29660.doc

Upload: vq19

Post on 09-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGADILAN PAJAK

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.29660/PP/M.III/15/2011Jenis Pajak : Pajak Penghasilan BadanTahun Pajak : 2005Tentang Duduk Perkara :

bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2005 Nomor: 00006/206/02/102/07, tanggal 27 Maret 2007 diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Lhokseumawe berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Banda Aceh Nomor : LAP-001/WPJ.25/RP.0101/2007 tanggal 26 Maret 2007 dengan perhitungan sebagai berikut:

Penghasilan Neto menurut Pemohon BandingRp 3.394.280.028,00

Koreksi Positip :

1. Peredaran UsahaRp 54.109.786.877,00

2. Harga Pokok PenjualanRp 3.780.416.598,00

3. Pengurang Penghasilan Bruto Rp 1.293.735.893,00

4. Penghasilan Luar UsahaRp 64.660.205,00

5. Koreksi fiskalRp 34.847.934,00

Jumlah Koreksi PositipRp 59.283.447.507,00

Penghasilan Neto menurut Terbanding Rp 62.677.727.535,00

Penghasilan Kena PajakRp 62.677.727.000,00

Pajak Terutang Rp 18.785.818.100,00

Kredit Pajak cfm PemohonRp 34.531.875,00

Koreksi Positip Rp ( 23.934.687,00)

Kredit Pajak cfm TerbandingRp 10.597.188,00

Pajak Kurang(lebih) dibayarRp 18.775.220.912,00

Sanksi administrasi : bunga Pasal 13(2) UU KUPRp 6.008.070.692,00

Jumlah yang kurang dibayarRp 24.783.291.604,00

Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa yang terbukti dalam sengketa banding ini adalah koreksi Penghasilan Neto Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2005 sebesar Rp59.248.599.573,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding yang terdiri dari koreksi-koreksi sebagai berikut :

A. Koreksi Peredaran UsahaRp54.109.786.877,00

B. Koreksi Harga Pokok Penjualan :

B.1. Biaya PenyusutanRp1.189.811.326,00

B.2. Biaya Perjalanan DinasRp282.542.887,00

B.3. Biaya Pengembangan KaryawanRp217.881.255,00

B.4. Biaya Jasa ManajemenRp1.598.400.000,00

B.5. Biaya Lain-LainRp491.781.130,00

Jumlah koreksi Harga Pokok PenjualanRp3.780.416.598,00

C. Koreksi Penghasilan Luar Usaha

C.1. Jasa Giro dan Bunga DepositoRp(165.881.754,00)

C.2. Pendapatan BungaRp118.600.580,00

C.3. Keuntungan Penjualan HartaRp111.941.379,00

Jumlah Koreksi Penghasilan Luar UsahaRp64.660.205,00

D. Koreksi Pengurang Penghasilan Bruto

D.1. Alat-alat KantorRp5.935.223,00

D.2. Beban Perijinan dan PajakRp305.555,00

D.3. Sewa Gedung Rp134.702.400,00

D.4. Pengembangan KaryawanRp8.950.000,00

D.5. Perjalanan DinasRp41.073.301,00

D.6. Biaya BungaRp565.904.169,00

D.7. Biaya LainnyaRp536.865.245,00

Jumlah Koreksi Pengurang Penghasilan BrutoRp1.293.735.893,00

Total koreksi Penghasilan Netto Rp59.248.599.573,00

bahwa pembahasan mengenai pokok sengketa di atas adalah sebagai berikut :

A. Koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp.54.109.786.877,00

Menurut Terbanding :

bahwa Pemohon Banding didalam Pemeriksaan tidak memberikan bukti dan dokumen pendukung dan berdasarkan keterangan Bapak Husein selaku (KTU TME) Pemohon Banding memiliki dua unit kebun yaitu Unit Kebun Tamiang Estate dan Unit Kebun Blang Simpo. Di daerah Blang Simpo terdapat Pabrik Kelapa Sawit milik PT. Perkasa Subur Sakti yang tidak aktif lagi. Untuk memenuhi Produksi Sawit Pabrik Pemohon Banding (25 Ton/Jam) dari kebun sendiri saja sudah lebih dari cukup (Luas Kebun 6.000 ha) sehingga apabila ada Produksi TBS yang tidak diproduksi di PKS Pemohon Banding maka kelebihan produksi tersebut akan dijual kepada pihak ke tiga (Pihak Lain) hal tersebut dibuktikan dengan adanya PKS milik PT. Subur Sakti Perkasa yang tadinya keperluan TBSnya disupplay dari Pemohon Banding namun karena sesuatu hal pabrik tersebut tidak aktif lagi sehingga Pemeriksa menyimpulkan terjadi over produksi TBS pada Pemohon Banding yang dijual kepada pihak ke tiga dan tidak dilaporkan;

bahwa berdasarkan hasil Pemeriksaan atas Management Report Unit Tamiang Factory atas pemakaian TBS selama setahun yang merupakan produksi TBS dari seluruh kebun-kebun yang ada dan dibandingkan dengan produksi berdasarkan Buku Saku Statistik Kelapa Sawit, ternyata produksi TBS yang dilaporkan oleh Pemohon Banding jauh lebih kecil, maka Pemeriksa menghitung Produksi TBS berdasarkan Buku Saku Statistk Kelapa Sawit tersebut, selisih atas produksi TBS oleh Pemeriksa dikoreksi sebagai Penjualan TBS kepada Pihak ke III yang belum dilaporkan;

bahwa alasan Pemohon Banding yang menyatakan kondisi keamanan yang membuat produksi tidak optimal kurang beralasan karena dari tahun ke tahun baik masa konflik maupun damai tidak ada perubahan ataupun perbaikan, hal tersebut dapat dilihat dari laporan Omset Pemohon Banding yang tidak mengarah pada perbaikan. Hal ini dapat dilihat dari Omset dari tahun 2000 s.d 2005 Cfm SPT Masa PPN Masa Desember;

NoKeteranganJumlah Penyerahan

1Tahun 200012,229,816,003

2Tahun 200122,048,573,851

3Tahun 200229,374,323,749

4Tahun 2003

5Tahun 200458,209,089,853

6Tahun 200643,853,127,164

bahwa pendekatan Pemeriksa dalam melakukan Pemeriksaan dengan berdasarkan perhitungan dari Buku Statistik Kelapa Sawit, dikarenakan Pemohon Banding tidak seluruhnya menyampaikan buku, catatan, dokumen dan bukti-bukti pendukung yang dipinjam Pemeriksa, sehingga atas pengujian transaksi Peredaran Usaha dengan beberapa metode tidak dapat dilakukan;

bahwa perhitungan Peredaran Usaha dari hasil TBS dengan menggunakan perhitungan Buku Statistik Kelapa Sawit yang dilakukan Pemeriksa telah menggunakan klasifikasi perhitungan terendah;

bahwa mengacu kepada Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 29 ayat (3) "Wajib Pajak yang diperiksa wajib memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak" namun sampai dengan dibuatnya Laporan Pemeriksaan Pajak Pemohon Banding hanya meminjamkan GL, Laporan Auditor dan seperti yang tertera didalam peminjaman berkas tanpa didukung oleh bukti berupa invoice, faktur komersil dan lain-lain yang mendukung pencatatan akun-akun yang ada di General Ledger;

bahwa berdasarkan Surat dari Pemohon Banding No.009/PPP-HO/TAX-SFF/III/07 tanggal 21 Maret 2007 Pemohon Banding mengajukan pembentukan Tim Pembahas dan berdasarkan surat dari Pemohon Banding tersebut Kepala Kantor Pemeriksaan Pajak Banda Aceh membentuk Nota Dinas Tim Pembahas dengan Surat Nota Dinas No. ND-07/WPJ.25/RP.0101/2007 tanggal 21 Maret 2007, Tim Pembahas melakukan pembahasan atas koreksi pajak dengan Pemeriksa yang dituangkan ke dalam Risalah Pembahasan oleh Tim Pembahas tanggal 22 Maret 2007 dan Hasil Risalah Pembahasan tersebut diperoleh bahwa tidak ada koreksi atas Bahan Baku, hal ini setelah dilakukan konfirmasi Pembelian Bahan Baku kepada Pemeriksaan PT. Sri Kuala. Namun atas dasar Risalah Tim Pembahas itulah Pemeriksa melakukan Surat Panggilan ke-2 dengan Nomor S-076/WPJ.25/RP.0100/2007 tanggal 23 Maret 2007 untuk melakukan Pembahasan Akhir. Tetapi sampai dengan batas waktu yang diberikan, Pemohon Banding tidak hadir untuk melakukan Pembahasan Akhir dan Penandatanganan Berita Acara Hasil Pemeriksaan. Karena Pemohon Banding tidak hadir maka Pemeriksaan ditutup dengan Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak;

bahwa selanjutnya Pemohon Banding mengajukan permohonan keberatan, kepada Pemohon Banding telah dikirimkan surat permintaan data untuk penyelesaian keberatan nomor : surat permintaan data nomor : S-78/WPJ.010/2007 tanggal 7 Mei 2007, surat permintaan data nomor: S-26/WPJ.010/BD.0303/2007 tanggal 24 Mei 2007 dan surat permintaan data tambahan nomor : S-21/WPJ.25/BD.0303/2008 tanggal 10 Maret 2008 serta surat permintaan data tambahan nomor: S-36/WPJ.010/BD.0403/2007 tanggal 21 Juni 2007 dan Pemohon Banding menyampaikan sebagian data/dokumen yang diminta, antara lain :

1. Soft copy General Ledger Tamiang dan blang Simpo Tahun 2005;

2. SPT PPh Badan Tahun 2006;

3. SPT PPh Badan Tahun 2005;

4. SPT PPh Badan Tahun 2004;

5. SPT PPN Tahun Tahun 2006;

6. SPT PPN Tahun 2005;

7. Daftar Aktiva Tetap dan Penyusutan Tahun 2005;

8. Audit Report Tahun 2004 dan 2005;

9. Perjanjian Hutang/Piutang Wesel (9 set);

10. SK. Menkeu tentang penetapan Kawasan Berikat (3 set);

11. Perpanjian Peminjaman;

12. Surat Keterangan dari Kepolisian (2 set)

13. Rekening Koran BCA Plaza Sentral Jakarta Tahun 2005;

14. Rekening Koran Bank Mandiri- Plaza Mandiri Jakarta Tahun 2005;

15. Rekening Koran Bank Mandiri Balaikota Medan Tahun 2005;

16. Rekening Koran Bank Mandiri Langsa- Tamiang Estate Tahun 2005;

17. Rekening Koran Bank Mandiri Langsa- Tamiang Factory Tahun 2005;

18. Rekening Koran Bank Mandiri Langsa- Blang Simpo Estate Tahun 2005;

19. Rekening Koran BCA Medan Tahun 2005;

20. SPT PPN Januari s/d Desember 2005;

21. Faktur Pajak Keluaran Tahun 2005;

22. Faktur Pajak Masukan Tahun 2005;

23. Nota Retur Tahun 2005;SPT Masa PPh Pasal 21, 23/26 dan 4 (2) Tahun 2005;

24. Bukti Potong PPh Pasal 21, 23/26 dan 4 (2) Tahun 2005;

25. SPT Tahunan 1721 Tahun Tahun 2005.

bahwa selain data-data di atas, tidak ada lagi buku/catatan/dokumen/bukti pendukung yang digunakan dalam proses keberatan;

Menurut Pemohon Banding :

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Pemeriksa atas peredaran usaha sebesar Rp. 54.109.786.877,00 dengan alasan sebagai berikut:

bahwa koreksi Pemeriksa tidak didasarkan pada bukti-bukti yang kuat dan tidak berlandaskan pada ketentuan peraturan perpajakan. Hal ini tidak dapat diterima dan telah melanggar peraturan perpajakan sebagai berikut:

a. bahwa berdasarkan UU KUP Nomor 16 Tahun 2000 Pasal 29 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

b. bahwa berdasarkan UU KUP Nomor 16 Tahun 2000 penjelasan Pasal 29 ayat (2) yang antara lain menyatakan: "Pendapat dan kesimpulan petugas Pemeriksa harus didasarkan pada buktibukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan;

c. bahwa berdasarkan UU KUP Nomor 16 Tahun 2000 Pasal 31, prosedur Pemeriksaan diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan (KMK);

d. bahwa pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 10 KMK No. 545/KMK.04/2000 yang kemudian dirubah dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 123/PMK.03/2006);

e. bahwa Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat kesimpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait (Pasal 11 KMK No. 545/KMK.04/2000 yang kemudian dirubah dengan PMK no 123/PMK.03/2006);

f. bahwa Pemeriksa tidak menyebutkan dasar hukum dilakukannya koreksi tersebut sesuai dengan angka 1 romawi I Surat Edaran DJP nomor SE-10/PJ.7/2006 tanggal 20 Desember 2006 mengenai konfirmasi atas pembahasan hasil Pemeriksaan yang menyatakan bahwa Tim Pemeriksa Pajak harus menyebutkan dasar hukum berupa hukum pajak dan peraturan yang lainnya untuk setiap temuan dalam daftar temuan Pemeriksaan;

bahwa Pemeriksa tidak memberikan rincian koreksi atas pembelian Bahan Baku sehingga Pemohon Bandig tidak dapat memberikan tanggapan secara detail atas koreksi yang dilakukan Pemeriksa. Pemohon Banding telah berusaha meminta penjelasan atas koreksi yang dilakukan Pemeriksa pada saat Pemeriksaaan. Menurut Pasal 7 huruf e Peraturan Menteri Keuangan No. 545/KMK/04/2000 mengenai Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana diubah terakhir oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 123/PMK.03/2006, Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil Pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan. Namun sampai dengan surat ini dibuat, Pemohon Banding belum menerima rincian koreksi tersebut;

bahwa Koreksi Peredaran Usaha ini ditetapkan Pemeriksa dengan cara membandingkan jumlah Produksi TBS antara :

a. produksi TBS dan management report unit Tamiang factory (yang merupakan produksi dari seluruh kebun-kebun yang ada dan pemakaian TBS selama setahun)

b. produksi berdasarkan buku saku statistik kelapa sawit

bahwa menurut pendapat Pemohon Banding, cara penetapan koreksi Pemeriksa tersebut di atas adalah tidak tepat;

bahwa dalam peraturan perpajakan tidak terdapat ketentuan yang mengatur bahwa Pemeriksa dapat menentukan peredaran usaha wajib pajak berdasarkan "benchmark"(misalnya buku statistik kelapa sawit);

bahwa Undang Undang Perpajakan memberikan kewenangan kepada Pemeriksa/ Direktur Jenderal Pajak (DJP) untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak hanya dalam transaksi-transaksi yang melibatkan hubungan istimewa, yaitu UU PPh No. 17 Tahun 2000 Pasal 18 ayat (3).

bahwa dengan demikian Pemeriksa tidak mempunyai kewenangan untuk menentukan kembali besarnya Peredaran Usaha Pemohon Banding karena tidak terdapat peraturan atau ketentuan perpajakan yang mengharuskan Pemohon Banding untuk memenuhi kuota produksi seperti yang tertera pada buku saku statistik tersebut;

bahwa jumlah penjualan yang Pemohon Banding laporkan pada SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2005 merupakan jumlah penjualan selama tahun 2005 berdasarkan laporan keuangan perusahaan untuk periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2005 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Prasetio, Sarwoko & Sandjaja (KAP). Pemohon Banding berpendapat bahwa pada waktu proses audit dilaksanakan, pihak KAP tersebut telah melakukan verifikasi atas data penjualan tahun 2005;

bahwa berikut adalah tabel rekapitulasi dari hasil produksi Pemohon Banding (TBS dan Kelapa Sawit) untuk tahun pajak 2005;

Unit Blang SimpoUnit TamiangTotal

Total Hektar (Ha)5.073,001.408,256.481,25

Produksi TBS (kg)31.131.81032.152.18063.283.990

Ton/Ha6,1422.839,76

TBS diolah:

-TBS Sendiri (kg)30.319.57031.412.47061.732.040

- Pembelian TBS (kg)12.464.160

Produksi CPO (kg)14.792.670

Produksi Kernel (kg)343.531

TBS dijual keluar (kg)812.240739.7101.551.950

bahwa disamping itu Pemohon Banding ingin menjelaskan bahwa hasil produksi dan perkebunan Pemohon Banding tergantung pada banyak faktor, misalnya, terutama untuk tahun pajak 2005 ini, faktor keamanan yang berada diluar kuasa Pemohon Banding. Perlu Pemohon Banding informasikan bahwa situasi keamanan di lokasi perkebunan Pemohon Banding terutama unit Blang Simpo, Aceh Nanggroe Darusalam (yang merupakan daerah perkebunan Pemohon Banding yang terbesar) masih belum kondusif sehingga proses produksi tidak dapat berjalan dengan normal. Hal ini diperkuat oleh surat keterangan Polri Daerah Nanggroe Aceh Darussalam ;

bahwa pada fase setelah darurat militer situasi dan kondisi keamanan pada tanggal 15 Agustus 2006 setelah adanya Kesepakatan Damai RI- GAM di Helsinki secara umum aman namun ancaman gangguan keamanan masih ada dan langkah-langkah yang diambil oleh Polres Langsa untuk menjaga keamanan tersebut telah diperbantukan Personil Polri yang berseragam dan profesional;

bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemohon Banding tegaskan bahwa koreksi Pemeriksa atas Peredaran Usaha sebesar Rp 54.109.786.877,00 tidak didukung oleh bukti bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sebagaimana di sebutkan dalam UU Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 16 Tahun 2000 Pasal 29 ayat (2) (Penjelasan) dan meskipun demikian, penurunan tingkat produksi ini didukung oleh alasan alasan yang kuat dan jumlah penjualan yang dilaporkan telah diverifikasi oleh auditor independen sehingga Terbanding tidak ada mempunyai alasan untuk menetapkan koreksi sebesar Rp 54.109.786.877,00 meskipun apabila Terbanding mempunyai wewenang untuk melakukan hal tersebut;

bahwa atas Surat Uraian Banding Terbanding, Pemohon Banding memberikan Bantahan sebagai berikut

bahwa Pemeriksa berasumsi bahwa over produksi TBS pada Pemohon Banding sebagai akibat ditutupnya pabrik kelapa sawit milik PT Perkasa Subur Sakti, dijual ke pada pihak ketiga (pihak lain) dan tidak dilaporkan. Pemohon Banding tidak setuju terhadap hal tersebut karena pada tahun 2005 seluruh produksi TBS Pemohon Banding dapat terserap oleh proses produksi Pemohon Banding sendiri, malah kekurangan bahan baku berupa TBS dalam proses produksi dipenuhi dengan melakukan pembelian TBS dari PT Sri Kuala;

bahwa sebelum pabrik kelapa sawit PT Perkasa Subur Sakti tidak aktif sejak bulan April 2004, Pemohon Banding memang memasok/menjual TBS ke PT Perkasa Subur Sakti. Namun dilain pihak produksi TBS Pemohon Banding juga mengalami penurunan yang disebabkan oleh kondisi keamanan yang belum kondusif di lokasi perkebunan sehingga proses produksi tidak dapat berjalan dengan normal. Oleh karena itu, tidak terjadi overproduksi TBS seperti yang diasumsikan oleh Pemeriksa;

1) bahwa Surat Keterangan dari pihak Kepolisian mengenai Situasi dan Kondisi Keamanan disekitar Lingkungan Pemohon Banding yang belum kondusif telah Pemohon Banding serahkan pada saat proses keberatan;

2) bahwa Terbanding menyatakan bahwa alasan Pemohon Banding yang menyatakan kondisi keamanan yang membuat produksi tidak optimal kurang beralasan karena dari tahun ke tahun baik masa konflik maupun damai tidak ada perubahan ataupun perbaikan, hal tersebut dapat dilihat dari laporan omset Pemohon Banding yang tidak mengarah pada perbaikan. Perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa ada banyak faktor selain faktor keamanam yang dapat mempengaruhi jumlah produksi TBS. Faktor-faktor tersebut adalah kondisi tanah, tahun tanam, cuaca/iklim, fluktuasi harga dan lain sebagainya. Dengan adanya banyak faktor yang dapat mempengaruhi produksi TBS selama tahun berjalan tidaklah tepat untuk menetapkan jumlah produksi untuk penetapan pajak berdasarkan budget/kuota. Seharusnya jumlah produksi dan penjualan ditetapkan berdasarkan kondisi aktual pada saat transaksi penjualan;

3) bahwa Terbanding menyatakan bahwa pendekatan Pemeriksa dalam melakukan Pemeriksaan dengan berdasarkan perhitungan Buku Statistik Kelapa Sawit, dikarenakan Pemohon Banding tidak seluruhnya menyampaikan buku, catatan, dokumen dan bukti-bukti pendukung yang dipinjam Pemeriksa, sehingga atas pengujian transaksi peredaran usaha dengan beberapa metode tidak dapat dilakukan. Menurut Pemohon Banding, bukti-bukti yang diperlukan terbanding untuk melakukan beberapa metode pengujian peredaran usaha telah Pemohon Banding berikan;

4) bahwa dalam peraturan perpajakan tidak terdapat ketentuan yang mengatur bahwa Pemeriksa dapat menentukan peredaran usaha Pemohon Banding berdasarkan "benchmark' (misalnya buku statistik kelapa sawit).

5) bahwa Undang Undang Perpajakan memberikan kewenangan kepada Pemeriksa / Direktur Jenderal Pajak (DJP) untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak hanya dalam transaksi-transaksi yang melibatkan hubungan istimewa, yaitu Pasal 18 ayat (3) UU PPh No. 17 Tahun 2000;

6) bahwa dengan demikian Pemeriksa tidak mempunyai kewenangan untuk menentukan kembali besamya Peredaran Usaha Pemohon Banding karena tidak terdapat peraturan atau ketentuan perpajakan yang mengharuskan Pemohon Banding untuk memenuhi kuota produksi seperti yang tertera pada buku saku statistik tersebut;

7) bahwa jumlah penjualan yang Pemohon Banding laporkan pada SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2005 merupakan jumlah penjualan selama tahun 2005 berdasarkan laporan keuangan perusahaan untuk periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2005 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Prasetio, Sarwoko & Sandjaja (KAP). Pemohon Banding berpendapat bahwa pada waktu proses audit dilaksanakan, pihak KAP tersebut telah melakukan verifikasi atas data penjualan tahun 2005;

Pendapat Majelis :

bahwa berdasarkan Pemeriksaan Majelis atas data yang ada dalam berkas banding berupa Laporan Pemeriksaan Pajak diperoleh petunjuk bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Peredaran usaha sebesar Rp 54.109.786.877,00 karena berdasarkan hasil Pemeriksaan atas Management Report Unit Tamiang Factory atas pemakaian TBS selama setahun yang merupakan produksi TBS dari seluruh kebun-kebun yang ada dan dibandingkan dengan produksi berdasarkan Buku Saku Statistik Kelapa Sawit, ternyata produksi TBS yang dilaporkan oleh Pemohon Banding jauh lebih kecil, maka Pemeriksa menghitung Produksi TBS berdasarkan Buku Saku Statistk Kelapa Sawit tersebut, selisih atas produksi TBS oleh Pemeriksa dikoreksi sebagai Penjualan TBS kepada Pihak ke III yang belum dilaporkan;

bahwa menurut Terbanding, Pemohon Banding didalam Pemeriksaan tidak memberikan bukti dan dokumen pendukung dan berdasarkan keterangan Bapak Husein selaku (KTU TME) Pemohon Banding memiliki dua unit kebun yaitu Unit Kebun Tamiang Estate dan Unit Kebun Blang Simpo. Di daerah Blang Simpo terdapat Pabrik Kelapa Sawit milik PT. Perkasa Subur Sakti yang tidak aktif lagi. Untuk memenuhi Produksi Sawit Pabrik Pemohon Banding (25 Ton/Jam) dari kebun sendiri saja sudah lebih dari cukup (Luas Kebun 6.000 ha) sehingga apabila ada Produksi TBS yang tidak diproduksi di PKS Pemohon Banding maka kelebihan produksi tersebut akan dijual kepada pihak ke tiga (Pihak Lain) hal tersebut dibuktikan dengan adanya PKS milik PT. Subur Sakti Perkasa yang tadinya keperluan TBSnya disupplay dari Pemohon Banding namun karena sesuatu hal pabrik tersebut tidak aktif lagi sehingga Pemeriksa menyimpulkan terjadi over produksi TBS pada Pemohon Banding yang dijual kepada pihak ke tiga dan tidak dilaporkan;

bahwa menurut Pemohon Banding, asumsi Pemeriksa bahwa over produksi TBS pada Pemohon Banding sebagai akibat ditutupnya pabrik kelapa sawit milik PT Perkasa Subur Sakti, dijual ke pada pihak ketiga (pihak lain) dan tidak dilaporkan. tidak disetujui oleh Pemohon Banding karena pada tahun 2005 seluruh produksi TBS Pemohon Banding dapat terserap oleh proses produksi Pemohon Banding sendiri, malah kekurangan bahan baku berupa TBS dalam proses produksi dipenuhi dengan melakukan pembelian TBS dari PT Sri Kuala;

bahwa sebelum pabrik kelapa sawit PT Perkasa Subur Sakti tidak aktif sejak bulan April 2004, Pemohon Banding memang memasok/menjual TBS ke PT Perkasa Subur Sakti. Namun dilain pihak produksi TBS Pemohon Banding juga mengalami penurunan yang disebabkan oleh kondisi keamanan yang belum kondusif di lokasi perkebunan sehingga proses produksi tidak dapat berjalan dengan normal. Oleh karena itu, tidak terjadi overproduksi TBS seperti yang diasumsikan oleh Pemeriksa;

bahwa menurut Pemohon Banding bahwa banyak faktor selain faktor keamanam yang dapat mempengaruhi jumlah produksi TBS. Faktor-faktor tersebut adalah kondisi tanah, tahun tanam, cuaca/iklim, fluktuasi harga dan lain sebagainya sehingga seharusnya jumlah produksi dan penjualan ditetapkan berdasarkan kondisi aktual pada saat transaksi penjualan;

bahwa selain itu menurut Pemohon Banding pendekatan Pemeriksa dalam melakukan Pemeriksaan dengan berdasarkan perhitungan Buku Statistik Kelapa Sawit, dikarenakan Pemohon Banding tidak seluruhnya menyampaikan buku, catatan, dokumen dan bukti-bukti pendukung yang dipinjam Pemeriksa, tidak dapat dilakukan karena dalam peraturan perpajakan tidak terdapat ketentuan yang mengatur bahwa Pemeriksa dapat menentukan peredaran usaha Pemohon Banding berdasarkan "benchmark' (misalnya buku statistik kelapa sawit).

bahwa menurut Terbanding perhitungan Peredaran Usaha dari hasil TBS dengan menggunakan perhitungan Buku Statistik Kelapa Sawit yang dilakukan Pemeriksa telah menggunakan klasifikasi perhitungan terendah mengacu kepada Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 29 ayat (3) "Wajib Pajak yang diperiksa wajib memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak" namun sampai dengan dibuatnya Laporan Pemeriksaan Pajak Pemohon Banding hanya meminjamkan GL, Laporan Auditor dan seperti yang tertera didalam peminjaman berkas tanpa didukung oleh bukti berupa invoice, faktur komersil dan lain-lain yang mendukung pencatatan akun-akun yang ada di General Ledger;

bahwa Terbanding dalam sidang menyerahkan kepada Majelis Surat Tanggapan Tertulis tanpa nomor dan tanggal dimana untuk koreksi Peredaran Usaha Terbanding menyatakan sebagai berikut :

bahwa pada proses Pemeriksaan, Pemeriksa melakukan peninjauan ke lapangan dalam hal ini ke kebun kelapa sawit. Pada peninjauan tersebut diketahui bahwa kondisi perkebunan sawit Pemohon Banding berada pada kondisi yang bagus, baik untuk kebun di Aceh Tamiang maupun Kebun di Blang Simpo;

bahwa luas Kebun di Aceh Tamiang adalah sebesar 1.456 Ha , sedangkan luas kebun di Blang simpo adalah sebesar 5.366 Ha;

bahwa pembukuan yang diberikan Pemohon Banding tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya sebagaimana fakta di lapangan, Pemohon Banding tidak memberikan dokumen berkenaan dengan produksi masing-masing kebun. Pemohon Banding hanya memberikan bukti timbang TBS yang masuk ke pabrik CPO ( Tamiang Factory );

bahwa berdasarkan hal tersebut maka Terbanding dalam hal ini Pemeriksa menghitung kembali jumlah produksi TBS yang wajar dengan kondisi perkebunan Pemohon Banding. Produksi TBS / Ha/ Thn / Kelas S3 dihitung dengan berpedoman pada buku saku statistik kelapa sawit dengan Kelas S3 yaitu dengan kondisi tanah topografi berbukit, tinggi 0 400 M, lereng 25 36 %;

bahwa persediaan TBS Pemohon Banding diperoleh dari hasil produksi kebun Blang Simpo, kebun Aceh Tamiang dan pembelian TBS dari PT. Sri Kuala;

bahwa pada saat Pemeriksaan diketahui bahwa kapasitas mesin pengolah CPO yang dimiliki Pemohon Banding tidak sebanding dengan hasil produksi kebun Blang Simpo, kebun Aceh Tamiang dan pembelian TBS dari PT. Sri Kuala, sehingga seharusnya masih terdapat persediaan yang tidak mampu diolah ke Tamiang Factory, yang kemudian dijual kepada pihak lain;

bahwa perhitungan dilakukan dengan menghitung produksi per kebun berdasarkan masing-masing tahun tanam;

bahwa Pemohon Banding dalam sidang menyerahkan kepada Majelis Surat Nomor 021/TAX-PPP/VIII/2009 tanggal 31 Agustus 2009 perihal perbandingan Jumlah produksi TBS tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 atas nama Pemohon Banding yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut :

bahwa perbandingan produksi TBS tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 untuk 2 estate Pemohon Banding yaitu Tamiang dan Blang Simpo adalah sebagai berikut :

KeteranganUnit Blang Simpo

2003200420052006

Total Hektar (Ha)5,073.005,073.005,073.005,073.00

Produksi TBS (Kg)19,919,66028,163,35031,131,81043,975,060

Ton/Ha3.935.556.148.67

KeteranganUnit Tamiang

2003200420052006

Total Hektar (Ha)1,418.991,418.991,408.251,408.25

Produksi TBS (Kg)26,855,32421,728,55032,152,18029,246,332

Ton/Ha18.9315.3122.8320.77

Sumber: Manager Report Bulan Desember tahun 2003 sampai dengan tahun 2006

bahwa berdasarkan data-data di atas, Pemohon Banding memberi penjelasan sebagai berikut: 1. Prosentase Produksi TBS Tahun 2003-2006

bahwa berdasarkan tabel diatas, jumlah produksi TBS per Ha unit Blang Simpo lebih rendah dari jumlah produksi per Ha dari Unit Tamiang dari tahun 2003 sampai dengan 2006 disebabkan karena kondisi keamanan yang belum kondusif di lokasi perkebunan unit Blang Simpo sehingga proses pemeliharaaan, pemupukan, dan panen produksi TBS tidak dapat berjalan dengan normal. Namun demikian apabila dibandingkan dengan jumlah produksi TBS per Ha tahun 2003 dan 2004, jumlah produksi TBS per Ha tahun 2005 mengalami peningkatan yang disebabkan oleh kondisi keamanan yang berangsur-angsur membaik (kondusif).

2. Kondisi Keamanan Tahun 2003-2006

bahwa Pemohon Banding menjelaskan bahwa dalam Manager Report Unit Blang Simpo juga telah dianalisa penyebab rendahnya produksi TBS sebagai berikut:

a. Keamanan terhadap pencurian TBS masih tetap berlangsung di lingkungan Afdeling I & VI.

b. Penanganan terhadap pencurian TBS di lingkungan Kebun Blang Simpo Estate terus ditingkatkan bekerja sama dengan Aparat yang bertugas di Kebun agar masalah tersebut dapat ditekan sekecil mungkin.

c. Keamanan di Aceh umumnya dan Kecamatan Peureulak pada khususnya belum kondusif, bahkan kembali memanas, walau telah digelar Operasi Darurat Militer di NAD, dengan terjadinya insiden-insiden kekerasan baik dari TNI maupun GAM. Hal ini menimbulkan dampak terganggunya operasional Kebun Blang Simpo dikarenakan karyawan secara psikologis sangat ketakutan dan tertekan sehingga mereka bahkan tidak dapat keluar rumah dan melakukan pekerjaannya. Sebagai konsekuensinya, produksi TBS pada tahun bersangkutan tidak dapat dilakukan secara maksimal.

d. Pemohon Banding lampirkan runutan kejadian pasca perundingan Helsinki dan beberapa contoh kekerasan yang terjadi di di Aceh dan juga perusahaan Pemohon Banding sebagai bahan pertimbangan. (Lampiran 1)

1. Data Perbandingan Jumlah Produksi TBS tahun 2005 dengan Perusahaan lain yang berlokasi di Aceh

bahwa pada sidang tanggal 12 Agustus 2009 Majelis Hakim meminta pemohon banding untuk memberikan perbandingan jumlah produksi TBS tahun 2005 dengan perusahaan lain dalam satu grup usaha yang berada di lokasi yang sama.

- Perbandingan dengan perusahaan dalam grup

bahwa Pemohon Banding informasikan bahwa Unit Blang Simpo terletak di Kabupaten Peureulak Aceh Timur, sedangkan Unit Tamiang berlokasi di daerah Aceh Tamiang. bahwa Pemohon Banding tidak mempunyai grup perusahaan perkebunan yang berlokasi di Aceh Timur tetapi salah satu grup perusahaan Pemohon Banding PT Perusahaan dan Perkebunan Sri Kuala berlokasi di daerah Batang Ara Aceh Tamiang.

bahwa Produksi TBS untuk Unit Batang Ara lebih tinggi dibandingkan dan jumlah produksi Unit Blang Simpo pada tahun 2005 dikarenakan kondisi keamanan di lokasi perkebunan unit Barang Ara yaitu Aceh Tamiang relatif lebih aman dimana di kabupaten ini kegiatan perekonomian masih tetap dapat berjalan;.

Perbandingan dengan perusahaan diluar grupbahwa Pemohon Banding juga telah memperoleh informasi dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (institusi yang sama yang menerbitkan Buku Statistik Kelapa Sawit) atas contoh produksi TBS riil/aktual perusahaan lain yang berlokasi di Langsa Aceh Timur yaitu Perkebunan Tualang Sawit yang realisasi produksi TBSnya hanya mencapai 7.76% ton/ha di tahun 2005 ;bahwa di sini dapat terlihat bahwa Perkebunan Tualang Sawit yang berlokasi sama dengan Blang Simpo yaitu di daerah Aceh Timur menghasilkan TBS yang dibawah standar baku potensi (S3). Hal ini dikarenakan Perkebunan Tualang Sawit juga mengalami kesulitan dalam melakukan proses produksi karena kondisi keamanan yang tidak stabil.

2. Pengungkapan Dalam Laporan Audit

bahwa kondisi situasi keamanan berdasarkan perkebunan Pemohon Banding juga dicatat dan diulas dalam catatan Laporan Keuangan Konsolidasi beserta laporan auditor independen untuk tahun yang berakhir pada tahun 2003 s/d 2006 sebagai berikut :

1 Laporan Keuangan Konsolidasi beserta laporan auditor independen untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2004 dan 2003..... Sementara itu, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam di mana perkebunan dan pabrik minyak kelapa sawit Perusahaan dan Anak Perusahaan berada, sebelumnya mengalami situasi keamanan yang tidak stabil. Pada bulan Agustus 2005, kesepakatan damai ditandatangani oleh semua pihak yang berkepentingan dengan bantuan dari AMM (Aceh Monitoring Mission). Nota Kesepahaman mengikat semua pihak untuk membangun rasa saling percaya dan menetapkan prinsip yang disepakati bersama.

Kemampuan Perusahaan dan Anak Perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya tergantung pada pemulihan kondisi ekonomi yang berkelanjutan, seperti kebijakan fiskal dan moneter yang diambil oleh Pemerintah dan lainnya, termasuk pemulihan stabilitas keamanan dan sosial di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pasca penandatanganan MoU, suatu tindakan yang berada di luar kendali Perusahaan dan Anak Perusahaan, serta dukungan keuangan dari pemegang saham akhir. Laporan keuangan konsolidasi terlampir tidak mencakup penyesuaian yang berasal dari ketidak pastian tersebut.

2 Laporan Keuangan Konsolidasi beserta laporan auditor independen untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2005 dan 2004

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, di mana perkebunan dan pabrik minyak kelapa sawit Perusahaan dan Anak Perusahaan berada, sedang mengalami situasi keamanan yang tidak stabil. Saat ini, Perusahaan dan Anak Perusahaan masih dapat melanjutkan usaha mereka pada tingkat produksi tertentu karena perkebunan dan pabrik minyak kelapa sawit berada di daerah terpencil. Namun demikian, tidak ada jaminan bahwa situasi keamanan yang tidak stabil ini tidak akan mempengaruhi wilayah di mana Perusahaan dan Anak Perusahaan melakukan kegiatan usaha mereka. Faktor-faktor ini, antara lain, menimbulkan ketidakpastian yang signifikan mengenai apakah Perusahaan dan Anak Perusahaan akan dapat merealisasikan aktiva dan menyelesaikan kewajiban dalam kegiatan usaha yang normal dan

pada nilai yang dinyatakan dalam laporan keuangan konsilidasi. Kemampuan Perusahaan dan Anak Perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya tergantung pada penyelesaian atas berbagai faktor, termasuk situasi keamanan dan sosial di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dukungan yang berkelanjutan dari pemegang saham akhir, pencapaian tingkat kegiatan usaha yang memadai dan keberhasilan program pemulihan ekonomi Pemerintah. Laporan keuangan konsolidasi terlampir mencakup dampak kondisi tersebut, sepanjang hal itu dapat ditentukan dan diperkirakan.

3 Laporan Keuangan Konsolidasi beserta laporan auditor independen 31 Desember 2006 dengan angka perbandingan untuk tahun 2005

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, di mana pabrik dan perkebunan kelapa sawit Perusahaan dan Anak Perusahaan berada, sebelumnya mengalami situasi keamanan yang tidak stabil. Pada bulan Agustus 2005, kesepakatan damai ditandatangani oleh semua pihak yang berkepentingan. Pada saat ini para pihak yang menandatangani kesepakatan tersebut bersama dengan pemerintah daerah diharapkan dapat melanjutkan pelaksanaan jangka panjang dari kesepakatan damai tersebut.

5. Buku Saku Statistik kelapa Sawit

bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak, Terbanding menggunakan Buku Saku Statistik Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kepala Sawit sebagai dasar pengujian produksi TBS. Terbanding telah memberikan fotokopi dari beberapa halaman buku Baku statistik kelapa sawit pada saat sidang tanggal 12 Agustus 2009. Saat ini Pemohon banding telah memperoleh Buku Saku Statistik Kelapa Sawit tersebut secara lengkap dan ingin menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

bahwa Pemohon banding tidak setuju dengan pengujian yang dilakukan terbanding dengan menggunakan data dari Buku Saku statistik kelapa sawit tersebut dengan alasan sebagai berikut :

1 bahwa Terbanding menghitung kembali jumlah produksi TBS sesuai umur tanaman menurut baku potensi produksi kelapa sawit Berdasarkan kelas lahan S3 pada buku statistik kelapa sawit. Pengujian yang dilakukan tersebut menggunakan data baku potensi produksi kelapa sawit. Data tersebut merupakan data ideal/potensi dan bukan merupakan data riil/aktual sehingga jumlah produksi yang dihasilkan dari pengujian tersebut merupakan jumlah potensi/ideal produksi kelapa sawit yang tentu saja tidak dapat digunakan untuk menghitung produksi TBS aktual.

2 bahwa Data baku potensi produksi kelapa sawit tersebut berlaku untuk semua daerah sementara kita mengetahui bahwa tiap daerah tentu berbeda-beda kondisi lahan dan situasi di sekitarnya dan tentu saja tidak dapat digeneralisir.

3 bahwa Kelas S3 dalam data baku potensi produksi kelapa sawit yang digunakan sebagai dasar koreksi merupakan standar potensi untuk tanah bagus (good condition). Dan ini berbeda dengan keadaan tanah di Unit Blang Simpo yang tidak terawat dengan optimal.

4 bahwa Buku Saku Statistik Kelapa Sawit diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kepala Sawit di Medan pada Bulan Desember 1999 sedangkan pengujian dilakukan terhadap jumlah produksi tahun 2005. Penggunaan data potensi yang diterbitkan tahun 1999 tidak dapat menggambarkan jumlah produksi estimasi tahun 2005 maupun jumlah produksi riil tahun 2005 secara akurat.

bahwa Buku Saku Statistik Kelapa Sawit ini belum pernah digunakan sebagai data/acuan pada Pemeriksaan lain sehingga seharusnya tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk mengoreksi peredaran usaha pemohon banding. Lebih lanjut merujuk ke penjelasan Pemohon Banding point 3, Pemohon Banding juga telah memberikan contoh perusahaan perkebunan lain yang juga mengalami keadaan produksi yang serupa dengan perkebunan Pemohon Banding dimana datanya Pemohon Banding peroleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Kesimpulan

bahwa berdasarkan hal-hal yang diungkapkan tersebut diatas, jelas bahwa terbanding tidak dapat menggunakan Data Potensi dalam Buku Statistik sebagai dasar untuk mengoreksi peredaran usaha karena tidak memiliki dasar hukum. Disamping itu, Pemohon Banding juga dapat menunjukkan contoh perusahaan lain sebagai perbandingan. Sehingga seharusnya yang diakui oleh terbanding adalah produksi aktual yang benar-benar diproduksi oleh perusahaan dan ini tertuang dalam Manager Report bulanan pemohon banding.

bahwa oleh karena itu, Pemohon banding memohon kepada Majelis untuk mempertimbangkan dan membatalkan koreksi terbanding atas peredaran usaha sebesar Rp 54,228,156,300 yang dilakukan berdasarkan pengujian berdasarkan buku saku statistik kelapa sawit tersebut.

bahwa atas Surat Pemohon diatas, Terbanding dalam sidang menyerahkan kepada Majelis surat tanggapan Tertulis tanpa nomor tanggal 6 Oktober 2009, yang pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut :

bahwa dasar untuk tetap menggunakan benchmark khususnya untuk Kebun Blang Simpo adalah :

1. bahwa pembukuan Pemohon Banding tidak mencerminkan kenyataan dilapangan, dimana : Kebun Tamiang dengan luas Tanaman Menghasilkan (TM) 1.456 ha produksinya 32.152.180 kg.

bahwa kebun Blang Simpo dengan luas Tanaman Menghasilkan (TM) 5.366 ha produksinya 31.131.810 kg;

bahwa kenyataan dilapangan kondisi kedua kebun tersebut sama, seperti kontur tanah dan keamanan. Untuk kontur tanah kedua kebun tersebut memiliki kesamaan, yaitu bagian depan dasar dan bagian belakang berbukit. Karena unit kebun Blang Simpo jauh Iebih luas tentu kontur tanah yang berbukit juga lebih luas;

bahwa dari sturktur umur tanaman kebun Blang Simpo lebih baik (lebih produktif) dibanding kebun Tamiang. Daftar Tanaman Menghasilkan (TM) kedua kebun tersebut, yang datanya diambil dari pembukuan Pemohon Banding Hal tersebut sebagai salah satu bukti bahwa pernyataan Pemohon Banding yang selalu menyatakan Pemeriksa tidak pernah melihat, tidak menggubris sama sekali pembukuan Pemohon Banding adalah tidak benar, karena seperti apapun pembukuan Pemohon Banding pasti sudah dilakukan penelitian (Pemeriksaan).

bahwa diperoleh informasi dari staf lapangan Pemohon Banding bahwa tahun 2010 baru akan dimulai replanting untuk kebun PPP unit Tamiang karena paling tua sedang untuk lokasi Blang Simpo belum, ;

bahwa Terbanding sudah mempelajari Pasal-Pasal yang diajukan Pemohon Banding dalam suratnya No.: 004/PPP-HO/TAX-SFF/IV/08 tanggal 10 Juli 2008, yaitu :

Pasal 29 ayat ( 1 ) UU No. 16/2000 tentang KUP;

Penjelasan Pasal 29 ayat ( 2 ) UU No. 16/2000 tentang KUP;

Pasal 31 UU No. 16/2000 tentang KUP;

Pasal 10 Kep. Men. Keu. Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000;

Pasal 10 dan Pasal 11 Per. Men. Keu. Nomor 123/PMK.03/2006 tanggal 7 Desember 2006;

Angka I.1 Surat Edaran DJP Nomor SE-10/P.I.7/2006 tanggal 20 Desember 2006

bahwa dari Pasal-Pasal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada bukti/temuan yang kuat dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

bahwa dapat dijelaskan bahwa pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak didasarkan pada kenyataan dilapangan yang ada yaitu bukti fisik kebun yang dari kebun tersebut tergambar kapasitas produksinya. Dalam hal terjadi perbedaan antara bukti tertulis (laporan Pemohon Banding.) dengan bukti fisik kebun maka yang lebih kuat adalah bukti fisik. Karena bukti tertulisnya bisa saja dibuat tidak sebenarnya atau bahkan tidak dibuat sama sekali, sedang bukti fisik dapat dibuktikan kapan saja.

bahwa dari kebun-kebun yang dimiliki Pemohon Banding maka unit kebun Blang Simpo merupakan kebun yang terbaik, kalau produksi kebun Blang Simpo dilaporkan normal / wajar proporsional sesuai kondisi fisik yang sebenarnya dan datanya lengkap maka tidak ada alasan untuk dihitung dengan menggunakan benchmark.

bahwa untuk Buku Aceh Dalam Angka dan Buku Saku Statistik, dapat dijelaskan bahwa Buku Aceh Dalam Angka hanya menampilkan murni laporan perusahaan sedang Buku Saku Statistik disamping menampilkan laporan perusahaan juga menampilkan hasil penelitian/survey/kajian yang dimuat dalam potensi produksi kelapa sawit Direktorat Jenderal Pajak juga telah beberapa kali menerbitkan buku panduan Pemeriksaan untuk industri kelapa sawit, antara lain :

Aspek Pemeriksaan Pajak Pada Industri Perkebunan Kelapa Sawit;

Modul Pemeriksaan Pajak Industri Kelapa Sawit.

Buku Panduan Program Intensifikasi Sektoral, Sektor Industri Kelapa Sawit.

bahwa dalam semua buku tersebut ditampilkan penggunaan benchmark dalam menghitung produksi kelapa sawit. Dan yang pasti angka yang dipakai adalah angka potensi bukan angka laporan perusahaan. Untuk Buku Aspek Pemeriksaan Pajak Pada Industri Perkebunan Kelapa Sawit dan Buku Modul Pemeriksaan Pajak Industri Kelapa Sawit benchmarknya sama dengan Buku Saku Statistik sedang dalam Buku Panduan Intensifikasi Sektoral, Sektor Industri Kelapa Sawit benchmarknya 20 30 ton/ha/tahun.

bahwa dalam suratnya tanpa nomor, tanggal dan tanda tangan yang diajukan dalam sidang tanggal 02 September 2009 angka 5.4. Pemohon Banding menyatakan bahwa data potensi yang diterbitkan tahun 1999 tidak dapat menggambarkan jumlah produksi estimasi maupun riil tahun 2005 secara akurat. Itu tidak benar, dapat dijelaskan bahwa produksi TBS tidak ditentukan oleh potensi suatu tahun (tahun berapa), tetapi ditentukan oleh kondisi kebun dan yang sangat menentukan adalah umur tanaman dan kontur tanah. Jadi apakah system/potensi yang dibuat tahun 1999 dapat menggambarkan produksi tahun 2005 atau tidak tergantung penerapannya, apabila telah diterapkan dan disesuaikan dengan kondisi kebun yang bersangkutan, seperti kontur tanah dan umur tanamannya berarti potensi 1999 dapat untuk menggambarkan tahun 2005.

bahwa dalam menerapkan buku saku statistik diambil kontur tanah yang terjelek ( S3 ) yang berbukit, meskipun kontur tanah kebun Tamiang dan Blang simpo ada yang datar. Dan atas koreksi penjualan TBS tidak dihitung sebagai koreksi penjualan CPO karena Pemeriksa Pajak sudah memperhitungkan kapasitas produksi maximum pabrik Tamiang hanya 25 ton TBS per jam,

bahwa berdasarkan penjelasan tersebut diatas terbanding merasa pendapat dan kesimpulan yang dibuat telah didasarkan pada bukti/temuan yang kuat dan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

2. bahwa terungkap dalam sidang terdahulu bahwa atas pertanyaan Ibu Hakim kepada Pemohon Banding : dibutuhkan berapa lama untuk merecovery kebun, yang oleh Pemohon Banding dijawab untuk merecovery kebun dibutuhkan waktu 4 (empat) tahunan. Hal tersebut sesuai/ sejalan dengan pendapat Pemeriksa Pajak bahwa kondisi kebun tahun 2005 tidak jauh berbeda dengan pada saat Pemeriksaan lapangan dilakukan yaitu pada tanggal 10 Januari 2007;

3. bahwa pernyataan Pemohon Banding bahwa keamanan di kebun tidak aman adalah tidak benar dan bertentangan dengan Surat Keterangan Kepolisian Aceh Timur yang diajukan Pemohon Banding sendiri, dimana dari Surat Keterangan Kepolisian Aceh Timur tersebut dapat disimpulkan bahwa tahun 2005 aman. Dan pada saat Pemeriksaan lapangan dilakukan pada tanggal 10 Januari 2007 keadaannya memang aman;

4. bahwa seandainya terjadi pencurian/perampokan, seharusnya prosedur yang dilakukan adalah melapor kepada yang berwajib dengan menyebutkan jumlah kerugiannya, bukan dengan issue tidak aman kemudian menyatakan bahwa produksi Blang Simpo hanya 31.131.810 kg dibawah Tamiang yang 32.152.180 kg. Disamping itu kalau terjadi pencurian/perampokan akan dibawa kemana TBS nya apalagi dalam jumlah besar, kalau keluar kebun apalagi kejalan raya harus ada surat-suratnya antara lain : bukti angkut, nota timbang, surat pengantar barang (TBS). Contoh kejadian yang diungkapkan Pemohon Banding dalam salah satu lampiran suratnya yang disampaikan dalam sidang tanggal 02 September 2009) yang berjudul "ninja sawit terbirit-birit lihat polisi", mobil dan TBS ditinggal, itu terjadi dikebun, bagaimana dijalan raya, yang sangat mungkin terjadi razia.5. bahwa seandainya issue konflik yang digunakan, sesuai Surat Keterangan Kepolisian Aceh Tamiang bahwa yang konflik antara Pemerintah RI / TNI dengan GAM, bukan dengan swasta. Bagi TNI Pemohon Banding merupakan perusahaan yang jelas, karyawannya punya identitas yang jelas, pasti tidak ada masalah. Bagi GAM karyawan punya identitas yang jelas, terutama karyawan lapangan adalah penduduk lokal sehingga tidak ada masalah.6. bahwa dari data contoh kebun (PT Tualang Sawit) yang diajukan Pemohon Banding dalam suratnya tanpa nomor, tanggal dan tanda tangan, yang disampaikan dalam sidang tanggal 02 September 2009, dapat dilihat bahwa jumlah produksi TBS tahun 2005 merupakan produksi TBS yang paling tinggi dibanding tahun 2004, 2006, 2007 dan 2008. Data tersebut menjadi salah satu bukti bahwa keterangan penjelasannya Pemohon Banding tidak benar dan sangat bertentangan, dimana dalam setiap keterangan/penjelasannya Pemohon Banding selalu menyatakan bahwa tahun 2005 tidak aman sehingga produksinya rendah dan tidak bisa dibandingkan dengan tahun 2006, 2007, atau 2008.

bahwa mengenai tingkat produktivitas PT Tualang Sawit tahun 2005 yang hanya 7,76 ton/ha/tahun, disebabkan bukan oleh karena faktor keamanan, tetapi disebabkan antara lain oleh kontur tanah yang berbukit terjal dan jurang, populasi tanaman yang rendah, keragaman tanaman yang heterogen dan tingginya tanaman sisipan, tanaman yang terlalu rapat, areal yang didominasi gulma lalang dan anak kayu, areal rendahan dan tergenang air, kerusakan tanaman akibat serangan gajah. Dan hal-hal tersebut tidak terlihat pada kebun Pemohon Banding unit Blang Simpo.

7. bahwa berita keamanan di Aceh memang jauh dari kenyataan (dibesar-besarkan) dan banyak perusahaan yang memanfaatkan issue konflik untuk menyembunyikan kondisi yang sebenarnya, modusnya antara lain :

bahwa kalau lokasi ada di Aceh, kantor pusat (pembukuan) nya dialamatkan diluar Aceh. Dan sebaliknya kalau lokasi diluar Aceh, kantor pusat (pembukuan) nya seolah-olah di Aceh. Sehingga diharapkan dengan issue keamanan tidak pernah dilakukan peninjauan / Pemeriksaan lapangan secara lengkap. Seperti yang terjadi pada tanggal 9 Januari 2007, sebelum kelokasi kebun Pemohon Banding Pemeriksa Pajak berkordinasi dengan Kepala KPP Lhoksuemawe (Bp. Ajun Bakri). Pada saat Pemeriksa Pajak sedang melakukan kordinasi (diskusi) dengan Kepala KPP Lhoksuemawe ada telepon masuk ke HP Kepala KPP Lhoksuemawe dari Iswanto (staf. Pemohon Banding. Bagian Pajak). Dalam telepon Iswanto sangat menyesalkan kenapa Pemeriksaan dilimpahkan ke Karikpa Banda Aceh, yang seharusnya bisa diselesaikan di KPP Lhoksuemawe. Pembicaraan tersebut terjadi didepan Pemeriksa Pajak. (Untuk membuktikan kebenaran bahwa telah terjadi pembicaraan tersebut dipersilahkan Majelis Hakim melakukan pengujian / konfirmasi/pembuktian dalam bentuk apapun yang dapat meyakinkan Majelis).

bahwa karena Pemohon Banding. sangat menyadari kalau Pemeriksaan dilakukan Karikpa pasti Pemeriksa Pajak datang ke lokasi sehingga mengetahui kondisi (kenyataan) dilapangan tetapi kalau Pemeriksaan dilakukan KPP tidak kelapangan sehingga hampir pasti Pemeriksaannya hanya meneliti dokumen yang diberikan wajib pajak. Untuk itu Terbanding sangat keberatan kalau untuk alasan konsistensi hasil Pemeriksaan tahun 2005 disamakan/mengacu pada produk hukum tahun-tahun sebelumnya yang Pemeriksaannya dilakukan KPP, seharusnya produk hukum tahun sebelumnya yang disesuaikan dengan tahun 2005 atau demi kebenaran perlu dibandingkan kekuatan prosedur Pemeriksaan yang dilakukan.

8. bahwa dalam sidang terdahulu Terbanding pernah menyampaikan bahwa saat wawancara tanggal 10 Januari 2007 dengan manager kebun terungkap kalau dalam proses auditnya akuntan publik tidak pernah datang melihat langsung kondisi lokasi kebun, pendapatnya hanya berdasarkan informasi Pemohon Banding. atau dari umum sehingga tidak akurat. Dan oleh Pemohon Banding, terbanding diminta membuktikan wawancara tersebut. Oleh Bapak Hakim ditengahi/diingatkan bahwa akuntan publik hanya bertanggung jawab pada pendapatnya, kebenaran laporan tetap tanggung jawab perusahaan.

bahwa sebenarnya Terbanding hanya ingin mengemukakan bahwa yang disampaikan akuntan publik belum tentu benar dan perlu dikaji dulu apalagi untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan. Berikut ini adalah bukti ketidak benaran yang disampaikan akuntan publik dimana dalam salah satu penjelasannya yang dikutip Pemohon Banding dalam suratnya tanpa nomor, tanggal dan tanda tangan yang diajukan dalam sidang tanggal 02 September 2009, yaitu : "Perusahaan dan anak perusahaan masih dapat melanjutkan usaha mereka pada tingkat produksi tertentu karena perkebunan dan pabrik minyak kelapa sawit berada didaerah terpencil". Itu tidak benar, yang benar lokasinya berada dipinggir jalan raya Medan-Banda Aceh yang ramai, terdapat fasilitas umum salah satunya sekolah negeri. Dan ini menjadi salah satu bukti bahwa akuntan publik dalam proses auditnya tidak datang kelokasi,

9. bahwa Pemohon Banding sering membuat pernyataan yang tidak benar bahkan membuat pernyataan yang seolah-olah Terbanding melakukan kesalahan (tidak memenuhi ketentuan) formal, seperti yang disampaikan dalam surat keberatannya Nomor : 009/PPP-HO/TAX-SFF/IV/07 tanggal 16 April 2007 bahwa proses pembahasan akhir melalui tim pembahas yang Terbanding ajukan tidak pernah dilakukan dan penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan tidak pemah ada. Itu tidak benar, yang benar adalah pada panggilan I closing conference Pemohon Banding. hadir (lswanto dan Maikel), tetapi menyatakan tidak siap melakukan pembahasan dan tidak mau menanandatangani BAP, meskipun sudah dijelaskan akan diberikan waktu berapapun sampai puas. Ternyata di TU Karikpa, Pemohon Banding. (lswanto dan Maikel) memasukan surat pembentukan tim pembahas. Oleh Kepala Karikpa Tim pembahas dibentuk dan berdasarkan risalah pembahasan dari tim pembahas tersebut dilakukan pemanggilan kepada Pemohon Banding. untuk melakukan pembahasan dan penandatanganan BAP, tetapi Pemohon Banding. tidak pernah hadir maka Pemeriksaan ditutup dengan Berita Acara Ketidakhadiran Pemohon Banding.

10. bahwa berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut diatas, Terbanding mengharapkan/ memohon Majelis Hakim dapat memberikan keputusan yang seadiladilnya, terutama sesuai dengan azas kebenaran material karena bukti fisik sudah jelas yang dapat dibuktikan kapan saja, dengan keputusan tetap mempertahankan koreksi atas Penjualan TBS.

bahwa atas Surat Terbanding tanpa nomor dan tanggal tersebut di atas, Pemohon Banding memberikan tanggapan dengan surat Nomor021/TAX-PPP/X/2009 tanggal 21 Oktober 2009 yang pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut :

1. Dasar/alasan Pemeriksa menggunakan benchmark dalam melakukan koreksi Peredaran Usaha

Menurut Terbanding

bahwa dasar untuk tetap mengunakan benchmark (khususnya untuk Kebun Blang Simpo) adalah pembukuan Pemohon Banding tidak mencerminkan kenyataan di lapangan dimana:

bahwa Kebun Tamiang dengan luas tanaman menghasilan (TM) 1.456 ha produksinya 32.152.180 kg.

bahwa Kebun Blang Simpo dengan luas tanaman menghasilkan (TM) 5.366 ha produksinya 31.131.810 kg.

Tanggapan Pemohon Banding

bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas penggunaan benchmark oleh Pemeriksa dalam melakukan koreksi peredaran usaha dengan alasan sebagai berikut :

bahwa benchmark yang digunakan Pemeriksa adalah informasi pada buku saku kelapa sawit berupa jumlah produksi TBS sesuai umur tanaman menurut baku potensi produksi kelapa sawit berdasarkan lahan S3 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kepala Sawit. Pemohon Banding berpendapat bahwa penggunaan benchmark berdasarkan informasi yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian kelapa Sawit tersebut tidak memiliki dasar hukum berupa ketentuan perundang-undangan perpajakan dan ketentuan pelaksanaannya;

bahwa Terbanding menyatakan bahwa dasar menggunakan benchmark adalah karena pembukuan Pemohon Banding tidak mencerminkan kenyataan dilapangan dimana produksi kebun Blang Simpo dengan luas tanah dari tanaman yang menghasilkan lebih besar namun memiliki jumlah produksi yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah produksi Tamiang dengan luas tanah yang lebih kecil. Pernyataan tersebut tidak didasarkan atas temuan yang kuat.

bahwa berdasarkan ketentuan pajak yang berlaku, penggunaan benchmark untuk melakukan koreksi dilakukan apabila Wajib Pajak tidak mempunyai buku, catatan, atau dokumen apapun mengenai pos yang diperiksa sehingga sulit untuk menentukan jumlah yang sebenarnya. Dalam kenyataannya, Pemohon Banding mempunyai catatan dan dokumen yang jelas mengenai jumlah produksi yang mencerminkan keadaan yang sesungguhnya di lapangan. Sehingga tidak ada alasan untuk menggunakan benchmark sebagai pedoman perhitungan.

2. Dasar Koreksi atas Peredaran Usaha Menurut Terbanding

bahwa pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak didasarkan pada kenyataan dilapangan yang ada yaitu bukti fisik kebun yang dari kebun tersebut tergambar kapasitas produksinya. Dalam hal terjadi perbedaan antara bukti tertulis (laporan Pemohon Banding) dengan bukti fisik kebun maka yang lebih kuat adalah bukti fisik. Karena bukti tertulisnya bisa saja dibuat tidak sebenarnya atau bahkan tidak dibuat sama sekali, sedang bukti fisik dapat dibuktikan kapan saja.

Tanggapan Pemohon Banding

bahwa Pemohon Banding tidak sependapat dengan pernyataan Terbanding diatas karena bukti fisik yang dimaksud oleh Terbanding bukanlah bukti jumlah aktual produksi TBS di kebun Blang Simpo melainkan merupakan gambaran kapasitas produksi TBS di kebun tersebut. Memang secara nyata Kebun Blang Simpo yang memiliki luas tanah yang lebih luas daripada Kebun Aceh Tamiang memiliki potensi produksi TBS yang lebih besar namun masih ada faktor-faktor lain yang dapat menganggu jalannya produksi terlepas dari bagaimana bagusnya kondisi tanah dan tanaman menghasilkan seperti perawatan dan kondisi keamanan yang terjamin.

3 Kondisi Keamanan di Kebun Blang Simpo

Menurut Terbanding

bahwa terungkap dalam sidang terdahulu bahwa atas pertanyaan Ibu Hakim kepada Pemohon Banding: dibutuhkan berapa lama untuk merecovery kebun, yang oleh Pemohon Banding dijawab untuk merecovery kebun dibutuhkan waktu 4 (empat) tahunan. Hal tersebut sesuai/sejalan dengan pendapat Pemeriksa Pajak bahwa kondisi kebun tahun 2005 tidak jauh berbeda dengan pada saat Pemeriksaan lapangan dilakukan yaitu pada tanggal 10 Januari 2007.

bahwa pernyataan Pemohon Banding bahwa keamanan di kebun tidak aman adalah tidak benar dan bertentangan dengan Surat Keterangan Kepolisian Aceh Timur yang diajukan Pemohon Banding sendiri, dimana dari Surat Keterangan Kepolisian Aceh Timur tersebut dapat disimpulkan bahwa tahun 2005 aman. Dan pada saat Pemeriksaan lapangan dilakukan pada tanggal 10 Januari 2007 keadaaannya memang aman.

bahwa seandainya issue konflik yang digunakan, sesuai Surat Keterangan Kepolisian Aceh Tamiang bahwa yang konflik antara Pemerintah RI/TNI dengan GAM, bukan dengan swasta. Bagi TNI Pemohon Banding merupakan perusahaan yang jelas, karyawannya punya identitas yang jelas, pasti tidak ada masalah. Bagi GAM karyawan punya identitas yang jelas, terutama karyawan lapangan adalah penduduk lokal sehingga tidak ada masalah.

Tanggapan Pemohon Banding

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding di atas dengan alasan berikut :

1. bahwa memang benar waktu yang dibutuhkan untuk merecover kebun kelapa sawit adalah selama 4 tahun, hal ini membuktikan bahwa tidak semua Tanaman Menghasilkan yang berada di Blang Simpo berproduksi pada waktu tahun 2005 maupun di tahun 2007 pada waktu Pemeriksaan berlangsung. Tanaman Menghasilkan dari tahun yang berbeda tentunya akan menghasilkan jumlah TBS yang berbeda tergantung dan kontur tanah dan kondisi tanaman tersebut jadi seharusnya Terbanding tidak menyamakan kondisi tanaman tersebut dan memakai benchmark untuk menentukan potensi produksi tanaman dari seluruh jumlah Tanaman Menghasilkan di kebun.

2. bahwa seperti yang telah Pemohon Banding jelaskan sebelumnya, kondisi keamanan di kebun Blang Simpo yang berlokasi di Kabupaten Aceh Timur relatif lebih tidak aman daripada Aceh Tamiang karena kawasan tersebut termasuk basis GAM. Bahkan setelah diadakannya Darurat Militer masih terjadi insiden-insiden kekerasan baik yang dilakukan oleh TNI maupun pihak GAM. Hal ini menimbulkan dampak terganggunya operasional Kebun Blang Simpo dikarenakan karyawan secara psikologis sangat ketakutan dan tertekan sehingga mereka bahkan tidak dapat keluar rumah dan melakukan pekerjaannya. Sebagai konsekuensinya, produksi TBS pada tahun bersangkutan tidak dapat dilakukan secara maksimal.

3. bahwa pernyataan Pemohon Banding mengenai kondisi keamanan di kebun Blang Simpo adalah benar dan tidak bertentangan dengan Surat Keterangan Kepolisian Aceh Timur seperti yang disanggah Terbanding. Surat Keterangan yang diterbitkan oleh Kepolisian Resort Langsa secara jelas menyebutkan bahwa : "pada fase Darurat Militer tahun 2000-2001 situasi dan kondisi keamanan masih dalam konflik karena keamanannya tidak terkendali secara strategis hanya lingkungan Kantor Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Sawit yang masih dapat diamankan. Pada fase setelah Darurat Militer situasi dan kondisi keamanan pada tanggal 15 Agustus 2006 setelah adanya Kesepakatan Damai RI-GAM di Helsinky secara umum aman namun ancaman gangguan keamanan masih ada dan langkah-langkah yang diambil oleh Polres Langsa untuk menjaga keamanan tersebut telah diperbantukan Personil Polri yang berseragam dan profesional."

bahwa dari pernyataan tersebut diatas, Kepolisian RI telah menyatakan secara jelas dan benar kondisi umum dari perkebunan baik sebelum maupun setelah Darurat Militer masih ada ancaman-ancaman gangguan keamanan terhadap masyarakat sekitar pada umumnya dan karyawan perusahaan pada khususnya. Pemohon Banding telah melampirkan pula contoh artikelartikel yang memuat insiden-insiden kekerasan yang terjadi di Aceh pada surat tanggapan Pemohon Banding sebelumnya sebagai bahan pertimbangan. Memang konflik yang terjadi di Aceh adalah antara Pemerintah RI/Polri dengan pihak GAM, namun perlu diingat yang menjadi korban dari perseteruan ini jugs masyarakat Aceh pada umumnya yang dapat dilihat dan artikel-artikel tersebut bahwa masyarakat Aceh pun terkena dampak kekerasan yang dilakukan oleh kedua belah pihak.

4 Data Perbandingan Jumlah Produksi TBS dengan Perusahaan Lain yang Berlokasi di Aceh

Menurut Terbanding

bahwa dari data contoh kebun (PT Tualang Sawit) yang diajukan Pemohon Banding dalam suratnya yang terakhir (tanpa nomor, tanggal dan tanda tangan), yang disampaikan dalam sidang tanggal 02 September 2009, dapat dilihat bahwa jumlah produksi TBS tahun 2005 merupakan produksi TBS yang paling tinggi dibanding tahun 2004, 2006, 2007, dan 2008. Data tersebut menjadi salah satu bukti bahwa keterangan / penjelasannya Pemohon Banding tidak benar dan sangat bertentangan, dimana dalam setiap keterangan/penjelasannya Pemohon Banding selalu menyatakan bahwa tahun 2005 tidak aman sehingga produksinya rendah dan tidak bisa dibandingkan dengan tahun 2006, 2007, atau 2008.

bahwa mengenai tingkat produktivitas PT Tualang Sawit tahun 2005 yang hanya 7,76 ton/ha/tahun, disebabkan bukan oleh karena faktor keamanan, tetapi disebabkan antara lain oleh kontur tanah yang berbukit terjal dan jurang, populasi Tanaman yang rendah, keragaman tanaman yang heterogen dan tingginya tanaman sisipan, tanaman yang terlalu rapat, areal yang didominasi gulma lalang dan anak kayu, areal rendahan dan tergenang air, kerusakan tanaman akibat serangan gajah. Dan hal-hal tersebut tidak terlihat pada kebun Pemohon Banding unit Blang Simpo.

Tanggapan Pemohon Banding

bahwa Pemohon Banding telah memberikan contoh salah satu perkebunan kelapa sawit di Aceh Timur yang memiliki tingkat produktivitas yang sama dengan perusahaan kami. Hal ini sebagai gambaran kepada Terbanding bahwa kondisi perkebunan di wilayah Aceh Timur memang tidak kondusif baik dilihat dan segi kondisi tanah, tanaman maupun keamanan.

bahwa Untuk dapat menganalisa secara lebih dalam mengenai kondisi tanah suatu perkebunan diperlukan seorang yang ahli dan kompeten bisa menilai kondisi tanah dan produktivitas dari suatu perkebunan. Oleh karena itu, Pemohon Banding tidak setuju terhadap pendapat Terbanding di atas.

5 Proses Pemeriksaan Pajak dan Audit Laporan Keuangan Menurut Terbanding

bahwa dalam sidang terdahulu Terbanding pernah menyampaikan bahwa saat wawancara tanggal 10 Januari 2007 dengan manager kebun terungkap kalau dalam proses auditnya akuntan publik tidak pemah datang melihat langsung kondisi lokasi kebun, pendapatnya hanya berdasarkan informasi wp atau dari umum sehingga tidak akurat. Dan oleh Pemohon Banding Terbanding diminta membuktikan wawancara tersebut. Oleh Bapak Hakim ditengahi/diingatkan bahwa akuntan publik hanya bertanggung jawab pada pendapatnya, kebenaran laporan tetap tanggung jawab perusahaan.

bahwa sebenarnya Terbanding hanya ingin mengemukan bahwa yang disampaikan akuntan publik belum tentu benar dan perlu dikaji dulu apalagi untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan. Berikut ini adalah bukti ketidakbenaran yang disampaikan akuntan publik dimana dalam salah satu penjelasannya yang dikutip Pemohon Banding dalam suratnya tanpa nomor, tanggal dan tanda tangan yang diajukan dalam sidang tanggal 02 September 2009, yaitu: "Perusahaan dan anak perusahaan masih dapat melanjutkan usaha mereka pada tingkat produksi tertentu karena perkebunan dan pabrik minyak kelapa sawit berada didaerah terpencil". Itu tidak benar, yang benar lokasinya berada dipinggir jalan raya Medan-Banda Aceh yang ramai, terdapat fasilitas umum salah satunya sekolah negeri. Dan ini menjadi salah satu bukti bahwa akuntan publik dalam proses auditnya tidak datang kelokasi,

Tanggapan Pemohon Banding

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding diatas dengan alasan berikut:

1. bahwa Terbanding menyatakan bahwa saat wawancara tanggal 10 Januari 2007 dengan manager kebun terungkap kalau dalam proses auditnya akuntan publik tidak pernah datang melihat langsung kondisi lokasi kebun, pendapatnya hanya berdasarkan informasi wp atau dari umum sehingga tidak akurat, namun pada saat diminta bukti hasil wawancaranya Terbanding menyatakan bahwa tidak pernah dibuatkan Berita Acara atas hasil wawancara tersebut. Terbanding menggunakan alasan tidak datangnya Akuntan publik ke lokasi sebagai salah satu dasar ketidakbenaran laporan keuangan perusahaan Pemohon Banding namun tidak dapat memperlihatkan bukti tertulis hasil wawancara tersebut dilakukan dengan siapa. Hal ini tidaklah sejalan dengan proses Pemeriksaan apapun dimana untuk mengambil kesimpulan perlu didukung oleh alasan dan bukti yang kuat.

2. bahwa Terbanding mengemukan bahwa yang disampaikan akuntan publik belum tentu benar dan perlu dikaji dulu apalagi untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan, lalu apakah dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Laporan Audit tersebut adalah tidak benar dan tidak dapat dipakai sebagai acuan yang benar mengenai kondisi keuangan perusahaan Pemohon Banding sebenarnya. Laporan Audit dibuat dengan tujuan untuk memeriksa kewajaran laporan keuangan perusahaan yang tentunya menggambarkan kondisi aktual perusahaan yang diaudit oleh Auditor Independen. Lalu apakah dengan asumsi Terbanding bahwa Akuntan Publik tidak melihat kondisi sebenarnya di lapangan, dapat langsung menganggap Laporan Audit tersebut adalah tidak benar. Perlu Pemohon Banding informasikan bahwa tidak benar bahwa Akuntan Publik tidak datang ke lokasi karena data-data produksi semuanya berada di perkebunan sehingga Akuntan Publik perlu ke lapangan untuk melakukan audit.

3. bahwa Pemohon Banding ingin membantah pernyataan Terbanding yang mengemukakan bahwa lokasi perkebunan Pemohon Banding adalah berada di daerah ramai dan bukan terpencil. Pemohon Banding telah menginformasikan sebelumnya bahwa perkebunan Pemohon Banding terletak di daerah terpencil yang didukung dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-01/WPJ.25/2007 tanggal 7 Februari 2007 tentang Penetapan sebagai Daerah Terpencil.

Kesimpulan

bahwa berdasarkan hal-hal yang diungkapkan tersebut diatas, jelas bahwa alasan dan tanggapan Terbanding tidak berdasar dan penggunaan Buku Saku Statistik Kelapa Sawit sebagai dasar koreksi atas peredaran usaha tidak memiliki dasar hukum.

bahwa oleh karena itu, Pemohon Banding memohon Majelis Hakim untuk mempertimbangkan dan membatalkan koreksi Terbanding atas peredaran usaha sebesar Rp 54,228,156,300 yang dilakukan berdasarkan pengujian berdasarkan buku saku statistik kelapa sawit tersebut.

bahwa atas Surat Tanggapan Pemohon Banding di atas, Terbanding membuat Surat tanggapan No. S-9019/PJ.073/2009 tanggal 29 Oktober 2009 yang pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut :

1. bahwa Pemohon Banding menyatakan bahwa pernyataan Terbanding yang menyatakan bahwa pembukuan Pemohon Banding tidak mencerminkan kenyataan dilapangan dimana produksi kebun Blang Simpo dengan luas tanah yang lebih besar namun memiliki jumlah produksi yang lebih kecil dari pada kebun di Tamiang yang memiliki luas tanah yang lebih kecil, tidak didasarkan atas temuan yang kuat.

bahwa Terbanding berpendapat bahwa temuan Terbanding tersebut didasarkan pada temuan yang sangat kuat, yaitu berdasarkan data dari pembukuan PB sendiri yakni kebun Tamiang dengan luas tanah 1.408 Ha dengan jumlah produksi 32.152.180 kg, sedang kebun Blang Simpo dengan luas tanah 5.073 Ha jumlah produksinya hanya 31.131.810 kg. Dilihat dari struktur umur tanaman (data pembukuan PB), kebun di Blang Simpo juga lebih produktif dibandingkan dengan kebun di Tamiang. Dengan demikian produksi TBS di Blang Simpo yang lebih kecil dibandingkan dengan produksi kebun Tamiang adalah sangat tidak wajar.

bahwa di samping itu menurut pengamatan Terbanding langsung dilapangan, letak kedua kebun tersebut tidak berjauhan dengan kondisi kontur tanah yang juga tidak jauh berbeda sehingga seharusnya produksi Tandan Buah Segar per hektar-nya atas kedua kebun tersebut tidak akan jauh berbeda.

bahwa berdasarkan hal tersebut dengan melihat fakta kondisi kebun dan laporan pada pembukuan Pemohon Banding yang jauh berbeda, maka Pemeriksa menghitung produksi Tandan Buah Segar Pemohon Banding dengan menggunakan benchmark buku saku statistik dengan memasukkan kebun Pemohon Banding kedalam golongan S3 (bukit terjal). Seharusnya bila produksi kebun di Blang simpo dilaporkan normal/wajar/proporsional sesuai kondisi fisik kebun yang sebenarnya, tidak ada alasan bagi Terbanding untuk menghitung produksi Tandan Buah Segar Pemohon Banding dengan menggunakan benchmark Buku Saku Statistik atau acuan apapun lainnya. Namun demikian bila Majelis mempunyai pendapat lain dengan memakai benchmark dari kebun Pemohon Banding sendiri yang ada di Tamiang, Terbanding dapat menyetujuinya.

2. bahwa Pemohon Banding menyatakan bahwa walaupun kondisi kebun di Blang Simpo memiliki tanah yang lebih luas dibandingkan dengan kebun Tamiang, belum tentu memiliki produksi Tandan Buah Segar yang lebih besar karena ada faktor-faktor lain yang mempengaruhinya seperti faktor keamanan.

bahwa menurut Terbanding alasan tersebut tidak relevan dikemukakan oleh Pemohon Banding karena faktor keamanan tersebut terjadi hampir di semua wilayah Aceh, termasuk di Tamiang.

3. Pemohon Banding menyatakan bahwa tidak semua tanaman menghasilkan yang berada di Blang Simpo berproduksi pada tahun 2005.

bahwa menurut Terbanding pernyataan tersebut bertentangan dengan kondisi yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Pemohon Banding. Berdasarkan laporan pembukuan Pemohon Banding diketahui bahwa sebagian besar tanaman di Blang Simpo pada tahun 2005 berada dalam usia produktif.

bahwa Pemohon Banding menyatakan bahwa kondisi keamanan di kebun Blang Simpo yang berlokasi di Kabupaten Aceh Timur relative tidak lebih aman daripada Aceh Tamiang karena kawasan tersebut termasuk basis GAM (Gerakan Aceh Merdeka)

bahwa menurut Terbanding, Pemohon Banding telah salah mengutip dan menafsirkan Surat Keterangan yang dikeluarkan Kepolisian baik yang dikeluarkan oleh Kepolisian Aceh Timur maupun Kepolisian Aceh Tamiang. Terbanding sudah menjelaskan kondisi keamanan Aceh dalam surat terbanding tanggal 6 Oktober 2009 yang telah sesuai dengan kedua Surat Keterangan Kepolisian tersebut dan sesuai dengan kondisi dilapangan.

4. bahwa Pemohon Banding menyatakan tidak setuju dengan pendapat Terbanding yang menyatakan bahwa produktifitas kebun pembanding yang disampaikan Pemohon Banding (PT.Tualang Sawit) yang rendah bukan disebabkan oleh faktor keamanan, namun oleh faktor lain seperti kontur tanah, populasi tanaman yang rendah, keragaman tanaman, tingginya tanaman sisipan, gulma dll.

bahwa menurut Pemohon Banding seharusnya diperlukan seorang yang ahli dan kompeten untuk bisa menilai kondisi tanah dan produktivitas suatu perkebunan.Terbanding sependapat dengan pendapat Pemohon Banding, bahwa yang Terbanding kemukakan tentang penyebab rendahnya produksi kebun PT Tualang Sawit yang disebabkan oleh faktor-faktor, kontur tanah, populasi tanaman yang rendah, keragaman tanaman, tingginya tanaman sisipan, gulma adalah didasarkan pendapat PTPN I selaku pemilik unit usaha dari kebun Tualang Sawit.

5. bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Terbanding berkesimpulan bahwa penghitungan peredaran usaha yang dilakukan Terbanding sudah benar dan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku .

bahwa berdasarkan Pemeriksaan Majelis atas data yang ada dalam berkas banding serta penjelasan kedua belah pihak dalam persidangan diketahui bahwa Benchmark yang digunakan oleh Terbanding dalam menentukan jumlah Peredaran Usaha Pemohon Banding adalah Buku Saku Statistik Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dimana jumlah produksi TBS dihitung sesuai dengan umum tanaman pada lahan S3 yaitu lahan terburuk yang ditetapkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS);bahwa berdasarkan Pemeriksaan Majelis atas Buku Saku Statistik Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) diketahui bahwa data produksi TBS yang terdapat pada Buku Saku Statistik Kelapa Sawit merupakan data ideal /pontensi yang dapat dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit yang berlaku untuk semua daerah ; bahwa menurut Majelis karena data Buku Saku Statistik Kelapa Sawit merupakan data ideal yang dapat dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit ditetapkan sama untuk semua daerah maka akan terjadi bias apabila diterapkan untuk perkebunan yang memiliki faktor-faktor ekternal dan internal yang ekstrim seperti faktor alam, faktor lahan, faktor keamanan daerah dan lain-lain;bahwa selanjutnya berdasarkan Surat Keterangan dari Kepolisian Resort Aceh Tamiang tanggal 27 Juli 2009 perihal Situasi Kemananan Tahun 2005 kabupaten Aceh Tamiang sebagaimana yang diminta oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Langsa dinayatakan bahwa Situasi Kamtibmas diwilayah kabupaten Aceh Tamiang sebelum perjanjian MoU di Helsinky masih terjadi konflik antara GAM dan Pemerintah RI dan setelah ditanda tangani Perjanjian MoU di Helsinky ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 situasi Kamtibmas di Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang dalam keadaan aman;bahwa namun berdasarkan penjelasan Pemohon Banding dalam sidang serta kliping koran/majalah serta runtutan kejadian pasca perundingan Helsinki yang disampaikan Pemohon Banding dalam sidang diketahui bahwa walaupun dalam suratnya pihak kemanan telah menyatakan setelah Perjanjian MoU di Helsinky ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 situasi Kamtibmas di Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang dalam keadaan aman namun pada kenyataannya masih terjadi insiden-insiden kekerasan yang membuat para karyawan tidak dapat melakukan pekerjaannya, sehingga produksi TBS tidak dapat dilakukan secara maksimal ;

bahwa selanjutnya berdasarkan Laporan Kuangan Konsolidasi beserta Laporan Auditor Independen Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2005 dan 2004 yang telah diaudit oleh Akuntan Ersnt & Young Prasetyo, Sarwoko & Sandjaja mengenai kondisi ekonomi dan Situasi Keamanan dinyatakan Kegiatan usaha perusahaan dan anak perusahaan telah terpengaruhi dan akan terus dipengaruhi oleh kondisi ekonomi Indonesia pada masa yang akan datang yang dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai tukar uang dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Sementara itu propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dimana perkebunan dan pabrik minyak kelapa sawit perusahaan dan anak perusahaan berada sebelumnya mengalami situasi keamanan yang tidak stabil. Pada bulan Agustus 2005 , kesepakata damai ditandatangani oleh semua pihak yang berkepentingan dengan bantuan dari AMM (Aceh Monitoring Mission) Nota kesepahaman mengikat semua pihak untuk membangun rasa saling percaya dan menetapkan prinsip yang disepakati bersama;Kemampuan perusahaan dan anak perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya tergantung pada pemulihan kondisi ekonomi yang berkelanjutan, seperti kebijakanfiskal dan moneter yang diambil pemerintah dan lainnya, termasuk pemulihan stabilitas keamanan dan sosial di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pasca penandatanganan MoU, suatu tindakan yang berada di luar kendali Perusahaan dan anak Perusahaan, serta dukungan keuangan dari pemegang saham akhir. Laporan Keuangan konsolidasi terlampir tidak mencakup penyesuaian yang berasal dari ketidakpastian

bahwa selain itu berdasarkan Rekomendasi Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit Kebun Tualang Sawit yang dilakukan oleh PTPN I dinyatakan bahwa Rendahnya produksi TBS disebabkan antara lain :

- kondisi areal yang sebagian besar topografi berat (berbukit, terjal dan jurang)

- populasi tanaman yang rendah,

- keragaman tanaman yang heterogen dan tertekan,

- tingginya tanaman sisipan,

- gulma;

bahwa berdasarkan Manager Report Bulan Desember Tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 diketahui bahwa perbandingan produksi TBS Tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 untuk kebun Balang Simpo dan Tamiang adalah sebagai berikut :

Keterangan

Unit Blang Simpo

2003

2004

2005

2006

Total Hektar (Ha)

5,073.00

5,073.00

5,073.00

5,073.00

Produksi TBS (Kg)

19,919,660

28,163,350

31,131,810

43,975,060

Ton/Ha

3.93

5.55

6.14

8.67

Keterangan

Unit Tamiang2003

2004

2005

2006

Total Hektar (Ha)

1,418.99

1,418.99

1,408.25

1,408.25

Produksi TBS (Kg)

26,855,324

21,728,550

32,152,180

29,246,332

Ton/Ha

18.93

15.31

22.83

20.77

bahwa berdasarkan tabel perbandingan produksi TBS diatas terlihat bahwa sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 jumlah produksi TBS per Hektar untuk unit Blang Simpo memang lebih rendah dari jumlah produksi per Hektar dari unit Tamiang. Hal menunjukkan bahwa kebun Blang Simpo selama ini memang tidak berproduksi secara maksimal;bahwa selanjutnya berdasarkan Pemeriksaan Majelis atas Manager Report Bulan Desember Tahun 2005 dan Pembukuan Pemohon Banding diketahui bahwa jumlah produksi TBS untuk tahun 2005 adalah sebagai berikut :

Keterangan

Kebun Blang Simpo

Kebun TamiangTotal Hektar (Ha)

5,073.00

1,408.25

Produksi TBS (Kg)

31,131,810

32,152,180

Ton/Ha

6.14

22.83

bahwa berdasarkan Pemeriksaan Majelis atas Laporan Pemeriksaan Pajak diketahui bahwa pada saat Pemeriksaan Pemohon Banding telah menyerahkan buku dan dokumen sebagai berikut :

1. Manager Report Unit Kebun Tamiang;

2. Monthly Report Unit Pabrik Tamiang3. Monthly Report Unit Pabrik Blang Simpo

4. Laporan Keuangan unit Blang Simpo

5. Fotocopy SPT Masa PPN

6. Fotocopy SPT PPh Badan

7. Fotocopy SPT Masa PPh Pasal 25

8. Fotocopy SPT Tahunan PPh Pasal 21

9. Fotocopy SPT Masa PPh Pasal 21

10. Fotocopy SPT PPh Pasasal 23/26;

11. Fotocopy SPT Masa PPh Final Pasal 4 (2)

12. Fotocopy Audit Report;

13. Fotocopy Rekening Koran

14. Fotocopy Daftar Aktiva tetap

15. Fotocopy SPPT PBB

16. Fotocopy Perjanjian Hutang Piutang;

17. Disket General Ledger

18. Fotocopy Kontrak Penjualan CPO dan IKS;

19. Fotocopy Invoice IKS

20. Fotocopy Invoice TBS

21. Fotocopy Perjanjian Manajemen PT Anugrah Sumber Makmur;

22. GeneralLedger Tamiang Estate;

23. Nota Timabang;

bahwa pada saat keberatan Pemohon Banding kembali menyerahkan data dan dokumen sebagai berikut :

a. Soft copy General Ledger Tamiang dan blang Simpo Tahun 2005

b. SPT PPh Badan Tahun 2006;

c. SPT PPh Badan Tahun 2005;

d. SPT PPh Badan Tahun 2004;

e. SPT PPN Tahun 2006;

f. SPT PPn Tahun 2005;

g. Daftar Aktiva Tetap dan Penyusutan Tahun 2005;

h. Audit Report Tahun 2004 dan 2005;

i. Perjanjian Hutang/Piutang wesel (9 set);

j. SK. Menkeu tentang Penetapan Kawasan Berikat (3 set);

k. Perjanjian Peminjaman;

l. Surat Keterangan dan Kepolisian (2 set);

m. Rekening Koran BCA Plaza Sental Jakarta Tahun 2005;

n. Rekening Koran Bank Mandiri Plaza Mandiri Jakarta Tahun 2005;

o. Rekening Koran Bank Mandiri Balaikota Medan Tahun 2005;

p. Rekening Koran Bank Mandiri Langsa-Tamiang Estate Tahun 2005;

q. Rekening Koran Bank Mandiri Langsa-Tamiang Factory Tahun 2005;

r. Rekening Koran Bank Mandiri Langsa-Blang Simpo Estate Tahun 2005;

s. Rekening Koran BCA Medan Tahun 2005;

t. SPT PPN Januari s/d Desember 2005;

u. Faktur Pajak Keluaran Tahun 2005;

v. Faktur Pajak Masukan Tahun 2005;

w. Nota Retur Tahun 2005; SPT Masa PPh Pasal 21,23/26 dan 4(2) Tahun 2005;

x. Bukti Pemotong PPh Pasal 21,23/26 dan 4(2) Tahun 2005;

y. SPT Tahunan 1721 Tahun Tahun 2005

bahwa menurut Majelis berdasarkan data-data yang diserahkan oleh Pemohon Banding tersebut di atas Terbanding seharusnya dapat menghitung jumlah Peredaran Usaha Pemohon Banding;

bahwa hukum pajak menganut asas riil artinya pajak dihitung atau dikenakan berdasarkan fakta/kejadian yang nyata, karena itu penerapan ketentuan perpajakan tidak boleh menggunakan penafsiran analogis karena dapat menyebabkan ketidakadilan dan melanggar kepastian hukum.

bahwa penggenaan data/buku statistik ataupun data Wajib Pajak lain untuk melakukan diagnosa ataupun untuk mendeteksi penyimpangan dalam rangka Pemeriksaan pajak boleh saja, tetapi adalah tidak benar apabila data statistik a quo dijadikan temuan atau koreksi terhadap Wajib Pajak.

bahwa berdasarkan hal tersebut Majelis berpendapat bahwa perhitungan jumlah Produksi TBS untuk kebun Blang Simpo yang dilakukan oleh Terbanding berdasarkan Buku Saku Statistik Kelapa Sawit tidak dapat dijadikan dasar dalam penentuan jumlah produksi TBS untuk tahun 2005 karena tidak mengambarkan jumlah produksi TBS Blang Simpo yang sebenarnya ;bahwa berdasarkan uraian di atas Majelis berpendapat bahwa koreksi Terbanding atas Rp.54.109.786.877,00 tidak mempunyai dasar dan alasan yang kuat sehingga tidak dapat dipertahankan;

B. Koreksi Harga Pokok Penjualan sebesar Rp.3.780.416.598,00terdiri dari :

B.1. Koreksi Harga Pokok Penjualan atas Biaya Penyusutan Rp 1.189.816.326,00

Menurut Terbanding

Uraian Banding Pemeriksa Pajak

bahwa koreksi Biaya Penyusutan disebabkan berdasarkan UU PPh Pasal 11 ayat (1), (2), dan (3) dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 138/KMK.03/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 tentang jenis-jenis harta yang termasuk didalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan. Didalam melakukan perhitungan ulang penyusutan terjadi selisih penyusutan yang disebabkan karena perbedaan penggolongan aktiva tetap. Perbedaan atas Penggolongan aktiva tetap dan perhitungannya telah disiapkan Pemeriksa untuk dilakukan Pembahasan dengan Pemohon Banding namun Pemohon Banding datang namun tidak siap untuk melakukan pembahasan;

Uraian Banding Peneliti

bahwa koreksi atas biaya penyusutan sebesar Rp 1.189.811.326,00 yang dilakukan Pemeriksa karena Pemohon Banding salah dalam penerapan penggolongan aktiva tetap berdasarkan ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Atas koreksi tersebut tidak dapat dibuktikan oleh Pemohon Banding dengan rincian perhitungan dan data pendukunnya, sehingga koreksi Pemeriksa tetap dipertahankan oleh peneliti;

Menurut Pemohon Banding

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Pemeriksa atas biaya penyusutan sebesar Rp. 1.189.811.326,00 dengan alasan sebagai berikut:

a. bahwa Pemeriksa tidak memberikan rincian koreksi atas biaya penyusutan sehingga Pemohon Banding tidak dapat memberikan tanggapan secara lengkap dan jelas atas koreksi yang dilakukan Pemeriksa. Pemohon Banding telah berusaha meminta penjelasan atas koreksi yang dilakukan Pemeriksa pada saat Pemeriksaaan. Menurut Pasal 7 huruf e Peraturan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK/04/2000 mengenai Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana diubah terakhir oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 123/PMK.03/2006, Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil Pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan. Namun sampai dengan surat ini dibuat, Pemohon Banding belum menerima rincian koreksi tersebut;

b. bahwa Pemohon Banding berpendapat bahwa perhitungan biaya Penyusutan dalam SPT PPh Badan tahun 2005 sudah benar sebagaimana diatur dalam UU PPh Pasal 11 ayat (1), (2), dan (3) dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 138/KMK.03/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Tentang Jenis-jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan;

bahwa atas Surat Uraian Banding Terbanding, Pemohon Banding memberikan bantahan sebagai berikut :

1) bahwa Pasal 31 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 ('UU KUP) menyatakan bahwa Tata cara Pemeriksaan diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan;

2) bahwa Pasal 14 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK03/2006 menyatakan sebagai berikut:

3) Laporan Pemeriksaan Pajak digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

4) Penghitungan besarnya pajak yang terutang menurut Laporan Pemeriksaan Pajak yang digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang berbeda dengan Surat Pemberitahuan, diberitahukan kepada Wajib Pajak;

5) bahwa sesuai dengan Pasal 31 UU KUP dan Pasal 14 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK04/2000 tersebut maka perhitungan besarnya biaya penyusutan yang berbeda dengan yang Pemohon Banding laporkan dalam SPT tahunan PPh badan Pemohon Banding, seharusnya diberitahukan kepada Pemohon Banding pada saat Pemeriksaan maupun saat keberatan;

6) bahwa sampai dengan surat bantahan ini, Pemohon Banding belum pernah mendapatkan dasar perhitungan penyusutan menurut Terbanding. Agar koreksi tersebut dapat Pemohon Banding tindak lanjuti maka sudah seharusnya koreksi biaya penyusutan diperinci dan diinformasikan kepada Pemohon Banding untuk aktiva-aktiva mana koreksi tersebut dilakukan;

Pendapat Majelis :

bahwa berdasarkan Pemeriksaan Majelis atas data yang ada dalam berkas banding berupa Laporan Pemeriksaan Pajak diperoleh petunjuk bahwa Terbanding melakukan Koreksi Harga Pokok Penjualan atas Biaya Penyusutan Rp 1.189.816.326,00 dengan perhitungan sebagai berikut :

- Biaya Penyusutan menurut SPT Rp. 3.981.679.607,00- Biaya Penyusutan menurut Terbanding Rp. 2.791.868.281,00 Koreksi Positip Rp. 1.189.811.326,00

bahwa menurut Terbanding koreksi Harga Pokok Penjualan atas Biaya Penyusutan tersebut dilakukan sesuai dengan UU PPh Pasal 11 ayat (1), (2), dan (3) dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 tentang jenis-jenis harta yang termasuk didalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan.

bahwa menurut Terbanding didalam melakukan perhitungan ulang penyusutan terjadi selisih penyusutan yang disebabkan karena perbedaan penggolongan aktiva tetap. Perbedaan atas Penggolongan aktiva tetap dan perhitungannya telah disiapkan Pemeriksa untuk dilakukan Pembahasan dengan Pemohon Banding namun Pemohon Banding tidak siap untuk melakukan pembahasan;

bahwa menurut Pemohon Banding, Terbanding tidak memberikan rincian koreksi atas Biaya Lainnya sehingga Pemohon Banding tidak dapat memberikan tanggapan secara detail atas koreksi yang dilakukan Pemeriksa.

bahwa dalam sidang Terbanding menyerahkan kepada Majelis Kertas Kerja Pemeriksaan terkait Koreksi Harga Pokok Penjualan atas Biaya Penyusutan Rp1.189.816.326,00 tersebut di atas;

bahwa dalam sidang Majelis meminta kepada Pemohon Banding untuk mempelajari Kertas Kerja Pemeriksaan terkait dengan rincian Koreksi Harga Pokok Penjualan atas Biaya Penyusutan Rp 1.189.816.326,00

bahwa menurut Pemohon Banding Pemeriksa telah salah dalam melakukan perhitungan koreksi Harga Pokok Penjualan atas Biaya Penyusutan dimana Pemeriksa mengambil data nilai penyusutan komersial Pemohon Banding dibandingkan dengan dengan nilai penyusutan fiskal menurut Terbanding sehingga diperoleh nilai koreksi sebagai berikut :- Biaya Penyusutan menurut SPT komersialRp. 3.981.679.607,00

- Biaya Penyusutan menurut Terbanding fiskal Rp. 2.791.868.281,00 Koreksi Positip Rp. 1.189.811.326,00

bahwa seharusnya Terbanding dalam melakukan perhitungan koreksi Harga Pokok Penjualan atas Biaya Penyusutan mengambil data nilai penyusutan fiskal Pemohon Banding dibandingkan dengan nilai penyusutan fiskal menurut Terbanding sehingga diperoleh nilai koreksi sebagai berikut :

- Biaya Penyusutan menurut SPT fiskal Rp. 4.495.042.810,00

- Biaya Penyusutan menurut Terbanding fiskal Rp. 2.791.868.281,00 Koreksi Positip Rp. 1.703.174.529,00

bahwa selanjutnya Pemohon Banding menyerahkan kepada Majelis Audit Report dan General Ledger ;

bahwa berdasarkan Pemeriksaan Majelis atas Audit Report dan General Ledger diperoleh petunjuk bahwa Terbanding telah salah dalam melakukan perhitungan koreksi Harga Pokok Penjualan atas Biaya Penyusutan dimana seharusnya Pemeriksa mengambil nilai penyusutan fiskal Pemohon Banding dibandingkan dengan nilai penyusutan fiskal menurut Terbanding namun dalam hal ini justru Terbanding mengambil data nilai penyusutan komersial Pemohon Banding dibandingkan dengan dengan nilai penyusutan fiskal ;bahwa berdasarkan hal tersebut seharusnya nilai koreksi Harga Pokok Penjualan atas Biaya Penyusutan adalah sebagai berikut :

- Biaya Penyus