3.7 spip otorisasi atas transaksi dan kejadian penting

30

Click here to load reader

Upload: abahutik

Post on 18-Nov-2015

336 views

Category:

Documents


98 download

DESCRIPTION

SPIPUnsur 3: Kegiatan PengendalianSub Unsur 7: Otorisasi Atas Transaksi Dan Kejadian Penting

TRANSCRIPT

  • BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

    PEDOMAN TEKNISPENYELENGGARAAN SPIP

    SUB UNSUROTORISASI ATAS TRANSAKSI DAN

    KEJADIAN YANG PENTING(3.7)

    NOMOR : PER-1326/K/LB/2009TANGGAL : 7 DESEMBER 2009

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting i

    KATA PENGANTAR

    Pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern

    Pemerintah (SPIP) merupakan tanggung jawab Badan Pengawasan

    Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sesuai dengan

    pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang

    Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Pembinaan ini

    dimaksudkan untuk memperkuat dan menunjang efektivitas sistem

    pengendalian intern, yang menjadi tanggung jawab menteri/

    pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota sebagai

    penyelenggara sistem pengendalian intern di lingkungan masing-

    masing.

    Pembinaan penyelenggaraan SPIP yang menjadi tugas dan

    tanggung jawab BPKP tersebut meliputi :

    1. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;

    2. sosialisasi SPIP;

    3. pendidikan dan pelatihan SPIP;

    4. pembimbingan dan konsultasi SPIP; dan

    5. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern

    pemerintah.

    Kelima kegiatan dimaksud diarahkan dalam rangka penerapan

    unsur-unsur SPIP yaitu:

    1. lingkungan pengendalian;

    2. penilaian risiko;

    3. kegiatan pengendalian;

    4. informasi dan komunikasi; dan

    5. pemantauan pengendalian intern.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting ii

    Untuk memenuhi kebutuhan pedoman penyelenggaraan SPIP,

    BPKP telah menyusun Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan

    SPIP. Pedoman tersebut merupakan pedoman tentang hal-hal apa

    saja yang harus dibangun dan dilaksanakan dalam rangka

    penyelenggaraan SPIP. Lebih lanjut pedoman teknis tersebut

    dijabarkan ke dalam pedoman teknis penyelenggaraan masing-

    masing sub unsur pengendalian yang memberi petunjuk teknis

    mengenai bagaimana langkah-langkah harus dilaksanakan dalam

    menjalankan sub unsur SPIP.

    Pedoman ini dimaksudkan untuk dijadikan pedoman teknis

    penyelenggaraan sub unsur Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian

    yang Penting pada unsur Kegiatan Pengendalian. Pedoman ini

    disusun dengan tujuan agar tersedia standar acuan yang memberi

    arah bagi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam

    menyelenggarakan sistem pengendalian intern pada sub unsur

    Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting. Pedoman

    teknis ini juga dimaksudkan sebagai acuan bagi instansi pemerintah

    untuk menciptakan atau membangun infrastruktur yang harus ada

    dalam penerapan sub unsur dimaksud. Dalam penerapannya,

    pedoman ini dapat disesuaikan dengan karakteristik masing-masing

    instansi, yang dapat meliputi fungsi, sifat, tujuan, dan kompleksitas

    instansi tersebut.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting iii

    Pedoman ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

    masukan dan saran perbaikan dari pengguna pedoman ini, sangat

    diharapkan sebagai bahan penyempurnaan.

    Jakarta, Desember 2009

    Plt. Kepala,

    Kuswono Soeseno

    NIP 19500910 197511 1 001

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting iv

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ................................................................ i

    DAFTAR ISI ............................................................................... iv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ........................................................ 1

    B. Sistematika Pedoman ............................................. 2

    BAB II GAMBARAN UMUM

    A. Pengertian ............................................................... 3

    B. Tujuan dan Manfaat ................................................. 6

    C. Peraturan Perundang-undangan Terkait .................. 7

    D. Parameter Penerapan ............................................. 7

    BAB III LANGKAH PENERAPAN SUB UNSUR OTORISASI

    ATAS TRANSAKSI DAN YANG PENTING

    A. Tahap Persiapan....................................................... 9

    B. Tahap Pelaksanaan .................................................. 14

    C. Tahap Pelaporan....................................................... 17

    BAB IV PENUTUP

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Instansi pemerintah harus menetapkan kebijakan-

    kebijakan dan prosedur-prosedur untuk meminimalkan risiko,

    sehingga membantu memberi keyakinan yang memadai

    bahwa telah diterapkan kegiatan pengendalian yang relevan

    dan tepat untuk meminimalkan risiko. Salah satu kategori

    yang merupakan sub unsur kegiatan pengendalian adalah

    otorisasi atas transaksi dan kejadian penting.

    Guna mencegah berbagai risiko yang mungkin timbul dari

    pelaksanaan transaksi atau kejadian penting, harus dilakukan

    otorisasi sehingga hanya transaksi dan kejadian yang valid

    yang dijalankan sesuai kehendak manajemen. Seluruh

    transaksi dan kejadian penting yang terjadi harus mendapat

    persetujuan dari pejabat yang memiliki kewenangan.

    Di samping menandakan keabsahan dokumen, persetujuan

    pejabat tersebut menandakan bahwa transaksi yang terjadi

    benar-benar terkait dengan hak dan kewajiban instansi yang

    bersangkutan.

    Pedoman ini bertujuan untuk memberikan acuan teknis

    dalam mengembangkan dan melaksanakan kebijakan dan

    prosedur terkait otorisasi atas transaksi dan kejadian yang

    penting pada instansi pemerintah. Penerapan pedoman ini

    hendaknya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing

    instansi, baik pemerintah pusat maupun pemerintah

    provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan fungsi, sifat, tujuan

    dan kompleksitasnya.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 2

    B. Sistematika Pedoman

    Sistematika penyajian Pedoman Teknis Otorisasi atas

    Transaksi dan Kejadian yang Penting adalah sebagai berikut :

    Bab I Pendahuluan

    Bab ini menguraikan latar belakang perlunya

    pedoman ini dan sistematika pedoman.

    Bab II Gambaran Umum

    Bab ini menguraikan pengertian, maksud, tujuan,

    parameter penerapan, serta peraturan terkait.

    Bab III Langkah-Langkah Penyelenggaraan

    Bab ini menguraikan langkah-langkah yang perlu

    dilaksanakan dalam menyelenggarakan subunsur

    otorisasi atas transaksi dan kejadian yang

    penting, terdiri dari tahap persiapan,

    pelaksanaan, dan pelaporan.

    Bab IV Penutup

    Bab ini merupakan penutup, yang berisi hal-hal

    penting yang perlu diperhatikan kembali dan

    penjelasan atas penggunaan pedoman ini.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 3

    BAB II

    GAMBARAN UMUM

    A. Pengertian

    Kegiatan pengendalian merupakan kebijakan dan

    prosedur yang disusun untuk memberikan keyakinan bahwa

    petunjuk yang dibuat oleh manajemen telah dilaksanakan.

    Kebijakan dan prosedur ini memberikan keyakinan bahwa

    tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk

    mengurangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas. Untuk itu,

    kegiatan pengendalian harus dikembangkan pada kegiatan

    pokok instansi pemerintah dan didasarkan pada hasil

    penilaian risiko yang telah dilakukan. Hal ini juga berlaku bagi

    otorisasi sebagai salah satu sub unsur dari kegiatan

    pengendalian. Kebijakan dan prosedur terkait otorisasi harus

    dikembangkan atas kejadian dan transaksi penting dalam

    instansi pemerintah.

    Otorisasi adalah pelaksanaan kewenangan oleh pejabat

    tertentu di lingkungan pemerintah untuk mengizinkan atau

    tidak mengizinkan suatu tindakan di dalam lingkungan

    birokrasi pemerintah yang berakibat pada perubahan, baik

    yang secara hukum mengikat maupun yang tidak mengikat

    instansi pemerintah tersebut. Hal ini memberi makna bahwa

    otorisasi hanya dapat dikeluarkan oleh pejabat yang

    berwenang dan dikeluarkan dalam bentuk dokumen

    persetujuan, serta memiliki dampak bagi transaksi maupun

    pelaku transaksi itu sendiri.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 4

    Otorisasi pada prinsipnya dimaksudkan untuk meyakini

    hanya transaksi dan kejadian sah yang dijalankan sesuai

    dengan kebijakan yang ditetapkan manajemen. Mengotorisasi

    dan menjalankan transaksi atau kejadian penting hanya boleh

    dilakukan oleh pegawai yang ditunjuk dalam lingkup

    kewenangannya.

    Prosedur otorisasi harus didokumentasikan dan secara

    jelas dikomunikasikan kepada pimpinan dan pegawai.

    Prosedur otorisasi harus meliputi kondisi khusus dan

    persyaratan yang menjadi dasar otorisasi dibuat. Mengikuti

    ketentuan otorisasi berarti pegawai bertindak sesuai dengan

    arahan dan dalam batasan yang ditetapkan oleh manajemen.

    Otorisasi yang secara spesifik memuat kondisi dan

    syarat otorisasi dikomunikasikan secara jelas kepada

    pimpinan dan pegawai instansi pemerintah, dan adanya

    persyaratan otorisasi yang sejalan dengan arahan dan dalam

    batasan yang ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-

    undangan dan ketentuan pimpinan instansi pemerintah.

    Terdapat dua jenis otorisasi yang umumnya dilakukan

    dalam instansi pemerintah, yaitu:

    a. Otorisasi umum, yaitu otorisasi yang bersifat menyeluruh

    yang diterapkan pada tatanan organisasi dimana

    manajemen menetapkan kebijakan organisasi untuk diikuti.

    b. Otorisasi khusus, yaitu otorisasi yang berhubungan

    dengan transaksi individual yang bersifat lebih spesifik.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 5

    Oleh karena itu, kebijakan dan prosedur yang dibangun

    juga harus disesuaikan dengan lingkup otorisasi yang dicakup.

    Pada tingkatan otorisasi umum yang mencakup tatanan

    seluruh organisasi, kebijakan dan prosedur otorisasi bersifat

    umum. Setiap instansi pemerintah memiliki kebijakan dan

    prosedur otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting

    yang bersifat umum dan khusus bergantung pada karakteristik

    dan sifat barang/jasa yang dihasilkan.

    Transaksi dan kejadian yang penting dalam instansi

    pemerintah terkait dengan pengelolaan keuangan negara

    adalah kejadian yang timbul dalam penyelenggaraan tugas

    dan fungsi instansi pemerintah yang berdampak pada

    penerimaan dan pengeluaran keuangan negara

    (APBN/APBD). Transaksi dan kejadian yang penting

    dimaksud, terutama terdapat antara lain dalam pengelolaan

    SDM, pengelolaan uang dan barang/jasa, serta pengelolaan

    utang/piutang. Contoh kejadian penting adalah:

    a. Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun

    berjalan;

    b. Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh

    manajemen baru;

    c. Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada

    neraca;

    d. Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan;

    e. Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya

    pemogokan yang harus ditanggulangi pemerintah.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 6

    B. Tujuan dan Manfaat

    1. Tujuan

    Tujuan dari penerapan subunsur otorisasi atas

    transaksi dan kejadian yang penting adalah:

    a. terimplementasikannya prinsip bahwa pimpinan instansi

    pemerintah menetapkan dan mengomunikasikan syarat

    dan ketentuan otorisasi kepada pegawai;

    b. terwujudnya pengendalian yang dapat memberikan

    keyakinan bahwa hanya transaksi dan kejadian yang

    valid yang diproses dan dientri;

    c. terwujudnya pengendalian yang dapat memberikan

    keyakinan bahwa transaksi dan kejadian signifikan yang

    dientri adalah hanya yang telah diotorisasi dan

    dilaksanakan hanya oleh pegawai, sesuai dengan

    lingkup otoritasnya.

    2. Manfaat

    Manfaat yang dapat diperoleh organisasi dengan

    menerapkan subunsur otorisasi atas transaksi dan kejadian

    yang penting adalah :

    a. Adanya tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan;

    b. Adanya pengendalian atas aktivitas-aktivitas;

    c. Tidak terjadinya duplikasi tugas dan dokumen;

    d. Adanya wewenang untuk melakukan pekerjaan;

    e. Tidak terjadinya pemborosan yang dilakukan;

    f. Adanya instruksi yang jelas; dan

    g. Adanya upaya dukungan dalam penjagaan mutu produk

    dan layanan.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 7

    C. Peraturan Perundang-undangan Terkait

    1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

    Negara.

    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

    Perbendaharaan Negara.

    3. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

    Pengelolaan Keuangan Daerah.

    4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang

    Standar Akuntansi Pemerintahan.

    D. Parameter Penerapan

    Penerapan otorisasi atas transaksi dan kejadian yang

    penting terlihat dari adanya parameter sebagai berikut :

    1) Terdapat pengendalian untuk memberikan keyakinan

    bahwa hanya transaksi dan kejadian yang valid diproses

    dan dientri, sesuai dengan keputusan dan arahan pimpinan

    instansi pemerintah.

    2) Terdapat pengendalian untuk memastikan bahwa hanya

    transaksi dan kejadian signifikan yang dientri adalah yang

    telah diotorisasi dan dilaksanakan hanya oleh pegawai

    sesuai dengan lingkup otoritasnya.

    3) Otorisasi yang secara spesifik memuat kondisi dan syarat

    otorisasi dikomunikasikan secara jelas kepada pimpinan

    dan pegawai instansi pemerintah.

    4) Terdapat persyaratan otorisasi yang sejalan dengan arahan

    dan dalam batasan yang ditetapkan oleh ketentuan

    peraturan perundang-undangan dan ketentuan pimpinan

    instansi pemerintah.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 8

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 9

    BAB III

    LANGKAH PENERAPAN

    SUB UNSUR OTORISASI ATAS TRANSAKSI

    DAN KEJADIAN YANG PENTING

    Penerapan subunsur otorisasi atas transaksi dan kejadian yang

    penting pada dasarnya ditandai dengan adanya suatu kebijakan dan

    prosedur tentang tingkatan otorisasi. Pentingnya kebijakan dan

    prosedur ini harus dipahami oleh seluruh personil dan

    terimplementasi secara efektif dalam instansi pemerintah.

    Dalam bab ini, penerapan tersebut dikelompokkan dalam

    tiga tahap utama, yaitu:

    1. Tahap persiapan, merupakan penerapan yang ditujukan untuk

    memberikan pemahaman yang lebih baik atau kesadaran, serta

    pemetaan kebutuhan penerapan SPIP.

    2. Tahap pelaksanaan, merupakan langkah tindak lanjut atas hasil

    pemetaan, yang meliputi tahap pembangunan infrastruktur,

    internalisasi, dan pengembangan berkelanjutan.

    3. Tahap pelaporan, merupakan tahap pelaporan kegiatan

    penyelenggaraan SPIP

    Dalam pelaksanaannya, tahapan berikut langkah-langkahnya

    dapat dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan

    penyelenggaraan unsur/ subunsur lainnya. Langkah-langkah nyata

    dalam tiap tahapan implementasi dan beberapa contoh akan

    diuraikan pada bagian berikut ini.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 10

    A. Tahap Persiapan

    Tahap persiapan merupakan tahap awal dalam penerapan

    SPIP, yang berisikan berbagai kegiatan untuk mempersiapkan

    penyelenggaraan SPIP yang lebih terarah dan efektif. Kegiatan

    pada tahap ini adalah sebagai berikut:

    1. Penyiapan Peraturan, Rencana Kegiatan, dan SDM

    Tahap ini dimaksudkan untuk menyiapkan peraturan

    pelaksanaan penyelenggaraan SPIP di setiap kementerian

    atau lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (Pemda).

    Berdasarkan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan SPIP,

    selanjutnya instansi pemerintah membuat rencana

    penyelenggaraan, yang antara lain memuat:

    a. jadwal pelaksanaan kegiatan;

    b. waktu yang dibutuhkan;

    c. dana yang dibutuhkan; dan

    d. pihak-pihak yang terlibat.

    Berdasarkan peraturan tersebut, selanjutnya instansi

    pemerintah membentuk Satuan Tugas Penyelenggaraan SPIP

    (disingkat Satgas SPIP), yang diberi tugas untuk mengawal

    pelaksanaan penyelenggaraan SPIP, termasuk penerapan

    kebijakan, serta praktik pendelegasian wewenang dan

    tanggung jawab yang tepat. Satgas SPIP harus dipilih

    di antara pegawai yang kompeten dan memahami

    pengendalian intern serta risiko kegiatan instansi. Untuk itu,

    anggota Satgas SPIP terlebih dahulu diberi pelatihan tentang

    SPIP, khususnya subunsur terkait, agar dapat melaksanakan

    tugas dengan baik.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 11

    2. Pemahaman (Knowing)

    Tahap pemahaman merupakan langkah membangun

    pemahaman yang sama tentang otorisasi atas transaksi dan

    kejadian yang penting. Tahap ini bertujuan untuk membangun

    kesadaran (awareness building), yang meliputi segala usaha

    untuk membangun kesadaran dan keyakinan terhadap

    pentingnya kejelasan otorisasi atas suatu transaksi dan

    kewenangan yang dimiliki pejabat dan seluruh pegawai

    instansi pemerintah, sesuai dengan jenjang kepentingannya

    dalam suatu organisasi setelah diidentifikasinya risiko yang

    terkait dengan kegiatan otorisasi tersebut.

    Memberikan pemahaman secara mendalam kepada

    seluruh personil mengenai konsep otorisasi, serta fungsinya

    sebagai salah satu subunsur dalam unsur kegiatan

    pengendalian sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60

    Tahun 2008. Langkah pengomunikasian pentingnya otorisasi

    atas transaksi dan kejadian yang penting dapat dilakukan

    melalui sosialisasi awal, baik secara terpisah atau bersamaan

    dengan sosialisasi sub unsur SPIP lainnya.

    PP SPIP juga mensyaratkan instansi pemerintah untuk

    meyakinkan diri bahwa otorisasi yang secara spesifik memuat

    kondisi dan syarat otorisasi telah dikomunikasikan secara jelas

    kepada pimpinan dan pegawai instansi pemerintah. Untuk

    memenuhi hal tersebut, instansi pemerintah dapat

    memberikan pemahaman dengan beberapa pendekatan

    kegiatan antara lain:

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 12

    a. Sosialisasi tentang pentingnya pengamanan transaksi dan

    kejadian yang penting, melalui proses otorisasi serta kondisi

    dan syarat otorisasi. Sosialisasi dapat dilakukan melalui

    media komunikasi seperti ceramah, diskusi, seminar, rapat

    kerja, dan fokus grup.

    b. Website, media ini memiliki cakupan yang lebih luas, dengan

    tujuan transparansi kepada pemangku kepentingan.

    Pemuatan pedoman dan kebijakan otorisasi dalam website

    instansi pemerintah merupakan bagian dari proses

    membangun kesadaran akan pentingnya otorisasi atas

    transaksi dan kejadian yang penting.

    c. Akses ke jaringan, misalnya dengan menggunakan

    password yang harus dijawab dengan benar oleh pegawai,

    sebelum masuk ke dalam jaringan sebagai alat bantu

    melaksanakan prosedur otorisasi.

    Pemilihan media tersebut harus disesuaikan dengan

    kebutuhan, misalnya tidak semua kebijakan terkait otorisasi

    perlu diketahui oleh pihak lain secara luas. Jika informasi

    tersebut hanya untuk diketahui oleh pihak internal, tidak perlu

    menggunakan website, tetapi cukup menggunakan jaringan

    internal instansi.

    3. Pemetaan (Mapping)

    Setelah terbentuk pemahaman yang utuh, baik di level

    pimpinan maupun setiap pegawai terhadap otorisasi yang

    tepat, maka perlu dilakukan pemetaan atas keberadaan

    kebijakan dan prosedur sehubungan dengan otorisasi atas

    kejadian dan transaksi penting yang tepat. Selain pemetaan

    atas keberadaan kebijakan dan prosedur, pada tahap ini juga

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 13

    dilakukan pemetaan atas penerapan dari kebijakan dan

    prosedur tersebut. Melalui pemetaan ini akan diketahui kondisi

    yang ada serta infrastruktur yang perlu dibangun atau

    diperbaiki (area of improvement) guna membangun SPIP yang

    memadai.

    Pemetaan terhadap subunsur otorisasi atas transaksi

    dan kejadian yang penting dilakukan untuk memotret hal-hal

    sebagai berikut:

    a. Subunsur otorisasi atas transaksi dan kejadian yang

    penting telah didukung oleh peraturan dan juga kebijakan

    yang ada di instansi pemerintah masing-masing antara lain:

    1) Kebijakan tentang kewenangan pemberian otorisasi atas

    transaksi dengan jumlah tertentu.

    2) Kebijakan tentang kewenangan untuk pemberian

    otorisasi atas kejadian yang penting.

    3) Kebijakan tentang batasan transaksi dan kejadian

    penting yang dapat dientri.

    b. Peraturan/kebijakan yang ada dimaksud telah sesuai

    dengan dengan ketentuan sebagaimana diuraikan dalam

    Bab 2 point C.

    c. Subunsur otorisasi atas transaksi dan kejadian yang

    penting telah memiliki standard operating procedure (SOP)

    atau pedoman antara lain:

    1) Pedoman tentang pelaksanaan otorisasi atas transaksi

    dengan jumlah tertentu.

    2) Pedoman mengentri transaksi atau kejadian penting

    yang telah diotorisasi.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 14

    3) Pedoman pertanggungjawaban pelaksanaan otorisasi

    atas transaksi dengan jumlah tertentu.

    4) SOP atau pedoman tentang subunsur otorisasi atas

    transaksi dan kejadian yang penting dimaksud di atas

    telah sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang ada,

    misalnya pedoman tentang pelaksanaan otorisasi atas

    transaksi dengan jumlah tertentu telah sesuai dengan

    kebijakan tentang kewenangan pemberian otorisasi

    dengan jumlah tertentu.

    5) Kegiatan pelaksanaan otorisasi atas transaksi dengan

    jumlah tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan SOP

    atau pedoman dimaksud, misalnya pelaksanaan

    otorisasi atas transaksi dengan jumlah tertentu telah

    dilaksanakan oleh personil yang memiliki kewenangan

    tersebut atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan

    kewenangan tersebut.

    B. Tahap Pelaksanaan

    Tahap pelaksanaan terdiri dari tiga kegiatan besar, yaitu:

    membangun infrastruktur (kebijakan dan prosedur, serta

    pedoman) berdasarkan hasil pemetaan, kemudian

    menginternalisasikan atau menerapkan kebijakan yang telah

    dibangun ataupun disempurnakan tersebut. Setelah internalisasi

    atau penerapan ini berjalan perlu dilakukan pemeliharaan dan

    perbaikan terus menerus terhadap otorisasi yang baik agar

    sesuai dengan tujuan pengendalian intern yang diinginkan.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 15

    1. Membangun Infrastruktur (Norming)

    Pembangunan infrastruktur dilakukan setelah tahap

    pemetaan. Pembangunan infrastruktur dilaksanakan melalui

    penyusunan kebijakan dan prosedur sesuai dengan hasil

    identifikasi risiko. Dengan mempertimbangkan tujuan

    pengendalian dan area risiko, maka kebijakan dan prosedur

    yang diperlukan dalam membangun kegiatan pengendalian

    subunsur otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting

    antara lain :

    a. Kebijakan dan prosedur tentang kewenangan otorisasi atas

    transaksi dan kejadian penting mencakup otorisasi umum

    dan otorisasi khusus.

    b. Kebijakan dan prosedur tentang akses atas transaksi dan

    kejadian yang penting.

    c. Kebijakan dan prosedur tentang proses penyebaran

    kewenangan otorisasi umum dan khusus kepada seluruh

    pegawai instansi pemerintah yang bersangkutan.

    d. Kebijakan dan prosedur tentang dokumentasi atas

    transaksi dan kejadian penting yang divalidasi.

    2. Internalisasi (Forming)

    Tahap internalisasi adalah suatu proses untuk menjadikan

    infrastruktur menjadi bagian dari kegiatan operasional sehari-

    hari yang akan tercermin dalam penyelesaian pekerjaan dan

    pengambilan keputusan dalam instansi pemerintah.

    Langkah-langkah internalisasi yang perlu dilakukan

    adalah sebagai berikut:

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 16

    a. Mengadakan sosialisasi untuk membangun kesadaran agar

    kebijakan dan prosedur yang sudah dibangun dapat

    terimplementasi sebagaimana mestinya.

    b. Memberikan pengarahan secara rutin tentang pentingnya

    otorisasi atas transaksi sebelum diproses dan dientri.

    c. Membahas dalam rapat-rapat rutin tentang pelaksanaan

    otorisasi atas transaksi dan kejadian penting.

    d. Melaksanakan kebijakan dan prosedur yang sudah

    dibangun dalam kegiatan operasional dan pengambilan

    keputusan sehari-hari.

    3. Pengembangan Berkelanjutan (Performing)

    Pengembangan berkelanjutan dilakukan untuk memantau

    penerapan kebijakan dan prosedur terkait otorisasi atas

    transaksi dan kejadian yang penting, serta melakukan

    penyempurnaan kebijakan dan prosedur terkait dalam hal

    diperlukan. Bentuk kegiatan pengembangan berkelanjutan

    terkait otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting

    antara lain berupa:

    a. Pemantauan

    Pemantauan dilakukan untuk mendapatkan umpan balik

    (feedback) atas penerapan kebijakan dan prosedur otorisasi

    atas transaksi dan kejadian yang penting.

    b. Evaluasi berkala

    Evaluasi dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dari

    pemantauan yang telah dilakukan, dengan mengacu pada

    ketentuan/peraturan yang berlaku pada instansi pemerintah,

    serta dilakukan perbaikan secara terus menerus, khususnya

    apabila tujuan dari penerapan kebijakan dan prosedur

    otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting

    belum/tidak tercapai.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 17

    Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam

    pengembangan berkelanjutan antara lain:

    a. Setiap langkah persiapan dan pelaksanaan pemantauan

    dan evaluasi perlu didokumentasikan agar mudah

    dilakukan dalam penelusuran kembali.

    b. Setiap langkah persiapan dan pelaksanaan perlu dipantau

    atau memiliki mekanisme pemantauan (built-in monitoring).

    c. Dilakukan evaluasi/assessment terhadap efektivitas

    penerapan SPI secara berkala.

    Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi diperoleh area-

    area yang perlu perbaikan sebagai umpan balik untuk

    mengembangkan dan meningkatkan sistem secara lebih lanjut.

    C. Tahap Pelaporan

    Setelah tahap pelaksanaan selesai, seluruh kegiatan

    penyelenggaraan subunsur perlu didokumentasikan.

    Pendokumentasian ini merupakan satu kesatuan (bagian yang

    tidak terpisahkan) dari kegiatan pelaporan berkala dan tahunan

    penyelenggaraan SPIP. Pendokumentasian dimaksud meliputi:

    1. Pelaksanaan kegiatan:

    a. Pemahaman, yang mencakup kegiatan sosialisasi

    (ceramah, diskusi, seminar, rapat kerja, dan fokus grup)

    mengenai pentingnya penerapan otorisasi atas transaksi

    dan kejadian yang penting yang efektif;

    b. Hasil pemetaan infrastruktur dan penerapan, yang

    mencakup:

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 18

    1) Pentingnya penerapan otorisasi atas transaksi dan

    kejadian yang penting yang efektif menurut persepsi

    pegawai dan bagaimana penerapannya;

    2) Persiapan penyusunan kebijakan, pedoman, serta

    mekanisme otorisasi atas transaksi dan kejadian yang

    penting yang efektif;

    3) Masukan atas rencana tindak yang tepat untuk

    internalisasi penerapan otorisasi atas transaksi dan

    kejadian yang penting yang efektif

    c. Kegiatan pembangunan infrastruktur, yang mencakup :

    1) Penyusunan kebijakan, pedoman, serta mekanisme

    otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting.

    2) Kebijakan, pedoman, serta mekanisme atas penyediaan

    dan pemanfaatan berbagai bentuk dan sarana otorisasi

    atas transaksi dan kejadian yang penting

    d. Penerapan sistem pengendalian intern dalam kegiatan

    otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting

    di lingkungan instansi pemerintah masing-masing. Melalui

    proses internalisasi, kegiatan validasi atas suatu transaksi

    sudah menjadi kebiasaan yang dilaksanakan secara

    berjenjang, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki

    pegawai tersebut.

    e. Pengembangan berkelanjutan, yang mencakup kegiatan

    pemantauan, usaha meningkatkan kualitas otorisasi atas

    transaksi dan kejadian yang penting, baik kepada internal

    dan eksternal yang efektif, serta usaha meningkatkan

    kualitas sarana komunikasi.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 19

    2. Hambatan kegiatan

    Apabila ditemukan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan

    otorisasi atas transaksi dan kejadian penting yang

    menyebabkan tidak tercapainya target/tujuan kegiatan tersebut,

    agar dijelaskan penyebab atau akar permasalahannya.

    Hambatan kegiatan antara lain dapat disebabkan oleh personil

    atau kebijakan dan prosedur yang kurang tepat.

    3. Saran

    Saran diberikan berkaitan dengan adanya hambatan

    pelaksanaan kegiatan otorisasi atas transaksi dan kejadian

    penting dan dicarikan saran pemecahan masalah untuk tidak

    berulangnya kejadian serupa dan guna peningkatan pencapaian

    tujuan. Saran yang diberikan agar yang realistis dan benar-

    benar dapat dilaksanakan, misalnya saran terkait dengan

    penyempurnaan prosedur entri transaksi yang sudah diotorisasi.

    4. Tindak lanjut atas saran periode sebelumnya

    Bagian ini mengungkapkan tindak lanjut yang telah dilakukan

    atas saran yang telah diberikan pada kegiatan periode

    sebelumnya.

    Dokumentasi ini merupakan bahan dukungan bagi

    penyusunan laporan berkala dan tahunan (penjelasan

    penyusunan laporan dapat dilihat pada Pedoman Teknis Umum

    Penyelenggaraan SPIP). Kegiatan pendokumentasian menjadi

    tanggung jawab pelaksana kegiatan, yang hasilnya disampaikan

    kepada pimpinan instansi pemerintah sebagai bentuk

    akuntabilitas, melalui Satuan Tugas Penyelenggaraan SPIP

    di instansi pemerintah yang bersangkutan.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 20

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 21

    BAB IV

    PENUTUP

    Kegiatan pengendalian yang berkaitan dengan otorisasi atas

    transaksi dan kejadian yang penting dibangun oleh instansi

    pemerintah sesuai dengan hasil penilaian risiko yang dilakukan.

    Dari hasil penilaian risiko yang dilakukan, diperoleh gambaran

    area risiko yang perlu dibangun pengendaliannya. Oleh karena itu,

    perlu dibangun pemahaman bersama melalui sosialisasi dengan

    media yang ada tentang pentingnya otorisasi atas transaksi dan

    kejadian yang penting. Selanjutnya, dilakukan pemetaan guna

    mengetahui kebijakan dan prosedur otorisasi yang belum ada dan

    yang sudah ada tetapi masih harus disempurnakan dibandingkan

    dengan yang seharusnya tersedia, sehingga diperoleh gambaran

    kebijakan dan prosedur yang perlu disempurnakan ataupun

    dibangun untuk meminimalisasi area risiko.

    Pembangunan infrastruktur dan untuk pelaksanaan dan

    penerapannya menjadi komitmen bersama instansi pemerintah dan

    dilaksanakan dengan konsisten, yaitu melalui kebijakan dan

    prosedur, sedangkan pengembangan berkelanjutan merupakan

    langkah agar penerapan kebijakan dan prosedur otorisasi termonitor

    secara kontinu, sehingga setiap kelemahan dapat dirumuskan

    rencana tindak yang tepat.

    Pedoman ini disusun untuk memberikan acuan dalam

    menciptakan dan melaksanakan sistem pengendalian intern,

    khususnya pada unsur kegiatan pengendalian dengan sub unsur

    otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting di lingkungan

    instansi pemerintah.

  • 3.7 Otorisasi atas Transaksi dan Kejadian yang Penting 22

    Hal-hal yang dicakup dalam pedoman teknis ini adalah acuan

    mendasar minimal yang berlaku secara umum bagi seluruh instansi

    pemerintah, namun tidak mengatur secara spesifik bagi instansi

    tertentu. Instansi pemerintah hendaknya dapat mengembangkan

    lebih jauh langkah-langkah yang perlu diambil sesuai dengan

    kebutuhan organisasi, dengan tetap mengacu dan tidak

    bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Sesuai dengan perkembangan teori dan praktik sistem

    pengendalian intern, pedoman ini perlu dan akan disesuaikan

    secara terus menerus.