document2
DESCRIPTION
contohTRANSCRIPT
Nama : Fouren Atria Larasati
NIM : 41120098
1. Berilah kajian etika terhadao program penyediaan kondom yang mudah
dijangkau dalam penanggulangan HIV/AIDS ataupun hepatitis!
“Upaya advokasi dan penyuluhan yang dilakukan dr.Nafsiah Mboi di
tanjung Elmo dan di berbagai tempat di Indonesiabukanlah upaya jelaslah
“kondomisasi” dalam konotasi yang negative, karena ia justru memasyarakatkan
strategi nasional penanggulangan AIDS, termasuk kedua klausul di atas. Pada
setiap kesempatan ia selalu mengkampanyekan …
Dalam rapat Dengar Pendapat Umum antara Komisi VIII DPR-RI dan ##!
LSM Pedulu AIDS di Jakarta, 4 Maret lalu, muncul pendapat cukup menyentak
dari Esthi Susanri Hudiono, Direktur Hotline Service Surya Surabaya, sebuah
LSM AIDS yang banyak melakukan program penjangkauan terhadap para wanita
pekerja seks di Surabaya. “ Saya pribadi tak setuju praktek pelacuran karena tidak
sesuai dengan moral dan ajaran agama. Tapi dengan kacamata moral pula, kita
tidak merelakan ada orang yang mati kelaparan. Jadi yang lebih structural adalah
mencegah pelacuran dengan mensejahterakan desa-desa kita.”ujarnya. Upaya
yang dilakukan belasan anak buahnya adalah bersama-sama memberdayakan para
wanita pekerja seks di Surabaya…”
Menurut saya etika dalam penanggulangan HIV/AIDS ataupun hepatitis
tidak lepas dari praktek prostitusi yang banyak di masyarakat dan tidak dapat
100% dicegah. Contohnya sekarang ini yang sedang maraknya prostitusi online
setelah beberapa lokalisasi ditutup. Dengan kejadian ini, maka angka kejadian
HIV/AIDS ataupun hepatitis akan semakin meningkat di masyarakat apabila tidak
ada penanggulangannya. Dari segi etika, menurut saya dengan adanya pencegahan
menggunakan kondom dapat mengurangi angka kejadian HIV/AIDS ataupun
hepatitis di masyarakat tanpa merugikan pihak-pihak yang bersangkutan seperti
PSK. Namun demikian, sosialisasi terhadap penggunaan kondom harus
diberlakukan dan terutama orang-orang yang bekerja di bisnis prostitusi harus
diberdayakan, untuk lebih sadar diri pentingnya penggunaan kondom dalam
mencegah HIV/AIDS. Selain sosialisasi di lingkungan prostitusi, masyarakat
awam juga perlu sosialisasi tentang penyakit HIV/AIDS, manfaat penggunaan
kondom serta pengertian kepada masyarakat bahwa bukan berarti seks bebas
diperbolehkan, dan penting nya peran sebuah keluarga dalam mendidik anaknya
serta mengawasi anak-anak dalam pergaulan, supaya kondom tidak
disalahgunakan.
2. Buatlah masukan terhadap program pelarangan merokok di kampus, puskesmas
atau rumah sakit berdasarkan pertimbangan etika dan pertimbangan hukum!
Fasilitas kesehatan memang merupakan salah satu ruang public, contoh
rumah sakit dan puskesmas. Sebuah fasilitas kesehatan memang sebaiknya bebas
dari asap rokok agar tidak mengganggu orang lain yang bukan perokok, menjaga
kebersihan rumah sakit dan menghormati pasein ataupun orang yang ada di dalam
rumah sakit. Secara etika, menurut saya masukan untuk larangan merokok di
fasilitas kesehatan adalah fasilitas kesehatan secara tegas melarang perokok untuk
merokok di dalam area fasilitas kesehatan. Apabila ada perokok yang ingin
merokok, sebaiknya merokok di luar lingkungan rumah sakit missal di warung
atau di pinggir jalan (trotar) atau di area yang sudah disediakan untuk merokok.
Masukan ini, secara etika dan moral, adalah saling menghormati antara perokok
dan non-perokok. Secara hukum juga, ada larangan merokok di area rumah sakit.
Salah satu hukum yang mengatur kawasan dilarang merokok khususnya DIY
adalah Pergub no. 42 tahun 2009. Sehingga, memang secara hukum rumah sakit
sebagai contoh telah dilindungi dari asap rokok, sehingga PerGub ini dapat
dicantumkan di setiap area lingkungan rumah sakit sebagai ketegasan bahwa
rumah sakit bebas asap rokok. Apabila masih ada orang yang merokok di
lingkungan rumah sakit menurut saya tidak beretika maupun bermoral.
Begitu pula dengan lingkungan kampus, masukan saya adalah secara etika,
tidak ada larangan bagi mahasiswa perokok untuk masuk dalam lingkungan
kampus, karena merokok adalah kebebasan. Namun, kampus juga harus dengan
tegas memberikan sanksi kepada mahasiswa yang merokok di ingkungan kampus,
karena kebebasan yang tidak bertanggung jawab tersebut. Apabila ingin merokok
jangan di lingkungan kampus, karena ada salah satu hukum yang berlaku tentang
kawasan dilarang merokok yang tertera pada Pergub no.42 tahun 2009. Karena
ada hukum nya juga, sudah seharusnya kampus juga bertindak tegas apabila ada
mahasiswa yang merokok dilingkungan kampus.
3. Jelaskan bahwa kebanyakan pelayanan di daerah terpencil yang mutunya
rendah berkaitan dengan masalah etika kesehatan!
Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta diberikan
secara aman dan memuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta
masyarakat konsumen. Dilihat dari definisi tersebut, memang apabila seorang
tenaga kesehatan atau fasilitas pelayanan kesehatan kurang atau tidak memberikan
pelayanan yang terbaik (mutu rendah) kepada pasien sesuai dengan kemampuan
masing,yang menimbulkan ketidakpuasan pasien, memang hal ini dikatakatan
sebagai masalah etika atau moral. Fasilitas pelayanan kesehatan di daerah
terpencil tidak atau kurang memberikan pelayanan yang terbaik terhadap pasien
dapat dikakatakan sebagai masalah etika. Namun masalah etika mutu rendah ini
muncul karena kurangnya dukungan dari pemerintah setempat untuk
meningkatkan kinerja sebuah fasilitas pelayanan kesehatan, misalnya kurang nya
tenaga medis (dokter, perawat,dll), alat-alat yang mendukung kerja dokter untuk
menegakkan diagnosis, kurangnya suplai berbagai obat, dsb. Namun, tidak dapat
dikatakan sebagai masalah etika apabila tenaga medis (dokter, perawat,dll) dengan
segala fasilitas yang ada, dapat memberikan pelayanan yang terbaik terhadap
pasien, sehingga pasien merasa puas telah berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang sangat terbatas.
4. Bagaimana bedah plastic yang disengaja menurut pandangan etika?
Apabila berbicara tentang etika, ada hubungannya dengan moral. Setiap
masyarakat memiliki standar moralitas yang pada dasarnya berfungsi melindungi
diri baik di lingkungan sosial maupun masing-masing individu. Setiap masyarakat
berhak melakukan apa saja yang dianggapnya baik, seperti halnya dalam
melakukan operasi plastik. Meskipun dengan tujuan kecantikan, selama dalam
batas kewajaran, hal itu boleh saja. Menurut Rudolf Stener, kebebasan ada 2 yaitu
kehendak bebas dan kebebasan yang bertanggung jawab. Dalam fenomena
kehendak bebas, otoritas moral tidak lagi bersumber dari masyarakat, keluarga
aaaatau kitab suci, melainkan hati sanubari seorang individu. Apapun keputusan
untuk melakukan satu hal bergantung pada dirinya. Jadi dalam hal ini berarti
setiap orang bebas melakukan operasi plastic selama dirinya berkehendak.
Sedangkan menurut teori kebebasan yang bertanggung jawab, melakukan operasi
plastic diperbolehkan selama resiko yang ditimbulkan dari operasi tersebut benar-
benar dapat dipertanggung jawabkan terhadap dirinya sendiri dan tidak merugikan
orang lain. Artinya sgala macam resiko buruk yang kemungkinan terjadi siap
diterima. Dalam mengambil keputusan ini, tentunya seseorang juga perlu berpikir
matang, karena yang dimaksud bertanggung jawab dalam hal ini didasarkan
otoritas di luar dirinya (peraturan, ideologi dan nilai kelompok).