4299_3

7
RESPON PRODUKSI KAMBING PE INDUK SEBAGAI AKIBA T PERBAIKAN PEMBERIAN PAKAN PADA FASE BUNTING TUA DAN LAKTASI DWI YULISTIANI, I-W. MATIIIUS, I-K. SUTAMA, UMI ADIATI, RIA SARI G. SIANTIJRI, HASTONO, dan I. G. M. BUDIARSANA Ba/ai Penelitian Ternak P. O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan redaksi 14 Januari 1999) ABSTRACT DWI YULISTIANI, I-W. MATHIUS, I-K. SUTAMA, UMI ADIATI, RIA SARI G. SIANTURI, HAsToNo, and I. G. M. BUDIARSANA. 1999. Production response of Etawah cross breed (PE) doe due to improvement of feeding management during late pregnancy and lactation period. Jurnal Ilmu Te17lakdall Veteriller 4(2): 88-94. An experiment was caried out to study the protein requirement for Etawah cross breed. TIlirty Etawah cross breed does were used in this study (average body weight 37.6:t3.5 kg) and randomized to obtain one of three treatments. TIle treatments were the protein content of concentrate supplement. TIle protein levels were R. (CP 16%), R2 (CP 22%) and R3 (CP 26%). The concentrate supplements were offered during late pregnancy and early (first 3 months) lactation period. TIle study showed that dry matter intake during pregnancy and early lactation period was not aftixted by treatments. TIle highest average daily gain during late pregnancy reached by R3 (66.45 g/day) which was not significantly ditlerent with R2 (61.9 g/day) and RI (48.8 g/day). TIle highest total birth weight per does was achieved by Rd6.05 kg). Average daily milk production was not affected by treatment. TIle production at first week of lactation was 1,044.5 g/day and decreased to 466.7 g/day in week 11. R2 produced the highest average daily gain (107.8 g/day) preweaning per does, while Rl and R3 was 84 and 84.4 g/day, respectively. Key words: Etawah cross breed (PE), pregnancy period, lactation period, protein levels ABSTRAK DWI YULISTIANI, I-W. MATHIUS, I-K. SUTAMA, UMI ADIATI, RIA SARI G. SIANTURI, HASTONO, dan I. G. M. BUDIARSANA. 1999. Respon produksi kambing PE induk sebagai akibat perbaikan pembcrian pakan pada fase bunting tua dan laktasi. JU17lalIlnm Ternak dall Veteriller 4 (2): 88-94. Penelitian dilakukan untuk mcmpelajari kcbutuhan protein untuk kambing PE induk. Tiga puluh ckor kambing PE induk (rataan bobot hidup 37,6:t3,5kg) diacak untuk mendapatkansalah satu dari tiga tingkat tambahan pakan konsentrat yang berbcda jumlah kandungan protcinnya (PK). Pakan tambahan dimaksud adalah R1(PK 16%), R2(PK 22%) dan R3(PK 26%) yang dibcrikan pada fase bunting tua dan laktasi. Kandungan cncrgi dari pakan konsenlrat pada SCl11ua perlakuan adalah sal11a (16,3 MJ ME/kg). Basil pengamatan mcnunjukkan bahwa pakan tal11bahandcnganjUl11lahkandungan protein yang dibcrikan selama fase bunting tua dan laktasi tidak berpcngamh terhadap konsumsi bahan kering. Rcspons terhadap rataan pcrtambahan bobot hidup harian (PBHH) selama bunting tua, tertinggi pada perlakuan R3 (66,45 g/hari) yang tidak bcrbeda nyata dengan R2 (61,9 g/hari) dan R. (48,8gnmri). Totalbobot lahiranakper indlikyang nleildapat ransul11R2adaiah yang tertinggi (6,05 kg). Rataan produksi susu harian tidak dipengamhi oleh pakan tambahan dcngan rataan 1.044,5:t44 g pada minggu pertama dan tlmuunenjadi 466,7 g pada minggu ke-ll. Produksi anak prasapih mcnunjukkan pcningkatan yang cukup bcrarti dengan total Kata kunci : Kambing PE, tase bunting, tase laktasi, tingkat protein PENDAHULUAN jawab terhadap problem tersebut dan salah satunya adalah faktor pakan yang perlu dipecahkan. Ketersediaan pakan yang tidak berkesinambungan serta rendahnya kualitas pakan menyebabkan kambing akan kekurangan suplai zat gizi yang diperlukan untuk dapat mengekspresikan potensi genetik yang dimiliki. Tingginya tingkat kematian kambing anak pada fase prasapih serta rendahnya laju pertambahan bobot hidup merupakan salah satu penyebab rendahnya tingkat produktivitas. Banyak faktor yang bertanggung 88

Upload: suparnobawono

Post on 06-Aug-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4299_3

RESPON PRODUKSI KAMBING PE INDUK SEBAGAI AKIBATPERBAIKAN PEMBERIAN PAKAN

PADA FASE BUNTING TUA DAN LAKTASI

DWI YULISTIANI, I-W. MATIIIUS, I-K. SUTAMA, UMI ADIATI,

RIA SARI G. SIANTIJRI, HASTONO, dan I. G. M. BUDIARSANA

Ba/ai Penelitian Ternak

P. O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia

(Diterima dewan redaksi 14 Januari 1999)

ABSTRACT

DWI YULISTIANI, I-W. MATHIUS, I-K. SUTAMA, UMI ADIATI, RIA SARI G. SIANTURI, HAsToNo, and I. G. M. BUDIARSANA. 1999.

Production response of Etawah cross breed (PE) doe due to improvement of feeding management during late pregnancy andlactation period. Jurnal Ilmu Te17lakdall Veteriller 4(2): 88-94.

An experiment was caried out to study the protein requirement for Etawah cross breed. TIlirty Etawah cross breed doeswere used in this study (average body weight 37.6:t3.5 kg) and randomized to obtain one of three treatments. TIle treatmentswere the protein content of concentrate supplement. TIle protein levels were R. (CP 16%), R2 (CP 22%) and R3(CP 26%). Theconcentrate supplements were offered during late pregnancy and early (first 3 months) lactation period. TIle study showed thatdry matter intake during pregnancy and early lactation period was not aftixted by treatments. TIle highest average daily gainduring late pregnancy reached by R3 (66.45 g/day) which was not significantly ditlerent with R2 (61.9 g/day) and RI (48.8g/day). TIle highest total birth weight per does was achieved by Rd6.05 kg). Average daily milk production was not affectedby treatment. TIle production at first week of lactation was 1,044.5 g/day and decreased to 466.7 g/day in week 11. R2produced the highest average daily gain (107.8 g/day) preweaning per does, while Rl and R3 was 84 and 84.4 g/day,respectively.

Key words: Etawah cross breed (PE), pregnancy period, lactation period, protein levels

ABSTRAK

DWI YULISTIANI, I-W. MATHIUS, I-K. SUTAMA, UMI ADIATI, RIA SARI G. SIANTURI, HASTONO, dan I. G. M. BUDIARSANA. 1999.

Respon produksi kambing PE induk sebagai akibat perbaikan pembcrian pakan pada fase bunting tua dan laktasi. JU17lalIlnmTernak dall Veteriller4 (2): 88-94.

Penelitian dilakukan untuk mcmpelajari kcbutuhan protein untuk kambing PE induk. Tiga puluh ckor kambing PE induk(rataan bobot hidup 37,6:t3,5kg) diacak untuk mendapatkansalah satu dari tiga tingkat tambahan pakan konsentratyangberbcda jumlah kandungan protcinnya (PK). Pakan tambahan dimaksud adalah R1(PK 16%), R2(PK 22%) dan R3(PK 26%)yang dibcrikan pada fase bunting tua dan laktasi. Kandungan cncrgi dari pakan konsenlrat pada SCl11uaperlakuan adalah sal11a(16,3 MJ ME/kg). Basil pengamatan mcnunjukkan bahwa pakan tal11bahandcngan jUl11lahkandungan protein yang dibcrikanselama fase bunting tua dan laktasi tidak berpcngamh terhadap konsumsi bahan kering. Rcspons terhadap rataan pcrtambahanbobot hidup harian (PBHH) selama bunting tua, tertinggi pada perlakuan R3(66,45 g/hari) yang tidak bcrbeda nyata dengan R2(61,9 g/hari) dan R. (48,8gnmri). Totalbobot lahiranakper indlikyang nleildapat ransul11R2adaiah yang tertinggi (6,05 kg).Rataan produksi susu harian tidak dipengamhi oleh pakan tambahan dcngan rataan 1.044,5:t44 g pada minggu pertama dantlmuunenjadi 466,7 g pada minggu ke-ll. Produksi anak prasapih mcnunjukkan pcningkatan yang cukup bcrarti dengan total

Kata kunci : Kambing PE, tase bunting, tase laktasi, tingkat protein

PENDAHULUAN jawab terhadap problem tersebut dan salah satunyaadalah faktor pakan yang perlu dipecahkan.Ketersediaan pakan yang tidak berkesinambunganserta rendahnya kualitas pakan menyebabkan kambingakan kekurangan suplai zat gizi yang diperlukan untukdapat mengekspresikan potensi genetik yang dimiliki.

Tingginya tingkat kematian kambing anak padafase prasapih serta rendahnya laju pertambahan bobothidup merupakan salah satu penyebab rendahnyatingkat produktivitas. Banyak faktor yang bertanggung

88

Page 2: 4299_3

JurnalIlmu Ternakdan Veteriner VoL4Ho.] Th.1999

Untuk dapat mencapai tingkat produktivitas yangdiharapkan, maka aspek pakan perIu mendapatperhatian. Dalam jumlab yang terbatas, penelitianaspek pakan untuk ternak kambing telab dilaporkan,namun pada umumnya penelitian tersebutmempergunakan bangsa kambing yang berasal daridaerah beriklim sedang (WILKINSONdan STARK,1987). Sementara untuk daerah tropis penelitiankambing lokal masih kurang, khususnya untukkambing (PE).

Kambing PE merupakan ternak yang berfungsiganda, namun pemanfaatannya untuk penghasil dagingmasih dirasakan kurang. Hal ini disebabkan karenatingkat produktivitas kambing PE, masih rendah. Olehkarena itu upaya peningkatan produktivitasnya perIudilakukan, seperti pendekatan perbaikan tatalaksanapakan dan pemberian pakan. Agar upaya tersebut dapatberhasil, maka perlu diketahui terIebih dabulukebutuhan gizi kambing PE (pada status fisiologis yangberbeda), khususnya protein.

MATER! DAN METODE

Penelitian dilakukan di laboratoriumlkandangpercobaan Balai Penelitian Ternak, Bogor. Tiga puluhekor kambing PE betina dewasa (umur :t 3 tahun)dengan rataan bobot hidup 37:t3,5 kg ditempatkansecara acak dalam kandang individu yang telahdilengkapi dengan palaka. Air minum tersedia secarabebas. Temak kambing diseragamkan berahinyadengan mempergunakan spons yang mengandung40 mg Flugeston acetate (Intervet) yang dimasukkan kedalam vagina selama 14 hari. Setelah sponsdikeluarkan, dilakukan deteksi berahi. Temak yangberahi kemudian dikawinkan dengan pejantan yangtelah dipersiapkan. Selama fase bunting muda (12minggu pertama kebuntingan), temak diberi pakanrumput Raja segar ad libitum dan 400 g/ekor/harikonsentrat GT03 yang mengandung proteinkasar 16%.Selanjutnya pada fase bunting tua dan laktasi temakdiacak untuk mendapatkan salah satu dari tiga pakantambahan yang bebeda kandungan proteinnya.Perbedaan kandungan protein tersebut. adalah I!J%(RI); 22% (R2)'.itah 26% (R;)dciribahan kering,sedangkan energy metabolis (ME) ransum adalah sarnayakni 16,3 MJ/kg bahan kering (susunan ransumkonsentrat terIihat pada Tabell). Pada fase bunting tuakonsentrat diberikan sebanyak 400 g/ekor/hari yangselanjutnya pada fase laktasi pemberiannyaditingkatkan menjadi 800 g/ekor/hari. Dari basilperkawinan 30 ekor induk, hanya sejumlah 20 ekoryang bunting dan tersebar dalam komposisi jumlahyang berbeda, yakni 6 ekor RI' 6 ekor R2dan 8 ekor R3.

Tabell. Susunan ranswn dan kandungan gizikonsentrat kambing PE induk pada masabuntingtua dan laktasi

Uraian Rt

100GT03 (konsentrat komersial) (%)

Bungkil kedele (%)

Ampas tabu (%)

Kandungan protein kasar (%)

Energi metabolis (MJlkg)

16

16,3

Peubah yang diamati adalah jumlah konsumsipakan dan penampilan produksi temak yang meliputiperubahan bobot hidup induk dan anak, bobot hiduplabir/induk, dan tingkat kematian. Data yang didapatdianalisis dengan menggunakan general linier modeldari SAS (1982), sedangkan perbedaan nilai rataandilakukan dengan uji 1.Model analisis yang digunakanadalah sebagai berikut:

Yjj = Il +Tj + ~Wij + &jj

yang dalam hal ini :

Yjj nilai pengamatan karena pengaruhtingkat proteinrataan populasiperlakuan ke-i, di mana i = I, 2, 3bobot hidup awal pada pengolahan bobotlahir dan konsumsi bahan kering, bobothidup akhir pada pengolahan bobotsapih, produksi susu pada pengolahanpertambahan bobot hidup anak,konsumsi bahan kering pada pengolahanproduksi susugalat percobaan

=

Il

Tj

Wij

&jj

BASIL

Fase bunting tua

P6n3'mpiiah dahkotlsumsi bahahkering caloninduk selama delapan minggu terakhir umurkebuntingan tertera dalam Tabel 2. Pada tabel tersebutterlihat bahwa peningkatan persentase proteinkonsentrat diikuti dengan peningkatan konsumsiprotein ransum. Konsumsi protein tertinggi teljadipada temak yang mendapat tambahan konsentrat R3(pK 26%), yakni sejumlah 159,59 g/ekor/hari, namunpeningkatan konsumsi protein ini tidak mempengaruhikonsumsi rumput sekaligus konsumsi bahan keringsecara keseluruhan. Rataan keseluruhan konsumsi

89

Perlakuan

R1 R3

35 20

30 53

35 27

22 26

16.3 16,3

Page 3: 4299_3

DWI YULISTIANIet aL : Respon ProduksiKambing PE Indvk sebagai Akibat Perbaikan Pembertan Pakan pada Fase Bunting Tua

bahan kering pada penelitian ini adalah 2,20% OOOOtbidup (BH). Respons sebagai akihat perlakuan tidakmemberikan perbedaan yang nyata (P>O.05) terhadappertambahan bobot bidup harian (pBIllI) induk selamafase bunting tua, meskipun ada kecenderungan ternakyang mendapat R3 menunjukkan PBHH tertinggi(48,82; 61,88 dan 66,45 glekorlhari untuk RI; R2 danR3 secara berturut-turut).

Bobot lahir anak per induk pada temak yangmendapat R2 nyata lebih tinggi dibanding RI dan R3(6,05vs 4,87 dan 4,15 kglinduk) dengan rataanjumlahanak yang dilabirkan per induk adalah 1,5, 1,85 dan1,25 ekor, berturut-turut untuk RI, R2 dan R3.

Fase laktasi

Penampilan kambing PE induk, konsumsi bahankering dan protein ransum pada fase laktasi terterapada Tabel 3. Konsumsi bahan kering tidak berbedanyata antar perlakuan. Rataan konsumsi bahan keringuntuk semua perlakuan adalah 4,53% BH, meningkatdua kali dibandingkan pada fase bunting tua.

Konsumsi protein meningkat dengan meningkat-nya kadar protein ransum. Ternak yang mendapat R3,

mengkonsumsi protein dalam jumlah yang terbanyakyakni 279,98 glekorlhari (Tabel 3). Bobot sapih perinduk pada induk yang mendapat ransom R2 nyatalebih berat dibandingkan dengan yang mendapatransum RI dan R3 (16,00 vs 12,52 dan 12,05kglinduk). Namun kenaikan konsumsi protein ini tidakmemberikan perbedaan yang nyata (p>0,05) terhadapPBHH anak per induk periode prasapih meskipunPBHH anak per induk pada R2 adalah yang tertinggidibandingkandenganRI dan R3 (107,77vs 84,00dan84,40 glhari).

Persentase kematian anak fase prasapih tertinggipada perlakuan R3 (61%) yang berarti 8 ekor dari anakyang lahir mati sebelum sapih, sedangkan kematianyang terendah terjadi pada temak yang mendapatpakan R2. Penyusutan bobot hidup induk setelahberanak terbesar terjadi pada R2 dan penyusutanterendah pada RI' Produksi susu selama periodeprasapih terlihat pada Gambar 1. Produksi susu tidakberbeda nyata (p>0,05) antar perlakuan selama faseprasapih dengan rataan produksi minggu pertamalaktasi 1.044,5 glhari dan produksi ini terus menurun.sampai sapih dengan rataan produksi 466,7 glhari.

Tabel 2. Penarnpilan karnbing PE induk, konsumsi BK dan protein ransum pada fase bunting tua pada setiap kelompokperlakuan

Uraian

Jumlah temak (ekor)

Bobothidupindukawalbulanke-4 (kg)

Bobot induk saat melahirkan (kg)

PBHH (g/ekor/hari)

Konsumsi bahan kering (g/ekor/hari)

Rumput

Konsentrat

Konsumsi BK (% BH)

KOllsumsiprotein (g/ekor/hari)

Konsentrat

Total

Jumlah anak per induk (ekor)

Bobot anak (kg/induk)

Kematian 7 hari pertama (%)

64

121,22

1,5

4,87& :I: 0,6

0

104

159,59

1,25

4,15&:!:1,2

23

88

145,44

1,85

6,05b :I:0,7

0

Keterangan :PBHH= pertambahan bobot hidup harian; BK= bahan kering; BH= bobot hidupPerbedaan superskrip pada baris yang sarna berbeda nyata (P<O,OS)

90

Perlakuall

Rl R2 R3

6 6 8

44,52:t 1,15 46,5 :t 2,21 44,39:t2,19

47,78:t 1,89 50,23 :I:2,01 48,79 :I:3,34

48,82 :t 22,2 61,88:t 23,6 66,45 :I:27,19

621,97:1: 50,25 624,32 :I:48,26 640,2 :I: 34,07

360 360 360

984;32

2,25:1: 0,11 2,13 :1:0,12 2,17:1:0,10

Page 4: 4299_3

Jurnailimu Ternak dan Veteriner VoL <INo.2 Th. 1999

Tabel 3. Penampilankambing PE induk, konsumsiBK dan protein ranswn pada fase la1ctasipada setiap kelompokperlakuanperlaIruan

Ketenmgan :PBHH=pertarnbahan bobot hidup harian; BK=bahan kering; BH= bobot hidupPerbedaan superskrip pada barisyang sarna berbeda nyata (P<O,05)

1200

'i 1000.e:.9800:::::IIt)

i600'in

.>0<400

~200

01 5 7

Waktu(minggu)

9 113

Gambar 1. Produksisusu indukkambingPE pada tigabu1an pertama fase 1a1ctasi

PEMBAHASAN

Penelitian sebelumnya yang dilakukan olehMArnlUs et al. (1995) pada domba prolifik, rataankonsumsi bahan kering domba bunting tua lebih tinggi(yaitu 3,37% BH). Hal tersebut dimungkinkan, karenakonsentrat yang diberikan sebesar 2,5% dari BH,

sedangkan pada penelitian ini konsentrat diberikanSebanyak 400 glekor/hari atau 0,89% dari BH,sehingga konsumsi lainnya adalah rumput Raja.Padahal kemampuan ternak mengkonsumsi hijauanterbatas karena pakan hijauan bersifat voluminous.WESTON(1979) melaporkan bahwa volume rumenpada fase bunting tua turun sampai 30% karenaterdesaknya bagian ventral rumen oleh janin, yangmengakibatkan turunnya kemampuan mengkonsumsibahan kering. Pada akhir kebuntingan kebutuhanenergi meningkat sedangkan kapasitas rumen turun,sehingga untuk ransom akhir kebuntingan peningkatanprotein ransom harus diimbangi pula denganpeningkatan energi. Menurut NRC (1981) kebutuhan

..prQtein u,qtulciJ:).<I~kambi~gbugtingt1laa(jal~ 1~9gper hari, sehingga pada penelitian ini protein yangtercukupi adalah pada perlakuan R3 (yaitu 159,59glhari). Peningkatan konsumsi protein pada R3 inimemberikan pertambahan hobot hidup harian tertinggiselama bunting tua meskipun tidak berbeda nyatadengan perlakuan lainnya. Namun apabila dilihat daribobot lahir per induk, bobot lahir anak pada R3 (4,15kg) Icbih rendah dibanding Rz (6,05 kg) dan R) (4,87kg). Di samping itu, kematian anak 7 hari setelah lahir(yang di antaranya mati sesaat setelah beranak) dan

91

PerlaIruan

Umian Rl R2 R3

Jwnlah temak (ekor) 6 6 8

Konsumsi bahan kering (glekorlhari)

Rwnput 789 :t 26,20 780 :t 20,03 782:t 19,37

Konsentrat 720 720 720

Total 1.509 :t 26,20 1.500 :t 20,03 1.502:t 19,37

Konsumsi BK (% BH) 4,55 :t 0,24 4,45 :t 0,40 4,59 :t 0,27

Konsumsi protein (glekorlhari)

Rwnput 72,59 71,77 71,98

Konsentmt 128 176 208

Total 200,598 247,77b 279,98°

Bobot sapih /induk (kg) 12,528:t 2,1 16,00b:t 0,65 12,0":t 2,96

PBllli anak per induk (glekorlhari) 84,00:t 20,7 107,77:t 6,00 84,40 :t 22,3

PBllli induk setelah beranak (glekorlhari) -18,44 :t 23,8 -25,47 :t 0,6 -20,76 :t 22,2

Jwnlah anak yang lahir 9 11 13

Jwnlah anak yang disapih (ekor) 8 10 5

Kernatian sebelwn sapih (%) 11 9 61

Page 5: 4299_3

DWI YULlSnANI et aL : Respon Produbt Kambing PE lnduk sebagat Akibat Perbaikan Pembertan Pakan poda Fase Bunting Tua

kematian prasapih tertinggi juga terjadi pada R3 (23dan 61% OOrturut-turotuntuk kematian 7 hari setelahdilahirkan dan prasapih). Kurang bagusnya responyang terjadi pada R3 karena peningkatan kandunganprotein ransum tidak bisa dimanfaatkan secara efisienoleh temak karena kurang tersedianya energi.McDONALD et al. (1988) menyatakan. bahwapenggunaan protein oleh mikroba dalam rumen akansangat tergantung pada ketersediaan energi,selanjutnya dikatakan bahwa suplai protein yangberlebihan dengan tidak diimbangi ketersediaan energiakan menyebabkan protein tersebut difermentasi didalam rumen sehingga menyebabkan tidak cukupnyasuplai asam amino yang dapat langsung dipakai olehtemak yang bisa dipergunakan untuk pertumbuhaninduk dan foetus. Hal ini yang mungkin menyebabkanbobot anak per induk pada R3 lebih rendah. Degradasiprotein di dalam rumen menghasilkan amonia, VFA(volatile fatty acid) dan CO2. Amonia inidipergunakan untuk pertumbuhan mikroba dalamrumen namun apabila suplai amonia ini tidakdiimbangi dengan tersedianya energi maka amoniaakan terakumulasi di dalam cairan rumen, dandiabsorbsi melalui dinding rumen. Apabila absorbsi inimelebihi kemampuan hati mengubah amonia menjadiurea akan menyebabkan peningkatan amonia dalamdarah dan akan menyebabkan keracunan (VANSOEST,1982). Keadaan tersebut mungkin merupakanpenyebab tingginya tingkat kematian pada anak sesaatsetelah dilahirkan pada perlakuan R3. Masalahkelebihan amonia ini dapat diatasi denganpenambahan energi yang cukup untuk sintesa mikrobayang lebih banyak (VANSOEST,1982). MATHIUSet al.(1996) menyatakan bahwa kebutuhan energi dombasedang tumbuh paling tidak mengandung energi 16,5MJ/kg. Dalam penelitian ini digunakan energi ransum16,3 MJ/kg padahal kebutuhan energi induk buntingtua lebih tirtggi yang digunakan untuk pertumbuhanfoetus, oleh karena itu kandungan protein 26% padaR3, mungkin perlu diimbangi pula dengan peningkatanenergi ransum.

Konsumsi bahan kering pada fase laktasimeningkat dua kali lipat dibanding fase bunting tua(dari 2,20% BH ke 4,53% BH). Keadaan inidimnngkirikal1karena .ternak ...pada.f~laktasimembutuhkan zat gizi lebih banyak dan berusahamemenuhi kebutuhan tersebut dengan caramengkonsumsi lebih banyak pakan yang tersedia. Haltersebut tidak menutup kemungkinan disebabkan pUlatidak terjadinya kompetisi rongga perut sehinggamemberi kesempatan pada temak untuk dapatmengkonsumsi lebih banyak pakan yang tersedia(WESTON,1979). Pada ternak ruminansia kemampuanmengkonsumsi pakan yang tetbesar terjadi pada fase

92

laktasi, karena pada fase ini kapasitas rumenmeningkat sehingga menyebabkan meningkatnyakonsumsi pakan. Status domba pada fase laktasi yangdiOOri pakan hijauan dicampur dengan konsentratmenyebabkan konsumsi bahan kering meningkat 20-48%. Peningkatan ini menjadi lebih besar lagi (10%lebih tinggi) pada induk yang OOranak kembardibandingkan pada induk yang beranak tunggal.Berdasarkan NRC (1981), konsumsi bahan keringpakan induk laktasi pada periode dua bulan pertamalaktasi meningkat menjadi 3,9-5,2% dari BH,sedangkan pada penelitian ini diperoleh konsumsibahan kering seOOsar4,45-4,59% dari BH. Penelitisebelumnya (LUBIS, 1995) mendapatkan pada dombaprolifik fase bunting tua dapat mengkonsumsi bahankering hingga 5,8% dari BH.

Produksi susu kambing PE induk tidak berbedaantar perlakuan meskipun jumlah protein yangdikonsumsi meningkat dari 200,59 (R\) menjadi279,98 glekor/hari (R3). Menurut MANALU danSUMARYADI(1996) produksi susu pada dombadipengaruhi oleh penambahan konsentrat. Peningkatanpemberian konsentrat pada domba induk laktasi dari500 menjadi 1.000 glekor/hari dapat memperlambatpenyusutan kelenjar susu sehingga potensi produksisusu yang tinggi pada awal laktasi dapat dimunculkanselama laktasi. Dengan perkataan lain, induk yangmendapat konsentrat dalam jumlah terbatas akanmemproduksi susu yang terbatas pula. Sebagaiakibatnya, induk yang menyusui anak lebih banyaktidak dapat memenuhi kebutuhan anak yang diasuh.Konsekuensinya kematian lebih tinggi sebelummencapai usia lepas sapih dapat terjadi. Oleh karenaitu pakan induk laktasi hams ditingkatkan terutamayang beranak lebih dari satu. Dari penelitian ini,peningkatan konsumsi protein tidak diikuti denganpeningkatan produksi susu, kemungkinan peningkatanprotein tidak cukup untuk meningkatkan produksisusu. MOORBY et al. (1996) melaporkan bahwapeningkatan kandungan protein dalam ransummeningkatkan kandunganprotein susu, tetapi tidakmeningkatkan produksi susu. Pada penelitian yangdilaporkan dalam makalah ini tidak dilakukanpengukuran komposisi nutrisi susu. BROSTER(1973)menyararikanpeningkatan ..kehutuhan .protein yangtinggi pada masa laktasi harus diik\1ti.. denganimbangan energi yang baik., Produksi susu tertinggipada penelitian ini terjadi pada minggupertama faselaktasi, dan terus menurun sampai pada 3 bulanpertama fase laktasi (Gambar 1) dengan rataanproduksi pada 3 bulan pertama fase laktasi adalah 745,734,7 dan 738,3 glekor/hari. Produksi susu ini lebihrendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yangdilaporkan oleh SUTAMAdan BUDIARSANA(1998) yang

Page 6: 4299_3

Jurnal11mu Ternak dan Veteriner VoL 4 No.2 Th. J 999

mendapatkan raman produksi susu 90 hari pertamalaktasi kambing PE dewasa di Balai Penelitian Temakadalah 1.486,4 glekor/hari. Perbedaan ini disebabkankarena produksi selain dipengaruhi oleh kualitas pakanjuga dipengaruhi oleh perkembangan kelenjar sususelama bunting tua dan awal laktasi (STELWAGENetal., 1992).

Keberhasilan anak prasapih untuk hidup, tumbuhdan berkembang tergantung sekali pada produksi susuyang dihasilkan oleh induk. Meskipun produksi susutidak berbeda nyata antar perlakuan tetapi bobot sapihpada R2 (16,00 kg) yang nyata lebih tinggi daripada Rl(12,52 kg) dan R2 (12,00 kg). Respon padapertambahan bobot hidup harian tidak terlihat berbedanyata antar perlakuan, hat ini dimungkinkan karenavariasi keragaman PBHH individu anak yang terlalubesar (Tabel 3). Namun demikian pertambahan bobothidup harian pada R2 paling tinggi (107,77 glhari)dibandingkan dengan RJ dan R2 (84,00 dan 84,40glhari). PBHH prasapih ini seeara rata-rata masiheukup baik. TIESNAMURTIet al. (1995) melaporkanrataan bobot sapih kambing PE 7,2-17,0 kg denganrataan PBHH 50,0 - 148,8 glekor/hari pada berbagaimaeam perlakuan tatalaksana induk.

Perubahan bobot hidup induk selama periodeprasapih (selama 3 bulan pertama fase laktasi), sepertiterlihat pada Tabel 3. Penurunan yang terbesar terjadipada induk yang mendapat ransum R2. Penurunanbobot hidup kambing Kaeang induk selama menyusuijuga dilaporkan oleh SILITONGAet al. (1995). Padakambing Kaeang yang sedang laktasi terjadipenurunan sebesar -24 sampai -68 glekor/hari,sedangkan pada penelitian ini diperoleh penurunanbobot hidup yang lebih rendah, yaitu -18 sampai -25,47glekor/hari. SUTAMAet al. (1995) melaporkan bahwapenurunan bobot hidup induk kambing PE setelahberanak selama fase laktasi terjadi sampai padaminggu ke-16. Namun LUBISet al.(1995) melaporkanbahwa peningkatan konsumsi protein yang diikutidengan peningkatan konsumsi energi pada dombainduk setelah beranak memberikan pemulihan kondisitubuh yang lebih eepat. Terjadinya penurunan bobothidup selama periode awal laktasi karena lemak tubuhyang ada digunakan sebagai sumber energi akibatkonsumsLpak,m.<.liqak..>p,*l,IP!Jl1~~$9P~a,ikebutuhanenergi untuk laktasi (MOORBYet al., 1996).

KESIMPULAN DAN SARAN

Peningkatan kandungan protein pada ransumkonsentrat dari 16% ke 26% tidak berpengaruh nyatapada produksi susu, tetapi berpengaruh positif (P<0,05)pada bobot lahir anak per induk dan bobot sapih anakper induk, di mana respon terbaik didapat pada

perlakuan R2 (22% protein). Dengan demikian, padapemberian pakan dasar rumput Raja perlu diberikantambahan pakan konsentrat yang mengandung protein22% sebanyak 400 glekor/hari pada bunting tua dan800 glekor/hari pada fase laktasi. Namun demikian,rnasih diperlukan penelitian lebih Ianjut dengankandungan protein 22% yang diimbangi dengantingkat energi yang berbeda.

UCAPAN TERIMA KASm

Terima kasih diueapkan kepada Dr. IsmethInounu atas bantuannya dalam menganalisa data hasilpenelitian. Terimakasih juga ditujukan kepada parateknisi kandang ruminansia keeil Balai PenelitianTemak Ciawi-Bogor, atas segala bantuannya sehinggapenelitian ini dapat berjalan dengan lanear, demikianjuga kepada semua pihak yang telah membantu hinggaselesainya penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

BROSTER,W.H. 1973. Protein-energi interrelationship ingrowth and lactation of cattle and sheep. Proc. Nutr.Soc. 32 :115-122.

LUBIS, D.M., M. MARTAWIDJAJA,I.W. MATHIus, B.HARYANTO,dan A. WILSON.1995. Studi tatalaksanapemberian pakan dan kebutuhan pakan induk dombapada fase laktasi. Kumpulan Hasil-hasil penelitianAPBN. Tahun Anggaran 1994/1995. TemakRuminansia Kecil. Balai Penelitian Temak, Bogor. hal.168-177.

MANALU, W. dan M.D. SUMARYADI.1996. Perananketersediaan substrat dalam memperlambat lajuinvolusi jaringan kelenjar susu pada dornba laktasi.Pros. Ternu llmiah Hasil-hasil Penelitiall Petemakan.Ciawi, 9-11 Jalluari 1996. Balai Penelitian Temak,Bogor. hal. 249-258.

MATHIu~, I.W., B. HARYANTO,A. WILSON, dan M.MARTAWIDJAJA.1995. Studi tatalaksana pemberianpakan dan kebutuhan pakan illduk dornba prolifik padafase bunting. Kumpulan Hasil-hasil penelitian APBN.Tahun Anggaran 1994/1995. Temak Rurninansia Kecil.Balai Penelitian hal. 163-167.

MANuRUNG.1996. Studi strategi kebutuhan energi-protein untuk domba lokal : I. Fase pertumbuhan . J.Jlmu Ternak Vet. 2; 84-91.

McDoNALD,P., R.A. EDWARDS,and J.F.D. GREENHALGH.1988. Animal Nutrition. 4th edition. LongmanScientific dan Teclmical. New York.

MOORBY,J.M., R.J. DEWHURST,and S. MARDEN.1996.Effect of mcreasing digestible undegraded protein

93

Page 7: 4299_3

rDWI YULISTIANIet aL : Respon Produksi Kambing PE lnduk sebagai Akibat Perbaikan Pemberian Pakan poda Fase Bunting Tua

supUy to dairy cows in late gestation on the yield andcomposition of milk during the subsequent lactation.Anim. Sci. 63 : 201-213.

NRC. 1981. Nutrient Requirements of Goats. NationalAcademic Press. Washington, D.C.

SILITONGA,S.D., M. MARTAWIDJAJA,B. SETIADI, A.SUPARYANTO,ISBANDI, dan A. WILSON. 1995.Penelitian phase induk bunting dan laktasi. KumpulanHasil-hasil penelitian APBN. Tahun Anggaran1994/1995. Temak Ruminansia Kecil. Balai PenelitianTemak, Bogor. hal. 193-206.

STELWAGEN,K., D.G. GRIEVE,B.W. McBRIDGE,and J. D.REHMAN.1992. Growth and subsequent lactation inprimigravid Holstein heifers after prepartum bovinesomatotropin treatment. J. Dairy Sci. 75: 463-471.

SUTAMA,K., I.G.M. BUDIARSANA,H. SETIYANTO,dan A.PR!YANTI. 1995. Studi performan produksi danreproduksi kambing peranakan Etawah (PE).Kwnpulall Hasil-hasil pellelitian APBN. TahunAnggaran 1994/1995. Temak Rwninansia Keci\. BalaiPenelitian Temak, Bogor. hal. 259-270.

94

SUTAMA,K. dan I.G.M. BUDIARSANA.1998. 'Kiunbingperanakan Etawah penghasil susu sebagai sumberpertumbuhan barn sub-sektor pertanian di Indonesia.Pros. Seminar Nasional Petemakan dan Veteriner,Bogor 18-19 Nopember 1997. Pusat Penelitian danPengembangan Petemakan, Bogor. hal. 156-170.

TmSNAMURTI,B., I. K. SUTAMA,E. JUARINI,dan I.G.M.BUDIARSANA.1995. Pertwnbuhan dan perkembanganseksual kambing PE pada sistim pemeliharaan yangberbeda. Kwnpulan Hasil-hasil penelitian APBN.Tahun Anggaran 1994/1995. Temak Rwninansia Kecil.Balai Penelitian Temak, Bogor. ha\. 271-278.

VANSOEST,P.l 1982. Nutritional Ecology of the Ruminant.O&B Books, Inc. Oregon, U.S.A.

II

WESTON,R.H. 1979. Digestion during pregnancy andlactation in sheep. Ann. Rech. Vet. 10 : 442-444.

WILKINSON,J.M and B.A. STARK.1987. The nutrition ofGoats. In: HAREsIGN,W. and D.J.A. COLE(eds). RecentAdvances in Animal Nutrition - 1987. Butterworths,London. pp. 91-106.

1