359-312-1-pb
DESCRIPTION
nvhgTRANSCRIPT
92 ISSN: 2085 - 6245
ISTECH Vol. 5, No. 2, Agustus 2013 : 92 – 98
PEWARISAN AUTOSOMALDENGAN MODEL DIAGONALIZABLE
MATRIX
JeinneMumu JurusanMatematikadanStatistaikaFMIPAUNIPA Manokwari Papua
Abstrak
Setiap individu memiliki gen yang merupakan kesatuan terkecil didalam sel yang berperan
menentukan sifat keturunan.Sifat turunan itu terdapat didalam genotipe turunan yang dipengaruhi genetik
asalnya. Perbedaan sifat warisan tersebut ditentukan atau diatur oleh dua kromosom (pembawa sifat).
Autosommerupakankromosom yang sifat-sifatnyadiwariskankepadaketurunannya.Pewarisan autosomal
padatumbuhanmisalnyawarnabunga,
dapatdikendalikanuntukmaksudtertentu.Tulisaninimengkajibagaimanapewarisan autosomal gen-gen
induktumbuhanditurunkankegenerasiketurunannyadanmembentuk model diagonalizable matrix
untukmenunjukkangenotipe yang mungkinpadaketurunanberdasarkangenotipeinduk.Model matematika
yang dihasilkandaritulisaninidapatdipakaidalamteknologipertanian.
Kata Kunci :genotipe, pewarisan autosomal, nilaieigen, vektoreigen, diagonalizable matrix
Abstract Each individual has a gene which is the smallest unit in the cell that play a role in determining the
nature of the offspring. Natural offspring genotype was present in derivates that are affected the genetic
parents. Differences in offspring traits regulated by the chromosom. Autosomes are chromosomes inherited
its properties to their offspring. Autosomes inheritance in plants such as flower color can be controlled for a
particulas purpose. This paper examines how the autosomal inheritance genes derives stem plant to the next
generations and establish a model diagonalizable matrix to show the possible genotype offspring by the
parents genotype. Mathematics model is the result of this paper hopelly could be used in technology
development of agriculture.
Keywords : Genotype, autosomal inheritance, eigen value, eigen vector, diagonalizable matrix
I. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari – hari sering
ditemui masalah karakter seorang, bentuk
seseorang yang berbeda – beda. Ini merupakan
salah satu sifat turunan yang diturunkan dari
orang
tua.Selainsifatituterdapatjugabeberapapenyakit
yang diturunkandari orang
tuasepertipenyakithemofilia,
penyakitbutawarna, sifatkebotakandanpenyakit
yang menyangkutrasseseorangseperti Cooley’s
anemia yang banyakdideritapenduduk diLaut
Tengah.
Sifat turunan itu terdapat didalam genotipe
turunan yang merupakan susunan genetika dari
suatu individu yang ada hubungannya dengan
fenotip yakni perbedaan sifat dari suatu
individu yang tergantung dari genetik asalnya,
serta dapat dilihat secara fisik. Perbedaan sifat
warisan tersebut ditentukan atau diatur oleh
dua kromosom (pembawa sifat) yang akan
ditandai dengan huruf A dan huruf a. Dalam
warisan autosomal, setiap individu dalam
populasi masing – masing jenis kelamin, akan
memiliki dua dari antara kromosom –
kromosom berikut, yakni pasangan yang
mungkin ditandai dengan AA, Aa, dan aa.
Pasangan – pasangan kromosom ini dinamakan
genotipe individu yang dapat menentukan
bagaimana sifat yang dikendalikan oleh
kromosom – kromosom itu yang di
manifestasikan dalam individu[2]. Contohnya,
padatumbuhanjenisSnapdragon,kromosommen
entukanwarnabunga. Genotipe AA
menghasilkanbungawarnamerahmuda,
Aawarnamerahmuda,
genotipeaamenghasilkanbungawarnaputih.
Padamanusia,
warnamatadikendalikanmelaluipenurunan
autosomal.Jadi gen A
bersifatmendominasi/resesifterhadap gen a
ISSN: 2085 – 6245 93
Jeinne M. : Pewarisan Autosomal Dengan Model Diagonalizable Matrix
karenagenotipeAamempunyaisifat yang
terlihatdariluar yang
samadengangenotipeAA[1].
Dalamtulisaniniakandikajibagaimanapewar
isan autosomal gen-gen
induktumbuhanditurunkankegenerasiketurunan
nya.
Selanjutnyamembentukformulasimodeldiagon
alizable matrixyang menunjukkan genotipe
yang mungkin pada keturunan berdasarkan
genotipe induk.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Genetika
Genetika merupakan ilmu yang
mempelajari tentang pewarisan dari indukan ke
anakan (keturunan). Setiap individu memiliki
gen yang merupakan kesatuan terkecil didalam
sel yang berperan menentukan sifat keturunan.
Gen sendiri terdapat di dalam kromosom.
Kromoson merupakan struktur didalam sel
yang berupa deret panjang molekul yang
terdiri dari satu molekul DNA dan berbagai
protein yang merupakan informasi genetik.
Kromosom secara garis besar terbagi menjadi
2 bagian yaitu autosom dan gonosom.
Autosom adalah kromosom yang tidak
menentukan jenis kelamin. Jumlah autosom
dalam nukleus organisme normal adalah 2n-2.
Sedangkan gonosom adalah kromosom yang
menentukan jenis kelamin individu. Jumlah
gonosom dalam nukleus organisme adalah dua
buah[2].
2.2. NilaiEigen dan VektorEigen
Definisi 2.2.1 Jika A sebuahmatriks nxn, maka sebuah vector
tak nol x pada 𝑅𝑛 disebut vektor eigen dari A
jika Ax adalah kelipatan skalar darix,
yaitu𝐴𝑥 = 𝜆𝑥 untuk sebarang skalar 𝜆. Skalar
𝜆 disebut nilai eigen dari A dan x disebut
vektor eigen dari A yang bersesuaian dengan 𝜆
[1].
Untukmemperolehnilaieigen dari A
maka bentuk𝐴𝑥 = 𝜆𝑥ditulis kembali kebentuk
𝐴𝑥 = 𝜆𝐼𝑥atau −𝐴𝑥 = 0. Agar 𝜆 menjadi nilai
eigen maka harus memenuhi det 𝜆𝐼 − 𝐴 = 0.
Vektor-vektor eigen A yang berkaitan dengan
nilai eigen 𝜆 adalah ruang solusi dari 𝜆𝐼 −𝐴𝑥=0 [4].
2.3.DiagonalisaiMatriks
Definisi 2.3.1 :
Suatu matriksbujursangkar A dikatakan
diagonalizable jika ada suatu matriks P yang
invertible sedemikian sehingga 𝑃−1𝐴𝑃 adalah
suatu matriks diagonal.Matriks P dikatakan
mendiagonalkan matriksA [2].
Tahapan untuk mendiagonalkan matriks
1. Menentukan n vektor eigen yang bebas
linear misalkan,𝑝1, 𝑝2, … , 𝑝𝑛 2. Membentuk matriks P
dengan𝑝1, 𝑝2, … , 𝑝𝑛 sebagai vektor -
vektor kolomnya
3. Matriks𝑃−1𝐴𝑃menjadi matriks
diagonal dengan 𝜆1 ,𝜆2 ,… , 𝜆𝑛 sebagai
unsur – unsur diagonalnya secara
beruurutan dimana𝜆𝑖 adalah nilai eigen
yang bersesuaian dengan pi untuk
i=1,2,3,…,n.
2.4. Probabilitas
Ditentukan ruang sampel S. Untuk setiap
kejadian E dari S, didefinisikan bilangan P(E)
yang memenuhi 3 syarat [3]:
1. 0 ≤ P(E) ≤ 1
2. P(S) = 1
3. Untuk setiap barisan E1, E2, … yang
saling asing, yaitu EnEm = ∅ , untuk n ≠ m
, maka :
𝑃 𝐸𝑛
∞
𝑛=1
= 𝑃(𝐸𝑛)
∞
𝑛=1
III. PEMBAHASAN
3.1 Menentukan Probabilitas Genotipe
Proses penentuan probabilitas atau peluang
dari suatu proses pewarisan sifat, dapat
dilakukan dengan melakukan perkawinan
silang (Hybrid Cross) antara indukan jantan
dengan indukan betina [2]. Sebagai contoh :
Diberikan sel sperma bergenotipe Aa,
sedangkan sel ovum bergenotipe Aa. Akan
ditentukan probabilitas dari anakan atau
keturunan pertamanya:
Jantan x Betina
A A
94 ISSN: 2085 - 6245
ISTECH Vol. 5, No. 2, Agustus 2013 : 92 – 98
a a
Diperoleh keturunan pertamanya :
AA : Aa : Aa : aa
1 : 1 : 1 : 1
Berarti peluang anakan yang mungkin :
P(AA) = 1
4; P(Aa) =
2
4 =
1
2; P(aa) =
1
4
Diberikan populasi yang besar yakni N
organisme dengan peluang genotipe AA adalah
f, g adalah peluang genotipe Aa dan h adalah
peluang genotipe aa. Dengan demikian
𝑓 + 𝑔 + = 1. Jadi, banyaknya organisme
bertipe AA adalah fN, Organisme bertipe Aa
adalah gN, dan organisme bergenotipe aa
adalah hN. Diantara populasi tersebut terdapat
2N gen sesuai dengan tipe gennya. Individu
bertipe AA memiliki 2fN genotipe A, Individu
bergenotipe Aa memiliki genotipe A sebanyak
gN dan a sebanyak gN. Sedangkan aa memiliki
genotipe a sebanyak 2hN. Sehingga dalam
populasi terdiri dari (2fN + gN) genotipe A
dan (2hN + gN) genotipe a. Selanjutnya
didefinisikan frekuensi p dan q untuk tipe A
dan a, yakni :
𝑝 = 2𝑓𝑁 + 𝑔𝑁
2𝑁 = 𝑓 +
1
2𝑔 ; 𝑞 =
2𝑁 + 𝑔𝑁
2𝑁 = +
1
2𝑔
Dengan demikian 𝑝 + 𝑞 = 1
Diasumsikan bahwa dalam perkawinan
terjadi acak. Disajikan skema persilangan sel
jantan dan sel betina sebagai berikut :
Jantan |Betina | Hasil Persilangan | Probabilitas
p A AA p2
A
pqaAapq
qpAAapq
a
q a aa q2
Keturunan pertama dari hasil perkawinan 2
indukan dinamakan f, g, h dengan probabilitas
𝑓1 = 𝑝2; 𝑔1 = 2𝑝𝑞 ; 1 = 𝑞2,
dengan
𝐴𝐴 = 𝑓1 ; 𝐴𝑎 = 𝑔1 ; 𝑎𝑎 = 1
frekuensi genotipe dalam keturunan genetika I
adalah sama. Namakan p dan q sebagai
populasi indukan atau parental. Sebagai contoh
frekuensi tipe A :
𝑓1 + 1
2 𝑔1 = 𝑝2 +
1
2 2𝑝𝑞 = 𝑝2 + 𝑝𝑞 = 𝑝
Kaidah ini dikenal dengan Hardy-Weinberg
Law in Population Genetica 2] .
Diberikan f1, g1, dan h1 adalah proporsi 3
genotipe dari generasi pertama, P1 adalah
peluang keturunan betina, Q1 adalah proporsi
dari A dan a generasi I jantan.Lalu tiap anakan
jantan terpaut kromoson X dari induk
betinanya sehingga P1 = p dan Q1 =
q.Selanjutnya, f1 = Pp, g1 = P𝑞 + Qp, h1 =
Q. Perhatikan skema berikut :
X Jantan |X betina | Hasil Persilangan | Probabilitas
pAAA Pp
A
P q aAa Pq
QpAAa Qp
a
q aaaQq
Sehingga :
𝑃1 = 𝑓1 + 1
2 g1 = Pp +
1
2(Pq + Qp)
= 1
2 (Pp+ Pq) +
1
2 (Pp + 𝑄𝑝)
= 1
2 P (p + 𝑞) +
1
2 P ( P + 𝑄 )
= 1
2 P +
1
2 p
= 1
2 (P + p)
dimana P + Q = p + q = 1.
Analog untuk : q1 = h1 + 1
2 g1 =
1
2 (Q+q) dengan
P1 = Frekuensi gen anakan jantan = p =
frekuensi generasi betina sebelumnya.p1 =
Frekuensi anakan betina = 𝑝+𝑃
2
P = frekuensi betina generasi sebelumnya.
Saat P = p dan Q = q proporsi betina genotipe
betina menjadi :
AA = Pp = p2 ; Aa = Pq + Qp = 2Pq ;
aa = Qq = q2[2]
3.2 Penyajian Dalam Bentuk Matriks
ISSN: 2085 – 6245 95
Jeinne M. : Pewarisan Autosomal Dengan Model Diagonalizable Matrix
Pada penjelasan sebelumnya telah
dibicarakan mengenai penentuan proporsi tiap
genotipe dari individu dalam suatu populasi.
Jika 𝑝𝑛 dan 𝑃𝑛 adalah frekuensi gen
setelah n generasi, dapat diperhatikan bahwa :
𝑝𝑛= 1
2 ( 𝑝𝑛−1 + 𝑃𝑛−1)dengan 𝑃𝑛 = 𝑝𝑛−1[4]
Persamaan tersebut dapat dituliskan dalam
vektor 𝐹𝑛 = 𝑝𝑛
𝑃𝑛 serta untuk genersi
sebelumnya, dituliskan sebagai vektor :
𝐹𝑛−1= 𝑝𝑛−1
𝑃𝑛−1
dengan demikian;
𝐹𝑛 = 𝑝𝑛
𝑃𝑛
=
1
2 ( 𝑝𝑛−1 + 𝑃𝑛−1)
𝑝𝑛−1
= 1
2
1
2
1 0
𝑝𝑛−1
𝑃𝑛−1
Selanjutnya persamaan ini dapat
𝐹𝑛= 𝐴𝐹𝑛−1...................................................
(i)dengan A = 1
2
1
2
1 0 .
Jika npada persamaan (i) diganti dengan n-1
didapat ;
𝐹𝑛−1 = 𝐴𝐹𝑛−2
Selanjutnya;
𝐹𝑛 = 𝐴𝐹𝑛−1 = A (𝐴𝐹𝑛−1) = 𝐴2
Demikian pula
𝐹𝑛−2 = 𝐴𝐹𝑛−3
Didapat
𝐹𝑛 = A (𝐴2𝐹𝑛−3) = 𝐴3𝐹𝑛−3
sehingga secara umum dapat dituliskan
𝐹𝑛 = 𝐴𝑛𝐹𝑜
dengan𝐹𝑜 adalah vektor frekuensi gen untuk
indukan 𝐹𝑜 = 𝑝𝑃 , dimana p dan P adalah
frekuensi.
Untuk n = 2;
𝐴2 = 1
2
1
2
1 0
1
2
1
2
1 0 =
3
4
1
41
2
1
2
dan
𝐹2 = 𝑝2
𝑃2 =
3
4
1
41
2
1
2
𝑝𝑛
𝑃𝑛 =
3
4𝑝 +
1
4𝑃
1
2𝑝 +
1
2𝑃
Dengan demikian frekuensi gen generasi ke
dua adalah
𝑝2 = 3
4𝑝 +
1
4𝑃 dan 𝑃2 =
1
2𝑝 +
1
2𝑃
dengan 𝑝2adalah frekuensi gen jantan generasi
ke dua. 𝑃2 adalah frekuensi gen betina generasi
ke dua.
Untuk n = 4
𝐴4 = 𝐴2 . 𝐴2 =
3
4
1
41
2
1
2
3
4
1
41
2
1
2
=
11
16
5
165
8
3
8
Oleh karena
𝐹4 = 𝐴4𝐹𝑜 ,
dengan demikian
𝐹4 = 𝑝4
𝑃4 =
11
16
5
165
8
3
8
𝑝𝑃 =
11
16𝑝 +
5
16𝑃
5
8𝑝 +
3
8𝑃
didapat frekuensi gen generasi keempat adalah
𝑝2 = 11
16𝑝 +
5
16𝑃
dan
𝑃2 = 5
8𝑝 +
3
8𝑃
Selanjutnya 𝐴𝑛 adalah matriks untuk generasi
ke-n. Secara umum didefinisikan sebagai :
𝐴𝑛 =
1
3
2 + 𝑘𝑛 1 − 𝑘𝑛
2 − 2𝑘𝑛 1 + 2𝑘𝑛
dengan k = - 1
2.
Selanjutnya matriks𝐴𝑛 ditulis dengan 𝑀𝑛 .
Ambil n = 1 diperoleh
𝑀1 = 1
3
2 + (−1
2)′ 1 − (−
1
2)′
2 − 2(−1
2)′ 1 + 2(−
1
2)′
= 1
3
3
2
3
2
3 0
= 1
2
1
2
1 0
= A1
= A
Selanjutnya,
𝑀𝑛𝐴 = 1
3
2 + 𝑘𝑛 1 − 𝑘𝑛
2 − 2𝑘𝑛 1 + 2𝑘𝑛 1
2
1
2
1 0
96 ISSN: 2085 - 6245
ISTECH Vol. 5, No. 2, Agustus 2013 : 92 – 98
= 1
3
2 −1
2𝑘𝑛 1 +
1
2𝑘𝑛
2 + 𝑘𝑛 1 − 𝑘𝑛
= 1
3 2 + 𝑘𝑛+1 1 − 𝑘𝑛+1
2 − 𝑘𝑛+1 1 + 2𝑘𝑛+1
= 𝑀𝑛+1
Jadi, untuk k = −1
2diperoleh𝑀𝑛𝐴= 𝑀𝑛+1.
Denganm demikian, untuk setiap n berlaku
𝑀𝑛 = 𝐴𝑛 , n = 1,2,3….
Setelah diperoleh rumus untuk 𝐴𝑛 , dapat
dituliskan solusi untuk frekuensi gen setelah n
generasi sebagai berikut :
𝐹𝑛 = 𝑝𝑃 = 𝐴𝑛𝐹𝑜 =
1
3
2 + 𝑘𝑛 1 − 𝑘𝑛
2 − 2𝑘𝑛 1 + 2𝑘𝑛 𝑝𝑃
Selanjutnya didapat :
𝑝𝑛 = 1
3 2 + 𝑘𝑛 𝑝 + 1 − 𝑘𝑛 𝑃
𝑃𝑛 = 1
3 2 − 2𝑘𝑛 𝑝 + 1 + 2𝑘𝑛 𝑃
Untuk n → ∞, maka 𝑘𝑛 = −1
2 n→ 0.
Selanjutnya, setelah generasi yang lebih besar
frekuensi gen mendekati nilai limit.
𝑃𝑛 →1
3 2𝑝 + 𝑃
3.3. Pewarisan Autosomal
Pada pewarisan autosomal, suatu individu
mewarisi satu gen dari tiap pasangan gen
induknya untuk membentuk pasangan gennya
sendiri. Jadi peluang yang mana diantaradua
gen dariinduk yang
diteruskankepadaketurunannya [1]. Distribusi
probabilitas genotipe sifat tertentu dalam
generasi ke-n dapat diwakili oleh suatu vektor
genotipe
x(n)=
𝑎𝑛
𝑏𝑛
𝑐𝑛
dimana untuk n = 0,1,2,3,…
𝑎𝑛 = probabilitas genotipe AA pada generasi ke-n
𝑏𝑛 = probabilitas genotipe Aa pada generasi ke-n
𝑐𝑛 = probabilitas genotipe aa pada generasi ke-n.
Khusus untuk n= 0, maka 𝑎0, 𝑏0, dan 𝑐0
merepresentasikan distribusi awal dari
genotipe tersebut.
Hubungan 𝑎𝑛 ,𝑏𝑛dan 𝑐𝑛 juga dari [4]
memenuhi
𝑎𝑛 + 𝑏𝑛 + 𝑐𝑛 = 1;n= 0,1,2……………(3.3.1)
Distribusi awal genotipe akan memengaruhi
distribusi genotipe satu generasi ke generasi
lain. Kita bisa mewakili suksesi distribusi
genotipe dari satu generasi ke generasi
berikutnya dalam bentuk persamaan
x(n)
=Mx(n-1)
, n = 1,2,3…………..(3.3.2)
dimana x(n)=
𝑎𝑛
𝑏𝑛
𝑐𝑛 , x
(n-1)=
𝑎𝑛−1
𝑏𝑛−1
𝑐𝑛−1
, dan M
adalah matriks yang sesuai.
Dari persamaan (3.3.2) diperoleh
x(n)
=Mx(n-1)
=M2x
(n-2)
=M3x
(n-3)
⋮
=Mnx
(0)......................................(3.3.3)
Akibatnya, jika kita dapat menemukan
ekspresi yang eksplisit dari Mn, kita dapat
menggunakan persamaan (3.3.3) untuk
menentukan persamaan eksplisit dari x(n)
.
Untuk menemukan Mnpertama-tama dilakukan
diagonalisasi pada M [4]. Yaitu
menentukanmatriksinvertible P dan matriks
diagonal D sehingga
M= PDP-1
Dengan diagonalisasi, kita dapatkan
Mn= PD
nP
-………….. (3.3.4)
untuk n = 1,2,3,...
dengan,
𝐷𝑛 =
𝜆1 0 0 … 00 𝜆2 0 … 0⋮ ⋮ ⋮ 00 0 0 … 𝜆𝑘
𝑛
=
𝜆1
𝑛 0 0 … 0
0 𝜆2𝑛 0 … 0
⋮ ⋮ ⋮ 00 0 0 … 𝜆𝑘
𝑛
Dengan mencari nilai eigen dari matriks Dn
maka dapat ditentukan matriks Dn, P,dan P
-1.
Dari sini kita dapat menemukan matriks
ISSN: 2085 – 6245 97
Jeinne M. : Pewarisan Autosomal Dengan Model Diagonalizable Matrix
Mn= PD
nP
-1.
Selanjutnya dapat ditentukan ekspresi eksplisit
dari x(n)
=M x(n-1)
.
Contoh kasus :
Seorang petani mempunyai tanaman dalam
jumlah populasi yang besar. Populasi
tanaman tersebut terdiri dari distribusi dari
ketiga genotipe yang mungkin yaitu AA, Aa,
dan aa. Petani tersebut melakukan program
pengembangbiakandimana tiap tumbuhan di
dalam populasi tersebut selalu dikawinkan
dengan sebuah tumbuhan bergenotipe AA dan
kemudian digantikan oleh salah satu dari
keturunannya.Bagaimanakah distribusi ketiga
genotipeyang mungkin di dalam populasi
tersebut setelah beberapa generasi?
Solusi:
Tabel probabilitas genotipe yang mungkin dari
hasil persilangan/perkawinan untuk masalah
diatas:
Tabel 1
Genotipe
keturunan
Genotipe induk
AA-AA AA-Aa AA-aa
AA 1 1
2 0
Aa 0 1
2 1
aa 0 0 0
- = dikawinkan
Untuk n = 0, 1, 2, ..., vektor distribusi
probabilitas genotipe dari populasi tersebut
pada generasi ke-n adalah
x(n)=
𝑎𝑛
𝑏𝑛
𝑐𝑛
dimana :
𝑎𝑛 = probabilitas genotipe AA pada generasi ke-n
𝑏𝑛 = probabilitas genotipe Aa pada generasi ke-n
𝑐𝑛 = probabilitas genotipe aa pada generasi ke-n
Dari tabel di atas, dapat ditentukan distribusi
probabilitas genotipe untuk masing-masing
generasi berdasarkan generasi sebelumnya
dengan persamaan berikut :
𝑎𝑛 = 𝑎𝑛−1 + 1
2𝑏𝑛−1
𝑏𝑛 = 𝑐𝑛−1 + 1
2𝑏𝑛−1;n = 1, 2, 3
……..(3.3.5)𝑐𝑛 = 0
Interpretasi persamaan pertama pada (3.3.5)
adalah bahwa seluruh tumbuhan dengan
genotipe AA akan mempunyai genotipe AA
dalam program perkembangbiakan ini, dan
setengah dari keturunan tumbuhan dengan
genotipe Aa akan mempunyai genotipe AA.
Persamaan (3.3.5) dapat dituliskan dengan
x(n)
=M x(n-1)
, n = 1,2,3,...................(3.3.6)
dimana x(n)=
𝑎𝑛
𝑏𝑛
𝑐𝑛 , x(n-1)=
𝑎𝑛−1
𝑏𝑛−1
𝑐𝑛−1
,
dan M =
11
20
01
21
0 0 0
Perhatikan bahwa ketiga kolom pada matriks
M adalah sama dengan kolom pada tabel 1.
Kita akan mencari ekspresi eksplisit dari Mn.
Dengan diagonalisasi, diperoleh
Mn= PD
nP
-1 untuk n = 1,2,3,...(3.3.7)
Dengan
𝐷𝑛 =
𝜆1 0 0 … 00 𝜆2 0 … 0⋮ ⋮ ⋮ 00 0 0 … 𝜆𝑘
𝑛
=
𝜆1
𝑛 0 0 … 0
0 𝜆2𝑛 0 … 0
⋮ ⋮ ⋮ 00 0 0 … 𝜆𝑘
𝑛
Diagonalisasi dari M dapat diselesaikan
dengan cara menemukan nilai eigen dan vektor
eigen yang bersesuaian. Didapat
𝜆1 = 1 , 𝜆2 =1
2 , 𝜆3 = 0 ,
Vektor eigen yang bersesuaian adalah
𝑣1 = 100 ,𝑣2 =
1−10
,𝑣3 = 1−21
Sehingga diperolehmatriks D dan P sebagai
berikut
98 ISSN: 2085 - 6245
ISTECH Vol. 5, No. 2, Agustus 2013 : 92 – 98
D =
𝜆1 0 00 𝜆2 00 0 𝜆3
=
1 0 0
01
20
0 0 0
dan
P = 𝑣1 𝑣2 𝑣3 =
1 1 10 −1 −20 0 1
Sehingga;
x(n)
= Mn x
(0)
= PDnP
-1x
(0)
= 1 1 10 −1 −20 0 1
1 0 0
0 1
2 𝑛
0
0 0 0
1 1 10 −1 −20 0 1
𝑎0
𝑏0
𝑐0
𝑎𝑛
𝑏𝑛
𝑐𝑛 =
1 1 −
1
2 𝑛
1 − 1
2 𝑛−1
0 1
2 𝑛
1
2 𝑛−1
0 0 0
𝑎0
𝑏0
𝑐0
=
𝑎0 + 𝑏0 + 𝑐0 −
1
2
𝑛
𝑏0 − 1
2
𝑛−1
𝑐0
1
2
𝑛
𝑏0 + 1
2
𝑛−1
𝑐0
0
Karena diketahui𝑎0 + 𝑏0 + 𝑐0 = 1, maka
𝑎𝑛 = 1 − 1
2 𝑛
𝑏0 − 1
2 𝑛−1
𝑐0
𝑏𝑛 = 1
2 𝑛𝑏0 +
1
2 𝑛−1
𝑐0
…(3.3.8) 𝑐𝑛 = 0
Persamaan (3.3.8) merupakan rumus eksplisit
probabilitas ketiga genotipe pada generasi ke-n
yang dinyatakan dalam probabilitas awal
genotipe dari populasi tanaman tersebut.
Karena 1
2 𝑛
menuju nol saat n mendekati tak
hingga maka diperoleh
𝑎𝑛 → 1
𝑏𝑛 → 0
𝑐𝑛 → 0
untuk n menuju tak hingga. Dalam hal ini,
pada limit tersebut seluruh tumbuhan didalam
populasi akan mempunyai genotipe AA.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat
diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Pewarisan sifat secara autosomal dari satu
generasi ke generasi berikutnya memenuhi
persamaan linear. Secara umum formulasi
distribusi genotipe satu generasi ke
generasi berikutnyadengan
modeldiagonalizable matrixsebagai
berikut :
x(n)
=M x(n-1)
, n = 1,2,3,...
dimana x(n)=
𝑎𝑛
𝑏𝑛
𝑐𝑛 , x(n-1)=
𝑎𝑛−1
𝑏𝑛−1
𝑐𝑛−1
, dan M
adalah diagonalizable matrix.
2. Distribusi genotipe awal dari induk/orang
tua mempengaruhi distribusi genotipe
keturunannya.
3. Untuk mengurangi penyakit yang dibawa
oleh genotipe resesif (aa) dapat dilakukan
dengan program perkawinansedemikian
sehingga semua keturunan masa depan
berindukan normal (AA-AA) atau salah
satu normal dan karier (AA-Aa). Dengan
demikian didapat anakan yang normal,
meskipun ada yang karier.
4. Berdasarkan hasil pembahasan
sebelumnya, dengan program perkawinan
tersebut didapat bahwa untuk generasi
berikutnya menuju tak hingga, genotip
yang masih bertahan hanyalah genotip
normal (AA).
4.2 Saran
Sebagai open problem dapat di teliti
pewarisan autosomal terkait-X ( X- linked
inheritance) pada hewan dan manusia.
Contohnya pewarisan penyakit hemophilia dan
buta warna pada manusia
V. DAFTAR PUSTAKA
[1]. Anton,H.,Rorres,C. Elementary Linear
Algebra, Applications version,9th ed,
John Wiley &Sons, 2005.
ISSN: 2085 – 6245 99
Jeinne M. : Pewarisan Autosomal Dengan Model Diagonalizable Matrix
[2]. Arya,J.C., Lardner,R.W., Mathematics for
The Biological Sciences. Prentice-Hall,
New Jersey 1979.
[3]. Hogg,R. V., and E. A. Tanis. Probability
and Statistical Inference. Prentice Hall.
New Jersey. 2001.
[4]. Thomas, S.S., Applied Linear Algebra
and Matrix Analysis, PrenticeHall, New
Jersey, 2000.