30 bab ii tinjauan pustaka 2.1. konsep bagi hasil perbankan

45
30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan Syariah Mekanisme bagi hasil merupakan hal baru dalam kerangka mekanisme sistem ekonomi dunia pada umumnya belakangan ini, walaupun sebenarnya sistem bagi hasil telah dijalankan oleh Rasulullah SAW pada masa kenabiannya. Sebagai sistem baru biasanya memberikan peluang dan tantangan yang cukup berarti. Hadirnya sistem bagi hasil tentunya tidak akan memberikan ruang gerak bagi sistem bunga (An-Nabhani, 1996 : 57). Dalam sistem ekonomi Islam tingkat bunga yang dibayarkan bank kepada nasabah diganti dengan persentase atau porsi bagi hasil, dan tingkat bunga yang diterima oleh bank (dari debitur) akan digantikan dengan persentase bagi hasil yang disebut nisbah. Nisbah dapat saja berbeda-beda di setiap jenis usaha dan kapasitas usaha. Pembagian keuntungan dalam ekonomi yang bersaing, sepenuhnya dapat dijelaskan dengan berdasarkan tingkat keuntungan yang diharapkan. Pembagian di antara pengusaha secara proporsional oleh pemilik modal tidak mempengaruhi peran ekonomi dari tingkat keuntungan yang diharapkan. Tidak adanya tingkat bunga dalam mekanisme bagi hasil tidak akan menjadikan situasi ekonomi labil. Universitas Sumatera Utara

Upload: vuonglien

Post on 15-Jan-2017

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan Syariah

Mekanisme bagi hasil merupakan hal baru dalam kerangka mekanisme

sistem ekonomi dunia pada umumnya belakangan ini, walaupun sebenarnya

sistem bagi hasil telah dijalankan oleh Rasulullah SAW pada masa kenabiannya.

Sebagai sistem baru biasanya memberikan peluang dan tantangan yang cukup

berarti. Hadirnya sistem bagi hasil tentunya tidak akan memberikan ruang gerak

bagi sistem bunga (An-Nabhani, 1996 : 57).

Dalam sistem ekonomi Islam tingkat bunga yang dibayarkan bank kepada

nasabah diganti dengan persentase atau porsi bagi hasil, dan tingkat bunga yang

diterima oleh bank (dari debitur) akan digantikan dengan persentase bagi hasil

yang disebut nisbah. Nisbah dapat saja berbeda-beda di setiap jenis usaha dan

kapasitas usaha.

Pembagian keuntungan dalam ekonomi yang bersaing, sepenuhnya dapat

dijelaskan dengan berdasarkan tingkat keuntungan yang diharapkan. Pembagian

di antara pengusaha secara proporsional oleh pemilik modal tidak mempengaruhi

peran ekonomi dari tingkat keuntungan yang diharapkan. Tidak adanya tingkat

bunga dalam mekanisme bagi hasil tidak akan menjadikan situasi ekonomi labil.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

31

Peran bunga dalam keputusan investasi saat ini secara nyata tergantung pada

realitas kelembagaan dari pada kebutuhan ekonomi (Chapra, 1995:386).

Salah satu aspek bagi hasil adalah aspek yang berkaitan dengan bagi

resiko. Dalam kerangka kerja kelembagaan saat ini, pemilik modal dapat

mendistribusikan resiko melalui pembagian manajemen dan utang dalam bentuk

bergabung dalam pemilikan saham. Sementara pemilik tenaga tidak dapat

membagikan tenaganya kepada pemilik modal.

Jika dalam usaha mengalami resiko, maka dalam konsep bagi hasil kedua

belah pihak akan bersama-sama menanggung resiko. Di satu pihak pemilk modal

menanggung kerugian modalnya, di pihak lain pelaksana proyek akan mengalami

kerugian tenaga yang telah dikeluarkan. Dengan kata lain, masing-masing pihak

yang melakukan kerjasama dalam sistem bagi hasil berpartisipasi dalam kerugian

dan keuntungan. Hal demikian menunjukkan keadilan dalam distribusi

pendapatan.

Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Bunga dan bagi

hasil pada prinsipnya memberikan keuntungan kepada pemilik modal, tetapi

memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi

dan pembungaan uang. Dalam investasi usaha yang dilakukan mengandung

resiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya pembungaan

uang adalah aktivitas yang tidak memiliki resiko, karena adanya persentase suku

bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

32

Adapun perbedaan antara imbalan yang berdasarkan bunga seperti

dipraktekkan bank konvensional dengan berdasarkan bagi hasil seperti yang

diterapkan oleh bank Islam, diuraikan melalui perbandingan sebagai berikut :

Tabel 2.1. Perbandingan imbalan yang berdasarkan bunga dan berdasarkan

bagi hasil

No Bunga Bagi Hasil

1. Penentuan bunga dibuat pada

waktu akad tanpa berpedoman

pada untung rugi.

Penentuan besarnya rasio hasil

dibuat pada waktu akad dengan

berpedoman pada kemungkinan

untung rugi.

2. Besarnya persentase berdasarkan

pada jumlah uang (modal) yang

dipinjamkan.

Besarnya rasio bagi hasil

berdasarkan pada jumlah keuntungan

yang diperoleh.

3. Pembayaran bunga tetap seperti

yang dijanjikan tanpa

pertimbangan apakah proyek yang

dijalankan oleh pihak nasabah

untung atau rugi.

Bagi hasil tergantung pada

keuntungan proyek yang dijalankan

sekiranya itu tidak mendapatkan

keuntungan maka kerugian akan

ditanggung bersama oleh kedua

belah pihak.

4. Jumlah pembayaran bunga tidak

meningkat sekalipun bunga

jumlah keuntungan berlipat atau

keadaan ekonomi sedang

“booming”.

Jumlah pembagian laba meningkat

sesuai dengan peningkatan jumlah

pendapatan.

5. Eksistensi bunga diragukan

(walau tidak dikecam) oleh semua

agama termasuk Islam.

Tidak ada yang meragukan

keabsahan keuntungan bagi hasil.

Sumber : Muhammad Syafii Antonio, 2001 : 60.

Menurut Wiroso (2005:19-50), untuk mengetahui bagaimana sistem

pembiayaan dengan prinsip bagi hasil ini dapat kita lihat dari produk pembiayaan

yang ditawarkan oleh bank syariah, yaitu produk penghimpunan dana dan produk

penyaluran dana. Antara lain sebagai berikut :

Produk Penghimpunan Dana, antara lain :

Universitas Sumatera Utara

Page 4: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

33

1. Giro Wadi’ah, yaitu simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat

dengan menggunakan cek, sarana perintah pembayaran lain, atau dengan cara

pemindahbukuan atau yang lebih dikenal dengan bilyet giro. Kepada

penyimpan dapat diberikan semacam bonus atau jasa giro sesuai dengan

jumlah dana yang ikut berperan dalam pembentukan laba Bank tetapi bank

tidak memperjanjikannya pada akad.

2. Deposito Mudharabah, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat

dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara penyimpanan

dengan Bank. Kepada penyimpanan deposito Mudharabah diberikan hak

untuk memperoleh pembagian laba bank, yang diperhitungkan sesuai dengan

peranan dananya dalam pembentukan laba bank. Deposito ini dapat

diperpanjang secara otomatis (Automatic Roll Over/ARO)

3. Tabungan Mudharabah, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat

dilakukan dengan syarat-syarat tertentu yang telah disepakati antara bank

dengan penyimpan. Penyimpan tabungan diberi hak untuk memperoleh

pembagian laba bank, yang diperhitungkan sesuai dengan peranan dananya

dalam pembentukan laba bank.

Hasan (2003:43) juga mengemukakan bahwa produk penyaluran dana,

antara lain :

1. Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), yaitu pinjaman modal investasi dan/atau

modal kerja. Pengusaha hanya menyediakan usaha dan manajemennya

dengan perjanjian atas bagi hasil. Bank menyediakan keseluruhan modal

usaha tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

34

2. Pembiayaan Musyarakah, yaitu suatu perjanjian pembiayaan antara bank

dengan pengusaha, dimana baik pihak bank maupun pihak pengusaha secara

bersama membiayai suatu usaha atau proyek yang dikelola seara bersama

pula, atas dasar bagi hasil sesuai dengan penyertaan. Bank dan pengusaha

mempunyai porsi masing-masing modal.

3. Pembiayaan Murabahah, yaitu kredit dimana bank menyediakan pinjaman

dana untuk membeli barang apapun yang dibutuhkan debitur, yang dibayar

kembali pada saat jatuh tempo atau masa pembiayaan berakhir.

4. Pembiayaan Bai’ Bithaman Ajil, yaitu kredit dimana bank menyediakan

pinjaman dana untuk membeli barang apapun yang dibayar kembali waktu

jatuh tempo secara cicilan. Cicilan dapat berubah-ubah atau tetap tergantung

kesepakatan awal.

5. Pembiayaan Qardh’ul Hasan, yaitu kredit antara bank dan nasabah yang

dianggap layak menerima pinjaman lunak, baik pengusaha maupun

perorangan yang berada dalam keadaan terdesak. Penerima kredit hanya

diwajibkan mengembalikan pokok pinjaman pada saat jatuh tempo dengan

daya beli yang sama seperti waktu menerima pinjaman. Tujuan pemberian

kredit ini terutama untuk memenuhi kebutuhan masabah akan uang tunai,

baik untuk hal-hal yang bersifat konsumtif maupun produktif. Pinjaman ini

biasanya hanya bersifat sosial.

2.1.1. Mudharabah Dalam Literatur Fiqih

Dalam fiqih Islam Mudharabah merupakan salah satu bentuk kerjasama

antara rab al-mal (investor) dengan seorang pihak kedua (mudharib) yang

berfungsi sebagai pengelola dalam berdagang. Istilah mudharabah oleh ulama

Universitas Sumatera Utara

Page 6: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

35

Fiqh Hijaz menyebutkan dengan Qiradh. Mudharabah berasal dari kata dharb,

berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih

tepatnya adalah proses seseorang memukul kakinya dalam menjalankan usaha

(Antonio, 2001:95).

Menurut Haroen (2000:67) dikutip dari kitab Al-Mabsuth, secara

terminologi, para ulama fiqh mendefinisikan Mudharabah atau Qiradh dengan :

“Pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang)

untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama

dan dibagi menurut kesepakatan”.

Mudharib menyumbangkan tenaga dan waktunya dan mengelola kongsi

mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak. Salah satu ciri utama dari kontrak ini

adalah bahwa keuntungan, jika ada, akan dibagi antara investor dan mudharib

berdasarkan proporsi yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian, jika ada, akan

ditanggung sendiri oleh investor (Saud, 1980:70).

2.1.2. Hukum Mudharabah dan Dasar Hukumnya.

Secara eksplisit dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan langsung mengenai

hukum Mudharabah, meskipun ia menggunakan akar kata dl-r-b yang darinya

kata Mudharabah diambil sebanyak 58 kali, namun ayat-ayat Al-Qur’an tersebut

memiliki kaitan dengan Mudharabah, meski diakui sebagai kaitan yang jauh,

menunjukkan arti “perjalanan” atau “perjalanan untuk tujuan dagang”.

Dalam Islam akad Mudharabah dibolehkan, karena bertujuan untuk saling

membantu antara rab al-mal (investor) dengan pengelola dagang (mudharib).

Demikian dikatakan oleh Ibn Rusyd (w.595/1198) dari madzhab Maliki bahwa

kebolehan akad Mudharabah merupakan suatu kelonggaran yang khusus.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

36

Meskipun Mudharabah tidak secara langsung disebutkan oleh Al-Qur’an atau

Sunnah, ia adalah sebuah kebiasaan yang diakui dan dipraktekkan oleh umat

Islam, dan bentuk dagang semacam ini tampaknya terus hidup sepanjang periode

awal era Islam sebagai tulang punggung perdagangan karavan dan perdagangan

jarak jauh.

Dasar hukum yang biasa digunakan oleh para Fuqaha tentang kebolehan

bentuk kerjasama ini adalah firman Allah dalam Surah Al-Muzzammil ayat 20

yang artinya : “....dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia

Allah....”. Pada surat Al-Baqarah ayat 198 yang artinya : “Tidak ada dosa bagimu

untuk mencari karunia (rezeki hasilperdagangan) dari Tuhanmu....”

Kedua ayat tersebut di atas, secara umum mengandung kebolehan akad

Mudharabah, yang secara bekerjasama mencari rezeki yangditebarkan Allah SWT

di muka bumi. Kemudian dalam Sabda Rasulullah SAW dijumpai sebuah riwayat

dalam kasus Mudharabah yang dilakukan oleh Abbas Ibn Al-Muthalib yang

artinya :

“Tuan kami Abbas Ibn Abd Al-Muthalib jika menyerahkan hartanya (kepada

seorang yang pakar dalam perdagangan) melalui akad Mudharabah, dia

mengemukakan syarat bahwa harta itu jangan diperdagangkan melalui lautan,

juga jangan menempuh lembah-lembah, dan tidak boleh dibelikan hewan ternak

yang sakit tidak dapat bergerak atau berjalan. Jika (ketiga) hal itu dilakukan, maka

pengelola modal dikenai ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakan Abbas

Ibn Abd Al-Muthalib ini sampai kepada Rasulullah SAW, dan Rasul

membolehkannya” (HR. Ath-Tabrani).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

37

Dikatakan bahwa Nabi dan beberapa sahabat pun terlibat dalam kongsi-

kongsi Mudharabah. Menurut Ibn Taimiyyah, para Fuqaha menyatakan kehalalan

Mudharabah berdasarkan riwayat-riwayat tertentu yang dinisbatkan kepada

beberapa sahabat tetapi tidak ada Hadits sahih mengenai Mudharabah yang

dinisbatkan kepada Nabi (Saeed, 1996:54).

2.1.3. Rukun dan Syarat Mudharabah

Dalam hal rukun akad Mudharabah terdapat beberapa perbedaan pendapat

antara Ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama. Ulama Hanafiyah berpendapat

bahwa yang menjadi rukun akad Mudharabah adalah Ijab dan Qabul. Sedangkan

Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun akad Mudharabah adalah terdiri atas

orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja dan akad; tidak hanya terbatas pada

rukunsebagaimana yang dikemukakan Ulama Hanafiyah, akan tetapi, Ulama

Hanafiyah memasukkan rukun-rukun yang disebutkan Jumhur Ulama itu, selain

Ijab dan Qabul sebagai syarat akad Mudharabah.

Untuk mengenal akad Mudharabah lebih lanjut, perlu mengetahui syarat-

syarat akad Mudharabah. Adapun syarat-syarat Mudharabah, sesuai dengan

rukun yang dikemukakan Jumhur Ulama di atas adalah :

1. Orang yang berakal, harus cakap bertindak hukum, dan cakap diangkat

sebagai wakil.

2. Mengenai modal disyaratkan : a) berbentuk uang, b) jelas jumlahnya, c) tunai,

dan d) diserahkan sepenuhya kepada mudharib (pengelola). Oleh karenanya

jika modal itu berbentuk barang, menurut Ulama Fiqh tidak dibolehkan,

karena sulit untuk menentukan keuntungannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

38

3. Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan bahwa pembagian keuntungan

harus jelas dan bagian masing-masing diambil dari keuntungan dagang itu

(Wiroso, 2005:38).

2.1.3.1. Modal Dalam Akad Mudharabah

Seperti dijelaskan pada syarat-syarat akad Mudharabah di atas, bahwa

modal harus berbentuk uang. Untuk menghindari bentuk perselisihan, kontrak

Mudharabah harus jelas jumlah modalnya. Modal Mudharabah tidak boleh

berupa suatu hutang yang dipinjam mudharib pada saat dilanjutkan kontrak

Mudharabah. Karena dalam kontrak seperti ini investor dapat dengan mudah

menggunakan Mudharabah sebagai alat untuk memperoleh kembali hutangnya

sekalian mengambil untung darinya. Mengambil untung dari suatu hutang adalah

sebagai riba yang diharamkan dalam hukum Islam. Dari sekian empat Madzhab

Fiqh tak satupun yang mengizinkan suatu kontrak dimana kreditur meminta

debitur untuk menjalankan Mudharabah berdasarkan pengertian bahwa modal

kongsi adalah hutang calon Mudharib kepada investor (Nurhayati, 2008:117).

Rab al-mal (investor) harus menyerahkan modal Mudharabah kepada

Mudharib agar kontrak ini menjadi sah. Mudharib bebas menginvestasikan dan

menggunakan modal tersebut dalam batas-batas klausul kontrak Mudharabah

yang secara umum menetapkan jenis usaha yang dipilih, jangka waktu kongsi, dan

lokasi-lokasi tempat mudharib boleh menjalankan usahanya.

2.1.3.2. Manajemen Dalam Akad Mudharabah

Sebagai mudharib yang menjalankan Mudharabah, hendaknya harus

memiliki kebebasan yang diperlukan dalam pengelolaan usaha kongsi tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 10: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

39

dan dalam pembuatan semua keputusan terkait. Ia bebas menentukan sendiri

bentuk barang-barang untuk dikelola, memberikan modal kepada pihak ketiga,

melibatkan diri dalam suatu kerjasama (Musyarakah) dengan pihak-pihak lain

tanpa ditentukan oleh investor, sehingga memperoleh hasil dan keuntungan yang

maksimal. Dilihat dari segi transaksi yang dilakukan antara investor dengan

mudharib, Ulama Fiqh membagi Mudharabah kepada dua jenis : Mudharabah

Muthlaqah (tak terbatas untuk menyerahkan modal secara mutlak, tanpa syarat

dan pembatasan) dan Mudharabah Muqayyadah (terbatas untuk menyerahkan

modal dengan syarat dan batasan tertentu).

Dalam Mudharabah Muthlaqah, mudharib boleh dan bebas menggunakan

modal untuk membeli barang apapun dari siapapun dan kapanpun, ia boleh

menjual barang-barang Mudharabah dengan cara tunai atau kredit bahkan ketika

mudharib dibatasi oleh investor, mudharib bebas berdagang sesuai dengan

praktek umumnya para pedagang. Akan tetapi dalam Mudharabah Muqayyadah,

mudharib harus mengikuti syarat-syarat dan batasan-batasan yang dikemukakan

oleh investor. Misalnya, mudharib harus berdagang barang tertentu, pada tempat

tertentu, dan membeli barang pada orang tertentu.

Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i, jika investor menentukan bahwa

mudharib tidak boleh membeli kecuali dari orang tertentu, maka Mudharabah itu

batal. Abu Saud (1980:70), penulis kontemporer tentang Bank Islam, mengatakan:

(mudharib) harus memiliki kebebasan mutlak dalam berdagang dengan uang yang

diberikan kepadanya dan mengambil segala langkah/keputusan yang ia anggap

tepat untuk memperoleh keuntungan maksimal. Segala syarat yang membatasi

kebebasan semacam ini merusak keabsahan perjanjian Mudharabah.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

40

2.1.3.3. Jangka Waktu Dalam Akad Mudharabah

Menurut madzhab Maliki dan Syafi’i bahwa, kontrak Mudharabah tidak

boleh menentukan syarat adanya jangka waktu tertentu bagi kongsi. Menurutnya

hal demikian dapat membuat kontrak menjadi batal. Namun kalangan madzhab

Hanafi dan Hambali membolehkan klausul demikian (Ayub, 2007:327).

Mengenai penghentian kontrak Mudharabah, masing-masing dari pihak

berhak untuk menghentikan kontrak tersebut dengan memberitahukan keputusan

itu kepada pihak lain. Karena sebagian besar Fuqaha Mudharabah bukanlah suatu

kontrak yang mengikat. Tak ada perbedaan pendapat mengenai penghentian

kontrak ini dilakukan sebelum atau sesudah mudharib menjalankan Mudharabah.

Imam Syafi’i dan Hanafi mengungkapkan bahwa bahkan setelah mudharib

menjalankan Mudharabah, siapapun di antara kedua belah pihak bisa

menghentikannya. Namun Imam Malik tidak mengizinkannya dalam penghentian

kontrak semacam tersebut.

Ketika kontrak Mudharabah menjadi batal untuk alasan apapun, mudharib

harus diberi upah yang layak sebagai imbalan dari pekerjaan yang telah ia

lakukan, meskipun dalam ketentuan Mudharabah tidak demikian, namun hal ini

dapat dilakukan sebagai sebagai suatu kontrak upahan (Ijarah). Hal tersebut

berdasarkan klausul suatu kontrak upahan, dimana seorang pekerja harus diberi

upah atas pekerjaannya.

2.1.3.4. Jaminan Dalam Akad Mudharabah

Mengingat hubungan antara investor dengan Mudharib adalah hubungan

yang bersifat “gadai” dan mudharib adalah orang yang dipercaya, maka tidak ada

jaminan oleh mudharib kepada investor. Investor tidak dapat menuntut jaminan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

41

apapun dari mudharib untuk mengembalikan modal dengan keuntungan. Jika

investor mempersyaratkan pemberian jaminan dari mudharib dan menyatakan hal

ini dalam syarat kontrak, maka kontrak Mudharabah mereka tidak sah, demikian

menurut Imam Malik dan Syafi’i (El-Gamal, 2006:209).

2.1.3.5. Pembagian Laba dan Rugi Dalam Akad Mudharabah

Mudharabah pada dasarnya adalah suatu serikat untuk tujuan

mendapatkan laba, dan komponen dasarnya adalah penggabungan kerja dan

modal. Pembagian laba masing-masing pihak dilakukan berdasarkan kedua

komponen tersebut. Resiko yang terkandung juga menjadi melekat dalam

Mudharabah. Dalam kasus yang usahanya tidak menghasilkan laba sama sekali,

resiko investor adalah kehilangan sebagian atau seluruh modal, sementara resiko

mudharib adalah kehilangan atas kerja dan usahanya (Nurhayati, 2008:85).

Ketentuan nisbah bagi hasil masing-masing pihak harus ditentukan

sebelumnya dalam kontrak Mudharabah. Bagi hasil harus berupa rasio dan bukan

jumlah tertentu. Penetapan jumlah tertentu, misalnya satuan mata uang, hal ini

dapat membatalkan kontrak Mudharabah tersebut karena adanya kemungkinan

bahwa keuntungan tidak akan mencapai jumlah yang ditetapkan ini. Sebelum

sampai kepada suatu angka laba, kongsi Mudharabah harus dikonversikan

menjadi uang, dan modal harus disisihkan. Mudharib berhak memotong seluruh

biaya yang terkait dengan bisnis dari modal Mudharabah.

Menurut Lewis dan Al-Qaoud (2001:111), pembagian keuntungan di

antara kedua pihak tentu saja harus berdasarkan proporsi dan tidak memberikan

keuntungan sekaligus atau yang pasti kepada rab al-mal (investor). Investor tidak

bertanggung jawab atas kerugian-kerugian di luar modal yang telah diberikannya,

Universitas Sumatera Utara

Page 13: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

42

ia hanya bertanggung jawab atas jumlah modal yang telah ditanamkan dalam

kongsi. Untuk alasan inilah mudharib tidak diizinkan mengikat kongsi

Mudharabah dengan suatu jumlah yang melebihi modal yang telah ditanamkan

oleh investor dalam kongsi tersebut. Namun jika mudharib melakukan kesalahan

dan mengabaikan kesepakatan bersama yang telah dibuat dengan investor, maka

akan menjadi tanggung jawab mudharib sepenuhnya atas segala kerugian atau

biaya yang diakibatkan oleh pelanggaran itu.

Lewis dan Al-Qaoud (2001:112) juga mengatakan sebanding dengan

posisi mudharib yang tidak menguntungkan tersebut, investor juga harus

menanggung segala kerugian atau biaya kongsi Mudharabah jika mudharib

menjalankan segala tindakan yang telah sesuai dengan kontrak yang telah dibuat

dan tidak melakukan salah-guna (misuse) atau salah-urus (mismanage) atas modal

yang dipercayakan kepadanya.

2.1.4. Mudharabah dalam Perbankan Syariah

Pembahasan Mudharabah dalam perbankan syariah lebih cenderung

bersifat aplikatif dan praktis, jika dibandingkan dengan literatur Fiqh yang

bersifat teoritis (Ayub, 2007:327). Kontrak Mudharabah bank-bank syariah saat

ini sudah menjamur di seluruh dunia, terutama di Timur Tengah.

Perbankan syariah telah menjadi istilah yang sudah tidak asing baik di

dunia Muslim maupun di dunia Barat. Istilah tersebut mewakili suatu bentuk

perbankan dan pembiayaan yang berusaha menyediakan layanan-layanan bebas

“bunga” kepada para nasabah.

Umumnya, kontrak Mudharabah digunakan dalam perbankan syariah

untuk tujuan dagang jangka pendek dan untuk suatu kongsi khusus (Nurhayati,

Universitas Sumatera Utara

Page 14: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

43

2008:112). Kontrak-kontrak tersebut yang ada seringkali berarti jual-beli barang,

yang menunjukkan sifat dagang dari kontrak ini. Para nasabah bank syariah

mengikuti kontrak-kontrak Mudharabah dengan bank syariah. Mudharib

(nasabah) setelah menerima dukungan pendanaan dari bank, membeli sejumlah

atau senilai tertentu dari barang yang sangat spesifik dari seorang penjual dan

menjualnya kepada pihak ketiga dengan suatu laba. Sebelum disetujuinya

pendanaan, mudharib memberikan kepada bank segala perincian mendetail yang

terkait dengan barang, sumber dimana barang dapat dibeli serta semua biaya yang

terkait dengan pembelian barang tersebut. Kepada bank, mudharib menyajikan

pernyataan-pernyataan finansial yang disyaratkan menyangkut harga jual yang

diharapkan, arus kas (cash flow) dan batas laba (profit margin), yang akan dikaji

oleh bank sebelum diambil keputusan apapun tentang pendanaan. Biasanya bank

akan memberi dana yang diperlukan jika ia telah cukup puas dengan batas laba

yang diharapkan atas dana yang diberikan.

2.1.4.1. Modal Dalam Perbankan Syariah

Kontrak-kontrak Mudharabah bank syariah menentukan jumlah modal

yang digunakan dalam kongsi. Ringkasnya, tidak ada dana tunai yang diberikan

kepada Mudharib. Jumlah modal diangsur ke dalam rekening Mudharabah yang

dibuka oleh bank untuk tujuan pengelolaan Mudharabah. Karena umumnya

Mudharabah untuk tujuan pembelian barang-barang tertentu, maka bank

sendirilah yang melakukan pembayaran kepada penjual. Dana-dana yang

diberikan oleh bank sebagai modal tidak dalam penanganan mudharib dan ia tidak

dapat menggunakannya untuk tujuan lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

44

Bagaimanapun juga, bank syariah, misalnya, menyatakan dalam kontrak

Mudharabah mereka bahwa mudharib tidak boleh menggunakan dana yang

diberikan kepadanya untuk tujuan apapun selain yang telah ditetapkan dalam

kontrak, sebuah klausul yang tampaknya agak kurang berarti dalam praktek

(Saeed, 1996:72).

2.1.4.2. Manajemen Dalam Perbankan Syariah

Mudharib menjalankan Mudharabah dan mengatur pembelian,

penyimpanan, pemasaran, dan penjualan barang. Kontrak menetapkan secara

detail bagaimana mudharib harus mengelola Mudharabah. Mudharib harus

memastikan bahwa deskripsi yang benar tentang barang telah tersedia pada saat

pengajuan pendanaan. Mudharib bertanggung jawab atas segala kerugian atau

biaya yang diakibatkan oleh suatu kesalahan karena bank tidak akan menanggung

segala kerugian semacam ini. Mudharib harus mengelola usaha dengan sebaik-

baiknya. Ringkasnya, mudharib harus mematuhi syarat-syarat terinci dari kontrak

Mudharabah dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh bank (Saeed, 1996:57).

2.1.4.3. Jangka Waktu Dalam Perbankan Syariah

Jangka waktu yang digunakan dalam kontrak Mudharabah umumnya

ditetapkan oleh bank syariah, karena kontrak Mudharabah juga umumnya

digunakan untuk tujuan dagang jangka pendek (Saeed, 1996:74). Kontrak

Mudharabah dalam bank syariah hendaknya dilaksanakan (liquidated) dan modal

bank beserta keuntungannya diserahkan pada waktuyang telah ditentukan dalam

kontrak, karena ada proyeksi laba dari dana bank yang dihitung dengan

mempertimbangkan jatuh tempo kontrak.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

45

Dari sudut pandang bank, sedikit saja penguluran dari waktu yang telah

ditetapkan akan menempatkan bank dalam resiko, hal ini disebabkan tidak akan

memungkinkan bagi bank untuk mengubah rasio keuntungan yang sejak awal

telah disepakati. Karena rasio keuntungan masih tetap konstan selama jangka

waktu Mudharabah, suatu penguluran dapat berarti pengurangan keuntungan atas

modal yang diberikan. Beberapa bank syariah bahkan melangkah lebih jauh lagi

dengan mengusulkan bahwa jika mudharib tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan

dana selama jangka waktu yang telah ditentukan, maka ia harus memberikan ganti

rugi kepada bank. IIBD (International Islamic Bank for Investment and

Development) misalnya, menyatakan : “Kontrak secara otomatis akan dibatalkan

pada saat jatuh tempo. Mudharib harus mengembalikan dana Mudharabah kepada

investor dengan sedikit konpensasi atas penyimpanan dana selama waktu kontrak

tanpa membuatnya produktif”.

2.1.4.4. Jaminan Dalam Perbankan Syariah

Meskipun dalam Fiqh tidak diperbolehkan investor untuk menuntut

jaminan dari Mudharib, bank-bank syariah umumnya meminta beragam bentuk

jaminan. Hal ini mereka lakukan untuk memastikan bahwa modal yang disalurkan

dan keuntungan yang diharapkan dari modal ini agar diberikan kepada bank pada

saat yang ditetapkan dalam kontrak. Jaminan dapat diberikan dari mudharib

sendiri maupun dari pihak ketiga. Jaminan yang diminta oleh bank-bank syariah

tersebut tidak dibuat untuk memastikan kembalinya modal, tetapi untuk

memastikan bahwa kinerja mudharib sesuai dengan syarat-syarat kontrak.

Salah satu klausul dalam kontrak Mudharabah pada Financial Islamic

Bank of Egypt adalah “Jika terbukti bahwa mudharib menyalahgunakan atau tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 17: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

46

sungguh-sungguh dalam melindungi barang-barang atau modal yang diberikan,

atau bertindak bertentangan dengan syarat-syarat investor, maka mudharib harus

menanggung kerugian, dan harus memberikan jaminan sebagai pengganti

kerugian semacam ini”. Dalam kejadian yang mudharib bertanggung jawab atas

kerugian seperti ini, penjamin diharuskan untuk memberikan ganti rugi kepada

bank. Jika yang diberikan oleh penjamin belum mencukupi, maka Mudharib harus

memberikan jaminan tambahan dalam jangka waktu tertentu.

Di samping jaminan tersebut, mudharib diharuskan untuk menyerahkan

laporan-laporan perkembangan berkala tentang kinerja umum Mudharabah

maupun tentang arus kas (Saeed, 1996:78). Mudharib juga diwajibkan untuk

selalu melakukan pencatatan keuangan yang terkait dengan kontrak, dan

mengizinkan perwakilan bank untuk memeriksa catatan tersebut dan mengeditnya

dan untuk menginvestarisasi di toko dan gudangnya kapanpun tanpa boleh ada

keberatan darinya. Jika terjadi keterlambatan dalam menyerahkan pernyataan

neraca atau laporan perkembangan berkala, maka akan berakibat pada

pengurangan bagian laba mudharib sebanding dengan jangka waktu

keterlambatannya.

Bank mempunyai wewenang untuk mengambil alih manajemen proyek

tersebut jika mudharib tidak dapat mencapai arus kas yang diproyeksikan atau

pendapatan yang dibagikan. Bank juga dapat menuntut pembekuan Mudharabah

jika dilihat oleh bank bahwa tidak ada untungnya melanjutkan kontrak, jika

mudharib telah melanggar kalusul kontrak. Hal ini dapat dilakukan tanpa terlebih

dahulu ada peringatan atau proses hukum.

2.1.4.5. Pembagian Laba dan Rugi Dalam Perbankan Syariah

Universitas Sumatera Utara

Page 18: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

47

Bank syariah sepakat dengan nasabah Mudharabah-nya tentang nisbah

bagi hasil yang ditetapkan dalam kontrak. Penentuan besarnya nisbah tergantung

pada daya tawar si mudharib, perkiraan laba, suku bunga pasar, karakter pribadi

mudharib dan daya jual barang, maupun jangka waktu kontrak.

Jika Mudharabah tidak menghasilkan keuntungan, mudharib tidak akan

mendapat sedikitpun upah kerjanya. Kondisi ini terjadi jika Mudharabah

mengalami kerugian sedangkan tidak ditemukan bukti salah guna dan salah urus

mudharib atas dana Mudharabah, atau sepanjang tidak ditentukan pelanggaran

atas syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank. Selanjutnya jika terjadi hal

demikian, maka mudharib sendirilah yang akan menanggung kerugian dan

jaminan harus diberikan kepada bank (Lewis dan Al-Qaoud, 2001:143).

Untuk mengambil alih resiko dari setiap kerugian tidak gampang

dilakukan oleh pihak bank. Hal ini harus melewati prosedur untuk memitigasi

resiko yang mungkin terjadi dalam kongsi Mudharabah. Resiko aktuarial dalam

kongsi Mudharabah seperti yang digunakan dalam perbankan syariah dapat

diukur dan dapat diestimasi. Hal inilah yang membuat Mudharabah pada bank

syariah sedikit berbeda dengan penyelenggaraan investasi beresiko rendah

maupun investasi bebas resiko manapun.

2.2. Pembiayaan Musyarakah

Dilarangnya praktek riba dalam bidang muamalat perbankan Islam oleh

ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka dalam ajaran Islam diberikan metode

lain, yaitu melalui Mudharabah dan Musyarakah. Kata Musyarakah bersumber

dari akar kata sy-r-k, yang dalam Al-Qur’an, disebutkan sebanyak lebih kurang

Universitas Sumatera Utara

Page 19: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

48

170 kali, walau tak satupun dari ayat ini yang menggunakan istilah Musyarakah

persis dengan arti kata kemitraaan dalam suatu kongsi bisnis. Istilah lain yang

digunakan untuk Musyarakah adalah syarikah atau Syirqah (Saeed, 1996:115).

Dalam bahasa Inggris Musyarakah diterjemahkan dengan istilah

partnership. Sedangkan oleh lembaga-lembaga keuangan Islam

menerjemahkannya dengan istilah participation financing. Dalam bahasa

Indonesia dapat diterjemahkan dengan kemitraan, persekutuan atau perkongsian

(Sjahdeini, 2000 : 46). Musyarakah atau Syirqah dari segi bahasa berarti

percampuran (Muhammad, 2004:25). Dalam hal ini mencampur satu modal

dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Sedangkan menurut syara’, Syirqah (perseroan) adalah transaksi antara dua orang

atau lebih, yang dua-duanya sepakat untuk melakukan kerja yang bersifat

finansial dengan tujuan mencari keuntungan (An-Nabhani, 1996:89).

Para Fuquha mendefenisikannya sebagai akad antara orang-orang yang

berserikat dalam hal modal dan keuntungan (Usman, 2002:66). Secara teknis

dalam aplikasi perbankan, Musyarakah adalah kerja sama antara pemilik modal

atau bank dengan pedagang/pengelola, dimana masing-masing pihak memberikan

konstribusi modal dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan di muka dan

apabila rugi ditanggung oleh kedua belah pihak yang bersepakat (Saeed, 1996:96).

Sehingga Musyarakah dalam perbankan syariah telah dipahami sebagai suatu

mekanisme yang dapat menyatukan kerja dan modal untuk produksi barang dan

jasa yang bermanfaat untuk masyarakat.

Musyarakah dapat digunakan dalam setiap kegiatan yang dijalankan untuk

tujuan menghasilkan laba. Bagi bank-bank syariah, Musyarakah dapat digunakan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

49

untuk tujuan dagang murni yang lazim bersifat jangka pendek, atau untuk

keikutsertaan dalam investasi proyek-proyek jangka menengah hingga jangka

panjang (Saeed, 1996:85).

Usman (2002:67) mengatakan bila Musyarakah atau Syirqah dilakukan

sebagai transaksi bank atau oleh lembaga pembiayaan tidak lain merupakan usaha

patungan (joint venture) dengan para mitranya terdiri atas bank atau lembaga

pembiayaan dan pengusaha (nasabah). Sebagai suatu usaha patungan, maka dapat

diberlakukan semua ketentuan yang biasanya berlaku bagi perjanjian usaha

patungan di antara para mitrausaha. Dapat pula Musyarakah ini dilakukan sebagai

suatu modal ventura.

Secara sederhana Musyarakah dapat diartikan akad kerja sama usaha

patungan antara 2 (dua) pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu

jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai

dengan nisbah yang telah disepakati bersama pada saat membuat akadnya. Bank

disini melakukan usaha pembiayaan dengan cara menyertakan modal ke dalam

suatu perusahaan yang menerima pembiayaannya. Bank bersama mitra usaha

mengadakan kesepakatan tentang pembagian keuntungan dari usaha yang

dibiayai.

Porsi pembagian keuntungan terebut tidak harus sebanding dengan pangsa

pembiayaan masing-masing, tetapi atas dasar perjanjian kedua belah pihak.

Apabila terjadi kerugian, maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama sesuai

dengan pangsa pembiayaan masing-masing. Dalam hal ini bank dapat ikut serta

mengelola usaha tersebut (Usman, 2002:71).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

50

Jadi dapat dikatakan bahwa Musyarakah atau Syirqah adalah

keikutsertaaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah

modal yang telah ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama

menjalankan suatu usaha dimana pembagian keuntungan dan kerugian dilakukan

menurut bagian yang ditentukan sesuai jumlah kontribusi modal dan kesepakatan.

2.2.1. Hukum Musyarakah dan Dasar Hukumnya

Landasan dasar Al-Musyarakah, yaitu :

1. Al-Qur’an :

a. Terjemahan QS. An-Nisa (4):12 :”Jikalau saudara-saudara seibu itu

lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga”.

b. Terjemahan QS. As-Shaad (38):24 :“Dan sesungguhnya kebanyakan

dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian mereka berbuat zalim

kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan

amal shaleh”.

2. Al-Hadist :

a. Dalam Hadist Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa

Rasulullah SAW telah bersabda : ”Allah SWT telah berkata : Saya

menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari

keduanya tidak menghianati yang lain, seandainya berkhianat maka

Saya keluar dari penyertaan tersebut”. (Terjemahan HR. Abu Daud).

b. ”Rahmat Allah SWT tercurahkan atas 2 (dua) pihak yang sedang

berkongsi selama mereka tidak melakukan pengkhianatan, manakala

berkhianat, maka bisnisnya akan tercela dan keberkatan pun akan sirna

dari padanya”. (Terjemahan HR. Abu Daud).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

51

c. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW, berkata : “Sesungguhnya Allah

Azza wa Jalla berfirman : “Aku pihak ketiga dari dua orang yang

bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya”.

3. Ijma’

Ibn Qudamah telah berkata :”Kaum Muslimin telah berkonsensus akan

legitimasi Musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat

terdapat dalam beberapa elemen dari padanya” (Antonio, 2001:90).

2.2.2. Rukun dan Syarat Musyarakah

Menurut syara, Syirqah atau Musyarakah adalah transaksi antara dua

orang atau lebih, yang keduanya sepakat untuk melakukan kerja yang bersifat

finansial dengan tujuan mencari keuntungan. Transaksi perseroan tersebut

mengharuskan adanya ijab dan qabul sekaligus, sebagaimana layaknya transaksi

yang lain. Bentuk ijab-nya adalah :”Aku mengadakan perseroan dengan anda

dalam masalah ini”, kemudian yang lain menjawab (qabul) : ”Aku terima”. Akan

tetapi, tidak harus selalu memakai ungkapan di atas, yang penting maknanya

sama. Artinya, didalam menyatakan ijab dan qabul tersebut harus ada makna yang

menunjukkan, bahwa salah satu di antara mereka mengajak kepada yang lain baik

secara lisan ataupun tulisan untuk mengadakan kerja sama (perseroan) dalam

suatu masalah. Kemudian yang lain menerima perseroan tersebut. Oleh karena itu,

adanya kesepakatan untuk melakukan perseroan saja, masih dinilai belum cukup

termasuk kesepakatan memberikan modal untuk perseroan saja, juga masih dinilai

belum cukup, tetapi harus mengandung makna bekerja sama (melakukan

perseroan) dalam suatu urusan. Syarat sah dan tidaknya transaksi perseroan amat

tergantung kepada sesuatu yang ditransaksikan, yaitu harus sesuatu yang bisa

Universitas Sumatera Utara

Page 23: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

52

dikelola, dapat diwakilkan sehingga sesuatu yang bisa dikelola tersebut sama-

sama mengikat para pihak (An-Nabhani, 1996:156). Rukun-rukun dalam akad

Musyarakah adalah ijab qabul dan adanya sesuatu yang ditransaksikan.

Menurut Imam Hanafi hanya ada dua rukun dan syarat Musyarakah, yaitu

ijab dan qabul. Tetapi menurut para ulama dan praktisi perbankan menjabarkan

lebih lanjut rukun Musyarakah menjadi :

1. Ucapan (sigot), penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul); tidak ada bentuk

khusus dari kontrak Musyarakah. Ia dapat berbentuk pengucapan yang

menunjukan tujuan. Berakad dianggap sah jika diucapkan secara verbal.

Kontrak Musyarakah dicatat dalam tulisan dan disaksikan yang bermakna

akad dapat berbentuk lisan dan tulisan.

2. Para pihak yang berkontrak; dan pihak yang berkontrak harus berkompeten

dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan, karena dalam

Musyarakah mitra kerja juga berarti mewakilkan harta untuk diusahakan

sama halnya dengan Mudharabah. Musyarik juga harus berakal sehat dan

cakap hukum.

3. Objek kesepakatan : modal dan kerja.

a. Modal/Dana. Modal atau dana ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Modal yang diberikan harus tunai, emas, perak, atau nilainya sama.

Tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama dalam hal ini. Dapat

berbentuk mata uang yang berlaku.

2) Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang-barang,

properti, perlengkapan dan sebagainya. Dapat juga dalam bentuk hak

yang tidak terlihat, seperti lisensi, hak paten dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

53

Dibolehkan oleh beberapa ulama modal sebuah perusahaan dapat

disumbangkan dalam bentuk jenis-jenis asset ini asalkan barang-

barang itu dinilai dengan tunai menurut yang disepakati para

mitranya. Harus jelas jumlahnya berapa dan harus disepakati

jumlahnya.

3) Mazhab Syafii dan Maliki mensyaratkan dana yang disediakan oleh

para pihak itu harus dicampur supaya tidak ada keistimewaan

diberikan kepada bagian salah satu dari mereka. Tetapi mazhab

Hanafi tidak mencantumkan syarat ini jika modal itu dalam bentuk

tunai, sedangkan mazhab Hambali tidak mensyaratkan percampuran

dana.

b. Kerja

Partisipasi para mitra dalam pekerjaan Musyarakah adalah sebuah hukum

dasar dan tidak dibolehkan bagi salah satu dari mereka untuk

mencantumkan ketidak-ikutsertaan dari mitra lainnya. Tetapi kesamaan

kerja bukanlah merupakan syarat. Dibolehkan seorang mitra

melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia

boleh mensyaratkan bagian keuntungan tambahan bagi dirinya (Tim

Penggembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, 2002 dan

Kara, 2005:229).

Muhamad (2000:54), menjelaskan bahwa Musyarakah akan menjadi akad

apabila telah terpenuhi syarat dan rukun-rukunnya, yaitu:

1. Melafazkan kata-kata yang menunjukan izin yang akan mengendalikan harta.

2. Anggota syarikat percaya mempercayai.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

54

3. Mencampurkan harta yang akan diserikatkan.

Adapun rukun syahnya melakukan Syirqah/Musyarakah, adalah :

1. Macam harta modal.

2. Nisbah bagi hasil dari modal yang diserikatkan.

3. Kadar pekerjaan masing-masing pihak yang berserikat.

2.2.3. Sejarah Musyarakah

Musyarakah atau Syirqah didefinisikan sebagai suatu bentuk kemitraan

dimana dua orang atau lebih menggabungkan baik modal atau tenaga kerja

bersama-sama, untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak yang sama dan

kewajiban. Definisi ini didapat dari sejarah Musyarakah yang ada.

Dari awal peradaban manusia, metode untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari telah berubah seiring dengan perubahan keadaan sosial, ekonomi, ilmu

pengetahuan, budaya dan politik, terutama kebiasaan, mode, dan standar hidup.

Metode untuk memenuhi kebutuhan ini mengatur kegiatan komersial dan dapat

bervariasi dari tempat ke tempat dan waktu ke waktu. Masyarakat Arab pada saat

kebangkitan Islam memiliki metode pembiayaan yang sangat sederhana dan

bentuk usaha khas masyarakat tersebut. Munculnya Nabi Muhammad SAW

melihat praktek Musyarakah sudah berlaku selama kegiatan komersial di Arabia.

Dia tidak hanya meratifikasinya, tetapi juga dirinya melakukan bisnis atas dasar

Musyarakah (Irfani, 1984:2).

Setelah Hijrah, para Muhajirin dan Anshar dianjurkan oleh Nabi untuk

menjadi bersatu. Selanjutnya mereka bergabung sebagai mitra, dalam bentuk

Musyarakah, Muzara’a dan Musaqat, dalam perdagangan mereka. Sifat transaksi,

dalam bentuk yang berbeda, adalah identik. Nomenklatur yang berbeda dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 26: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

55

bahasa Arab mengacu pada kegiatan beragam seperti muzara’a di bidang

pertanian, musaqat di berkebun dan Musyarakah dalam perdagangan. Modal dan

tenaga kerja Musyarakah disebut Mudarabah. Ada konsensus pendapat di antara

para ahli hukum atau para ahli fiqih (termasuk Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali

dan Syi’ah) bahwa Musyarakah adalah kontrak yang sah dalam Islam. Namun

para ahli fiqih tersebut berbeda atas kondisi bentuk dan rincian lainnya (Irfani,

1984:3).

2.2.4. Tipe-Tipe Musyarakah

Awalnya Musyarakah atau Syirqah (partnership) terdiri dari dua jenis.

Yaitu :

a. Syirqah Al-Milk (kemitraan non-kontrak)

b. Syirqah Al-Uqood (kemitraan kontrak)

Syirqah Al-Milk (non-kontrak) menyiratkan kepemilikan bersama ketika

dua orang atau lebih bersepakat untuk melakukan kepemilikan aset bersama tanpa

menandatangani perjanjian kemitraan formal, misalnya, dua orang yang menerima

warisan atau hadiah tanah atau properti yang tidak dibagi. Para mitra harus

berbagi hadiah, atau mewarisi kekayaan atau pendapatan, sesuai dengan porsi

mereka di dalamnya sampai mereka memutuskan untuk membaginya. Jika

properti dibagi dan mitra masih memutuskan untuk tetap bersama-sama, Syirqah

Al-Milk disebut Ikhtiyariyyah (voluntary). Namun, jika dibagi dan mereka dibatasi

untuk tetap bersama-sama, Syirqah Al-Milk ditandai sebagai Jabriyyah (sukarela).

Sedangkan Syirqah Al-Uqood (kemitraan kontrak), bagaimanapun juga

dianggap sebagai kemitraan yang tepat karena pihak-pihak yang bersangkutan

telah rela menandatangani perjanjian kontrak untuk investasi bersama dan berbagi

Universitas Sumatera Utara

Page 27: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

56

keuntungan dan resiko. Perjanjian tersebut tidak perlu formal dan tertulis, bisa

informal dan lisan. Sama seperti di Mudharabah, keuntungan dapat dibagi dalam

proporsi yang adil yang disepakati. Kerugian harus dibagi secara proporsional

dengan kontribusi modal.

Syirqah Al-Uqood telah dibagi dalam buku-buku Fiqh menjadi empat

jenis: Al-Mufawadah (otoritas penuh dan kewajiban), Al-Inan (otoritas terbatas

dan kewajiban), Al-Abdan (tenaga kerja, keterampilan dan manajemen), dan Al-

Wujuh (goodwill, kelayakan kredit dan kontrak).

Dalam kasus Mufawadah mitra dalah orang dewasa, sama dalam

kontribusi modal mereka, kemampuan mereka untuk melaksanakan tanggung

jawab dan bagian mereka untuk mendapatkan keuntungan dan kerugian. Mereka

memiliki otoritas penuh untuk bertindak atas nama orang lain dan bertanggung

jawab atas kewajiban bisnis kemitraan mereka. Dengan demikian masing-masing

pasangan dapat bertindak sebagai agen (wakil) untuk bisnis kemitraan dan berdiri

sebagai penjamin (kafil) bagi para mitra lainnya.

Inan di sisi lain menyiratkan bahwa semua mitra tidak perlu dewasa atau

memiliki bagian yang sama di kemitraannya. Keduanya tidak sama dalam

tanggung jawab atas pengelolaan usaha. Oleh karena saham mereka dan

keuntungan tidak sama, tapi ini harus jelas ditentukan dalam kontrak kemitraan.

Bagian mereka dalam kerugian tentu saja akan sesuai dengan kontribusi modal

mereka. Jadi dalam Syirqah Al-Inan bertindak sebagai agen mitra tetapi bukan

sebagai jaminan bagi rekan-rekan mereka.

Syirqah Al-Abdan adalah dimana mitra berkontribusi keterampilan dan

upaya pengelolaan bisnis tanpa memberikan kontribusi di kemitraannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

57

Sedangkan dalam Syirqah Al-Wujuh, mitra menggunakan niat baik mereka,

mereka menawarkan kelayakan pembiayaan dan akses mereka untuk

mempromosikan bisnis mereka tanpa memberikan kontribusi modal (Chapra,

1985:251).

Keseluruhan tipe Musyarakah di atas adalah model saja. Dalam

prakteknya, Musyarakah dapat berkontribusi tidak hanya keuangan, tetapi juga

dapat berupa tenaga kerja, manajemen dan keterampilan, kredit dan goodwill,

meskipun tidak selalu sama porsinya tiap pihak yang berserikat. Untuk itu

diperlukan kesepakatan di awal mengenai porsi modal dan nisbah bagi hasilnya.

Pada bisnis modern belakangan ini muncul kekhawatiran mengenai

Musyarakah ini (seperti dijelaskan di atas) adalah seperti di bawah :

1. Kemitraan. Kemitraan ini memiliki kekhawatiran karena :

a. Kemitraan aturan dibingkai oleh pemerintah dalam bentuk undang-

undang,

b. Praktek bisnis yang berlaku dalam komunitas bisnis yang sangat

tergantung pada teritori dan waktu.

2. Perusahaan Terbatas. Jenis Musyarakah secara ketat dikontrol oleh aturan

hukum dibingkai oleh pemerintah melalui undang-undang perusahaan

terbatas namun dipengaruhi oleh praktek bisnis (Urf) seperti teknik bisnis

komersial, kondisi ekonomi dan persyaratan hukum.

3. Keterlibatan masyarakat. Banyak masyarakat yang belum memahami

Musyarakah ini (Chapra, 1985:255).

Dalam Musyarakah, modal yang akan diinvestasikan oleh mitra mungkin

tidak sama. Menurut sebagian besar para ahli hukum, modal harus dalam bentuk

Universitas Sumatera Utara

Page 29: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

58

mata uang dan tidak dalam bentuk barang. Jika modal dalam bentuk mata uang,

ketentuan pembagian bagi hasilnya juga merujuk pada mata uang yang berlaku.

Pada zaman barter juga dibingkai aturan, tapi sekarang barang umumnya disebut

atau diperhitungkan dalam hal mata uang. Dalam perusahaan terbatas dan

koperasi, modal masyarakat yang diinvestasikan dalam mata uang yang disebut

saham, dan mitra tersebut membeli saham sebanyak yang mereka inginkan

(Chapra, 1985:253). Bisnis ini telah dilakukan secara universal dan telah diterima

sebagai praktek bisnis dan oleh sebab itu harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip

Islam.

2.2.5. Manajemen Dalam Akad Musyarakah

Menurut Iqbal (2009:190), Musyarakah dijalankan dan dikelola oleh

kehendak dan persamaan hak partisipasi dari semua mitra. Aspek-aspek dari

bisnis Musyarakah adalah sebagai berikut:

1. Setiap mitra merupakan agen untuk yang lain, karena semua mitra

mendapatkan keuntungan dari bisnis Musyarakah ini. Ketika kontrak

Musyarakah dibuat, setiap mitra harus berpegang pada kontrak tersebut.

Kepemilikan properti dari mitra bisnis Musyarakah sebenarnya dianggap

sebagai milik mitra lainnya, hal ini berlaku jika mitra membeli setengah porsi

khusus untuk dirinya sendiri dan setengah porsi untuk Musyarakah tersebut.

Namun, jika pasangan membeli beberapa barang untuk dirinya sendiri saja,

itu adalah khusus untuk dia dan bukan untuk bisnis Musyarakah.

2. Setiap mitra menikmati hak yang sama dalam segala hal kecuali jika ada

kondisi yang bertentangan dengan kontrak.

3. Kondisi mengenai porsi dalam administrasi Musyarakah akan berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

Page 30: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

59

pada variasi dalam nisbah bagi hasil. Kontrak Musyarakah akan menjadi

tidak valid jika didasarkan kondisi salah satu pihak yang kurang berpartisipasi

dalam bisnis Musyarakah, sehingga nisbah bagi hasilnya jadi berkurang.

4. Setiap mitra memiliki hak untuk berpartisipasi secara aktif dalam urusan

Musyarakah jika dia menghendakinya.

Dalam semua bentuk Musyarakah modern, para mitra memiliki hak yang

sama seperti yang disebutkan di atas. Dalam perusahaan terbatas dan koperasi,

pemegang saham mendelegasikan hak dalam hal administrasi dan lain sebagainya

kepada direksi atau orang yang diberi jabatan lainnya. Dengan kesepakatan

bersama, pendistribusian tanggung jawab, tugas dan pekerjaan, seperti pada

praktek-praktek yang berlaku di komunitas bisnis.

2.2.6. Distribusi Laba Dalam Akad Musyarakah

Dasar pembagian keuntungan Musyarakah adalah modal, partisipasi aktif

dalam bisnis Musyarakah, dan tanggung jawab. Keuntungan yang akan dibagikan

kepada para mitra bisnis atas dasar proporsi/nisbah disebutkan di muka pada saat

akad. Bagian dari setiap laba harus ditentukan sebagai proporsi atau persentase.

Tidak dibolehkan ditetapkan jumlah yang tetap untuk setiap akad (Siddiqi,

1985:22-23).

Perusahaan terbatas dan koperasi mendistribusikan keuntungan mereka

sesuai dengan modal saham. Jika ada pemegang saham berpartisipasi aktif dalam

Musyarakah, dia dibayar untuk itu dan pembayaran tersebut dianggap sebagai

biaya Musyarakah.

2.2.7. Kerugian Dalam Akad Musyarakah

Semua ahli hukum secara aklamasi menyatakan bahwa kerugian akan

Universitas Sumatera Utara

Page 31: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

60

ditanggung oleh mitra sesuai dengan akad mereka. Dalam semua bentuk

Musyarakah (seperti perusahaan terbatas, koperasi masyarakat dan kemitraan)

kerugian yang ditanggung atas dasar modal yang diinvestasikan (Iqbal, 2009:191).

Para ahli hukum juga telah menetapkan bahwa pihak yang tidak memiliki modal

yang diinvestasikan dalam perusahaan, tidak harus berbagi kerugiannya. Para ahli

hukum menunjukkan pembagian kerugian ini merupakan kewajiban dari pemilik

modal saja.

Namun pada prakteknya, pada Musyarakah jika terjadi kerugian, tidak

mengurangi porsi masing-masing mitra atau pemegang saham, tapi tetap

dibukukan di rekening Musyarakah agar disesuaikan terhadap keuntungan di

masa depan. Hal ini harus dicatat pada akuntansi, akan terjadi kehilangan

keuntungan di masa depan disebabkan kerugian tersebut, sehingga menjadi

tanggungan pada tingkat modal selanjutnya.

2.2.8. Menarik Diri Dalam Akad Musyarakah

Menurut Iqbal (2009:192), pada awal Islam, Musyarakah umumnya

dilakukan dalam jangka pendek, sebagian besar merupakan jenis usaha patungan.

Oleh karena itu, sangat mudah bagi pasangan untuk menarik diri dari suatu

Musyarakah. Penarikan diri untuk berpartisipasi dalam Musyarakah tidak

menciptakan banyak masalah seperti masalah perpajakan belanja modal,

kontinuitas usaha dan niat baik. Inilah sebabnya mengapa para ahli fiqih tidak

merasa perlu untuk memaksakan pembatasan penarikan diri dari Musyarakah.

Tetapi pada prakteknya, persyaratan hukum dan kontrol publik dalam

Musyarakah, tegas dinyatakan bahwa tidak ada mitra atau pemegang saham dapat

terbebas dari kewajiban akibat kerugian. Menurut etika bisnis, pemegang saham

Universitas Sumatera Utara

Page 32: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

61

dari perseroan terbatas tidak bisa menarik diri begitu saja dan menerima kembali

modal yang telah diinvestasikannya. Dia bisa menjual saham kepada setiap orang

yang berkeinginan menjadi pemegang saham perusahaan tersebut. Dalam bisnis

kemitraan, mitra dapat diizinkan untuk menarik diri dan menerima modalnya

kembali setelah kewajiban dipenuhi sebagai mitra.

2.2.9. Kewajiban Terbatas Dalam Akad Musyarakah

Sebuah fitur yang membedakan Musyarakah modern adalah perseroan

terbatas pemegang saham. Pemegang saham tidak bisa bertanggung jawab atas

lebih dari jumlah modal yang telah mereka investasikan. Persyaratan ini perlu

dibuat untuk menganggap Musyarakah sebagai entitas terpisah dari individualitas

pemegang saham. Ketentuan bisnis ini telah memberikan cara agar Musyarakah

aman dan stabil sehingga organisasi komersial menjadi besar dan bisnisnya terus

berkembang (Irfani, 1984:23-24).

Untuk meringkas bagian ini, Syirqah Al-Inan, yang berarti saham setara

dan diakui oleh semua pihak, mungkin cenderung menjadi Syirqah yang paling

populer untuk dilakukan. Keuntungan dibagi sesuai dengan proporsi yang telah

disetujui, karena syariah mengakui suatu hak untuk mendapatkan keuntungan

yang timbul dari kontribusi mitra pada salah satu aset bisnis. Namun, syariah

membuat jelas bahwa kerugian harus dibagi secara proporsional dengan

kontribusi sesuai dengan modal. Hal ini disebabkan karena kerugian merupakan

suatu erosi ekuitas dan harus dibebankan pada modal. Jika kerugian telah terjadi

dalam satu periode, harus dikompensasikan keuntungan pada periode berikutnya

hingga hilangnya keseluruhan kerugian dan dihapuskan pada jumlah modal.

Namun, hingga total kerugian telah dihapuskan, setiap distribusi keuntungan akan

Universitas Sumatera Utara

Page 33: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

62

dianggap sebagai uang muka kepada mitra. Dengan demikian, dianjurkan agar

membentuk cadangan laba untuk mengimbangi kerugian yang mungkin timbul di

masa depan.

2.3. Teori Produktivitas

Produktivitas adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam

periode tertentu. Input terdiri dari manajemen, tenaga kerja, biaya produksi, dan

peralatan serta waktu. Output meliputi produksi, produk penjualan, pendapatan,

pangsa pasar, dan kerusakan produk. Dalam perspektif normatif, pengertian

produktivitas adalah kalau hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik

dari sekarang (Ruky, 2001:2).

Konsep produktivitas dijelaskan oleh Ravianto (1985:18) sebagai berikut:

1. Produktivitas adalah konsep universal, dimaksudkan untuk menyediakan

semakin banyak barang dan jasa untuk semakin banyak orang dengan

menggunakan sedikit sumber daya.

2. Produktivitas berdasarkan atas pendekatan multi disiplin yang secara efektif

merumuskan tujuan rencana pembangunan dan pelaksanaan cara-cara

produktif dengan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien namun

tetap menjaga kualitas.

3. Produktivitas terpadu menggunakan keterampilan modal, teknologi

manajemen, informasi, energi, dan sumber daya lainnya untuk mutu

kehidupan yang mantap bagi manusia melalui konsep produktivitas secara

menyeluruh.

4. Produktivitas berbeda di masing-masing negara dengan kondisi, potensi, dan

kekurangan serta harapan yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 34: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

63

jangka panjang dan pendek, namun masing-masing negara mempunyai

kesamaan dalam pelaksanaan pendidikan dan komunikasi.

5. Produktivitas lebih dari sekedar ilmu teknologi dan teknik manajemen akan

tetapi juga mengandung filosofi dan sikap mendasar pada motivasi yang kuat

untuk terus menerus berusaha mencapai mutu kehidupan yang baik.

Sinungan (1995:18) menjelaskan produktivitas dalam beberapa kelompok

sebagai berikut :

1. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produksi tidak lain adalah rasio apa

yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang

digunakan.

2. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu

mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada

kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

3. Produktivitas merupakan interaksi terpadu serasi dari tiga faktor esensial,

yakni : investasi termasuk pengetahuan dan teknologi serta riset, manajemen

dan tenaga kerja.

Menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah (Umar, 2002:11)

menjelaskan bahwa : Produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan antara

hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan

(input). Dengan kata lain bahwa produktivitas memiliki dua dimensi. Dimensi

pertama adalah efektivitas yang mengarah kepada pencapaian target berkaitan

dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Yang kedua yaitu efisiensi yang berkaitan

dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau

bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Pendapat yang demikian itu

Universitas Sumatera Utara

Page 35: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

64

menunjukkan bahwa produktivitas mencakup sejumlah persoalan yang terkait

dengan kegiatan manajemen dan teknis operasional.

Menurut Lembaga Penelitian, Pendidikan & Penerangan Ekonomi dan

Sosial (1986:7-12), untuk mengukur produktivitas, penting untuk mengetahui hal-

hal yang mempengaruhi produktivitas. Faktor-faktor pada tingkat makro yang

dapat mempengaruhi terjadinya produktivitas yang rendah meliputi :

1. Kondisi Perekonomian : partisipasi pembayaran pajak yang rendah; tabungan

dan investasi yang meningkat; regulasi yang berlebihan; tingkat inflasi tinggi;

fluktuasi ekonomi; harga energi tinggi; keterbatasan bahan baku;

perlindungan berlebihan dan keterbatasan kuota; dan subsidi berlebihan yang

menimbulkan inefisiensi.

2. Regulasi pemerintah : birokrasi panjang; produktivitas pemerintahan rendah;

pemborosan pemerintah dan tingkat korupsi tinggi.

3. Karakteristik Angkatan Kerja : standar pendidikan rendah; tingkat melek

huruf rendah; etos kerja rendah; pergeseran ke sektor jasa; tingkat kriminal

tinggi; pergeseran sistem nilai dan sikap.

Selanjutnya, selain faktor-faktor makro terdapat pula faktor-faktor mikro

yang dapat mempengaruhi terjadinya produktivitas yang rendah meliputi :

1. Organisasi : tempat usaha tua; peralatan tua; kekurangan alat; riset dan

pengembangan kurang dan kondisi fisik tempat kerja kurang nyaman.

2. Manajemen : kurang perhatian terhadap mutu; kelebihan staf pegawai;

spesialisasi pekerja yang berlebihan; kurang perhatian terhadap faktor-faktor

manusia; perhatian terhadap isu legal yang berlebihan; kurangnya perhatian

pada persoalan merger; kurangnya perhatian terhadap pelatihan; dan

Universitas Sumatera Utara

Page 36: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

65

pengembangan gaji eksekutif berlebihan, sementara gaji karyawan tidak

memadai; resisten terhadap perubahan; penurunan perhatian terhadap resiko

kerja; sikap bermusuhan terhadap serikat pekerja; dan manajemen

kepemimpinan yang otoriter.

3. Karyawan : lebih senang dengan waktu santai; resisten terhadap perubahan;

tidak bangga pada pekerjaan; kekerasan karena alkohol dan obat-obatan

terlarang; pengalaman kerja kurang; etos kerja yang kurang; rendahnya

pengetahuan, keterampilan, kemampuan, sikap dan perilaku; kondisi

kesehatan yang kurang; dan kemampuan berkomunikasi yang kurang.

Umar (2002:23) mengatakan dalam prakteknya mengukur hasil utama

dari suatu proses produksi tergantung dari usahanya. Berikut ini diberikan

beberapa contoh keragaman tersebut.

1. Perusahaan perkebunan karet : jumlah dan kualitas produk, biaya, waktu,

pelanggan (pengolahan sekunder),

2. Perusahaan makanan : kualitas, output, biaya, waktu, staf dan pelanggan,

3. Perusahaan pabrik mobil : nilai pemegang saham, mutu produk, mutu

manusia, kepuasan pelanggan,

4. Perusahaan angkutan darat : kualitas, biaya, ketepatan waktu, pelayanan bagi

pelanggan, dan keselamatan,

5. Perusahaan jaringan bisnis : kepemimpinan dan individu, kualitas, pelayanan

bagi pelanggan, kemitraan, kerjasama tim.

Peningkatan produktivitas merupakan dambaan setiap perusahaan,

produktivitas mengandung pengertian berkenaan dengan konsep ekonomis,

filosofis, produktivitas berkenaan dengan usaha atau kegiatan manusia untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 37: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

66

menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan hidup

manusia dan masyarakat pada umumnya. Sebagai konsep filosofis, produktivitas

mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk

meningkatkan mutu kehidupan dimana keadaan hari ini harus lebih baik dari hari

kemarin, dan mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Hal ini yang

memberi dorongan untuk berusaha dan mengembangkan diri. Sedangkan konsep

sistem, memberikan pedoman pemikiran bahwa pencapaian suatu tujuan harus ada

kerja sama atau keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan sebagai sistem.

2.4. Peranan Pembiayaan Terhadap Pendapatan

Peranan pembiayaan dalam pengembangan usaha pada prinsipnya

bertujuan untuk memperbaiki perekonomian sekaligus mendorong kenaikan

produksi yang lebih besar. Pentingnya peranan pembiayaan tergantung pada

seberapa besar tambahan input yang dialokasikan mampu menaikkan tambahan

penerimaan. Fungsi produksi digunakan untuk menggambarkan hubungan teknis

antara input dan output yang dihasilkan dalam proses produksi.

Fungsi produksi dibangun dengan asumsi bahwa produsen berusaha

mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan memaksimumkan output dan

mengoptimumkan penggunaan faktor produksi. Keuntungan jangka pendek

merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya input variabel.

Sedangkan pada konsep jangka panjang, karena semua input dianggap variabel,

maka keuntungan adalah nilai input dikurangi total biaya input. Selanjutnya,

fungsi produksi yang dihadapi produsen diasumsikan sebagai berikut :

Q = ƒ (Xi, ..., Xn, Zi, ..., Zn) ..................................................... (2.4.1)

Universitas Sumatera Utara

Page 38: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

67

Keterangan :

Q = Jumlah output yang dihasilkan

Xi = Input Variabel

Zi = Input tetap

Jika harga per satuan produk adalah P, maka total penerimaan menjadi :

TP = Pƒ (X1, X2) ..................................................................... (2.4.2)

Sementara itu, biaya total yang dikeluarkan sebesar :

C = R1X1 + R2X2 + V ................................................................ (2.4.3)

dimana R1 dan R2 adalah harga per satuan input X1 dan X2, V adalah biaya tetap.

Keuntungan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya totalnya yaitu :

π = Pƒ (X1,X2) – R1X1 – R2X2– V ......................................... (2.4.4)

Keuntungan maksimum dicapai dengan menurunkan fungsi keuntungan terhadap

masing-masing input yaitu :

∂π = PF1 - R1 = 0 atau PF1 = R1 ............................. (2.4.5)

∂X1

∂π = PF2 - R2 = 0 atau PF2 = R2 ............................. (2.4.6)

∂X2

Sehingga diperoleh produk marginal input X1 (MPx1) dan X2 (MPx2) adalah :

F1 = ∂Y = MPx1 = R1 .......................................................... (2.4.7) ∂X1 P

F2 = ∂Y = MPx2 = R2 .......................................................... (2.4.8) ∂X2 P

Universitas Sumatera Utara

Page 39: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

68

Keuntungan maksimum tercapai bila tingkat penggunaan input optimal

yaitu nilai produk marginal input sama dengan rasio harga input (Ri) dan harga

output (P).

Baker (1968:76) menyatakan bahwa dalam kegiatan produksi, pembiayaan

berperan sebagai penambah modal untuk membiayai input produksi sehingga

produsen dapat meningkatkan produknya pada tingkat yang lebih tinggi. Input

produksi yang dibiayai dengan kredit mempunyai biaya tambahan sebesar

bunga/bagi hasil pembiayaan dan biaya transaksi lainnya. Adanya tambahan biaya

ini dengan sendirinya dapat mempengaruhi komposisi dua input optimum. Jika

pengusaha menggunakan kombinasi dua input dengan bentuk fungsi produksi

seperti pada persamaan (2.4.1), maka total penerimaan seperti persamaan (2.4.2)

dan biaya yang dikeluarkan seperti persamaan (2.4.3). Jika sekarang hanya

tersedia sejumlah modal tertentu sebesar C0, maka persamaan biaya menjadi

sebagai berikut :

C0 = R1X1 + R2X2 + V ............................................................... (2.4.9)

Dari persamaan (2.5.9), dapat diturunkan persamaan isocost yang

menggambarkan jumlah input X1 yang dapat dibeli dengan modal C0 yaitu :

X1 = C0 - V

- R2

X2 ............................................................ (2.4.10) R1 R1

X2 = C0 - V

- R1

X1 ............................................................ (2.4.11) R2 R2

Pada jumlah biaya sebesar C0, produsen dapat memaksimumkan Q pada kondisi :

- ∂X2

= R1

................................................................................ (2.4.12) ∂X1 R2

Dimana –dX2/dX1 merupakan sudut kemiringan garis isoquant dan R1/R2

merupakan sudut kemiringan garis isocost. Jika input X1 diperoleh dari

Universitas Sumatera Utara

Page 40: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

69

X2

Ckr2 S2

C0

r2

S1

K

X1

L

C0r1 + k

Ckr1 + k

C0r1

pembiayaan, maka harga satuan input menjadi lebih mahal yaitu R1+k, dimana k

merupakan pembiayaan. Kemudian keseimbangan penggunaan input optimal akan

terganggu

- ∂X2 <

R1 + k ................................................................................ (2.4.13) ∂X1 R2

Untuk mengembalikan pada keseimbangan semula maka produsen harus

mengurangi jumlah input X1. Jika jumlah produk Q dipertahankan pada kondisi

semula maka modal perlu ditambah menjadi Ck, sehingga diperoleh jalur

perluasan usaha baru.

Gambar 2.1. menunjukkan perubahan yang terjadi sebelum dan setelah

adanya pembiayaan. Penggunaan input untuk biaya minimum tanpa biaya

pembiayaan diperoleh pada titik K. Jalur perluasan usaha tanpa pembiayaan

ditunjukkan dengan garis S1. Jalur perluasan usaha setelah X1 dibiayai

pembiayaan cenderung akan mengurangi input X1. Jika input X1 dibiayai

pembiayaan sehingga harganya lebih mahal sebesar k, maka kombinasi

penggunaan input optimum diperoleh pada titik L dan jalur perluasan usaha

menjadi garis S2.

Sumber : Baker, 1968

Universitas Sumatera Utara

Page 41: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

70

Gambar 2.1. Pengaruh Pembiayaan Terhadap Kombinasi Input Biaya

Minimum dan Jalur Perluasan Usaha

Monitoring dan evaluasi pada program pembiayaan sangat bermanfaat

dalam memberikan informasi kinerja program tersebut, apakah dalam

pelaksanaannya sudah maksimal sehingga menjadi pertimbangan menentukan

program selanjutnya. Menurut Muljadi (dalam Yani, 2008:73), terdapat lima

indikator kinerja organisasi yaitu :

1. Input/masukan yaitu sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan

menghasilkan output yang ditentukan misalnya dengan informasi lainnya.

2. Output/keluaran adalah sesuatu yang langsung dicapai dari kegiatan berupa

fisik maupun non fisik.

3. Outcome/hasil adalah sesuatu yang mencerminkan efek langsung.

4. Benefit/manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir pelaksanaan

kegiatan.

5. Impact/dampak adalah ukuran yang ditimbulkan setiap kegiatan baik positif

maupun negatif pada setiap indikator berdasarkan asumsi yang ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

71

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dan merupakan rujukan

bagi penulis dalam membuat penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu

No Judul, Peneliti dan

Tahun Penelitian Variabel Hasil Penelitian

1. Peranan Bank

Perkreditan Rakyat

Syariah dalam

Meningkatkan

Pendapatan Usaha Kecil

serta Pengaruhnya

Terhadap

Pengembangan Wilayah

(Studi Kasus BPR Syariah

Kaffalatul Ummah

Kabupaten Deli Serdang,

Arwin Harahap, 2004.

Pendapatan,

kesejahteraan

tenaga kerja

usaha kecil,

pengembangan

wilayah.

Adanya pemberian dana oleh BPR

Syariah Kaffalatul Ummah

memberikan konstribusi yang positif

dan signifikan terhadap peningkatan

pendapatan. Meningkatnya dana

yang disalurkan dan pendapatan

pengusaha kecil ini juga

berpengaruh terhadap tingkat

kesejahteraan tenaga kerja usaha

kecil. Dengan adanya pemberian

dana oleh BPR Syariah Kaffalatul

Ummah pada akhirnya memberikan

pengaruh terhadap terjadinya

pengembangan wilayah pada daerah

tersebut.

2. Efektivitas Program

Bantuan Kredit Usaha

Rakyat (KUR) Terhadap

Pendapatan dan

Kesempatan Kerja

Usaha Mikro Kecil dan

Menengah (UMKM),

Nata Wirawan, 2002.

Peningkatan

pendapatan,

kesempatan

kerja UMKM

Program bantuan Kredit Usaha

Rakyat di Kelurahan Penatih Dangin

Puri Kecamatan Denpasar Timur

dikatakan cukup efektif yaitu

sebesar 78,5 persen dan berdampak

positif terhadap peningkatan

pendapatan dan kesempatan kerja

UMKM.

3. Analisis Efektivitas

Kredit Ternak Domba

dan Dampaknya

Terhadap Pendapatan

Rumah Tangga Petani

Jumlah kredit

dan jumlah

kepemilikan

domba, curahan

waktu keluarga,

1. Pendapatan usaha domba lebih

meningkat pada petani non

kredit walaupun pengaruhnya

tidak nyata.

2. Responden yang pendapatannya

Universitas Sumatera Utara

Page 43: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

72

Penerima Kredit di

Kabupaten Bogor, I

Gusti Ayu Putu

Mahendri, 2009.

petani non

kredit,

keragaman

konsumsi non

pangan, waktu

pengembalian

kredit.

bergantung pada usaha domba

memiliki kecendrungan bahwa

dengan waktu pengembalian

yang semakin meningkat maka

tingkat pengembalian kredit

semakin baik.

4. Pelaksanaan Pemberian

Kredit Untuk Usaha

Kecil dan Menengah Di

Bank Sumsel Cabang

Baturaja, Diah Ayu

Setiowati, 2010.

Pelaksanaan

pemberian

kredit untuk

usaha kecil dan

menengah di

Bank Sumsel

Cabang

Baturaja,

Hambatan yang

dihadapi dalam

pelaksanaan

pemberian

kredit

1. Pelaksanaan pemberian kredit

untuk usaha kecil dan menengah

di Bank Sumsel Cabang Baturaja

dimulai dengan pengumpulan

data, verifikasi data, analisis

laporan keuangan dan aspek-

aspek perusahaan lainnya,

analisis proyeksi keuangan,

evaluasi kebutuhan keuangan

dan struktur fasilitas kredit.

2. Hambatan yang dihadapi dalam

pelaksanaan pemberian kredit

adalah timbulnya kredit macet

dan cara yang ditempuh oleh

Bank Sumsel dalam mengatasi

permasalahan kredit macet

adalah dengan mengadakan

rescheduling, reconditioning,

restructuring dan penyitaan

jaminan.

Sumber : Tabel diolah oleh penulis.

Lanjutan Tabel 2.2

Universitas Sumatera Utara

Page 44: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

73

2.6. Kerangka Konseptual

Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah akan memberikan kontribusi

atas peningkatan produktivitas usaha debitur Bank Sumut Syariah di Kabupaten

Langkat. Secara lengkap kerangka konseptual dapat dilihat pada gambar di bawah

ini :

Mudharabah

Musyarakah

Produktivitas

Tingkat Bagi Hasil

Prosedur dan Waktu Pencairan

Jangka Waktu

Agunan / Jaminan

Tingkat Bagi Hasil

Jangka Waktu

Kesediaan Modal Awal

Agunan / Jaminan

Prosedur dan Waktu Pencairan

Pendapatan

Perkembangan Tenaga Kerja

Pemasaran Produk

Teknologi / Peralatan

Pengelolaan / Pencatatan Keuangan

Tingkat Permodalan

Universitas Sumatera Utara

Page 45: 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Bagi Hasil Perbankan

74

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

2.7. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan dalam penelitian ini

adalah :

1. Terdapat Pengaruh positif pembiayaan Mudharabah terhadap tingkat

produktivitas debitur Bank Sumut Syariah Cabang Pembantu Stabat.

2. Terdapat Pengaruh positif pembiayaan Musyarakah terhadap tingkat

produktivitas debitur Bank Sumut Syariah Cabang Pembantu Stabat.

3. Terdapat Pengaruh positif pembiayaan Mudharabah dan pembiayaan

Musyarakah terhadap tingkat produktivitas debitur Bank Sumut Syariah

Cabang Pembantu Stabat.

Universitas Sumatera Utara