2.makalahpertemuan.docx

40
SUBSTITUSI ELEKTROFILIK SENYAWA AROMATIK Salah satu reaksi yang terjadi pada senyawa organic adalah reaksi substitusi. Dalam hal ini reaksi substitusi yang akan dibahas adalah reaksi substitusi aromatic elektrofilik, misalnya benzene. Telah diketahui bahwa benzene merupakan senyawa yang kaya akan electron, sehingga sifat yang menonjol dari benzene adalah mudah melakukan reaksi substitusi elektrofilik, namun dalam reaksi substitusi nukleofilik pun memungkinkan untuk terjadinya reaksi. Reaksi dapat berlangsung jika reagen elektrofil E + (suka electron) menyerang cincin aromatis dengan mengganti salah satu atom hydrogen. Beberapa reaksi substitusi yang sering dijumpai pada cincin benzene adalah halogenasi, nitrasi, sulfonasi, alkilasi Friedel-Crafts, dan asilasi Friedel-Crafts. Oleh karena itu dalam hal ini akan dibahas mengenai reaksi substitusi elektrofilik dengan reaksi substitusi nukleofilik senyawa aromatik. Mekanisme Substitusi elektrofilik aromatik adalah reaksi organik dimana sebuah atom, biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti dengan elektrofil. Reaksi terpenting di kelas ini adalah nitrasi aromatik, halogenasi aromatik, sulfonasi aromatik dan reaksi asilasi dan alkilasi Friedel- Crafts. Meskipun senyawa aromatik memiliki ikatan ganda ganda, senyawa ini tidak mengalami reaksi adisi. Kurangnya reaktivitas terhadap reaksi adisi adalah karena stabilitas

Upload: ririnvidiastuti

Post on 27-Oct-2015

165 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Kimia Organik Lanjut

TRANSCRIPT

SUBSTITUSI ELEKTROFILIK SENYAWA AROMATIK

Salah satu reaksi yang terjadi pada senyawa organic adalah reaksi substitusi. Dalam hal

ini reaksi substitusi yang akan dibahas adalah reaksi substitusi aromatic elektrofilik, misalnya

benzene.

Telah diketahui bahwa benzene merupakan senyawa yang kaya akan electron, sehingga

sifat yang menonjol dari benzene adalah mudah melakukan reaksi substitusi elektrofilik,

namun dalam reaksi substitusi nukleofilik pun memungkinkan untuk terjadinya reaksi. Reaksi

dapat berlangsung jika reagen elektrofil E+ (suka electron) menyerang cincin aromatis dengan

mengganti salah satu atom hydrogen. Beberapa reaksi substitusi yang sering dijumpai pada

cincin benzene adalah halogenasi, nitrasi, sulfonasi, alkilasi Friedel-Crafts, dan asilasi

Friedel-Crafts. Oleh karena itu dalam hal ini akan dibahas mengenai reaksi substitusi

elektrofilik dengan reaksi substitusi nukleofilik senyawa aromatik.

Mekanisme

Substitusi elektrofilik aromatik adalah reaksi organik dimana sebuah atom, biasanya

hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti dengan elektrofil. Reaksi terpenting di

kelas ini adalah nitrasi aromatik, halogenasi aromatik, sulfonasi aromatik dan reaksi asilasi

dan alkilasi Friedel-Crafts. Meskipun senyawa aromatik memiliki ikatan ganda ganda,

senyawa ini tidak mengalami reaksi adisi. Kurangnya reaktivitas terhadap reaksi adisi adalah

karena stabilitas yang besar dari sistem cincin yang dihasilkan dari elektron yang lengkap

delokalisasi π (resonansi).

Secara umum, jika kita menunjukkan sebuah arene dengan rumus umum ArH, dimana

Ar berperan sebagai sebuah gugus aril, bagia nelektrofilik menggantikan salah satu hydrogen

dalam cincinnya :

Mekanisme Ion Arenium

Dalam mekanisme ion arenium spesies elektrofilik mungkin dihasilkan melalui berbagai cara,

tapi ketika H digantikan dengan konversi X cincin aromatic menjadi sebuah ion arenium pada

dasarnya sama dalam semua kejadian. Untuk alasan ini, pentingnya mempelajari mekanisme

untuk menentukan letak dari elektrofilik dan bagaimana menghasilkannya.

Elektrofilik mungkin sebuah ion positif atau sebuah molekul yang mempunyai dipole positif.

Jika dalam bentuk ion positif, ini akan diserang oleh cincin (sebuah pasangan electron dari

enam atom c aromatic yang diberikan ke elektrofil) untuk memberikan sebuah karbokation.

Zat antara ini adalah hybrid resonansi, ditunjukkan aleh gambar 1, tapi sering ditulis dalam

bentuk gambar 2. Untuk waktu tertentu, atom H digantikan dengan atom X dalam gambar 1.

Ion dari tipe ini disebut intermediate wheland, complexes, atau arenium ion. Stabilitas

inherent berkaitan dengan aromatisitas dalam gambar 1, namun ionnya akan distabilkan oleh

resonansi. Oleh karena itu, ion arenium umumnya zat antara dengan reaktifitas tinggi,

wlaupun dalam beberapa kasus dapat juga dilakukan isolasi.

Karbokation dapat bereaksi dengan banyak cara, namun untuk jenis ion ini paling sering

terjadi dengan jalan kehilangan salah satu dari X+ atau H+. pada langkah kedua dari

mekanisme, reaksi berlangsung dengan kehilangan proton dan 6 cincin aromatik terbentuk

kembali dan hasil akhir adalah:

Untuk langkah kedua selalu lebih cepat daripada langkah pertama, yang menentukan

kecepatan reaksi di awal, dan reaksi urutan kedua.

Membedakan gugus deaktif dan pendeaktif dalam substitusi elektrofilik dan hubungan

antara struktur substrat dan kereaktifannya.

Hasil monosubstitusi benzena pada reaksi substitusi elektrofilik, maka substituen yang

telah ada tersebut akan berpengaruh pada laju reaksi dan arah serangan. Berlangsungnya

proses substitusi tersebut dapat lebih cepat atau lebih lambat daripada benzena. Sedangkan

gugus baru mungkin diarahkan pada posisi orto, meta, atau para.

Gugus-gugus yang meningkatkan laju reaksi dinamakan gugus pengaktif sedangkan

gugus yang memperlambat laju reaksi disebut gugus pendeaktif. Gugus-gugus yang termasuk

kelompok pengarah orto-para sebagian bersifat pengaktif dan sebagian lainnya bersifat

pendeaktif, sedangkan gugus-gugus pengarah meta semuanya termasuk dalam kelompok

pendeaktif. Jika suatu gugus dikatakan sebagai pengaruh orto-para tidak mutlak diartikan

bahwa gugus yang baru seluruhnya diarahkan keposisi orto dan para. Contohnya reaksi

nitrasi pada toluena menghasilkan isomer orto = 59%, para = 37% dan meta = 4%.

Reaktivitas substitusi aromatic elektrofilik dipengaruhi oleh apakah substituent yang

terikat pada cincin aromatic mempunyai kecenderungan menarik atau memberikan

elektronnya. Gugus yang memberikan electron akan mengaktivasi cincin, sedangkan gugus

yang menarik electron akan mendeaktivasi cincin.

Pada Tabel 5.2 dapat dilihat tentang gugus-gugus yang berperan dalam reaksi

substitusi elektrofilik senyawa aromatik disusun berdasarkan efek orientasi dan pengaruhnya

terhadap kereaktifan inti.

Tabel 5.2 Efek substituen pada substitusi elektrofilik senyawa aromatik

Pengarah Orto-Para Pengarah Meta

Pengaktif kuat – NH2, – NHR, – NR2 – OH, – O:-

Pengaktif sedang – NHHCOCH3, – NHCOR, – OCH3, – OR .. Pengaktif lemah – CH3, – C2H5, – R, – C6H5,Pendeaktif lemah .. .. .. .. – F: , – Cl: , – Br: , – I:

Pendeaktif sedang – C≡ N , – SO3H, – CO2H, – CO2R, –CHO, –COR,

Pendeaktif kuat– NO2, – NR3, – CF3, – CCl3

Jenis-jenis reaksi substitusi elektrofilik aromatic ada beberapa, seperti reaksi-reaksi

halogenasi, nitrasi, sulfonasi, alkilasi friedl-crafts, dan asilasi friedel-crafts. Kelima reaksi ini

akan dibahas satu per satu dibawah ini.

A. Halogenasi

Halogenasi dengan Brom atau Klor

Tanpa adanya asam Lewis dalam campuran reaksinya, bezena tidak dapat

bereaksi dengan brom atau klor. Akibatnya benzena tidak dapat menghilangkan warna

larutan brom dalam karbon tetraklorida. Bila ada asam Lewis maka benzena dengan

cepat bereaksi dengan brom atau klor, dan menghasilkan bromobenzena atau

klorobenzena.

Klorobenzena (90%)

HCl

Cl

++ Cl2

FeCl3

25oC

panas

FeCl3Br2+

+

Br

HBr

Bromobenzena (75%)

Asam Lewis yang paling umum digunakan pada reaksi klorinasi dan brominasi

adalah: FeCl3, FeBr 3, dan AlCl3.

Mekanisme brominasi benzena dapat dituliskan sebagai berikut:

Tahap 1

+Br Br + FeBr3 FeBr3

+BrBr Br Br

+FeBr3

- -

ion bromonium

Tahap 2

H

+

+ +

HH

lambat+ Br+

H Br Br Br

Tahap 3

H FeBr3Br

Br+

Br+ H - Br + FeBr3

Asam Lewis berfungsi dalam pembentukan kompleks dengan Br2 yang

selanjutnya terurai membentuk ion bromonium dan FeBr4-. Pada tahap 2 ion Br+

menyerang inti benzena membentuk ion benzonium. Pada tahap 3 ion benzenonium

memberikan proton kepada FeBr-4 dan hasil akhir yang diperoleh adalah

bromobenzena dan hidrogen bromida. Pada akhir reaksi katalis FeBr3 terbentuk

kembali.

Reaksi klorinasi benzena dengan katalis asam Lewis berlangsung dengan

mekanisme yang serupa dengan reaksi brominasi. Fungsi asam Lewis dalam hal ini

adalah membantu transfer ion kloronium (Cl+).

b. Halogenasi dengan Fluor

Fluor bereaksi sangat cepat dengan benzena sehingga memerlukan kondisi dan

peralatan khusus. Bahkan sukar membatasi terbentuknya monofluorinasi. Oleh karena

itu monofluorobenzena dibuat dengan cara tidak langsung, yaitu dengan mereaksikan

garam diazonium dengan HBF4 dalam keadaan panas.

++ HBF4

N2Cl+ -

N2 + HCl + BF3

Fpanas

c. Halogenasi dengan Iod

Sebaliknya, iod sangat tidak reaktif terhadap benzena sehingga diperlukan cara

khusus untuk memperoleh iodobenzena. Salah satu cara adalah dengan menambahkan

oksidator seperti asam nitrat dalam campuran reaksinya.

HNO3I2+

+

I

HI

(80%)

B. Nitrasi

Benzena bereaksi lambat dengan asam nitrat pekat panas menghasilkan

nitrobenzena. Reaksi berlangsung lebih cepat jika dilakukan dengan memanaskan

benzena bersama-sama dengan campuaran HNO3 pekat dan H2SO4 pekat.

H3 O + HSO4+HNO3

H2SO4++

+NO2 -

50-55oC

Penambahan asam sulfat pekat dapat menambah laju reaksi melalui

penambahan konsentrasi elektrofil ion nitronium (NO+2), yang terbentuk dengan

tahap-tahap berikut:

Tahap 1

+N

O

O_O_

O

HOSO3 H + H O N + H O + HSO4

_H

+

Tahap 2

O_

O

N +O H+

H

H2O + O = N = O+

ion nitrosonium

Pada tahap 1 asam nitrat memperlihatkan sifat sebagai basa dan menerima proton dari

asam sulfat yang lebih kuat. Pada tahap 2 asam nitrat yang telah terprotonkan terurai

menghasilkan ion nitronium. Selanjutnya terbentuk tahap-tahap berikut ini.

Tahap 3

lambat

H H

++

+

H

N+

O

O

NO2 NO2 NO2

Tahap 4

-

NO2NO2

+

HO H

H +H O H

H

+

Pada tahap 3 ion nitronium menyerang inti benzena membentuk ion benzenonium

yang terstabilkan oleh resonansi dan pada tahap 4 ion benzenonium melepaskan

proton menghasilkan nitrobenzena.

C. Sulfonasi

Pada temperatur kamar benzena bereaksi dengan asam sulfat berasap

menghasilkan asam benzena sulfonat. Reaksinya disebut sulfonasi. Asam sulfat

berasap adalah asam sulfat yang mengandung gas SO3. Reaksi sulfonasi juga dapat

berlangsung jika digunakan asam sulfat pekat meskipun reaksinya lebih lambat.

O

O

25 Co

H2SO4 pekatS

O

S O

O

O

H

asam benzena sulfonat (56%)

Dalam reaksi sulforasi benzena, yang bertindak sebagai elektrofil adalah SO3,

baik menggunakan asam sulfat berasap maupun dengan asam sulfat pekat.

Mekanisme reaksi sulfonasi yang menggunakan asam sulfat pekat melalui tahap-tahap

sebagai berikut:

Tahap 1

2 H2SO4 SO3 + H3O+

+ HSO4_

Tahap 2

H

O

O

OS

OS

O

O

_

++ Lambat

struktur resonansiyang lain

Tahap 3

H+

H

+

SO3SO3

_ HSO4_

cepat

_

2SO4

Tahap 4

_S O

O

O

HS O

O

O

O

H

HH + H2O

++ cepat

Semua tahap dalam reaksi sulfonasi merupakan reaksi kesetimbangan. Dengan

demikian keseluruhan reaksinya juga merupakan reaksi kesetimbangan, dan secara

ringkas dituliskan sebagai berikut:

SO3

+ H2O + H2SO4

H

Dengan mengetahui bahwa semua tahap dalam reaksi sulfonasi adalah reaksi

kesetimbangan, maka kedudukan kesetimbangan dapat diatur sesuai dengan kondisi

reaksi yang digunakan. Jika digunakan asam sulfat pekat atau asam sulfat berasap,

kedudukan kesetimbangan lebih bergeser kekanan sehingga akan diperoleh asam

benzena sulfonat dalam jumlah yang memadai.

Sebaliknya, jika diinginkan untuk menghilangkan gugus asam sulfonat (-

SO3H) dari inti benzena dapat digunakan asam sulfat encer dan biasanya diikuti

dengan mengalirkan uap air ke dalam campuran reaksi. Pada kondisi seperti ini

(konsentrasi air tinggi) kedudukan kesetimbangan akan bergeser kekiri dan akan

terjadi reaksi desulfonasi.

Reaksi sulfonasi dan desulfonasi banyak digunakan dalam sintesis senyawa

organik tertentu. Hal ini disebabkan karena dengan memasukkan gugus asam sulfonat

(SO3H) kita dapat mempengaruhi alur suatu reaksi dan sebaliknya jika pengaruhnya

sudah tidak diperlukan lagi dapat dihilangkan melalui desulfonasi.

D. Alkilasi Friedel-Crafts

Pada tahun 1877, dua orang ahli kimia masing-masing Charles Friedel

(Perancis) dan James M.Crafts (Amerika) menemukan metode baru untuk membuat

alkil benzena (ArR) dan asil benzena (ArCOR). Kini reaksi pembuatan kedua

kelompok senyawa tersebut masing-masing dinamakan dengan reaksi alkilasi Friedel-

Crafts dan reaksi asilasi Friedel-Crafts. Secara umum reaksi alkilasi Friedel-Crafts

dituliskan sbb:

+ HX + R-XAlCl3

R

Salah satu contoh reaksi alkilasi Friedel-Crafts adalah reaksi antara isopropil

klorida dan benzena dengan katalis aluminium klorida yang tahap-tahapnya dituliskan

sbb:

Tahap 1

H3C

H3C

CH - Cl + AlCl3 CH - ClH3C

H3C-AlCl3

+ --+

AlCl4

H3C

H3CCH +

Tahap 2

CH +

H3C

H3CH

CH CH3

CH3

Tahap 3

+

H

CHCH3

CH3

- AlCl3 Cl

AlCl3

CH3

CH3

CH+ HCl +

Pada tahap 1 isopropil klorida dan aluminium klorida membentuk

kompleks yang segera terurai membentuk karbokation isopropil dan AlCl4-. Pada

tahap 2, karbokation isopropil bertindak sebagai elektrofil menyerang inti benzena

membentuk ion benzenonium. Pada tahap 3 ion benzenonium melepaskan proton

membentuk isopropil benzena. Pada tahp ini terbentuk HCl dan dihasilkan AlCl3

kembali.

Jika digunakan alkil halida primer maka karbokation tidak terbentuk tetapi

alkil halida membentuk kompleks dengan aluminium klorida. Kompleks inilah yang

bertindak sebagai elektrofil.

δ+ δ -

RCH2 ----------- Cl:AlCl3

Meskipun kompleks tersebut bukan karbokation tetapi dapat bertindak seperti

karbokation dan dapat mentransfer gugus alkil ke inti benzena.

Reaksi alkil Friedel-Crafts tidak terbatas pada penggunaan alkil halida dan

aluminium klorida tetapi juga dapat menggunakan pereaksi lain yang dapat

menghasilkan karbokation atau spesies lain yang menyerupai karbokation. Contohnya

adalah dengan menggunakan campuran alkena dan suatu asam.

+ CH3CH=CH2

CH(CH3)20o C

HF

Isopropilbenzena (84%)

Disamping itu juga dapat digunakan campuran alkohol dari suatu asam.

BF3

60o C+ HO

sikloheksilbenzena (56%)

Meskipun reaksi alkilasi Friedel-Crafts mempunyai arti penting dalam sintesis

alkil benzena, namun reaksi tersebut memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

a) Jika karbokation yang terbentuk dari alkil halida, alkena atau alkohol dapat

mengalami penataan ulang dan membentuk karbokation yang lebih stabil

maka produk terbanyak adalah yang diperoleh dari reaksi dengan

karbokation yang lebih stabil. Contohnya: jika benzena direaksikan dengan

n-butilbromida ternyata diperoleh hasil sekunder butilbenzena lebih banyak

(64-68%) dari pada n-butilbenzena. Hal ini terjadi karena terjadinya

penataan ulang kation butil dari karbokation primer menjadi karbokation

sekunder yang lebih stabil.

b) Reaksi alkilasi Friedel-Crafts sukar berlangsung jika pada inti aromatik

terdapat gugus penarik elektron kuat atau gugus lain seperti –NH2 atau –

NHR atau –NR2. Adanya gugus penarik elektron akan menyebabkan inti

aromatik menjadi tuna elektron (electron deficient) sehingga sukar

mengalami reaksi subtitusi elektrofilik melalui pembentukan karbokation.

Gugus amino (-NH2) atau derivatnya (-NHR; -NR2) berubah menjadi gugus

penarik elektron yang sangat kuat jika berada dalam campuaran pereaksi

Friedel-Crafts karena bereaksi dengan asam Lewis seperti ditunjukkan pada

reaksi berikut:

AlCl3

N NH

H

H

H

AlCl3+ _

+

c) Aril dan vinil halida tidak dapat digunakan sebagai komponen halida

karena kedua senyawa tersebut tidak dapat segera membentuk

karbokation.

d) Dalam reaksi alkilasi Friedel-Crafts sering terjadi polialkilasi. Hal ini

terjadi karena gugus alkil yang bersifat mendorong elektron sehingga

keberadaannya pada inti benzena meningkatkan keaktifan inti benzena

terhadap reaksi subtitusi elektrofilik selanjutnya.

E. Asilasi Friedel-Crafts

Reaksi asilasi adalah reaksi yang mengakibatkan masuknya gugus asil (R-

C=O) kedalam suatu senyawa. Dua buah gugus asil yang lazim dikenal adalah gugus

asetil dan gugus benzoil.

CH3 C

O

C

O

gugus asetil

(etanoil) gugus benzoil

Reaksi asilasi Friedel-Crafts merupakan salah satu cara yang efektif untuk

memasukkan gugus asil ke dalam inti aromatik. Reaksi asilasi sering dilakukan

dengan mereaksikan senyawa aromatik dengan asil halida. Jika senyawa aromatik

tidak sangat reaktif, maka dalam melangsungkan reaksinya diperlukan asam Lewis

(misalnya AlCl3). Hasil reaksi asilasi Friedel-Crafts adalah suatu aril keton.

C CH3 CH3+

O

Cl

AlCl3

80oC

C + HCl

O

Asetil klorida Asetofenon

(metil fenil keton)

Reaksi asilasi Friedel-Crafts juga dapat dilakukan dengan menggunakan

anhidrida asam karboksilat sebagai pengganti asil halida.

Contoh:

O

C + CH3 C

80oC

AlCl3

O

+CH3

CH3 C

C CH3O

OAnhidrida asam asetat

O

OH

Pada sebagian besar reaksi asilasi Friedel-Crafts, elektrofilnya adalah ion

asilium yang terbentuk dari asil halida dengan cara sbb:

Tahap 1

+_

H3C

H3C

CH Cl AlCl3 C Cl + AlCl3

O

R

Tahap 2

Tahap-tahap selanjutnya terjadi sbb:

Tahap 3

H

C+ C

R

O+

R

O+

lambat

Tahap 4

Tahap 5

Pada tahap paling akhir aluminium klorida (suatu asam Lewis) membentuk

kompleks dengan keton (suatu basa Lewis), tetapi jika kompleks tersebut direaksikan

dengan air akan diperoleh keton semula menurut persamaan reaksi berikut:

Tahap 6

+ AlCl4

_R

O

C Cl AlCl3

_+

R C=O C=OR+

ion asilium

+

+O

RC

HAlCl4

_

O

C R

+ HCl + AlCl3

AlCl3+

RC

O

AlCl3C R

O

_

_O

C R

+ AlCl3

+ 3 H2O

O

C R

Al(OH)3+ + 3HCl

R R \ .. _ \ C = O: AlCl3 + 3 H2O C = O : + Al(OH)3 + 3 HCl / /C6H5 C6H5

Dalam reaksi asilasi Friedel-Crafts tidak dijumpai peristiwa poliasilasi karena

gugus asil bersifat menarik elektron, sehingga mendeaktifkan inti benzena terhadap

serangan elktrofil lebih lanjut.

Berbeda dengan reaksi alkilasi Friedel-Crafts, dalam reaksi asilasi tidak

dijumpai peristiwa penataan ulang karena ion asilium sangat stabil (terstabilkan oleh

resonansi). Oleh karena itu reaksi asilasi Friedel-Crafts merupakan metode yang lebih

baik untuk pembuatan alkil benzena tak bercabang daripada reaksi alkilasi.

Contohnya adalah pada pembuatan n-propilbenzena. Bila n-propilbenzena dibuat

melalui reaksi alkilasi Friedel-Crafts ternyata diperoleh hasil utama isopropilbenzena

sementara n-propilbenzena hanya merupakan hasil minor. Hal ini disebabkan oleh

adanya penataan ulang karbokation n-propil menjadi karbokation isopropil yang lebih

stabil, sehingga akhirnya diperoleh isopropilbenzena sebagai hasil utama. Masalah

tersebut dapat dipecahkan dengan menerapkan reaksi asilasi Friedel-Crafts, yaitu

dengan mereaksikan benzena dengan propanoil klorida (katalis AlCl3).

O

C + HCl

80oC

AlCl3

Cl

O

+ CH2CH3CH3 C CH2

etil fenil keton

Teori Orientasi

Faktor yang dapat menentukan orientasi sifat-sifat gugus penarik dan

pendorong elektron dalam reaksi substitusi senyawa aromatik yaitu: efek induksi dan

resonansi. Efek induksi adalah efek yang diakibatkan oleh perbedaan

keelektronegatifan antara dua atom atau gugus. Contohnya, atom halogen lebih

elektronegatif daripada atom karbon sehingga halogen memberikan efek induksi

menarik elektron. Disamping itu terdapat gugus-gugus lain yang memberikan efek

induksi karena adanya muatan positif atau parsial positif pada atom yang terikat pada

inti benzena.

Efek menarik atau mendorong elektron dari suatu gugus melalui ikatan pi

dinamakan efek resonansi. Contohnya, subtituen-subtituen nitro, siano dan karbonil

bersifat pendeaktif karena menyebabkan bergesernya elektron pi pada inti benzena

kearah subtituen tersebut. Akibatnya, inti benzena menjadi tuna elektron. Struktur-

struktur resonansi untuk nitrobenzena dan benzaldehida digambarkan sbb:

O

N

O

_ _

N

O+

+

O_ _

O

+

O

N

_

_O

++

O

N

_+

Nitrobenzena

+

+

O_

O__

O

+

O

C C C C

H H H H

Benzaldehida

Sebaliknya subtituen-subtituen hidroksil, metoksil dan amino bersifat

pengaktif karena menyebabkan bergesernya elektron dari subtituen tersebut ke inti

benzena. Akibatnya kerapatan elektron pada inti benzena bertambah besar.

Struktur-struktur resonansi untuk Ar-OR dan Ar-NHR digambarkan sbb:

++O O O OR

R R R

+

_ _

_

NR2

_

_ _

+ + +NR2NR2 NR2

a. Gugus Pengarah Meta

Semua gugus pengarah meta mempunyai muatan positif atau parsial positif pada

atom yang terikat langsung dengan inti benzena. Contohnaya adalah –CF3, dimana

atom C pada guigus tersebut bermuatan parsial positif karena mengikat tiga atom F

yang sangat elektronegatif.

Gugus –CF3 merupakan gugus pendeaktif kuat dan pengarah meta dalam reaksi

subtitusi elektrofilik senyawa aromatik. gugus ini mempengaruhi kerektifan inti

aromatik dengan mengakibatkan keadaan transisi yang mengarahkan pada

pembentuka ion arenium yang sanagat tidak stabil. Gugus ini menarik elktron dari

karbokation yang terbentuk sehingga menambah muatan posistif pada inti benzena.

Kita dapat memhami bagaimana gugus –CF3 mempengaruhi orientasi subtitusi

elektrofilik jika kita mempelajari struktur-struktur resonansi ion arenium yang

terbentuk oleh serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan para dari

trifluorometilbenzena.

E

H

+

+

+

H

EE

H

+ E+

CF3 CF3 CF3 CF3

sangat tidak stabil

Serangan meta:

CF3CF3CF3CF3

+ E+

H E EH

+

+ +

H E

Serangan para:

E

H

+

+ +

H

EE

H

+ E+

CF3 CF3 CF3 CF3

sangat tidak stabil

Pada struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan

orto dan para terlihat bahwa salah satu struktur penyumbangnya sangat tiadak stabil,

karena muatan positif berada pada atom karbon inti yang mengikat gugus penarik

elektron. Hal serupa tidak dijumpai pada serangan meta. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahawa ion arenium yang dibentuk oleh serangan meta paling stabil yang

berarti bahawa serangan meta melalui keadaan transisi yang lebih stabil pula. Hasil

eksperimen menunjukkan bahawa gugus –CF3 adalah pengarah meta yang kuat.

H2SO4+ HNO3

CF3 CF3

NO2

(~ 100%)Trifluorometilbenzena

b. Gugus Pengarah Orto-Para

Selain substituen alkil atau fenil, semua gugus pengarah orto-para mempunyai

sekurang-kurangnya satu pasangan elktron bebas (non bonding) pada atom yang

terikat langsung dengan inti benzena.

NH2 OH NHCOCH3Cl

anilin fenol klorobenzena asetanilida

Efek resonansi dapat menyebabkan efek pengarahan gugus-gugus pengarah

orto-para. Efek resonansi terutama berpengaruh terhadap ion arenium yang berarti

juga berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuknya. Selain halogen, efek

gugus-gugus pengarah orto-para terhadap kereaktifan juga disebabkan oleh efek

resonansi. Seperti halnya pada efek pengarahan, efek ini juga berpengaruh terhadap

keadaan transisi yang membentuk ion arenium.

Contoh efek resonansi adalah efek gugus amino (-NH2) dalam reaksi substitusi

elektrofilik senyawa aromatik. Gugus amino tidak hanya merupakan gugus pengaktif

kuat, tetapi juga gugus pengarah orto-para yang kuat. Efek tersebut dapat ditunjukkan

pada reaksi antara anilina dengan larutan brom pada temperatur kamar dan tanpa

katalis, yang mengahsilkan produk dimana semua posisi orto dan para tersubtitusi

yaitu 2,4,6-tribomoanilina. Efek induksi gugus amino (-NH2) menyebabkan adanya

sedikit penarikan elktron. Seperti kita ketahui bahwa atom nitrogen lebih elktronegatif

daripada karbon, tetapi perbedaan keelektronegatifan tersebut tidak besar karana atom

karbon pada benzena berhibridisasi sp2 yang lebih elektronegatif daripada sp3.

Dengan adanya efek resonansi ini gugus amino bersifat sebagai pendorong elektron.

Serangan orto:

E

H+

+ +

H

EE

H

+ E+

NH2 NH2 NH2 NH2 NH2+

H

E

lebih stabil

Serangan meta:

NH2NH2NH2NH2

+ E+

H

E E

H

++

+

H

E

Serangan Para:

lebih stabil

E H

+

NH2NH2

NH2NH2NH2

+ E+

HE EH

+

+

+

H E

Terdapat empat struktur resonansi pada ion benzenonium hasil serangan orto

dan para, sedangkan dari serangan meta hanya tiga struktur resonansi. Hal ini

menunjukkan bahwa ion benzenonium hasil serangan orto dan para lebih stabil.

Tetapi hal yang lebih penting adalah kestabilan struktur-struktur penyumbang hibrida

ion benzenonium hasil serangan orto dan para. Diantara struktur-struktur penyumbang

tersebut ada yang memiliki ikatan ekstra yang terbentuk dari pasangan elektron bebas

pada nitrogen dengan atom karbon inti. Struktur ini sangat stabil karena semua atom

(kecuali atom H) memiliki elektron oktet (delapan elektron). Kestabilan struktur-

struktur penyumbang tersebut menyebabkan kontribusinya terhadap hibrida resonansi

lebih besar. Hal ini berarti bahwa ion benzenonium yang terbentuk dari serangan orto

dan para lebih stabil daripada serangan meta. Akibatnya elektrofil bereaksi dengan

cepat pada posisi orto dan para.

Halogen termasuk kelompok gugus pengarah orto-para, tetapi gugus ini

mendeaktifkan inti. Kekhususan pada halogen ini dapat dijelaskan dengan asumsi

bahwa efek induksinya mempengaruhi kereaktifan dan efek resonansinya menentukan

orientasi. Pada senyawa klorobenzena, karena atom klor sangat elektronegatif maka

diperkirakan terjadi penarikan elektron pada inti benzena dan karena itu

mendeaktifkan inti benzena dalam reaksi subtitusi elektrofilik.

Cl

Jika klorobenzena diserang elektrofil, atom klor akan menstabilkan ion

benzenonium yang terbentuk pada serangan orto dan para. Klor memberikan

pengaruh seperti yang terjadi pada gugus amino dan hidroksi, dengan cara

menyumbangkan sepasang elektron bebasnya, untuk meningkatkan kestabilan

struktur-struktur resonansi bagi hibrida ion benzenonium hasil serangan orto dan para.

Serangan orto:

Cl

E

H

+Cl

+ E+H

EE

H

++

+ H

E

ClClCl

lebih stabil

Serangan meta:

E

H

+

+ +

H

EE

H

+ E+

ClClCl Cl

Serangan Para:

lebih stabil

E H

+

+ E+

HE EH

+

+

+

H E

Cl Cl ClCl Cl

c. Orientasi dan kereaktifan dalam alkil benzena

Semua gugus alkil bersifat pendorong elektron dan termasuk dalam kelompok

gugus pengarah orto-para, oleh karena itu mengaktifkan inti benzena dalam subtitusi

elektrofilik dengan cara menstabilkan keadaan transisi yang mengarahkan

kepembentukan ion benzenonium.

Pada langkah pembentukan ion benzenonium, energi pengaktifan alkil

benzena lebih rendah daripada benzena sehingga reaksi pada alkil benzena

berlangsung lebih cepat.

Jika serangan orto-meta dan para lewat reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa

toluena, menghasilkan struktur-struktur resonansi ion benzenonium sebagai berikut:

Serangan orto :

lebih stabil

E

H++ E+

H

EE

H

++

CH3 CH3CH3 CH3

Serangan meta :

E

H+

+ +

H

EE

H

+ E+

CH3CH3CH3CH3

Serangan para :

EH

+

+

H EE H

+ E+

+

lebih stabil

CH3CH3CH3CH3

Pada serangan orto dan para terdapat satu struktur resonansi dimana gugus metil

terikat langsung pada atom yang bermuatan positif, dan bersifat lebih stabil karena

pengaruh stabilisasi gugus metil (gugus pendorong elektron) paling efektif. Struktur

tersebut memberikan konstribusi hibrida ion benzenonium yang terbentuk oleh

serangan orto dan para, sedangkan pada serangan meta, tidak demikian. Ion

benzenonium yang terbentuk oleh serangan orto dan para lebih stabil, maka keadaan

transisi yang mengarahkan ke pembentukan ion benzenonium memerlukan energi

lebih rendah sehingga reaksi berlangsung lebih cepat.

Diagram Perubahan Energi Reaksi SEAr

Secara umum diagram reaksi untuk reaksi SEAr dapat dilihat pada diagram

dibawah ini. Pembentukan produk yang dihasilkan melalui dua keadaan transisi yang

masing-masing memiliki tingkat energi yang berbeda. Dan yang paling penting dalam

melihat laju reaksinya adalah pada mekanisme pembentukan ion arenium, karena itu

menjadi factor penentu laju reaksi.

SUBSTITUSI NUKLEOFILIK SENYAWA AROMATIK

Substitusi nukleofilik yang paling sederhana pada cincin aromatic, seperti pada

penggantian bromide dari bromobenzena dengan ion hidroksida, tidak dapat terjadi.

Perhatikanlah-mekanisme reaksi ini salah! Tidak ada reaksi yang tepat. Kau mungkin

akan bertanya, “mengapa tidak?” reaksinya terlihat benar, dan jika cincin dijenuhkan,

reaksinya memang benar.

Reaksi ini adalah reaksi SN2, dan kita tahu bahwa serangan yang terjadi pada ikatan

C-Br harus terjadi dari belakang, dimana cuping yang paling besar dari orbital σ* berada.

Reaksi ini benar untuk cincin alifatik karena atom karbonnya adalah tetrahedral dan ikatan C-

Br tidak berada sebidang dengan cincin. Substitusi pada bromine ekuatorial berjalan sebagai

berikut:

Tapi pada senyawa aromatic, ikatan C-Br berapa sebidang dengan cincin dengan atom

karbon trigonal. Untuk menyerang dari belakang, nukleofil harus menyerang dari cincin

benzene dan menginversi atom karbon dengan jalan yang tidak masuk akal. Reaksi ini tidak

mungkin terjadi!

Ini contoh lain pada aturan umum.  Jika SN2 tidak mungkin, bagaimana dengan

SN1? Hal ini mungkin saja, namun berlangsung kurang baik. Reaksi ini harus melibatkan

pelepasan gugus pergi dengan sendirinya dan pembentukan kation aril. Semua kation yang

telah kita jumpai dalam reaksi SN1 berbentuk planar dengan orbital p kosong. Kation ini

planar, namun orbital p-nya penuh karena menjadi bagian dalam cincin aromatic, dan orbital

kosong adalah orbital sp2 yang berada di bagian luar cincin.

Meskipun dalam faktanya, hanya gugus pergi yang paling baik, yaitu molekul N2,

yang dapat menjalani reaksi SN1.

SUBSTITUSI NUKLEOFILIK AROMATIK (MEKANISME ADISI-ELIMINASI)

Secara umum mekanisme untuk reaksi substitusi nukleofilik aromatic dalam

substitusi nitro aril halide ditunjukkan dengan contoh dibawah ini :

Penyerangan oleh nukleofilik kuat dalam menggantikan gugus halogen substitusi karbon

aromatic membentuk zat antara anion. Kehilangan gugus pergi, kemudian halogen akan

membentuk armatisasi lagi.

Cara lainnya ditunjukkan dengan nukleofil dimana dalam hal ini adalah basa kuat dan tanpa

adanya electron yang kuat dengan penggambaran gugus :

Bayangkan suatu siklik β-fluoro-enon bereaksi dengan amina sekunder dalam reaksi

substitusi konjugasi. Produk diperoleh melalui reaksi adisi untuk membentuk enolat, diikuti

oleh kembalinya muatan negatif untuk melepas ion fluorida.

Sekarang bayangkan juga pada reaksi yang sama dengan dua tambahan ikatan rangkap pada

cincin. Substitusi konjugasi menjadi substitusi aromatic nukleofilik.

Mekanisme ini disertai oleh adisi pada nukleofil diikuti oleh eliminasi gugus pergi,

inilah yang disebut mekanisme adisi-eliminasi. Tidak hanya gugus karbonil – setiap gugus

penarik elektron dapat melakukannya. Syaratnya hanyalah bahwa elektron harus dapat keluar

dari cincin menuju gugus penstabil anion. Berikut adalah contoh gugus nitro yang berada

pada posisi para.

Hal-hal yang mempengaruhi berlangsungnya reaksi ini ialah Nukleofil (OH-), gugus

pergi (Cl-), gugus penstabil anion (NO2), dan posisi para-. Nukleofilnya adalah nukleofil

yang baik, muatan negatif dapat didorong melewati atom oksigen pada gugus nitro, dan

klorida adalah gugus pergi yang baik.

Tipe substitusi nukleofilik aromatic harus mempunyai:

- nukleofilik oksigen, nitrogen atau sianida

- gugus pergi berupa halide

- gugus karbonil, nitro atau sianida berada pada posisi orto atau para terhadap gugus

pergi.

a. Posisi Gugus Penstabil Elektron Terhadap Calon Gugus Pergi

Gugus penstabil elektron, seperti nitro atau karbonil dalam anion, harus berada pada

posisi orto atau para untuk memberikan efeknya. Ilustrasi yang baik tentang ini

digambarkan pada penggantian selektif satu dari dua gugus klorin, dimana yang lepas

adalah klorin yang berada pada posisi orto, sedangkan pada posisi meta tidak

dilepaskan.

Mekanismenya berjalan baik jika kita menyerang pada klorin dengan posisi orto yang

kemudian muatan negatifnya dapat didorong masuk ke gugus nitro. Dan hal ini tidak

dapat dilakukan jika kita menyerang klorin pada posisi yang lain.

b. Gugus Pergi dan Mekanismenya

Sebelumnya kita telah menunjukkan substitusi nukleofilik aromatic dengan florida

sebagai gugus pergi. Florida bekerja dengan baik sebagai gugus pergi, demikian

halnya pada senyawa 2-nitro-fluorobenzena yang bereaksi baik dengan berbagai

nukleofil, contohnya:

Reaksi yang sama terjadi dengan 2-nitrohalobenzena lainnya, namun kurang

efektif. Senyawa fluoro bereaksi sekitar 102-103 kali lebih cepat dari senyawa kloro-

atau bromo-, dan iodo- bereaksi lebih lambat.

Hal ini seharusnya mengherankan. Ketika kita mengamati substitusi

nukleofilik lain seperti pada gugus karbonil atau pada karbon jenuh, kita tidak pernah

menggunakan fluorida sebagai gugus pergi! Ikatan C-F sangat kuat – paling kuat dari

semua ikatan tunggal dengan karbon – dan ikatan ini sulit dilepaskan. 

Jadi mengapa fluorida lebih baik digunakan dalam substitusi nukleofilik aromatic dan

mengapa fluorida bereaksi lebih cepat dari pada halogen lainnya? Kita tidak

mengatakan bahwa fluorida adalah gugus pergi yang lebih baik dalam substitusi

nukleofilik aromatik. Penjelasannya bergantung dari pemahaman kita terhadap

mekanisme reaksi.

Mekanisme yang telah kita pelajari sebelumnya bahwa reaksi ini berlangsung

2 tahap, adisi dan eliminasi. Dalam mekanisme dua-tahap, satu tahap lebih lambat dan

merupakan tahap penentu kecepatan. Tahap lainnya tidak begitu mempengaruhi

kecepatan. Kamu mungkin menebak bahwa, dalam mekanisme substitusi nukleofilik

aromatic, tahap pertamalah yang lebih lambat karena pada tahap ini terjadi

penggangguan aromasitas. Tahap kedua mengembalikan aromasitas dan berjalan lebih

cepat. Pengaruh dari fluorida, atau gugus pergi lainnya, semestinya ada pada tahap

pertama. Seberapa baik gugus pergi itu lepas, bukan menjadi masalah. Kecepatan

pada tahap kedua – tahap dimana fluorida lepas – tidak memberikan pengaruh berarti

pada kecepatan reaksi.

Fluorida, pada faktanya, memperlambat tahap kedua (dibandingkan dengan

Cl-), tapi mempercepat tahap pertama oleh efek induksinya yang besar. Fluor adalah

atom yang paling elektronegatif dan menstabilkan intermediate anionic, membantu

penerimaan elektron oleh cincin benzene.

c. Pengaktifan Substituent Penstabil-Anion

Gugus nitro adalah gugus terbaik dalam menstabilkan intemediat anionic.

Gugus penstabil lainnya termasuk karbonil, sianida, dan gugus yang mengandung

sulfur seperti sulfoksida dan sulfona. 

Berikut diberikan perbandingan kecepatan untuk reaksi yang sama tapi dengan

gugus pengaktif yang berbeda. Mekanisme tiap reaksi sama, yang berbeda hanyalah

kekuatan penarik elektron dari gugus pengaktif. Kita telah mengetahui bahwa tahap

pertama adalah tahap penentu laju reaksi. Symbol Z mewakili gugus penstabil-anion.

Nilai kecepatan relatif dibandingkan dengan Z sebagai nitro.

Tiap senyawa bereaksi lebih lambat dari senyawa yang mengandung gugus nitro.

Gambar. Diagram Energi Untuk Reaksi SNAr

Reaksi dengan Intermediet Benzuna

Reaksi ini dapat terjadi pada haloaromatik dengan menggunakan basa kuat (misalnya NaNH2

atau Li-Bu). Intermediet Benzuna sangat reaktif yang dapat menjebak spesies nukleofilik.

Syarat terjadinya reaksi ini adalah harus tersedianya atom orto-Hidrogen pada senyawa

haloaromatik.

Berikut adalah mekanisme reaksi SnAr dengan Intermediet Benzuna.

Berikut adalah berbagai reaksi menggunakan intermediet benzuna

SnAr - Kompleks Meisenheimer

Substituen pada benzena yang berupa halida merupakan nukleofus baik. Hal ini

menyebabkan dapat terjadinya reaksi substitusi oleh nukleofilik kuat. Syarat dari reaksi ini

adalah harusnya tersedia haloaromaik dengan terdapatnya gugus penarik elektron yang tentu

tidak menghalangi jalannya reaksi secara sterik.

Pernyataan yang paling penting bahwa adisi nukleofilik adalah sebuah langkah awal yang

masuk akal menunjukkan tentang isolasi dari kestabilan kalium etoksida dan metal eter dari

2,4,6-trinitrofenol ?(picric acid) yang biasa kita kenal dengan kompleks meisenheimer.