2.makalahpertemuan.docx
DESCRIPTION
Kimia Organik LanjutTRANSCRIPT
SUBSTITUSI ELEKTROFILIK SENYAWA AROMATIK
Salah satu reaksi yang terjadi pada senyawa organic adalah reaksi substitusi. Dalam hal
ini reaksi substitusi yang akan dibahas adalah reaksi substitusi aromatic elektrofilik, misalnya
benzene.
Telah diketahui bahwa benzene merupakan senyawa yang kaya akan electron, sehingga
sifat yang menonjol dari benzene adalah mudah melakukan reaksi substitusi elektrofilik,
namun dalam reaksi substitusi nukleofilik pun memungkinkan untuk terjadinya reaksi. Reaksi
dapat berlangsung jika reagen elektrofil E+ (suka electron) menyerang cincin aromatis dengan
mengganti salah satu atom hydrogen. Beberapa reaksi substitusi yang sering dijumpai pada
cincin benzene adalah halogenasi, nitrasi, sulfonasi, alkilasi Friedel-Crafts, dan asilasi
Friedel-Crafts. Oleh karena itu dalam hal ini akan dibahas mengenai reaksi substitusi
elektrofilik dengan reaksi substitusi nukleofilik senyawa aromatik.
Mekanisme
Substitusi elektrofilik aromatik adalah reaksi organik dimana sebuah atom, biasanya
hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti dengan elektrofil. Reaksi terpenting di
kelas ini adalah nitrasi aromatik, halogenasi aromatik, sulfonasi aromatik dan reaksi asilasi
dan alkilasi Friedel-Crafts. Meskipun senyawa aromatik memiliki ikatan ganda ganda,
senyawa ini tidak mengalami reaksi adisi. Kurangnya reaktivitas terhadap reaksi adisi adalah
karena stabilitas yang besar dari sistem cincin yang dihasilkan dari elektron yang lengkap
delokalisasi π (resonansi).
Secara umum, jika kita menunjukkan sebuah arene dengan rumus umum ArH, dimana
Ar berperan sebagai sebuah gugus aril, bagia nelektrofilik menggantikan salah satu hydrogen
dalam cincinnya :
Mekanisme Ion Arenium
Dalam mekanisme ion arenium spesies elektrofilik mungkin dihasilkan melalui berbagai cara,
tapi ketika H digantikan dengan konversi X cincin aromatic menjadi sebuah ion arenium pada
dasarnya sama dalam semua kejadian. Untuk alasan ini, pentingnya mempelajari mekanisme
untuk menentukan letak dari elektrofilik dan bagaimana menghasilkannya.
Elektrofilik mungkin sebuah ion positif atau sebuah molekul yang mempunyai dipole positif.
Jika dalam bentuk ion positif, ini akan diserang oleh cincin (sebuah pasangan electron dari
enam atom c aromatic yang diberikan ke elektrofil) untuk memberikan sebuah karbokation.
Zat antara ini adalah hybrid resonansi, ditunjukkan aleh gambar 1, tapi sering ditulis dalam
bentuk gambar 2. Untuk waktu tertentu, atom H digantikan dengan atom X dalam gambar 1.
Ion dari tipe ini disebut intermediate wheland, complexes, atau arenium ion. Stabilitas
inherent berkaitan dengan aromatisitas dalam gambar 1, namun ionnya akan distabilkan oleh
resonansi. Oleh karena itu, ion arenium umumnya zat antara dengan reaktifitas tinggi,
wlaupun dalam beberapa kasus dapat juga dilakukan isolasi.
Karbokation dapat bereaksi dengan banyak cara, namun untuk jenis ion ini paling sering
terjadi dengan jalan kehilangan salah satu dari X+ atau H+. pada langkah kedua dari
mekanisme, reaksi berlangsung dengan kehilangan proton dan 6 cincin aromatik terbentuk
kembali dan hasil akhir adalah:
Untuk langkah kedua selalu lebih cepat daripada langkah pertama, yang menentukan
kecepatan reaksi di awal, dan reaksi urutan kedua.
Membedakan gugus deaktif dan pendeaktif dalam substitusi elektrofilik dan hubungan
antara struktur substrat dan kereaktifannya.
Hasil monosubstitusi benzena pada reaksi substitusi elektrofilik, maka substituen yang
telah ada tersebut akan berpengaruh pada laju reaksi dan arah serangan. Berlangsungnya
proses substitusi tersebut dapat lebih cepat atau lebih lambat daripada benzena. Sedangkan
gugus baru mungkin diarahkan pada posisi orto, meta, atau para.
Gugus-gugus yang meningkatkan laju reaksi dinamakan gugus pengaktif sedangkan
gugus yang memperlambat laju reaksi disebut gugus pendeaktif. Gugus-gugus yang termasuk
kelompok pengarah orto-para sebagian bersifat pengaktif dan sebagian lainnya bersifat
pendeaktif, sedangkan gugus-gugus pengarah meta semuanya termasuk dalam kelompok
pendeaktif. Jika suatu gugus dikatakan sebagai pengaruh orto-para tidak mutlak diartikan
bahwa gugus yang baru seluruhnya diarahkan keposisi orto dan para. Contohnya reaksi
nitrasi pada toluena menghasilkan isomer orto = 59%, para = 37% dan meta = 4%.
Reaktivitas substitusi aromatic elektrofilik dipengaruhi oleh apakah substituent yang
terikat pada cincin aromatic mempunyai kecenderungan menarik atau memberikan
elektronnya. Gugus yang memberikan electron akan mengaktivasi cincin, sedangkan gugus
yang menarik electron akan mendeaktivasi cincin.
Pada Tabel 5.2 dapat dilihat tentang gugus-gugus yang berperan dalam reaksi
substitusi elektrofilik senyawa aromatik disusun berdasarkan efek orientasi dan pengaruhnya
terhadap kereaktifan inti.
Tabel 5.2 Efek substituen pada substitusi elektrofilik senyawa aromatik
Pengarah Orto-Para Pengarah Meta
Pengaktif kuat – NH2, – NHR, – NR2 – OH, – O:-
Pengaktif sedang – NHHCOCH3, – NHCOR, – OCH3, – OR .. Pengaktif lemah – CH3, – C2H5, – R, – C6H5,Pendeaktif lemah .. .. .. .. – F: , – Cl: , – Br: , – I:
Pendeaktif sedang – C≡ N , – SO3H, – CO2H, – CO2R, –CHO, –COR,
Pendeaktif kuat– NO2, – NR3, – CF3, – CCl3
Jenis-jenis reaksi substitusi elektrofilik aromatic ada beberapa, seperti reaksi-reaksi
halogenasi, nitrasi, sulfonasi, alkilasi friedl-crafts, dan asilasi friedel-crafts. Kelima reaksi ini
akan dibahas satu per satu dibawah ini.
A. Halogenasi
Halogenasi dengan Brom atau Klor
Tanpa adanya asam Lewis dalam campuran reaksinya, bezena tidak dapat
bereaksi dengan brom atau klor. Akibatnya benzena tidak dapat menghilangkan warna
larutan brom dalam karbon tetraklorida. Bila ada asam Lewis maka benzena dengan
cepat bereaksi dengan brom atau klor, dan menghasilkan bromobenzena atau
klorobenzena.
Klorobenzena (90%)
HCl
Cl
++ Cl2
FeCl3
25oC
panas
FeCl3Br2+
+
Br
HBr
Bromobenzena (75%)
Asam Lewis yang paling umum digunakan pada reaksi klorinasi dan brominasi
adalah: FeCl3, FeBr 3, dan AlCl3.
Mekanisme brominasi benzena dapat dituliskan sebagai berikut:
Tahap 1
+Br Br + FeBr3 FeBr3
+BrBr Br Br
+FeBr3
- -
ion bromonium
Tahap 2
H
+
+ +
HH
lambat+ Br+
H Br Br Br
Tahap 3
H FeBr3Br
Br+
Br+ H - Br + FeBr3
Asam Lewis berfungsi dalam pembentukan kompleks dengan Br2 yang
selanjutnya terurai membentuk ion bromonium dan FeBr4-. Pada tahap 2 ion Br+
menyerang inti benzena membentuk ion benzonium. Pada tahap 3 ion benzenonium
memberikan proton kepada FeBr-4 dan hasil akhir yang diperoleh adalah
bromobenzena dan hidrogen bromida. Pada akhir reaksi katalis FeBr3 terbentuk
kembali.
Reaksi klorinasi benzena dengan katalis asam Lewis berlangsung dengan
mekanisme yang serupa dengan reaksi brominasi. Fungsi asam Lewis dalam hal ini
adalah membantu transfer ion kloronium (Cl+).
b. Halogenasi dengan Fluor
Fluor bereaksi sangat cepat dengan benzena sehingga memerlukan kondisi dan
peralatan khusus. Bahkan sukar membatasi terbentuknya monofluorinasi. Oleh karena
itu monofluorobenzena dibuat dengan cara tidak langsung, yaitu dengan mereaksikan
garam diazonium dengan HBF4 dalam keadaan panas.
++ HBF4
N2Cl+ -
N2 + HCl + BF3
Fpanas
c. Halogenasi dengan Iod
Sebaliknya, iod sangat tidak reaktif terhadap benzena sehingga diperlukan cara
khusus untuk memperoleh iodobenzena. Salah satu cara adalah dengan menambahkan
oksidator seperti asam nitrat dalam campuran reaksinya.
HNO3I2+
+
I
HI
(80%)
B. Nitrasi
Benzena bereaksi lambat dengan asam nitrat pekat panas menghasilkan
nitrobenzena. Reaksi berlangsung lebih cepat jika dilakukan dengan memanaskan
benzena bersama-sama dengan campuaran HNO3 pekat dan H2SO4 pekat.
H3 O + HSO4+HNO3
H2SO4++
+NO2 -
50-55oC
Penambahan asam sulfat pekat dapat menambah laju reaksi melalui
penambahan konsentrasi elektrofil ion nitronium (NO+2), yang terbentuk dengan
tahap-tahap berikut:
Tahap 1
+N
O
O_O_
O
HOSO3 H + H O N + H O + HSO4
_H
+
Tahap 2
O_
O
N +O H+
H
H2O + O = N = O+
ion nitrosonium
Pada tahap 1 asam nitrat memperlihatkan sifat sebagai basa dan menerima proton dari
asam sulfat yang lebih kuat. Pada tahap 2 asam nitrat yang telah terprotonkan terurai
menghasilkan ion nitronium. Selanjutnya terbentuk tahap-tahap berikut ini.
Tahap 3
lambat
H H
++
+
H
N+
O
O
NO2 NO2 NO2
Tahap 4
-
NO2NO2
+
HO H
H +H O H
H
+
Pada tahap 3 ion nitronium menyerang inti benzena membentuk ion benzenonium
yang terstabilkan oleh resonansi dan pada tahap 4 ion benzenonium melepaskan
proton menghasilkan nitrobenzena.
C. Sulfonasi
Pada temperatur kamar benzena bereaksi dengan asam sulfat berasap
menghasilkan asam benzena sulfonat. Reaksinya disebut sulfonasi. Asam sulfat
berasap adalah asam sulfat yang mengandung gas SO3. Reaksi sulfonasi juga dapat
berlangsung jika digunakan asam sulfat pekat meskipun reaksinya lebih lambat.
O
O
25 Co
H2SO4 pekatS
O
S O
O
O
H
asam benzena sulfonat (56%)
Dalam reaksi sulforasi benzena, yang bertindak sebagai elektrofil adalah SO3,
baik menggunakan asam sulfat berasap maupun dengan asam sulfat pekat.
Mekanisme reaksi sulfonasi yang menggunakan asam sulfat pekat melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
Tahap 1
2 H2SO4 SO3 + H3O+
+ HSO4_
Tahap 2
H
O
O
OS
OS
O
O
_
++ Lambat
struktur resonansiyang lain
Tahap 3
H+
H
+
SO3SO3
_ HSO4_
cepat
_
2SO4
Tahap 4
_S O
O
O
HS O
O
O
O
H
HH + H2O
++ cepat
Semua tahap dalam reaksi sulfonasi merupakan reaksi kesetimbangan. Dengan
demikian keseluruhan reaksinya juga merupakan reaksi kesetimbangan, dan secara
ringkas dituliskan sebagai berikut:
SO3
+ H2O + H2SO4
H
Dengan mengetahui bahwa semua tahap dalam reaksi sulfonasi adalah reaksi
kesetimbangan, maka kedudukan kesetimbangan dapat diatur sesuai dengan kondisi
reaksi yang digunakan. Jika digunakan asam sulfat pekat atau asam sulfat berasap,
kedudukan kesetimbangan lebih bergeser kekanan sehingga akan diperoleh asam
benzena sulfonat dalam jumlah yang memadai.
Sebaliknya, jika diinginkan untuk menghilangkan gugus asam sulfonat (-
SO3H) dari inti benzena dapat digunakan asam sulfat encer dan biasanya diikuti
dengan mengalirkan uap air ke dalam campuran reaksi. Pada kondisi seperti ini
(konsentrasi air tinggi) kedudukan kesetimbangan akan bergeser kekiri dan akan
terjadi reaksi desulfonasi.
Reaksi sulfonasi dan desulfonasi banyak digunakan dalam sintesis senyawa
organik tertentu. Hal ini disebabkan karena dengan memasukkan gugus asam sulfonat
(SO3H) kita dapat mempengaruhi alur suatu reaksi dan sebaliknya jika pengaruhnya
sudah tidak diperlukan lagi dapat dihilangkan melalui desulfonasi.
D. Alkilasi Friedel-Crafts
Pada tahun 1877, dua orang ahli kimia masing-masing Charles Friedel
(Perancis) dan James M.Crafts (Amerika) menemukan metode baru untuk membuat
alkil benzena (ArR) dan asil benzena (ArCOR). Kini reaksi pembuatan kedua
kelompok senyawa tersebut masing-masing dinamakan dengan reaksi alkilasi Friedel-
Crafts dan reaksi asilasi Friedel-Crafts. Secara umum reaksi alkilasi Friedel-Crafts
dituliskan sbb:
+ HX + R-XAlCl3
R
Salah satu contoh reaksi alkilasi Friedel-Crafts adalah reaksi antara isopropil
klorida dan benzena dengan katalis aluminium klorida yang tahap-tahapnya dituliskan
sbb:
Tahap 1
H3C
H3C
CH - Cl + AlCl3 CH - ClH3C
H3C-AlCl3
+ --+
AlCl4
H3C
H3CCH +
Tahap 2
CH +
H3C
H3CH
CH CH3
CH3
Tahap 3
+
H
CHCH3
CH3
- AlCl3 Cl
AlCl3
CH3
CH3
CH+ HCl +
Pada tahap 1 isopropil klorida dan aluminium klorida membentuk
kompleks yang segera terurai membentuk karbokation isopropil dan AlCl4-. Pada
tahap 2, karbokation isopropil bertindak sebagai elektrofil menyerang inti benzena
membentuk ion benzenonium. Pada tahap 3 ion benzenonium melepaskan proton
membentuk isopropil benzena. Pada tahp ini terbentuk HCl dan dihasilkan AlCl3
kembali.
Jika digunakan alkil halida primer maka karbokation tidak terbentuk tetapi
alkil halida membentuk kompleks dengan aluminium klorida. Kompleks inilah yang
bertindak sebagai elektrofil.
δ+ δ -
RCH2 ----------- Cl:AlCl3
Meskipun kompleks tersebut bukan karbokation tetapi dapat bertindak seperti
karbokation dan dapat mentransfer gugus alkil ke inti benzena.
Reaksi alkil Friedel-Crafts tidak terbatas pada penggunaan alkil halida dan
aluminium klorida tetapi juga dapat menggunakan pereaksi lain yang dapat
menghasilkan karbokation atau spesies lain yang menyerupai karbokation. Contohnya
adalah dengan menggunakan campuran alkena dan suatu asam.
+ CH3CH=CH2
CH(CH3)20o C
HF
Isopropilbenzena (84%)
Disamping itu juga dapat digunakan campuran alkohol dari suatu asam.
BF3
60o C+ HO
sikloheksilbenzena (56%)
Meskipun reaksi alkilasi Friedel-Crafts mempunyai arti penting dalam sintesis
alkil benzena, namun reaksi tersebut memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
a) Jika karbokation yang terbentuk dari alkil halida, alkena atau alkohol dapat
mengalami penataan ulang dan membentuk karbokation yang lebih stabil
maka produk terbanyak adalah yang diperoleh dari reaksi dengan
karbokation yang lebih stabil. Contohnya: jika benzena direaksikan dengan
n-butilbromida ternyata diperoleh hasil sekunder butilbenzena lebih banyak
(64-68%) dari pada n-butilbenzena. Hal ini terjadi karena terjadinya
penataan ulang kation butil dari karbokation primer menjadi karbokation
sekunder yang lebih stabil.
b) Reaksi alkilasi Friedel-Crafts sukar berlangsung jika pada inti aromatik
terdapat gugus penarik elektron kuat atau gugus lain seperti –NH2 atau –
NHR atau –NR2. Adanya gugus penarik elektron akan menyebabkan inti
aromatik menjadi tuna elektron (electron deficient) sehingga sukar
mengalami reaksi subtitusi elektrofilik melalui pembentukan karbokation.
Gugus amino (-NH2) atau derivatnya (-NHR; -NR2) berubah menjadi gugus
penarik elektron yang sangat kuat jika berada dalam campuaran pereaksi
Friedel-Crafts karena bereaksi dengan asam Lewis seperti ditunjukkan pada
reaksi berikut:
AlCl3
N NH
H
H
H
AlCl3+ _
+
c) Aril dan vinil halida tidak dapat digunakan sebagai komponen halida
karena kedua senyawa tersebut tidak dapat segera membentuk
karbokation.
d) Dalam reaksi alkilasi Friedel-Crafts sering terjadi polialkilasi. Hal ini
terjadi karena gugus alkil yang bersifat mendorong elektron sehingga
keberadaannya pada inti benzena meningkatkan keaktifan inti benzena
terhadap reaksi subtitusi elektrofilik selanjutnya.
E. Asilasi Friedel-Crafts
Reaksi asilasi adalah reaksi yang mengakibatkan masuknya gugus asil (R-
C=O) kedalam suatu senyawa. Dua buah gugus asil yang lazim dikenal adalah gugus
asetil dan gugus benzoil.
CH3 C
O
C
O
gugus asetil
(etanoil) gugus benzoil
Reaksi asilasi Friedel-Crafts merupakan salah satu cara yang efektif untuk
memasukkan gugus asil ke dalam inti aromatik. Reaksi asilasi sering dilakukan
dengan mereaksikan senyawa aromatik dengan asil halida. Jika senyawa aromatik
tidak sangat reaktif, maka dalam melangsungkan reaksinya diperlukan asam Lewis
(misalnya AlCl3). Hasil reaksi asilasi Friedel-Crafts adalah suatu aril keton.
C CH3 CH3+
O
Cl
AlCl3
80oC
C + HCl
O
Asetil klorida Asetofenon
(metil fenil keton)
Reaksi asilasi Friedel-Crafts juga dapat dilakukan dengan menggunakan
anhidrida asam karboksilat sebagai pengganti asil halida.
Contoh:
O
C + CH3 C
80oC
AlCl3
O
+CH3
CH3 C
C CH3O
OAnhidrida asam asetat
O
OH
Pada sebagian besar reaksi asilasi Friedel-Crafts, elektrofilnya adalah ion
asilium yang terbentuk dari asil halida dengan cara sbb:
Tahap 1
+_
H3C
H3C
CH Cl AlCl3 C Cl + AlCl3
O
R
Tahap 2
Tahap-tahap selanjutnya terjadi sbb:
Tahap 3
H
C+ C
R
O+
R
O+
lambat
Tahap 4
Tahap 5
Pada tahap paling akhir aluminium klorida (suatu asam Lewis) membentuk
kompleks dengan keton (suatu basa Lewis), tetapi jika kompleks tersebut direaksikan
dengan air akan diperoleh keton semula menurut persamaan reaksi berikut:
Tahap 6
+ AlCl4
_R
O
C Cl AlCl3
_+
R C=O C=OR+
ion asilium
+
+O
RC
HAlCl4
_
O
C R
+ HCl + AlCl3
AlCl3+
RC
O
AlCl3C R
O
_
_O
C R
+ AlCl3
+ 3 H2O
O
C R
Al(OH)3+ + 3HCl
R R \ .. _ \ C = O: AlCl3 + 3 H2O C = O : + Al(OH)3 + 3 HCl / /C6H5 C6H5
Dalam reaksi asilasi Friedel-Crafts tidak dijumpai peristiwa poliasilasi karena
gugus asil bersifat menarik elektron, sehingga mendeaktifkan inti benzena terhadap
serangan elktrofil lebih lanjut.
Berbeda dengan reaksi alkilasi Friedel-Crafts, dalam reaksi asilasi tidak
dijumpai peristiwa penataan ulang karena ion asilium sangat stabil (terstabilkan oleh
resonansi). Oleh karena itu reaksi asilasi Friedel-Crafts merupakan metode yang lebih
baik untuk pembuatan alkil benzena tak bercabang daripada reaksi alkilasi.
Contohnya adalah pada pembuatan n-propilbenzena. Bila n-propilbenzena dibuat
melalui reaksi alkilasi Friedel-Crafts ternyata diperoleh hasil utama isopropilbenzena
sementara n-propilbenzena hanya merupakan hasil minor. Hal ini disebabkan oleh
adanya penataan ulang karbokation n-propil menjadi karbokation isopropil yang lebih
stabil, sehingga akhirnya diperoleh isopropilbenzena sebagai hasil utama. Masalah
tersebut dapat dipecahkan dengan menerapkan reaksi asilasi Friedel-Crafts, yaitu
dengan mereaksikan benzena dengan propanoil klorida (katalis AlCl3).
O
C + HCl
80oC
AlCl3
Cl
O
+ CH2CH3CH3 C CH2
etil fenil keton
Teori Orientasi
Faktor yang dapat menentukan orientasi sifat-sifat gugus penarik dan
pendorong elektron dalam reaksi substitusi senyawa aromatik yaitu: efek induksi dan
resonansi. Efek induksi adalah efek yang diakibatkan oleh perbedaan
keelektronegatifan antara dua atom atau gugus. Contohnya, atom halogen lebih
elektronegatif daripada atom karbon sehingga halogen memberikan efek induksi
menarik elektron. Disamping itu terdapat gugus-gugus lain yang memberikan efek
induksi karena adanya muatan positif atau parsial positif pada atom yang terikat pada
inti benzena.
Efek menarik atau mendorong elektron dari suatu gugus melalui ikatan pi
dinamakan efek resonansi. Contohnya, subtituen-subtituen nitro, siano dan karbonil
bersifat pendeaktif karena menyebabkan bergesernya elektron pi pada inti benzena
kearah subtituen tersebut. Akibatnya, inti benzena menjadi tuna elektron. Struktur-
struktur resonansi untuk nitrobenzena dan benzaldehida digambarkan sbb:
O
N
O
_ _
N
O+
+
O_ _
O
+
O
N
_
_O
++
O
N
_+
Nitrobenzena
+
+
O_
O__
O
+
O
C C C C
H H H H
Benzaldehida
Sebaliknya subtituen-subtituen hidroksil, metoksil dan amino bersifat
pengaktif karena menyebabkan bergesernya elektron dari subtituen tersebut ke inti
benzena. Akibatnya kerapatan elektron pada inti benzena bertambah besar.
Struktur-struktur resonansi untuk Ar-OR dan Ar-NHR digambarkan sbb:
++O O O OR
R R R
+
_ _
_
NR2
_
_ _
+ + +NR2NR2 NR2
a. Gugus Pengarah Meta
Semua gugus pengarah meta mempunyai muatan positif atau parsial positif pada
atom yang terikat langsung dengan inti benzena. Contohnaya adalah –CF3, dimana
atom C pada guigus tersebut bermuatan parsial positif karena mengikat tiga atom F
yang sangat elektronegatif.
Gugus –CF3 merupakan gugus pendeaktif kuat dan pengarah meta dalam reaksi
subtitusi elektrofilik senyawa aromatik. gugus ini mempengaruhi kerektifan inti
aromatik dengan mengakibatkan keadaan transisi yang mengarahkan pada
pembentuka ion arenium yang sanagat tidak stabil. Gugus ini menarik elktron dari
karbokation yang terbentuk sehingga menambah muatan posistif pada inti benzena.
Kita dapat memhami bagaimana gugus –CF3 mempengaruhi orientasi subtitusi
elektrofilik jika kita mempelajari struktur-struktur resonansi ion arenium yang
terbentuk oleh serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan para dari
trifluorometilbenzena.
E
H
+
+
+
H
EE
H
+ E+
CF3 CF3 CF3 CF3
sangat tidak stabil
Serangan meta:
CF3CF3CF3CF3
+ E+
H E EH
+
+ +
H E
Serangan para:
E
H
+
+ +
H
EE
H
+ E+
CF3 CF3 CF3 CF3
sangat tidak stabil
Pada struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan
orto dan para terlihat bahwa salah satu struktur penyumbangnya sangat tiadak stabil,
karena muatan positif berada pada atom karbon inti yang mengikat gugus penarik
elektron. Hal serupa tidak dijumpai pada serangan meta. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahawa ion arenium yang dibentuk oleh serangan meta paling stabil yang
berarti bahawa serangan meta melalui keadaan transisi yang lebih stabil pula. Hasil
eksperimen menunjukkan bahawa gugus –CF3 adalah pengarah meta yang kuat.
H2SO4+ HNO3
CF3 CF3
NO2
(~ 100%)Trifluorometilbenzena
b. Gugus Pengarah Orto-Para
Selain substituen alkil atau fenil, semua gugus pengarah orto-para mempunyai
sekurang-kurangnya satu pasangan elktron bebas (non bonding) pada atom yang
terikat langsung dengan inti benzena.
NH2 OH NHCOCH3Cl
anilin fenol klorobenzena asetanilida
Efek resonansi dapat menyebabkan efek pengarahan gugus-gugus pengarah
orto-para. Efek resonansi terutama berpengaruh terhadap ion arenium yang berarti
juga berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuknya. Selain halogen, efek
gugus-gugus pengarah orto-para terhadap kereaktifan juga disebabkan oleh efek
resonansi. Seperti halnya pada efek pengarahan, efek ini juga berpengaruh terhadap
keadaan transisi yang membentuk ion arenium.
Contoh efek resonansi adalah efek gugus amino (-NH2) dalam reaksi substitusi
elektrofilik senyawa aromatik. Gugus amino tidak hanya merupakan gugus pengaktif
kuat, tetapi juga gugus pengarah orto-para yang kuat. Efek tersebut dapat ditunjukkan
pada reaksi antara anilina dengan larutan brom pada temperatur kamar dan tanpa
katalis, yang mengahsilkan produk dimana semua posisi orto dan para tersubtitusi
yaitu 2,4,6-tribomoanilina. Efek induksi gugus amino (-NH2) menyebabkan adanya
sedikit penarikan elktron. Seperti kita ketahui bahwa atom nitrogen lebih elktronegatif
daripada karbon, tetapi perbedaan keelektronegatifan tersebut tidak besar karana atom
karbon pada benzena berhibridisasi sp2 yang lebih elektronegatif daripada sp3.
Dengan adanya efek resonansi ini gugus amino bersifat sebagai pendorong elektron.
Serangan orto:
E
H+
+ +
H
EE
H
+ E+
NH2 NH2 NH2 NH2 NH2+
H
E
lebih stabil
Serangan meta:
NH2NH2NH2NH2
+ E+
H
E E
H
++
+
H
E
Serangan Para:
lebih stabil
E H
+
NH2NH2
NH2NH2NH2
+ E+
HE EH
+
+
+
H E
Terdapat empat struktur resonansi pada ion benzenonium hasil serangan orto
dan para, sedangkan dari serangan meta hanya tiga struktur resonansi. Hal ini
menunjukkan bahwa ion benzenonium hasil serangan orto dan para lebih stabil.
Tetapi hal yang lebih penting adalah kestabilan struktur-struktur penyumbang hibrida
ion benzenonium hasil serangan orto dan para. Diantara struktur-struktur penyumbang
tersebut ada yang memiliki ikatan ekstra yang terbentuk dari pasangan elektron bebas
pada nitrogen dengan atom karbon inti. Struktur ini sangat stabil karena semua atom
(kecuali atom H) memiliki elektron oktet (delapan elektron). Kestabilan struktur-
struktur penyumbang tersebut menyebabkan kontribusinya terhadap hibrida resonansi
lebih besar. Hal ini berarti bahwa ion benzenonium yang terbentuk dari serangan orto
dan para lebih stabil daripada serangan meta. Akibatnya elektrofil bereaksi dengan
cepat pada posisi orto dan para.
Halogen termasuk kelompok gugus pengarah orto-para, tetapi gugus ini
mendeaktifkan inti. Kekhususan pada halogen ini dapat dijelaskan dengan asumsi
bahwa efek induksinya mempengaruhi kereaktifan dan efek resonansinya menentukan
orientasi. Pada senyawa klorobenzena, karena atom klor sangat elektronegatif maka
diperkirakan terjadi penarikan elektron pada inti benzena dan karena itu
mendeaktifkan inti benzena dalam reaksi subtitusi elektrofilik.
Cl
Jika klorobenzena diserang elektrofil, atom klor akan menstabilkan ion
benzenonium yang terbentuk pada serangan orto dan para. Klor memberikan
pengaruh seperti yang terjadi pada gugus amino dan hidroksi, dengan cara
menyumbangkan sepasang elektron bebasnya, untuk meningkatkan kestabilan
struktur-struktur resonansi bagi hibrida ion benzenonium hasil serangan orto dan para.
Serangan orto:
Cl
E
H
+Cl
+ E+H
EE
H
++
+ H
E
ClClCl
lebih stabil
Serangan meta:
E
H
+
+ +
H
EE
H
+ E+
ClClCl Cl
Serangan Para:
lebih stabil
E H
+
+ E+
HE EH
+
+
+
H E
Cl Cl ClCl Cl
c. Orientasi dan kereaktifan dalam alkil benzena
Semua gugus alkil bersifat pendorong elektron dan termasuk dalam kelompok
gugus pengarah orto-para, oleh karena itu mengaktifkan inti benzena dalam subtitusi
elektrofilik dengan cara menstabilkan keadaan transisi yang mengarahkan
kepembentukan ion benzenonium.
Pada langkah pembentukan ion benzenonium, energi pengaktifan alkil
benzena lebih rendah daripada benzena sehingga reaksi pada alkil benzena
berlangsung lebih cepat.
Jika serangan orto-meta dan para lewat reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa
toluena, menghasilkan struktur-struktur resonansi ion benzenonium sebagai berikut:
Serangan orto :
lebih stabil
E
H++ E+
H
EE
H
++
CH3 CH3CH3 CH3
Serangan meta :
E
H+
+ +
H
EE
H
+ E+
CH3CH3CH3CH3
Serangan para :
EH
+
+
H EE H
+ E+
+
lebih stabil
CH3CH3CH3CH3
Pada serangan orto dan para terdapat satu struktur resonansi dimana gugus metil
terikat langsung pada atom yang bermuatan positif, dan bersifat lebih stabil karena
pengaruh stabilisasi gugus metil (gugus pendorong elektron) paling efektif. Struktur
tersebut memberikan konstribusi hibrida ion benzenonium yang terbentuk oleh
serangan orto dan para, sedangkan pada serangan meta, tidak demikian. Ion
benzenonium yang terbentuk oleh serangan orto dan para lebih stabil, maka keadaan
transisi yang mengarahkan ke pembentukan ion benzenonium memerlukan energi
lebih rendah sehingga reaksi berlangsung lebih cepat.
Diagram Perubahan Energi Reaksi SEAr
Secara umum diagram reaksi untuk reaksi SEAr dapat dilihat pada diagram
dibawah ini. Pembentukan produk yang dihasilkan melalui dua keadaan transisi yang
masing-masing memiliki tingkat energi yang berbeda. Dan yang paling penting dalam
melihat laju reaksinya adalah pada mekanisme pembentukan ion arenium, karena itu
menjadi factor penentu laju reaksi.
SUBSTITUSI NUKLEOFILIK SENYAWA AROMATIK
Substitusi nukleofilik yang paling sederhana pada cincin aromatic, seperti pada
penggantian bromide dari bromobenzena dengan ion hidroksida, tidak dapat terjadi.
Perhatikanlah-mekanisme reaksi ini salah! Tidak ada reaksi yang tepat. Kau mungkin
akan bertanya, “mengapa tidak?” reaksinya terlihat benar, dan jika cincin dijenuhkan,
reaksinya memang benar.
Reaksi ini adalah reaksi SN2, dan kita tahu bahwa serangan yang terjadi pada ikatan
C-Br harus terjadi dari belakang, dimana cuping yang paling besar dari orbital σ* berada.
Reaksi ini benar untuk cincin alifatik karena atom karbonnya adalah tetrahedral dan ikatan C-
Br tidak berada sebidang dengan cincin. Substitusi pada bromine ekuatorial berjalan sebagai
berikut:
Tapi pada senyawa aromatic, ikatan C-Br berapa sebidang dengan cincin dengan atom
karbon trigonal. Untuk menyerang dari belakang, nukleofil harus menyerang dari cincin
benzene dan menginversi atom karbon dengan jalan yang tidak masuk akal. Reaksi ini tidak
mungkin terjadi!
Ini contoh lain pada aturan umum. Jika SN2 tidak mungkin, bagaimana dengan
SN1? Hal ini mungkin saja, namun berlangsung kurang baik. Reaksi ini harus melibatkan
pelepasan gugus pergi dengan sendirinya dan pembentukan kation aril. Semua kation yang
telah kita jumpai dalam reaksi SN1 berbentuk planar dengan orbital p kosong. Kation ini
planar, namun orbital p-nya penuh karena menjadi bagian dalam cincin aromatic, dan orbital
kosong adalah orbital sp2 yang berada di bagian luar cincin.
Meskipun dalam faktanya, hanya gugus pergi yang paling baik, yaitu molekul N2,
yang dapat menjalani reaksi SN1.
SUBSTITUSI NUKLEOFILIK AROMATIK (MEKANISME ADISI-ELIMINASI)
Secara umum mekanisme untuk reaksi substitusi nukleofilik aromatic dalam
substitusi nitro aril halide ditunjukkan dengan contoh dibawah ini :
Penyerangan oleh nukleofilik kuat dalam menggantikan gugus halogen substitusi karbon
aromatic membentuk zat antara anion. Kehilangan gugus pergi, kemudian halogen akan
membentuk armatisasi lagi.
Cara lainnya ditunjukkan dengan nukleofil dimana dalam hal ini adalah basa kuat dan tanpa
adanya electron yang kuat dengan penggambaran gugus :
Bayangkan suatu siklik β-fluoro-enon bereaksi dengan amina sekunder dalam reaksi
substitusi konjugasi. Produk diperoleh melalui reaksi adisi untuk membentuk enolat, diikuti
oleh kembalinya muatan negatif untuk melepas ion fluorida.
Sekarang bayangkan juga pada reaksi yang sama dengan dua tambahan ikatan rangkap pada
cincin. Substitusi konjugasi menjadi substitusi aromatic nukleofilik.
Mekanisme ini disertai oleh adisi pada nukleofil diikuti oleh eliminasi gugus pergi,
inilah yang disebut mekanisme adisi-eliminasi. Tidak hanya gugus karbonil – setiap gugus
penarik elektron dapat melakukannya. Syaratnya hanyalah bahwa elektron harus dapat keluar
dari cincin menuju gugus penstabil anion. Berikut adalah contoh gugus nitro yang berada
pada posisi para.
Hal-hal yang mempengaruhi berlangsungnya reaksi ini ialah Nukleofil (OH-), gugus
pergi (Cl-), gugus penstabil anion (NO2), dan posisi para-. Nukleofilnya adalah nukleofil
yang baik, muatan negatif dapat didorong melewati atom oksigen pada gugus nitro, dan
klorida adalah gugus pergi yang baik.
Tipe substitusi nukleofilik aromatic harus mempunyai:
- nukleofilik oksigen, nitrogen atau sianida
- gugus pergi berupa halide
- gugus karbonil, nitro atau sianida berada pada posisi orto atau para terhadap gugus
pergi.
a. Posisi Gugus Penstabil Elektron Terhadap Calon Gugus Pergi
Gugus penstabil elektron, seperti nitro atau karbonil dalam anion, harus berada pada
posisi orto atau para untuk memberikan efeknya. Ilustrasi yang baik tentang ini
digambarkan pada penggantian selektif satu dari dua gugus klorin, dimana yang lepas
adalah klorin yang berada pada posisi orto, sedangkan pada posisi meta tidak
dilepaskan.
Mekanismenya berjalan baik jika kita menyerang pada klorin dengan posisi orto yang
kemudian muatan negatifnya dapat didorong masuk ke gugus nitro. Dan hal ini tidak
dapat dilakukan jika kita menyerang klorin pada posisi yang lain.
b. Gugus Pergi dan Mekanismenya
Sebelumnya kita telah menunjukkan substitusi nukleofilik aromatic dengan florida
sebagai gugus pergi. Florida bekerja dengan baik sebagai gugus pergi, demikian
halnya pada senyawa 2-nitro-fluorobenzena yang bereaksi baik dengan berbagai
nukleofil, contohnya:
Reaksi yang sama terjadi dengan 2-nitrohalobenzena lainnya, namun kurang
efektif. Senyawa fluoro bereaksi sekitar 102-103 kali lebih cepat dari senyawa kloro-
atau bromo-, dan iodo- bereaksi lebih lambat.
Hal ini seharusnya mengherankan. Ketika kita mengamati substitusi
nukleofilik lain seperti pada gugus karbonil atau pada karbon jenuh, kita tidak pernah
menggunakan fluorida sebagai gugus pergi! Ikatan C-F sangat kuat – paling kuat dari
semua ikatan tunggal dengan karbon – dan ikatan ini sulit dilepaskan.
Jadi mengapa fluorida lebih baik digunakan dalam substitusi nukleofilik aromatic dan
mengapa fluorida bereaksi lebih cepat dari pada halogen lainnya? Kita tidak
mengatakan bahwa fluorida adalah gugus pergi yang lebih baik dalam substitusi
nukleofilik aromatik. Penjelasannya bergantung dari pemahaman kita terhadap
mekanisme reaksi.
Mekanisme yang telah kita pelajari sebelumnya bahwa reaksi ini berlangsung
2 tahap, adisi dan eliminasi. Dalam mekanisme dua-tahap, satu tahap lebih lambat dan
merupakan tahap penentu kecepatan. Tahap lainnya tidak begitu mempengaruhi
kecepatan. Kamu mungkin menebak bahwa, dalam mekanisme substitusi nukleofilik
aromatic, tahap pertamalah yang lebih lambat karena pada tahap ini terjadi
penggangguan aromasitas. Tahap kedua mengembalikan aromasitas dan berjalan lebih
cepat. Pengaruh dari fluorida, atau gugus pergi lainnya, semestinya ada pada tahap
pertama. Seberapa baik gugus pergi itu lepas, bukan menjadi masalah. Kecepatan
pada tahap kedua – tahap dimana fluorida lepas – tidak memberikan pengaruh berarti
pada kecepatan reaksi.
Fluorida, pada faktanya, memperlambat tahap kedua (dibandingkan dengan
Cl-), tapi mempercepat tahap pertama oleh efek induksinya yang besar. Fluor adalah
atom yang paling elektronegatif dan menstabilkan intermediate anionic, membantu
penerimaan elektron oleh cincin benzene.
c. Pengaktifan Substituent Penstabil-Anion
Gugus nitro adalah gugus terbaik dalam menstabilkan intemediat anionic.
Gugus penstabil lainnya termasuk karbonil, sianida, dan gugus yang mengandung
sulfur seperti sulfoksida dan sulfona.
Berikut diberikan perbandingan kecepatan untuk reaksi yang sama tapi dengan
gugus pengaktif yang berbeda. Mekanisme tiap reaksi sama, yang berbeda hanyalah
kekuatan penarik elektron dari gugus pengaktif. Kita telah mengetahui bahwa tahap
pertama adalah tahap penentu laju reaksi. Symbol Z mewakili gugus penstabil-anion.
Nilai kecepatan relatif dibandingkan dengan Z sebagai nitro.
Tiap senyawa bereaksi lebih lambat dari senyawa yang mengandung gugus nitro.
Gambar. Diagram Energi Untuk Reaksi SNAr
Reaksi dengan Intermediet Benzuna
Reaksi ini dapat terjadi pada haloaromatik dengan menggunakan basa kuat (misalnya NaNH2
atau Li-Bu). Intermediet Benzuna sangat reaktif yang dapat menjebak spesies nukleofilik.
Syarat terjadinya reaksi ini adalah harus tersedianya atom orto-Hidrogen pada senyawa
haloaromatik.
Berikut adalah mekanisme reaksi SnAr dengan Intermediet Benzuna.
SnAr - Kompleks Meisenheimer
Substituen pada benzena yang berupa halida merupakan nukleofus baik. Hal ini
menyebabkan dapat terjadinya reaksi substitusi oleh nukleofilik kuat. Syarat dari reaksi ini
adalah harusnya tersedia haloaromaik dengan terdapatnya gugus penarik elektron yang tentu
tidak menghalangi jalannya reaksi secara sterik.
Pernyataan yang paling penting bahwa adisi nukleofilik adalah sebuah langkah awal yang
masuk akal menunjukkan tentang isolasi dari kestabilan kalium etoksida dan metal eter dari
2,4,6-trinitrofenol ?(picric acid) yang biasa kita kenal dengan kompleks meisenheimer.