pusing, lelah, bingung,
depresi, kejang-kejang, dan melakukan hal-hal
tertentu tanpa tujuan dan tanpa disadari oleh dirinya
sendiri. Misalnya berjalan memutari ruangan,
meremas tangan orang lain, melepas bajunya lalu
memakainya lagi, dan sebagainya. Pokoknya seperti
orang linglung. Ketika tahap ini makin parah, ia
bisa melukai dirinya sendiri, misalnya menyobek
dan mengunyah kulit di sekitar kuku jari tangan dan
bibir sampai berdarah.
Gejala berikutnya, muncul warna keunguan
pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah kapiler.
Pecahnya pembuluh darah ini tidak disebabkan oleh
hypovolemia dan tidak menyebabkan kematian.
Yang menyebabkan kematian pada orang dengan
ebola adalah MODS (multiple organ dysfunction
syndrome), hipotensi (tekanan darah rendah), dan penggumpalan darah.
25
Semua pasien mengalami penggumpalan darah yang makin parah. Pendarahan pada
selaput lendir (saluran pencernaan, hidung, vagina, gusi) muncul di 40-50% kasus ebola
disertai muntah darah, batuk berdarah, dan feses hitam. Rata-rata periode inkubasi EVD
akibat EBOV adalah 12-25 hari.
EHF adalah penyakit infeksi virus akut berat yang sering ditandai dengan demam
mendadak, kelemahan intens, nyeri otot, sakit kepala dan sakit tenggorokan. Ini diikuti
dengan muntah, diare, ruam, gangguan fungsi ginjal dan hati dan dalam beberapa kasus,
pendarahan internal dan eksternal. Temuan laboratorium menunjukkan penurunan sel
darah putih dan trombosit serta peningkatan enzim hati.
Orang yang akan mengalami infeksi selama darahnya mengandung dan mensekresikan
virus tersebut. Virus Ebola diisolasi dalam cairan semen (cairan mani) sampai hari ke-61
setelah onset penyakit dalam kasus yang diperoleh dari laboratorium.
Masa inkubasi (interval dari infeksi sampai timbulnya gejala) bervariasi antara 2 hari
sampai 21 hari.
Selama wabah EHF, tingkat fatalitas kasus telah bervariasi dari wabah ke wabah
antara 25% dan 90% (WHO).
M. Komplikasi Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
Kebanyakan dari penderita infeksi Ebola Virus mengalami komplikasi di mata.
Komplikasi yang diderita antara lain nyeri pada mata, takut pada cahaya (photophobia),
pengeluaran air mata berlebih (lacrimasi meningkat), dan kemampuan penglihatan
berkurang.
Komplikasi lain yang sering terjadi antara lain nyeri otot (myalgia), sakit kepala,
lemah, rambut rontok, berhentinya menstruasi, dan telinga terus-menerus berdengung
(tinnitus).
N. Pemeriksaan Diagnostik Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
Metode diagnosis Ebola termasuk air liur pengujian dan sampel urin. Ebola
didiagnosis dengan Assay enzyme-linked immunosorbent (ELISA) test. Metode diagnosis
telah menghasilkan hasil yang berpotensi ambigu selama jam non-wabah situasi. Setelah
Reston dan dalam upaya untuk mengevaluasi tes asli, Dr Karl Johnson dari CDC diuji San
Blas Indian dari Amerika Tengah, yang tidak memiliki riwayat infeksi Ebola dan
mengamati hasil positif 2%.
26
Peneliti lain kemudian diuji sera dari penduduk asli Amerika di Alaska dan
menemukan persentase yang sama hasil yang positif. Untuk memerangi positif palsu, tes
yang lebih kompleks berdasarkan sistem ELISA dikembangkan oleh Tom Kzaisek di
USAMRIID, yang kemudian ditingkatkan dengan analisis antibodi immunofluorescent
(IFA). Namun itu tidak digunakan selama Reston serosurvey berikut. Tes ini tidak tersedia
secara komersial.
O. Manajemen Penatalaksanaan Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
Para peneliti masih dibingungkan oleh adanya beberapa orang pasien yang dapat pulih
dari EHF dan sebagian lagi tidak. Mungkin ini disebabkan oleh oleh respon imun yang
berbeda dari tiap orang terhadap virus. Sebenarnya, tidak ada perawatan khusus terhadap
pasien EHF. Para pasien hanya diberi terapi suportif, yang berupa penyeimbangan cairan
dan elektrolit dalam tubuh pasien, peningkatan jumlah oksigen, peningkatan tekanan
darah dan perawatan dari penyakit komplikasi lain yang mungkin timbul.
Sekarang telah dikembangkan suatu vaksin yang berbasis rekombinan virus
stomatitisVesikular atau rekombinan Adenovirus yang membawa Glikoprotein Ebola pada
permukaanya. Pada tahun 2003 sebenarnya telah dikembangkan vaksin NIAID, namun
tidak membawa hasil sukses. Masalahnya karena pemberian vaksin yang terlambat (1-4
hari setelah gejala muncul) sehingga tubuh pasien sudah terlalu parah untuk diobati.
P. Diagnosa Keperawatan Ebola Hemorrhagic Fever (EHF)
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan internal dan eksternal akibat reaksi kimia
ebola yang menyebabkan perforasi kapiler tubuh serta diare
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah darah, perdarahan pada selaput
lendir (saluran pencernaan, hidung dan gusi), diare serta nyeri perut
3. Ganggun sensori persepsi penglihatan b/d perdarahan kapiler mata dan fotopobia
27
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
Ebola merupakan salah satu penyakit inflamasi infeksi virus yang terganas di dunia
saat ini. Ebola pertama kali muncul pada tahun 1976 dalam dua wabah simultan, di Nzara,
Sudan, dan Yambuku, Republik Demokrasi Kongo, yang terakhir adalah di sebuah desa
yang terletak di dekat Sungai Ebola, dari itulah nama penyakit ini diambil (WHO).
Gejala khasnya berupa perdarahan internal dan eksternal. Perdarahan internal yaitu
pecahnya atau terjadinya perforasi pembuluh darah kapiler akibat reaksi kimia yang
dilepaskan virus ebola terhadap system imun tubuh, reaksi ini juga mengganggu
kemampuan tubuh untuk melakukan pembekuan darah untuk menghambat perdarahan,
khusunya trombosit, perdarahan eksternalnya merupakan kompilikasi dari perdarahan
internalnya berupa perdarahan pada subkonjungtiva, perdarahan gusi, mimisan hingga
pembentukan makulopapular pada lapisan kulit, hal ini juga mengakibatkan tubuh rentan
sekali terhadap cedera yang berakibat perdarahan-perdarahan lain.
Pemeriksaan yang dilakukankan untuk penegakan diagnose penyakit ini adalah berupa
analisa air liur, sampel urin dan darah, untuk mengetahui adanya invasi virus ebola ini.
Selain itu juga terdapat pemeriksaan khusus terhadap penyakit ini, yaitu ELISA (Enzyme-
Linked Immunosorbent Assay) test yang kemudian dikembangkan menjadi IFA
(Immunofuorescent antibody) test.
Komplikasinya sebagian besar berupa gangguan pada mata, seperti nyeri mata,
fotopobia, penyeluaran air mata berlebihan (lakrimasi meningkat) dan berkurangnya
kemampuan penglihatan.
Sampai saat ini belum ada pengobatan khusus yang mampu membasmi invasi virus ini
secara tuntas, pengobatan yang dilakukan hanya berupa penanganan terhadap gejala
penyerta seperti rehidrasi dan anti-hipotensi.
B. SaranLangkah pencegahan yang tepat untuk peyakit ini adalah menerapkan universal
precautions dengan menjaga kebersihan, baik itu kebersihan diri, rumah, lingkungan di
sekitar rumah maupun lingkungan RS, karena tidak menutup kemungkinan invasi virus ini
telah menjangkau Indonesia.
28
DAFTAR PUSTAKA
Cowrin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Brown, Robin Graham dan Tony Burns. 2005. Alih Bahasa. Lecture Notes on Dermatologi.
Jakarta : Erlangga.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs103/en/
http://www.who.int/csr/disease/ebola/en/
http://kamuskesehatan.com/arti/infeksi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Virus