230110090012_4_6047

20
41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Pewarnaan Gram Bakteri Tahapan awal proses isolasi bakteri yaitu melakukan penggerusan usus bagian pyloric caeca, pengenceran, penanaman bakteri pada media agar dan dilakukan pemurnian bakteri hingga memperoleh koloni tunggal (Lampiran 2). Berdasarkan hasil isolasi bakteri usus ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) didapat empat isolat bakteri yang memiliki aktivitas proteolitik (Tabel 6). Bobot atau berat bawal air tawar yang digunakan adalah 76,95 g dengan panjang 18,5 cm. Berat usus ikan tersebut yaitu 1,3 g dengan panjangnya 20 cm dan derajat keasaman (pH) usus 6,5. Tabel 6. Hasil Isolasi dan Identifikasi Pewarnaan Isolat Bakteri Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) No Kode Isolat Warna Koloni Bentuk Gram (+/-) 1 P.1 Putih Pucat Coccus + 2 P.2 Putih Bening Bacillus - 3 P.3 Putih Bening Coccus + 4 P.4 Putih Susu Bacillus - Sampel berikutnya yaitu ikan bawal bintang ( Trachinotus blochii) dengan berat 550 gram dan panjang ikan 34,5 cm serta derajat keasaman (pH) usus 6, berat usus 3,4 g. Isolasi bakteri usus bawal bintang sama hal nya seperti bawal air tawar yaitu di bagian pyloric caeca dan didapatkan enam isolat bakteri yang memiliki aktivitas proteolitik. Hasil identifikasi menggunakan pewarnaan bakteri terhadap isolat-isolat tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Upload: mhemeydha-luphe-yudha

Post on 07-Feb-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pewarnaan bakteri

TRANSCRIPT

Page 1: 230110090012_4_6047

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Isolasi dan Pewarnaan Gram Bakteri

Tahapan awal proses isolasi bakteri yaitu melakukan penggerusan usus

bagian pyloric caeca, pengenceran, penanaman bakteri pada media agar dan

dilakukan pemurnian bakteri hingga memperoleh koloni tunggal (Lampiran 2).

Berdasarkan hasil isolasi bakteri usus ikan bawal air tawar (Colossoma

macropomum) didapat empat isolat bakteri yang memiliki aktivitas proteolitik

(Tabel 6). Bobot atau berat bawal air tawar yang digunakan adalah 76,95 g dengan

panjang 18,5 cm. Berat usus ikan tersebut yaitu 1,3 g dengan panjangnya 20 cm

dan derajat keasaman (pH) usus 6,5.

Tabel 6. Hasil Isolasi dan Identifikasi Pewarnaan Isolat Bakteri Ikan Bawal

Air Tawar (Colossoma macropomum)

No

Kode Isolat Warna Koloni Bentuk Gram (+/-)

1 P.1 Putih Pucat Coccus +

2 P.2 Putih Bening Bacillus -

3 P.3 Putih Bening Coccus +

4 P.4 Putih Susu Bacillus -

Sampel berikutnya yaitu ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) dengan

berat 550 gram dan panjang ikan 34,5 cm serta derajat keasaman (pH) usus 6,

berat usus 3,4 g. Isolasi bakteri usus bawal bintang sama hal nya seperti bawal air

tawar yaitu di bagian pyloric caeca dan didapatkan enam isolat bakteri yang

memiliki aktivitas proteolitik. Hasil identifikasi menggunakan pewarnaan bakteri

terhadap isolat-isolat tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Page 2: 230110090012_4_6047

42

Tabel 7. Hasil Isolasi dan Identifikasi Pewarnaan Isolat Bakteri Ikan Bawal

Bintang (Trachinotus blochii) No Kode Isolat Warna Koloni Bentuk Gram (+/-)

1 PB.1 Kuning Pucat Coccus -

2 PB.2 Putih Bacillus -

3 PB.3 Putih Bening Staphylococcus -

4 PB.4 Putih susu Bacillus +

5 PB.5 Kuning Muda Bacillus -

6 PB.6 Kuning Coccus -

Bakteri yang terdapat pada usus ikan sebagian besar merupakan bakteri

gram negatif karena sesuai dengan derajat keasaman usus yang mendekati alkalin

sehingga cocok sebagai habitat bakteri tersebut. Menurut Jawetz et al (2001)

bakteri dibagi dalam golongan gram positif dan gram negatif berdasarkan

reaksinya terhadap pewarnaan gram. Perbedaan antara bakteri gram positif dan

gram negatif disebabkan oleh perbedaan dinding sel. Dinding sel bakteri gram

positif sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk

suatu struktur yang tebal dan kaku. Peptidoglikan pada dinding sel bakteri ini

membuat bakteri gram positif resisten terhadap lisis osmotik.

Penggolongan bakteri dengan pewarnaan gram dapat dibedakan

berdasarkan tampilan warna sel bakteri tersebut. Bakteri dikatakan gram negatif

apabila berwarna merah dan bakteri bersifat gram positif apabila tampilan selnya

berwarna ungu.

Menurut Gupta (1990) bakteri gram negatif terdiri atas satu atau sangat

sedikit lapisan peptidoglikan pada dinding selnya. Selain itu dinding sel bakteri

gram negatif ini mengandung sejumlah polisakarida dan lebih rentan terhadap

kerusakan mekanik dan kimia. Perbedaan warna pada koloni bakteri terjadi karena

perbedaan pigmen intraseluler yang dihasilkan oleh bakteri.

Page 3: 230110090012_4_6047

43

4.2. Uji Aktivitas Proteolitik

Pengujian aktivitas proteolitik pada isolat bakteri yang didapat, dilakukan

dengan menambahkan susu skim 1% pada medium agar dan TSB (Tripticase Soy

Broth). Hal ini berfungsi untuk melihat isolat bakteri dalam membentuk zona

bening terhadap protease.

Tabel 8. Uji Aktivitas Proteolitik pada Isolat BakteriIkan Bawal Air Tawar

(Colossoma macropomum)

Diameter Zona Bening (mm) Diameter Bakteri (mm) Indeks

No Kode I II Rata –rata I II Rata-rata Proteolitik

Isolat

1 P.1 4,82 4,07 4,445 2,92 1,51 2,215 2,007

2 P.2 7,98 6,39 7,185 2,99 2,28 2,635 2,727

3 P.3 3,96 3,85 3,905 1,98 1,81 1,895 2,061

4 P.4 6,52 4,35 5,435 2,22 1,85 2,035 2,671

Dari empat isolat bakteri yang didapatkan semuanya menghasilkan zona

bening yang menunjukkan adanya aktivitas proteolitik. Isolat bakteri P.2

merupakan isolat bakteri yang memiliki nilai indeks proteolitik terbesar,

sedangkan bakteri P.1 merupakan isolat bakteri yang memiliki nilai indeks

proteolitik terkecil (Tabel 8). Besarnya indeks proteolitik berkaitan dengan

peningkatan diameter zona hambat yang secara proporsional berhubungan dengan

peningkatan diameter koloni bakteri sebagai contoh pada isolat P.2 memiliki

diameter bakteri terbesar sehingga menunjukkan zona bening dan indeks

proteolitik tertinggi. Hasil isolat bakteri sampel ikan bawal bintang (Trachinotus

blochii) penghitungan aktivitas proteolitik disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Uji Aktivitas Proteolitik pada Isolat Bakteri Ikan Bawal Bintang

(Trachinotus blochii)

Diameter Zona Bening (mm) Diameter Bakteri (mm) Indeks

No Kode I II Rata –rata I II Rata-rata Proteolitik

Isolat

1 PB.1 67,45 53,41 60,43 59,08 39,03 49,055 1,232

2 PB.2 73,38 68,25 70,815 65,43 65,71 65,57 1,079

3 PB.3 49,16 49,98 49,57 43,69 45,03 44.36 1,117

4 PB.4 18,59 18,34 18,465 10,93 10,64 10,785 1,712

5 PB.5 52,25 53,13 52,705 46,36 35,51 40,935 1,288

6 PB.6 72,89 68,25 70,57 64,16 64,81 64,485 1,094

Indeks proteolitik = rata-rata diameter zona bening / rata-rata diameter bakteri

Page 4: 230110090012_4_6047

44

Pemilihan susu skim digunakan dalam penentuan aktivitas enzim protease.

Dimana susu skim digunakan sebanyak 1%. Aktivitas protease diuji dengan

mengukur kadar asam amino sebagai produk hidrolisis protein dari susu skim oleh

enzim protease. Susu skim digunakan sebagai sumber substrat. Susu skim

merupakan susu yang mengandung protein tinggi 3.7 % dan lemak 0.1% ( Jay,

1991). Susu skim mengandung kasein sebagai protein susu dimana akan dipecah

oleh mikroorganisme proteolitik menjadi senyawa nitrogen terlarut sehingga pada

koloni dikelilingi area bening, menunjukkan mikroba tersebut mempunyai

aktivitas proteolitik ( Fardiaz,1992). Salah satu bakteri dari sampel ikan bawal

bintang (Trachinotus blochii) disajikan dalam Gambar 6.

Gambar. 6

Uji Aktivitas Proteolitik Pada Media Susu Skim(Isolat PB.4)

.

Dari seluruh isolat bakteri yang didapat, hanya bakteri yang memiliki zona

bening yang dipilih karena dengan adanya zona bening menandakan bahwa

bakteri tersbut memiliki aktivitas proteolitik. Isolat yag memiliki aktivitas

proteolitik pada usus ikan bawal air tawar (Colossoma macropmum) diberi kode

isolat P.1, P.2, P.3 dan P.4. Sedangkan isolat dari usus ikan bawal bintang

(Trachinotus blochii) diberi kode isolat (PB.1, PB.2, PB.3, PB.4, PB.5, dan PB.6)

juga memiliki aktivitas proteolitik. Kemudian pada sepuluh bakteri tersebut hanya

enam isolat yang dilakukan karakterisasi secara molekuler untuk mengetahui

jenis/spesies bakteri tersebut. Pemilihan isolat tersebut berdasarkan indeks

proteolitik yang paling besar dan untuk isolat bawal bintang pemilihan dilakukan

berdasarkan morfologi bakteri yang berbeda dilihat dari warna dan bentuk koloni.

Page 5: 230110090012_4_6047

45

4.3. Karakterisasi Molekuler

4.3.1. Isolasi DNA Genom Bakteri

Isolasi DNA genom menggunakan Wizard Genomic Purification Kit.

Isolasi DNA secara umum mempunyai empat tahap, yaitu pemecahan sel,

ekstraksi DNA presipitasi DNA dan pencucian DNA. Penggunaan Nuclei Lysis

Solution dan RNase Solution berperan dalam proses pemecahan sel dan ekstraksi

DNA sedangkan dalam tahap presipitasi menggunakan Protein Precipitation dan

terakhir pencucian pellet hasil isolasi DNA genom menggunakan etanol 70%.

Elektroforesis dilakukan agar dapat melihat DNA genom yang telah

diamplifikasi. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan agar 1% dengan

tegangan 75 volt selama 85 menit. Dilanjutkan dengan perendaman menggunakan

EtBr (etidium-bromida) dan akuades. Kemudian hasilnya menggunakan sinar UV

dengan panjang gelombang 312 nm (Gambar 7).

Gambar 7. Hasil Elektroforesis Isolasi DNA GenomIsolat Bawal Air Tawar

Keterangan:

P.1 = Isolat Bakteri Kode P.1

P.2 = Isolat Bakteri Kode P.2

P.3 = Isolat Bakteri Kode P.3

M = Marker DNA Ladder 1 kb

Page 6: 230110090012_4_6047

46

Berdasarkan visualisasi hasil elektroforesis (Gambar 7), terdapat pita pada

semua sampel tetapi sampel dengan kode P.1 tidak begitu terang pada gel

elektroforesis. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi DNA genom yang

kecil sehingga menyebabkan tipisnya pita DNA genom pada hasil elektroforesis.

Sampel dengan kode P.2 dan P.3 pita yang didapat tebal. Semua sampel hanya

terdapat satu pita dan tidak menumpuk.

Gambar 8. Hasil Elektroforesis Isolasi DNA Genom Isolat Bawal Bintang

Keterangan:

PB.1 = Isolat Bakteri Kode PB.1

PB.2 = Isolat Bakteri Kode PB.2

PB.3 = Isolat Bakteri Kode PB.3

PB.4 = Isolat Bakteri Kode PB.4

PB.5 = Isolat Bakteri Kode PB.5

PB.6 = Isolat Bakteri Kode PB.6

M = Marker DNA Ladder 1 kb

Pada hasil isolasi DNA genom ikan bawal bintang, pita DNA genom yang

muncul pada semua sampel tidak begitu terang di gel elektroforesis (Gambar 8).

Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa kemungkinan yaitu konsentrasi DNA

genom yang terlalu sedikit atau kualitas etidium-bromida yang digunakan ketika

perendaman memiliki kualitas yang kurang baik sehingga menyebabkan tipisnya

pita DNA genom pada hasil elektroforesis.

4.3.2. Amplifikasi Gen 16S rRNA

Pada tahapan ini, seluruh sampel hasil isolasi DNA genom diambil untuk

dilakukan proses amplifikasi PCR menggunakan gen penyandi 16S rRNA

Page 7: 230110090012_4_6047

47

(Tabel 2). Pada proses ini digunakan siklus PCR (Tabel 4) dari penelitian Sadi

(2009) yang dioptimasi oleh Lewaru (2012). Primer yang digunakan adalah

primer universal yang digunakan untuk amplifikasi gen 16S rRNA dengan target

amplikon 1.500 bp. Gen 16S rRNA pada bakteri memiliki tingkat keragaman

yang tinggi karena terdapat pada organisme prokariotik. Primer merupakan

komponen paling penting dalam reaksi PCR karena dapat menentukan daerah

genom yang akan diamplifikasi.

PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap

berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA template, penempelan

(annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (elongasi) primer

atau reaksi polimerisasi yang dikatalisis oleh DNA polimerase. Proses pertama

dalam reaksi PCR adalah denaturasi, pada penelitian ini suhu denaturasi yang

digunakan adalah 95oC selama 2 menit.

Tahap kedua yaitu penempelan primer (annealing), primer akan menuju

daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada penelitian

dilakukan pada suhu 55oC selama 1 menit. DNA polymerase akan berikatan

dengan primer sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan

tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya. Tahap

annealing ditandai dengan pelekatan primer ke sequence komplementer pada

kedua sisi sequence target, pada suhu 50-65 °C. Suhu annealing yang baik adalah

5-10 °C di bawah nilai Tm amplifikasi primer.

Proses PCR yang ketiga adalah elongasi. Umumnya, reaksi polimerisasi

atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 75 oC, pada penelitian ini

berlangsung selama 2 menit. Elongasi merupakan tahap pemanjangan untai DNA

baru yang dimulai oleh pemanjangan primer dengan bantuan DNA polimerase,

yaitu Taq DNA polymerase, dari arah 5‘ ke 3‘ yang terjadi pada suhu 72 °C (Klug

et al, 1994). Proses PCR berlangsung 30 siklus. Hasil amplifikasi dengan PCR

dipisahkan dengan elektroforesis gel agarosa dan secara langsung divisualisasikan

setelah pewarnaan dengan etidium-bromida (Gambar 9).

Page 8: 230110090012_4_6047

48

Gambar 9. Elektroforesis Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA (Colossoma

macropomum)

Keterangan:

P.1 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri kode P.1

P.2 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode P.2

P.3 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode P.3

M = Marker DNA Ladder 1 kb

Sampel hasil isolasi DNA genom dari ikan bawal air tawar (Colossoma

macropomum) yang diambil untuk dilakukan proses amplifikasi PCR yaitu isolat

dengan kode P.1, P.2 dan P.3. Untuk isolat P.3 pita yang didapat tipis sehingga

kurang jelas terlihat di kamera. Kemungkinan hal ini terjadi karena DNA template

yang diambil pada saat elektroforesis terlalu banyak. Pada Gambar 9, menunjukan

bahwa pita dari produk amplifikasi (hasil amplifikasi) berada pada ukuran 1.500

bp sesuai dengan target amplifikasi dari primer 16S rRNA yang digunakan.

Sehingga sampel hasil amplifikasi tersebut dapat dilanjutkan ketahap selanjutnya

yaitu sekuensing. Pemilihan sampel untuk disekuensing selain dari indeks

proteolitik yang besar juga dilihat dari kualitas pita hasil amplifikasi.

Page 9: 230110090012_4_6047

49

Gambar 10. Hasil Purifikasi Produk Amplifikasi oleh 1

st BASE

Keterangan:

1. Kode Bakteri P.2

2. Kode Bakteri P.1

Sebelum dilakukan sekuensing, terlebih dahulu dilakukan purifikasi

produk amplifikasi oleh 1st BASE (Gambar 10). Hasil purifikasi produk

amplifikasi menunjukan bahwa pita produk amplifikasi yang akan disekuensing

berada pada ukuran 1.500 bp. Berdasarkan hasil purifikasi untuk isolat P.1 tampak

adanya multiple band dan diduga isolat tersebut belum tunggal. Pita pada isolat

P.1 tida konsisten sehingga isolat tersebut tidak dilanjutkan ke tahap sekuensing.

Selanjutnya dilakukan optimasi kembali pada isolat P.4 untuk mendapatkan dua

isolat terbaik pada sampel bawal air tawar. Untuk isolat P.2 hasil yang didapat

hanya satu pita sehingga dapat dilanjutkan ke tahap sekuensing. Hasil purifikasi

produk amplifikasi isolat P.2 dan P.4 menunjukan bahwa pita produk amplifikasi

berada pada ukuran 1.500 bp sehingga dapat dilanjutkan ke tahap sekuensing.

Page 10: 230110090012_4_6047

50

Gambar 11. Elektroforesis Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA (Trachinotus

blochii)

Keterangan:

PB.3 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.3

PB.4 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.4

PB.5 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.5

PB.6 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.6

M = Marker DNA Ladder 1 kb

Pada Gambar 11, sampel hasil isolasi DNA genom ikan bawal bintang

(Trachinotus blochii) yang diambil untuk dilakukan proses amplifikasi PCR yaitu

isolat dengan kode PB.3, PB.4, PB.5 dan PB.6. Isolat tersebut dipilih berdasarkan

koloni bakteri yang sangat berbeda dengan koloni bakteri yang diisolasi dari

bawal air tawar (Colossoma macropomum). Dari semua isolat pita yang didapat

hanya satu dan jika diperhatikan berdasarkan visualisasi pita tersebut dapat

terlihat jelas. Berdasarkan gambar terlihat bahwa pita dari produk PCR (hasil

amplifikasi) berada pada ukuran 1.500 bp sesuai dengan target amplifikasi dari

primer 16S rRNA yang digunakan. Sehingga sampel hasil amplifikasi tersebut

dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu sekuensing. Pemilihan isolat yang

akan disekuensing berdasarkan dari bentuk bakteri yang sangat berbeda diantara

yang lainnya ketika dilakukan pewarnaan gram dan berdasarkan indeks proteolitik

terbesar maka dipilih PB.4 dan PB.5.

Page 11: 230110090012_4_6047

51

Gambar 12. Hasil Purifikasi Produk Amplifikasi oleh 1

st BASE

Keterangan:

1. Kode Bakteri PB.4

2. Kode Bakteri PB.5

Hasil purifikasi produk amplifikasi untuk isolat PB.4 dan PB.5

menunjukan bahwa pita produk amplifikasi yang akan disekuensing berada pada

ukuran 1.500 bp (Gambar 12).

4.3.3. Sekuensing Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA

Hasil amplifikasi PCR gen 16S rRNA yang telah sesuai pada ukuran target

yaitu 1.500 bp kemudian disekuensing. Pada tahapan ini, sekuensing dilakukan

menggunakan jasa 1stBASE. Pada prosesnya, sekuensing dilakukan dengan

menggunakan primer forward dan reverse 16S rRNA yang sama dengan saat

amplifikasi PCR.

Hasil sekuensing (Lampiran 8 dan 10) berupa urutan basa-basa nukleotida

penyusun DNA gen dari sampel bakteri yang dikarakterisasi secara molekuler.

Sequencing DNA adalah suatu proses untuk menentukan susunan basa (A, T, G,

dan C) yang membentuk DNA. Sequencing DNA pada umumnya menggunakan

primer untuk mengawali sintesis DNA. Primer tersebut menentukan titik awal

sintesis dan arah reaksi sequence DNA (Muladno 2002). Metode sequencing yang

umumnya digunakan, yaitu metode Maxam-Gilbert dan Sanger. Metode Maxam-

Gilbert merupakan metode sequencing yang menggunakan bahan kimia spesifik

Page 12: 230110090012_4_6047

52

untuk memotong untai fragmen DNA target, sedangkan metode Sanger

menggunakan enzim DNA polimerase untuk membentuk salinan komplementer

dari fragmen DNA target (Sambrook et al. 1989). Sequencing oleh 1st BASE

menggunakan metode Sanger.

Sebagian besar proses Sequencing telah dimodifikasi menjadi suatu

program pada komputer, sehingga dikenal sebagai automated DNA sequencing.

Proses tersebut merupakan modifikasi dari metode Sanger yang diawali oleh tahap

cyclesequencing. Cycle sequencing adalah metode amplifikasi DNA

menggunakan satu jenis primer dan dua jenis nukleotida yaitu deoksinukleosida

trifosfat (dNTP) dan dideoksinukleosida trifosfat (ddNTP). Pelekatan ddNTP pada

sequence DNA hasil amplifikasi akan menyebabkan proses amplifikasi terhenti

akibat hilangnya gugus oksida pada untai 3‘ sehingga enzim DNA polimerase

tidak dapat menempelkan dNTP pada basa berikutnya. Proses amplifikasi DNA

pada akhirnya akan menghasilkan fragmen yang berbeda-beda ukurannya yang

basa terakhirnya merupakan ddNTP. Automated DNA sequencing menggunakan

ddNTP yang diberi pewarna berfluoresens. Pada saat produk hasil cycle

sequencing dijalankan pada mesin sequencing, maka sinar laser yang mengenai

ddNTP akan berfluoresensi dan dibaca oleh detektor yang terhubung dengan

komputer dan menghasilkan grafik elektroferogram (Griffiths et al, 1996).

4.4. Analisis Bioinformatik

4.4.1. Pengolahan Data Bioedit

Hasil sekuensing yang diperoleh berupa data mentah (Lampiran 8 dan 10)

yang harus diolah menggunakan perangkat/ program BioEdit selanjutnya diolah

secara manual (Lampiran 8). Data yang diperoleh dari hasil penggunaan program

BioEdit digunakan sebagai data dasar untuk diolah kembali pada multiple

aligment (pensejajaran berganda) dengan database sekuen yang ada diGenBank

dengan NCBIBLAST pada level nukleotida dan dapat diakses di website

www.ncbi.nlm.nih.gov.

Basic local alignment search tool (BLAST) merupakan program dari

NCBI yang digunakan untuk mencari similaritas suatu sequence nukleotida atau

Page 13: 230110090012_4_6047

53

protein (query sequence) dengan sequence database (subjectsequence) pada

Genbank. Similaritas tersebut dapat digunakan untuk mengetahui fungsi dari suatu

gen, memperkirakan anggota baru dari suatu famili gen, dan mengetahui

hubungan kekerabatan (Miftakhunnafisah, 2010).

4.4.2. Analisis Hasil BLAST

Penggunaan pensejajaran berganda ini bertujuan untuk mensejajarkan dan

mencocokan hasil sekuensing yang diperoleh dari sampel penelitian dengan data

yang telah ada di GeneBank. Analisis hasil BLAST tersebut memberikan

informasi dan memverifikasi mengenai organisme atau bakteri apa yang

mempunyai kesamaan dengan urutan DNA sampel sehingga dapat digunakan

untuk identifikasi bakteri. Informasi dari hasil BLAST tersebut berupa score,

Query Coverage dan Maximum identity. Score adalah jumlah keselarasan semua

segmen dari urutan database yang cocok dengan urutan nukleotida. Query

coverage adalah persentasi dari panjang nukleotida yang selaras dengan database

yang terdapat pada BLAST. Max identity adalah nilai tertinggi dari persentasi

identitas atau kecocokan antara sekuen query dengan sekuen database yang

tersejajarkan (Miller et al, 1990)

Tabel 10. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat P.2

Accesion Score Query

Coverage

(%)

Max

Identity

(%)

Deskripsi

NR_074828.1 2002 97 92 Pseudomonas otitidis

NR_074828.1 1903 97 91 Pseudomonas aeruginosa

NR_074829.1 1864 97 90 Pseudomonas stutzeri

NR_041715.1 1864 97 90 Pseudomonas stutzeri

Berdasarkan hasil pensejajaran berganda (Tabel 10), isolat P.2

menunjukkan bahwa terdapat empat spesies memiliki score yang besar diantara

yang lainnya yaitu Pseudomonas otitidis dengan Query Coverage 97% dan max

ident 92%, Pseudomonas aeruginosa dengan Query Coverage 97% dan max ident

91%, Pseudomonas stutzeri (accession NR_074829.1) dengan Query Coverage

97% dan max ident 90% serta Pseudomonas stutzeri (accession NR_041715.1)

Page 14: 230110090012_4_6047

54

dengan Query Coverage 97% dan max ident 90%. Semakin besar score maka

semakin besar kemungkinan kesesuaian/homologinya. Isolat P.2 yang memiliki

score hasil BLAST yang tertinggi adalah bakteri Pseudomonas otitidis

ditunjukkan dengan Query Coverage 97% dan max ident 92% (Tabel 10).

Berdasarkan hal tersebut maka isolat P.2 kemungkinan besar adalah bakteri

Pseudomonas otitidis. Penelitian yang dilakukan oleh Kyungwong (2012)

memberikan hasil bahwa Pseudomonas otitidis (Gen Bank accession AY953147)

100% sama dengan Pseudomonas aeruginosa berdasarkan analisis gen sekuen

16S rRNA, sehingga pada penelitian ini Pseudomonas otitidis juga disamakan

dengan Pseudomonas aeruginosa.

Tabel 11. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat P.4

Accesion Score Query

Coverage

(%)

Max

Identity

(%)

Deskripsi

NR_074883.1 717 83 82 Lysinibacillus sphaericus

NR_042072.1 712 83 82 Lysinibacillus fusiformis

NR_042073.1 684 83 81 Lysinibacillus sphaericus

NR_044607.1 623 81 81 Acetobacter pasteurianus

Data hasil BLAST NCBI isolat P.4 menunjukkan bahwa terdapat empat

spesies bakteri yang memiliki score lebih besar diantara yang lainnya yakni

Lysinibacillus sphaericus (accession NR_074883) dengan Query Coverage 83%

dan max ident 82%, Lysinibacillus fusiformis dengan Query Coverage 83% dan

max ident 82%, Lysinibacillus sphaericus (accession NR_042073.1) dengan

Query Coverage 83% dan max ident 81% serta Acetobacter pasteurianus dengan

Query Coverage 81% dan max ident 81%. Isolat P.4 kemungkinan besar

merupakan bakteri Lysinibacillus sphaericus dilihat dari score hasil BLAST yang

tertinggi (Tabel 11).

Page 15: 230110090012_4_6047

55

Tabel 12. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat PB.4

Accesion Score Query

Coverage

(%)

Max

Identity

(%)

Deskripsi

NR_074883.1 575 93 75 Bacillus cereus

NR_042072.1 575 93 75 Bacillus thuringiensis

NR_042073.1 564 93 75 Bacillus anthracis

NR_044607.1 553 93 75 Bacillus weihenstephanensis

Berdasarkan hasil pensejajaran berganda (Tabel 12), isolat PB.4

menunjukkan bahwa terdapat empat spesies memiliki score yang besar diantara

yang lainnya yaitu Bacillus cereus, Bacillus thuringiensis, Bacillus anthracis dan

Bacillus weihenstephanensis. Keempat spesies bakteri tersebut memiliki tingkat

kesesuaian/homologi yang sama ditunjukkan Query Coverage 93% dan max ident

75%. Isolat PB.4 kemungkinan besar merupakan bakteri Bacillus cereus atau

Bacillus thuringiensis dilihat dari score hasil BLAST yang tertinggi dan nilai E

value yang terendah (Lampiran 14).

Tabel 13. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat PB.5

Accesion Score Query

Coverage

(%)

Max

Identity

(%)

Deskripsi

NR_037067.1 2281 97 95 Vibrio furnisii

NR_036790.1 2255 94 96 Vibrio fluvialis

NR_025491.1 2178 97 94 Vibrio hepatarius

NR_036888.1 2145 94 95 Vibrio fulnivicus

Data hasil BLAST NCBI isolat PB.5 menunjukkan bahwa terdapat empat

spesies bakteri yang memiliki score lebih besar diantara yang lainnya yakni Vibrio

furnisii dengan Query Coverage 97% dan max ident 95%, Vibrio fluvialis dengan

Query Coverage 94% dan max ident 96%, Vibrio hepatarius dengan Query

Coverage 97% dan max ident 94% serta Vibrio fulnivicus dengan Query Coverage

94% dan max ident 95%. Isolat PB.5 kemungkinan besar merupakan bakteri

Vibrio furnisii dilihat dari score hasil BLAST yang tertinggi (Tabel 13).

Berdasarkan data hasil BLAST semua isolat yang didapat memiliki

kesesuaian/homologi yang tinggi kecuali isolat PB.4 (Tabel 14). Khumaida dkk

Page 16: 230110090012_4_6047

56

dalam Addinilia (2012) menyatakan bahwa tingkat kesamaan nukleotida sekitar

80% sudah termasuk cukup tinggi. Hasil yang diperoleh dengan pensejajaran

berganda dengan data Gen Bank memberikan informasi mengenai bakteri yang

mempunyai kesamaan dengan urutan DNA sampel sehingga dapat digunakan

untuk mengidentifikasi bakteri.

Tabel. 14 Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Homologi Tertinggi

Sampel Accesion Query

Coverage

(%)

Max

Identity

(%)

Deskripsi

P.2 NR 074828.1 97 92 Pseudomonas otitidis

P.4 NR_074883.1 83 82 Lysinibacillus sphaericus

PB.4 NR_074540.1 93 75 Bacillus cereus

PB.5 NR_037067.1 97 95 Vibrio furnissii

4.5 Bakteri Proteolitik Pada Saluran Pencernaan Ikan

Protease merupakan enzim proteolitik yang mengkatalisis pemutusan

ikatan peptida pada protein. Untuk menentukan kemampuan mikroorganisme

dalam mensekresikan protease yang dapat mendegradasikan protein, maka pada

medium disertakan susu skim yang mengandung kasein dan TSB (Trypticase Soy

Broth). Media TSB juga mengandung kasein dan pepton kedelai yang

menyediakan asam amino dan substansi nitrogen lainnya yang membuatnya

menjadi media bernutrisi untuk bermacam bakteri terutama bakteri yang memiliki

aktivitas proteolitik (MacFaddin, 1985). Kasein merupakan protein utama susu,

suatu mikromolekul yang tersusun atas sub unit asam amino yang dihubungkan

dengan ikatan peptida. Kasein berfungsi sebagai substrat bagi enzim protease.

Zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri merupakan tanda hilangnya

partikel kasein di media susu skim. Adanya enzim proteolitik ekstraseluler

bakteri, kasein akan terhidrolisis menjadi peptida dan asam amino yang larut.

Komposisi bakteri pada air kolam dan sedimen mempengaruhi komposisi

bakteri pada insang dan saluran pencernaan ikan. Komposisi bakteri pada saluran

pencernaan ikan biasanya didominasi bakteri rod gram negatif (87%), yaitu

Aeromonas, hydrophila, Bacillus sp., Burkholderia sp., Chryseomonas sp.,

Page 17: 230110090012_4_6047

57

Pasteurellapnemotropica, Photobacterium sp., Pseudomonas sp., Serratia

liguefaciens, Shewanella putrefaciens, Staphylococcus sp., Streptococcus sp.,

Vibrio alginolyticus, V. cholerae, V. carchariae, V. fluvialis, V. furnissii, V.

parahaemolyticus, Vibrio sp. V. vulnificus (Al-Harbi dan Uddin 2005).

Pada tingkat mikroorganisme, kelompok bakteri proteolitik adalah

kelompok bakteri yang mampu menghasilkan enzim proteolitik. Beberapa bakteri

penghasil proteolitik antara lain genus Bacillus (B. cereus, B. pumilus, B. subtilis,

B. licheniformis, B. stearothermophilus, B. polymixa), Aeromonas, Lactobacillus,

Pseudomonas, Serratia, Streptobacillus, Streptococcus, Proteus

Streptomyces dan Staphylococcus (Rao dkk, 1998). Selain itu pada beberapa

genus vibrio juga merupakan bakteri penghasil proteolitik diantaranya adalah V.

parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. furnissii dan V. fluvialis (Desrina et al,

2006). Pada umumnya bakteri proteolitik adalah bakteri dari genus Bacillus,

Pseudomonas, Proteus, Streptobacillus, Staphylococcus, Streptococcus.

Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu jenis Pseudomonas yang

memproduksi enzim protease.

4.5.1 Potensi Proteolitik Pseudomonas aeruginosa dan Lysinibacillus

sphaericus Pada Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)

Pseudomonas aeruginosaa adalah bakteri berbentuk batang, berwarna

merah muda, merupakan bakteri gram negatif yang berukuran 0,5-1,0 μm. Bakteri

Pseudomonas termasuk golongan bakteri mesofil, bakteri tersebut dapat tumbuh

optimal pada kisaran 25º – 30ºC dengan suhu optimum 40°C (Puspitasari et al,

2012). Pseudomonas sp dapat menyebabkan konjungtivitis akut kecuali

Pseudomonas aeruginosa (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Menurut Takenaka

dan Watanabe (1997) Pseudomonas aeruginosa dapat mendegradasi mikrosistin.

Mikrosistin adalah toksin yang diproduksi oleh genus Microcystis yang

merupakan senyawa siklopeptida dan dapat menyebabkan blooming

(Christoffersen et al. 2002). Pseudomonas aeruginosa, adalah multifungsi karena

dapat bertindak sebagai Purin spesifik, berperan dalam pemeliharaan bentuk sel

dan diperlukan untuk pertumbuhan dalam lingkungan rendah osmolaritas

Page 18: 230110090012_4_6047

58

(Rawling et al,1998). Pseudomonas aeruginosa adalah produsen lendir.

Pembentukan lendir yang dapat menyebabkan gaya adesi interseluler, mengambil

nutrisi dan melindungi bakteri terhadap efek buruk dari antibiotik (Donlan dan

Costerton, 2002).

Menurut Jaret (2004) Pseudmonas aeruginosa termasuk protease yang

bersifat logam atau metaloprotease. Protease yang dihasilkan Pseudomonas

aeruginosa dengan substrat yang khusus mempunyai banyak manfaat di luar

bidang perikanan yaitu untuk industri makanan hewan dan minuman dalam

kemasan kaleng, produksi asam amino. Dalam biokimia dapat digunakan untuk

isolasi sel dari berbagai jenis jaringan hewan. Sehingga enzim tersebut dapat

dimanfaatkan secara komersial (Gupta et al. 2002).

Lysinibacillus sphaericus adalah bakteri gram-positif, mesofilik, bakteri

berbentuk batang. Lysinibacillus sphaericus dapat membentuk endospora aktif

yang tahan terhadap panas, bahan kimia, dan sinar ultraviolet. Spora ini dapat

bertahan hidup untuk waktu yang lama (Boudko et al, 2001). Lysinibacillus

sphaericus adalah organisme lingkungan umum yang menghasilkan racun

insektisida mirip dengan yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis. Nama lain

untuk organisme ini adalah Bacillus sphaericus (Hu et al, 2008).

Menurut Hu et al (2008) Bacillus sphaericus memiliki enzim proteolitik

yang melimpah. B. sphaericus telah terbukti sangat toksik terhadap larva nyamuk,

tetapi aman terhadap parasit dan pemangsanya, tidak mencemari lingkungan dan

tidak berbahaya bagi manusia dan hewan lainnya. Lysinibacillus sphaericus

digunakan sebagai insektisida karena spora yang melepaskan endotoksin yang

merupakan salah satu jenis protease dapat membunuh larva nyamuk. Bakteri ini

digunakan secara komersial untuk mengendalikan populasi nyamuk. Bakteri dapat

ditambahkan ke air tempat perkembangbiakan nyamuk atau dapat disemprotkan di

udara dalam bentuk cair. Oleh karena itu Bacillus sphaericus dapat dikembangkan

sebagai bio-insektisida dan tampaknya memberi harapan baik sebagai alat

pengendali nyamuk vektor penyakit, khususnya terhadap vektor demam berdarah

dan malaria di Indonesia (Salamun, 1995).

Page 19: 230110090012_4_6047

59

4.5.2 Potensi Proteolitik Bacillus cereus dan Vibrio furnissii Pada Ikan Bawal

Bintang (Trachinotus blochii)

Bacillus cereus merupakan bakteri gram-positif, berbentuk batang, aerob

fakultatif (dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga menghasilkan energi

secara anaerobik), dan dapat membentuk spora (endospora). Menurut Baehaki

(2011), Bacillus sp merupakan salah satu jenis bakteri yang memiliki kemampuan

untuk menghasilkan protease. Protease merupakan satu diantara tiga kelompok

enzim komersial yang diperdagangkan sebagai katalisator hayati. Protease

dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi industri pangan dan non-pangan. Salah satu

industri non-pangan yang memanfaatkan protease adalah industri biodeterjen.

Bacillus cereus dapat bersaing dengan mikroorganisme lain

seperti Salmonella dan Campylobacter dalam usus, sehingga kehadirannya

mengurangi jumlah mikroorganisme tersebut. Spora Bacillus cereus lebih tahan

pada panas kering daripada pada panas lembab dan dapat bertahan lama pada

produk yang kering. Menurut Prakash et al (2005) Bacillus cereus merupakan

bakteri yang bersifat alkalin protease yang dapat digunakan sebagai bahan aditif

dari detergen sehingga memudahkan kerja dari surfaktan dalam melepaskan

kotoran yang menempel. Penggunaan bahan yang berupa hasil ekstraksi enzim

akan mudah mengalami biodegradable (Suhartono 2000) sehingga akan ramah

lingkungan. Dibidang perikanan sendiri penambahan Bacillus cereus pada pakan

ikan dapat mempercepat laju pertumbuhan karena enzim protease yang dihasilkan

Bacillus cereus daapat mempercepat penyerapan makanan. Disamping itu ikan

yang mengandung Bacillus cereus jika dimakan oleh manusia akan menyebabkan

diare oleh karena itu ikan harus disimpan pada suhu <0°C terlebih dahulu.

Bakteri vibrio adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang

bengkok, oksidase dan katalase positif, memfermentasikan glukosa tanpa

menghasilkan gas dan mempunyai flagel polar (Bauman et al., 1994; Barrow dan

Feltham, 1993). Bakteri ini sangat umum dijumpai di air payau dan laut. Sebagian

bersifat saproba namun ada beberapa spesies yang menyebabkan penyakit

vibriosis pada hewan akuatik termasuk ikan. Salah satu kendala dalam budidaya

Page 20: 230110090012_4_6047

60

ikan laut adalah serangan penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio.

Salah satu spesies bakteri vibrio tersebut adalah Vibrio furnissii. Penyakit ini

merupakan penyakit bakterial utama terutama pada benih yang dapat

menimbulkan kematian sampai 100 % dalam waktu 2 minggu. Namun, lain

halnya jika bakteri Vibrio furnisii atau Bacillus cereus hanya terdapat dalam

jumlah sedikit maka tidak akan membahayakan karena bakteri tersebut merupakan

bakteri normal yang terdapat pada usus.

Menurut Aznar (1994) Vibrio furnissii merupakan bakteri yang tergolong

dalam proteobacteria. V. furnissi termasuk bakteri halofilik yang secara alamiah

ditemukan pada perairan pantai. Bakteri ini dapat diisolasi dari air, sedimen,

plankton atau organisme laut. Vibrio furnissii termasuk bakteri yang relatif ganas.

Bakteri ini biasanya sering menyerang ikan sidat pada fase pendederan yang dapat

menyebabkan rongga perut menggembung/hidroperitoneum (Tomiyama dan

Hibiya, 1977).

Keganasan bakteri vibrio berkaitan dengan berbagai jenis protease (Chen

et al., 1999; Deane dan Woo, 2000), toksin (enterotoksin, cytotoksin, endotoksin),

protein yang terikat dengan permukaan (surface-binding protein) seperti fimbriae

dan kapsul, LPS, hemaglutinin, motilitas dengan menggunakan flagella, plasmid

dan produksi siderofor (agen penyapit zat besi) yang berfungsi mengikat zat besi

dari darah inang (Amaro et al., 1997). Vibrio furnissii juga termasuk bakteri

pathogen bagi manusia (Retno, 2008). Selain mempunyai kerugian, Vibrio

furnissii juga mempunya keuntungan yaitu sebagai probiotik terhadap serangan

Vibrio harveyi pada udang vaname (Litopenaeus vannamei). Uji in vivo

menunjukkan bahwa udang yang diinjeksi probiotik dari isolat Vibrio furnissii

sebelum diuji tantang dengan V. harveyi memiliki kelangsungan hidup lebih

tinggi daripada control (Sukendaet al, 2005).