pemeriksaan pendengaran

37
AUDIOMETRI KHUSUS 1 TES SISI Untuk mengetahui adanya kelainan klokea, dengan menggunakan rekrutment, yaitu keadaan koklea yang dapat mengadabtasi secara berlebihan peninggian intensitas yang kecil, sehinggapsien dapat membedakan selisih intesitas yang kecil itu (sampai 1 dB). Cara pemeriksaan itu, ialah dengan menentukan amabang dengar pasien terlebih dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan rangsangan 20 dB di atas ambang rasangan, jadi 50 dB. Setelh itu diberikan tambahn rangsang 5 dB, lalu diturunkan 4 dB, lalu 3 dB, 2 dB, terakhir 1 dB. Bila pasien dapat membedakan, berarti tes SISI POSITIF. Cara lain ialah tiap lima detik dinaikkan 1 dB smapai 20 kali. Kemudian dihitung berapa kali pasien itu dapat membedakan perbedan itu. - 20 kali benar : 100% - 10 kali benar : 50% - Dikatakan rekutmen positif bila skor : 70-100% - Tidak khas bila skor : 0-70% - Mungkin pendengaran normal atau tuli persepif lain 2 TES ABLB (ALTERNATE BINAURAL LOUDNESS BALANCE) Diberikan intensitas bunyi tertentu ada frekuensi yang sama pada kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai presepsi yang sama, yang disebut balans negatif. Bila balans tercapai, terdapat rekrutmen positif Catatan : pada rekrutmen, fungsi klokea lebih sensitif 1

Upload: fauziah-budi

Post on 26-Jan-2016

168 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

AUDIOMETRI KHUSUS1 TES SISIUntuk mengetahui adanya kelainan klokea, dengan menggunakan rekrutment, yaitu keadaan koklea yang dapat mengadabtasi secara berlebihan peninggian intensitas yang kecil, sehinggapsien dapat membedakan selisih intesitas yang kecil itu (sampai 1 dB). Cara pemeriksaan itu, ialah dengan menentukan amabang dengar pasien terlebih dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan rangsangan 20 dB di atas ambang rasangan, jadi 50 dB. Setelh itu diberikan tambahn rangsang 5 dB, lalu diturunkan 4 dB, lalu 3 dB, 2 dB, terakhir 1 dB. Bila pasien dapat membedakan, berarti tes SISI POSITIF.Cara lain ialah tiap lima detik dinaikkan 1 dB smapai 20 kali. Kemudian dihitung berapa kali pasien itu dapat membedakan perbedan itu. 20 kali benar : 100% 10 kali benar: 50% Dikatakan rekutmen positif bila skor : 70-100% Tidak khas bila skor : 0-70% Mungkin pendengaran normal atau tuli persepif lain

2 TES ABLB (ALTERNATE BINAURAL LOUDNESS BALANCE)Diberikan intensitas bunyi tertentu ada frekuensi yang sama pada kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai presepsi yang sama, yang disebut balans negatif. Bila balans tercapai, terdapat rekrutmen positifCatatan : pada rekrutmen, fungsi klokea lebih sensitifPada MLB (monoaural loudness balance test). Prinsip sama dengan ABLB. Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat tuli preseptif bilateral. Tes ini lebih sulit, karena yang dibandingkan ialah 2 frekuensi yang berbeda pada satu telinga (dianggap telinga yang sakit frekuensi naik, sedangkan pada frekuensi turun yang normal).

3 TES KELELAHAN (TONE DECAY)Kelelahan saraf oleh karena perangsangan terus-menerus. Jadi kalau telinga yang diperiksa dirangsang terus-menerus maka terjadi kelelahan. Tandanya ialah pasien tidak dapat mendengar dengan telinga yang diperiksa itu.Ada 2 cara : TTD :threshold tone decay STAT:supra threshold adaptation testa. TTDDengan melakukan rasangan terus-menerus pada telinga yang diperiksa dengan intesitas yang sesuai dengan ambang dengar, misalnya 40 dB. Bila setelah 60 detik masih dapat mendengar, berarti tidak ada kelelahan (decay), jadi hasil tes negatif. Sebaliknya bila setelah 60 detik terdapat kelelahan, berarti tidak mendengar, tesnya positif.Kemudian intesitas bunyi ditambah 5 dB jadi 45 dB, maka pasien dapat mendengar lagi. Rangsangan diteruskan dengan 45 dB dan seterusnya, dalam 60 detik dihitung berapa penambahan intensitasnya.Penambahan 0 5 dB: normal10 15 dB: ringan (tidak khas)20 25 dB: sedang (tidak khas)>30 dB: berat (khas)Pada Rosenberg : bila penambahn kurang dai 15 dB, dinyatakan normal, sedangkn >30 dB : sedang.b. STATPrinsipnya ialah pemeriksaan pada 3 frekuensi : 500 Hz, 1000 Hz dan 2000 Hz pada 110 dB SPL.SPL : intensitas yang ada secara fisika sesungguhnya.110 dB SPL = 100 dB SL (pada frekuensi 500 dan 2000 Hz)Nada murni : frekuensi 500, 1000, 2000 Hz 110 dB SPL.Diberikan terus-menerus selama 60 detik dan dapat mendengar, berarti tidak ada kelelahan.Bila < 60 detik, maka kelelahan (decay).

4 AUDIOMETRI TUTUR (SPEPCH AUDIOMETRY)Dipakai kata-kata yang usdah disusun dalam silabus (suku kata)Monosilabus= satu suku kataBisilabus = dua suku kataKata-kata ini disusun dalam daftar yang disebut : Phonetically balance word LBT (PB,LIST)Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Tuli preseptif koklea, pasien sulit untuk membedakan bunyi S, R, N, C, H, CH, sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi. Misalnya : tuli perseptif kokleakadar kasarpasar padarSpeech discrimination score :90 100 %: normal75 90 %: tuli ringan60 75 %: tuli sedang 50 60 %: kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-sehari normal, ini menunjukkan adanya perforasi pada membran timpani.

Gambar 11.Timpanogram Tipe B(Hidayat,2009)

5. Tipe C Terdapat pada keadaan membran timpani yang retraksi dan malfungsi dari tuba Eustachius. Tekanan telinga tengah dengan puncaknya di wilayah tekanan negatif di luar -150 mm H2O indikatif ventilasi telinga tengah miskin karena tabung estachius disfungsi. Pola timpanometrik, dalam kombinasi dengan pola audiogram, ijin diferensiasi antara dan klasifikasi gangguan telinga tengah.

Gambar 12.Timpanogram Tipe C(Hidayat,2009)

Suatu timpanogram berbentuk huruf W dihubungkan dengan parut atrofik pada membrana timpani atau dapat pula suatu adhesi telinga tengah, namun biasanya membutuhkan nada dengan frekuensi yang lebih tinggi sebelum dapat didemonstrasikan.(Snow,2002 dan Hidayat,2009)

3. AUDIOMETRI BERMAIN (PLAY AUDIOMETRY)Seperti namanya, Audiometri Bermain adalah pemeriksaanAudiometri Nada Murni yang dilakukan dengan cara bermain. Umumnya anak diminta untuk merespons bunyi yang diberikan dengan memainkan sebuah permainan, misalnya memasukan kelereng kedalam lubang atau menyusun mainan tumpukan, atau berbagai macam permainan lainnya yang bisa dimainkan berulang.Pemeriksaan ini berlangsung kira-kira 30-60 menitAdalah tes yang dilakukan untuk mengetahui ambang dengar dengan memberikan stimulus suara berfrekuensi murni pada telinga yang dites. Frekuensi tes biasanya mulai dari 125Hz sampai dengan 8000Hz.Tes Audiometri Nada Murni bisa dilakukan melalui audiometer yang otomatis ataupun manual, akan tetapi esensi proses pemeriksaannya sama.Headphone/Speaker dipasangkan pada kedua telinga dan kemudian pemeriksaan segera di mulai pada masing-masing telinga, umumnya telinga yang lebih baik mendengarnya akan diperiksa terlebih dahulu.Pemeriksaan dilakukan dengan pertama-tama pemeriksa memberikan stimulus suara pada frekuensi 1kHz pada intensitas atau kekerasan tertentu yang diukur dalam dB (decibell). Jika pasien tidak mendengar, maka intensitas dinaikan secara berkala sampai pasien mampu mendengar suara. Namun, jika pasien sudah mendengar, pemeriksa harus menurunkan intensitas suara dan terus diulang naik turun stimulus suara sampai pasien memberikan respons mendengar yang konstan pada pada suara terkecil yang pasien mampu mendengar. Prosedur diatas diulang untuk frekuensi berikutnya seperti 2kHz, 4KHz, 8kHz, 250Hz dan 500Hz.Setelah selesai dengan telinga satu, selanjutnya pemeriksaan audiometri dilakukan untuk telinga sebelahnya dengan memakai prosedur yang sama seperti di atas.Akurasi Pemeriksaan Audiometri Nada Murni tergantung kepada beberapa hal, diantaranya adalah: Audiometer atau alat pemeriksaan yang diapakai Pemasangan Headphone/Speaker yang tidak pas Kondisi kekedapan ruang pemeriksaan Pasien tidak dalam kondisi tidak nyaman

4. OTOACOUSTIC EMISSIONTes OAE merupakan tes skrining pendengaran yang mudah dilakukan, merupakan tindakan non invasive tinggal memasukkan probe di liang telinga alat OAE akan memberikan stimulus suara masuk ke liang telinga dan yang diniali adalah ECHO yang muncul dari koklea. Tes OAE hanya memberikan informasi bahwa kondisi sebagian rumah siput : normal, tapi tidak bisa memberikan informasi mengenai ambang dengar (Joint Committee on Infant Hearing, 2007).Emisi Otoacoustic adalah sinyal akustik yang dihasilkan oleh telinga bagian dalam normal, baik dengan tidak adanya stimulasi akustik (emisi spontan) atau sebagai respon terhadap stimulasi akustik (akustik-menimbulkan emisi) atau rangsangan listrik (elektrik menimbulkan emisi). Uji emisi akustik membangkitkan otoacoustic memungkinkan audiolog untuk memahami bagaimana sel-sel rambut luar telinga dalam bekerja.

Gb. 2 Pemeriksaan Otoacoustic Emissions Ada tiga jenis uji emisi Otoacoustic (Joint Committee on Infant Hearing, 2007): Produk spontan, transien, dan Distorsi. pengujian Distorsi Produk (DPOAE) di sini. Untuk mendapatkan pengukuran DPOAE, audiolog akan posisi suatu earplug di telinga luar Anda. Rumah bantalan telinga mikrofon dan speaker suara mengukur memancarkan untuk pengukuran DPOAE. Tingkat volume nada disajikan secara berpasangan (f1 dan f2) selama rentang dari rendah ke frekuensi tinggi. Suara memasuki telinga bagian luar, tengah, dan dalam. Mikrofon rekaman mengambil suara-suara kecil kembali dari telinga bagian dalam, dan rata-rata komputer dan proses tanggapan, menampilkan hasilnya pada layar komputer untuk pasien dan audiolog.Emisi Otoacoustic (OAEs) adalah suara diukur dalam saluran telinga eksternal yang mencerminkan pergerakan sel-sel rambut luar di koklea. Energi yang dihasilkan oleh rambut luar motilitas sel berfungsi sebagai penguat dalam koklea, berkontribusi terhadap pendengaran yang lebih baik. Memang, normal sel rambut luar sangat penting untuk fungsi pendengaran yang normal. OAEs diproduksi oleh energi dari motilitas sel rambut luar yang membuat jalan keluar dari koklea melalui telinga tengah, bergetar membran timpani, dan menyebarkan ke dalam saluran telinga eksternal. Meskipun amplifikasi yang dihasilkan oleh gerakan sel rambut luar koklea dalam dapat setinggi 50 dB, energi sisa mencapai saluran telinga emisi otoacoustic biasanya dalam kisaran 0 sampai 15 dB. Dua jenis OAEs dapat diukur secara klinis dengan perangkat yang disetujui FDA. Sementara OAEs membangkitkan (TEOAEs) yang diperoleh dengan sangat singkat (transien) suara, seperti klik atau nada semburan, disajikan pada tingkat intensitas 80 dB SPL. TEOAEs mencerminkan koklea (Sel rambut luar) aktivitas umumnya dicatat selama rentang frekuensi 500 sampai sekitar 4000 Hz. Distorsi produk OAEs (DPOAEs) yang menimbulkan dengan set dari dua nada murni frekuensi, f disingkat OAE atau pengujian emisi otoacoustic adalah rekaman suara yang telinga memproduksi sendiri. Otoacoustic emisi pertama kali dilaporkan oleh Kemp pada tahun 1978. Mereka tampaknya dihasilkan oleh unsur-unsur motil dalam sel-sel rambut koklea luar.Ada 2 jenis emisi otoacoustic dalam penggunaan klinis (Joint Committee on Infant Hearing, 2007): Emisi otoacoustic Transient (TOAEs) atau transient emisi otoacoustic membangkitkan (TEOAEs) - Suara yang dipancarkan dalam menanggapi rangsangan akustik durasi yang sangat singkat, biasanya klik tapi bisa nada semburan Emisi produk Distorsi otoacoustic (DPOAEs) - Suara yang dipancarkan dalam menanggapi nada simultan 2 frekuensi yang berbedaOAE yang sebagian dapat ditekan terpusat melalui kompleks olivary unggul (Joint Committee on Infant Hearing, 2007). Akson dari bundel olivocochlear lateral dan medial memperpanjang dari zaitun unggul dan meninggalkan batang otak sebagai komponen ventral ke saraf vestibular rendah. Mereka bergabung dengan saraf koklea sebagai anastemosis vestibulocochlear Oort itu. Akson dari sinapsis bundel lateralis dengan neuron aferen olivocochlear dari koklea. Akson dari bundel olivocochlear medial mengakhiri dasar badan sel dari sel-sel rambut luar. Hal ini umumnya percaya bahwa serabut eferen medial melawan efek memperkuat sel-sel rambut luar. Hal ini mungkin dimediasi oleh asetilkolin. ( Kemp, 1998)OAEs diukur dengan menghadirkan serangkaian suara ke telinga melalui probe yang dimasukkan ke dalam saluran telinga (Joint Committee on Infant Hearing, 2007). Probe berisi pengeras suara yang menghasilkan suara dan mikrofon yang mengukur OAEs yang dihasilkan yang dihasilkan di koklea dan ditularkan melalui telinga tengah ke liang telinga luar. Suara yang dihasilkan yang diambil oleh mikrofon digital dan diproses menggunakan metodologi sinyal rata-rata. Untuk mendapatkan OAE satu kebutuhan kanal telinga luar terhalang, tidak adanya patologi yang signifikan telinga tengah, dan fungsi sel rambut luar koklea.

Perangkat OAE digunakan di sebagian besar klinik biasanya memeriksa frekuensi 5-10 dan melaporkan apakah rasio sinyal / noise melebihi batas yang telah ditetapkan, di mana ini menunjukkan bahwa telinga adalah pendengarannya baik atau tidak dengan hasil suara "go / no-go". jenis output ini sering membantu dalam menentukan apakah ada masalah pendengaran - orang yang pendengarannya baik pada semua frekuensi tidak mungkin memiliki sesuatu yang serius yang salah dengan telinga dalam mereka. Itu OAE yang cepat dan tidak mengganggu untuk pasien. Hambatannya penggunaan Otoacoustic Emission adalah lubang telinga harus seratus persen bersih dan telinga tengah normal (Johnson, 2008). Bayi baru lahir hambatannya adalah selain lubang telinga relative masih sempit, kadang-kadang telinga belum seratus persen bersih dari cairan saat masih didalam kandungan ibu. Apabila hasil tes refer , masih perlu dilakukan re-evaluasi usia 3 bulan (sebelum usia 6 bulan) dan kalau masih refer perlu dilakukan tes lanjutan yang disebut Auditory Brainstem Response (ABR ) guna kepastian ambang dengarnya (Ber, 2011).

RekomendasiSebaiknya melakukan deteksi gangguan pendengaran sedini mungkin dengan menggunakan Otoacoustic Emissions, sehingga rencana pemberian terapi yang sesuai dapat diberikan pada anak, sehingga dapat membantu mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.Manfaatnya Memonitor efek negatif dari pengobatan dari obat ototoksik Diagnosis neuropati auditorik Membantu proses pemilihan ABD Skrining pemaparan bising (noise induced hearing loss) dan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus yang berkaitan dengan gangguan koklea

5. BRAINSTEM EVOKE RESPONSE AUDIOMETRI (BERA)Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click). Pertama kali diuraikan oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971, BERA merupakan aplikasi yang paling umum digunakan untuk menilai respon yang dibangkitkan oleh rangsangan suara. Administrasi dan pelaksanaan tes ini biasanya oleh para ahli audiologi. Artikel ini memberikan gambaran dari tes tersebut dan penggunaannya yang paling umum. Untuk tujuan kejelasan dan untuk mempersingkat tinjauan, beberapa teknik BERA khusus dan berbagai hal lainnya yang berkaitan dengan teknik telah dihilangkan.3A. Fisiologi BERABerbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain bayi baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada anak yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu sebabnya karena anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena adanya gangguan di telinga.2BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan pendengaran apakah di cochlea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping, sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.2BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara singkat atau nada khusus yang ditransmisikan dari transduser akustik dengan menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga. Pencatatan rata-rata grafiknya diambil berdasarkan panjang gelombang/amplitudo (microvoltage) dalam waktu (millisecond), mirip dengan EEG. Puncak dari gelombang yang timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi (70-90 dB tingkat pendengaran normal/normal hearing level [nHL]).3Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan sensitivitas pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi pendengaran formal, dan hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil audiometri yang biasa digunakan, jika tersedia.3Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) biasanya menggunakan rangsangan suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar cochlea. Sinyalnya berjalan melalui jalur pendengaran/auditori pathway dari kompleks inti cochlear, proksimal ke colliculus inferior. Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial aksi yang benar. Gelombang selanjutnya mungkin menggambarkan aktivitas postsinaptik pada pusat auditori batang otak utama that secara bersamaan menimbulkan bentuk gelombang puncak dan palung. Puncak positif dari bentuk gelombang menunjukkan aktivitas aferen kombinasi (dan kemungkinan juga eferen) dari jalur axonal pada batang otak auditory.3Di Ameriksa Serikat, bentuk gelombang biasanya di plot dengan elektroda pada vertex dengan amplifier tegangan input positif., sehingga menimbulkan gelombang puncak pada I, III, dan V. Di negara-negara lainnya, gelombangnya di plot dengan tegangan negatif.3Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I, III, dan V.1

Gambar yang menunjukkan penempatan BERA electrodesB. Komponen Bentuk GelombangGelombang I: Respon gelombang BERA I merupakan gambaran yang luas dari potensial aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus cranialis (CN) VIII. Respo tersebut dipercaya berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf CN VIII (neuron urutan pertama) saat meninggalkan cochlea dan masuk ke canalis auditori internal.Gelombang II: gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat memasuki batang otak.Gelombang III: gelombang BERA III muncul dari aktivitas aktivitias saraf urutan kedua arises from (diluar CN VIII) di dalam atau di dekat nukleus cochlearis. Literatur menyatakan bahwa gelombang III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons auditori. Nukleus cochlearis mengandung hampir 100,000 neuron, kebanykan dipersarafi oleh sembilan serabut saraf.Gelombang IV: gelombang BERA IV, yang sering memiliki puncak yang sama dengan gelombang V, diperkirakan muncul dari neuron urutan ketiga pontine yang kebanyakan terletak pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk terbentuknya gelombang IV dapat datang dari nukleus cochlearis dan nukleus dari lemniskus lateral.Gelombang V: pembentukan gelombang V kemungkinan merupakan dari aktivitas dari struktur auditori anatomik multipel. Gelombang BERA V merupakan komponen yang paling sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun terdapat beberapa database mengenai hal yang tepat dalam pembentukan gelombang V, gelombang V dipercaya berasal dari sekitar colliculus inferior. Aktivitas neuron urutan kedua mungkin secara sekunder mempengaruhi beberapa hal dalam pembentukan gelombang V. Colliculus inferior merupakan sebuah struktur yang komplex, dengan lebih dari 99% akson dari regio auditori batang otak bawah melewati lemniskus lateral ke colliculus inferior.Gelombang VI dan VII: Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus (medial geniculate body), tetapi tempat pembentukan sebenarnya masih diragukan.3C. Evaluasi Respon Pendengaran/Auditori Batang OtakDalam hal patologi retrocochlear, banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA, termasuk derajat kehilangan pendengaran sensorineural, kehilangan pendengaran asymmetris, batasan pengujian, dan faktor-faktor pasien lainnya. Pengaruh ini dapat terjadi saat melakukan pemeriksaan maupun saat menganalisa hasil pemeriksaan BERA.3Penemuan yang menandakan adanya patologi retrocochlear pathology dapat meliputi satu atau lebih dari tanda berikut ini: Perbedaan latensi gelombang V interaural absolut (IT5) memanjang Interval antar puncak gelombang I-V interaural - memanajang Latensi absolut dari gelombang V memanjang dibandingkan dengan data normatif Latensi absolut dan latensi interval antar puncak gelombang I-III, I-V, III-V memanjang dibandingkan dengan data normatif Tidak adanya respon auditori batang otak pada telinga yang dilakukan pemeriksaan.3Secara umum, pemeriksaan BERA menujukkan sensitivitas lebih dari 90% dan spesifisitas mendekati 70-90%.3D. Sebagai screening pendengaran bayi yang baru LahirTeknologi Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) telah digunakan untuk menguji bayi yang baru lahir sejak 15 tahun yang lalu. Sedikitnya 1 dari setiap 1000 anak lahir tuli. Banyak lainnya yang lahir dengan derajat penurunan pendengaran yang tidak terlalu parah, sedangkan lainnya dapat mengalami kehilangan pendengaran selama masa kanak-kanak awal.3Gangguan pendengaran dapat terjadi karena faktor bawaan (sejak lahir) atau didapat (gangguan pendengaran yang terjadi setelah lahir). Gangguan pendengaran bawaan merupakan salah satu kelainan bawaan yang angka kejadiannya cukup tinggi di antara kelainan bawaan lainnya, yaitu sekitar 1 - 3 per 1.000 kelahiran. Angka ini meningkat pada kelompok bayi yang mempunyai risiko, diperkirakan 80 - 90% bayi dengan gangguan pendengaran menetap mempunyai kelainan dari sejak usia neonatal (0-28 hari). Oleh karena itu, sebuah komite yang menangani masalah pendengaran pada bayi, The Joint Committee on Infant Hearing (JCIH) di Amerika dan American Academy of Pediatric merekomendasikan agar fungsi pendengaran dan ketulian pada setiap bayi sudah dapat dipastikan saat usia 3 bulan, dan bayi yang tuli mendapat penanganan yang sesuai mulai usia 6 bulan, sehingga diharapkan pada usia 3 tahun mereka mempunyai pola bicara yang tidak jauh berbeda dengan anak- anak yang pendengarannya normal.4Berdasarakan sejarah, hanya bayi yang memiliki 1 atau lebih kriteria resiko tinggi yang di uji. Screening pendengaran universal telah direkomendasikan karena sekitar 50% dari bayi yang kemudian teridentifikasi mengalami kehilangan pendengaran karena tidak dilakukan pengujian, berhubung pengujian hanya dilakukan pada kelompok yang beresiko tinggi saja. Sebelumnya, rumah sakit di Amerika Serikat telah mengimplikasikan program screening pendengaran pada bayi yang baru lahir. Program teresbut dapat dijalankan karena adanya kombinasi dari kemajuan teknologi dalam metode pengujian BERA dan oto acoustic emissions (OAE) dan ketersediaan peralatannya, dimana dapat memberikan evaluasi yang akurat dan dengan biaya yang efektif, pada bayi-bayi yang baru lahir.3OAE dan BERA merupakan pemeriksaan yang efekitf, tidak invasif, tidak menyakitkan, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta dapat dilakukan pada bayi berusia mulai 24 jam, sehingga dapat dilakukan di rumah sakit sebelum bayi pulang. Bila dilakukan secara bersama, kedua pemeriksaan ini akan memberikan informasi yang saling melengkapi tentang pendengaran. Hasil yang baik dari pemeriksaan tersebut harus diulang pada usia 1 - 3 bulan bila bayi mempunyai faktor risiko untuk gangguan pendengaran. Dan selama itu juga orang tua harus mencatat setiap gangguan kesehatan yang mungkin menyebabkan ketulian seperti campak, gondongan (parotitis), kejang demam, epilepsi, trauma kepala, keluar cairan dari telinga, pilek yang sering berulang serta penggunaan obat-obatan.4Beberapa uji coba klinis telah menunjukkan pengujian automated auditory brainstem response (AABR) (misalnya, Algo-1 Plus) sebagai alat screening yang efektif dalam mengevaluasi pendengaran pada bayi yang baru lahir, dengan sensitivitas sebesar 100% dan spesifisitas sebesar 96-98%.3Saat digunakan sebagai ambang untuk menyaring pendengaran normal, setiap telinga dapat dievaluasi secara terpisah, dengan intensitas rangsangan yang diberikan sebesar 35-40 dB nHL. BERA yang dirangsang oleh suara kllik sangat berhubungan dengan sensitivitas pendengaran dalam kisaran frekuensi dari 1000-4000 Hz. Tes AABRs untuk melihat ada atau tidaknya gelombang V pada tingkat rangsangan yang ringan. Tidak dibutuhkan interpretasi oleh operator. AABR dapat digunakan dalam kamar perawatan/bangsal dan selama terapi oksigen tanpa gangguan dari suara lingkungan.3The 2000 Joint Committee on Infant Hearing telah merekomendasikan bahwa bayi yang memiliki paling kurang 1 dari indikator resiko berikut ini untuk terjadinya kehilangan pendengaran progresif atau yang onset tertunda yang meskipun telah melewati screening pendengaran, sebaiknya mendapat monitor audiologik setiap 6 bulan sampai usia 3 tahun: Adanya kekhawatiran keluarga atau pihak yang merawat mengenai pendengaran, berbicara, bahasa, dan/atau kelambatan berkembang Riwayat keluarga adanya kehilangan pendengaran permanen pada masa kanak-kanak Adanya Stigmata atau penemuan lainnya yang berkaitan dengan sindom yang dikenal meliputi kehilangan pendengaran konduktif atau sensorineural atau disfungsi tuba eustachius Infeksi post natal yang berkaitan dengan kehilangan pendengaran sensorineural, termasuk meningitis bakterial Infeksi dalam uterus seperti cytomegalovirus, herpes, rubella, syphilis, dan toxoplasmosis Indikator neonatal, khususnya hyperbilirubinemia pada kadar serum yang membutuhkan transfusi penggantian, hipertensi pulmonal persisten pada bayi yang berubungan dengan ventilasi mekanik, kondisi-kondisi yang membutuhkan penggunaan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO), displasia bronchopulmonal, infeksi cytomegalovirus, dan anatomi craniofacial (Lieu dan Champion baru-baru ini telah mengkonfirmasi hasil-hasil ini.) Sindroma yang berkaitan dengan kehilangan pendengaran progresif, seperti neurofibromatosis, osteopetrosis, dan Usher syndrome Kelainan neurodegenerative, seperti Hunter syndrome, atau neuropati motorik sensorik, seperti Friedreich ataxia dan Charcot-Marie-Tooth syndrome Trauma kepala Otitis media dengan efusi, berulang atau persisten selama paling kurang 3 bulan Penggunaan obat-obatan ototoksik (aminoglycosida).3,5ABRs dapat digunakan untuk mendeteksi neuropati auditori atau kelainan konduksi saraf pada bayi baru lahir. Karena ABRs menggambarkan fungsi saraf pendengaran dan batang otak, bayi-bayi yang baru lahir tersebut dapat memiliki hasil screening BERA yang abnormal walaupun pendengaran perifer normal.3Bayi-bayi yang tidak lulus screening pendengaran belum tentu memiliki masalah pendengaran. Jika dicurigai adanya masalah pendengaran karena hasil pemeriksaan BERA abnormal, maka dijadwalkan pemeriksaan follow up ambang diagnostik BERA untuk mengetahui status frekuensi pendengaran spesifik. Penilaian frekuensi pendengaran spesifik dapat diperoleh dengan menggunakan stimulasi nada cepat, seperti nada/suara keras.3

22