3.1. tatanan tektonik regional - perpustakaan digital...
TRANSCRIPT
16
BAB 3 GEOLOGI REGIONAL
Daerah Seram, Misool, dan Salawati merupakan bagian dari Kepala Burung,
Papua. Secara stratigrafi dan struktur daerah tersebut memiliki karakter yang
serupa dengan tatanan stratigrafi dan struktur yang berkembang di daerah Kepala
Burung. Tatanan stratigrafi dan struktur di daerah tersebut berkembang sejak
Paleozoik hingga resen.
3.1. Tatanan Tektonik Regional
Tatanan tektonik daerah Kepala Burung, Papua merupakan contoh ideal suatu
daerah yang dipengaruhi oleh dua tatanan tektonik besar yang aktif pada satu
daerah. Tektonik yang aktif pada saat ini di daerah Kepala Burung, Papua,
dipengaruhi oleh pergerakan lempeng Pasifik ke arah baratdaya dengan kecepatan
7.5 cm/tahun dan pergerakan lempeng baratlaut Australia ke arah utara dengan
kecepatan 10.5 cm/tahun. Proses collision kedua lempeng tersebut aktif sejak
Eosen (Cloos dkk, 2005; Hall, 1997). Episode tektonik ini menyebabkan
berkembangnya struktur-struktur yang kompleks di daerah Kepala Burung, Papua.
Hampir keseluruhan daerah Kepala Burung, Papua didominasi oleh komposisi
kerak kontinen yang merupakan bagian dari baratlaut Australia. Tektonik Neogen
daerah Papua dan New Guinea ditandai oleh proses collision antara lempeng
benua baratlaut Australia dan lempeng samudra Pasifik (Hamilton, 1979) di
bagian utara, dan juga collision lempeng samudra Laut Banda di bagian
baratdaya. Pergerakan lempeng Pasifik ke arah baratdaya dan pergerakan lempeng
Australia dengan arah N 25o E, membentuk suatu sesar mendatar konvergen yang
bergerak di sepanjang daerah Papua, dan menghasilkan sesar mendatar dan sesar
anjakan di sepanjang Papua dan New Guinea. Sesar-sesar tua berarah N 300o E
dan barat-timur, teraktivasi sebagai sesar mendatar mengiri dan sesar-sesar
anjakan, sesuai dengan posisi relatifnya pada kondisi stress Neogen. Struktur-
struktur tua dengan arah utara-selatan seperti Lengguru Fold Belt merupakan
suatu zona akomodasi untuk pergerakan ke arah barat dari blok bagian utara
17
Papua yang membentuk suatu jalur struktur sesar anjakan dan lipatan pada zona
Lengguru (Closs dkk, 2005).
Secara umum, arah struktur utama di daerah Kepala Burung ditandai oleh arah
barat-timur hingga baratlaut-tenggara pada daerah Misool-Onin, arah utara-selatan
pada Lengguru thrust-fold belt, arah barat-timur hingga timurlaut-baratdaya yang
berasosiasi dengan aktivitas SFZ saat ini, dan arah timurlaut-baratdaya hingga
utara-selatan yang berkaitan dengan rifting pada Perm Akhir, yang terlihat pada
daerah Vorwata dan Wiriagar (Syafron dkk, 2008). Struktur-struktur tersebut
berkaitan dengan empat fasa tektonik utama yang berpengaruh pada
perkembangan tatanan kompleks struktur di daerah Kepala Burung, Papua yang
dipublikasikan oleh Henage, 1993, yaitu:
• Rifting pada Jura Awal di sepanjang bagian utara Australia
• Rifting pada Jura Awal di sepanjang bagian baratlaut Australia
• Collision pada Neogen antara lempeng Pasifik dan Australia dengan
subduksi pada palung New Guinea yang menghasilkan Lengguru Fold
Belt
• Collision pada Neogen antara Busur Banda dan lempeng Australia yang
membentuk busur Misool-Onin-Kumawa
Publikasi terbaru oleh Hall, 1997; Charlton, 2000; Pairault dkk, 2003; dan Closs
dkk, 2005, menyatakan bahwa fasa tektonik collision di daerah Kepala Burung,
Papua terjadi sejak Eosen, dan tektonik tersebut berkaitan fenomena pembentukan
MOKA pada Oligosen Akhir, SFZ pada Miosen Akhir, dan SFTB pada Pliosen
Awal (Gambar 3.1).
SFZ sebagai suatu zona sesar mendatar mengiri yang memanjang hingga 1000 km
dari bagian timur hingga barat di utara Papua, dapat diklasifikasikan sebagai zona
sesar transform yang menjadi batas sutur fasa tektonik collision antara lempeng
Pasifik dan Australia. SFZ ini memiliki orientasi arah yang berbeda di daerah
Kepala Burung, Papua, yaitu dari barat-timur menjadi timurlaut-baratdaya di
bagian barat Kepala Burung. Sesar mendatar transform yang berperan sebagai
batas interaksi dua lempeng yang berbeda, akan berasosiasi dengan pola
18
perkembangan struktur dan sedimentasi yang berkembang pada seluruh daerah
yang terpengaruh oleh sesar mendatar tersebut, sehingga terbentuk suatu
mekanisme struktur dan sedimentasi yang berbeda-beda pada sub-daerah yang
terpengaruh oleh zona sesar mendatar transform tersebut.
Daerah Kepala Burung, Papua yang terpengaruh secara dominan oleh
perkembangan SFZ, menghasilkan pola sedimentasi dan tipe struktur yang
berbeda pada beberapa sub-daerahnya. Secara keseluruhan, terdapat tiga sub-
daerah pada daerah Kepala Burung yang memiliki pola sedimentasi dan tipe
struktur yang berbeda-beda, yaitu daerah Seram (SFTB), Misool (MOKA), dan
Salawati (Cekungan Salawati). Hal ini menjelaskan bahwa tatanan stratigrafi dan
struktur di daerah Kepala Burung dapat dibagi menjadi tiga domain atau sub-
daerah, yaitu Seram, Misool, dan Salawati, yang berkaitan dengan satu fenomena
tektonik besar di daerah Kepala Burung, Papua.
Deformasi awal pada Perm dan Trias, ditemukan di daerah Seram sebagai
perkembangan struktur block faulting yang merupakan seri dari blok sesar normal
yang mengalami rotasi (Kemp dkk, 1995). Sesar-sesar normal dan ekstensional
berkembang di daerah Seram dan juga di daerah Misool. Pada daerah Misool
deformasi tertua terjadi pada Trias Tengah-Akhir, sesuai dengan pernyataan
Froidevaux, 1974 dan Pigram dkk, 1982 yang menyatakan bahwa dimulainya fasa
deformasi pada Trias Awal ini berkaitan dengan adanya pengendapan Formasi
Keskain yang berada di atas batuan metamorf Ligu sebagai batuan dasar. Fasa
tektonik ini ditandai oleh tipe deformasi ekstensional yang melibatkan sistem
sesar dan lipatan. Fasa deformasi ini berakhir sebelum Carnian, berkaitan dengan
ketidakselarasan pada batugamping Bogal (Norian Awal-Akhir) dan secara
regional pada Carnian tengah terdapat suatu fasa tektonik yang berbeda sehingga
menandai berhentinya tektonik ekstensi di Misool (Charlton, 2000). Daerah
Salawati pada umur ini didominasi oleh struktur-struktur yang berkaitan dengan
rift graben (Satyana dkk, 2002).
19
Secara regional pada umur Jura, Kapur, dan Paleogen di daerah Misool dan Seram
ditandai oleh relatif terhentinya fasa tektonik besar (Froidevaux, 1974). Daerah
Salawati yang relatif mengalami pengangkatan dan erosi sejak Trias Akhir
(Satyana dkk, 2002) tidak mengalami fasa tektonik besar dan signifikan.
Struktur Cenozoik yang ditandai oleh akhir dari fasa ekstensional dan merupakan
awal dari fasa arc-continent collision (Pairault dkk, 2003). Pada Oligosen Akhir
di daerah Misool mulai berkembang tegasan bersifat konvergen sebagai hasil dari
fasa arc-continent collision regional serta deformasi post collision. Akibat dari
fasa ini, di daerah Misool dan Kepala Burung berkembang struktur-struktur
sebagai hasil reaktivasi dari struktur berumur Trias-Jura. Struktur-struktur tersebut
menyebabkan terbentuknya ketidakselarasan pada umur Oligosen Akhir di bagian
utara Seram dan juga termasuk sebagai fasa awal dari berkembangnya MOKA.
MOKA merupakan antiklin dengan sumbu regional berarah WNW-ESE di
sepanjang selatan Pulau Misool. Antiklin ini menujam ke arah tenggara, dengan
sayap bagian selatan memiliki kemiringan yang lebih curam dibandingkan bagian
utara. Sayap bagian selatan secara regional lebih kompleks, ditandai dengan
adanya rantai pulau-pulau kecil di bagian selatan Misool yang membentuk satu
arah ke arah tenggara, sebagai reaksi dari arah struktur regional berupa sesar-sesar
curam dengan jurus barat-timur. MOKA yang mulai berkembang sejak Oligosen
Akhir tersebut juga ditunjukkan oleh adanya ketidakselarasan bersudut antara
formasi Zaag berumur Eosen-Oligosen Awal dengan batunapal Kasim berumur
Miosen Awal (Pigram dkk, 1982). Hubungan ini memperlihatkan bahwa antiklin
Misool kemungkinan terus berkembang selama Miosen Awal-Tengah.
Pada Miosen Akhir berkembang sistem sesar mendatar besar di daerah Seram dan
di sekitar Kepala Burung sebagai kelanjutan dari sistem collision yang menerus
hingga waktu sekarang. Deformasi tersebut mereaktivasi struktur-struktur
ekstensional pada umur Trias menjadi struktur-struktur bersifat kompresi.
Perkembangan struktur hasil reaktivasi tersebut menerus hingga saat ini, dan
semakin intensif pada umur Pliosen Awal, membentuk sistem sesar anjakan di
daerah Seram dan lipatan di selatan Misool dengan mekanisme tilting serta
20
melibatkan sikuen hingga umur Mesozoik. Sesar anjakan Seram memperlihatkan
adanya perulangan sikuen berumur Mesozoik hingga Miosen. Sesar anjakan
tersebut memiliki kontak dengan batuan dasar metamorf (Pairault dkk, 2003 op cit
de Smet dan Barber, 1992). Pengangkatan secara cepat akibat sesar anjakan
tersebut menyebabkan erosi yang cepat dan terjadi secara simultan, sehingga
mengontrol pengendapan sedimen klastik berumur Plio-Pleistosen (Formasi
Wahai dan Fufa). Formasi tersebut tidak selaras dengan bagian atas sedimen
berumur Mesozoik-Miosen (Audley-Charles dkk, 1979). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa bidang detachment memotong sikuen berumur
Mesozoik-Miosen. Di daerah Misool, kemenerusan pembentukan lipatan dan
antiklin sejak Oligosen Akhir menghasilkan suatu ketidakselarasan pada umur
Pliosen Awal di daerah Misool-Onin. Periode lipatan pada umur ini diikuti oleh
periode erosi. Ketidakselarasan yang terbentuk tersebut relatif horisontal dan
memotong sikuen berumur hingga Jura Tengah. Bidang ketidakselarasan tersebut
terletak di bawah permukaan dan tertutupi oleh sikuen transgresif dan progradasi
hingga setebal 1 km, yang mengindikasikan adanya suatu fasa penurunan dasar
cekungan lanjut (Pairault dkk, 2003). Ketidakselarasan tersebut ikut terlipat dan
posisi saat ini memperlihatkan kemiringan ke arah selatan, yaitu ke arah palung
yang terletak di bagian selatan MOKA. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pembentukan MOKA tersebut masih berkembang hingga saat ini. Penurunan
dasar cekungan dan kontraksi di bagian palung, setelah terdapat ketidakselarasan
Pliosen Awal serta fasa konvergen pada daerah Seram, dimulai sejak Miosen
Akhir (Audley-Charles dkk, 1979). Hal ini mengindikasikan bahwa setelah terjadi
fasa tektonik pada Oligosen Akhir yang menyebabkan mulai terbentuknya
MOKA, sebagai aktivasi struktur yang relatif aktif hingga saat ini.
Pada Miosen Akhir tersebut, daerah Salawati didominasi oleh aktivitas SFZ.
Satyana dkk, 2002 dalam publikasinya menyatakan bahwa elemen struktur di
Cekungan Salawati adalah SFZ, sebagai batas cekungan di bagian utara. SFZ ini
merupakan suatu zona sesar mendatar mengiri yang terletak di bagian utara Papua
dan memanjang hingga 1000 km serta berarah relatif barat-timur (Closs dkk,
2005). Sesar mendatar ini diinterpretasikan sebagai sesar transform yang
21
merupakan batas sutur lempeng Pasifik di bagian utara dan lempeng Australia di
bagian selatan. Di daerah Kepala Burung, Papua, SFZ memiliki arah NW-SE
yang berubah orientasi menjadi NE-SW di bagian barat. Mekanisme SFZ ini
mengakibatkan terjadinya pola deformasi yang sangat kompleks terutama di
daerah Seram, Misool, dan Cekungan Salawati. Daerah-daerah tersebut memiliki
pola sedimentasi dan tipe deformasi yang berbeda-beda namun pada dasarnya
daerah tersebut memiliki keterkaitan dan hubungan satu dengan yang lainnya.
Struktur-struktur yang terbentuk di Cekungan Salawati berkaitan dengan
mekanisme SFZ. Struktur tersebut merupakan asosiasi struktur sesar mendatar
(wrench-fault). SFZ yang aktif sejak Miosen Akhir ini berkembang menjadi sesar
mendatar (sintetik dan antitetik), sesar normal, dan sesar naik, sesuai dengan
kondisi tegasan yang mempengaruhinya. Beberapa struktur berumur Mesozoik
mengalami reaktivasi akibat aktivitas SFZ ini sehingga memberikan orientasi arah
yang berbeda dengan struktur utama akibat yang aktif terbentuk bersamaan
dengan aktivitas SFZ.
Perkembangan struktur di daerah Kepala Burung, Papua termasuk pada ketiga
sub-daerah, dapat dilihat pada Tabel 3.1. Pola struktur yang berbeda-beda dalam
setiap sub-daerah tersebut, mengindikasikan bahwa interpretasi dan rekonstruksi
struktur yang pada daerah penelitian, dilakukan secara terpisah pada setiap daerah
untuk melihat korelasi dan kaitannya dengan kondisi tektonik regional di daerah
Kepala Burung, Papua.
22
Gambar 3.1. Tatanan tektonik regional daerah Kepala Burung, Papua (Modifikasi dari Hall, 1997;
Charlton, 2000; Pairault dkk, 2003, dan Cloos dkk, 2005).
23
Tabel 3.1 Perbandingan kejadian struktur daerah Kepala Burung dan daerah
Seram, Misool, dan Salawati (modifikasi dari Sapiie, 2000, Pairault dkk, 2003,
Satyana, 2003, dan Closs dkk, 2005)
24
3.2. Tatanan Stratigrafi Regional
Fraser, dkk (1993) membagi tatanan stratigrafi di daerah Kepala Burung, Papua
menjadi tujuh sikuen yang sesuai dengan periode tektonik yang terjadi di daerah
Kepala Burung, Papua tersebut. Sedimentasi awal di daerah Kepala Burung,
Papua berkaitan dengan fasa pre-rift Mesozoik. Pada fasa rifting tersebut
diendapkan sedimen fluvial-laut dangkal sebagai bagian dari Formasi Aifam
berumur Perm Awal-Akhir, dan di atas Formasi Aifam tersebut diendapkan serpih
Formasi Tipuma pada umur Jura. Fasa pengendapan dan rifting ini terjadi di
sepanjang daerah Seram, Misool, dan Kepala Burung. Pada Jura Awal-Tengah
sedimen pantai-laut dangkal yang setara dengan Formasi Roabiba diendapkan
sebagai suatu sistem delta pada tahap main rift, berupa batulempung dan
batugamping lingkungan laut dangkal, dan diikuti oleh suatu fasa condensed
section dari endapan pantai-lautdangkal Formasi Demu/Lelinta. Terjadi suatu fasa
erosi lokal dan pengendapan pada Jura Akhir-Kapur Awal yang ditandai oleh fasa
break-up serta sistem transgresi regional. Fasa tersebut juga ditandai oleh
pendalaman di bagian kontinen, serta pengendapan sedimen klastik laut dangkal-
dalam Formasi Woniwogi dan Jass Polysequence, yang diikuti oleh suatu erosi
besar pada Kapur Awal. Transgresi besar yang juga terjadi pada Kapur Awal turut
mengontrol pengendapan progradasi sedimen klastik Formasi Ekmai.
Pengendapan sikuen-sikuen tersebut terus berlanjut hingga terjadi pengendapan
sedimen berumur Tersier di daerah Kepala Burung, Papua, namun semakin ke
bagian barat Kepala Burung, Papua, sedimen berumur Kapur relatif mengalami
erosi.
Pada umur Tersier, sedimentasi diawali oleh fasa pengangkatan lokal dan erosi
ada Paleosen Awal. Endapan karbonat deep water dan endapan klastik di daerah
shelf dan slope mulai diendapkan pada Paleosen Awal-Akhir, sebagai bagian dari
Formasi Daram, yang diendapkan pada lingkungan inner-outer shelf. Proses
sedimentasi berlanjut dengan pengendapan sedimen shallow-open marine yang
dikenal sebagai Formasi Waripi dan Formasi Faumai selama Eosen Awal-
Oligosen Awal. Pada Oligosen Akhir diendapkan sedimen lingkungan laut
dangkal Formasi Sirga, yang dilanjutkan oleh pengendapan sikuen karbonat,
25
sebagai suatu paparan karbonat Formasi Kais pada Miosen Awal-Akhir. Endapan
pantai-laut dangkal Formasi Klasafet dan Klasaman diendapkan pasa Pliosen-
Pleistosen. Umur Pliosen Awal-Pleistosen merupakan suatu tahap yang penting
dalam proses sedimentasi di daerah Kepala Burung, Papua, karena pada rentang
waktu ini terjadi suatu perubahan sistem dan pola sedimentasi dari endapan
karbonat pada Paleosen Awal-Miosen Akhir kembali menjadi endapan sikuen
sedimen klastik, yang diindikasikan oleh kehadiran suatu suksesi tebal batupasir.
Sedimen klastik ini merupakan sikuen berumur Pliosen dan Pleistosen dari
Formasi Klasafet dan Formasi Klasaman, yang ketebalannya mencapai 5000 m di
Cekungan Salawati (Pairault dkk, 2003). Tatanan stratigrafi di daerah Kepala
Burung, Papua dapat dilihat pada Gambar 3.2.
26
Gambar 3.2. Kolom stratigrafi daerah Seram, Misool, dan Salawati. Pada kolom stratigrafi tersebut terlihat perbandingan sikuen-sikuen stratigtrafi pada
setiap daerah tersebut (Modifikasi dari Fraser dkk, 1993, Pairault dkk, 2003 dan Satyana, 2003).
27
Tatanan stratigrafi di daerah Kepala Burung pada kolom stratigrafi Gambar 3.2.
memperlihatkan bahwa terdapat tiga sub-daerah di Kepala Burung, Papua yang
memiliki kesamaan sikuen stratigrafi dan tektonostratigrafi secara regional,
namun setiap sub-daerah tersebut memiliki fasies yang berbeda-beda dalam
proses sedimentasinya. Ketiga sub-daerah tersebut adalah daerah Seram, Misool,
dan Cekungan Salawati yang masih merupakan bagian dari Kepala Burung, Papua
pada umumnya.
Pada Pra-Kambrium-Perm, di daerah Seram diendapkan batuan metamorf
berderajat tinggi sekis dan gneis sebagai anggota dari kelompok Kobipoto serta
filit, serpih termetamorf, sedimen silisiklastik, dan batugamping (Pairault dkk,
2003). Di daerah Misool, juga dijumpai batuan metamorf berupa sabak dan filit
yang serupa dengan batuan metamorf di daerah Seram (Fraser dkk, 1993; Pairault
dkk, 2003), sedangkan di daerah Salawati diendapkan batuan metamorf yang
berperan sebagai batuan dasar serta batuan continental margin Aifam (Satyana,
2003).
Pada Trias-Jura Awal diendapkan sedimen silisiklastik dan batugamping di daerah
Seram, sebagai bagian dari endapan yang teranjakkan (Pairault, 2003). Endapan
sedimen silisiklastik tersebut serupa dengan sedimen yang melapisi batuan dasar
metamorf di daerah Misool, namun di daerah Misool pada Trias Akhir terjadi fasa
block faulting dan pengangkatan yang mengubah lingkungan dari laut dalam
menjadi paparan karbonat terumbu laut dangkal (Hamilton, 1979; Fraser dkk,
1993; Pairault dkk, 2003). Pembentukan sesar tersebut diikuti oleh periode non-
deposition dan erosi. Sedimentasi endapan marine berlanjut pada daerah dengan
topografi rendah di umur Jura Awal, yaitu pengendapan Kelompok Yefbie di
daerah Misool berupa serpih karbonatan dan batulanau yang diendapkan pada
lingkungan marin yang terbatas. Di daerah Salawati, batuan sedimen (Grup
Tipuma dan Kembelangan) berumur Trias-Jura Awal yang diendapkan di atas
batuan dasar tersebut hanya ditemukan pada bagian selatan Cekungan Salawati
karena terdapat pengangkatan di bagian utara cekungan pada Kapur Akhir yang
menyebabkan terjadinya erosi sedimen tua dan non deposition (Satyana, 2003).
28
Pada Jura Akhir sedimen dari kelompok Nief Beds diendapkan di daerah Seram
setelah interval non-deposition dan memperlihatkan adanya sikuen mendangkal ke
atas (shallowing upward), dari lingkungan batial hingga nearshore (Pairault dkk,
2003). Sedimen tersebut terdiri atas batugamping foraminifera yang kaya akan
fauna plankton, dan pada daerah Seram sedimen ini diendapkan menerus hingga
umur Miosen dengan periode non-deposition pada Oligosen Tengah, yang diikuti
oleh pengendapan batugamping terumbu. Di daerah Misool, pada umur ini
diendapkan napal dan serpih Formasi Demu serta serpih Lelinta yang menandakan
adanya perubahan lingkungan laut dalam menjadi open marine (Fraser dkk, 1993;
Pairault dkk, 2003). Endapan berumur Jura Akhir ini tidak ditemukan di daerah
Salawati, akibat adanya pengangkatan pada Kapur Akhir (Satyana, 2003).
Pada Kapur Akhir-Oligosen Akhir daerah Seram masih didominasi oleh sedimen
dari kelompok Nief Beds (Pairault dkk, 2003), hingga ditemukannya interval non-
deposition pada Oligosen Tengah. Pada daerah Misool, kelompok Facet berumur
Kapur Awal yang terdiri atas batugamping batial di bagian bawah, menerus
menjadi sikuen kalsilutit tufaan, serpih, dan napal, menunjukkan adanya pengaruh
aktivitas vulkanik di bagian utara Misool. Kehadiran Formasi Fafanlap berumur
Kapur Akhir menandai adanya transisi menjadi lingkungan Fluvio-Deltaic dan
terdiri atas batulanau karbonatan, greywackes, dan serpih. Terdapat interval non-
deposition di daerah Misool pada Eosen Awal, yang kemudian diikuti oleh
pengendapan batugamping pada Eosen Tengah-Oligosen Awal. Interval non-
deposition di daerah Misool ditemukan kembali pada Oligosen Akhir, yang
kemudian dikenali sebagai ketidakselarasan Oligosen Akhir (Pairault dkk, 2003).
Di daerah Salawati sedimen Tersier mulai diendapkan sejak Paleosen, berupa
pengendapan mudstone napalan laut dalam Formasi Inskin di bagian selatan. Pada
Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir, terjadi pengendapan karbonat transgresif
Formasi Faumai. Di atas endapan karbonat Formasi Faumai diendapkan endapan
silisiklastik laut dangkal Formasi Sirga pada Oligosen Akhir (Satyana, 2003).
29
Pada Miosen-Pliosen Awal, di daerah Seram masih diendapkan batugamping
Kelompok Nief Beds. Kelompok Nief Beds tersebut terdeformasi sangat kuat dan
penebalannya dipengaruhi oleh sesar anjakan yang mengarah ke timurlaut. Jalur
sesar anjakan pada sedimen berumur Mesozoik-Miosen tertutupi secara tidak
selaras oleh batulempung Salas, Kelompok Wahai Beds berumur Pliosen, dan
Formasi Fufa berumur Pleistosen. Batulempung Salas awalnya diinterpretasi
sebagai olisostrom yang serupa dengan batulempung scaly Bobonaro di Timor,
walaupun lebih tipis. Batulempung tersebut terdiri atas butiran yang berpilah
buruk dengan blok eksotik yang umur dan ukurannya pada matriks lempungnya
dan teridentifikasi berumur Miosen Akhir-Pliosen Awal (Pairault dkk, 2003). Di
daerah Misool, ditemukan endapan serpih pada Miosen Awal, yang kemudia
menerus menjadi batugamping dan batulumpur pada Miosen Akhir (Pairault dkk,
2003). Daerah Salawati didominasi oleh endapan karbonat tebal Formasi Kais
yang diendapkan setelah endapan silisiklastik Formasi Sirga (Satyana, 2003).
Endapan karbonat transgresif Formasi Kais diendapkan pada lingkungan yang
bervariasi, dimulai dari lagoonal, bank, hingga ke deeper water facies, sehingga
menghasilkan tipe karbonat yang bervariasi pula, yaitu karbonat energi rendah
(low-energy), lumpur karbonat kaya akan material organik (organic-rich
carbonates muds) hingga karbonat terumbu energi sedang-tinggi (moderate-high
energy reefal carbonates). Pengendapan berlanjut setelah endapan karbonat
Formasi Kais, terdapat pengendapan Formasi Klasafet berupa endapan halus
silisiklastik lingkungan lagoon pada umur Miosen (Satyana, 2003).
Sikuen Plio-Plistosen memiliki ketebalan hingga 3 km di daerah Seram bagian
utara-tengah. Batulumpur dan batulanau dari Wahai Beds diendapkan di bagian
dalam cekungan di utara Seram, dan tidak selaras secara kuat dengan strata yang
lebih tua. Endapan tersebut ditutupi oleh Formasi Fufa berupa fasies delta yang
terdiri dari batupasir, konglomerat, batugamping, dan sedimen terumbu (Pairault
dkk, 2003). Daerah Misool pada Plio-Plistosen didominasi oleh endapan
batugamping dan endapan alluvial (Pairault dkk, 2003). Pada daerah Salawati
diendapkan endapan silisiklastik Formasi Klasaman, yang merupakan sikuen
termuda pada stratigrafi Tersier di Cekungan Salawati. Endapan molassic
30
konglomerat Sele diendapan pada Pleistosen sebagai produk erosional akibat zona
deformasi di sepanjang SFZ (Satyana, 2003).
Perbedaan fasies pada setiap sub-daerah (Seram, Misool, dan Cekungan Salawati)
dalam sistem sedimentasi di daerah Kepala Burung, Papua, berkaitan dengan pola
struktur yang berkembang di daerah tersebut. Interpretasi stratigrafi di daerah
penelitian dilakukan pada setiap sub-daerah untuk mengetahui secara mendetail
distribusi sedimen dan stratigrafi di daerah Kepala Burung, Papua.