29006802 paper analisa hubung singkat pada penyulang paralel di pembangki

15
PT. Jalamas Berkatama Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 1 ANALISA HUBUNG SINGKAT PADA PENYULANG PARALEL DI PEMBANGKIT 1. PENDAHULUAN Dalam makalah ini akan dibahas mengenai cara perhitungan arus pada masing-masing cabang antara bus-bus dan tegangan tiap bus dari suatu sistem tenaga listrik dimana beberapa pembangkit diparalel satu dengan lainnya mempergunakan saluran transmisi (interkoneksi antar pembangkit). Tujuan pembahasan adalah untuk menyelesaikan perhitungan arus dan tegangan pada saat gangguan hubung singkat dimana jaringan dari suatu sistem tenaga listrik sudah besar dan rumit, pembahasan lebih bersifat cara penyelesaian melalui operasi matriks terhadap sistem yang mengandung bilangan-bilangan kompleks. Teknik operasi komputasi yang digunakan adalah mengubah sistem persamaan linier yang mengandung bilangan kompleks, menjadi persamaan linier murni bilangan riil dengan teknik pemisahan matriks (matrix partitioning). 2. TEKNIK PEMISAHAN PADA MATRIKS BILANGAN KOMPLEKS Penyelesaian problema sistem persamaan linier dengan bilangan komples tidak bisa dilakukan secara langsung sebagaimana pada persamaan linier yang hanya mengandung bilangan riil, yang perlu dilakukan terlebih dahulu pada matriks dengan elemen bilangan kompleks adalah pemisahan/penyekatan antara elemen matriks bilangan riel dan bilangan imajiner (matrix partitioning), dari suatu matriks lengkap diubah menjadi penjumlahan submatriks yang elemen-elemennya mengambil bilangan riel dari bilangan kompleks matriks awal, dan submatriks yang elemen-elemennya mengambil bilangan imajiner dari bilangan kompleks matriks awal. Bila sudah demikian pengertian proses perkalian matriks disederhanakan dengan pengertian perkalian bilangan kompleks seperti contoh di bawah ini : Secara umum, persamaan linier dapat dituliskan : A * x = b Untuk persamaan dalam bilangan kompleks dapat dituliskan sebagai : ( A r + j A i ) * ( x r + j x i ) = ( b r + j b i ) A r x r dan b i adalah komponen riil dan A i x i serta b i adalah komponen imaginer (j). Uraian dari persamaan di atas adalah: A r * x r + j A i * x r + A r * j x i + j A i * j x i = b r + j b i Dengan pengertian, jika : - imajiner dikalikan dengan imajiner (j x j) = -1 - imajiner dikalikan dengan riel (j x 1) = imajiner ( j ) Hasilnya bilangan riel dengan riel digabungkan dan imajiner dengan imajiner digabungkan, maka diperoleh : ( A r * x r - A i * x i ) + j (A i * x r + A r * x i ) = ( b r + j b i ) sekarang dari persamaan terakhir ini, jelas diperoleh : A r * x r - A i * x i = b r A i * x r + A r * x i = b i

Upload: muhammad-fachri

Post on 03-Jan-2016

73 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

penyulang

TRANSCRIPT

Page 1: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 1

ANALISA HUBUNG SINGKAT PADA PENYULANG PARALEL DI PEMBANGKIT

1. PENDAHULUAN Dalam makalah ini akan dibahas mengenai cara perhitungan arus pada masing-masing

cabang antara bus-bus dan tegangan tiap bus dari suatu sistem tenaga listrik dimana beberapa pembangkit diparalel satu dengan lainnya mempergunakan saluran transmisi (interkoneksi antar pembangkit). Tujuan pembahasan adalah untuk menyelesaikan perhitungan arus dan tegangan pada saat gangguan hubung singkat dimana jaringan dari suatu sistem tenaga listrik sudah besar dan rumit, pembahasan lebih bersifat cara penyelesaian melalui operasi matriks terhadap sistem yang mengandung bilangan-bilangan kompleks. Teknik operasi komputasi yang digunakan adalah mengubah sistem persamaan linier yang mengandung bilangan kompleks, menjadi persamaan linier murni bilangan riil dengan teknik pemisahan matriks (matrix partitioning).

2. TEKNIK PEMISAHAN PADA MATRIKS BILANGAN KOMPLEKS Penyelesaian problema sistem persamaan linier dengan bilangan komples tidak bisa

dilakukan secara langsung sebagaimana pada persamaan linier yang hanya mengandung bilangan riil, yang perlu dilakukan terlebih dahulu pada matriks dengan elemen bilangan kompleks adalah pemisahan/penyekatan antara elemen matriks bilangan riel dan bilangan imajiner (matrix partitioning), dari suatu matriks lengkap diubah menjadi penjumlahan submatriks yang elemen-elemennya mengambil bilangan riel dari bilangan kompleks matriks awal, dan submatriks yang elemen-elemennya mengambil bilangan imajiner dari bilangan kompleks matriks awal.

Bila sudah demikian pengertian proses perkalian matriks disederhanakan dengan pengertian

perkalian bilangan kompleks seperti contoh di bawah ini : Secara umum, persamaan linier dapat dituliskan :

A * x = b Untuk persamaan dalam bilangan kompleks dapat dituliskan sebagai :

( Ar + j Ai ) * ( xr + j xi ) = ( br + j bi ) Ar xr dan bi adalah komponen riil dan Ai xi serta bi adalah komponen imaginer (j). Uraian dari

persamaan di atas adalah:

A r * x r + j A i * x r + A r * j x i + j A i * j x i = b r + j b i Dengan pengertian, jika : - imajiner dikalikan dengan imajiner (j x j) = -1 - imajiner dikalikan dengan riel (j x 1) = imajiner ( j ) Hasilnya bilangan riel dengan riel digabungkan dan imajiner dengan imajiner digabungkan,

maka diperoleh :

( A r * x r - A i * x i ) + j (A i * x r + A r * x i ) = ( b r + j b i ) sekarang dari persamaan terakhir ini, jelas diperoleh :

A r * x r - A i * x i = b r A i * x r + A r * x i = b i

Page 2: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 2

Dua persamaan ini dapat diekspresikan dalam bentuk perkalian matriks yang bentuk matriksnya menjadi 2 x 2 seperti berikut di bawah :

A r - A i x r b r A i A r x i b i Elemen-elemen matrik di atas, dapat dituliskan :

A r = A11 , - A i = A12 , A i = A21 dan A r = A22 Jadi 2 persamaan linier dengan bilangan kompleks dapat diselesaikan dengan persamaan

matriks seperti di atas. Selanjutnya bila bilangan-bilangan dalam persamaan awal itu adalah suatu matriks berorde

n x n yang elemen-elemennya terdiri dari bilangan kompleks, maka menurut salah satu sifat matriks, matriks tersebut dibuat dulu menjadi penjumlahan matriks yang berisi elemen bilangan rielnya dengan matriks yang berisi elemen bilangan imajinernya, sehingga tinggal berupa simbol matriks saja, misalnya A. Dengan demikian persamaan perkalian matriks dapat diekspresikan seperti persamaan linier bilangan kompleks yang kemudian bisa diselesaikan dengan persamaan (perkalian) matriks berorde 2n x 2n yang seluruh elemennya sudah terdiri dari bilangan riil melalui teknik pemisahan elemen riel dan elemen imajiner pada matriks awal yang elemen-elemennya terdiri dari bilangan kompleks.

Agar lebih jelas maksudnya, berikut ini diberikan contoh persamaan dengan angka-angka. CONTOH : Sistem persamaan linier bilangan kompleks : 15 + 10 i 5 – 3 i x1 6 + 2 i * = 8 - 7 i 2 + 4 i x2 2 + i dimana x1 dan x2 adalah bilangan kompleks, persamaan ini dipisah menjadi : 15 5 10 - 3 x 1 6 2 + j * = + j 8 2 - 7 4 x 2 2 1 dan, 15 5 10 - 3 6 2 A r = , A i = , b r = ,b i = 8 2 - 7 4 2 1 Sehingga sesuai uraian pemisahan elemen di atas, penyelesaian persamaan matriks

bilangan kompleks selengkapnya menjadi :

A11 - A12

15 5 -10 3 xr1 6 8 2 7 -4 xr2 2 * = 10 -3 15 5 xi1 2 -7 4 8 2 xr2 1

A21 A22

* =

Page 3: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 3

Jadi dalam menyelesaikan persamaan matriks berorde 2 x 2 yang elemennya bilangan kompleks adalah dengan membentuk matriks berorde 4 x 4 dengan 4 variabel bilangan anu yang dicari, yang hasilnya disusun dalam 2 kelompok bilangan riel dan 2 kelompok bilangan imajiner yaitu x r1, x r2, x i1 dan x i2, pada kondisi ini penyelesaian selanjutnya dilakukan sama seperti halnya penyelesaian persamaan linier dengan bilangan riil biasa. Bilangan anu yang didapat adalah x r1, x r2 , x i1 dan x i2. dimana x r1, x r2 adalah bilangan riel dari bilangan X 1, X 2 berturut-turut dan x i1, x i2 adalah bilangan imajiner dari bilangan X1, X2 berturut-turut.

Kalau dimisalkan

A * x = b adalah penyederhanaan atau ekspresi dari suatu perkalian matriks,

atau

x = bA

= A-1 * b

Dimana : A-1 = invers matriks A Maka dengan mempergunakan beberapa fasilitas lotus 123R.. atau Microsoft Excel dalam

pengolahan matrik, proses perhitungan matriks x di atas dilakukan dengan membuat Invers matriks A terlebih dahulu baru kemudian dilakukan perkalian dengan matrik b, kesemuanya itu memanfaatkan fasilitas program Lotus 123R.. atau dengan program Excel. Dari pengolahan di atas hasil perkalian antara invers matriks A dan matrik b, diperoleh :

X r1 = 0, 376, x r2 = 0,036 x i1 = 0,014, x i2 = 0,187 Nilai-nilai ini dimasukkan ke bilangan anu yang dicari dan sudah bisa dinyatakan dalam

bentuk kompleks sebagai berikut :

X1 = x r1 + x i1 i X2 = x r2 + x i2 i Jika angka-angka yang diperoleh dimasukkan ke dalam bilangan X1 dan X2 maka :

X1 = 0,376 + 0,014 i X2 = - 0,036 + 0,187 i 3. PERHITUNGAN DALAM SISTEM TENAGA LISTRIK Di antara perhitungan yang dilakukan dalam sistem tenaga listrik adalah perhitungan

gangguan hubung singkat, dimana di dalam sistem kelistrikan, parameter-parameter yang digunakan banyak dalam bentuk kompleks (ada riel dan imajinernya), oleh sebab itu dasar-dasar seperti dijelaskan pada Bab 2 akan sangat bermanfaat membantu enjinir dalam melakukan perhitungan arus dan tegangan sewaktu gangguan hubung singkat atau perhitungan aliran daya.

Dalam perhitungan selanjutnya, diperlukan penyamaan satuan dari parameter yang akan

dihitung. Penyamaan satuan parameter biasa digunakan adalah per unit (pu), sehingga nilai Impedansi, tegangan dan arus semuanya diubah ke satuan per unit pada suatu dasar yang ditetapkan. Biasanya dasar perhitungan untuk mendapatkan satuan per unit yang ditetapkan terlebih dahulu adalah MVAdasar dan kVdasar, dan selanjutnya dihitung impedansidasar dan arusdasar. Ketetapan dasar ini dipergunakan sebagai penyebut dimana parameter daya, tegangan arus dan impedansi pada sistem tenaga listrik sebagai pembilangnya untuk memperoleh satuan p.u.

Page 4: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 4

Dasar perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:

• MVA dasar = dipilih (MVA) • KV dasar = dipilih (kV),

dari dua dasar ini dapat dibentuk dasar selanjutnya, yaitu :

• Impedansi dasar = ( )kVMVA

Ohmdasar

dasar

2

• Impedansi per unit =

• Arus dasar =

• Zpu baru = Dengan dasar perhitungan di atas, semua nilai parameter jaringan yang dipakai untuk

perhitungan dikonversikan ke suatu besaran dengan satuan yang dipakai adalah per unit (p.u).

Contoh : Suatu sistem tenaga listrik dipasok dari Trafo 150/20 kV di Gardu induk, dengan kapasitas

60 MVA mempunyai jaringan 20 kV dengan impedansi 10 Ohm, akan dicari nilai per unitnya Dipilih MVAdasar = 100 MVA KVdasar = 150 kV di bus 150 kV, base di Bus 20 kV = 19/154 X 150 kV = 18,51 kV I dasar = 100. 1000 /√3.150 Amp = 384 Amp Zdasar di Bus 20 kV = (18,51)2/100 = 3,4225 Ohm. Sehingga diperoleh : ZL = 10 Ohm / 3,4225 Ohm = 2,922 pu. 4. APLIKASI PERHITUNGAN MATRIK UNTUK 3 BUAH BUS 4.1. UMUM Sebagai contoh aplikasi adalah perhitungan arus gangguan hubung singkat pada

sistem 2 buah bus dan pada masing-masing Bus mempunyai 1 set pembangkit, antara kedua pembangkit tersebut diinterkoneksikan dengan jaringan paralel. Jika salah satu jaringan terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa, maka dalam perhitungan yang dibuat, titik yang terjadi gangguan tersebut harus dianggap sebagai suatu lokasi Bus baru (dimisalkan titik gangguan tersebut sebagai bus), maka terbentuklah bus sebanyak 3

Zpu(awal) kVdasar kVbaru p.u MVAbaru

MVAdasar

2

* *

60 MVA

150 kV 20 kV

ZL = 10 Ohm

Tap trafo 154/19 kV

Z x 1000 x (kV)2

pu

√3 . kVdasar

MVAdasar Amp

Page 5: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 5

buah yang terdiri dari dua buah bus dengan pembangkit dan bus yang ketiga terbentuk karena adanya gangguan.

Matrik yang elemen-elemennya mempunyai bilangan riel dan imajiner dapat dihitung

dengan teori seperti pada bab 2, perhitungan arus dan tegangan pada saat terjadi gangguan, selanjutnya dilakukan dengan bantuan program excel.

4.2. CONTOH PERHITUNGAN Pada gambar di bawah memperlihatkan dua buah Pembangkit yang diinterkoneksi,

melalui dua buah interkonektor paralel. Data-data dari pembangkitan dan jaringan sebagai berikut :

Dasar hitungan : 100 MVA 20 kV DATA PEMBANGKIT A

Generator Trafo Unit Rn = 40 Kapasitas Teg. Xd' Xd' (p.u) Kapasitas Xt Xt (p.u) NGR ke Operasi Unit

(MVA) (kV) (p.u) (100MVA) (MVA) (p.u) (100MVA) Netral?

1 15,000 6,3 0,25 1,67 18,000 0,1 0,56 ya ya

R1 jX1 Ro jXo ( p.u ) ( p.u ) ( p.u ) ( p.u ) Total Impedansi Pusat Kit I Pada base MVA = 100 1E-20 2,22 30 0,56 dan base KV = 20

DATA PEMBANGKIT B Generator Trafo Unit Rn = 40

Kapasitas Teg. Xd' Xd' (p.u) Kapasitas Xt Xt (p.u) NGR ke Operasi Unit (MVA) (kV) (p.u) (100MVA) (MVA) (p.u) (100MVA) Netral?

1 10,000 6,3 0,25 2,50 12,000 0,1 0,83 ya ya

R1 jX1 Ro jXo ( p.u ) ( p.u ) ( p.u ) ( p.u ) Total Impedansi Pusat Kit II Pada base MVA = 100 1E-20 3,33 30 0,83 dan base KV = 20

A B Z

Z

Page 6: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 6

DATA INTERKONEKTOR Base Impedansi sisi 20 kV = 4 Ohm

Interkonektor 1 Pada 100 MVA Interkonektor 2 Pada 100 MVA Ohm/km ( p.u ) ( p.u ) Ohm/km ( p.u ) ( p.u ) R jX R jX R jX R jX Impedansi positif 0,216 0,331 0,054 0,083 0,216 0,331 0,054 0,083 Impedansi Zero 0,363 1,618 0,091 0,405 0,363 1,618 0,091 0,405 Panjang 13 km 13 km

Impedansi Total Interkonektor 1 Impedansi Total Interkonektor 2 R jX R jX R jX R jX Impedansi positif 2,811 4,297 0,703 1,074 2,811 4,297 0,703 1,074 Impedansi Zero 4,720 21,034 1,180 5,259 4,720 21,034 1,180 5,259

4.3. PENYUSUNAN ELEMEN MATRIKS Penyusunan elemen matrik untuk jaringan seperti gambar di atas dimana dipilih suatu

titik gangguan yang terletak di tengah-tengah interkonektor 2 (panjang 50% dari Z2). Titik yang diumpamakan terjadi gangguan harus dibuat sebagai satu buah Bus sehingga jaringan itu sekarang menjadi suatu sistem dengan 3 Bus, lihat gambar di bawah ini.

Perhitungan besar arus gangguan hubung singkat di titik gangguan, besar arus

kontribusinya dan tegangan tiap Bus sebagian besar berdasarkan Hukum Ohm, sementara dalam menyusun elemen matriks berdasarkan Hukum Kirchhoff yaitu Σ I disatu titik (Node) = 0, sehingga semua elemen jaringan dalam gambar di atas diubah dahulu menjadi Admitansi (Y = 1/Z) dan masing-masing Sumber Tegangan yang tersambung ke Jaringan diubah menjadi Sumber Arus yang menginjeksi ke suatu titik di dalam jaringan dimana Sumber tersebut tersambung misalnya IA = EG.YGA

Untuk memudahkan perhitungan tegangan Node (Bus) sewaktu tidak ada gangguan

adalah : VA = VB = VC = EG Sesuai Hukum Kirchhoff I seperti disebutkan di atas maka disusun persamaan : Besar arus yang diinjeksikan oleh Sumber Arus ke satu titik = jumlah Arus yang keluar

pada tiap cabang dari titik itu :

IA = EG.YGA = VA * YGA + (VA – VB) * YAB + (VA – VC) * YAC = VA * (YGA + YAB + YAC) – VB * YAB – VC * YAC IB = EG.YGB = VB * YGB + (VB – VA) * YBA + (VB – VC) * YBC = – VA * YBA + VB * (YGB + YBA + YBC) – VC * YBC IC = EG.YGC = VC * YGC + (VC – VA) * YCA + (VC – VB) * YCB = – VA * YAC – VB * YBC + VC * (YGC + YCA + YCB)

B

ZAB

ZAC

A C

ZBC

ZGA ZGB

ZC

EGA EGB

Page 7: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 7

Kelompok persamaan di atas kemudian disusun sebagai berikut di bawah ini :

IA = VA * (YGA + YAB + YAC) – VB * YAB – VC * YAC IB = – VA * YBA + VB * (YGB + YBA + YBC) – VC * YBC IC = – VA * YCA – VB * YCB + VC * (YGC + YCA + YCB) Dari penggunaan hukum Kirchhoff, dimana jumlah arus yang masuk ke suatu titik

(Node) = jumlah arus yang keluar dari titik (Node) tersebut, sehingga persamaan linier dari penjumlahan Arus di atas dapat disusun seperti persamaan matriks sebagai berikut :

(YGA + YAB + YAC) –YAB –YAC VA IA –YBA (YGB + YBA + YBC) –YBC VB IB –YCA –YCB (YGC + YCA + YCB) VC IC Untuk dapat memberikan penjelasan selanjutnya, bentuk perkalian Matriks tersebut,

secara umum penulisannya dibuat : Dari uraian sampai mendapatkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa elemen

matriks Admitansi YAA dibentuk oleh jumlah semua admitansi yang terhubung pada Node A. Sedang elemen matrik lain di baris A (YAB dan YAC) adalah nilai negatip dari admitansi masing-masing antara Node-Node yang mengapit Node A tersebut, demikian pula elemen matrik lain di kolom A (YBA dan YCA) diisi dengan nilai negatif dari admitansi yang mengapit Node A.

Sama halnya dengan pembentukan elemen matriks YAA, elemen matriks YBB dan YCC

(elemen yang membentuk diagonal pada matriks) dihitung dengan cara yang sama yaitu dengan menjumlahkan admitansi yang terhubung ke Node itu masing-masing, sedang elemen lainnya adalah nilai negatif dari adamitansi yang mengapit Node itu.

Nilai negatip ini dapat dimengerti bila diamati dari proses pembentukan elemen-elemen

matrik Admitansi dan nilai negatip ini bisa dipakai sebagai patokan dalam pembentukan elemen matrik Admitansi pada perhitungan untuk sistem yang mempunyai lebih dari 3 Node.

Untuk matriks yang sedang diolah yaitu matriks Y = Atau isi elemen-elemennya : Y =

YG1 + YAB + YAC –YAB – YAC

– YBA YGB + YBA + YBC – YBC – YCA – YCB YGC + YCA + YCB

* =

YAA YAB YAC

YBA YBB YBC

YCA YCB YCC

VA VB VC

IA IB IC

* =

YAA YAB YAC

YBA YBB

YBC

Y =

Page 8: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 8

Sebelum menyusun matrik seperti tersebut di atas, kita perlu memisahkan matrik Riel dan imajiner, sebagai berikut :

1. Penyusunan admitansi urutan positif dan negatif.

Data Impedansi Positif & Negatif Sequence dari jaringannya adalah :

Impedansi Admitansi Dari Bus Ke Bus

R jX Z sudut Y sudut G jB Gen. A 0,000 2,222 2,222 90,0 0,450 -90,0 0,000 -0,450 Gen. B 0,000 3,333 3,333 90,0 0,300 -90,0 0,000 -0,300

A B 0,703 1,074 1,284 56,8 0,779 -56,8 0,427 -0,652 A C 0,351 0,269 0,442 37,4 2,261 -37,4 1,797 -1,373 B C 0,351 0,269 0,442 37,4 2,261 -37,4 1,797 -1,373

Penyusunan elemen matrik admitansi positif dan negatif diperoleh dari beberapa admitansi di atas, sebagai berikut :

Contoh : Elemen YAA untuk bus A adalah penjumlahan dari semua admitansi yang menuju bus A, YAA = YGA + YAB + YAC

( GGenA + GA -B + GA –C ) = 0,000 + 0,427 + 1,797 = 2,223 ( jBGenA + jBA -B + jBA –C ) = -0,450 + - 0,652 + -1,373 = -2,475

demikian juga YBB = YGB + YBA + YBC , dan YCC = YGC + YCA + YCB , YBB = 2,223 – j2,325 p.u, YCC = 3,593 – j2,747 p.u, yang hasilnya adalah sebagai berikut :

Susunan elemen matriks admitansi urutan positif dan negatif menjadi :

G JB G jB G jB a b c a 2.223 -2.475 -0.427 0.652 -1.797 1.373 b -0.427 0.652 2.223 -2.325 -1.797 1.373 c -1.797 1.373 -1.797 1.373 3.593 -2.747

2. Penyusunan elemen matriks admitansi urutan nol.

Impedansi Admitansi Dari Bus Ke Bus

R jX Z sudut Y sudut G jB Gen. A 30,000 0,556 30,005 1,1 0,033 -1,1 0,033 -0,001 Gen. B 30,000 0,833 30,012 1,6 0,033 -1,6 0,033 -0,001

A B 1,180 5,259 5,389 77,4 0,186 -77,4 0,041 -0,181 A C 0,590 2,629 2,695 77,4 0,371 -77,4 0,081 -0,362 B C 0,590 2,629 2,695 77,4 0,371 -77,4 0,081 -0,362

Sama seperti pada matrik positif sequence penyusunan elemen matrik admitansi zero sequence diperoleh dari penjumlahan admitansi dari admitansi urutan nol yang menuju bus yang dipilih. Dan hasilnya disusun sebagai berikut :

Matriks Admitansi Zero Sequence :

G jB G jB G jB a b c a 0.155 -0.544 -0.041 0.181 -0.081 0.362 b -0.041 0.181 0.155 -0.544 -0.081 0.362 c -0.081 0.362 -0.081 0.362 0.163 -0.724

Page 9: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 9

Seperti telah dijelaskan pada bab 2, Elemen suatu matriks dapat berupa hasil penjumlahan elemen dari dua buah matriks, dalam hal elemen matriks dalam bentuk kompleks yang merupakan penjumlahan bilangan riel dan bilangan imajiner maka elemen-elemen matriks yang didapat di atas dapat dibuat menjadi penjumlahan 2 matriks, dimana matriks pertama berisi elemen-elemen bilangan rielnya sedang matriks lainnya berisi elemen-elemen imajinernya. Uraiannya menjadi seperti berikut di bawah ini.

3. Pemisahan Elemen Riel & Imajiner Matriks admitansi urutan Pos. & Neg.

Pemisahan elemen matrik positif dan negatif sequence : A b C a b c

A 2.223 -0.427 -1.797 -2.475 0.652 1.373 B -0.427 2.223 -1.797 0.652 -2.325 1.373 C -1.797 -1.797 3.593 1.373 1.373 -2.747

Pemisahan elemen matrik zero sequence : A b C a b c a 0.155 -0.041 -0.081 -0.544 0.181 0.362 B -0.041 0.155 -0.081 0.181 -0.544 0.362 c -0.081 -0.081 0.163 0.362 0.362 -0.724

Sesuai pembahasan matriks bilangan kompleks di Bab 2 dimana proses perkalian matriks tidak lagi melihat nilai imajiner (j) tetapi mengambil nilai riel tanpa notasi imajiner (j) dengan cara contoh pada bab 2 (diulangi) sebagai berikut :

(A r * X r - A i * X i ) + j (A i * X r + A r * X i ) = ( B r + j B i ) A r * X r - A i * X i = B r

A i * X r + A r * X i = B i , dimana dua persamaan ini dapat diekspresikan dalam bentuk perkalian matriks yang bentuk matriksnya menjadi 2 x 2 seperti berikut di bawah :

A r - A i X r B r A i A r X i B i

Maka adalah dapat diartikan matriks Admitansi yang diolah di atas. Dimana : A r = elemen Riel A i = elemen imajiner.

Elemen Riel dan Imajiner dari matriks Admitansi di atas dimasukkan ke dalam matriks A r dan matriks A i, sehingga terbentuk matrik baru yang juga simetris tetapi berorde 6 x 6. (dua kalinya)

Penyelesaian selanjutnya dilakukan sama seperti halnya penyelesaian persamaan linier dengan bilangan riel biasa.

* =

Ar - Ai

Ai Ar

Riel Imajiner

Riel Imajiner

Page 10: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 10

4. Pembentukan matriks 6x6 untuk proses bilangan kompleks dari matrik 3x3

a. Matrik bilangan kompleks urutan positif dan negatif

a b c a B c a 2.223 -0.427 -1.797 2.475 -0.652 -1.373 b -0.427 2.223 -1.797 -0.652 2.325 -1.373 c -1.797 -1.797 3.593 -1.373 -1.373 2.747 a -2.475 0.652 1.373 2.223 -0.427 -1.797 b 0.652 -2.325 1.373 -0.427 2.223 -1.797 c 1.373 1.373 -2.747 -1.797 -1.797 3.593

b. Matrik bilangan kompleks urutan nol.

a b c a B c a 0.155 -0.041 -0.081 0.544 -0.181 -0.362 b -0.041 0.155 -0.081 -0.181 0.544 -0.362 c -0.081 -0.081 0.163 -0.362 -0.362 0.724 a -0.544 0.181 0.362 0.155 -0.041 -0.081 b 0.181 -0.544 0.362 -0.041 0.155 -0.081 c 0.362 0.362 -0.724 -0.081 -0.081 0.163

4.4. PROSES INVERS MATRIKS ADMITANSI BILANGAN KOMPLEKS. Elemen bilangan kompleks dari matriks admitansi di atas adalah disusun dari elemen

Admitansi sistem tenaga listrik yang ada, dari hasil ini selanjutnya dihitung Invers dari Matriks tersebut untuk mendapatkan Matriks Z, karena Z = Y-1, dan elemen matriks Z yang didapat adalah nilai Impedansi ekivalen dari satu Bus ke seluruh sistem (elemen diagonal) dan nilai Impedansi ekivalen antara Bus ke Bus di dalam Sistem. Untuk memperoleh invers matriks Admitansi dapat mempergunakan fasilitas yang ada di program Ecxel.

Oleh sebab itu sekarang dengan teori Thevenin sudah dapat dihitung arus gangguan di

tiap Bus dengan bantuan hukum Ohm. Thevenin melihat bahwa arus gangguan di suatu Bus (mis, bus A), dihitung dengan

membagi tegangan Bus A sebelum gangguan (1 p.u) dengan Impedansi elemen diagonal ZAA, persoalannya sekarang tinggal Impedansi ZAA yang mana yang dipakai, karena ada nilai Impedansi ZAA urutan positif, ada ZAA urutan negatif dan ZAA urutan nol.

A r -Ai

Ai A r

A r -Ai

Ai A r

Page 11: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 11

Hal itu tergantung dari jenis gangguannya, apakah gangguannya 3 fasa, 2 fasa atau gangguan satu fasa ke tanah, menurut teori komponen simetris rumus-rumusnya adalah :

ZAA pada masing-masing urutanpun masih harus dikenali lagi, karena impedansi

tersebut dalam bentuk kompleks (ada bilangan riel dan ada bilangan imajinernya), sedangkan elemen pada matriks Impedansi (hasil invers matriks Y) terlihat semua elemennya riel, maka untuk menentukan mana yang berperan sebagai bilangan riel dan mana yang berperan sebagai bilangan imajiner dapat diingat kembali posisinya sewaktu masih dalam bentuk matriks Admitansi. Dengan demikian nilai ZAA sudah dapat diketahui pada baris dan kolom yang mana. Demikian untuk gangguan di Bus B, C dan seterusnya dapat dihitung dengan memilih Impedansinya ZBB , ZCC atau lainnya.

4.5. PROSES PERHITUNGAN ARUS GANGGUAN 3 FASA DI TITIK GANGGUAN Sebelum mencari arus gangguan, dicari terlebih dahulu arus positif sequence tiap bus,

dengan mempergunakan Hukum Ohm. Tegangan dipilih 1 pu dan impedansi diperoleh dari invers impedansi urutan positif (invers admitansi).

Misal : Arus positif seguence pada bus C

I = V * Y -1 = V / Z = V / (RCC2 + XCC

2)0,5 = 1 / ((0.117)2 + (1.468 )2 )0,5 ∠ arctan (1,468/0,117) = 0.675 ∠ -83,1 p.u I r = I * Cos φ = 0,675 * Cos –83,1 = 0,081 p.u I x = I * Sin φ = 0,675 * Sin –83,1 = - 0,670 p.u Demikian pula halnya bila gangguan terjadi di bus B dan bus A dapat dicari dengan

cara yang sama yaitu :

I = V / (RBB2 + XBB

2)0,5 I = V / (RAA

2 + XAA2)0,5

Hasilnya dapat disusun seperti pada tabel di bawah ini :

Arus positif sequence Di Bus I (p.u) Sudut Ir (p.u) Ix (p.u)

A 0.717 -87.9 0.027 -0.717 B 0.679 -85.4 0.054 -0.677 C 0.675 -83.1 0.081 -0.670

4.6. PROSES MENGHITUNG TEGANGAN TIAP BUS Proses perhitungan yang tidak kalah penting dalam Analisa Hubung Singkat adalah

menghitung tegangan tiap Bus, yang dalam hal ini proses menghitungnya tetap menggunakan cara-cara dalam komponen simetris yaitu dengan menghitung tegangan urutan positif, negatif dan nol di tiap Bus untuk gangguan hubung singkat di suatu Bus

I POS = E FASA

ZAA-pos

I POS = E FASA

ZAA-pos + ZAA-neg

I POS = E FASA

ZAA-pos + ZAA-neg + ZAA-nol

I POS = I FASA untuk gangguan 3 fasa

I POS = - I NEG , gangguan fasa-fasa

I POS = I NEG = I NOL , ganggan tanah

Page 12: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 12

tertentu, dimana setelah tegangan urutan tiap Bus sudah dihitung, dapat dihitung Arus urutan (positif, negatif dan nol) tiap cabang menurut hukum Ohm, yaitu selisih tegangan (urutan) antara dua Bus dibagi dengan impedansi urutan antara dua Bus tersebut.

Tahapan menghitung tegangan tiap Bus diawali dengan menghitung tegangan drop

antara sumber ke Bus yang akan dihitung tegangannya. Dengan memanfaatkan matriks Impedansi (hasil invers matriks Y) yang dikalikan dengan matriks Arus Satu Kolom yang dibentuk dari hasil perhitungan Arus gangguan di salah satu Bus (yang tentunya untuk masing-masing urutan). Nilai elemen matriks Arus untuk Bus yang terganggu dimasukkan nilai negatif dari Arus hasil hitungan arus yang didapat di atas.

Dengan bahasa sederhana, untuk memperoleh tegangan drop antara Sumber dan Bus

yang ditinjau didapat dari perkalian invers matriks Admitansi tersebut dengan matriks Arus. Karena berpegang kepada rumus Z * I = V , dan Z = Y-1. Maka : Y -1 * I = V,

dimana Y –1 = matriks Impedansi hasil invers matriks Y (Admitansi). I = matriks Arus satu kolom dengan elemen arus khusus untuk Bus yang

terganggu dimasukkan nilai negatif dari arus gangguan di Bus yang ditinjau. V = Tegangan drop dari sumber (yang besar tegangannya 1 p.u) ke Bus yang

ditinjau. Untuk memperoleh invers matriks Admitansi dan perkalian matriks dapat

menggunakan program Excel. Pemilihan arus yang akan dimasukkan ke dalam matriks Arus disesuaikan dengan

pemilihan lokasi titik gangguan dan jenis gangguan (1 phasa, 2 phasa atau 3 phasa) dan bus yang tidak terganggu mempunyai nilai nol, perlu diperhatikan pula apakah arus urutan mana yang ada nilainya dan mana yang tidak ada nilainya (nol), sebagai contoh, untuk gangguan tiga fasa, maka arus gangguan urutan negatif = nol dan arus gangguan urutan nol = nol. Oleh karena itu perlu disusun bagaimana bentuk dan nilai elemen-elemennya, yang hasilnya sebagai berikut :

1. Tegangan drop urutan positif dari Sumber ke Bus Tegangan drop ini didapat dari perkalian Matriks Impedansi (hasil Invers matriks

admitansi bilangan kompleks urutan positif) dan Arus gangguan urutan positif.

0,052 -0,078 -0,013 -1,393 -1,244 -1,318 0,000 -0,882 -0,078 0,117 0,020 -1,244 -1,468 -1,356 0,000 -0,910 -0,013 0,020 0,179 -1,318 -1,356 -1,471 -0,081 -1,000 1,393 1,244 1,318 0,052 -0,078 -0,013 0,000 -0,116 1,244 1,468 1,356 -0,078 0,117 0,020 0,000 -0,097 1,318 1,356 1,471 -0,013 0,020 0,179 0,670 0,000

2. Tegangan drop urutan negatif dari sumber ke Bus. Tegangan drop ini didapat dari perkalian Matriks Impedansi (hasil Invers matriks

admitansi bilangan kompleks urutan negatif) dan Arus gangguan urutan negatif.

0.052 -0.078 -0.013 -1.393 -1.244 -1.318 0.000 0.000 -0.078 0.117 0.020 -1.244 -1.468 -1.356 0.000 0.000 -0.013 0.020 0.179 -1.318 -1.356 -1.471 0.000 = 0.000 1.393 1.244 1.318 0.052 -0.078 -0.013 0.000 0.000 1.244 1.468 1.356 -0.078 0.117 0.020 0.000 0.000 1.318 1.356 1.471 -0.013 0.020 0.179 0.000 0.000

Y-1 * - If1 = ∆V1

Y-1 * - If2 = ∆V2

Page 13: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 13

3. Tegangan drop urutan nol dari sumber ke Bus. Tegangan drop ini didapat dari perkalian Matriks Impedansi (hasil Invers matriks

admitansi bilangan kompleks urutan negatif) dan Arus gangguan urutan negatif.

15.180 14.827 15.003 -0.988 0.296 -0.346 0.000 0.000 14.827 15.168 14.997 0.296 -0.992 -0.348 0.000 0.000 15.003 14.997 15.295 -0.346 -0.348 -1.662 0.000 = 0.000 0.988 -0.296 0.346 15.180 14.827 15.003 0.000 0.000 -0.296 0.992 0.348 14.827 15.168 14.997 0.000 0.000 0.346 0.348 1.662 15.003 14.997 15.295 0.000 0.000

Karena gangguan pada titik C adalah gangguan 3 phasa, maka arus gangguan urutan

negatif dan zero sequence tidak ada, jadi arus gangguan urutan-urutan ini nilainya adalah nol (seperti terlihat pada matrik di atas).

Untuk gangguan 3 phasa (dalam contoh ini terjadi di bus C), tidak terdapat arus urutan

negatif dan arus urutan nol, sehingga menurut komponen simetris arus gangguan fasa R, S dan T dihitung dengan rumus-rumus komponen simetris seperti berikut :

I R = I 0 + I + + I - I S = I 0 + a2 * I + + a * I - I T = I 0 + a * I + + a2 * I - dimana a penggeser sudut 120o atau (-0.5 + j0.866), dan a2 = penggeser sudut 240o

atau (-0.5 - j0.866). Sehingga dalam hal ini IR, IS dan IT di titik gangguan di Bus C mempunyai nilai yang

sama. Bila akan dilihat pula nilai arus gangguan di titik C tersebut dalam Amper dengan arus

dasar di sisi 20 kV sebesar 2886,75 Ampere, maka hasilnya dapat dilihat seperti pada tabel :

I gang. Arus fasa R Arus fasa S Arus fasa T Di Bus I (p.u) I (Amper) sudut I (p.u) I (Amper) sudut I (p.u) I (Amper) sudut

A 0.000 0.0 0.0 0.000 0.0 0.0 0.000 0.0 0.0 B 0.000 0.0 0.0 0.000 0.0 0.0 0.000 0.0 0.0 C 0.675 1947.6 -83.1 0.675 1947.6 156.9 0.675 1947.6 36.9

Kembali kepada gangguan 3 phasa terjadi di bus C seperti yang disebutkan pada

awal tulisan ini, akan dilihat berapa tegangan tiap bus dan kontribusi arus pada tiap cabang saluran atau dari generator.

Untuk menghitung tegangan (urutan positif, negatif dan nol) di tiap bus, dihitung

terlebih dahulu tegangan drop antara sumber dan bus dimaksud ∆Vr… dan ∆Vx…, dengan cara mengalikan matriks Impedansi (hasil invers matriks admitansi) dengan matriks arus, sebagai berikut :

0.052 -0.078 -0.013 -1.393 -1.244 -1.318 0.000 -0.882 -0.078 0.117 0.020 -1.244 -1.468 -1.356 0.000 -0.910 -0.013 0.020 0.179 -1.318 -1.356 -1.471 -0.081 -1.000 1.393 1.244 1.318 0.052 -0.078 -0.013 0.000 -0.116 1.244 1.468 1.356 -0.078 0.117 0.020 0.000 -0.097 1.318 1.356 1.471 -0.013 0.020 0.179 0.670 0.000

Matriks Z hasil invers matriks Y - IF1 ∆V

Y-1 * - If0 = ∆V0

Page 14: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 14

Sehingga tegangan pada bus itu dihitung sebagai jumlah antara Vsumber + ∆V. Sebagai contoh hitungan, berapa tegangan di bus A sewaktu gangguan di bus C :

Vr = 1 pu + ∆Vr hasil perkalian matrik Impedans dan matrik arus (lihat tabel) = 1 pu + (-0.882) = 0,118 pu

Vx = 0 pu + ∆Vi hasil perkalian matrik Impedans dan matrik arus (lihat tabel) = 0 + (-0.116) = - 0,116 pu Jadi tegangan positif sequence = V (pu) = ((Vr)2+( Vi)2)0.5

VA+ (pu) = 0,166∠ -44,5 Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tegangan positif sequence Di Bus V (p.u) Sudut Vr (p.u) Vx (p.u)

A 0.166 -44.5 0.118 -0.116 B 0.133 -47.1 0.090 -0.097 C 0.000 -144.8 0.000 0.000

Kontribusi arus urutan positif untuk gangguan 3 phasa terjadi di bus C dalam pu

dihitung dari selisih tegangan antara bus-bus yang ditinjau dibagi dengan impedansi antara kedua bus tersebut.

Contoh : Kontribusi arus dari bus A ke bus B:

I A –B = [(VrA - VrB)2 + (VxA - VxB)2]0,5 / ZA-B = [(0.118 - 0.090)2 +(-0.116 + 0.097)2 ]0.5 / (1.284 ∠ 56,8) = 0.026 ∠ [atan (-0.019/0.028) – 56,8] = 0.026 ∠ 91.0 Selengkapnya kontribusi arus dari tiap cabang dan dari generator dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

Kontribusi Arus positif sequence Dari Bus Ke Bus I (p.u) Sudut Ir (p.u) Ix (p.u)

Gen. A 0.400 -82.5 0.052 -0.397 Gen. B 0.274 -83.9 0.029 -0.273

A B 0.026 -91.0 0.000 -0.026 A C 0.375 -81.9 0.053 -0.371 B C 0.300 -84.5 0.029 -0.299

Untuk gangguan 3 phasa (dalam contoh ini terjadi di bus C), tidak terdapat arus urutan

negatif dan arus urutan nol, sehingga menurut komponen simetris, kontribusi arus gangguan fasa R, S dan T juga dihitung dengan rumus-rumus komponen simetris telah disebutkan di atas :

I R = I 0 + I + + I - I S = I 0 + a2 * I + + a * I - I T = I 0 + a * I + + a2 * I -

dimana a penggeser sudut 120o atau (-0.5 + j0.866), dan a2 atau (-0.5 - j0.866). Sehingga dalam hal ini, I R, I S dan I T kontribusi arus fasa tiap cabang untuk gangguan

di Bus C dapat dihitung dengan rumus komponen simetris tersebut.

Page 15: 29006802 Paper Analisa Hubung Singkat Pada Penyulang Paralel Di Pembangki

PT. Jalamas Berkatama

Kursus Proteksi Pada Pembangkit 28-31 Mei 2001 15

Bila akan dilihat pula nilai arus dalam Amper dengan arus dasar di sisi 20 kV sebesar 2886,75 Ampere, maka hasilnya dapat dilihat seperti pada tabel :

Kontribusi Arus fasa R Arus fasa S Arus fasa T Dari-Ke I (p.u) I (Amp) sudut I (p.u) I (Amp) sudut I (p.u) I (Amp) sudut Gen.-A 0,400 1155,5 -82,5 0,400 1155,5 157,5 0,400 1155,5 37,5 Gen.-B 0,274 792,2 -83,9 0,274 792,2 156,1 0,274 792,2 36,1

A-B 0,026 75,3 -91,0 0,026 75,3 149,0 0,026 75,3 29,0 A-C 0,375 1081,1 -81,9 0,375 1081,1 158,1 0,375 1081,1 38,1 B-C 0,300 867,0 -84,5 0,300 867,0 155,5 0,300 867,0 35,5

Tegangan tiap fasa juga di tiap bus untuk gangguan 3 phasa di bus C, juga dihitung

dengan rumus-rumus komponen simetris :

V R = V 0 + V + + V - V S = V 0 + a2 * V + + a * V - V T = V 0 + a * V + + a2 * V - Nilai tegangan tiap fasa pada masing-masing bus dengan tegangan dasar sebesar

11,547 kV ( 20 kV / √ 3 ).

Tegangan Tegangan fasa R Tegangan fasa S Tegangan fasa T di Bus V (p.u) V ( kV ) sudut V (p.u) V ( kV ) sudut V (p.u) V ( kV ) sudut

A 0.17 1.91 -44.5 0.17 1.91 -164.5 0.17 1.91 75.5 B 0.13 1.53 -47.1 0.13 1.53 -167.1 0.13 1.53 72.9 C 0.00 0.00 -144.8 0.00 0.00 95.2 0.00 0.00 -24.8

Dari perhitungan-perhitungan di atas, terlihat jika terjadi gangguan (dipilih) bus c dapat

dihitung kontribusi arus tiap cabang baik dari generator yang diparalel arus antar Bus maupun tegangan tiap Bus.

Hasil hitungan kontribusi arus dan tegangan Bus ini yang digunakan untuk penyetelan

Relai di Jaringan. 5. PENUTUP Dengan memahami cara-cara perhitungan hubung singkat yang sederhana ini yang hanya

menggunakan paket program Excel, pembaca dan praktisi dapat diharapkan dapat mengembangkan ke arah pembuatan program dengan bahasa pemrograman yang lain misalnya Basic, Fortran atau lainnya dengan kreasinya sendiri.

Tulisan ini sekedar membuka gagasan bahwa menghitung gangguan hubung singkat itu bisa

dipelajari sendiri. Yang jelas tulisan ini masih belum sempurna sekali.