22 nov 10 kep.dewasa 2 (bu.ros) askep dgn gguan sistem sensorineural pendengaran
TRANSCRIPT
1
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
SENSORINEURAL (PENDENGARAN)
A. ANATOMI FISIOLOGI TELINGA
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Telinga Luar, terdiri dari :
a. Pinna/Aurikel/Daun Telinga
Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit, melekat pada sisi
kepala. Pinna membantu mengumpulkan gelombang suara dan perjalanannya
sepanjang kanalis auditorius eksternus.
b. Liang Telinga/Kanalis Autikus Externus (KAE)
Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian medial,
seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang rawan ini.
Terdapat di KAE adalah sendi temporoman-dibular, yang dapat kita rasakan
dengan ujung jari pada KAE ketika membuka dan menutup mulut.
c. Kanalis Auditorius Exsternus
Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung kelenjar glandula
seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut juga serumen.
Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan kulit.
Kanalis Auditorius Eksternus akan berakhir pada membran timpani.
2. Telinga Tengah, terdiri dari :
a. Membran Timpani/Gendang Telinga membatasi telinga luar dan tengah.
2
Merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncak-nya umbo mengarah
ke medial. Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis, lapisan fibrosa,
tempat melekatnya tangkai malleus dan lapisan mukosa di bagian dalamnya.
b. Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan ditemu-kan 3 buah tulang
pendengaran yang meliputi :
1) Malleus, bentuknya seperti palu, melekat padagendang telinga.
2) Inkus, menghubungkan maleus dan stapes.
3) Stapes, melekat pda jendela oval di pintu masuk telinga dalam.
c. Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian bawah samping
kavum timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari lapisan
mukosa kavum timpani, rongga ini berhubunga dengan beberapa rongga kecil yang
disebut sellula mastoid yang terdapat dibelakang bawah antrum di dalam tulang
temporalis.
d. Tuba Auditiva Eustakhius
Dimana terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring
kebawah agak ke depan dilapisi oleh lapisan mukosa. Tuba Eustakhius adalah saluran
kecil yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga.
3. Telinga Dalam, terdiri dari :
telinga dalam terdapat jauh didalam bagian petrous tulang temporal, didalamnya terdapat
organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis) dan saraf
cranial VII (nervus fasialis) dan nervus VIII (nervus kokleovestibularis).
B. FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh pinna dalam bentuk
gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan
membrane timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan lurus membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getaran tersebut akan
diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala
vestibula bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong
endolimfe sehingga akan menimbulkan gerakan relative antara membran basalis dan
membrantektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
3
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini meimbulkan proses depolarisasi sel rambut
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran di lobus temporalis.
C. PENGKAJIAN
1) Riwayat kesehatan sekarang
a. Keluhan utama klien : klien susah mendengar rangsangan suara
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluarga klien mengatakan susah mendengar pesan/rangsangan suara. Ketika
berbicara dengan orang lain klien tidak mengerti terhadap pembicaraan, untuk lebih
mengerti klien sering meminta mengulangi pembicaraan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Menurut kelurga klien, klien tidak pernah mengalami penyakit akut maupun kronis,
kecuali sakit deam, flu, batu-batuk ringan
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum :
a. Kesadaran
b. Tekan darah
c. Suhu badan
d. Pernafasan
e. Berat badan
2. Pengkajian sistem pendengaran
a. Daun telinga
Inspeksi :
- Daun telinga simestris kiri dan kanan
- Posisi telinga normal yaitu sebanding dengan titik puncak penempatan pada
lipatan luar mata
- Auditorius tidak bengkak
Palpasi :
- Tidak terdapat nyeri raba
- Tidak ada pembengkakan
4
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan otoskopik
Menggunakan alat otoskop untuk memeriksa meatus akustikus eksternus dan membran
timpani dengan cara inspeksi :
Hasil :
- Serumen berwarna kuning, konsistensi kental
- Dinding liang telinga berwarna merah muda
2. Test ketajaman pendengaran
a. Test penyaringan sederhana
Hasil :
- Klien tidak bisa mendengar secara jelas angka-angka yang di sebutkan
- Klien tidak mendengar jelas suara detak jarum jam pada jarak 1-2 inchi
b. Uji rinne
Hasil :
- Klien tidak mendengar adanya getaran garpu tala dan tidak jelas mendengar
adanya bunyi dan saat bunyi menghilang
3. Tes Fungsi Pendengaran
a. Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif
derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
1) Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi
kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level
pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan
audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes
audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran
5
atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman
pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis
dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
a) Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000,
4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan
disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa
pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui
hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan
didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini
kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran
audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar
20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.Telinga
manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz.
Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-
hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
Kehilangan dalam Desibel Klasifikasi
0-15 Pendengaran normal
>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada
stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda.
Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri
dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala
6
skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan
adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction
menggambarkan SNHL.
b) Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih
yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk
mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir
sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran
digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut
dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan
dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang
diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau
pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur.
Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila
kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan,
pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang
ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat
digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang
didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan
benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran
yaitu :
Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata
yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya
disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan
bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai
diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi
maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara
barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada
audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat
nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas
artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat
menirukan kata-kata dengan tepat.
7
Kriteria orang tuli :
o Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
o Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
o Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
o Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih
memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar
(ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa
terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada
ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi tertetu
dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian.
Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu
yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari
20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa
diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu
saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga),
apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk
menentukan penyabab kurang pendengaran.
b. Manfaat audiometri
1) Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga
2) Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi
3) Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak
c. Tujuan
Ada empat tujuan (Davis, 1978) :
1) Mediagnostik penyakit telinga
2) Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari,
atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan
pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus,
ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
3) Skrinig anak balita dan SD
4) Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
8
1. Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 macam tes rinne, yaitu :
a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah
pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan
meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat
mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya
secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala
didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah
bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada
dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika
pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes
rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih
lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
1) Normal : tes rinne positif
2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang
lebih lama)
3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu
tala.
b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada
posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga
mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak
lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai
aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
9
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia
sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum
mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita
memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
2. Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan
garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal.
Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika
telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau
sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga
akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum
timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus
di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan
didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut
lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih
hebat.
3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di
dengar sebelah kanan.
4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada
sebelah kanan.
5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.
Kurang aktivitas
Gangguan komunikasi verbal
Harga diri rendah
10
3. Test Swabach
Tujuan :
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal)
dengan probandus.
Dasar :
Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh :
Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak,
khususnya osteo temporale
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin
melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak
mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke
puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding).
Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak
mendengar suara.
F. PATOFISIOLOGI
Degenerasi tulang-tulang pendengaran bagian dalam
Hilangnya sel-sel rambut pada basal kokhlea
Gangguan neuron-neuron kokhlea
Fungsi pendengaran menurun
Pendengaran terhadap
kata-kata/rangsang menurun
menarik diri dari lingkungan
tidak mau mengikuti kegiatan rumah maupun masyarakat
lebih banyak istirahat
11
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan komunikasi verbal b.d degenerasi tulang-tulang pendengaran bagian
dalam di tandai dengan :
a. Data subjektif
Kelurga klien mengtakakn bahwa :
- Klien susah mendengar atau menerima pesan
- Klien tidak mengerti terhadapa pembicaraan orang
- Klien susah mendengar berupa rangsangan suara
b. Data objektif
- Lambat berespon terhadap rangsang suara
- Klien nampak bingung jika di ajak bicara
- Klien meminta untuk mengulangi pembicaraab atau pesan
- Komunikasi sebagian besar berjalan melalui pesan-pesan tertulis dan perantara
anggota kelurga
- Klien tidak mendengar secara jelas angka-angka yang di sebutkan
- Klien tidak mendengar jelas sura detak jarum jam pada jarak 1-2 inchi
- Klien tidak mendengar adanya detaran garpu tala dan tidak jelas mendengar
adanya bunyi dan saat bunyi menghilang
- Klien tidak komunikatif
2. Gangguan harga diri rendah b.d fungsi pendengaran menurun di tandai dengan:
a. Data subjektif
Kelurga klien mengatakan bahwa:
- Klien senang menyendiri
- Klien menarik diri dari lingkungan
- Klien tidak mau kumpul bersama kelurga
b. Data objektif
- Klien suka duduk menyendiri
- Klien mengekspresikan perasaan kesepian
3. Kurang kativitas b.d menarik diri dari lingkungan di tandai dengan :
1. Data subjektif
- Klien sulit mengikuti perintah untuk melakukan aktifitas di rumah
- Klien tidak mau mengikuti kegiatan sehari-hari di rumah
12
2. Data objektif
- Klien lebih banyak tidur
- Klien nampak gelisah atau bosan
- Sebagian besar waktu klien digunakan istirahat
H. INTERVENSI
1. Gangguan komunikasi verbal
a. Kaji tingkat kemampuan klien dalam penerimaan pesan
b. Periksa apakah ada serumen yang mengganggu pendengaran
c. Bicara dengan pelan dan jelas
d. Gunakan alat tulis pada waktu penyampaian pesan
e. Beri dan ajarkan klien pada penggunaan alat bantu dengar
f. Pastikan alat bantu dengar berfungsi dengan baik
g. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan telinga.
2. Harga diri rendah
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan pada klien untuk menungkapkan perasaan penyebab klien tidak
mau bergaul atau menarik diri
c. Beri pujian terhadap kemampuan klien menungkapkan perasaan
d. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan dan kerugian dari perilaku
menarik diri
e. Dorong dan bantu klian untuk berhubungan dengan orang lain
f. Bina hbungan saling percaya dengan klien
3. Kurang kativitas
a. Beri motivasi untuk dapat saling berbagi perasaan dan pengalaman
b. Bantu klien untuk mengatasi perasaan marah dan berduka
c. Variasikan rutinitas sehari-hari
d. Libatkan induvidu dalam merencanakn rutinitas sehari-hari
e. Rencanakan suatu aktivitas sehari-hari
f. Berikan alat bantu dengan dalam melakukan aktivitas
13
I. GANGGUAN TELINGA
1. GANGGUAN TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari : daun telinga (pinna/aurikula), meatus autikus Kelainan
ini jarang ditemukan, penyebabnya belum diketahui dengan jelas,diduga oleh factor
genetic seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan kimia padakehamilan muda misalnya
talidomida. Manifestasi klinis yang tampak adalah dauntelinga yang tidak tumbuh dan
liang telinga yang atressia sehingga tindakan yangdapat dilakukan untuk kelainan ini
adalah rekonstruksi yang bertujuan memperbaiki
fungsi pendengaran juga untuk kosmetik.Pinna yang sangat besar (makrotia) atau sangat
kecil (mikrotia). Secara umumdeformitas pinna berkorelasi dengan deformitas pada
membran timpani dan telingatengah dalam derajat yang dapat diperkirakan. Intervensi
eksternus, kanalis auditorius eksternus dan membran timpani. Pinna merupakan
gabungan dari rawan yang diliputi kulit. kanalis auditorius eksternus memiliki tulang
rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian medial.
Telinga luar berfungsi mengumpulkan dan menghantarkan gelombang bunyi ke
struktur telinga tengah, karena keunikan anatomi airikula serta konfiigurasi liang telnga
yang melengkung atau spiral, maka telinga luar mampu melindungi membran timpani
dari trauma serta benda asing. Salah satu perlindungan yang di berikan telinga luar adalah
dengan pembentukan serumen atau kotoran telinga yang sebagian besar terdiri dari
struktur kelenjar sebasea dan apokrin.
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi telinga luar adalah :
1) Malformasi congenital
Malformasi congenital pada telinga luar adalah sebagai akibat
gangguanperkembangan arkus brakial 1 dan 2 diantaranya adalah :
a. Atresia Liang Telinga
Kelainan ini jarang ditemukan, penyebabnya belum diketahui dengan
jelas,diduga oleh factor genetic seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan kimia
padakehamilan muda misalnya talidomida. Manifestasi klinis yang tampak
adalah dauntelinga yang tidak tumbuh dan liang telinga yang atressia sehingga
tindakan yangdapat dilakukan untuk kelainan ini adalah rekonstruksi yang
bertujuan memperbaiki fungsi pendengaran juga untuk kosmetik.
14
b. Mikrotia atau Makrotia
Gambar Mikrotia
Pinna yang sangat besar (makrotia) atau sangat kecil (mikrotia). Secara
umumdeformitas pinna berkorelasi dengan deformitas pada membran timpani dan
telingatengah dalam derajat yang dapat diperkirakan. Intervensi yang dapat
dilakukan adalahperbaikan kosmetik dari pinna sendiri sebelum anak berinteraksi
di lingkungansekolah.
c. Fistula Preaurikular
Fistula dapat ditemukan di depan tragus dan sering terinfeksi. Pada
keadaantenang tampak muara fistula berbentuk bulat atau lonjong, berukuran
seujung pensil,dan dari muara tersebut sering keluar secret yang berasal dari
kelenjar sebasea.
d. Lop Ear (Bat’s Ear)
Merupakan bentuk abnormal dari daun telinga, dimana daun telinga
tampaklebih lebar dan lebih berdiri. Secara fisiologis tidak terdapat gangguan
body imagekarena berpengaruh pada estetika.
15
2) Trauma
Trauma pada telinga luar dapat merusak dan menghancurkan aurikula dankanalis
autikus eksternus, yang termasuk bagaian dari trauma ini diantaranya :
a. Laserasi
Trauma akibat laserasi biasa terjadi karena klien tampak mengorek-
ngoroktelinga dengan jari atau penjepit rambut atau klip kertas. Laserasi dinding
kanalisdapat menyebabkan
b. Frostbite
Frostbite pada aurikula dapat timbul dengan cepat pada lingkungan
bersuhurendah dengan angin dingin yang kuat, pemanasan yang cepat dinjurkan
sepertidengan mengguyur telinga yang terkena dengan air hangat bersuhu 100
dan 108ºFsampai terlihat tanda-tanda pencairan.
c. Hematoma
Hematoma telinga luar sering dijumpai pada pengulat dan petinju
akibatpenumpukan bekuan darah diantara perikondrium dan tulang rawan, yang
dapatberakibat terbentuknya telinga bunga kol jika tidak diobati, oleh karena itu
perlunyatindakan insisi dan drainage kumpulan darah dalam kondisi steril diikuti
denganpemasangan balutan tekan khususnmya pada konka. Pada para pegulat
atau petinjuperlunya memakai pelindung kepala saat latihan atau saat bertanding.
3) Infeksi dan Non Infeksi Pada Pinna, Aurikula dan Kananlis Autikus Eksternus
a. Serumen
Adalah secret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada bagian
kartilaginosaliang telinga yang diketahui memiliki fungsi sebagai sarana
pengangkut debrisepitel dan kontaminan untuk dikeluarkan dari membrane
timpani. Serumen jugaberfungsi sebagai pelumas dan dapat mencegah kekeringan
dan pembentukan fisurapada epidermis.Pada keadaan normal serumen tidak akan
tertumpuk di liang telinga, tetapiakan keluar sendiri pada waktu mengunyah dan
setelah sampai diluar liang telingaakan menguap oleh panas. Penumpukan
serumen yang berlebihan akan menimbulkangangguan pendengaran, juga bila
liang telinga kemasukan air maka serumen akanmengembang sehingga
menyebabkan rasa tertekan yang menggangu pendengaran.Interfensi kolaboratif
yang dianjurkan adalah :
16
1) Pemberian obat tetes telinga untuk waktu yang singkat, seperti
minyakmineral, H2O2 3%,
2) Irigasi telinga dengan campuran air (sesuai suhu tubuh) dan H2O2 3%,dalam
melakukan irigasi ini harus berhati-hati agar tidak merusak membranetimpani
dan jika tidak dapat memastikan keutuhan membrane timpaniusebaiknya
irigasi tidak dilakukan.
3) Jika klien mengeluh telinganya tersumbat maka perlunya
dilakukanpenghisapan dengan menggunakan forceps alligator tipe Hartmann.
b. Benda Asing
Benda asing yang sering ditemukan pada liang telinga dapat berupa :
Benda hidup seperti serangga(kecoa, semut atau nyamuk)
Benda mati seperti komponentumbuh-tumbuhan atau mineral ?
(kacang-kacangan, karet penghapusan,potongan korek api, dll)
Intervensi yang dapat dilakuakan adalah kerjasama yang baik antara klien
dengandokter , karena usaha mengeluarkan benda asing oleh klien sendiri
seringkali akanmendorong benda asing lebih ke dalam.
Tindakan yang harus diperhatikan oleh perawat :
1) Bila benda asing berupa
serangga, maka harus dimatikan terlebih dahulu sebelum serangga
dikeluarkan,dengan memasukan tampon basah ke liang telinga lalu
meneteskan cairanmisalkan larutan rivanol ke liang telinga selama 10 menit,
lalu lakukan irigasidengan air sesuai suhu tubuh untuk mengeluar-kannya.
2) Bila benda asing berupa
kacang-kacangan, maka teteskan minyak mineral yang berguna
untukmelunakan kacang-kacangan tersebut dan lakukan irigasi dengan air
untukmengeluarkannya.
3) Bila benda asing yang
besar dapat ditarik dengan pengait serumen dan yang kecil dapat
diambildengan kunam atau pengait.
c. Otitis Eksternus
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan
olehbakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor ini penyebab
17
timbulnyaotitis eksterna ini, kelembaban, penyumbatan liang telinga, trauma local
dan alergi.Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang
menyebabkan edemadari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma local
yang mengakibatkanbakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan
eksudat. Bakteri patogen padaotitis eksterna akut adalah pseudomonas (41 %),
strepokokus (22%), stafilokokusaureus (15%) dan bakteroides (11%).
Terbagi atas Konsep Otitis Eksternus dan Proses Keperawatannya.
1) Konsep Otitis Eksternus
a. Pengertian
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronisdisebabkan oleh
bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasasakit.
Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yangdisebabkan oleh kuman
maupun jamur (otomikosis) dengantanda-tanda khas yaitu rasa tidak enak di liang
telinga,deskuamasi, sekret di liang telinga dan kecenderungan untukkambuhan.
Adalah peradangan, infeksi atau respon alergi pada struktur Kanalis AutikusEksternal
atau Aurikula. Infeksi dapat terjadi sebagai akibat factor-faktor predisposisi :
Perubahan pH kulit kanalis yang biasanya asam menjadi basa.
Perubahan lingkungan terutama gabungan peningkatan suhu tubuh
dankelembaban.
Suatu trauma ringan seringkali karena berenang atau membersihkantelinga
secara berlebihan.
b. Etiologi
Agen infeksi berupa bakteri atau jamur :
Pseudomonas Aeruginosa
Streptococcus
Staphylococcus
Aspergillus
Allergen eksternal berupa:
Kontak dengan kosmetik
Hair spray
Earphone
Anting-anting
Hearing aid (Alat Bantu Mendengar)
18
c. Patoflow diagram
Agen iritan (allergen), Agen infeksusMasuk dan kontak dengan lapisan epitel
telinga luarRespon alergi dan respon peradangan dengan/tanpa infeksi
a) Ggn RasaNyaman Nyeri
Bengkaknyeri bila disentuhobstruksi pada kanal auditorius eksternus
konductive hearing loss
b) Ggn Persepsi SensoryPendengaran
d. Klasifikasi Otitis Eksterna
Otitis Eksternus terbagi atas:
Otitis Eksterna Akut
Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel)/Bisul adalah infeksi
bakteri(Staphylococcus) pada folikel rambut, biasanya lokasi pada ½ bagianluar dari
kanal eksternal. Keluhan klien yang dapat muncul adalahnyeri, area bengkak dan
kemerahan, kemungkinan ditemukan cairanpurulen bila didapatkan furunkelpecah dan
lambat laun terjadigangguan pendengaran bila lesi menyumbat kanal. Intervensi
yangdiberikan adalah terapi sistemik dengan pengobatan topical dengantampon yang
diberi tetes telinga yang mengandung antibiotika.
Otitis Eksterna Difusi adalah infeksi bakteri (Pseudomonas) yangbiasanya terjadi
pada cuaca yang panas dan lembab, disebut juga‘Swimmer’s ear’. Keluhan klien yang
muncul adalah nyeri tekantragus, kulit liang telinga hipermi, kadang-kadang terdapat
secret yangberbau, edema dengan tidak jelas batasnya serta tidak terdapat
furunkel.Intervensi yang diberikan adalah dengan memasukan tampon yangmen
gandung antibiotica ke liang telinga supaya terdapat kontak yangbaik antara obat
dengan kulit yang meradang, juga dapat pula diberikanobat antibiotika sistemik.
OtitisEksterna Kronik
Otitis Eksterna Kronis adalah infeksi bakteri yang tidak diobati denganbaik,
trauma berulang, adanya benda asing, penggunaan cetakan telingapada Alat Bantu
Mendengar yang menyebabkan infeksi kronis.Akibatnya terjadi penyempitan liang
telinga oleh pembentukan jaringanparut (sikatrik). Intervensi kolaboratif adalah
dengan cara operasirekonstruksi liang telinga.
19
e. Insiden
1. Sering terjadi pada musim panas dimana banyak orangmenikmati olahraga air
(berenang di danau, laut atau kolam renang)
2. Klien yang mengalami trauma terbuka pada kanalis akustikuseksterna akan lebih
mudah mengalami infeksi.
f. Penatalaksanaan
1. Membersihkan liang telinga dengan penghisap atau kapasdengan hati-hati.
2. Penilaian terhadap secret, edema dinding kanalis danmembrane timpani bila
memungkinkan.
3. Terapi antibiotika local, topical dan sistemik
4. Terapi analgetik
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH TELINGA LUAR
a. Pengkajian
Perawat perlu melakukan anamnesa dari keluhan klien seperti :
Nyeri saat pinna dan tragus bergerak
Nyeri pada liang telinga
Telinga terasa tersumbat
Perubahan pendengaran
Keluar cairan dari telinga yang berwarna kehijauan.
Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan kepada klien diantaranyaadalah:
Kapan keluhan nyeri terasa oleh klien?
Apakah klien dalam waktu dekat lalu berenangdi laut, kolam renang ataukah
didanau?
Apakah klien sering mengorek-ngorek telingasehingga mengakibatkan nyeri
setelah dibersihkan?
Apakah klien pernah mengalami trauma terbukapada liang telinga akibat terkena
benturan sebelumnya?
Apakah klien seorang petinju atau pegulat yangsering mengalami trauma pada
telinganya?
20
b. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri : nyeri padatelinga b.d reaksi inflamasi, reaksi
infeksi pada telinga.
2. Perubahan persepsi sensory :pendengaran b.d obstruksi pada kanalis akustikus
eksternus akibatinfeksi oleh agen bakteri dan allergen.
3. Resiko tinggi terjadi infeksi b.dperkembangan penyakitnya.
4. Resiko tinggi injury b.d penurunan prosespendengaran.
5. Harga diri rendah b.d gangguan padapendengaran, telinga sakit.
6. kurang pengetahuan mengenai penyakitpenyebab, penatalaksanaan dan prosedur
pembedahan.
c. Intervensi
Prinsip intervensi untuk Otitis Eksterna adalah mengurangi peradangan(infeksi) dan
mengurangi edema serta nyeri yang dirasakan oleh klien,dengan cara :
1. Kompres hangat local 20 menit selama 3 kali sehari denganmenggunakan handuk
dan air hangat.
2. Istirahat klien
3. Membatasi gerakan kepala
4. Kaji kemampuan klien dalam memberikan obat tetes telingaatau salep telinga
5. Jelaskan pada klien tentang penyakit yang dialaminya,penyebab terjadinya
penyakit tersebut dan kemungkianan rencanapembedahan yang akan dilakukan
pada klien.
6. Berikan support (dukungan) pada klien tentang usaha-usahaatau intervensi yang
harus dilakukan bagi kesembuhannya.
7. Jika edema mengakibatkan obstruksi kanal maka gunakanlahEarwick, dengan
teknik : kassa yang sudah diberi tetes telingaantibiotika dimasukkan ke kanalis,
dilakukan oleh dokter THT.
8. Kolaborasi terapi antibiotika topical dan steroid
9. Kolaborasi terapi analgetik seperti Acetylsalisilat acid(Aspirin Entrophen) dan
Acetaminophen (Tylenol,Abenol).
d. Evaluasi
Tujuan yang diharapkan adalah :
1. Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berangsur-angsur hilang.
2. Persepsi sensory pendengaran dalam batas normal.
21
3. Tidak terjadi infeksi.
4. Tidak terjadi resiko injury.
5. Harga diri klien tidak terganggu.
6. Pemahaman klien mengenai penyakit, penyebab dan prosedurpembedahan
bertambah.
2. GANGGUAN TELINGA TENGAH
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari membrane timpani, biladilihat dari arah
liang telinga berbentuk bundar dan lekung dan gendang telinga adalahsuatu bangunan berbentuk
kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial.Membrane timpani tersusun oleh suatu
lapisan epidermis, lapisan fibrosa tempatmelekatnya tangkai maleus dan lapisan mukosa
dibagian dalamnya.Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan, prosesus
mlongus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkusmelekat
pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengankoklea. Hubungan
antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Pada parsflaksida terdapat daerah yang
disebut atik, ditempat ini terdapat aditus adantrum yaitulubang yang menghubungkan daerah
nasopharing dengan telinga tengah.Penyakit pada telinga tengah banyak ditemukan diseluruh
dunia, sepertibeberapa penelitian menunjukan bahwa otitis media merupakan masalah paling
umumterutama pada anak-anak. Yang termasuk Gangguan pada Telinga Tengah diantaranya
A. Penyakit Membran Timpani
Membran Timpani normalnya memberikan refleks cahaya (cone of ligh)
positifyang berarti cahaya dari luar dapat dipantulkan oleh membrane timpani.
PenyakitMembran timpani terjadi secara primer yaitu berasal dari membran timpani
dan dapat mpula terjadi akibat adanya penyakit yang mendahuluinya seperti Otitis
Media danMastoiditis.
Jika terjadi peradangan pada membran timpani dapat terlihat bercak-bercakputih
tebal akibat timbunan kolagen terhialinisasi pada lapisan tenaghnya sebagaiakibat
peradangan terdahulu (timpanosklerosis). Retraksi membran timpani dapat pulaterjadi
bila vakum dalam telinga tengah atau dapat menonjol bila terdapat cairan,infeksi atau
massa jaringan dalam telinga tengah. Otitis media kronis dengankeluarnya secret
selalu disertai perforasi membrane timpani yang serius.Intervensi kolaboratif pada
Penyakit Membran Timpani adalah pemberian tetestelinga antibiotika seperti
eritromisin, yang merupakan obat pilihan untukmenghilangkan nyeri, adanya bulging
atau vesikel dapat dipecahkan dengan jarumhalus atau miringotomi.
22
B. Gangguan Tuba Eustakhius
Tuba Eustakhius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasopharing dan
sepertiga bagian lateral tuba berhubungan dengan telinga berupa tulang sedangkandua
pertiga medial adalah fibrokartilaginosa. Fungsi Tuba Eustakhius adalah
untukventilasi, drainage secret dan menghalangi masuknya secret dari nasopharing
ketelinga tengah.Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga
tengahselalu sama dengan tekanan udara luar, ini dapat dibuktikan :
1) Perasat Valsava
Teknik yang dilakukan dengan cara meniupkan dengan kertas dari
hidungdipijat serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa udara
masukkedalam telinga tengah yang menekan membrane timpani kearah lateral
seperti“meletup”. Perasat ini tidak boleh dilakukan apabila terjadi infeksi pada
jalannafas.
2) Perasat Tyonbee
Teknik yang dilakukan dengan cara menelan ludah sambil hidung dipijat
sertamulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membrane tympani tertarik
kemedial. Perasat ini lebih fisiologis.Drainage secret akan dialirkan ke
nasopharing melalui tuba eustakhius yangberfungsi normal. Jika tuba tersumbat,
maka akan tercipta keadaan vakum dalamtelinga tengah, sumbatan yang lama
dapat mengarah pada peningkatan produksi cairanyang akan memperberat
masalah klien. Bila tidak dapat diatasi dengan pengobatan,maka keadaan vakum
harus dihentikan dengan miringotomi sehingga cairan dapatdidrainage melalui
kanalis akustikus eksternus.
Tuba Eustakhius biasanya dalam keadaan tertutup dan baru akan
terbukaapabila oksigen diperlukan masuk ketelinga tengah atau pada saat
mengunyah,menelan dan menguap. Karena selalu tertutup inilah maka tuba
eustakhius dapatmelindungi telinga tengah dari kontaminasi sekrei telinga tengah
dan organismepatologik. Gangguan pada Tuba Eustakhius antara lain berupa
Tuba TerbukaAbnormal, Myoklonus Palatal, Palatoskisis dan Obstruksi Tuba.
C. Barotrauma
Adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luartelinga
tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang menyebabkan tubagagal
23
membuka. Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 mmHg, maka otot yangnormal
aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanannegative
sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan
kadangkadangdisertai dengan rupture pembuluh darah, yang dapat menyebabkan
cairan ditelinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah.Manifestasi klinis berupa
nyeri pada telinga, klien mengeluh kurang jelaspendengarannya, autofonia, perasaan
ada air dalam telinga dan kadang-kadang tinnitusdan vertigo.
Intervensi yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
a. Melakukan Perasat Valsava salama tidak ada infeksi pada jalan nafas atas.
b. Terapi dekongestan.
c. Jika cairan masih menetap ditelinga tengah sampai beberapa minggu
makadianjurkan untuk tindakan miringotomi dan bila perlu pemasangan
pipaventilasi (Grommet).
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan
selalumengunyah permen karet atau melakukan Perasat Valsava, terutama
sewaktu dalampesawat terbang mulai turun untuk mendarat.
D. Gangguan pada Rantai Osikula
Pada telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran (rantai osikula)
yangterdiri dari maleus, inkus dan stapes yang mentransmisikan suara dari
membranetympani ke fenestra yang dapat disebabkan oleh infeksi, trauma ataupun
prosescongenital dapat menghambat transmisi suara ke tempat lainnya.
E. Kelainan Kongenital
Osikula dapat mengalami kelainan bentuk, terputus ataupun terfiksasisecara
congenital, bentuk yang paling umum adalah hilangnya sebagian inkus dan fiksasi
stapes. Liang telinga dapat sama sekali tidak berkembang atau berujungbuntu atau
tumbuh dengan penyempitan konsentris. Hal ini secara fungsional dapatmenyebabkan
ketulian congenital yang seharusnya mendapatkan terapi secara dini.Koreksi
kosmetik dari mikrosa perlu segera dilakukan sebelum anak masuksekolah serta
perunya alat Bantu mendengar yang menempel pada tulangpendengaran agar anak
dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
24
1. Otosklerosis
a) Pengertian
Otosklerosis adalah penyakit pada kapsul tulang labirin yang
mengalamispongiosis si daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan
tidak dapatmenghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik.Pengertian
lain Otosklerosis adalah pengeseran telinga dimana dalamkondisi ini
kelebihan tulang stapes mengakibatkan hilangnya gerakan stapes.
b) Patofisiologi
Kondisi otosklerosis mengenai stapes dan diperkirakan disebabkan
olehpembentukan tulang spongius yang abnormal, khususnya sekitar jendela
ovalisyang mengakibatkan fiksasi stapes yang menyebabkan
kehilanganpendengaran konduktif.
c) Etiologi
Otosklerosis merupakan gangguan herediter yang dimulai sejak
remajadengan bentuk dominant autosomal yang diwariskan.
d) Insiden
Terjadi lebih banyak pada Caucasian dan Perempuan yang dapat
memperberat kehamilan.
e) Tanda dan Gejala
Tes Rinne abnormal.
Hilangnya pendengaran secara progesive lambat.
Membrane tympani normal atau berwarna orange kemerahan karenaterjadi
peningakatan vaskularisasi dari telinga tengah.
f) Penatalaksanaan
Pengangkatan stapes yang diganti dengan prosthesis
metallic(stapedektomy).
Penggunaan fluorikal (suplemen fluoride) dapatmemperlambat
pertumbuhan tulang spongiosa abnormal.
Pemakaian Alat Bantu Dengar.
g) Proses Keperawatan klien dengan Post Operasi padaOtosklerosis
Pengkajian Fungsi pendengaran :
- Vertigo
- Tinitus
Diagnosa keperawatan dan Intervensi :
25
DK : Resiko tinggi intoleransi aktivitas b.d bedrest, vertigo setelahoperasi
stapedektomy.
Intervensi :
1. Kaji pasien : nyeri, mual atau pusing
2. Dorong pasien untuk latihan aktivitas fisik secara bertahap.
3. Instruksikan pasien untuk istirahat baringa dengan
memutarkankepalanya ke samping dengan telinga yang dioperasi
menghadap keatas untuk menjaga posisi protese.
4. Mengatur pemberian analgetik, suppressant vestibular, obat
mualjika diperlukan.
2. Otitits Media
a. Pengertian
Otitis media adalah pendengaran sebagian atau seluruh mukosa telingatengah, tuba
eustakhius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
b. Pembagian Otitis Media
Otitis media terbagi atas :
1) Otitis media supuratif, terdiri dari :
Otitis Media Supuratif akut = otitis media akut (OMA)
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK/OMP)
2) Otitis media non supuratif, terdiri dari :
Otits Media Serosa Akut (barotraumas)
Otitis Media Serosa Kronis
A. Otitis Media Akut (OMA)
1. Pengertian
Otitis Media Akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah.(Brunner and
Sudath. 1997 :2050). Otitis Media Akut (OMA) adalah penyakit yang
disebabkan oleh seranganmendadak dari infeksi bakteri dalam telinga bagian
tengah. (CharleneJ.Reevas.2001:16)
2. Etiologi
Penyebab utama Otitis Media Akut (OMA) :
a) Masuknya bakteri patogenik (Streptococcus Pnemoniae,Hemophillus
Influenza, Moraxella Catarrhalis) ke dalam telinga tengah.
26
b) Disfungsi tuba eustakhius, seperti obstruksi yang diakibatkaninfeksi saluran
pernapasan atas, inflamasi jaringan disekitar(sinusitis,hipertropi adenoid), atau
reaksi alergi (rhinitis Alergika)
3. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme (Streptococcus Pnemoniae, HemophillusInfluenza,
Moraxella Catarrhalis) ke telinga tengah dai nasopharing atautelinga luar melalui
tuba eustakhius yang mengalami infeksi.Mukosa yang melapisi tuba Eustakhius,
telinga tengah, dan sel-sel mastoidmengalami peradangan akut. Mukopus
terkumpul di dalam telinga dan sel-seludara. Tekanan dalam telinga tengah makin
meningkat, gendang telingameradang, disebabkan oleh nekrosis iskhemik.
Mukopus kemudian keluar ketelinga luar. Gendang telinga menyembuhkan dan
tuba eustakhius terbuka lagi.
Peradangan biasanya sembuh dengan pengobataan yang efektif dan telingatengah
kembali pada bentuk dan fungsi normal. Tetapi kadang-kadangperadangan terus
berlangsung dan diikuti dengan komplikasi.
4. Tanda dan Gejala : tergantung berat ringannya infeksi
a) Otlagia (nyeri telingah), akan hilang secara spontan jika terjadi
perforasispontan membrane timpani.
b) Keluarnya cairan dari telinga
c) Demam
d) Kehilangan pendengaran
e) Tinitus
5. Stadium Otitis Media Akut
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas
5stadium yaitu :
a. Stadium oklusi tuba eustakhius adalah adanya gambaran retraksi
akibatterjadinya tekanan negative di dalam tekanan tengah, karena
adanyaabsorbs udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat
dideteksi.Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang
disebabkanoleh virus atau alergi.
b. Stadium hiperemesis (stadium presupurasi): Stadium ini tampak pembuluh
daerah yang melebar di membrane timpaniatau seluruh membrane timpani
tampak hiperemesis serta edema. Secretyang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat yang serosa sehinggasukar terlihat.
27
c. Stadium supurasi: Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan
hancurnya sel epitelsuperficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di
kavum timpani,menyebabkan membrane timpani menonjol kea rah liang
telinga luar.Pada keadaan ini pasien tampak sakit, suhu meningkat, rasa nyeri
ditelinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani
tidakberkurang, maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler
dantimbulnya trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa,
dansubmukosa. Nekrosis terlihat sebagai daerah yang lebih lembek
danberwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi ruptur.
d. Stadium perforasi: Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi
kuman yangtinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah
keluarmengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar, pada keadaan ini
anakyang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu badan turun dan anak
tidurnyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut Stadium Perforasi.
e. Stadium resolusi: Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan
normal kembali,bila sudah perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya
kering. Biladaya tahanm tubuh baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi
dapatterjadi, walaupun tanpa pengobatan.
6. Insiden
Infeksi telinga bagian tengah, merupakan infeksi yang paling umumditemukan
pada anak-anak berumur kurang dari 4 tahun.
7. Komplikasi
a. Sukar menyembuh
b. Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
c. Ketulian sementara atau menetap
d. Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkanmastoiditis akut,
kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial(meningitis, abses otak),
thrombosis sinus lateralis.
8. Tes diagnostic
a. Pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit
b. Audiometric impedans, Audiometri Nada Murni
c. Kultur organism
9. Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya
28
a. Stadium oklusi
Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius,sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang. Pemberian obat teteshidung : HCl
efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun)sumber infeksi
harus diobati, antibiotika diberikan bila penyebab penyakitadalah kuman
bukan virus atau alergi
b. Stadium presupurasi
Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membrantimpani
terlihat hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yangdiajurkan
golonga Penicillin diberikan Eritromisin.
c. Stadium supurasi
Pemberian antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpanimasih
utuh untuk menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
d. Stadium resolusi
Pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu jika tidak terjadiresolusi.
Proses Keperawatan Pada Pasien dengan Otitis Media Akut
1. Pengkajian
Pengumpulan pengkajian data melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaanfisik seperti di
bawah ini :
a. Riwayat kesehatan : adakah baru-baru ini infeksi pernafasan atasataukah sebelumnya
klien mengalami ISPA, ada nyeri daerah telinga,perasaan penuh atau tertekan di
dalam telinga, perubahanpendengaran.
b. Pemeriksaan fisik : tes pendengaran, memeriksa membran timpani.
2. Diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya oedema jaringan, efusi telingatengah, proses
infeksi/inflamasi pada telinga bagian tengah.
Tujuan : meningkatkan rasa nyaman
Intervensi :
a) Kaji tingkat nyeri, kualitas dan lokasi nyeri.
R : untuk menentukan sumber dari nyeri karena nyeri dari otitis mediatidak sama
dengan otitis eksternal.
b) Anjurkan untuk menggunakan obat analgeti seperti aspirin, atauasetaminofen setiap 4
kali sehari sesuai kebutuhan untukmenghilangkan nyeri dan panas.
29
R : aspirin mempunyai efek antiinflamatori yang dapat membantumenghilangkan
inflamasi dari telinga.
c) Anjurkan untuk menghangatkan telinga untuk mengurangikontraindikasi.
R : menghangatkan dapat melebarkan pembuluh darah, meningkatkanreabsorbsi dari
cairan dan mengurangi bengkak.
d) Ajarkan untuk melaporkan segera nyeri yang tiba-tiba untukperawatan primer.
R : nyeri yang tiba-tiba mengindikasikan adanya perforasi spontan darimembran
timpani dengan tekanan tiba-tiba dari telinga tengah.
3. Discharge planning (perencanaan pulang)
Klien dengan otitis media memerlukan pendidikan tentang gangguan,penyebab dan
pencegahan dan pengobatan spesifik yang direkomendasikanatau diperintahkan.
Diskusikan masalah dibawah ini dengan klien dankeluarga :
a. Terapi antibiotika dan kemungkinan efek samping
b. Follow up kesehatan dalam 2-4 minggu.
c. Hindari berenang, menyelam, mengorek telinga.
B. Otitis Media Kronis (OMK)
1. Pengertian
OMK adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan
biasanya disebabkan karena episode berulang OMA (Bruner and Suddath.1997 :
2052).OMK adalah perforasi membran timpani secara permanen, dengan atau
tanpapengeluaran pus dan kadang-kadang disertai oleh perubahan dalam mukosadan
struktur tulang dari telinga tengah. (Pricilla Lemone. 2001 : 1496).
2. Etiologi
Otitis media kronis biasanya disebabkan karena pengulangan dari penyakitotitis
media akut dan disfungsi tuba akustikus.
Trauma atau penyakit lain.
3. Patofisiologi
Otitis media yang berulang akan menghancurkan pars tensa dan tulang dantulang
pendengaran, luasnya kerusakan tergantung dari berat dan seringnyapenyakit tersebut
kambuh. Prosesus longus inkus menderita paling dini karenaaliran darah ke bagian ini
kurang. Klien tidak pernah mendapatkan suatukomplikasi yang berat.
30
4. Tanda dan Gejala
a. Kehilangan Pendengaran
b. Otorea intermitten atau persisten yang bau busuk
c. Tidak ada nyeri
d. Pada pemeriksaan audiogram menunjukan tuli konduktif dalamberbagai derajat
5. Test Diagnostik
a. Otoskopik Membran Timpani tampak perforasi dan Kolesteatoma dapatterihat
sebagai massa putih dibelakang membrane timpani
b. Audiometri memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif ataucampuran
6. Penatalaksanaan
a. Penanganan local : pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskopdan
alat penghisap, pemberian antibiotika tetes
b. Timpanoplasti, untuk mengembalikan fungsi telinga tengah, menutuplubang
perforasi tengah, mencegah infeksi berulang dan memperbaikipendengaran
c. Prodesur bedah paling sederhana tipe I ( miringoplasti ) untuk menutuplubang
perforasi pada membrane timpani, tipe II sampai V untuk perbaikanyang lebih
intensif struktur telinga tengah
d. Mastoidektomi, untuk mengangkat kolesteatoma, mencapai struktur yangsakit,
dan menciptakan telinga yang aman, kering dan sehat
7. Kopmplikasi
a. Kehilangan pendengaran sensorineural
b. Disfungsi syaraf fasial
c. Lateral sinus thrombosis
d. Abses otak atau subdural
e. Meningitis
C. Otitis Media Perforasi (OMP)
1. Pengertian
Otitis Media Akut Perforasi adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosatelinga
bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoidyang diikuti dengan
rupturnya membrane tympani dan biasanya terdapat sekretyang mengalir keluar dari
telinga bagian tengah ke telinga bagian luar. (www.indoskripsi.com)
OMP adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membrantimpani dan secret
yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilangtimbul, sekret mungkin encer,
kental, bening atau berupa nanah. (Dr Efiaty danProf Nurbaity Sp. THT)
31
2. Patofisiologi
Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani menjadi otitismedia perforatif
apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan.Bila pross infeksikurang dari 2 bulan disebut
otitis media supuratif subakut.Beberapa factor yang menyababkan OMA menjadi OMP
adalah terapiyang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman
tinggi,daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk. Otitis
MediaAkut perforasi biasanya disebabkan karena adanya komplikasi dari infeksisaluran
pernafasan bagian atas. Sekresi dan inflamasi dari infeksi saluranpernafasan bagian atas
ini dapat menyebabkan terjadnya oklusi tuba Eustachii.Normalnya, mukosa dari telinga
bagian tengah mengabsorpsi udara di liangtelinga bagian tengah. Jika udara tersebut tidak
terabsorpsi karena adanyaobstruksi tuba Eustachii, maka akan timbul suatu tekanan
negativeyangmenyebabkan terjadinya suatu produksi secret yang serous. Sekret di
telingabagian tengah ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri
danmikroba. Dan dengan adanya infeksi saluran pernafasan bagian atas,memudahkan
masuknya virus atau bakteri ke telinga tengah. Jikapertumbuhannya cepat, maka hal ini
akan menyebabkan terjadinya infeksitelinga bagian tengah. Jika infeksi dan inflamasi ini
terjadi secara terusmenerus, hal ini dapat menyebabkan perforasi pada membran
thympani.
3. Insiden
Sering dijumpai pada anak-anak, bila terjadi pada orang dewasa kemungkinapada pasien
yang menjalani radioterapi dan barotrauma seperti penyelam
4. Tanda dan Gejala
a. Pasien mengeluh kehilangan pendengaran
b. Rasa penuh dalam telinga
c. Suara letup atau berderik yang terjadi ketika tuba eusakhius berusahamembuka.
5. Test Diagnostik
a. Audiogram menunjukan adanya tuli konduktif dalamberbagai derajat
b. Otoscope pada membrane timpani tampak sklerotik(tidak terisi sel udara dan
mungkin terdapat rongga dalam tulang akibaterosi oleh kolesteoma)
6. Penatalaksanaan
a. Miringoplasti, bila kehlangan pendengaran yangberhubungan dengan efusi telinga
tengah menimbulkan masalah bagipasien
32
b. Mastoidektomie yang bertujuan menghilangkan jaringanpatologis serta eradikasi
kuman
c. Kortikosteroid dosis rendah, untuk mengurangi oedematuba eustakhius pada kasus
barotraumas
D. MASTOIDITIS
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yangterletak pada
tulang temporal. Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasayang sebelumnya telah
menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala-gejala awalyang timbul adalah gejala-
gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam,nyeri pada telinga, hilangnya sensasi
pendengaran, bahkan kadang timbul suaraberdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada
sisi telinga yang lainnya). Sumber : www . idmgarut.wordpress.com
a. Konsep Penyakit Mastoiditis
Mastoiditis merupakan suatu infeksi dari otitis media akut yang melanjutkanke dalam sel
udara mastoid (Lemone 2004 : 1496)
b. Patofisiologi
Pada mastoiditis akut, tulang septal antara sel udara mastoid dihancurkan dansel
bergabung untuk membentuk ruang yang besar. Bagian dari jalannyamastoid terkikis.
Dengan adanya infeksi kronis, dapat menyebabkan sebuahabses dapat terbentuk, atau
sklerosis tulang dari mastoid.Mastoiditis akut meningkatkan resiko meningitis karena
hanya sebuah tulangyang sangat tips memisahkan sel udara mastoid dari otak.
Beruntungnya,komplikasi ini jarang terjadi sejak pemberian antibiotika yang efektif
untuktherapy otitis media.
c. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala mastoiditis akut biasanya berkembang antara 2 atau 3 minggusetelah
episode dari otitis media akut dan termasuk :
1) Sakit telinga
2) Kehilangan pendengaran
3) Tampak kemerahan dan inflamasi
4) Bengkak dapat menyebabkan aurikula dari telinga menonjol melebihi darinormal
(retroaurikula)
5) Panas dapat disertai dengan tinnitus dan sakit kepala.
33
6) Pengeluaran cairan dari telinga yang berlebihan perlu dicatat.
d. Penatalaksanaan
1) Pencegahan adalah focus primer dari kolaboratif dan tindakan keperawatanyang
berhubungan dengan mastoiditis.
2) Pengobatan antibiotika yang efektif dari otitis media akut mencegahmastoiditis pada
tingkat awal.
3) Mengikuti tindakan pembedahan, menetapkan secara hati-hati luka danpengeluaran
untuk membuktikan infeksi atau komplikasi lainnya.
4) Pendengaran klien mungkin sementara atau menetap terpengaruh,tergantung pada
luasnya operasi.
5) Bicara pelan dan jelas, jangan berteriak atau bicara keras yang tidak biasa.
6) Yakinkan keluarganya dan staff mengetahui tentang kehilanganpendengaran klien
dan menggunakan tekhnik komunikasi yang sesuai.
7) Membantu pasien dengan ambulasi awal, karena pusing dan vertigobiasanya
mengikuti pembedahan.
8) Pemberian antibiotika untravena seperti penicillin, Cefriaxone selama 14hari.
9) Jika tidak membaik dengan antibiotic maka dilakukan operasiMastoidektomi,
bersama dennganTimpanoplasti.
10) Penghembusan udara melalui hidung, bersin dan batuj harus dihindarikarena dapat
meningkatkan tekanan pada telinga bagian tengah.
e. Perawatan di rumah
1) Pendidikan tentang mastoiditis akut, menekankan pentingnya pemberianterapi
antibiotika dan menganjurkan untuk follow up.
2) Instruksikan klien dan keluarga untuk melaprkan reaksi yang merugigakuntuk
perawatan primer.
3) Ajarkan klien dan keluarga bagaimana teknik aseptic.
34
Proses Keperawatan Untuk Pasien Yang Menjalani Pembedahan Mastoid
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan : penggambaran lengkap masalah telinga, otorea,kehilangan
pendengaran
b. Pengkajian fisik observasi adanya eritema, oedema, otorea, lesi dan baucairan yang
keluar
c. Hasil audiogram harus dikaji
2. Diagnose Keperawatan
DK : Ansietas b.d prosedur pembedahan, potensial kehilangan pendengaran,potensial
ganguan pengecap, dan potensial kehilangan gerakan fasial.
Tujuan : Meredakan ansietas
Intervensi :
1) Berikan informasi yang kuat yang telah didiskusikan oleh ahliotology pada pasien
termasuk anastesi, lokasi insisi dan hasilpembedahan.
2) Dorong pasien untuk mendiskusikan setiap ansietas dankeprihatinan mengenai
pembedahan
DK : Nyeri akut b.d Pembedahan Mastoid
Tujuan : Bebas dari rasa tak nyaman
Intervensi :
1) Berikan pasien obat analgetik sesuai dengan kebutuhan
2) Ajarkan pasien tentang penggunaan dan efek samping obat
Evaluasi :
1) Bebas dari rasa tak nyaman atau nyeri
2) Tidak memperlihatkan tanda mengernyitkan wajah, mengeluh
ataumenangis
3) Meminum analgetik bila perlu
35
DK : Resiko infeksi b.d post op Mastoidektomi, pemasangan graft/tandur,trauma bedah
terhadapjaringan dan struktur di sekitarnya
Tujuan : pencegahan infeksi
Intervensi :
1) Rendam tampon kanalis auditorius eksternus dalam larutanantibiotika sebelum
dipasangInstruksikan kepada pasien untuk mencegah air masuk ke kanalisauditorius
eksternus selama 2 mingguPasang bola kapas yang diolesi bahan yang tak larut air
(vaselin)dan diletakkan di telinga
2) Beritahukan kepada pasien tanda-tanda infeksi (meningkatnya suhu,
3) cairan purulen)
Evaluasi ;
1) Tidak ada tanda atau gejala infeksi
2) Tanda vital normal termasuk suhu
3) Tak mengeluarkan cairan purulen dari kanalis auditorius externus
DK : Perubahan persepsi sensori auditoris b.d kelainan telinga/pembedahantelinga
Tujuan : Memperbaiki komunikasi
Intervensi :
1) Mengurangi kegaduhan lingkungan, memandang pasien ketikaberbicara, berbicara jelas
dan tegas tanpa berteriak, memberikanpencahayaan yang baik dan menggunakan tanda
nonverbal.
2) Instruksikan anggota keluarga mengenai praktik yang efektif.
3) Gunakan alat bantu dengar pada telinga yang tidak dioperasi.
36
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan sudart. 2000.keperawatan medical bedah. Buku 2 edisi 9, Alih bahasa :agung
waluyo dkk. EGC. Jakarta
Ari, elisabet. 2007. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system pendengaran
dan wicara. Editor : Dr. ratna anggraeni, Sp THT-KL, M. kesehatan. Stikes santo
borromeus. Bandung