4 hasil dan pembahasan - perpustakaan digital...
TRANSCRIPT
4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Pembuatan Nata-de-coco
Pada pembuatan nata-de-coco, digunakan air kelapa yang sebelumnya telah disaring dengan
kain kasa untuk membersihkan air kelapa dari sisa-sisa kotoran dan sisa kulit kelapa yang
ada di dalamnya. Setelah itu, air kelapa dipanaskan untuk mensterilisasi air kelapa dari
mikroorganisme, seperti jamur dan bakteri lalu ditambahkan gula pasir, amonium sulfat, dan
asam asetat glasial. Gula pasir berguna untuk sumber makanan tambahan dan sumber karbon
bagi bakteri Acetobacter xylinum. Amonium sulfat berguna untuk sumber nitrogen bagi
pertumbuhan bakteri sedangkan asam asetat untuk mengatur pH pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum, yaitu sekitar pH 5.
Setelah campuran mendidih dan larut sempurna, dalam keadaan masih panas, sebagian
larutan dimasukkan ke wadah plastik sedangkan sisanya disimpan dalam botol untuk starter
dan ditutup dengan kertas untuk mencegah kontaminasi dengan bakteri luar. Sebelum
dimasukkan starter bakteri Acetobacter xylinum, campuran perlu didiamkan hingga
temperatur kamar dan keasaman harus dijaga tetap pada sekitar pH 5. Hal ini bertujuan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan bakteri penghasil nata karena temperatur optimum
Acetobacter xylinum adalah sekitar 25-30 oC dan pH optimumnya antara pH 5,4 - 6,2
(Krystynowicz et al., 2005). Penambahan starter tersebut dilakukan dengan metode aseptik
untuk menjaga larutan tetap dalam keadaan steril. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan
kekeruhan setelah dilakukan inkubasi, dengan diikuti oleh pembentukan lapisan transparan
berwarna putih di permukaan medium, yang merupakan gel nata-de-coco yang telah
terbentuk.
Pada pembuatan nata-de-coco ini, fermentasi dilakukan dengan inkubasi selama 4 hari dan
tidak boleh digoyang supaya dihasilkan pembentukan gel nata-de-coco yang baik. Gel yang
terbentuk disebut pellicle. Ketebalan pellicle bergantung pada masa pertumbuhan mikroba.
Semakin lama pendiaman proses fermentasi maka gel yang dihasilkan akan semakin tebal.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses pembentukan nata-de-coco, sangat
berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum, di antaranya adalah dipengaruhi oleh sumber nutrisi bakteri (sumber nitrogen dan
karbon), temperatur ruangan selama fermentasi, tingkat keasaman medium (pH), dan
oksigen. Selain itu diperlukan juga ketelitian dan sterilitas alat dalam proses pembuatannya.
Proses terbentuknya pellicle merupakan rangkaian aktivitas bakteri Acetobacter xylinum,
yang merupakan bakteri paling subur penghasil selulosa dengan menggunakan nutrien dalam
medium air kelapa dan gula pasir berupa glukosa. Secara unik, barisan pori-pori dalam
bakteri, mengeluarkan kristal-kristal kecil rantai glukosa yang kemudian bersatu ke dalam
mikrofibril. Sekumpulan mikrofibril tersebut mengakibatkan suatu susunan, yang
membentuk pita (ribbon). Seiring waktu, pita ini menunjukkan sel Acetobacter xylinum yang
menghasilkan suatu rantai selulosa (Gambar 4.1).
Gambar 4. 1 Pembentukan selulosa dari sel bakteri Acetobacter xylinum
Mekanisme pembentukan selulosa bakteri nata-de-coco terdiri dari tiga tahap reaksi. Tahap
pertama adalah hidrolisis kandungan utama gula pasir, yaitu sukrosa yang menghasilkan
fruktosa dan glukosa. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
O
OH
OH
OH
CH2OH
CH2OHOH
OHO
OHOCH2
CH2OH
CH2OH
OH
OH
OHO
O
OH OH
OH
OH
CH2OH
+enzim sukrase
+ H2O
Sukrosa β-D-fruktosa α-D-glukosa
Gambar 4. 2 Reaksi hidrolisis sukrosa
Pada Gambar 4.2, sukrosa dihidrolisis dengan menggunakan enzim sukrase atau enzim
invertase, yaitu suatu jenis protein yang berperan sebagai katalis dalam pengubahan sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa (Poedjiadi, 1994).
32
Tahap kedua adalah reaksi perubahan intramolekular α-D-glukosa menjadi β-D-glukosa
dengan menggunakan enzim isomerase yang terdapat pada bakteri Acetobacter xylinum.
Proses pengubahan ini disebabkan glukosa yang berperan dalam pembentukan selulosa
adalah glukosa dalam bentuk β (Gambar 4.3).
O
OH OH
OH
OH
CH2OH
O
OH
OH
OH
OH
CH2OH
enzim isomerase
α-D-glukosa β-D-glukosa
Gambar 4. 3 Reaksi perubahan α-D-glukosa menjadi β-D-glukosa
Tahap ketiga adalah reaksi intermolekul glukosa melalui ikatan 1,4 β-glikosida (Gambar
4.4).
O
OH
OH
OH
OH
CH2OH
+
O
OH
OH
OH
OH
CH2OHO
OH
O
OH
OH
CH2OH
O
OH
OH
CH2OH
OH
β-D-glukosa β-D-glukosa ikatan 1,4-β-glikosida
Gambar 4. 4 Reaksi pembentukan ikatan 1,4-β-glikosida
Tahap keempat yang merupakan tahap terakhir adalah reaksi polimerisasi. Reaksi
polimerisasi ini merupakan reaksi pembentukan selulosa bakteri nata-de-coco, dengan unit
ulangnya adalah selobiosa. Jenis polimerisasinya adalah polimerisasi kondensasi, dengan
mengeliminasi air (Gambar 4.5).
O
OH
O
OH
OH
CH2OH
O
OH
OH
CH2OH
OHpolimerisasi
O
O
O
OH
OH
CH2OH
O
OH
OH
CH2OHO
O
OH
OH
CH2OH
+ H2O
ikatan 1,4-β-glikosida selulosa (unit ulang selobiosa)
Gambar 4. 5 Reaksi pembentukan selulosa bakteri nata-de-coco
33
34
4.2 Proses Pencucian Nata-de-coco
Gel nata-de-coco yang terbentuk lalu dicuci dengan air mendidih untuk membersihkan
permukaan gel tersebut dari sisa-sisa komponen medium. Proses pencucian lalu dilanjutkan
dengan membandingkan dua metode pencucian. Kedua metode ini bertujuan untuk
membersihkan membran dari mikroorganisme, bakteri yang masih menempel pada
permukaan membran sehingga menghalangi ikatan hidrogen antar rantai molekul glukosa.
Metode pertama dilakukan dengan menggunakan larutan basa NaOH 1 % (w/v) dan asam
asetat glasial 1% (v/v). Pada penelitian sebelumnya, hasil pencucian dengan metode ini telah
dibuktikan dapat membersihkan membran dengan efektif sehingga membran nata-de-coco
dapat digunakan sebagai studi lanjut untuk proses pembuatan membran selulosa asetat, yang
dapat berfungsi sebagai membran pemisah ultrafiltrasi (Yuliani, 2006).
Dengan menggunakan metode pertama sebagai pembanding, dilakukan metode kedua, yaitu
pencucian membran nata-de-coco dengan menggunakan ultrasonik pada 3 variasi waktu, 0,5,
1, dan 1,5 jam. Sehari-hari, alat ultrasonik banyak digunakan untuk mencuci berbagai alat
dan komponen, seperti perhiasan, jam, alat-alat optik, alat elektronik, dan lain-lain. Prinsip
kerja alat ultrasonik adalah dengan memanfaatkan vibrasi dari gelombang ultrasound.
Vibrasi ultrasonik ini ditransmisikan melalui alat transduser, yang terhubung dengan
kontainer cairan untuk membersihkan suatu komponen. Transduser tersebut akan mendapat
signal untuk mengaktifkan gelombang ultrasonik dalam air secara elektronik. Mekanisme
utama dari pembersihan dengan ultrasonik adalah pertama-tama kontainer yang berisi cairan
akan mengalami pergerakan sehingga timbul gelembung-gelembung kecil yang semakin
lama semakin besar. Gelembung-gelembung tersebut lalu pecah akibat vibrasi gelombang
ultrasonik. Pemecahan gelembung yang semakin besar, akan menghasilkan gelombang
dengan tekanan tinggi dan memecahkan tegangan permukaan cairan sehingga dapat
memisahkan dan mengangkat kotoran-kotoran serta kontaminan pada permukaan komponen
(Moulson et al., 2003).
Pada penelitian ini, membran nata-de-coco dicuci ke dalam alat ultrasonik yang berisi air
sehingga dapat meminimalkan penggunaan zat-zat kimia. Metode ultrasonik ini diharapkan
dapat memberikan kemurnian selulosa yang sama baiknya dengan perendaman dalam basa,
bahkan diharapkan menghasilkan membran yang lebih efektif. Setelah dilakukan pencucian,
gel nata-de-coco ditekan menggunakan alat hydraulic press. Perlakuan ini bertujuan untuk
mendapatkan film tipis nata-de-coco yang homogen dan siap digunakan untuk proses
karakterisasi.
4.3 Pengukuran Permeabilitas Air
Sebelum membran nata-de-coco dikarakterisasi dengan menggunakan alat sel filtrasi,
membran dikompaksi terlebih dulu selama 30 menit pada tekanan 2 bar untuk
menghomogenkan dan memadatkan pori membran. Pengukuran permeabilitas air dilakukan
setiap 5 menit hingga diperoleh nilai fluks yang konstan. Hasil pengukuran fluks air dengan
metode pencucian basa dan variasi waktu ultrasonik adalah sebagai berikut :
0
5
10
15
20
25
30
0 10 20 30 40
t (menit)
J (L
/m2 ja
m)
Ultrasonik 0,5 jamUltrasonik 1 jamUltrasonik 1,5 jamBasa
Gambar 4. 6 Pengaruh metode pencucian membran yang berbeda terhadap fluks air
Pada Gambar 4.6, dapat dilihat bahwa nilai fluks air yang paling tinggi adalah nilai fluks
membran hasil pencucian basa. Nilai fluks ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan
membran hasil pencucian dengan ultrasonik selama 1 jam sedangkan nilai fluks yang paling
rendah ditunjukkan oleh membran hasil pencucian ultrasonik selama 1,5 jam.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan persamaan Hagen-Poiseuille (asumsi semua pori
memiliki jari-jari yang sama) :
J = xPr∆∆
τηε8
2
............................................................................(4.1)
Persamaan ini dengan ε sama dengan np (jumlah pori) dikalikan luas pori dan dibagi dengan
luas membran (ε = np π r2/Am), menunjukkan bahwa nilai fluks sebanding dengan gaya
dorong tekanan (∆P), berbanding terbalik dengan ketebalan membran (∆x),dan viskositas (η)
(Mulder, 1996). Jadi, seharusnya, membran dengan ketebalan paling tipis, memiliki nilai
fluks yang paling tinggi. Namun, hasil penelitian tidak menunjukkan hal demikian (Tabel
4.1).
35
36
Tabel 4. 1 Pengaruh metode pencucian membran terhadap ketebalan dan nilai fluks
Perlakuan pencucian d (mm) J (L/m2 jam)
Basa 0,06 ± 0,02 27,01 ± 12,75
Ultrasonik 0,5 jam 0,03 ± 0,01 14,98 ± 6,58
Ultrasonik 1 jam 0,05 ± 0,00 26,09 ± 5,38
Ultrasonik 1,5 jam 0,08 ± 0,03 6,00 ± 2,56
Tabel 4.1 menunjukkan ketebalan membran yang berbeda-beda pada tiap perlakuan
pencucian, walaupun kondisi awal dijaga konstan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
semakin lama waktu pencucian dengan ultrasonik maka permukaan membran akan semakin
mengkerut dan semakin diperoleh permukaan dengan tekstur tebal dan kasar. Oleh karena
itu, membran dengan pencucian ultrasonik selama 1,5 jam, memberikan ketebalan yang
paling besar, yaitu 0,08 mm.
Dari nilai fluks yang diperoleh, dapat terlihat bahwa membran hasil pencucian dengan
ultrasonik 0,5 jam, yang paling tipis, ternyata tidak memberikan nilai fluks yang paling
tinggi. Hal ini disebabkan ukuran pori membran hasil pencucian ultrasonik selama 0,5 jam
yang lebih rapat dan lebih kecil dibandingkan dengan membran hasil perlakuan pencucian
yang lain.
4.4 Pengukuran Permeabilitas Dekstran
Nilai fluks dekstran diperoleh berdasarkan pengukuran permeabilitas dekstran yang
dilakukan dengan cara yang sama seperti pengukuran permeabilitas air, hanya larutan umpan
diganti menjadi larutan dekstran. Dekstran merupakan polisakarida linier yang larut dalam
air. Polimer linier ini mampu menyesuaikan orientasi rantainya melewati pori membran,
seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.7. Hal ini berbeda jika digunakan larutan umpan
berupa molekul protein dalam larutan yang berbentuk globular dengan ikatan hidrogen kuat.
Molekul globular ini tidak dapat menyesuaikan bentuk saat melewati pori membran sehingga
dengan mudah dapat terejeksi oleh membran. Oleh karena itu, molekul globular protein
dengan berat molekul yang sama dengan dekstran linier, akan memiliki nilai fluks lebih
rendah dan nilai rejeksi lebih tinggi (Baker, 2004). Pada penelitian ini, digunakan tiga
larutan dekstran dengan berat molekul yang berbeda, yaitu dekstran T-70 (Mw = 70.000
Dalton), dekstran T-500 (Mw = 500.000 Dalton), dan dekstran T-2000 (Mw = 2000.000
Dalton).
Gambar 4. 7 Ilustrasi larutan dekstran linier dan molekul globular protein melewati
membran (Baker, 2004)
Pengukuran fluks berguna untuk mengukur banyaknya spesi tertentu yang dapat melewati
membran sehingga terjadi proses pemisahan yang efektif. Pada Tabel 4.2, dapat dilihat
bahwa nilai fluks dekstran yang baik terdapat pada membran hasil pencucian basa dan
membran hasil pencucian ultrasonik selama 1 jam. Hal ini disebabkan, pada kedua metode
pencucian tersebut, membran dapat memberikan perbedaan nilai fluks yang signifikan antara
ketiga larutan dekstran yang berbeda berat molekulnya sedangkan pada membran hasil
pencucian ultrasonik selama 0,5 jam dan 1,5 jam, tidak memberikan perbedaan nilai fluks
yang berarti ketika dilakukan pengujian dengan ketiga larutan dekstran yang berbeda (Tabel
4.2).
Tabel 4. 2 Data nilai fluks membran dari dekstran T-70, T-500, dan T-2000
Ultrasonik
0,5 jam
Ultrasonik
1 jam
Ultrasonik
1,5 jam
Basa
Dekstran (Dalton) J (L/m2 jam) J (L/m2 jam) J (L/m2 jam) J (L/m2 jam)
70.000 8,81 23,24 3,06 19,16
500.000 8,44 17,12 2,83 15,70
2.000.000 7,58 12,43 2,45 10,80
37
Gambar 4.8, menunjukkan bahwa waktu pencucian ultrasonik akan mempengaruhi nilai
fluks membran. Membran hasil pencucian ultrasonik selama 0,5 dan 1,5 jam, memberikan
nilai fluks dekstran yang rendah sedangkan membran hasil pencucian ultrasonik selama 1
jam memberikan nilai fluks dekstran paling tinggi dan paling mendekati dengan nilai fluks
membran hasil pencucian basa. Faktor penyebabnya dapat dilihat dari analisa morfologi
membran, yang menunjukkan bahwa membran hasil pencucian ultrasonik selama 0,5 jam
memiliki struktur membran yang rapat dan membran hasil pencucian ultrasonik selama 1,5
memiliki struktur membran yang tebal dan kasar sehingga nilai fluks yang diperoleh kedua
membran tersebut rendah. Nilai fluks paling tinggi diperoleh membran hasil pencucian
ultrasonik selama 1 jam karena struktur membran tersebut lebih renggang dibandingkan
dengan kedua membran yang lain.
0
5
10
15
20
25
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0
waktu pencucian, t (jam)
J (L
/m2 ja
m)
Dekstran T-70Dekstran T-500Dekstran T-2000
Gambar 4. 8 Pengaruh nilai fluks membran terhadap waktu pencucian dengan ultrasonik
Perbedaan struktur membran ini disebabkan oleh perlakuan waktu pencucian dengan
ultrasonik. Awalnya, pencucian membran dengan ultrasonik selama 0,5 jam, akan
menyebabkan bakteri yang masih menempel pada membran lisis atau pecah akibat vibrasi
dari alat ultrasonik. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya kemurnian selulosa sehingga
ikatan antar rantai semakin kuat dan struktur semakin rapat. Penambahan waktu pencucian
hingga 1 jam, menyebabkan adanya serat-serat membran yang mulai merenggang sehingga
hal ini yang menyebabkan membran hasil pencucian ultrasonik selama 1 jam, memberikan
nilai fluks paling tinggi. Semakin lama pencucian dengan ultrasonik, hingga 1,5 jam,
menyebabkan serat-serat antar rantai selulosa menjadi tidak beraturan. Hal ini disebabkan
vibrasi dari alat ultrasonik dengan waktu yang semakin lama, akan memberikan energi
getaran yang lebih tinggi sehingga dapat terjadi degradasi mekanik pada membran.
38
4.5 Pengukuran Nilai Rejeksi
Nilai rejeksi menunjukkan kemampuan suatu membran dalam menahan suatu spesi tertentu.
Hasil penentuan persen rejeksi membran pencucian basa dan variasi waktu ultrasonik, dapat
ditunjukkan pada Gambar 4.9.
0
1020
30
40
5060
70
4 5 6 7log berat molekul dekstran (Dalton)
%R
Ultrasonik 0,5 jamUltrasonik 1 jamUltrasonik 1,5 jamBasa
Gambar 4. 9 Pengaruh metode pencucian membran terhadap persen rejeksi
Ukuran pori membran hasil pencucian ultrasonik selama 0,5 jam yang lebih kecil
dibandingkan yang lain dan struktur membran yang rapat, menyebabkan nilai rejeksi yang
paling baik diberikan pada membran tersebut. Dari grafik log berat molekul dekstran
terhadap persen rejeksi ini, tidak diperoleh niai MWCO (Molecular Weight Cut Off ), yaitu
nilai yang menunjukkan suatu batasan nilai berat molekul yang dapat ditahan oleh membran
dan nilai ini hanya dapat ditentukan jika nilai rejeksi mencapai 90 %. Hal ini disebabkan
pada penelitian ini, didapat hasil sintesis membran nata-de-coco dengan ukuran pori yang
besar sehingga untuk mendapatkan nilai MWCO, perlu digunakan senyawa standar lain
dengan berat molekul lebih besar dari 2000.000 Dalton.
Tabel 4. 3 Data persen rejeksi dari dekstran T-70, T-500, dan T-2000
Ultrasonik
0,5 jam Ultrasonik
1 jam Ultrasonik 1,5
jam Basa
Dekstran (Dalton) %R %R %R %R
70.000 43,28 38,25 36,50 28,72
500.000 49,41 45,62 44,56 46,49
2.000.000 53,91 53,60 53,74 49,42
39
Pada Tabel 4.3, dapat terlihat bahwa nilai rejeksi pada tiap metode pencucian, tidak
memberikan perbedaan nilai yang jauh berbeda. Berdasarkan nilai rejeksi yang diperoleh,
membran nata-de-coco hasil penelitian ini dapat dikelompokkan sebagai membran
mikrofiltrasi.
4.6 Kekuatan Mekanik Membran
Pengujian kekuatan mekanik pada membran, dilakukan melalui uji tarik. Dari uji tarik ini
akan diperoleh data kekuatan tarik (stress), regangan (strain), dan modulus elastis Young.
Modulus elastis Young merupakan ukuran ketahanan deformasi suatu membran, yang
didapat dari hasil pengukuran tegangan (σ), dibagi dengan regangan (strain) atau elongasi.
Tabel 4. 4 Data uji tarik membran
Stress (MPa) Strain (%) Modulus Young (MPa)
Basa 86,59 5,49 2769,77
Ultrasonik 0,5 jam 47,29 2,08 2656,2
Ultrasonik 1 jam 60,50 5,07 3143,97
Ultrasonik 1,5 jam 28,37 5,81 605,09
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa membran hasil pencucian ultrasonik selama 1 jam memiliki
kekuatan mekanik yang paling baik Hal ini dapat terlihat dari nilai Modulus Young yang
paling tinggi. Lamanya pencucian dengan ultrasonik (1,5 jam), menyebabkan kekuatan
mekanik membran menurun, yang menunjukkan membran semakin rapuh.
Hasil ini disebabkan pencucian dengan ultrasonik dapat mendegradasi suatu polimer, seperti
selulosa (Schnabel, 1981). Degradasi yang dapat terjadi adalah degradasi mekanik.
Degradasi ini terjadi akibat adanya inisiasi mekanik disertai dengan pemutusan rantai pada
polimer. Pengkerutan atau berlipatnya rantai inter dan intramolekular dapat menyebabkan
regangan (stretching) sebagian makromolekul, yang dapat menyebabkan pemutusan rantai.
Pemutusan ikatan dapat terjadi jika terdapat energi yang cukup terkonsentrasi dalam segmen
tertentu makromolekul, sebagai akibat ketidakhomogenan distribusi tegangan dalam molekul
(Schnabel, 1981). Alat ultrasonik memberikan inisiasi mekanik berupa gelombang kejut
yang digunakan selama proses pencucian. Hal ini dapat menyebabkan putusnya ikatan
dalam rantai selulosa sehingga kekuatan mekanik membran menurun.
40
41
Dalam pengaruh mekanik, suatu polimer linier diperpanjang dalam arah tegangan sehingga
ikatan yang berada di tengah rantai menjadi tegang, sementara bagian polimer yang lain
tidak berpengaruh (Schnabel, 1981). Pembuktian berubah atau tidaknya konformasi dari
struktur polimer tersebut, dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektroskopi 13C-
NMR (Clasen, 2001). Semakin lama molekul berada dalam keadaan tereksitasi secara
mekanik (keadaan tegang) maka pemutusan ikatan akan lebih cepat terjadi (Schnabel, 1981).
Hasil pengamatan pada membran dengan pencucian ultrasonik selama 1,5 jam, menunjukkan
permukaan membran yang berkerut dan menebal di bagian tengahnya serta bertekstur kasar
sedangkan pada membran hasil pencucian ultrasonik selama 0,5 dan 1 jam, tidak
menunjukkan hal tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa membran dengan
pencucian ultrasonik terlalu lama dapat menyebabkan degradasi mekanik hingga terjadinya
penurunan kekuatan mekanik akibat adanya ikatan rantai polimer yang terputus. Ikatan rantai
polimer yang terputus tersebut akan menyebabkan penurunan berat molekul membran.
Penentuan berat molekul dan distribusi berat molekul suatu polimer yang memiliki
kekentalan tinggi seperti selulosa (nata de coco), dapat dilakukan dengan menggunakan
metode light scattering. Metode light scattering ini sangat baik digunakan untuk polimer
dengan berat molekul yang besar karena jumlah scattered light dari larutan polimer, akan
meningkat seiring dengan penambahan berat molekul sehingga pengukuran akan lebih
akurat. Batas berat molekul untuk pengukuran suatu polimer dengan metode ini adalah pada
rentang 5000-10.000, di bawah batas tersebut, jumlah scattered light terlalu kecil untuk
diukur secara akurat.
4.7 Analisa Morfologi Membran
Analisa morfologi dilakukan pada penampang lintang dan permukaan membran dengan
menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Oleh karena ketebalan membran yang
berbeda-beda pada tiap metode pencucian maka pada analisa SEM ini, perlu digunakan
perbesaran yang berbeda pada pemotretan bentuk lintang penampang membran untuk
memfokuskan dan mengoptimalkan gambar yang diperoleh.
(a)Penampang lintang dengan perbesaran 300x (b)Permukaan dengan perbesaran 5000x
Gambar 4. 10 Morfologi membran nata-de-coco
(a)Penampang lintang dengan perbesaran 2000x (b)Permukaan dengan perbesaran 5000x
Gambar 4. 11 Morfologi membran hasil pencucian dengan basa
Dari Gambar 4.11, dapat dilihat serat-serat halus selulosa pembentuk membran nata-de-coco
pada permukaan dan penampang lintang membran. Membran nata-de-coco ini memiliki
struktur berlapis-lapis yang rapat dan bersifat hidrofil. Morfologi membran hasil pencucian
dengan basa, menunjukkan struktur membran yang lebih rapat dibandingkan dengan
membran tanpa perlakuan pencucian. Hal ini menunjukkan bahwa pencucian dengan basa
dapat meningkatkan kemurnian selulosa sehingga ikatan hidrogen antar rantai selulosa
semakin kuat dan struktur menjadi lebih rapat. Analisa morfologi membran dengan
pencucian menggunakan variasi waktu ultrasonik Gambar 4.12 sampai dengan 4.14,
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pencucian membran dengan menggunakan
ultrasonik, akan menyebabkan morfologi penampang lintang membran semakin rapat dan
semakin bertekstur kasar.
42
(a)Penampang lintang dengan perbesaran 1000x (b)Permukaan dengan perbesaran 5000x
Gambar 4. 12 Morfologi membran hasil pencucian dengan ultrasonik 0,5 jam
(a)Penampang lintang dengan perbesaran 2000x (b)Permukaan dengan perbesaran 5000x
Gambar 4. 13 Morfologi membran hasil pencucian dengan ultrasonik 1 jam
(a)Penampang lintang dengan perbesaran 1500x (b)Permukaan dengan perbesaran 5000x
Gambar 4. 14 Morfologi membran hasil pencucian dengan ultrasonik 1,5 jam
43
44
Gambar 4.12 menunjukkan membran hasil pencucian dengan ultrasonik selama 0,5 jam,
memiliki bentuk penampang lintang yang sangat tipis dengan permukaan membran yang
tersusun dari serat-serat yang rapat. Hal ini menunjukkan bahwa membran tersebut sangat
tipis namun berstruktur rapat sehingga walaupun tipis, membran tersebut memiliki nilai fluks
rendah. Pada membran hasil pencucian dengan ultrasonik selama 1 jam (Gambar 4.13),
dapat terlihat bentuk penampang lintang membran yang lebih tebal dan serat-serat pada
permukaan membran yang mulai merenggang, lebih tidak rapat dibandingkan membran hasil
pencucian ultrasonik selama 0,5 jam. Hal ini yang menyebabkan nilai fluks membran lebih
tinggi walaupun membran tersebut lebih tebal. Pada membran hasil pencucian dengan
ultrasonik selama 1,5 jam (Gambar 4.14), terlihat bahwa bentuk penampang lintang
membran semakin tebal, lapisan (lamela) membran bergelombang, mengkerut, dan menebal
di bagian tertentu. Pada permukaan membran terlihat serat-serat selulosa yang semakin tidak
beraturan, yang kemungkinan disebabkan terjadinya degradasi mekanik pada membran
tersebut akibat terlalu lama pencucian dalam alat ultrasonik.
Dari analisa SEM, membran nata-de-coco dapat dikelompokkan dalam membran simetris.
Pembentukan membran simetris ini terjadi akibat proses pembuatan membran nata-de-coco
melalui pertumbuhan selulosa di permukaan medium saat fermentasi oleh bakteri
Acetobacter xylinum.