254369485-referat-ika-pendekatan-diagnostik-penurunan-kesadaran-pada-anak.docx
TRANSCRIPT
Referat
Pendekatan Diagnosis PenurunanKesadaran pada Anak
Penyusun : Patricia Christiani
Pembimbing : dr. Andry Juliansen, Sp. A
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
Rumah Sakit Umum Siloam
Karawaci 2014
1| Page
Daftar Isi
Halaman Judul ................................................................................................................... 1
Daftar Isi ............................................................................................................................ 2
Bab I. Pendahuluan ............................................................................................................ 3
Bab II. Isi ........................................................................................................................... 3
2.1 Definisi ............................................................................................................ 4
2.2 Etiologi .............................................................................................................. 4
2.3 Patofisiologi ...................................................................................................... 4
2.4 Evauasi Diagnosis ............................................................................................. 6
2.4.1 Pendekatan Klinis............................................................................... 7
2.4.2 Pendekatan Awal................................................................................ 7
2.4.3 Anamnesis........................................................................................... 8
2.4.4 Pemeriksaan Fisik............................................................................... 9
2.5 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................... 18
2.6 Tatalaksana........................................................................................................ 19
Daftar Pustaka...................................................................................................................... 23
2| Page
Bab I
Pendahuluan
Penurunan kesadaran merupakan kejadian gawat darurat yang seringkali dijumpai
dalam praktik sehari-hari. Kesalahan dalam tatalaksana awal pasien yang datang dengan
kesadaran yang menurun, dapat meningkatkan angka mortalitas. Kesalahan dalam diagnosis
awal pasien dengan penurunan kesadaran membawa perbedaan tatalaksana yang dapat
berujung kepada perburukan kondisi pasien.
Kesadaran ditentukan oleh pusat kesadaran yang berada pada kedua hemisfer serebri
dan sistem ARAS (Ascending Reticular Activating System). ARAS merupakan sebuah
rangkaian sistem yang berasal dari medulla spinalis bagian kaudal menuju rostral, yakni
diensefalon melalui brain stem dengan lintasannya berada diantara medulla, pons,
mesencephalin menuju ke subthalamus, hipothalamus dan thalamus. Terjadinya kelainan pada
salah satu sistem atau kedua sistem yang mengatur kesadaran terebut akan menyebabkan
seseorang jatuh ke dalam kondisi yang tidak sadar.
Pada referat ini akan dibahas mengenai pendekatan diagnosis penurunan kesadaran
pada anak mulai dari evaluasi awal pada saat pasien datang, anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan penunjang yang sekiranya dibutuhkan untuk
mendiagnosis anak yang datang dengan penurunan kesadaran. Tidak hanya pendekatan
diagnosisnya saja, referat ini juga akan membahas mengenai definisi, etiologi, patofisiologi,
pendekatan diagnosis, juga tatalaksana dalam menangani pasien anak dangan penurunan
kesadaran.
3| Page
Bab II
Isi
2.1 Definisi
Definisi kesadaran mengacu kepada ketanggapan seseorang terhadap lingkungan
sekitarnya, dan dirinya sendiri. Kesadaran memiliki dua dimensi, yakni dimensi wakefulness
atau arousal atau bangun dan awareness atau content atau tanggap.1,2 Dimensi bangun diatur
oleh sebuah sistem saraf otonom vegetatif otak yang bekerja karena adanya stimulus ascendens
dari tegmentum pontine, hipotalamus posterior dan thalamus yang tergabung dan membentuk
sebuah sistem bernama ARAS (Ascending Reticular Activating System) yang merupakan
bagian dari formasio retikularis. Sementara dimensi tanggap diatur oleh neuron-neuron yang
berada pada korteks otak dan hubungan timbal baliknya dengan inti-inti yang terletak pada sub-
korteks.3 Untuk menjadi tanggap terhadap lingkungan sekitarnya, seseorang membutuhkan
bangun, tetapi bangun dapat terjadi tanpa harus tanggap.4
2.2 Etiologi
Penyebab penurunan kesadaran pada anak terdiri atas beberapa penyebab, dan dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yakni penyabab struktural dan penyebab non
struktural (medikal). Penyebab struktural biasanya melibatkan disfungsi sistem ARAS,
sementara penyebab non struktural biasanya akibat disfungsi kedua hemisfer otak.3
4| Page
Tabel 1. Penyebab penurunan kesadaran.5
Struktural
Hidrosefalus
Tumor intracerebri
Empiema subdural
Trauma (perdarahan intrakranial, edema
otak, shaken baby syndrome)
Trombosis vena cerebri
Penyakit cerebrovaskular
Non struktural
Anoksia
Ketoasidosis diabetikum
Gangguan elektrolit
Ensefalopati
Hipoglikemia
Hipotermia / hipertermia
Infeksi (sepsis)
Intususepsi
Meningitis / ensefalitis
Psikogenik
Toksin
Uremia (hemolitic uremic syndrome)
Fase postictal
Gangguan metabolisme saat lahir
Singkatan berupa AIEOUTIPS dapat mempermudah klinisi dalam mencari penyebab utama
penurunan kesadaran pada anak (tabel 2).
Tabel 2. Singkatan yang digunakan dalam menghafal penyebab penurunan kesadaran.5
A
E
I
O
U
T
I
P
S
Alcohol, abuse substances
Epilepsi, ensefalopati, ketidakseimbangan elektrolit, gangguan endokrin
Insulin, intususepsi
Overdosis, kekurangan oksigen
Uremia
Trauma, tumor, instabilitas suhu
Infeksi
Permasalahan psikiatrik, poisoning (keracunan)
Shock, stroke, SOL
5| Page
Pengelompokkan penyebab penurunan kesadaran pada anak juga dapat disesuaikan dengan
usia anak tersebut (tabel 3).
Tabel 3. Penyebab penurunan kesadaran menurut umur.3
Bayi
Infeksi
Metabolik
Kejang
Kekerasan
Inborn error
Anak
Toksin
Infeksi
Kejang
Intususepsi
Kekerasan / trauma
Remaja
Toksin
Trauma
Psikiatrik
Kejang
2.3 Patofisiologi
Mekanisme pasti yang dapat menjelaskan bagaimana seseorang dapat mempertahankan
kesadarannya masih belum jelas, tetapi nampaknya kesadaran seseorang dipengaruhi oleh dua
struktur yang sangat berperan dalam mengatur tingkat kesadaran seseorang, yakni ARAS
(Ascending Reticular Activating System) yang merupakan bagian dari formasio reticularis dan
korteks serebri.3 Kontrol utama kesadaran terletak pada sistem formasio retikularis yang
memiliki fungsi sebagai berikut :
(1) mengontrol derajat kewaspadaan
(2) kemampuan mengarahkan perhatian
(3) memfiltrasi informasi sensoris, dan
(4) mengkoordinasi aktivitas-aktivitas otot.
Mekanisme kesadaran dapat dijelaskan sebagai berikut, informasi sensoris yang berasal
dari tubuh ketika mencapai formasio retikularis akan diteruskan ke korteks serebri melalui
serat-serat ascendens yang menyusun sistem ARAS. Adanya gangguan pada salah satu atau
kedua struktur tersebut, dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.3
6| Page
Gambar 1. Reticular Activating System1
2.4 Evaluasi Diagnosis
2.4.1 Pendekatan Klinis
Pendekatan klinis pada pasien dengan penurunan kesadaran haruslah dilakukan secara
menyeluruh dan sistematik. Data-data mengenai onset gejala, adanya perbaikan atau
perburukan gejala sejak terjadinya penurunan kesadaran tersebut haruslah diperoleh dan digali
dengan benar dan rinci, agar penatalaksanaan awal pada pasien dengan penurunan kesadaran
dapat dilakukan lebih adekuat, sehingga kemungkinan perburukan yang terjadi pada pasien
dapat dihindari.3
2.4.2 Pendekatan Awal
Tujuan utama tatalaksana pasien yang datang dengan penurunan kesadaran ialah
mencegah kerusakan otak lebih lanjut. Ketika pasien datang dengan kesadaran yang menurun,
yang pertama kali harus dilakukan oleh para tenaga kesehatan ialah menstabilisasi tanda-tanda
vital, penilaian fungsi otak, deteksi dini kemungkinan perburukan, dan apabila
memungkinakan menganalisa penyebab terjadinya penurunan kesadaran pada pasien.3,6
Evaluasi dan tatalaksana awal pada pasien dengan penurunan kesadaran yang paling
penting ialah penilaian A (airway / jalan napas), B (Breathing / laju napas), dan C (Circulation
7| Page
/ sirkulasi darah). Permasalahan pada ketiga aspek tersebut, membutuhkan penanganan segera
seperti pemasangan intubasi endotrakeal apabila terbukti adanya sumbatan yang menghalangi
jalan napas pasien. Adekuatnya perfusi dan sirkulasi juga harus segera dinilai. Akses intravena
juga sebaiknya langsung dipasang guna memudahkan tatalaksana awal. Bahan-bahan
pemeriksaan untuk laboratorium, seperti darah dan urin juga seharusnya segera diambil.
Pemasangan folley catheter juga harus segera dilakukan guna memonitor jumlah urin yang
keluar dan sebagai bahan pemeriksaan untuk dibawa ke laboratorium guna pemeriksaan lebih
lanjut. 3,6
Monitor tanda-tanda vital pada pasien dengan penurunan kesadaran haruslah
dilakukan secara ketat. Bila memungkinkan, dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang
lainnya seperti CT Scan pada pasien dengan trauma kepala, atau pada pasien dengan tanda-
tanda vital yang menunjukkan ke arah perburukan yang dari segi klinis menunjukkan adanya
permasalahan di otak, seperti peningkatan TIK atau adanya kecurigaan herniasi otak. 3,6
Setelah stabilisasi tanda-tanda vital selesai dilakukan, dan pasien berada dalam
kondisi yang stabil, yang dapat dilakukan selanjutnya ialah menggali riwayat pasien dengan
cara anamnesis dengan orang-orang yang mengetahui riwayat pasien secara rinci. Setelah
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik yang mencakup pemeriksaan neurologis juga dapat
dilakukan, dan pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan guna menegakkan diagnosis. 3,6
2.4.3 Anamnesis
Anamnesis sangatlah berguna guna menentukan etiologi penurunan kesadaran pada
anak. Dalam anamnesis, hal-hal yang dapat ditanyakan seperti :
(1) onset terjadinya penurunan kesadaran, apakah akut yang biasanya mengarah pada
penyakit jantung atau penyakit neurovaskuler ataukan subakut yang biasanya lebih mengarah
pada kelainan metabolik,
(2) riwayat trauma, apabila terdapat riwayat trauma, apakah trauma tersebut terjadi pada
kepala, apabila ya, adakah lusid interval setelah terjadinya trauma kepala tersebut,
(3) riwayat penyakit dahulu, apakah pasien memiliki riwayat penyakit diabetes, yang
erat kaitannya dengan hipoglikemia atau ketoasidosis,
(4) riwayat penggunaan obat-obatan pada pasien, yang erat kaitannya dengan
intoksikasi obat-obatan,
8| Page
(5) apakah ada gejala neurologis yang bertahap atau mendadak,
(6) bagaimana kejadian sebelum penurunan kesadaran itu terjadi,
(7) adakah demam yang dapat menunjukkan ke arah penyakit infeksi,
(8) adakah gejala penyerta lain, seperti kelemahan anggota gerak, nyeri kepala
mendadak, pusing, kejang, pengelihatan ganda atau kabur, muntah, tinja berdarah. Selain itu
dapat pula ditanyakan riwayat penyakit di dalam keluarga. 3,4,5,6,7,8
2.4.4 Pemeriksaan fisik
Penentuan etiologi penyebab penurunan kesadaran pada anak juga dapat diketahui
melalui pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik haruslah dilakukan secara sistematis dan
menyeluruh (head to toe). Pemeriksaan fisik awal dapat berupa pemeriksaan tanda-tanda vital,
seperti suhu, tekanan darah, nadi, dan laju napas.3,6,7,8
Adanya peningkatan suhu dapat mengindikasikan adanya infeksi atau adanya gangguan
pengaturan suhu central tubuh di hipothalamus. Adanya demam yang disertai penurunan
kesadaran dapat mengindikasikan terjadinya sepsis, pneumonia, meningitis, ensefalitis, abses
atau empiema intrakranial. Terjadinya penurunan suhu (hipotermia) biasanya mengindikasikan
terjadinya intoksikasi obat-obatan. Takikardia biasanya terjadi pada pasien dengan syok
hipovolemia, demam, penumonia, asma ataupun asidosis, sementara itu terjadinya bradikardia
mengindikasikan peningkatan tekanan intrakranial, atau terjadinya hipoksemia dalam jangka
waktu lama. Hipotensi dapat terjadi pada pasien dengan syok, sepsis, intoksikasi obat-obatan
atau adanya gangguan jantung, sementara itu hipertensi dapat terjadi pada pasien dengan
ensefalopati hipertensi yang lama. 3,6,7,8
Pemeriksaan fisik lain yang juga harus diperhatikan ialah kulit pasien, apakah terdapat
sianosis, ikterik, atau pucat. Cherry red skin atau kulit yang berwarna merah seperti buah cherry
biasanya ditemukan pada pasien dengan keracunan karbon monoxida. Sefalhematoma, memar
pada kulit kepala, racoon eye biasanya ditemukan pada pasien dengan trauma kepala. Bau
mulut pasien juga mengindikasikan terjadinya sebuah gangguan metabolik, seperti
ketoasidosis, intoksikasi alkohol, atau koma hepatikum. Dari pemeriksaan fisik secara
menyeluruh, kita dapat menemukan petunjuk yang biasanya mengarah kepada suatu penyakit,
seperti dapat dilihat pada tabel 4. 3,6,7,8
9| Page
Tabel 4. Petunjuk yang menunjukkan kepada etiologi berdasarkan hasil pemeriksaan fisik8
Lihat
Ikterik
Ruam
Pallor
Petechiae
Hematoma pada kulit kepala
Jika ditemukan, pikirkan
Ensefalopati hepatikum, leptospirosis, malaria
Meningococcemia, dengue, ricketsia, infeksi virus,
campak
Malaria cerebri, perdarahan intrakranial, sindroma
hemolisis uremia
Dengue, meningococcemia, demam berdarah dengue
Trauma
Dismorfik, neurocutaneous markers Kemungkinan terjadinya kejang
Bau nafas yang tidak normal Ketoasidosis diabetik, koma hepatik
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, dapat juga secara simultan dilakukan
pemeriksaan neurologis yang berupa penilaian status kesadaran, pola napas, pemeriksaan saraf
kranialis,dan pemeriksaan motorik (meliputi postur, aktivitas motorik spontan, dan respons
terhadap rangsangan.
1. Penilaian status kesadaran
Derajat kesadaran seseorang dapat dinilai dengan dua cara, yakni secara kualitatif
dan kuantitatif. Penilaian derajat kesadaran secara kualitatif terbagi dalam lima tipe,
yakni
(1) sadar atau compos mentis merupakan keadaan dimana seseorang tanggap
terhadap lingkungan sekitar dan dirinya sendiri baik dengan atau tanpa rangsangan,
(2) Apatis atau sering kali disebut dengan obtundasi, yakni keadaan dimana anak
mengalami kesulitan dalam mempertahankan keadaan sadar (anak cenderung
mengantuk) dan apabila diberikan rangsangan, terjadi respons yang lambat terhadap
rangsangan tersebut tetapi anak masih dapat diajak untuk berkomunikasi sedikit-sedikit,
(3) Letargis atau seringkali lebih dikenal dengan sonolen merupakan keadaan
dimana anak cenderung mengantuk, tetapi dapat dibangunkan dengan stimulus selain
nyeri, seperti contohnya stimulus suara.
10 | P a g e
(4) Sopor atau stuppor yang biasa dikenal sebagai keadaan kantuk yang dalam.
Pada penderita dengan tingkat kesadaran stuppor, mereka masih dapat dibangunkan
tetapi hanya dengan rangsang nyeri yang kuat.
(5) Koma dalam atau komplit, merupakan tingkat kesadaran yang ditandai dengan
tidak adanya gerakan spontan, dan tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang
nyeri yang sangat kuat.5
Penilaian derajat kesadaran secara kualitatif, dapat diukur dengan menggunakan
skala Glasgow Coma (GCS) (tabel 5). Pada skala GCS, terdapat tiga aspek yang dinilai,
yakni membuka mata, repons motor, dan respons verbal. Ketiga aspek penilaian GCS
tersebut memiliki rentang nilai masing-masing. Dalam pemeriksaannya, nilai yang
diambil ialah repons terbaik yang dapat dilakukan oleh pasien.
Tabel 5. Skala Glasgow Koma dan Modifikasinya untuk Anak2
Glasgow Coma ScaleMembuka Mata
Skor Glasgow Coma Scale (Modifikasi untuk bayi)Membuka Mata
Skor
Spontan
Terhadap suara
Terhadap rangsang
43
2
Spontan
Terhadap suara
Terhadap rangsang nyeri
43
2
nyeri Tidak ada respon 1 Tidak ada respons 1
Respons verbal (bicara) Respons verbal (bicara) (modifikasi untukbayi)
Terorientasi
Bicara kacau
Berupa kata-kata
Mengerang
Tidak ada respons
54
3
2
1
Babbles, coos
Menangis, tetapi dapat dibujuk
Rewel, tidak kooperatif
Mengerang dengan rangsang nyeri
Tidak ada respons
54
3
2
1
Respons motorik (gerakan) Respons motorik (gerakan )
Menuruti perintah
Melokalisasi
65
Gerakan aktif
Melokalisasi rangsang nyeri
65
rangsang nyeri
Reaksi menghindar
Reaksi fleksi
Reaksi ekstensi
Tidak ada respons
43
2
1
Reaksi menghindar
Reaksi fleksi
Reaksi ekstensi
Tidak ada respons
43
2
1
Nilai normal dari penilaian skala koma dan modifikasinya untuk anak mengikuti
nilai normal penilaian skala koma pada dewasa, yakni dengan total nilai terbaik 15, dan
total nilai terburuk 3. Penilaian status kesadaran menggunakan skala koma ini tidaklah
11 | P a g e
relevan apabila dilakukan pada bayi yang baru lahir, balita, dan anak-anak.2 Melalui
bentuk aslinya, dibuatlah sebuah skala koma yang baru, yang ditujukan untuk pediatrik.
Terdapat beberapa perubahan kecil pada skala koma yang ditujukan untuk pediatri,
yakni pada respons verbal. Respons verbal yang tercantum dalam skala koma pediatri
yang baru mengubah sistem penilaian respons verbal berdasarkan jenjang usia anak
yang dapat dilihat pada tabel 6.2
Tabel 6. Skala Koma Pediatri2
ResponsMembuka Mata
Spontan Terhadap suara Terhadap rangsang nyeri Tidak ada respons
Respons Verbal Terbaik Terorientasi Berupa kata-kata Berupa huruf fokal Menangis Tidak ada respons
Respons Motorik Terbaik Mematuhi perintah Melokalisasi nyeri Reaksi fleksi terhadap rangsang nyeri Reaksi ekstensi terhadap rangsang nyeri Tidak ada respons
Normal score Lahir – 6 bulan 6 – 12 bulan 1 – 2 tahun 2 – 5 tahun Diatas 5 tahun
Skor
4321
54321
54321
911121314
Modifikasi skala koma juga di modifikasi kembali oleh para peneliti yang
ditujukan kepada anak-anak, dengan perubahan komponen perubahan repons membuka
mata menjadi respons okuler yang dapat diperiksa dengan pemeriksaan doll’s eye
movement, yang dapat dilihat pada tabel 7.2
12 | P a g e
Tabel 7. Skala Koma pada Anak-anak2
TandaRespons okular
Normal (Pursuit) Reaksi pupil normal, gerakan ekstraokular normal Pupil terfiksasi, kelemahan gerakan ekstraokular Pupil terfiksasi, paralisis gerakan ekstraokular
Respons verbal Menangis Bernapas spontan Apneu (tidak bernapas)
Respons motorik Fleksi dan ekstensi Reaksi menghindar terhadap rangsangan nyeri Hipertonus (kaku) Flaccid (lemas)
Total nilai terbaik
Skor
4321
321
432111
2. Pola napas
Kontrol pernapasan manusia diatur oleh interaksi antara batang otak dan korteks
serebri, dimana batang otak mengatur keinginan untuk bernapas (drive), sedangkan
korteks serebri mengatur pola pernapasan. Pusat pengaturan pernapasan pada batang
otak terletak di pons dan medulla oblongata. Gangguan seperti gangguan metabolik dan
hipoksia yang sifatnya akut, biasanya masih dapat dikompensasi dengan perubahan
pola pernapasan, sehingga pola pernapasan yang abnormal dapat mencerminkan
gangguan neurologis.6,7
Terdapat lima tipe pola pernapasan yang dapat mencerminkan lokasi kerusakan
yang terjadi di otak, yakni
Pola pernapasan Cheyne-Stokes merupakan pola pernapasan yang ditandai
dengan adanya dua fase, yakni fase hiperpnea dan apnea yang secara teratur bergantian,
dimana kecepatan napas bertambah secara bertahap hingga mencapai puncaknya,
kemudian berkurang bertahap hingga apnea. Pola pernapasan ini biasanya terjadi
apabila terdapat kerusakan pada lobus frontal unilateral atau bilateral, gangguan
diensefalon berupa penyakit metabolik atau ancaman terjadinya herniasi, atau penyebab
sekunder akibat adanya gagal jantung atau pernapasan. 3,4,6,7
Pola pernapasan hiperventilasi neurogen sentral merupakan pola pernapasan
hiperpnea dalam dan cepat. Pola pernapasan ini sering kali dikenal dengan pola
pernapasan kusmaul. Pola pernapasan seperti ini seringkali disebabkan oleh adanya
13 | P a g e
gangguan metabolik atau adanya lesi pada formasio retikularis, tepatnya pada daerah
midpons atau midbrain. 3,4,6,7
Pola pernapasan apnea merupakan pola pernapasan dimana terhentinya
inspirasi dalam waktu yang lama atau istirahat pada saat inspirasi penuh. Pola
pernapasan apnea yang terjadi pada pasien dengan penurunan kesadaran
mengindikasikan adanya gangguan (infark) pada pons atau medula. Pola pernapasan ini
biasanya membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik dini, dan prognosis pasien
dengan pola napas apnea biasanya lebih buruk apabila dibandingkan dengan pola
pernapasan hiperventilasi neurogen sentral. 3,4,6,7
Pola pernapasan ataksik ialah pola pernapasan yang dangkal, cepat, dan tidak
teratur. Pola pernapasan seperti ini menunjukkan adanya gangguan pada medula atau
menjelang kematian. Pasien dengan pola pernapasan seperti ini membutuhkan
pertolongan sesegera mungkin, karena pola pernapasan seperti ini memiliki prognosis
paling buruk dibandingkan pasien dengan pola pernapasan lainnya. 3,4,6,7
Pola pernapasan cluster merupakan pola pernapasan yang berbentuk kelompok,
yang diselingi oleh masa istirahat yang tidak teratur. Pola pernapasan ini menunjukkan
adanya lesi pada pons bagian bawah atau bagian atas dari medula oblongata. Pola
pernapasan ini memiliki prognosis yang lebih buruk jika dibandingkan dengan pola
pernapasan apnea. 3,4,6,7
Gambar 2. Gambaran skematis pola pernapasan9
14 | P a g e
3. Pemeriksaan saraf kranialis
3.1 Ukuran dan reaktivitas pupil
Reaksi konstriksi dan dilatasi pupil diatur oleh sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Sistem saraf simpatis mengatur dilatasi pupil (midriasis), sementara
sistem saraf parasimpatis mengatur konstriksi pupil (miosis). Serabut saraf simpatis
berasal dari hipotalamus, sedangkan serabut saraf parasimpatis berasal dari midbrain.
Adanya gangguan atau lesi yang terletak di daerah diensefalon akan menyebabkan
konstriksi pupil, tetapi tetap menimbulkan refleks terhadap cahaya langsung. Apabila
terdapat gangguan atau lesi di daerah midbrain akan menyebabkan pupil terfiksasi di
tegah dan menjadi tidak reaktif terhadap rangsangan cahaya, karena lesi atau gangguan
pada midbrain mempengaruhi jalannya serabut simpatis dan parasimpatis. Apabila lesi
atau gangguannya terletak pada pontin, maka yang akan muncul pada pupil ialah pin
point pupil.3,4,6,7
Gambar 3. Letak lesi disertai reaksi kedua pupil6
15 | P a g e
Tabel 8. Gangguan refleks pupil pada penurunan kesadaran6
Dilatasi pupil
Satu sisi : tumor, ancaman herniasi, pasca kejang, lesi pada N.III
Dua sisi : pasca kejang, hipotermia, hipoksia, kerusakan menetap, ensefalitis, syok
akibat perdarahan
Konstriksi pupil
Menetap : kelainan pons, gangguan metabolik
Reaktif : kelainan medula oblongata, gangguan metabolik
Midsized pupil
Menetap : herniasi sentral
3.2 Pemeriksaan doll’s eye movement (oculocephalic refleks)
Pemeriksaan doll’s eye movement berguna untuk mengetahui gerakan bola mata
pada pasien yang jatuh dalam kondisi yang tidak sadar. Gerakan bola mata dikontrol
oleh nervus kranialis II,III,IV. Normalnya, bola mata seseorang akan menoleh ke
arah yang berlawanan dengan arah gerak kepala (doll’s eye movement positive).
Hasil pemeriksaan doll’s eye yang negatif pada pasien, dapat mengindikasikan
bahwa kemungkinan besar pasien menderita gangguan struktural pada batang
otak.3,6
16 | P a g e
Gambar 4. Reaksi bola mata pada pemeriksaan doll’s eye movement 6
3.3 Pemeriksaan Kalorik
Pemeriksaan kalorik (refleks okulovestibular) juga berguna dalam menilai gerakan
bola mata pada pasien dengan penurunan kesaadaran. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan cara mengalirkan air hangat atau air dingin ke dalam membaran timpani
pasien, kemudian di evaluasi, kemanakah gerakan bola mata pasien. Normalnya,
apabila membran timpani dialiri oleh air dingin, bola mata akan bergerak mendekati
rangsangan, sementara apabila membran timpani dialiri air hangat, bola mata akan
bergerak menjauhi arah rangsangan. Hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan
keadaan normalnya dapat mengindikasikan adanya kelainan struktural yang terjadi
pada batang otak bagian bawah.3,6
17 | P a g e
4. Pemeriksaan motorik
Fungsi motorik dapat memberikan informasi tambahan mengenai lokasi lesi. Adanya
hemiparesis mengindikasikan adanya lesi kontralateral pada otak. Respons dekortikasi
atau fleksi disebabkan oleh kerusakan hemisfer serebri bilateral dengan fungsi batang
otak yang masih baik. Respons deserebrasi atau ekstensi biasanya menunjukkan adanya
lesi destruktif otak tengah dan bagian atas pons.3
Tabel 9. Manifestasi klinis pemeriksaan neurologis berdasarkan tingkat kerusakan pada otak.6
Tingkat
gangguan
pernapasan
Respons motorik Pupil Gerak bola mata Pola pernapasan
Kedua korteks Withdrawal Miosis, reaktif Spontan, Cheyne – stokes
konjugasi
gerakan
horizontal
Thalamus Dekortikasi Fiksasi di tengah Spontan, Cheyne – stokes
konjugasi
gerakan
horizontal
Midbrain Dekortikasi atau Tidak reaktif
deserebrasi
Mengarah lateral Cheyne – stokes
(paresis N.III)
Pons Deserebrasi Pin point pupil Mengarah medial Biot
(paresis N. VI)
Medula oblongata Hipotonia, fleksi Miois Tidak terdapat Ataksik
gerakan bola mata
2.5 Pemeriksaan penunjang
Setiap pasien yang datang dengan penurunan kesadaran, harus di cek kadar gula dalam
darahnya dengan menggunakan dextrostick, karena hal pertama yang harus disingkirkan pada
pasien dengan penurunan kesadaran ialah keadaan hipoglikemia. Sampel darah juga harus
diambil dari pasien guna pemeriksaan yang lain, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar
elektrolit, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, dan kadar gula darah juga harus diperiksa kembali
18 | P a g e
di laboratorium guna konfirmasi. Selain sampel darah, sampel urin pasien juga harus diambil
guna pemeriksaan toxicologi. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan apabila memungkinkan
ialah CT Scan dengan atau tanpa kontras yang dapat dilakukan pada pasien dengan riwayat
trauma, pasien dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Pemeriksaan lain yang juga dapat
dilakukan ialah Lumbar Puncture yang dapat dilakukan pada pasien dengan kecurigaan adanya
infeksi sususan saraf pusat. Dapat juga dilakukan pemeriksaan EEG pada pasien dengan
riwayat kejang berulang atau epilepsi. 3,8
2.6 Tatalaksana penurunan kesadaran pada anak
Pendekatan tatalaksana anak yang datang dengan penurunan kesadaran dapat mengikuti
algoritme yang tercantum dalam gambar 5 dan 6. Tatalaksana awal penurunan kesadaran
bertujuan untuk mencegah terjadinya perburukan pada pasien. Hal pertama kali yang harus
dilakukan pada pasien yang datang dengan penurunan kesadaran ialah stabilisasi A (airway /
jalan napas), B (breathing, laju napas), dan C (circulation / sirkulasi darah). 3,6,8
Anak yang datang dengan penurunan kesadaran tanpa sebab yang jelas, harus segera
dilakukan pemeriksaan gula darah atau langsung diberikan cairan dextrosa 25% sebanyak 1 –
4 mL/kgBB, setelah itu dievaluasi responsnya. Respons yang membaik ditandai dengan
perbaikan kesadaraan perlahan-lahan, setelah terjadi perbaikan kesadaran, cairan dextrosa
dapat diturunkan menjadi dextrosa 10%. Pada kesadaran yang tidak membaik setelah diberikan
larutan dextrosa, hipoglikemia dapat disingkirkan sebagai penyebab penurunan kesaaran, dan
penyebab lainnya harus segera dipikirkan. 3,6,8,10
CT scan kepala juga harus dilakukan pada setiap anak yang datang dengan penurunan
kesadaran akibat trauma kepala. Monitor adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
juga harus selalu dilakukan. Pemberian manitol 20% sebanyak 0,5 – 1,0 gr.kgBB selama 30
menit setiap 6 sampai 8 jam dapat diberikan apabila terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial yang jelas, seperti muntah proyektil, papiledem, adanya defisit neurologis fokal.
Pemberian naloxon sebagai antidotum juga dapat dipertimbangkan apabila dicurigai adanya
overdosis narkotika. Pemberian kortikosteroid seperti dexametason mungkin bermanfaat
apabila terdapat edema perifokal (tumor). Dexametason dapat diberikan dengan dosis 1-2
mg/kgBB. 3,6,8,10
19 | P a g e
Kejang dan status epileptikus harus segera diatasi. Tenaga kesehatan harus segera
mengantisipasi adanya kejang. Adanya kejang walaupun tidak selalu bermanifestasi secara
klinis (status epileptikus non-konvulsif subklinis) harus selalu dipertimbangkan. Ketersediaan
EEG dalam fasilitas kesehatan juga berguna dalam memantau pasien dengan penurunan
kesadaran. Pungsi lumbal dapat dipertimbangkan untuk dilakukan apabila adanya kecurigaan
terjadinya infeksi susunan saraf pusat, sehingga pemberian antibiotik yang sesuai dapat segera
diberikan. 3,6,8
Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit juga perlu dikoreksi sedini mungkin.
Tidak menutup kemungkinan kalau penurunan kesadaran yang terjadi merupakan akibat dari
ketidakseimbangan elektrolit, seperti hipokalsemia, hipernatremia, hiponatremia, atau
hipomagnesemia. Adanya asidosis atau alkalosis juga harus segera dikoreksi secepat mungkin,
agar metabolisme tubuh dapat berlangsung normal kembali. 3,6,8
Koreksi suhu tubuh harus selalu dilakukan. Pemberian antipiretik yang sesuai harus
diberikan guna menurunkan demam dan pencegahan terjadinya asidosis. Pemberian sedatif
bagi pasien yang sedang agitasi dapat dipertimbangkan, karena agitasi dapat meningkatkan
tekanan intrakranial dan menyulitkan bantuan ventilasi mekanik. Namun, pemberian obat-
obatan yang bersifat sedatif harus selalu dimonitor, karena obat-obatan sedatif dapat
menyulitkan para tenaga kesehatan ketika mengevaluasi status neurologis pasien. 3,6,8
20 | P a g e
Gambar 5. Algoritma penatalaksanaan anak dengan penurunan kesadaran11
21 | P a g e
Gambar 6. Algoritma penatalaksanaan penurunan kesadaran pada anak di Indonesia4
22 | P a g e
Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Human Physiology From Cells to System. 7th ed. Canada : Brooks/cole
Cengage Learning; 2010. p. 167 – 169.
2. Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, Schor NF. Swaiman’s Pediatric Neurology
Principles and Practice. 5th ed. Vol.1. USA : Elsevier Saunders; 2013. p. 1064-1070.
3. Passat J. Datang Tidak Sadar, Apa yang Harus Dilakukan?. Dalam : Pusponegoro HD,
Handyastuti S, Kurniati N, penyunting. Pediatric Neurology and Neuroemergency in
Daily Practice. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006. h. 43 –
61.
4. Pudjiadi AH, Hegar B, Handyastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk.
Penurunan Kesadaran dalam Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jilid II. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. h. 205 – 210.
5. Avner JR. Altered States of Consciousness in Pediatrics in Review. 2006; 27 : 331 –
337.
6. Setyabudhy, Mangunatmaja I, Yuliarto S. Evaluasi Diagnosis dan Tata Laksana
Penurunan Kesadaran pada Anak. Dalam : Pudjiadi AH, Latief A, Budiwardhana N,
penyunting. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2013. h. 19 – 29.
7. Lazuardi S. Koma. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku Ajar
Neurologi Anak. Cetakan ke-2. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2000. h. 92 – 102.
8. Sharma S, Kochar GS, Sankhyan N, Gulati S. Approach to the Child with Coma . In
Indian J. Pediatr. 2010; 77 : 1279 – 1287.
9. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. h. 13.
10. Segedin L, Aickin R, Shepherd M. Coma (The Unconscious Child) : Children’s
Emergency Dept . [review date August 2007, cited 2014 sept 3]. Available from :
http://www.adhb.govt.nz/starshipclinicalguidelines/_Documents/Coma.pdf .
11. The Management of a Child (aged 0 – 18 years) with a Decreased Conscious Level.
United Kingdom : The Paediatric Accident and Emergency Research Group. [review
date January 2008, cited 2014 Sept 3]. Available from :
http://www.nottingham.ac.uk/paediatric-guideline/Guideline%20algorithm.pdf .
23 | P a g e
24 | P a g e