2.4.drsyahdanul-kesiapanteknologijalanjembatan

51
KESIAPAN TEKNOLOGI JALAN DAN JEMBATAN INDONESIA MENGHADAPI PEMBANGUNAN TRANS ASIA DAN ASEAN HIGHWAYS Oleh: M.Sjahdanulirwan Muhammad Idris Departemen Pekerjaan Umum

Upload: amrizal-bin-amran

Post on 04-Jul-2015

65 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

KESIAPAN TEKNOLOGI JALAN DAN JEMBATAN INDONESIA

MENGHADAPI PEMBANGUNAN TRANS ASIA DAN ASEAN

HIGHWAYS

Oleh:

M.SjahdanulirwanMuhammad Idris

Departemen Pekerjaan Umum

Page 2: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Latar Belakang• Sejak tahun 90-an, implementasi Trans Asia (termasuk

Asean Highways) dilakukan lebih intensif. Secara politis negara-negara Asia tidak lagi terbagi ke dalam blok-blok faham politik tertentu.

• Isu globalisasi ditandai dengan meleburnya pasar domestik ke pasar global, dikenal dengan era pasar bebas. Antar negara secara ekonomi tanpa sekat berarti.

• Trans Asia memegang peranan yang tidak diragukan lagi, menjadi pemersatu. Integrasi kepentingan negara-negara Asia melintasi batas-batas teritorial daratan, sungai dan lautan.

Page 3: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Latar Belakang• Beberapa ruas jalan di Indonesia yang jadi bagian Trans

Asia koridor AH-2 belum terhubungkan secara fisik, terutama dari Denpasar ke pulau Jawa masih menggunakan moda transportasi ASDP Ketapang-Gilimanuk.

• Demikian juga ruas Pantura Jawa dengan Jalintim Sumatera

yang masuk koridor AH-25, juga masih dilayani dengan ASDP Merak-Bakauheuni. Kedua koridor juga belum terintegrasi dengan koridor utama AH-2 di daratan Asia.

• Penetapan pelabuhan laut yang akan menjadi pusat perpindahan moda, masih menjadi sebuah persoalan besar ke depan.

Page 4: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Latar Belakang

• Integrasi ruas-ruas jalan dengan koridor utama AH-2 merupakan tantangan besar dari aspek teknologi. Hambatan geografis sebagai negara kepulauan, memerlukan solusi teknologi yang komprehensif.

• Departemen PU sebagai departemen teknis memiliki sejumlah kemampuan untuk mengupayakan integrasi koridor Trans Asia di Indonesia ke koridor utama di semenanjung Malaysia.

• Dukungan lain yang tidak kalah penting adalah kesiapan teknologi keselamatan untuk prasarana jalan maupun sarana transportasi

Page 5: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Latar Belakang• UU 38/2004 dan PP 34/2006 tentang Jalan, serta revisi UU

14/1992, menjadi pilar utama implementasi teknologi jalan dan jembatan, serta pengaturan lalu lintas dan keselamatan jalan untuk ruas Trans Asia di Indonesia.

• Selain perundang-undangan tsb, standarisasi jalan dan jembatan serta SPM jalan akan memainkan peranan penting dalam mewujudkan kualitas infrastruktur berstandar internasional.

• Dengan hambatan serta kesiapan teknologi yang dimiliki, dicoba mengetengahkan sudut pandang teknologi jalan dan jembatan, dikaitkan dengan rencana stategis nasional Departemen PU menyediakan infrastruktur jalan yang aman, lancar, berkeselamatan, dan efisien, sebagaimana tersirat di UU 38/2004 tentang Jalan.

Page 6: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

TUJUAN• Kesiapan Indonesia khususnya Departemen PU di bidang

teknologi jalan dan jembatan guna mendukung terintegrasinya koridor Trans Asia di Indonesia dengan koridor utama Trans Asia di daratan Asia.

• Keperluan teknologi jalan dan jembatan serta keselamatan jalan berstandar internasional, sehingga dapat memberi pelayanan yang berstandar internasional di segmen ruas jalan strategis nasional Indonesia.

• Agar SPM jalan yang digunakan saat ini dapat mengadopsi kebutuhan pergerakan lalu lintas transportasi internasional, sehingga kerancuan penerapan standar geometrik jalan serta standar peraturan lalu lintas dan keselamatan, pada ruas-ruas jalan strategis nasional dapat diminimalisasi.

Page 7: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan
Page 8: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kondisi Trans Asia

• Panjang keseluruhan ruas jalan Trans Asia di Indonesia 3.918 km, dan panjang jaringan ASDP 34 km

Page 9: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kondisi Trans Asia di Indonesia

• Koridor AH-2 dari Denpasar, Surabaya, Surakarta, Semarang, Cikampek, Jakarta hingga ke Merak memiliki panjang 1.412 km dengan jaringan ASDP Ketapang-Gilimanuk 8 km.

• Koridor AH-25 dari Banda Aceh, Medan, Dumai, Pekanbaru, Jambi, Palembang hingga Bakauheuni memiliki panjang 2.506 km dengan jaringan ASDP Bakauheuni-Merak 26km

Page 10: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kelas Jalan Ruas AH-2 & AH-25

• Kelas jalan koridor AH-2 bervariasi antara Primer (23,7%), kelas I (1,3%), kelas I/II (25,1%), dan kelas II (49,9%).

• Sedangkan kelas jalan koridor AH-25 bervariasi antara kelas I/II (1,0%), kelas II/III (39,1%) kelas I/III (1,2%), kelas II (20,4%), kelas III (37,3%) dan lainnya (1,0%).

0 200 400 600 800 1000 1200

Primer

Kelas I

Kelas I/II

Kelas II/III

Kelas I/III

Kelas II

Kelas III

lain-lain

Panjang Jalan (km)

Stan

dar D

esain

AH-2 AH-25

Page 11: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Lebar Perkerasan Jalan

• Lebar jalan nasional yang sesuai standar Trans Asia atau di atas 7 meter adalah 288,2 km pada koridor AH-25, sedangkan untuk koridor AH-2 hampir semuanya sesuai standar berkisar 923,9 km.

54.09

1493.25

672.28

288.17

0

0 500 1000 1500 2000

4,00-5,00 m

5,00-6,00 m

6,00-7,00 m

7,00-14,00 m

>14,00 m

Panjang ruas (km)

Leba

r Per

kera

san

9.26

16.71

514.72

569.21

354.65

0 100 200 300 400 500 600

4,00-5,00 m

5,00-6,00 m

6,00-7,00 m

7,00-14,00 m

>14,00 m

Panjang ruas (km)

Leb

ar P

erke

rasa

n

AH-25 AH-2

Page 12: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Lebar Bahu Jalan

• Sebagian besar bahu jalan koridor AH-25 masih dibawah 2,00 meter, yaitu sepanjang 2108 km (bahu kiri) dan 2083 km (bahu kanan), sedangkan untuk koridor AH-2 adalah sepanjang 626 km (bahu kiri) dan 724 km (bahu kanan).

0

500

1000

1500

2000

≤ 1,00 m 1,00-2,00m ≥ 2,00 m

Leba

r Bah

u (k

m)

Kelas BahuBahu Kiri Bahu Kanan

0

200

400

600

800

≤ 1,00 m 1,00-2,00m ≥ 2,00 m

Leba

r Bah

u (k

m)

Kelas BahuSeries1 Series2

AH-25 AH-2

Page 13: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

MST kendaraan pada AH-25 & AH-2

• MST jalan nasional yang menjadi bagian dari Trans Asia antara lain 8 ton dan 10 ton.

• Untuk Koridor AH-25 hampir semuanya masih berada di sekitar 8 ton.

• Untuk koridor AH-2 sebagian telah menerapkan MST 10 ton.

Page 14: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Standar Jalan Trans Asia

Klasifikasi Penjelasan Tipe Perkerasan

Primer Akses terbatas Aspal / Beton Semen

I Minimum 4 lajur Aspal / Beton Semen

II 2 lajur Aspal / Beton Semen

III 2 lajur Aspal

Page 15: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Desain Standar Geometri Trans Asia

Klasifikasi JalanKelas Terrain L R M S L R M S L R M S L R M SDesain Kecepatan (km/jam) 120 100 80 60 100 80 80 60 50 40 60 50 40 30ROW jalan (m)Lebar LajurLebar BahuLebar MedianMininum radius tikungan (m) 520 350 210 115 350 210 210 115 80 50 115 80 50 30Ekevasi perkerasanElevasi bahuSuperelevasi maksimum (%)Vertikal grade maksimum (%) 4,00 5,00 6,00 7,00 4,00 5,00 6,00 7,00 4,00 5,00 6,00 7,00 4,00 5,00 6,00 7,00

Primer Kelas-I Kelas-II Kelas-III

5050 40 40 30

3,50 3,50 3,50 3,00 - 3,253,00 2,50 3,00 2,50 2,50 2,00 1,50-2,00 1,50-1,754,00 3,00 3,00 2,50 na na na na

802,00 2,00 2,00 2,00-3,00

3,00-6,00 3,00-6,00 3,00-6,00 3,00-6,0010,00 10,00 10,00 10,00

Page 16: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kelas jalan Berdasarkan PP 34/2006

• Jalan Bebas Hambatan, yaitu jalan minimum 4 lajur 2 arah dengan median, kontrol akses penuh, dan pagar pembatas kepemilikan jalan (rumija), dengan lebar lajur paling sedikit 3,50 m.

• Jalan Raya, yaitu jalan minimum 4 lajur 2 arah terbagi dengan kontrol akses yang terbatas, dengan lebar lajur paling sedikit 3,50 m.

• Jalan Sedang, yaitu jalan 2 lajur 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 7,00 m, dan

• Jalan Kecil, yaitu jalan 2 lajur 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,50 m

Page 17: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Klasifikasi JalanFungsi JalanKelas Terrain D B G D B G D B G D B GDesain Kecepatan (km/jam) 100-120 80-100 80 80-100 60-80 40-60 60=80 40-60 40 20-40 20-40 20-40ROW jalan (m)Lebar Lajur 3,60 3,60 3,50 3,60 3,50 3,50Lebar Bahu 3,50 3,00 2,00 3,50 3,00 2,00Lebar Median 8,00 4,50 3,00 6,00 4,00 2,00Mininum radius tikungan (m) 110-590 110-210 110 50-120 50-120 50 <120 <110 <50 <50 <50 <50Ekevasi perkerasanElevasi bahuSuperelevasi maksimum (%)Landai Maksimum (%) 10% 10% 10%

2,00-3,003,00-5,00

Tanpa Superelevasi

Jalan Bebas Hambatan Jalan Raya Jalan Sedang Jalan Kecil

2 2Tanpa Median

Lokal & Lingkungan

112,75

10%

Arteri & Kolektor Arteri & Kolektor

Tanpa Median

3,00-5,00 3,00-5,009% 10%

Kolektor

153,50

2,00-3,003,00-5,00

2,00-3,00 2,00-3,00

30 25

Desain Standar Geometri Jalan Antar Kotadi Indonesia

Page 18: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kelas jalan Fungsi Jalan Lebar (mm) Panjang (mm) Tinggi (mm) MST (ton)

I Arteri

2500 18000

4200 atau ≤1.7xLebar

>10

II 2500 18000 ≤10

IIIA Arteri/Kolektor 2500 18000 ≤8

IIIB Kolektor 2500 12000 ≤8

IIIC Lokal / lingk 2100 9000 ≤8

Dimensi dan MST Kendaraan

Standar Trans Asia: Primer & Kelas I MST >10 ton

Page 19: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Beberapa Hal Tentang Standar Geometrik Trans Asia

• Lebar ROW; standar Indonesia menetapkan ROW minimal 30 meter untuk jalan bebas hambatan, dan 25 meter untuk jalan raya. Trans Asia menetapkan ROW 50 meter untuk jalan primer 4/2-D, dan 40 meter untuk jalan kelas I.

• Vertical Clearance; standar tinggi ruang bebas yang ditetapkan Trans Asia adalah 4,50 meter. Secara prinsip di dalam standar geometrik jalan Indonesia sebetulnya sudah menetapkan 5,00 meter.

Page 20: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Beberapa Hal Tentang Standar Geometrik Trans Asia

• Lebar perkerasan jalan; beberapa ruas jalan nasional yang menjadi bagian Trans Asia, masih di bawah standar Trans Asia untuk kelas arteri primer.

• Lebar jalan nasional yang masih di bawah 7 meter berkisar 62% pada koridor AH-25, sedangkan untuk koridor AH-2 hanya berkisar 1,4%.

• Untuk koridor AH-25 diperkirakan masih banyak diperlukan usaha untuk bisa menyesuaikan diri dengan standar Trans Asia.

Page 21: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Beberapa Hal Tentang Standar Geometrik Trans Asia

• Lebar bahu jalan; lebar bahu masih menjadi persoalan bila mengikuti standar Trans Asia, yang menstandarkan lebar bahu jalan untuk jalan arteri primer 2,00-3,50 meter.

• Kondisi eksisting lebar bahu jalan nasional memperlihatkan sebagian masih berada di bawah 2,00 meter baik untuk koridor AH-25 maupun koridor AH-2.

Page 22: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Beberapa Hal Tentang Standar Geometrik Trans Asia

• Pembatasan akses; pembatasan akses sebagai persyaratan jalan arteri primer masih menjadi persoalan di ruas-ruas jalan nasional.

• Pembatasan bukaan median; di negara-negara maju penggunaan U-Turn tidak sepopuler di Indonesia. Penggunaan U-Turn untuk ruas-ruas jalan arteri primer dengan kecepatan relatif tinggi, sangat beresiko terhadap konflik lalu lintas, yang bisa menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

Page 23: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Beberapa Hal Tentang Standar Geometrik Trans Asia

• Drainase jalan; kebanyakan drainase ruas jalan nasional, sebagaimana diungkapkan oleh berbagai media, masih memerlukan perhatian tersendiri.

• Bentuk dan dimensi drainase jalan harus didesain sedemikian rupa agar mampu mengalirkan air dipermukaan jalan dengan baik. Fakta yang dihadapi pada kondisi eksisting, seringkali air permukaan jalan tidak teralirkan dengan baik sehingga mengakibatkan banjir.

Page 24: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Beberapa Hal Tentang Standar Geometrik Trans Asia

• Lalu lintas sepeda motor; populasi penggunaan sepeda motor di negaraAsia termasuk Indonesia tergolong tinggi.

• Proporsi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor di negara-negara Asia cukup besar (81% untuk Indonesia), seyogianya menjadi catatan penting dalam penyediaan prasarana yang berkeselamatan bagi semua pengguna jalan.

• Puslitbang Jalan dan Jembatan dalam dua tahun terakhir telah melakukan beberapa kajian utama, sambil menunggu kebijakan perlu tidaknya lajur sepeda motor.

Page 25: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Konsep Keselamatan Jalan Asia Pacific

• Deklarasi upaya peningkatan keselamatan jalan di Asia Pasifik pada tanggal 11 November 2006, berisi antara lain:– Membuat kebijakan prioritas keselamatan jalan.– Membuat jalan yang berkeselamatan untuk kelompok

vulnerable road user: pejalan kaki, pesepeda, dan sepeda motor.

– Membuat jalan yang lebih berkeselamatan yang mampu mengurangi keparahan kecelakaan.

– Mengembangkan Trans Asia sebagai sebuah model keselamatan jalan.

Page 26: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kesepakatan Bersama 4 Menteri (Perhubungan, PU, Pendidikan, Kesehatan) + Kapolri

• Program peningkatan keselamatan di Indonesia secara prinsip memiliki aspek legalitas kuat, antara lain tersirat dalam Kesepakatan Bersama rencana aksi keselamatan jalan oleh 4 Menteri dan Kapolri tahun 2004. Kesepakatan berisi kerjasama lintas sektoral terkait keselamatan jalan, mencakup:

– Pendidikan masyarakat tentang tata tertib berlalu lintas sejak usia dini

– Ketersediaan informasi masyarakat tentang lalu lintas– Peraturan perundang-undangan lalu lintas & penegakan hukum– Persyaratan prasarana jalan– Persyaratan fasilitas perlengkapan jalan– Persyaratan kegawatdaruratan jalan– Pendanaan keselamatan jalan

Page 27: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Strategi Peningkatan Keselamatan Jalan

• Dalam RPJM-2 tahun 2010-2014 Departemen PU mengisyaratkan komitmen yang kuat tentang upaya peningkatan keselamatan jalan.

• Salah satu isi RPJM-2 tersebut adalah mengembangkan sistem transportasi nasional yang andal dan berkemampuan tinggi yang bertumpu pada aspek keselamatan, dan keterpaduan antar moda, antar sektor, antar wilayah, aspek sosial budaya, dan profesionalitas sumber daya manusia transportasi.

Page 28: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Strategi Peningkatan Keselamatan Jalan• Strategi peningkatan keselamatan jalan berupa pencegahan

kecelakaan dan pengurangan kecelakaan. • Pencegahan kecelakaan berorientasi pada upaya desain

jalan yang lebih berkeselamatan (safer road), bisa diterapkan sejak dini pada ruas-ruas jalan kita.

• Pengurangan kecelakaan bersifat penanganan pada daerah rawan kecelakaan. Pendekatan ini membutuhkan dukungan data kecelakaan, yang selama ini masih perlu penataan yang lebih serius dan komprehensif.

• Beberapa pendekatan yang dilakukan serta kesiapan teknologi sesuai road map litbang keselamatan jalan, pada prinsipnya mengupayakan desain jalan yang lebih berkeselamatan dengan prioritas ruas jalan Trans Asia di Indonesia.

Page 29: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kesiapan Teknologi Keselamatan Jalan

• Kesiapan teknologi yang dimiliki oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan saat ini antara lain:– Pedoman penanganan lokasi kecelakaan lalu lintas,– Pedoman audit keselamatan jalan,– Pedoman pendataan kecelakaan lalu lintas,– Standar geometrik jalan antar kota,– Buku Toward Safer Road Indonesia, – Teknologi pengurang kecepatan (rumble strip, rumble

area, atau road hump).

Page 30: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Pengaturan Lalu Lintas

• Pengaturan lalu lintas yang mencakup perambuan, marka serta bangunan pengaman jalan selama ini berorientasi kepada Peraturan Menteri Perhubungan No. 61 dan 62 tahun 1983, serta beberapa pedoman perencanaan perambuan dan marka jalan yang digunakan di lingkungan Depertemen Pekerjaan Umum.

Page 31: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Pengaturan Lalu Lintas• Rambu Jalan; Rambu jalan akan mengalami beberapa

penyesuaian dengan standar internasional sebagai dasar pengaturan yang diterapkan di Trans Asia.

• Selain bentuk dan ukuran yang harus disesuaikan, khususnya untuk jalan arteri primer, beberapa rambu petunjuk yang menggunakan bahasa Indonesia perlu dilengkapi dengan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.

• Penggunaannya atau penempatannya tidak harus dalam satu tiang akan tetapi bisa diatur berselang dengan tiang berbeda, agar informasi yang diberikan bisa difahami baik oleh pengguna jalan domestik maupun internasional.

• Secara bersamaan diperlukan sosialisasi penggunaan rambu internasional kepada pengguna jalan domestik khususnya pada ruas-ruas jalan Trans Asia.

Page 32: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

• Marka jalan; sama seperti halnya dengan rambu jalan, ukuran dan warna juga harus disesuaikan dengan standar internasional. Kecuali itu, yang tidak kalah pentingnya adalah kualitas marka agar mampu berfungsi baik pada siang, malam, kondisi hujan, dsb.

• Patok kilometer; ini juga perlu disesuaikan dengan standar internasional, agar pemanfaatnnya dapat lebih optimal.

Pengaturan Lalu Lintas

Page 33: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Median barrier• Bangunan pengaman tepi jalan; khususnya median

barrier pemisah jalur lalu lintas. Desain yang disarankan adalah median concrete barrier model New Jersey, terutama untuk mensiasati lebar median jalan yang kurang dari 3 meter.

• Model lain adalah guardrail (rel pengaman) atau wire rope barrier. Model terakhir ini masih jarang digunakan di Indonesia sehingga dipandang masih perlu kajian yang lebih komprehensif.

• Puslitbang Jalan dan Jembatan di dalam road map penelitiannya telah mengagendakan penelitian model wire rope barrier sebagai salah satu pilihan model median barrier untuk ruas-ruas jalan di Indonesia.

Page 34: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Presentasi JSS April 2009 34

Jembatan Selat Sunda (JSS)

Page 35: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

35

Pembangunan Jembatan Bentang Panjang Dunia

Jembatan Messina, Italia Jembatan Gibraltar, Spanyol

Page 36: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kelebihan dan KekuranganTerowongan vs JembatanPada Jembatan Selat Sunda (JSS)

Terowongan Jembatan

(+) (-) (+) (-) • Biaya konstruksi

rendah (1/5 Jembatan)

• 58 km dari gunung Krakatau

• Teknologi lokomotif ke depan: mampu menambah kapasitas (jumlah gerbong meningkat)

• B/C 1,56-2,95 dan lebih panjang (33

km) • Di bawah laut tidak

ada view, cenderung monoton.

• Rawan sabotase.• Mobil menunggu KA

wkt tempuh lebh lama (30-45) menit.

• Kapasitas melayani LL terbatas.

• KRL hanya utk penyeberangan.

• B/C 3,22-3,40 dan lebih pendek (28–

29 km) • Di atas laut, view baik,

memperlihatkan land/sea mark.

• Pengamanan terkontrol, TI di pulau Sangiang atauTempurung.

• Mobil langsung dikendarai di atas jembatan.

• Ada moda KA untuk angkutan barang.

• Biaya konstruksi tinggi.• 50-56 km dari gunung

Krakatau.• Bisa mengganggu cagar alam di pulau

Sangiang/Tempurung.

• Potensi Sesar Meramang di Banten (Rute-2).

• Tinggi pylon 460-520 meter di atas permukaan laut, bisa tertabrak pesawat.

Presentasi JSS April 2009 36

Page 37: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kelebihan dan Kekurangan Jembatan Rute-1 vs Rute-2Pada Jembatan Selat Sunda (JSS)

Jembatan Rute-1 (Balitbang PU) Jembatan Rute-2 (Wiratman)

(+) (-) (+) (-) • Jauh dari sesar

Rajabasa. • 56 km dari gunung

Krakatau. • Tanah keras relatif

dangkal .• Bentang utama 4000 m,

tinggi pylon maks 460 m dpl.

• Approach bridge Banten dekat Tol dan kawasan industri, tidak lewat permukiman.

• Pembebasan lahan sedikit, lebih layak secara sosial.

• B/C 3,22 • TI harus

disambung ke pulauTempurung.

• Bisa mengganggu cagar alam pulauTempurung.

• Bersaing dengan feri.

• Approach bridge Banten jauh dari kawasan wisata Anyer

• Laut lebih dalam (100 m)

• B/C 3,40• Panjang total 27,9

km • Tempat istirahat di

pulau Sangiang • Pengembangan

Banten Selatan.• Approach bridge

Banten dekat kawasan wisata dan industri .

• Laut lebih dangkal (70 m)

• Banyak pijakan untuk pondasi

• Potensi sesar Meramang dekat Anyer.

• 50 km dari gunung Krakatau.

• Bisa mengganggu cagar alam pulau Sangiang.

• Tanah keras relatif dalam. • Bentang utama 4700 m,

tinggi pylon maks 520 m dpl.• Approach bridge Banten

lewat pemukiman dan jalur Sutet, jauh dari Tol.

• Perlu akses 20 km ke Tol di Banten, pembebasan lahan lebih banyak.

Presentasi JSS April 2009 37

Page 38: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

JEMBATAN SELAT MALAKA (JSM) Koridor I, II dan III

04/12/23 filename: JSM-4 lajur 13 Apr 2009.ppt 38

Page 39: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Smart Tunnel Malaysia (9,7 km)

04/12/23 filename: JSM-4 lajur 13 Apr 2009.ppt 39

Page 40: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Hasil Kajian Koridor I: Opsi-A (Jembatan)

04/12/23 40

Page 41: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Hasil Kajian Koridor I: Opsi-B (Jembatan)

04/12/23 41

Page 42: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Hasil Kajian Koridor I: Opsi-C (Terowongan)

04/12/23 42

Page 43: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Hasil Kajian Koridor I: Opsi-D (Terowongan)

04/12/23 filename: JSM-4 lajur 13 Apr 2009.ppt 43

Page 44: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Hasil Kajian Koridor I: Opsi-A, B, C dan D

04/12/23 44

Opsi-A (tengah) Opsi-B (pantai) Opsi-C (tengah) Opsi-D (pantai)Jembatan Jembatan + Terowongan

NILAI POSITIF Panjang jalan: 53,8

km Ke Pekanbaru:

244,1 km Pembebasan lahan

sedikit

Jalan menyusuri pantai timur pulau Rupat, sehingga daerah pantai/pariwisata bekembang.

Panjang jemb: 6,7 km Panjang jalan: 53,8 km Ke Pekanbaru: 237,8 km Biaya paling murah:

156,3 Trilyun B/C paling tinggi: 3,47 Pembebasan lahan

sedikit.

Panjang jemb: 6,8 km. Biaya 157,4 Trilyun B/C cukup tinggi : 3,45 Jalan menyusuri pantai

timur pulau Rupat, daerah pantai/pariwisata bekembang. Tanpa terowongan relatif lebih aman

NILAI NEGATIF Panjang jembatan:

55,4 km. Biaya 167,3 Trilyun B/C rendah: 3,10 Jalan tembus

pedalaman pulau Rupat, ganggu kelestarian alam dan stabilitas lingkungan.

Panjang jembatan paling panjang: 55,5 km

Panjang jalan: 96,9 km Ke Pekanbaru paling

jauh: 287,5 km Biaya 168,3 Trilyun B/C paling rendah: 3,00 Pembebasan lahan lebih

banyak.

Terowongan (42,4 km), ada resiko bencana/keamanan.

Jalan tembus pedalaman pulau Rupat , ganggu kelestarian alam dan stabilitas lingkungan.

• Terowongan (42,4 km), ada resiko bencana/keamanan.

Total panjang jalan: 96,9 km.

Ke Pekanbaru : 281,1 km Pembebasan lahan lebih

banyak.

Page 45: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Hasil Kajian Koridor II

04/12/23 45

Page 46: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Hasil Kajian Koridor III

04/12/23 filename: JSM-4 lajur 13 Apr 2009.ppt 46

Page 47: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Hasil Kajian Koridor I, Koridor II, dan Koridor III

04/12/23 47

Koridor I (Opsi C) Koridor II Kordior IIINILAI POSITIF

Panjang jembatan 6,7 km, jumlah jembatan sedikit.

Total panjang jalan paling pendek 53,8 km.

Ke Pekanbaru hanya 237,8 km Biaya murah: 156,3 Trilyun B/C tinggi: 3,47 Pembebasan lahan sedikit.

Jalan menembus pulau-pulau kecil , bisa berkembang sbg daya tarik pariwisata , SDA dapat digali dan dimanfaatkan.

Biaya termurah: 115,4 Trilyun B/C tertinggi: 3,69

Jalan menembus pulau-pulau kecil , bisa berkembang sbg daya tarik pariwisata, SDA dapat digali dan dimanfaatkan.

Banyak pulau dpt dilintasi untuk pijakan jembatan Pilihan jembatan lebih aman dari terowongan Material di pulau-pulau kecil mudah diperoleh Kedalaman laut: 15 - 27 m.

NILAI NEGATIF Terowongan 42,4 km, ada resiko

bencana/keamanan. Jalan tembus pedalaman pulau

Rupat, ganggu kelestarian alam dan stabilitas lingkungan.

Tidak banyak pulau utk pijakan jembatan Medang-Malaysia.

Material (agregat) sulit diperoleh.

Total panjang jembatan 37,1 km, jumlah jembatan banyak.

Total panjang jalan terbesar: 225,4 km.

Ke Pekanbaru: 507,5 km Pembebasan lahan paling

banyak

Total panjang jembatan 78,3 km , jumlah jembatan lebih banyak.

Total panjang jalan 197,2 km Ke Pekanbaru: 520,5 km Biaya termahal: 223,3 Trilyun B/C terrendah: 1,83 Pembebasan lebih banyak.

Material (agregat) di pulau Sumatera sulit diperoleh Kedalaman laut lebih dalam: 49 - 80 m

Page 48: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Laik Fungsi dan SPM Jalan• Penerapan laik fungsi jalan dan SPM sebagaimana tersirat

dalam UU 38/2004 serta PP 34/2006 tentang Jalan, harus dilaksanakan secara ketat. Kedua instrumen ini merupakan saringan akhir dari pencapaian kualitas dan kinerja jalan selain penerapan Audit Keselamatan Jalan.

• Beberapa variable SPM tampaknya perlu dipertegas seperti SPM jaringan jalan terkait dengan indikator kinerja keselamatan. Di dalam SPM jalan tol sesuai Peraturan Menteri PU No. 392/2005 tentang SPM jalan tol, hanya memasukkan kelengkapan keselamatan jalan.

• Indikator penilaian cenderung hanya pemenuhan perangkat-perangkat keselamatan secara kuantitas. Indikator lain seperti variable PDRB juga perlu penyesuaian di setiap daerah yang mungkin hanya digunakan untuk ruas-ruas jalan propinsi.

Page 49: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kesimpulan & Saran• Pembangunan Trans Asia sebagai salah satu infrastruktur

ekonomi di Asia membawa sejumlah konsekuensi yang luas terutama dari aspek lalu lintas dan transportasi. Guna mendukung pembangunan tersebut diperlukan sejumlah kesiapan teknologi bidang jalan dan jembatan, kebijakan dan standar-standar pendukung yang dibutuhkan.

• Pemenuhan standar desain jalan yang harus mengikuti standar Trans Asia, sekalipun sebagian besar parameter desain dipandang sudah sesuai standar Trans Asia. Standar geometrik jalan, baik untuk ruas jalan antar kota dan jalan perkotaan, guna mendukung desain jalan berstandar internasional yang ada saat ini, dinilai masih layak untuk diterapkan.

Page 50: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kesimpulan & Saran

• Strategi keselamatan jalan yang lebih berorientasi kepada bagaimana meningkatkan desain jalan yang lebih berwawasan keselamatan jalan. Secara teknologi, Departemen PU telah memiliki sejumlah NSPM yang diperlukan untuk mengimplementasikan jalan yang berwawasan keselamatan.

• Pengaturan lalu lintas yang mencakup perambuan dan pemarkaan dipandang masih perlu penyesuaian, oleh karena itu disarankan untuk menyiapkan model perambuan dan pemarkaan yang bisa dipahami secara domestik maupun internasional

Page 51: 2.4.DRSyahdanul-KesiapanTeknologiJalanJembatan

Kesimpulan & Saran• Pembangunan penghubung tetap (jembatan atau

terowongan) di Selat Bali, Selat Sunda, dan Selat Malaka merupakan bentuk pengintegrasian koridor Trans Asia di Indonesia dengan koridor utama di Semenanjung Malaysia. Secara teknologi pembangunan tersebut dengan berbekal pengalaman dan pengetahuan selama ini, seharusnya tidak menjadi permasalahan.

• Perlunya penyiapan konsep uji laik fungsi dan SPM jalan yang diperlukan untuk semua ruas jalan di Indonesia dan ruas jalan Trans Asia di Indonesia. Untuk mewujudkan penerapan kedua instrumen tersebut harus disesuaikan dengan kondisi ruas jalan Trans Asia. Oleh karena itu disarankan untuk mengkaji ulang sejumlah variable, berkaitan dengan SPM jaringan jalan.