3. kajian pemberian pakan kulit kakao fermentasi terhadap pertumbuhan sapi bali
TRANSCRIPT
Jurnal Agrisistem, Desember 2011, Vol. 7 No. 2 ISSN 1858-4330
79
KAJIAN PEMBERIAN PAKAN KULIT KAKAO FERMENTASI
TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI BALI
STUDY OF GIFT OF COCOA HUSK FERMENTED FEED
ON BALI COW GROWTH
Serli Anas*, Annas Zubair, dan Dwi Rohmadi
Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo
Jl. Kopi No 270 Desa Iloheluma, Kec. Tilong Kabila, Kab Bone Bolango,
Prov. Gorontalo, 96183, Tlp/fax 0435-827627
* e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Jumlah produksi kakao di kabupaten Pohuwato tahun 2009 sebanyak 3.478,86 ton.
Dengan jumlah kulit kakaonya sekitar 70 %, masih kurang dimanfaatkan sebagai bahan
pakan ternak. Penggunaan kulit kakao untuk ternak sapi bisa 30–40% dari kebutuhan
pakan, dengan demikian pemanfaatan kulit buah kakao dapat mengantisipasi masalah
kekurangan pakan ternak serta menghemat tenaga kerja dalam penyediaan pakan hijauan.
Fermentasi kulit kakao dapat mempertinggi daya cerna, menurunkan kandungan lignin,
meningkatkan kadar protein, menekan efek buruk racun theobromine dan meningkatkan
produktivitas ternak sapi. Penelitin bertujuan untuk dapat memanfaatkan kulit kakao
sebagai pakan ternak untuk meningkatkan pertambahan berat badan ternak sapi Bali >0,5
kg ekor-1
hari-1
. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pohuwato dari Februari sampai
September 2012, menggunakan 12 ekor sapi Bali dengan pemberian pakan fermentasi kulit
kakao dan konsentrat dengan 3 perlakuan (P1 sebagai kontrol, P2 sebanyak 2 kg
fermentasi dan P3 sebanyak 4 kg fermentasi) dan 4 ulangan dengan menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL). Pengamatan yang dilakukan yaitu pertambahan berat
badan sapi Bali selama 3 bulan, pengolahan data menggunakan analisa sidik ragam dan uji
beda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian fermentasi kulit buah kakao
sebagai pakan pada sapi bali memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan berat
badan sapi Bali.
Kata kunci: Fermentasi kulit kakao, sapi Bali, pertambahan berat badan
ABSTRACT
Production cacao in district Pohuwato year 2009 as much 3.478,86 ton. Production the
husk cacao about 70 %, still less be exploited upon which feed livestock. use of Husk
cacao for the livestock cattle can 30-40% from requirement feed, there by exploiting of
husk of fruit cacao can anticipate the problem of insuffiency of feed livestock and also
economize the labour in ready of feed. fermentation of Husk cacao can heighten the energy
digest, degrading lignine content, improving protein rate, depressing ugly effect poison the
theobromine and improve the productivity of cattle livestock. Intention of this study that is
can exploit the husk cacao as feed livestock to increase heavy accretion of higher body
weight livestock of bali cattle >0,5 kg tail-1
day-1
. This study in district Pohuwato of month
February - September 2012, using 12 head of Bali cattle with the feed of fermentation of
husk cacao and concentrat by 3 treatment ( P1 as control, P2 as much 2 kg of fermentation
Jurnal Agrisistem, Desember 2011, Vol. 7 No. 2 ISSN 1858-4330
80
and P3 as much 4 kg fermentation) and 4 replications by using RAL. Observation of higher
body weight of Bali cattle of during 3 month Statistical analysis using the least significant
different analysis and Duncan test.
Keywords: Fermentation of husk cacao, Bali cattle, higher body weight
PENDAHULUAN
Meningkatkan produksi daging merupa-
kan salah satu upaya untuk mewujudkan
ketahanan pangan sekaligus memajukan
tingkat kecerdasan sumberdaya manusia
Indonesia. Daging sapi adalah sumber
protein hewani yang kontribusinya dalam
memenuhi kebutuhan konsumen nasional
baru sekitar 23%. Telah banyak usaha
yang dilakukan untuk meningkatkan po-
pulasi, namun hasilnya belum memperli-
hatkan dampak yang positip, Selain pe-
nurunan populasi, produktivitas yang ren-
dah merupakan kendala peningkatan pro-
duksi daging terutama pada usaha sapi
potong rakyat. Keterbatasan modal, ku-
rang berwawasan agribisnis serta tata-
laksana pemeliharaan yang masih tradi-
sional merupakan penyebab rendahnya
produktivitas (dengan tingkat pertumbuh-
an <0,5 kg hari-1
). Salah satu faktor tata
laksana pemeliharaan yang penting dan
pengaruhnya cukup besar bagi produk-
tivitas adalah pakan. Pakan ternak meme-
gang peranan yang sangat penting dalam
usaha peternakan dan merupakan bagian
terbesar dari total biaya produksi. Pakan
ternak harus terjaga kualitas dan kuantitas
agar proses perkembangan, produksi diha-
silkan menjadi baik. Dalam usaha peter-
nakan, biaya produksi untuk pakan dapat
mencapai 70%. Oleh karena itu keuntung-
an usaha ini dapat diperoleh apabila ran-
sum/pakan yang diberikan cukup murah
tetapi dapat memenuhi kebutuhan ternak.
Jumlah produksi kakao di kabupaten Po-
huwato tahun 2009 sebanyak 3.478,86
ton. Dengan jumlah kulit kakaonya sekitar
70 %, masih kurang dimanfaatkan sebagai
bahan pakan ternak. Penggunaan kulit
kakao untuk ternak sapi bisa 30–40% dari
kebutuhan pakan, dengan demikian pe-
manfaatan kulit buah kakao dapat meng-
antisipasi masalah kekurangan pakan ter-
nak serta menghemat tenaga kerja dalam
penyediaan pakan hijauan. Fermentasi ku-
lit kakao dapat mempertinggi daya cerna,
menurunkan kandungan lignin, mening-
katkan kadar protein, menekan efek buruk
racun theobromine dan meningkatkan pro-
duktivitas ternak sapi. Pemberian kulit ka-
kao fermentasi dapat dilakukan dalam
bentuk segar dan tepung
Laconi (1998) menyatakan bahwa kulit
buah kakao mengandung lignin dan teo-
bromin tinggi (Aregheore, 2000), selain
juga mengandung serat kasar yang tinggi
(40,03%) dan protein yang rendah (9,71
%). Menurut Ammirroenas (1990), kulit
kakao mengandung selulosa 36,23%, he-
miselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95
%. Lignin yang berikatan dengan selulosa
menyebabkan selulosa tidak bisa diman-
faatkan oleh ternak. Upaya meningkatkan
kualitas dan nilai gizi pakan serat hasil
ikutan perkebunan yang berkualitas ren-
dah merupakan upaya strategis dalam me-
ningkatkan ketersediaan pakan. Penelitian
bertujuan untuk: 1) Menghasilkan pakan
fermentasi kulit kakao, 2) Meningkatkan
pertumbuhan berat badan sapi >0,5 kg
ekor-1
hari-1
, dan 3) Memperoleh reko-
mendasi fermentasi kulit kakao
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Panca-
karsa I, Kec. Taluditi, Kab. Pohuwato Pro-
vinsi Gorontalo. Secara keseluruhan wak-
tu pelaksanaan mulai bulan Pebruari–
September 2012.
Jurnal Agrisistem, Desember 2011, Vol. 7 No. 2 ISSN 1858-4330
81
Pengkajian ini menggunakan 16 ekor sapi
Bali dengan umur ± 1,5 tahun dan ternak
dipelihara dalam satu kandang. Pengka-
jian menerapkan empat macam perlakuan
pakan dan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK), masing-masing perla-
kuan memiliki replikasi 4 ekor ternak sapi
Bali. Pengamatan pengaruh perlakuan pa-
kan fermentasi terhadap pertambahan be-
rat badan sapi Bali dilakukan selama 3
bulan.
Tabel 1. Perlakuan pakan
No Uraian Hijauan Fermentasi
Kulit Kakao Konsentrat
1. P1 (Kontrol) 10 % Berat Badan 1 % Berat Badan
2. P2 10 % Berat Badan 3 kg 1 % Berat Badan
3. P3 10 % Berat Badan 4 kg 1 % Berat Badan
4. P4 10 % Berat Badan 5 kg 1 % Berat Badan
Cara Pembuatan dan Pemberian
Ransum
Kulit buah kakao fermentasi dibuat de-
ngan mengunakan EM4, Urea, dan air.
Dengan perbandingan 5 liter EM4 dan 5
kg urea untuk 1 ton kulit buah kakao ba-
sah. Kulit kakao segar dicacah menjadi
ukuran 2–3 cm, kulit buah kakao yang te-
lah dicacah dimasukkan ke dalam kantong
plastik kemudian disemprot dengan larut-
an fermentor. Larutan fermentor dibuat
dengan mencampurkan 5 kg urea dan 5
liter EM4 dalam air untuk kulit buah ka-
kao sebanyak 1 ton secara merata. Kulit
buah kakao dibuat berlapis di dalam plas-
tik dan setiap lapis disemprot fermentor.
Setelah selesai plastik ditutup rapat sete-
lah sebelumnya udara di dalam dihisap
menggunakan vacum sehingga suasana
anaerob bisa tercapai. Kantong dibuka
setelah 21 hari dan kulit buah kakao fer-
mentasi diangin-anginkan sebelum diberi-
kan pada ternak
Adapun formulasi konsentrat yaitu: Dedak
halus 60%, jagung halus 25%, tepung ikan
10%, mineral 4%, garam 1%.
Komponen ransum konsentrat dicampur
secara manual dengan tangan sesuai ta-
karan yang sudah ditentukan. Pakan tam-
bahan konsentrat yang digunakan untuk
mendapatkan kandungan protein 12%
yang diberikan 1% dari berat badan ekor-1
hari-1
. Pemberian pakan konsentrat dilaku-
kan 2 jam pada pagi hari sebelum pem-
berian rumput dan fermentasi kulit kakao.
Hijauan yang diberikan ke ternak adalah
jerami jagung yang masih segar. Hijauan
diransumkan dua kali sehari, air minum
disediakan adlibitum dan diganti dengan
air yang baru setiap hari. Sebelum dilaku-
kan pengkajian ini, semua ternak diberi
obat cacing untuk mengantisipasi ke-
mungkinan terdapatnya parasit dalam sa-
luran pencernaan yang dapat menimbul-
kan bias terhadap data pengaruh pakan
percobaan selama penelitian. Pengamatan
yang dilakukan yaitu pertambahan berat
badan sapi Bali yang ditimbang setiap bu-
lan. Pengolahan data menggunakan ana-
lisis sidik ragam dan uji beda nyata ter-
kecil (Gomez, 1995).
Pengukuran Pertambahan Berat Badan
Sapi
Seleksi calon sapi yang akan dijadikan
sample pengkajian yaitu sapi Bali dengan
berat rata-rata 200–250 kg dengan umur
Jurnal Agrisistem, Desember 2011, Vol. 7 No. 2 ISSN 1858-4330
82
1,5–2 tahun sebanyak 16 ekor. Setelah
sapi tersebut dipilih berdasarkan kesepa-
katan sapi tersebut akan diintensifkan se-
bagai sapi penggemukan di kandang se-
lama 90 hari, selama jangka waktu ter-
sebut sapi-sapi yang telah dipilih tidak
boleh digunakan sebagai sapi pekerja di
luar kandang. Selanjutnya setelah seleksi
calon sapi dilakukan penimbangan berat
badan awal secara digital. Setelah itu
pemberian pakan baik berupa hijauan, fer-
mentasi kulit kakao dan konsentrat diberi-
kan sesuai dengan perlakuan yang disertai
pengamatan perkembangan berat badan
setiap 10 hari.
Pengumpulan Data dan Analisis Data
Data berat badan sapi yang ditimbang se-
tiap 7 hari diolah dan dianalisis berdasar-
kan uji statistik dengan menggunakan me-
tode RAK (Rancangan Acak Kelompok)
dan analisis uji BNT.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Geografis dan Iklim Wilayah
Kabupaten Pohuwato mempunyai luas:
4.291,81 km2. Kabupaten Pohuwato ter-
letak antara 0,27°–0,01° Lintang Utara
dan 121,23°–122,44° Bujur Timur. Pada
tahun 2003 kabupaten ini terdiri dari 13
kecamatan dengan adanya 9 pemekaran
kecamatan baru. Ujung paling selatan di
Tanjung Panjang pada 0,41° Lintang Se-
latan dan 121,804° BT. Paling Utara di
Gunung Tentolomatinan pada 0,938° LU
dan 121,776° BT. Batas Paling Barat di
Gunung Sentayu pada 0,682° LU dan
121,173°BT, dan paling Timur di Desa
Tabulo pada 0,506° LU dan 122,152°BT.
Pada bulan Juni sampai dengan September
arus angin berasal dari Australia dan tidak
banyak mengandung uap air, sehingga
mengakibatkan musim kemarau. Sebalik-
nya pada bulan Desember sampai dengan
Maret arus angin banyak berasal dari Asia
dan Samudera Pasifik terjadi musim hu-
jan. Keadaan seperti ini berganti setiap
setengah tahun setelah melewati masa
peralihan pada bulan April sampai Mei
dan Oktober sampai November.
Karakteristik Fermentasi
Fermentasi merupakan salah satu tekno-
logi untuk meningkatkan nilai gizi pakan
berserat tinggi. Fermentasi dapat meng-
hidrolisis protein, lemak, sellulosa, lignin
dan polisakarida lain, sehingga bahan
yang difermentasi akan mempunyai daya
cerna yang lebih tinggi, selama proses
fermentasi terjadi pertumbuhan kapang,
selain dihasilkan enzim juga dihasilkan
protein ekstraseluler dan protein hasil
metabolisme kapang sehingga terjadi pe-
ningkatan kadar protein. Fermentasi akan
meningkatkan Total Digestible Nutrien
(TDN) dari bahan menjadi 70%.
Fermentasi limbah kulit buah kakao me-
rupakan proses perombakan struktur keras
secara fisik, kimia dan biologi, sehingga
bahan dengan struktur yang kompleks
akan berubah menjadi lebih sederhana,
dan hal tersebut menyebabkan daya cerna
ternak menjadi lebih efisien.
Kandungan Nutrisi
Kulit buah Kakao mengandung alkaloid
theobromin (3,7–dimethylxantine) yang
merupakan faktor pembatas pada pema-
kaian limbah Kakao sebagai pakan ternak.
Kandungan alkaloid theobromin (3,7–di-
methylxantine) pada kulit buah Kakao
yaitu 0,17-0,20 % (Wong et al., 1988).
Dari hasil analisis fermentasi kulit kakao
pada Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5
dapat dilihat bahwa kandungan kulit buah
kakao setelah difermentasi dapat mening-
katkan manfaat nilai pakan dibandingkan
sebelum difermentasi. Zain (2007) mela-
porkan bahwa penggunaan pakan serat
amoniasi sampai 100% pengganti rumput
dan disuplementasi dengan daun ubi kayu
Jurnal Agrisistem, Desember 2011, Vol. 7 No. 2 ISSN 1858-4330
83
mampu mendukung laju pertumbuhan ter-
nak yang tinggi. Aregheore (2002) menge-
mukakan bahwa amoniasi diyakini dapat
meningkatkan kualitas sifat fisik kulit
buah kakao dan punya potensi untuk me-
nurunkan faktor pembatas penggunaan
kulit buah kakao sebagai pakan.
Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit buah
kakao (shel food husk).
Nutrisi Kulit Kakao Segar
Bahan Kering 14,5
Protein 9,15
Lemak 1,25
Serat Kasar 32,7
TDN 50,3
CA 0,29
P 0,19
Sumber: BPTP Sumatera Barat
Tabel 3. Kandungan nutrisi kulit buah
kakao
Nutrisi Kulit Kakao Segar
Bahan Kering 17,2
Bahan Organik 81,2
Protein Kasar 9,07
NDF 73,9
ADF 58,98
Selulosa 38,65
Lignin 20,15
Pada Tabel 2 dan Tabel 4, dapat dilihat
dari kandungan protein yang tinggi, fer-
mentasi dapat meningkatkan kandungan
protein hal ini sesuai dengan pernyataan
Nguyen et al., 2001; Granzin & Dryden,
2003 bahwa amoniasi dapat meningkatkan
protein kasar. Dengan tingginya protein
sehingga ketersediaan nitrogen untuk per-
tumbuhan mikroba menjadi lebih baik.
Hampir 80% mikroba rumen membutuh-
kan nitrogen untuk mensintesis protein
tubuhnya. Pertumbuhan mikroba yang
baik akan menyebabkan kecernaan pakan
juga menjadi lebih baik (Zein, 2009).
Kandungan lignin pada kuit buah kakaio
fermentasi rendah disebabkan karena per-
lakuan fermentasi dengan urea mampu
melonggarkan ikatan ligniselulosa sehing-
ga lebih mudah dicerna oleh mikroba
rumen (Nguyen et al., 2001; Granzin &
Dryden, 2003).
Tabel 4. Kandungan nutrisi fermentasi
kulit buah kakao (anaslis prok-
simat).
Nutrisi Kulit Kakao
Fermentasi
Air 84,16
Protein 17,68
Lemak Kasar 1,49
Serat Kasar 46,34
BETN 12,26
Abu 22,23
Ca 0,98
P 0,22
Keterangan: Kecuali air, semua fraksi di-
nyatakan dalam bahan kering
Sumber : Laboratorium Kimia Makan-
an Ternak, Fapet UNHAS.
Tabel 5. Kandungan nutrisi fermentasi
kulit buah kakao (anaslis Van
Soest).
Nutrisi Kulit Kakao
Fermentasi
ADF 64,16
NDF 17,68
Hemiselulosa 1,49
Selulosa 46,34
Lignin 12,26
Abu Tak Larut 22,23
Sumber: Laboratorium Kimia Makanan
Ternak, Fapet UNHAS.
Jurnal Agrisistem, Desember 2011, Vol. 7 No. 2 ISSN 1858-4330
84
Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa kan-
dungan ADF dan NDF rendah dibanding-
kan dengan kulit kakao tanpa fermentasi.
NDF berkorelasi negatif dengan konsumsi
apabila persentasenya tinggi maka akan
menurunkan konsumsi pada pada ternak,
apabila persentase ADF tinggi maka akan
menurunkan daya cerna pada ternak
(Ruddel et al., 2002). Tillman et al. (1989)
menyatakan bahwa konsumsi ransum di-
pengaruhi oleh bentuk dan sifat fisik pa-
kan, dan komposisi kimia ransum, fre-
kuensi pemberian dan anti nutrisi dalam
ransum.
Pertambahan Berat Badan
Pertambahan berat badan sapi Bali yang
diberi perlakuan keempat formulasi pakan
menunjukkan bahwa sapi mengalami per-
tambahan berat badan selama kegiatan.
Uji statistik terhadap pertambahan berat
badan memperlihatkan bahwa berbeda
nyata (P>0,05) dari keempat formulasi
pakan (Tabel 6).
Tabel 6. Rata-rata pertambahan bobot badan sapi minggu-1
(kg minggu-1
)
Perlakuan Rata-rata Pertambahan Bobot Badan Minggu-1
(kg) NP BNTα=0,05
P1 (Kontrol)
P2 (Kakao 3 Kg)
P3 (Kakao 4 Kg)
P4 (Kakao 5 kg)
3,75c
6,00b
8.50a
5.25bc
1,885
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom berarti tidak
berbeda nyata pada taraf uji BNTα=0,05
Meskipun terdapat pengaruh yang tidak
nyata pada P4 terhadap P2 pada pem-
berian pakan fermentasi kulit kakao tetapi
ada kenaikan lebih tinggi pertambahan
berat badan sapi Bali, sedangkan tanpa
fermentasi kulit kakao P1 memberikan
pertambahan berat badan terendah.
Variasi pakan yang diberikan ke ternak
sangat berpengaruh terhadap bobot ba-
dannya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Yanovi et al. (2011) yang menyatakan
bahwa perbedaan pertambahan berat ba-
dan antar perlakuan kemungkinan dise-
babkan pengaruh variasi bahan pakan,
kualitas dan kuantitas ransum. Pemberian
kulit kakao fermentasi sebagai pakan sup-
lemen mengakibatkan penyajian pakan le-
bih bervariasi dengan komposisi seim-
bang, sehingga kebutuhan akan nutrisi
tercukupi termasuk yang tidak dapat ter-
penuhi oleh hijauan. Parakassi (1995) me-
nyatakan bahwa laju pertumbuhan, nutrisi,
umur dan berat badan mempunyai hu-
bungan erat satu dengan yang lain dan
biasanya dapat secara individu atau kom-
binasi mmepengaruhi tubuh dan karkas.
Pertambahan Berat Badan Harian
Pertambahan berat badan harian sapi Bali
yang diberi perlakuan keempat formulasi
pakan menunjukkan bahwa sapi meng-
alami pertambahan berat badan selama
kegiatan. Uji statistik terhadap pertambah-
an berat badan memperlihatkan bahwa
dari keempat formulasi pakan memberi-
kan hasil yang tidak berbeda nyata pada
taraf uji P>0,05 (Tabel 6).
Jurnal Agrisistem, Desember 2011, Vol. 7 No. 2 ISSN 1858-4330
85
Tabel 7. Rata-rata pertambahan bobot badan sapi hari-1
(kg hari-1
)
Perlakuan Rata-rata Pertambahan Bobot Badan
Hari-1
(kg) NP BNTα=0,05
P1 (Kontrol)
P2 (Kakao 3 Kg)
P3 (Kakao 4 Kg)
P4 (Kakao 5 kg)
0,54a
0,86a
1,21a
0,75a
0,269
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom berarti tidak
berbeda nyata pada taraf uji BNTα=0,05
Tidak terdapatnya pengaruh kenaikan be-
rat badan harian secara statistik disebab-
kan variasi jumlah kulit kakao fermentasi
yang diberikan. Dapat dilihat bahwa pada
pemberian pakan kulit kakao fermentasi
P3 memberikan pengaruh pertambahan
bobot badan lebih tinggi dibandingan
dengan dengan formula yag lain, dan
pemberian pada P4 ternyata lebih rendah
dibandingkan degan P2. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pemberian kulit kakao
fermentasi lebih baik pada 4 kg. Pada ha-
sil penelitian sebelumnya yang menyim-
pulkan bahwa pemakaian kulit kakao
fermentasi sebanyak 3 kg menghasilkan
bobot badan sapi lebih tinggi dibanding-
kan dengan pemakaian 2 kg, dan dilaku-
kan penelitian kembali untuk pemakaian 4
kg kulit kakao fermentasi, ternyata meng-
hasilkan pertambahan berat badan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pema-
kaian sebanyak 3 kg. Tidak terdapatnya
pengaruh kenaikan berat badan kemung-
kinan disebabkan perbedaan kandungan
lignin akibat perbedaan jumlah pemberi-
an, pengolahan kulit buah kakao dengan
proses fermentasi secara menyeluruh akan
menurunkan kandungan lignin, namun
pemberian dengan jumlah banyak meng-
akibatkan kualitas ransum menurun se-
hingga mengganggu petumbuhan ternak
sapi, penggunaan kulit buah fermentasi
sebagai pakan suplemen efisien dan eko-
nomis jika diberikan dengan jumlah ter-
batas (Yanovi et al., 2011).
KESIMPULAN
1. kandungan kulit buah kakao setelah
difermentasi dapat meningkatkan man-
faat nilai pakan dibandingkan sebelum
difermentasi .
2. Dari hasil analisis laboratorium dike-
tahui bahwa Fermentasi dapat mening-
katkan kandungan protein.
3. Dari hasil analisis laboratorium diketa-
hui bahwa kandungan lignin pada kulit
buah kakao fermentasi rendah dise-
babkan karena perlakuan fermentasi
dengan urea mampu melonggarkan
ikatan ligniselulosa sehingga lebih
mudah dicerna oleh mikroba rumen.
4. Dari pengkajian dapat disimpulkan
bahwa pemberian fermentasi kulit bu-
ah kakao sebagai pakan pada sapi bali
meningkatkan Pertambahan berat ba-
dan sapi Bali.
5. Pemberian kulit kakao fermentasi 4 kg
memberikan hasil yang lebih baik,
pemberian dengan jumlah yang lebih
banyak mengakibatkan kualitas ran-
sum menurun sehingga mengganggu
petumbuhan ternak sapi, penggunaan
kulit buah fermentasi sebagai pakan
suplemen efisien dan ekonomis jika
diberikan dengan jumlah terbatas.
Jurnal Agrisistem, Desember 2011, Vol. 7 No. 2 ISSN 1858-4330
86
DAFTAR PUSTAKA
Amirroenas, D.E., 1990. Mutu ransum
berbentuk pellet dengan bahan serat
biomassa pod coklat (Theobroma
cacao L) untuk pertumbuhan sapi
perah jantan. Tesis. Fakultas Pasca
sarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Aregheore, E.M., 2000. Crop residues and
agro-industrial by product in four
Paci_Island countries: availability,
utilization and potential value in
ruminant nutrition. Asian_Aust. J. of
Anim. Sci. 13 (Supplement B): 266–
269.
Aregheore, E.M., 2002. Chemical evalua-
tion and digestibility of cacao
(Theobroma cacao) by product fed
to goats. Tropical Animal Health and
Production 34: 339–348.
BPS, 2010. Pohuwato dalam Angka
2010. Provinsi Gorontalo.
Gomez and Gomez, 1985. Statistical
Procedures For Agricultural
Research. 2Ed
, Jhon Wiley & Son.
Granzin, B.C. & G. Dryden. 2003. Effect
of alkali, oxidants and urea treatment
on the nutritive value Rhodes grass
(Chloris gayana). Anim. Feed. Sci.
Tech. 103: 113–122.
Nguyen, X.T., C.X. Dan, L.V. Ly, & F.
Sundstol. 2001. Effect of urea
concentration, moisture content and
duration of treatment on chemi- cal
composition of alkali treated rice
straw. Livest. Res. Rural. Develop.
10(1). [diakses pada situs
http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd10/1
/trac101.htm]
Prawirodigdo, T. Herawati, dan B. Utomo,
2010. Pertumbuhan ternak domba
jantan yang diberi pakan mengan-
dung kulit ubi singkong dipermen-
tasi. J. Pengkajian Dan Pengem-
bangan Teknologi Pertanian 13(3):
207–214.
Ruddel, A., S. Filley and M. Porat. 2002.
Understanding Your Forage Test
Result. Oregon State University.
Extension Service. [diakses pada
situs http://alfalfa.ucdavis.edu/SUB
PAGES/ForageQuality/interpreting
fqreport.pdf.].
Tillman, A.D., H. Hartadi, S.
Reksodiprodjo, S. Prwawirokusomo
and L. Lebdosoekojo. 1989. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Yanovi. H, P. Yufdi, dan Azwir K. 2011.
Pengaruh pemberian pakan suple-
men (kulit kakao fermentasi) ter-
hadap pertambahan berat badan sapi
persilangan simental. Prosiding Se-
minar Nasional Pengkajian dan Di-
seminasi Inovasi Pertanian Men-
dukung Program Strategis Kemen-
terian Pertanian Buku 1, Cisarua, 9–
11 Desember 2010.
Zain, M. 2007. Optimalisasi penggunaan
serat sawit sebagai pakan serat al-
ternative dengan suplementasi daun
ubi kayu dalam ransum ruminansia.
J. Pengembangan Peternakan Tropis
32: 100–105.
Zain, M. 2009. Substitusi rumput lapang-
an dengan kulit buah coklat amo-
niasi dalam ransum domba lokal. J.
Media Peternakan 32: 47–52.