41535206-keratouveitis
TRANSCRIPT
CLINICAL SCIENCE SESSION
KERATOUVEITIS
Oleh :Nyoman Satriyawan
0518011022
Preceptor :Dr. Yunita Shara, Sp.M
SMF ILMU PENYAKIT MATARSUD Dr. Hi. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNGNOVEMBER 2010
I. PENDAHULUAN
Keratouveitis adalah istilah yang digunakan bila ada kombinasi keratitis dan
uveitis. Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid)
dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea
yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan
pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang
disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis
disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan
bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis
posterior atau koroiditis.
Uveitis umumnya unilateral biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia
pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang
kabur, mata merah tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau ireguler.
Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non
granulomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen.
Penyebab uveitis anterior meliputi: infeksi, proses autoimun, yang berhubungan
dengan penyakit sistemik, neoplastik dan idiopatik.
Keratitis adalah suatu keadaan infeksi pada kornea yang dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus dan faktor imunologis. Pada
umumnya didahului oleh keadaan trauma pada kornea, penggunaan lensa kontak,
pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol dan pemakaian obat tetes
mata tradisional.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keratitis
1. Definisi
Keratitis adalah suatu keadaan infeksi pada kornea yang dapat disebabkan
oleh infeksi bakteri, jamur, virus dan faktor imunologis. Keratitis
merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Pada umumnya
didahului oleh keadaan trauma pada kornea, penggunaan lensa kontak,
pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol dan pemakaian obat
tetes mata tradisional.
2. Klasifikasi
Klasifikasi keratitis berdasarkan lokasi yang terkena dari lapisan kornea :
1. Keratitis superfisialis
a. Keratitis epitelial
1) Keratitis pungtata superfisialis
2) Herpes simplek
3) Herpes zoster
b. Keratitis subepitelial
1) Keratitis didiformis dari Westhoff
2) Keratitis numularis dari Dimmer
c. Keratitis stromal
Keratitis neuroparalitik
2. Keratitis profunda
a. Keratitis sklerotikan
b. Keratitis intersisial
c. Keratitis disiformis
3. Etiologi
Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur dapat
menyebabkan keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes
simplex, tipe 1. Selain itu penyebab lain adalah, kekeringan pada mata,
pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk ke
mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata,
debu, polusi atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan
penggunaan lensa kontak yang kurang baik.
4. Manifestasi klinik
a. Gejala subyektif
Rasa nyeri pada mata
Lakrimasi
Penglihatan kabur
Blefarospasme akibat fotofobi
b. Data obyektif :
Infiltrat dapat menyebabkan permukaannya menjadi tidak rata dan
tidak licin sehingga menjadi tidak bening. infiltrat dapat diserap
seluruhnya sehingga kornea kembali bening, dapat juga diserap
sebagian dengan meninggalkan jaringan sikatrik atau terjadi proses
pernanahan dengan akibat terbentuk ulkus
Gambar 1. Keratitis
5. Patofisiologi
6. Pengobatan
Terbentuk jaringan sikatrik
Komplikasi ulkus korneaDolor,rubor, kalor, tumor, laesa funsio
Kerusakan membran bowman
Reaksi inflamasi pada kornea
Mikroorganisme sebagai penyebab infeksi (eksogen) , endogen karena alergi serta komplikasi dari konjuktivitis
Antibiotik, anti jamur dan anti virus dapat digunakan tergantung
organisme penyebab. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan
secepatnya, tapi bila hasil laboratorium sudah menentukan organisme
penyebab, pengobatan dapat diganti. Terkadang, diperlukan lebih dari
satu macam pengobatan. Terapi bedah laser terkadang dilakukan untuk
menghancurkan sel yang tidak sehat, dan infeksi berat membutuhkan
transplantasi kornea.
Obat tetes mata atau salep mata antibiotik, anti jamur dan antivirus
biasanya diberikan untuk menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat ini
hanya boleh diberikan dengan resep dokter. Pengobatan yang tidak baik
atau salah dapat menyebabkan perburukan gejala. Obat kortikosteroid
topikal dapat menyebabkan perburukan kornea pada pasien dengan
keratitis akibat virus herpes simplex.
Pasien dengan keratitis dapat menggunakan tutup mata untuk melindungi
mata dari cahaya terang, benda asing dan bahan iritatif lainnya. Kontrol
yang baik ke dokter mata dapat membantu mengetahui perbaikan dari
mata.
7. Pencegahan
Pemakai lensa kontak harus menggunakan cairan desinfektan pembersih
yang steril untk membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril dan
tidak boleh digunakan untuk membersihkan lensa kontak. Pemeriksaan
mata rutin ke dokter mata disarankan karena kerusakan kecil di kornea
dapat terjadi tanpa sepengetahuan kita. Jangan terlalu sering memakai
lensa kontak. Lepas lensa kontak bila mata menjadi merah atau iritasi.
Ganti lensa kontak bila sudah waktunya untuk diganti. Cuci tempat lensa
kontak dengan air panas, dan ganti tempat lensa kontak tiap 3 bulan
karena organisme dapat terbentuk di tempat kontak lensa itu.
Makan makanan bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika bekerja
atau bermain di tempat yang potensial berbahaya bagi mata dapat
mengurangi resiko terjadinya keratitis. Kacamata dengan lapisan anti
ultraviolet dapat membantu menahan kerusakan mata dari sinar
ultraviolet.
8. Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah penipisan kornea,
descemetocele sekunder dan perforasi kornea yang dapat mengakibatkan
endophthalmitis dan hilangnya penglihatan.
9. Prognosis
Prognosis bergantung pada beberapa faktor:
Virulensi organisme
Lokasi dan perluasan ulkus kornea
Vaskularisasi dan deposit kolagen
Diagnosis awal dan terapi tepat dapat membantu mengurangi kejadian
hilangnya penglihatan
B. Uveitis
1. Definisi
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid)
dengan berbagai penyebabnya.Uveitis adalah suatu inflamasi pada traktus
uvea. Uveitis banyak penyebabnya dan dapat terjadi pada satu atau semua
bagian jaringan uvea. Pada kebanyakan kasus, penyebabnya tidak
diketahui. Bentuk uveitis paling sering adalah uveitis anterior akut atau
iritis yang umumnya unilateral dan ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia
dan penglihatan kabur, serta mata merah (merah sirkumkorneal) tanpa tahi
mata purulen dan pupil kecil atau irreguler.
Uveitis adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea)
terdiri dari 3 struktur :
1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2. Badan siliar : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal
sehingga mata dapat fokus pada objek dekat dan lensa menjadi
lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh.
3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung
otot silier ke saraf optikus dibagian belakang mata.
Peradangan traktus uvealis banyak penyebabnya dan dapat mengenai satu
atau ketiga bagian secara bersamaan. Bentuk uveitis paling sering adalah
uveitis anterior akut (iritis), umumnya unilateral dan ditandai adanya
riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur; mata merah (merah
sirkumkorneal) tanpa tahi mata purulen; dan pupil kecil atau ireguler.
Biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan.
Radang uvea dapat mengenai hanya bagian depan jaringan uvea atau
selaput pelangi (iris) dan keadaan ini disebut iritis. Bila mengenai bagian
tengah uvea maka keadaan ini disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai
dengan siklitis yang disebut sebagai uveitis anterior. Uveitis anterior atau
iridosiklitis merupakan penyakit yang mendadak yang biasanya berjalan
selama 6 – 8 minggu, dan pada stadium dini biasanya dapat sembuh
dengan tetes mata saja. Bila mengenai selaput hitam bagian belakang mata
disebut koroiditis.
Gambar 2. Pembagian uvea berdasarkan letaknya
2. Klasifikasi
Uveitis dapat diklasifikasikan menurut:
a. Anatomi :
1. Uveitis anterior dibagi dalam dua kelompok :
a) Iritis: dimana inflamasi umumnya mengenai iris.
b) Iridocyclitis: dimana mengenai dari iris dan bagian anterior
dari korpus ciliaris.
2. Uveitis Intermediet adalah inflamasi dari uvea yang mengenai
korpus ciliaris bagian posterior (Pars Plana), retina perifer dan
sedikit koroid.
3. Uveitis Posterior adalah inflamasi yang mengenai koroid dan retina
posterior sampai ke dasar dari vitreus.
4. Panuveitis adalah inflamasi yang mengenai seluruh bagian dari
badan uvea
b. Gambaran klinik
a) Uveitis akut; gejala klinik yang terjadi secara mendadak dan
menetap sampai tiga bulan .
b) Uveitis kronik; Uveitis yang menetap hingga lebih dari tiga bulan
dan biasanya asimtomatik, walaupun akut atau subakut dapat
terjadi.
c. Etiologi
a) Uveitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik seperti
sarkoidosis.
b) Infeksi; bakteri, jamur, virus.
c) Parasit: protozoa dan nematoda.
d) Uveitis spesifik idiopatik; merupakan bagian dari penyakit yang
tidak berhubungan dengan kelainan sistemik.
e) Uveitis non spesifik non idiopatik.
d. Histopatologi
a) Granulomatosa.
b) Non-granuomatosa
3. Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung
suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya
mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang – kadang dapat
juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh
mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata. Uveitis yang
berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba
yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama
setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme
hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous
Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang
dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini
tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown
(efek tyndall). Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel
plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang
menempel pada permukaan endotel kornea. Apabila prespitat keratik ini
besar disebut mutton fat.
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang di dalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion,
ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema.
Akumulasi sel-sel radang dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut
Koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca nodules.
Sel-sel radang, fibrin dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara
iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior,
ataupun antara iris dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior.
Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio
pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular
oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata
belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik
mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris
bombe. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan
akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada kasus yang berlangsung kronis
dapat terjadi gangguan produksi akuos humor yang menyebabkan
penurunan tekanan bola mata sebagai akibat hipofungsi badan siliar.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Flouresence Angiografi
FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit
korioretinal dan komplikasi ntraocula dari uveitis posterior. FA sangat
berguna baik untuk ntraocula maupun untuk pemantauan hasil terapi
pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah edema ntrao,
vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, N.
optikus dan radang pada koroid.
b. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan
retina dan pelepasan retina
c. Biopsi Korioretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari
gejala dan pemeriksaan laboratorium lainnya.
5. Diagnosis
Diagnosis uveitis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang lengkap,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang menyokong.
6. Diagnosis Banding
a. Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal,
terdapat sekret dan umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau
injeksi silier
b. Keratitis/ keratokonjungtivitis
Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia.
c. Glaukoma akut
Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan
korneanya beruap/ keruh.
d. Neoplasma
Large-cell lymphoma, retinoblastoma, leukemia dan melanoma
maligna bisa terdiagnosa sebagai uveitis.
7. Pengobatan
Pengobatan uveitis pada umumnya digunakan obat-obatan ntraoc. Seperti
sikloplegik, OAINS atau kortikosteroid. Pada OAINS dan kortikosteroid,
dapat juga digunakan obat-obatan secara sistemik. Selain itu, pada
pengobatan yang tidak beresponsif terhadap kortikosteroid, dapat
digunakan imunomodulator.
a. Mydriatik dan Sikloplegik
Midriatik dan sikloplegik berfungsi dalam pencegahan terjadinya
sinekia posterior dan menghilangkan efek fotofobia sekunder yang
yang diakibatkan oleh spasme dari otot siliaris. Semakin berat
reaksi inflamasi yang terjadi, maka dosis sikloplegik yang
dibutuhkan semakin tinggi
b. OAINS
Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi
kegunaan OAINS dalam mengobati uveitis anterior endogen masih
belum dapat dibuktikan. Pemakaian OAINS yang lama dapat
mengakibatkan komplikasi seperti ulkus peptikum, perdarahan
traktus digestivus, nefrotoksik dan hepatotoksik.
c. Kortikosteroid
Merupakan terapi utama pada uveitis. Digunakan pada inflamasi
yang berat. Namun, karena efek sampingnya yang potensial,
pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi yang spesifik,
seperti pengobatan inflamasi aktif di mata dan mengurangi
ntraocula inflamasi di retina, koroid dan N. Optik
d. Imunomodulator
Terapi imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang
mengancam penglihatan yang sudah tidak beresponsif terhadap
kortikosteroid. Imunomodulator bekerja dengan cara membunuh
sel limfoid yang membelah dengan cepat akibat reaksi inflamasi.
Indikasi digunakannya imunomodulator adalah :
Inflamasi ntraocular yang mengancam penglihatan pasien
Gagal dengan terapi kortikosteroid
Kontra indikasi terhadap kortikosteroid
Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar dipastikan
bahwa uveitis pasien tidak disebabkan infeksi, atau infeksi di
tempat lain, atau kelainan hepar atau kelainan darah. Dan, sebelum
dilakukan informed concent.
8. Komplikasi
Apabila uveitis tidak mendapatkan pengobatan maka dapat terjadi
komplikasi berupa:
a) Glaukoma, peninggian tekanan bola mata.
b) Katarak.
c) Neovaskularisasi.
d) Ablatio retina.
e) Kerusakan nervus optikus.
f) Atropi bola mata.
Namun terkadang peninggian tekanan bola mata dan katarak dapat muncul
pada sebagian pasien yang telah mendapatkan pengobatan, tetapi hal ini
dapat diatasi dengan terapi obat-obatan ataupun operasi. Komplikasi yang
lain dapat muncul namun tidak selalu ada pada pasien dengan uveitis,
komplikasi ini dapat dicegah dengan pemberian terapi yang sesuai untuk
penderita uveitis.
9. Prognosis
Pada uveitis anterior gejala klinis dapat hilang selama beberapa hari
hingga beberapa minggu dengan pengobatan, tetapi sering terjadi
kekambuhan. Pada uveitis posterior, reaksi inflamasi dapat berlangsung
selama beberapa bulan hingga tahunan dan juga dapat menyebabkan
kelainan penglihatan walaupun telah diberikan pengobatan.
B.1 Uveitis Anterior
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan
akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat
gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridisiklitis dapat merupakan suatu manifestasi
klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea
anterior. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain,
yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata.
Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik; penyakit sistemik yang
berhubungan dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondilitis, sindrom Reiter,
penyakit crohn’s, Psoriasis, herpes zoster/ herpes simpleks, sifilis, penyakit lyme,
inflammatory bowel disease; Juvenile idiopathic arthritis; Sarcoidosis, trauma
dan infeksi.
Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti
suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai
reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan
tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi
merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen)
atau antigen dari dalam badan (antigen endogen).Dalam banyak hal antigen luar
berasal dari mikroba yang infeksius .Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea
terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme
hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier sehingga
terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak
pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan
untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-
perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior).
Gambar 4. Uvea
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel
kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe
nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga
pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel
radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis
dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio
maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak
dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam camera okuli
posterior lebih besar dari tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris
tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe (Bombans).
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan
tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat
berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal
schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder.Pada fase akut terjadi glaucoma
sekunder karena gumpalan – gumpalan pada sudut bilik depan,sedang pada fase
lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil.Naik turunnya bola
mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin.
Klasifikasi Uveitis Anterior
Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu
granulomatosa dan non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya
tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap
terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas.
Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris.
Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma
dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat dapat
terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.
Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif
ke jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau
Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis
etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai
sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat
kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di
daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama
terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat
ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan
kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan
granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab
spesifik lainnya.
Perbedaan uveitis granulomatosa dan non granulomatosa
Non granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Sakit Nyata Tidak ada atau ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan kabur Sedang Nyata
Merah sirkumkorneal Nyata Ringan
Perisipitat keratik Putih halus Kelabu besar
Pupil Kecil dan tak
teratur
Kecil dan tak teratur
Synechia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Nodul iris Kadang-kadang Kadang-kadang
Tempat Uvea anterior Uvea posterior dan posterior
Perjalanan Akut Menahun
Rekurens Sering Kadang-kadang
MANIFESTASI KLINIS
Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri , terutama di
bulbus okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit
kepala di kening yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat
demikian hebat pada uveitis anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya
sebanding dengan derajat fotofobia, gangguan visus dan bersifat unilateral.
Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku bangsa penting
untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah diagnosis uveitis tertentu.
Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah adanya hewan peliharaan seperti
anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan daging atau sayuran yang tidak dimasak
termasuk hamburger mentah. Hubungan seks diluar nikah untuk menduga kemungkinan
terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan obat-obatan untuk penyakit tertentu atau
narkoba (intravenous drug induced), serta kemungkinan tertular penyakit infeksi menular
(seperti Tbc) dan terdapatnya penyakit sistemik yang pernah diderita. Riwayat tentang
mata didapatkan apakah pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah mengalami
trauma tembus mata atau pembedahan.
Gambar 5. Uveitis anterior granulomatosa dengan sejumlah nodul busacca pada permukaan iris dan beberapa muttan fat keratik presipitat pada aspek inferior.
III. KESIMPULAN
1. Keratouveitis adalah istilah yang digunakan bila ada kombinasi keratitis
dan uveitis.
2. Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid)
dengan berbagai penyebabnya.
3. Bentuk uveitis paling sering adalah uveitis anterior akut atau iritis yang
umumnya unilateral dan ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia dan
penglihatan kabur, serta mata merah
4. Keratitis adalah suatu keadaan infeksi pada kornea yang dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus dan faktor imunologis.
5. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Sidarta, 2006. Uveitis. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.
Vaughan Daniel, 2000. Traktus Uvealis dan Sklera. Oftalmologi Umum. Wydia Medika. Jakarta
Reanz. 2009. Keratitis. http://www.makrofagku.co.cc/2009/01/keratitis.htmlHendra, Maijoni DKK. 2009. Uveitis.http:// blognyayoan.blogspot. com/2009/06/ css-mata-uveitis.html
Phil Hibbert. 2006. Keratouveitis. http://www.uveitis.net/patient/keratouveitis.php
S, iwan. 2008. Sistem PenglihatanKeratitis, Hordeulum, Blefaritis, keratitis, Konjuktivitis, Kekeruhan Lensa. http://cpddokter.com/home /index2.php?option= com_content&do_pdf=1&id=1685