22 bab ii ) sebagai suatu upaya atau proses...

70
22 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Belajar dan Pembelajaran 1. Konsep Belajar Konsep belajar (learning) sebagai suatu upaya atau proses perubahan perilaku seseorang sebagai akibat interaksi peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. Salah satu tanda seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan nilai sikap (afektif). Dengan demikian belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain (Pidarta, 2000:197). Dengan demikian belajar menuntut adanya perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau perilaku seseorang karena pengalaman (Mayer, 1982:1040 dalam Seels & Richey, 2000:13). Belajar merupakan suatu proses pribadi yang tidak harus dan atau merupakan akibat kegiatan mengajar. Guru melakukan kegiatan mengajar tidak selalu diikuti terjadinya kegiatan belajar pada peserta didik. Sebaliknya, peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar tanpa harus ada guru yang mengajar. Namun, dalam kegiatan belajar peserta didik ini ada kegiatan membelajarkan, yaitu misalnya yang dilakukan oleh penulis bahan ajar, atau pengembang paket belajar dan sebagainya (Miarso, 2004:553-554). 22

Upload: nguyentuyen

Post on 24-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

22

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Belajar dan Pembelajaran

1. Konsep Belajar

Konsep belajar (learning) sebagai suatu upaya atau proses perubahan

perilaku seseorang sebagai akibat interaksi peserta didik dengan berbagai sumber

belajar yang ada di sekitarnya. Salah satu tanda seseorang telah belajar adalah

adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan pengetahuan (kognitif),

keterampilan (psikomotor), dan nilai sikap (afektif). Dengan demikian belajar

adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap.

Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil

pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu

mengomunikasikannya kepada orang lain (Pidarta, 2000:197). Dengan demikian

belajar menuntut adanya perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau

perilaku seseorang karena pengalaman (Mayer, 1982:1040 dalam Seels & Richey,

2000:13).

Belajar merupakan suatu proses pribadi yang tidak harus dan atau

merupakan akibat kegiatan mengajar. Guru melakukan kegiatan mengajar tidak

selalu diikuti terjadinya kegiatan belajar pada peserta didik. Sebaliknya, peserta

didik dapat melakukan kegiatan belajar tanpa harus ada guru yang mengajar.

Namun, dalam kegiatan belajar peserta didik ini ada kegiatan membelajarkan,

yaitu misalnya yang dilakukan oleh penulis bahan ajar, atau pengembang paket

belajar dan sebagainya (Miarso, 2004:553-554).

22

23

Dalam kegiatan pembelajaran ini tentu saja tidak dapat dilakukan

sembarangan, tetapi harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar

tertentu agar bisa bertindak secara tepat. Artinya teori-teori dan prinsip-prinsip

belajar ini diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan dalam merancang dan

melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Ada banyak teori-teori belajar, setiap teori belajar memiliki konsep atau

prinsip-prinsip sendiri tentang belajar yang mempengaruhi bentuk atau model

penerapannya dalam kegiatan pembelajaran (Suciati & Irawan, 2001:2). Meskipun

banyak teori belajar, namun ada kesamaan umum dalam mendefinisikan belajar.

Empat rujukan yang terkandung dalam definisi belajar adalah: a) adanya

perubahan atau kemampuan baru; b) perubahan atau kemampuan baru itu tidak

berlangsung sesaat, tetapi menetap dan dapat disimpan (permanen); c) perubahan

atau kemampuan baru itu terjadi karena ada usaha; dan d) perubahan atau

kemampuan baru tidak hanya timbul karena faktor pertumbuhan (Miarso,

2004:550-551).

24

a. Teori-teori Belajar

Ada beberapa teori belajar yang melandasi pelaksanaan pembelajaran di

kelas, yaitu:

1) Teori Belajar Behaviorisme

Menurut teori behaviorisme, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-

kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalaman-

pengalaman belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi

karena adanya stimulasi dan respon yang diamati. Seseorang dianggap telah

belajar apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori

behaviorisme manipulasi lingkungan sangat penting agar dapat diperoleh

perubahan tingkah laku yang diharapkan.

Menurut pandangan behaviorisme, belajar pada hakikatnya adalah

pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindera dengan

kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respons (S-

R). Skinner dengan teori operant conditioning menjelaskan belajar sebagaimana

yang dikutip oleh Bell-Gredler (1986:80) adalah:

In Skinner's view, learning is behavior. As the subject learns, responses increase and when unlearning occurs, the rate of responding fall (Skinner, 1950). Learning is therefore formally defined as a change in the likelihood or probability of response. Probability or responding is difficult to measure. Therefore, Skinner suggests that learning should be measured by the rate of frequency of responding.

Menurut pandangan Skinner belajar merupakan respon (tingkah laku) yang

baru. Pada dasarnya respon yang baru itu sama pengertiannya dengan tingkah laku

(pengetahuan, sikap, keterampilan) yang baru. Respon itu terjadi bila siswa belajar

25

dan tidak akan terjadi bila tidak ada proses belajar dan belajar dapat diukur

melalaui laju atau frekwensi respon yang diberikan siswa.

Menurut Gagne (1985:2) belajar ialah perubahan yang terjadi dalam

kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar terus menerus, bukan hanya

disebabkan proses pertumbuhan saja. Perubahan dalam belajar itu sendiri adalah

perubahan perilaku, dan kesimpulan seseorang belajar dapat dilihat dengan

membandingkan tingkah laku sebelum dan setelah adanya pembelajaran.

Perubahan tingkah laku dimaksud adalah penambahan kapabilitas dari beberapa

tipe performance. Dengan demikian belajar itu menghasilkan berbagai macam

tingkah laku yang berbeda-beda, seperti pengetahuan, sikap, keterampilan,

kemampuan, informasi, dan nilai. Berbagai macam tingkah laku yang berbeda-

beda inilah yang disebut dengan kapabilitas sebagai hasil belajar.

Untuk mencapai perubahan tingkah laku, perlu diterapkan prinsip-prinsip

teori behaviorisme dalam sistem pembelajaran di kelas. Menurut Hartley &

Davies (1978) dalam Soekamto (1992:23) bahwa prinsip-prinsip tersebut

mencakup: 1) proses belajar dapat terjadi dengan baik bila peserta didik ikut

terlibat aktif di dalamnya; 2) materi pembelajaran disusun dalam urutan yang logis

supaya peserta didik mudah mempelajarinya dan dapat memberikan respons yang

di berikannya telah benar; 3) setiap kali peserta didik memberikan respon yang

benar perlu diberi penguatan (reinforcement).

Adapun langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori behaviorisme,

dalam merancang kegiatan pembelajaran, adalah: a) menentukan tujuan

pembelajaran; b) menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk

26

mengidentifikasi pengetahuan awal (entry behavior) peserta didik; c) menentukan

materi pembelajaran; d) memecah materi pembelajaran menjadi bagian-bagian

kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dan sebagainya; e)

menyajikan materi pembelajaran; f) memberikan stimulus, g) mengamati dan

mengkaji respons yang diberikan peserta didik; h) memberikan penguatan

(reinforcement) yang berupa penguatan positif atau penguatan negatif, atau

hukuman; i) memberikan stimulasi baru; j) mengamati dan mengkaji respons yang

diberikan peserta didik; k) memberikan penguatan lanjutan atau hukuman; dan m)

evaluasi hasil belajar (Suciati & Irawan, 2001:31-32).

2) Teori Belajar Kognitif

Kelompok teori kognitif beranggapan bahwa belajar adalah

pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh

pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi

dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dan

perubahan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh persepsi berpikir internal yang

terjadi selama proses belajar. Menurut pandangan kognitif belajar sebagai

perubahan perilaku peserta didik terbentuk bukan karena hubungan stimulus dan

respons, akan tetapi lebih disebabkan dorongan dari dalam atau oleh pemanfaatan

potensi yang dimiliki oleh siswa (Sanjaya, 2005:94).

Prinsip-prinsip teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan

pemahaman yang selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku. Teori ini menekankan

pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dalam

27

konteks situasi secara keseluruhan. Dengan demikian, belajar melibatkan proses

berpikir yang kompleks dan mementingkan proses belajar. Yang termasuk dalam

ke kelompok teori ini adalah teori perkembangan Piaget, teori kognitif Bruner,

teori belajar bermakna Ausubel dan lain-lain.

a) Teori Perkembangan Piaget

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika

yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem

syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin

kompleks dan ini memunglcinkan kemampuannya meningkat (Traves dalam

Soekamto, 1992:28). Oleh karena itu, proses belajar seseorang akan mengikuti

pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umumya. Penjenjangan ini

bersifat hierarki yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umumya.

Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu di luar kemampuan kognitifnya.

Ada empat tahap perkembangan kognitif anak, yaitu: a) tahap

sensorikmotorik yang bersifat internal (0-2 tahun); b) tahap preoperasional (2-6

tahun); c) tahap operasional kongkret (6-12 tahun); dan d) tahap formal yang

bersifat internal (12-18 tahun).

Perkembangan intelektual seseorang menunjukkan bahwa semakin tinggi

tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak

cara berpikirnya. Oleh karena itu, para guru, perancang pembelajaran, dan

pengembang program-program pembelajaran harus dapat memahami tahap-tahap

perkembangan kognitif peserta didiknya sehingga dapat merancang,

melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap

28

perkembangannya. Dengan kata lain dapat mengembangkan kegiatan

pembelajaran sesuai dengan kesiapan dan kematangan peserta didik.

Teori schemata memandang bahwa proses pembelajaran sebagai perolehan

pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara mengaitkannya dengan

struktur kognitif yang sudah ada (Warsita, 2008:70). Schemata adalah unit dasar

perkembangan intelektual. Maka hasil belajar merupakan hasil dari

pengorganisasian struktur kognitif yang baru, merupakan integrasi antara

pengetahuan yang lama dengan yang baru. Struktur kognitif yang baru akan

menjadi dasar pada kegiatan belajar berikutnya. Artinya, setiap saat kita

memperoleh informasi, diidentifikasi, diproses, dan disimpan dengan baik/lebih

lama sehingga dapat mengembangkan kemampuan dalam mengklasifikasi objek.

Aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran perlu menggunakan media atau alat

peraga dan sumber belajar lain.

Menurut Piaget, secara garis besar langkah-langkah pembelajar dalam

merancang pembelajaran adalah: 1) menentukan tujuan pembelajaran; 2) memilih

materi pembelajaran; 3) menentukan topik-topik yang dapat dipelajari peserta

didik secara aktif; 4) menentukan dan merancang kegiatan pembelajaran yang

sesuai dengan topik; 5) mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang

kreativitas dan cara berpikir peserta didik; dan 6) melakukan penilaian proses dan

hasil belajar peserta didik (Suciati & Irawan, 2001:37).

Aplikasi praktisnya dalam pembelajaran menuntut keterlibatan peserta

didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, proses

asimilasi (informasi lama disatukan atau diintegrasikan sehingga menyatu dengan

29

informasi baru) dan akomodasi (mengubah atau membentuk) pengetahuan dan

pengalaman dapat terjadi dengan baik.

b) Teori Konstructivist Bruner

Tema dalam kerangka teori Bruner adalah bahwa belajar merupakan

proses aktif di mana peserta didik mengkonstruk gagasan atau konsep baru

berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Peserta didik menyeleksi dan

mengubah informasi, mengkonstruksi hipotesis, dan membuat keputusan

didasarkan pada stuktur kognitif (TIP, 1998). Bruner menyatakan bahwa tugas

mengajar suatu mata pelajaran pada peserta didik dalam usia berapa pun adalah

memperkenalkan struktur keilmuan mata pelajaran tersebut sesuai dengan cara

berpikir peserta didik (Kamarga, 2000:50).

Berdasarkan pernyataan tersebut, terdapat prinsip-prinsip yang harus

diperhatikan: a) pembelajaran harus memperhatikan pengalaman dan konteks

yang menuntun peserta didik untuk mau dan dapat belajar (readiness); b)

pembelajaran harus terstruktur sehingga secara mudah dapat diterima oleh peserta

didik (spiral organization); dan c) pembelajaran harus dirancang untuk

memudahkan dilakukannya eksplorasi atau mengisi kesenjangan (going beyond

the information given) (TIP, 1998).

Gagasan utama constructivism adalah bahwa seseorang belajar secara

terkonstruksi, membangun pengetahuan berlandaskan apa yang telah dimiliki. Di

sini terdapat 2 (dua) pengertian yakni (a) siswa mengkonstruk pemahaman baru

dengan menggunakan apa yang telah mereka ketahui sebelumnya, dan (b) belajar

adalah proses aktif, di mana peserta didik dihadapkan dengan apa yang mereka

30

pahami dan dipertemukan dengan situasi baru. Proses aktif di sini mengacu

kepada aplikasi pemahaman yang dimiliki, menghubungkannya dengan elemen

elemen yang baru, mempertimbangkan konsistensi pengetahuan yang lama

dengan yang baru, dan berdasarkan pertimbangan tersebut dapat memodifikasi

pengetahuan (Sedletter, 1996 dalam Kamarga, 2000:50).

c) Teori belajar bermakna menurut Ausubel

Teori Ausubel berkenaan dengan bagaimana individu mempelajari

sejumlah besar materi secara bemakna dari presentasi verbal atau teks dalam

lingkup sekolah. Menurut Reilly & Lewis (1983) dalam Warsita (2008:73) ada

dua persyaratan untuk membuat materi pelajaran bermakna, yaitu: a) pilih materi

yang secara potensial bermakna lalu diatur sesuai dengan tingkat perkembangan

dan pengetahuan masa lalu, dan b) diberikan dalam situasi belajar yang bermakna.

Pembelajaran bermakna (meaningful learning) merupakan suatu proses

dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam

struktur kognitif peserta didik. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa

pembelajaran ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-

konsep, informasi, atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di

dalam struktur kognitif peserta didik. Proses belajar tidak sekedar menghafal

konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan

menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh

sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah

dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka para guru,

perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran harus

31

selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki

peserta didik dan membantu memadukannya secara harmonis dengan pengetahuan

baru yang akan dipelajari.

3) Teori Belajar Konstruktivisme

Dalam orientasi baru Psikologi, konstruktivisme mengajarkan kita ilmu

tentang bagaimana anak manusia belajar. Mereka belajar mengonstruksikan

(membangun) pengetahuan, sikap, atau keterampilannya sendiri, tidak dengan

memompakan pengetahuan itu ke dalam otaknya. Menurut teori konstruktivisme

pengetahuan bukan merupakan kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang

dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek,

pengalaman, ataupun lingkungannya. Oleh karena itu, dalam belajar harus

diciptakan lingkungan yang mengundang atau merangsang perkembangan

otak/kognitif peserta didik (Semiawan, 1997:21).

Teori konstruktivisme yang landasan dasarnya schema. Teori schema

memandang bahwa proses pembelajaran sebagai perolehan pengetahuan baru

dalam diri peserta didik dengan cara mengaitkannya dengan struktur kognitif yang

sudah ada. Hasil belajar merupakan hasil dari pengorganisasian struktur kognitif

yang baru, yaitu integrasi antara pengetahuan lama dengan yang barn. Jadi,

struktur kognitif yang baru nantinya menjadi dasar pada kegiatan belajar

berikutnya.

Belajar menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembentukan

pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh peserta didik sendiri. Maka

32

peserta didik harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan

memberi makna sesuatu yang dipelajarinya. Maka para guru, perancang

pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran ini berperan

untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Artinya

mereka perlu mengatur lingkungan agar peserta didik termotivasi untuk belajar

(Budiningsih, 2005). Dengan kata lain para guru, perancang pembelajaran, dan

pengembang program-program pembelajaran ini berperan untuk membantu proses

pengonstruksian pengetahuan oleh peserta didik agar berjalan lancar. Dengan

demikian, para guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya, tetapi

membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

Jean Piaget (1986-1980) dalam Sagala (2005:24) berpendapat bahwa ada

dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak

yaitu: 1) proses asimilasi, dalam proses ini akan menyesuaikan informasi yang

baru dengan informasi yang telah ia ketahui sebelumnya, 2) proses akomodasi,

yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah

diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan

lebih baik. Belajar menurut Piaget mengandung makna sebagai perubahan

struktural yang saling melengkapi antara asimiliasi dan akomodasi dalam proses

penyusunan kembali dan mengubah apa yang telah diketahui melalui belajar.

Teori konstruktivisme menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan

karena adanya karsa peserta didik. Penataan kondisi bukan penyebab terjadinya

belajar, melainkan sekedar memudahkan belajar. Keaktifan peserta didik menjadi

33

unsur yang amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri

merupakan jaminan untuk mencapai hasil belajar yang sejati.

Implementasi teori konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran, di mana

belajar merupakan proses pemaknaan informasi baru, oleh karena itu peserta didik

perlu: a) didorong munculnya diskusi pengetahuan yang dipelajari; b) berpikir

divergent bukan hanya satu jawaban benar; c) berbagai jenis luapan berpikir atau

aktivitas belajar; dan d) gunakan informasi pada situasi baru (Warsita, 2008:79).

Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan supaya

diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang

cukup bagi prakarsa, kreativitas. dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Pasal 19. PP No. 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).

Berdasarkan uraian teori dan konsep tentang belajar tersebut di atas, maka

dapat diketahui bahwa belajar merupakan perubahan perilaku peserta didik yang

diperoleh setelah berinteraksi dengan lingkungan dalam suatu suasana

pembelajaran. Perubahan perilaku itu berupa penguasaan konsep terhadap materi

pembelajaran. Penguasaan konsep tersebut adalah baru, bukan yang telah dimiliki

siswa sebelum memasuki kondisi atau situasi pembelajaran dimaksud. Hasil

belajar dipengaruhi oleh kondisi internal dan kondisi eksternal dalam

pembelajaran. Kondisi eksternal merupakan stimulus dari lingkungan dalam

kegiatan pembelajaran sedangkan kondisi internal menggambarkan keadaan

internal dan proses kognitif yang dilakukan siswa.

34

4) Teori Belajar Sibernetik

Teori belajar sibernetik berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu

dan informasi. Menurut teori sibernetik belajar adalah mengolah informasi (pesan

pembelajaran). Proses belajar dianggap penting, tetapi yang lebih penting lagi

adalah sistem informasi yang akan diproses dan akan dipelajari oleh peserta didik.

Oleh karena itu, proses belajar akan sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Demikian pula dengan cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi

(Warsita, 2008:76).

Aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan

Landa yaitu model pendekatan algoritmik dan heuristik. Pendekatan belajar

algoritmik menuntut peserta didik untuk berpikir secara sistematis, tahap demi

tahap, linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target tujuan tertentu. Sedangkan

pendekatan heuristik menuntut peserta didik berpikir secara divergen, menyebar

ke beberapa target sekaligus, menyeluruh dan fleksibel (Sukmadinata, 2007:134,

Budiningsih, 2005:87).

Selain itu juga dikembangkan oleh Pask dan Scott yang membagi tipe

peserta didik menjadi wholist dan serialist. Peserta didik tipe wholist

(menyeluruh) biasanya cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang paling

umum, kemudian bergerak ke yang lebih khusus (rinci). Sedangkan peserta didik

tipe serialist cenderung berpikir secara setahap demi setahap atau linier

(algoritmik) (Budiningsih, 2005:88).

Dengan demikian, aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran

dapat diterapkan dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: 1)

35

menentukan tujuan-tujuan pembelajaran; 2) menentukan materi pembelajaran; 3)

mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran; 4)

menentukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan sistem informasi

tersebut (apakah algoritmik atau heuristik); 5) menyusun materi pembelajaran

dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya; dan 6) mengkaji materi

dan membimbing peserta didik belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan

materi pelajaran (Suciati & Irawan, 2001: 46-47).

b. Prinsip-prinsip Teori Pembelajaran yang Melandasi Penerapan Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial

Pembelajaran berbasis komputer model tutorial merupakan pembelajaran

dengan memanfaatkan multimedia berbasis ICT dalam implementasi

pembelajaran Geografi. Penggunaan ICT dalam pembelajaran di awali oleh B.F.

Skinner (1954) dengan konsep pembelajaran terprogram (programmed

instructions). Tahun 1958 Skinner membuat sebuah mesin pembelajaran (teaching

machine). Mesin ini tidak mengajar, tetapi diprogram dengan menggunakan

logika tertentu sehingga mesin dapat menyajikan materi pelajaran dan seolah-olah

berinteraksi dengan peserta didik.

Mesin pembelajaran dikembangkan berdasarkan teori belajar tingkah laku

(behaviorism theory). Menurut teori ini tujuan pembelajaran adalah untuk

mengubah tingkah laku peserta didik. Perubahan tingkah laku harus tertanam

dalam diri peserta didik sehingga menjadi suatu kebiasaan. Agar tingkah laku

menjadi suatu kebiasaan, perlu diberikan penguatan (reinforcement) berupa

36

pemberitahuan bahwa apa yang dilakukan adalah betul dalam setiap terjadinya

perubahan perilaku positif ke arah tujuan yang dikehendaki.

Berdasarkan teori tersebut diperoleh prinsip-prinsip pembelajaran sebagai

ladasan pemanfaatan pembelajaran berbasis komputer dalam pembelajaran

geografi di Madrasah Aliyah. Prinsip-prinsip dasar pembelajaran tersebut adalah:

a) menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku; b)

menggunakan prinsip penguatan, yaitu untuk mengidentifikasi aspek paling

diperlukan dalam pembelajaran dan untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik

dapat mencapai peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran; c)

mengidentifikasi karakteristik peserta didik, untuk menetapkan pencapaian tujuan

pembelajaran; dan d) menekankan pada hasil belajar dan perbaikan proses

pembelajaran (Warsita, 2008:88-89).

Berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut maka penerapan

program pembelajaran berbasis komputer diarahkan untuk: 1) memperkuat respon

peserta didik secepatnya dan sesering mungkin; 2) memberikan kesempatan

kepada peserta didik untuk mengontrol laju kecepatan belajar sendiri; 3) peserta

didik mengikuti suatu urutan koheren dan terkendalikan; 4) memberikan

kesempatan adanya partisipasi dari peserta didik dalam bentuk respon baik berupa

jawaban, pemilihan, keputusan percobaan dan lain-lain (Warsita, 2008:169-170).

Aplikasi prinsip-prinsip teori belajar dalam penerapan pembelajaran

berbasis komputer model tutorial dalam geografi di atas merupakan hasil

pengkajian atas seluruh unsur dan aspek pemanfaatan ICT untuk pembelajaran

37

sehingga bisa didapatkan pegangan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam

pemanfaatan sistem pembelajaran berbasis ICT.

2. Konsep Pembelajaran

Konsep pembelajaran dalam konsep teknologi pendidikan menurut Miarso

(2004: 528) dibedakan menjadi pembelajaran (instructional) dan pengajaran

(teaching). Pembelajaran disebut juga kegiatan pembelajaran merupakan usaha

mengelola Iingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara

positif dalam kondisi tertentu. Sedangkan pengajaran adalah usaha membimbing

dan mengarahkan pengalaman belajar kepada peserta didik. Istilah mengajar

(teaching) sebagai penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik (getting

content from the text into the head of learner) dianggap tidak sesuai lagi, sehingga

dalam literatur teknologi pendidikan hanya digunakan istilah pembelajaran.

Pembelajaran menurut Dick & Carey (1990:2) adalah proses sistematis di

mana semua komponen, antara lain guru, siswa, material dan lingkungan belajar

merupakan komponen penting untuk keberhasilan belajar. Pembelajaran sebagai

sebuah sistem menggunakan pendekatan sistem dalam desain pembelajaran.

Dalam pandangan sistem semua komponen yang terlibat dalam pembelajaran

saling berinteraksi satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Istilah pembelajaran banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-

holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah

pembelajaran dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat

mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media

38

seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio, komputer dan dan

sebagainya, sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru

dalam mengelola proses pembelajaran, dari guru sebagai sumber belajar menjadi

guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran (Sanjaya: 2005:78).

Hal ini seperti yang diungkapkan Gagne & Briggs (1979:3), yang

menyatakan bahwa: “instructions are a set of event that effect learner in such a

way that learning is facilitated”. Sehingga mengajar atau teaching merupakan

bagian dari pembelajaran (instructions), di mana peran guru lebih ditekankan

kepada bagaimana merancang atau mengelola berbagai sumber dan fasilitas yang

tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu.

Lebih lengkap Gagne & Briggs (1979:3) menyatakan:

Why do we speak of “instruction” rather than “teaching”? It is because we wish to describe all of the events which may have a direct effect on the learning of human being, not just those set in motion by an individual who is teacher. Instruction may include events that are generated by a pade print, by a picture, by television program, or by a combination of physical objects, among other things. Of course, a teacher may play an essential role in the arrangement of any these events.

Dalam istilah pembelajaran yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan

teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan

sebagai subjek belajar yang memegang peranan utama, sehingga dalam setting

proses belajar mengajar siswa dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara

individual mempelajari bahan pelajaran. Dengan demikian kalau dalam istilah

teaching menempatkan guru sebagai pemeran utama dalam memberikan informasi

kepada siswa, maka dalam istilah instruction guru lebih banyak sebagai fasilitator

yang mengelola berbagai sumber belajar untuk dipelajari siswa.

39

Pembelajaran menurut UUSPN No 20 tahun 2003, adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran sebagai proses belajar yang dapat meningkatkan kemampuan

berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi

pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap

materi pelajaran.

Aktivitas proses pembelajaran diwujudkan dalam bentuk interaksi belajar

mengajar dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan,

artinya interaksi yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya

adalah tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada

perencanaan pembelajaran.

Dengan semakin berkembangnya teknologi dalam pembelajaran, pola

interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar mengalamai perubahan dari pola

pembelajaran yang bersifat tradisional, di mana guru memegang peranan utama

dalam menentukan isi dan metode, termasuk dalam menilai kemajuan belajar

siswa menjadi guru sebagai facilitator. Hal ini dijelaskan Morris (Rusman,

2009:222) yang mengklasifikasikan empat pola pembelajaran sebagai berikut:

a. Pola Pembelajaran Tradisional I

Merupakan pola pembelajaran dalam bentuk tatap muka antara guru dan

siswa. Dalam pola ini guru bertindak selaku Komponen Sistem Instruksional,

merupakan satu-satunya sumber belajar. Pola ini dapat digambarkan dalam

diagram berikut:

40

Gambar 2.1 Pola Pembelajaran Tradisional I

Contoh: seorang guru yang mengajar dengan metode ceramah

/tanyajawab. Guru hanya menyampaikan materi pelajaran tanpa menggunakan alat

bantu media untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap materi pelajaran

yang akan diajarkan.

b. Pola Pembelajaran Tradisional II

Pola pembelajaran tradisional II ini merupakan bentuk tatap muka antara

guru dengan murid. Guru dengan menggunakan “ alat bantu audiovisual” untuk

membantu kegiatan pembelajaran. Pola ini masih tetap memandang guru sebagai

Komponen Sistem Instruksional yang utama, dengan sumber belajar lain (seperti

bahan pelajaran, perangkat keras, teknik) yang digunakan sebagai tambahan. Pola

ini dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:

Gambar 2.2 Pola Pembelajaran Tradisional II

Contoh: seorang guru yang hanya mengajar dengan menggunakan alat

peraga, transparan (OHP). Disamping menerangkan dengan metode ceramah, guru

Penenetapan Isi

dan Metode

Tujuan Guru Siswa

Tujuan Penerapan dan

metode

Guru dengan

media

Siswa

41

juga mendemonstrasikan dengan alat peraga atau menunjukkan dengan transparan

(OHP). Guru yang lebih banyak berbicara menerangkan materi yang berkaitan

dengan pokok bahasan saat itu.

c. Pola Pembelajaran Guru dan Media

Pola pembelajaran ini mengandung pemanfaatan sistem pembelajaran

yang lengkap, meliputi pembelajaran bermedia dimana guru terlibat dalam

merancang dan menilai serta menyeleksi, maupun berperan dalam fungsi

pemanfaatan untuk hal-hal yang belum tercakup dalam sistem instruksional.

Sebagian besar proses pembelajaran di berikan melalui sistem instruksional yang

telah dirancang sebelumnya, dan yang terdiri dari Komonen Sistem Instruksional

yang bukan manusia (bahan, peralatan, teknik). Pola ini dapat digambarkan dalam

diagram berikut:

Gambar 2.3 Guru dengan Media

Contoh: seorang guru yang mengajar dengan menggunnakan media

komputer, LCD atau media pembelajaran elektronik lainnya, dihadapan siswa.

Seorang guru melaksanakan pembelajaran dan mengevaluasi hasil belajar dengan

menggunakan media yang sudah dirancangnya sebelumnya. Guru tidak banyak

menjelaskan materi pelajaran yang dibahas saat itu, tetapi guru hanya

Tujuan Penerapan dan

metode

Siswa Guru

Media

42

menampilkan materi pelajaran melalui media komputer, LCD atau media

elektronik lainnya yang sudah dirancang sebelumnya. Di dalam media

pembelajaran tersebut sudah berisi tentang materi pelajaran, penjelasannya dan

evaluasi hasil belajarnya.

d. Pola Pembelajaran Bermedia

Semakin meningkatnya kebutuhan terhadap kegiatan pembelajaran, baik

secara kuantitatif maupun kualitatif, maka semakin dirasakan terbatasnya tenaga

pengajar. Dengan demikian, kehadiran guru di kelas dapat digantikan oleh media

yang diciptakannya. Media tersebut disebut guru-media. Pola pembelajaran ini

meliputi penggunaan sistem pembelajaran lengkap yang hanya terdiri dari

pembelajaran bermedia, dimana guru tidak berperan langsung. Pendekatan “media

saja” seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.4 Pembelajaran Bermedia

Contoh: seorang guru yang melaksanakan pembelajaran jarak jauh melalui

media elektronik seperti TV, Radio atau komputer dll. Guru menyampaikan

materi pelajaran, penjelasan dan menyampaikan soal melalui shoting rekaman TV,

Radio, CD, Kaset atau memasukan materi pelajaran, penjelasan dan evaluasi

belajar kedalam alamat e-mail yang dimilikinya dan di kirim kepada alamat e-mail

Penerapan dan

metode

Tujuan Media Siswa

43

siswa. Siswa mempelajari materi pelajaran melalui internet atau alamat e-mail

guru atau alamat e-mail yang dimiliki, dan menyampaikan jawaban pertanyaan

atau evaluasi belajar kepada guru melaui e-mail atau faximily.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan, pembelajaran adalah

proses interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses interaksi dalam pembelajaran

ini dapat berlangsung dalam beberapa pola pembelajaran, yaitu kurikulum-guru-

siswa, kurikulum-guru-media-siswa, kurikulum-guru-media-siswa dan kurikulum-

media-siswa.

B. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah

dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Wina Sanjaya dalam buku

”Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan” (2009)

menjelaskan kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, seperti media

dalam menyampaikan pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang

teknik. Istilah media digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan

sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran.

Media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam proses belajar

mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai

proses dan hasil pembelajaran secara efektif dan efisien, serta tujuan pembelajaran

tersebut dapat tercapai dengan mudah (Rohani, 1997: 4).

44

Yudi Munadi (2008: 7) mengungkapkan bahwa media pembelajaran dapat

dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan

pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang

kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan

efektif.

Secara umum, ada dua konsep atau definisi media pendidikan atau media

pembelajaran. Rossi dan Breidle (1966: 3) mengemukakan bahwa media

pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai

tujuan pendidikan seperti radio, televise, buku, Koran, majalah buku dsb. Menurut

Rossi alat-alat seperti radio dan televisi kalau digunakan dan diprogramkan untuk

pendidikan maka merupakan media pembelajaran.

Namun demikian media bukan hanya berupa alat dan bahan saja, akan

tetapi hal-hal yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach

dan Ely (1980: 244) menyatakan “A medium, conceived is any person, material or

even that establishs condition which enable the learner to acquire knowledge,

skill and attitude.” Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang,

bahan, perlatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan

siswa memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Jadi dalam pengertian ini

media bukan hanya alat perantara seperti TV, radio, slide, bahan cetakan tetapi

meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan

semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi dan lain sebagainya yang

dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa,

simulasi untuk menambah ketrampilan.

45

Sedangkan Hamalik (2007) mendefinisikan media sebagai tehnik yang

digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid dalam

proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.

Dengan demikian yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah suatu

“alat, sarana” (cetak elektronik) yang dipergunakan untuk menghubungkan siswa

dengan substansi bahan ajar yang bertujuan mengoptimalkan pencapaian

kompetensi hasil belajar.

2. Kedudukan Media Dalam Pembelajaran

Kedudukan media dalam pembelajaran sangatlah penting bahkan sejajar

dengan metode pembelajaran, karena metode yang digunakan dalam proses

pembelajaran biasanya akan menutut media yang akan disesuaikan dengan kondisi

dalam pembelajaran, baik materi, karakteristik siswa dan bahkan jumlah siswa

(kelompok besar, kecil atau individual). Pembelajaran merupakan suatu proses

transaksional dalam menyampaikan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor,

maka jika diilustrasikan posisi media sejajar dengan proses komunikasi yang

terjadi adalah seperti gambar dibawah ini (Rusman, 2009:153).

Gambar 2.5 Posisi Media dalam proses komunikasi

Pembelajaran juga merupakan proses komunikasi, komunikasi antara guru

dengan siswa untuk menyampikan suatu pesan (materi pembelajaran), untuk

Komunikator Pesan Media Komunikan

46

proses penyampaian informasi/materi pembelajaran diperlukan media atau sarana

untuk membawa informasi tersebut kepada siswa.

Rusman (2009: 144) mengemukakan kedudukan media sebagai sumber

belajar dapat berfungsi sebagai:

a. Total Teaching

Sumber belajar atau media digunakan secara penuh dari awal hingga akhir

proses pembelajaran. Posisi guru hanya sebagai fasilitator dalam

pembelajaran dikelas maupun diluar kelas.

b. Major Resources

Sumber belajar atau media digunakan sebagai sumber belajar utama/dominan

dalam proses pembelajaran. Posisi guru hanya memperjelas sumber atau

media yang digunakan.

c. Suplement View

Posisi sumber belajar atau media pembelajaran hanya sebagai pelengkap

dalam proses pembelajaran, dimana posisi guru lebih banyak sebagai sumber

informasi dan sumber/media pembelajaran hanya sebagai pelengkap saja.

Rusman (2009:153) mengemukakan dalam proses pembelajaran terdapat tingkatan proses aktivitas yang melibatkan keberadaan media pembelajaran, yaitu: (1) Tingkat pengelolaan informasi, (2) tingkat penyampaian informasi, (3) tingkat penerimaan informasi, (4) tingkat pengolahan informasi, (5) tingkat respon dari peserta didik, (6) tingkat diagnosa dari pengajar, (7) tingkat penilaian dan,(8) tingkat penyampaian hasil.

Peranan media dalam pembelajaran dapat ditempatkan sebagai berikut:

(1) Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pengajaran, (2) alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut oleh

47

para siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa, (3) sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari oleh para siswa baik secara individual maupun kelompok. Dengan demikian akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan mengajarnya (Rusman 2009: 154).

3. Pentingnya Media dalam Pembelajaran

Mengapa perlu media dalam pembelajaran? Pertanyaan yang sering

muncul mempertanyakan pentingnya media dalam sebuah pembelajaran.

Mengajar dapat dipandang sebagai usaha yang dilakukan guru agar siswa belajar.

Sedangkan, yang dimaksud dengan dengan belajar itu sendiri adalah proses

perubahan tingkah laku melalui pengalaman.

Bruner (1966: 10-11) mengungkapkan ada tiga tingkatan utama modus

belajar, seperti: enactive (pengalaman langsung), iconic (pengalaman piktorial

atau gambar), dan symbolic (pengalaman abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan

keterampilan serta perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena adanya

interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang telah dialami

sebelumnya melalui proses belajar. Sebagai ilustrasi misalnya, belajar untuk

memahami apa dan bagaimana mencangkok. Dalam tingkatan pengalaman

langsung, untuk memperoleh pemahaman pebelajar secara langsung mengerjakan

atau membuat cangkokan. Pada tingkatan kedua, iconic, pemahaman tentang

mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau rekaman video.

Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, siswa memahaminya lewat

membaca atau mendengar dan mencocokkannya dengan pengalaman melihat

orang mencangkok atau dengan pengalamannya sendiri. Ketiga tingkatan

48

pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh pengalaman

(pengetahuan, pemahaman, atau sikap) yang baru.

Tingkatan pengalaman pemerolehan hasil belajar ini juga digambarkan

oleh Dale (1969) dalam Kerucut Pengalaman (cone experience). Kerucut ini

(Gambar 2.6) merupakan elaborasi yang rinci tentang konsep tiga tingkatan

pengalaman yang dikemukakan oleh Brunner sebagaimana diuraikan sebelumnya.

Hasil belajar sesorang diperoleh melalui benda tiruan, sampai kepada lambang

verbal (abstrak). Semakin keatas dipuncak kerucut semakin abstrak media

penyampaian pesan itu.

Gambar 2.6 Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Cone of Experience)

Dasar pengembangan kerucut dibawah ini bukanlah tingkat kesulitan,

melainkan tingkat keabstrakkan-jumlah jenis indera yang turut serta selama

penerimaan isi pengajaran dan pesan. Pengalaman langsung akan memberikan

kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang

abstrak

kongkrit

49

terkandung dalam pengalaman itu. Namun dengan demikian (Sanjaya, 2009: 199)

menjelaskan bahwa, pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat

disajikan secara langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan makhluk

hidup di dasar laut, tidak mungkin guru membimbing siswa langsung menyelam

didasar lautan. Untuk memberikan pengalaman semacam itu, guru memerlukan

alat bantu seperti film atau foto-foto dan lain sebagainya.

Untuk kondisi seperti inilah kehadiran media pembelajaran sangat

bermanfaat untuk digunakan sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran,

yaitu alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids). Dalam posisinya yang

sedemikian rupa, media akan dapat merangsang keterlibatan beberapa alat indera,

memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap

dan retensi belajar siswa. Oleh sebab itu dalam proses belajar mengajar sebaiknya

diusahakan agar terjadi variasi aktivitas yang melibatkan semua alat indera

pebelajar. Semakin banyak alat indera yang terlibat untuk menerima dan

mengolah informasi (isi pelajaran), semakin besar kemungkinan isi pelajaran

tersebut dapat dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan pebelajar. Jadi agar

pesan-pesan dalam materi yang disajikan dapat diterima dengan mudah (atau

pembelajaran berhasil dengan baik), maka pengajar harus berupaya menampilkan

stimulus yang dapat diproses dengan berbagai indera pebelajar dengan

pemanfaatan berbagai media yang tepat dalam proses pembelajaran.

50

4. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

a. Fungsi Media Pembelajaran

Dua sisi penting dari fungsi media dalam proses belajar mengajar dikelas

yaitu: (1) Membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan dan

mempercepat keberlangsungan PBM; penyajian informasi atau keterampilan

secara utuh dan lengkap; serta merancang lingkup informasi dan keterampilan

secara sistematis sesuai dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu; (2)

Membantu siswa dalam mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya antara lain

dalam pemusatan perhatian dan mempertahankan perhatian; memelihara

keseimbangan mental; serta mendorong belajar mandiri (mempercepat konstruksi

dan rekonstruksi) (Arifin, 2000:47).

b. Manfaat Media Pembelajaran

Kemp & Dayton (1985: 3-4) mengemukakan manfaat media pembelajaran

didalam kelas, yaitu:

1. Penyampaian pembelajaran akan menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang

melihat atau mendengar peenyajian melalui media menerima pesan yang

sama. Meskipun para guru menfsirkan isi pelajaran yang berbeda-beda,

dengan penggunaan media ragam hasil tafsiran ini dapat dikurangi sehingga

informasi yang sama dapat disampaikan kepada siswa sebagai landasan untuk

pengkajian, latihan, dan aplikasi lebih lanjut.

2. Pembelajaran bisa lebih menarik. Media dapat disosialisasikan sebagai

penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan.

Kejelasan dan ketuntasan pesan, daya tarik image yang berubah-ubah,

51

penggunaan efek khusus yang dapat menimbulkan keingintahuan

menyebabkan siswa bertanya dan berfikir, yang kesemuanya menunjukkan

bahwa media memiliki aspek motivasi dan meningkatkan minat.

3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan

prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan

balik, dan penguatan.

4. Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat karena

kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan

pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan

kemungkinannya dapat diserap siswa.

5. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilaman integrasi kata dan gambar

sebagai media pembelajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen

pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik, dan

jelas.

6. Pembelajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan atau diperlukan

terutama jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secara

individu.

7. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses

belajar dapat ditingkatkan.

8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif; beban guru untuk

penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi

bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian kepada aspek

52

penting lain dalam proses belajar mengajar, misalnya sebagai konsultan atau

penasihat siswa.

Sudjana & Rivai (2009:2) mengemukakan manfaat media pembelajaran

dalam proses belajar siswa, yaitu: (1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian

siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (2) bahan pembelajaran

akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan

memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran; (3) metode

mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui

penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak

kehabisan tenaga, apalagi kalau mengajar pada setiap jam pelajaran;dan (4) Siswa

dapat lebih bnayak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan

uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan,

mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

Encyclopedia of Educational Research dalam Hamalik (1994:15)

menjelaskan manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut:

(1) Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berfikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme. (2) Memperbesar perhatian siswa. (3) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap. (4) Memberikan pengalamn nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa. (5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontiniu, terutama melalui gambar hidup. (6) Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa. (7) Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan kergaman yang lebih banyak dalam belajar.

53

Arsyad (2007: 26-27) menjelaskan manfaat media pembelajaran sebagai

berikut:

1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.

2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu: a) Objek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung di

ruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio, atau model.

b) Objek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide, atau gambar.

c) kejadian langka yang terjadi dimasa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, slide, disamping secara verbal.

d) Objek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat ditampilkan secara konkret melalui film, gambar, slide, atau simulasi komputer.

e) Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan dengan media seperti komputer, film dan video.

f) Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama seperti proses, kepompong menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan teknik-teknik rekaman seperti time- lapse untuk film, video, slide, atau simulasi komputer.

4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang.

5. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Menurut Brets (Rusman 2009:156) dan Sanjaya (2008:212) terdapat tujuh

klasifikasi media pembelajaran, yaitu: “(1) media audio visual dan gerak, (2)

media audio visual diam, (3) media audio semi gerak, (4) media visual gerak, (5)

media visual diam, (6) media audio, dan (7) media cetak”.

54

Leshin, Pollock dan Reilught (Arsyad, 2007:36-37) mengelompokkan

media ke dalam lima kelompok, yaitu: (1) media berbasis manusia (guru,

instruktur, tutor, main peran); (2) media berbasis cetak (buku penuntun, buku

latihan, alat bantu kerja, bagan, grafik, peta, gambar;(4) media berbasis audio

visual (video, film,televisi) dan (5) media berbasi komputer (pengajaran dengan

bantuan komputer, interaktif, video.

6. Prinsip Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaan

Arsyad (2007:75-76) mengemukakan beberapa kriteria yang perlu

diperhatikan dalam pemilihan suatu media, yaitu:

a. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan, yang secara umum mengacu pada salah

satu atau gabungan dari ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Tujuan ini

dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh siswa,

seperti menghafal, melakukan kegiatan yang melibatkan fisik atau pemakaian

prinsip-prinsip sebab akibat, melakukan tugas yang melibatkan pemahaman

konsep-konsep atau hubungan-hubungan perubahan dan mengerjakan tugas-

tugas yang melibatkan pemikiran pada tingkat yang leibh tinggi.

b. Tepat untuk mendukung isi pembelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip

atau generalisasi. Media yang berbeda misalnya film, grafis dan sejenisnya

memerlukan simbol dan kode yang berbeda dan oleh karena itu memerlukan

proses dan keterampilan mental yang berbeda untuk memahaminya. Agar

dapat membantu pembelajaran supaya lebih efektif, media harus selaras dan

sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa.

55

c. Praktis, luwes dan bertahan. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan di

manapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta

mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana.

d. Guru terampil menggunakannya. Ini merupakan salah satu kriteria utama,

apapun media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses

pembelajaran. Nilai manfaat media sangat ditentukan oleh kemampuan guru

untuk memanfaatkannya.

e. Pengelompokan sasaran. Media yang efektif untuk kelompok besar belum

tentu efektif untk pembelajaran individual. Perlu memilih media yang efektif

untuk kelompok besar, sedang dan kecil ataupun individu.

f. Mutu teknis. Media visual, baik gambar maupun fotograf harus memenuhi

persyaratan teknis tertentu. Misalnya visual pada slide harus jelas dan

informasi yang disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang

merupakan latar belakang.

Anderson (1987:19) menjelaskan langkah-langkah dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu : a) Menentukan tujuan pembelajaran; b) Menentukan metode pembelajaran; c) Menentukan ciri khas pembelajaran; d) Memilih media kategori pertama; e) Menganalisis ciri-ciri atau karakteristik media tersebut; f) Meren-canakan implementasi media

Sanjaya (2009:224) mengemukakan beberapa prinsip yang harus

diperhatikan dalam memilih media dalam proses pembelajaran, yaitu:

a. Pemilihan media harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Apakah tujuan tersebut bersifat kognitif, afektif atau psikomotor. Perlu dipahami tidak ada satupun media yang dapat dipakai cocok untuk semua tujuan. Setiap media memiliki karakteristik tertentu, yang harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pemakaiannya.

56

b. Pemilihan media harus didasarkan pada konsep yang jelas. Artinya pemilihan media tertentu bukan didasarkan pada kesenangan guru atau sekedar selingan dan hiburan, melainkan harus menjadi bagian integral dalam keseluruhan proses pembelajaran untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran siswa.

c. Pemilihan media harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. d. Pemilihan media harus sesuai dengana gaya belajar siswa serta gaya dan

kemampuan guru. Oleh sebab itu, guru perlu memahami karakteristik serta prosedur penggunaan media yang dipilih.

e. Pemilihan media harus sesuai dengan kondisi lingkungan, fasilitas dan waktu yang tersedia untuk kebutuhan pembelajaran.

Sungguhpun demikian pentingnya media pembelajaran dalam suatu

peroses pembelajaran, apakah sebagai alat atau sumber belajar, tetapi tidak bisa

menggantikan peranan guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru adalah suatu

hal yang mustahil dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Peranan guru masih

tetap diperlukan sekalipun media telah merangkum semua bahan pembelajaran

yang diperlukan oleh peserta didik. Guru berkewajiban memberikan bantuan

kepada peserta didik tentang apa yang harus dipelajari, bagaimana peserta didik

mempelajarinya serta hasil-hasil apa yang diharapkan diperolehnya dari media

yang digunakannya. Dengan demikian melalui media pembelajaran diharapkan

dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat

mempengaruhi kualitas hasil belajar peserta didik.

7. Pemanfatan Komputer sebagai Media Pembelajaran

Istilah komputer diambil dari bahasa Latin computare yang berarti

menghitung (to reckon atau to compare). Sedangkan menurut istilah komputer

adalah suatu alat elektronik mampu melakukan beberapa tugas, yaitu menerima

input, memproses input sesuai dengan instruksi yang diberikan, menyimpan

perintah dan hasil pengolahan serta menyediakan output dalam bentuk informasi

57

(Sander. 1985). Seiring dengan perkembangan komputer, penggunaan komputer

tidak hanya digunakan untuk keperluan menghitung saja, melainkan juga

digunakan untuk berbagai keperluan dalam bidang pendidikan. Pemanfaatan

komputer dalam bidang pendidikan mulai berkembang pada awal tahun 1970-an

yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran secara individual serta

melakukan interaksi langsung dengan sumber informasi.

Penggunaan komputer dalam pembelajaran banyak diilhami oleh teori

operant-conditioningnya B.F.Skinner (Berliner and Gage, 1979:534). Skinner

melihat bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh sekolah dalam proses

pembelajaran adalah kurangnya reinforcement atau penguatan kepada peserta

didik. Dengan adanya reinforcement peserta didik akan lebih termotivasi untuk

belajar, karena dalam hal ini reinforcement akan menjadi stimulus atau

rangsangan yang diberikan kepada peserta didik agar peserta didik dapat

dikondisikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Pembelajaran berbasis Komputer akan memudahkan pemberian

reinnforcement kepada pemakai program yang dalam hal ini adalah peserta didik

yang belajar dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Komputer.

Reinforcement dalam Pembelajaran Berbasis Komputer diberikan dalam bentuk

umpan balik (feedback) yang sudah didesain di dalam program Pembelajaran

Berbasis Komputer, yang akan muncul ketika peserta didik sudah menyelasaikan

materi yang sudah disajikan dalam Pembelajaran Berbasis Komputer, baik secara

keseluruhan maupun bagian-bagian kecil.

58

Penggunaan komputer dalam dunia pendidikan, juga memegang peranan

yang cukup sentral dalam menciptakan pembelajaran yang kondusif berupa

penciptaan rangsangan-rangsangan yang memancing respon dan user.

Pemanfaatan komputer dalam PBM mempunyai kelebihan dalam

mempresentasikan grafik dan gambar sebagai bentuk visual yang dapat diamati

dan dipelajari siswa, oleh karena itu sangat beralasan jika para pendidik

menggunakan komputer untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Donough mengemukakan beberapa keuntungan penggunaan komputer

dalam pembelajaran, seperti memberikan stimulus untuk belajar, menciptakan

efek audio visual; membantu recalling (pemanggilan kembali) konsep yang telah

dipelajari, mengaktifkan respon siswa, mendorong cara belajar interaktif,

membebaskan guru dan tugas berulang, dan menyediakan sumber belajar yang

mudah dimodifikasi (Donough, et al, 1994:211).

Sementara itu keuntungan pengunaan komputer dalam pembelajaran

dikemukakan juga oleh Arsyad (2007: 54), sebagai berikut:

a) Komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena ia dapat memberikan iklim yang lebih bersifat afektif dengan cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi, seperti yang diinginkan program yang digunakan.

b) Komputer dapat merangsang siswa untuk rnengerjakan latihan, melakukan kegiatan laboratorium atau simulasi karena tersedianya animasi grafik, warna, dan musik yang dapat menambah realisme.

c) Kendali berada di tangan siswa sehingga tingkat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya.

d) Kemampuan merekam aktivitas siswa selama menggunakan suatu program pengajaran memberi kesempatan lebih baik untuk pembelajaran secara perseorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau.

e) Dapat berhubungan dengan, dan mengendalikan, peralatan lain seperti compact disk, video tape, dan lain-lain dengan program pengendali dan komputer.

59

Selain itu Heinich dalam Johan (2000: 20) mengemukakan keuntungan

penggunaan komputer dalam pembelajaran, antara lain:

a) Pada umumnya siswa mernpunyai rasa penasaran yang tinggi untuk mencoba sesuatu yang baru termasuk untuk mengemukakan komputer sehingga hal ini membangkitkan motivasi kepada siswa dalam belajar.

b) Proses belajar siswa yang lebih sederhana karena pengaturan waktu yang disesuaikan dengan keinginan siswa yang waktunya relatif singkat dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dan memfasilitasi siswa untuk belajar sendiri.

c) Kecepatan respon pribadi. terhadap aktivitas belajar yang dilakukan akan menghasilkan penguatan yang tinggi sehingga bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya, dapat dipahami oleh siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran secara baik.

d) Kesabaran memperlihatkan kebiasaan pribadi sehingga melalui program yang dipelajari dapat melengkapi suasana belajar yang lebih positif, terutama dalam membantu anak yang lamban.

e) Warna, musik dan grafis animasi dapat. menambahkan kesan nyata dan menuntun dan menuntut latihan, kegiatan laboratorium, simulasi, dan sebagainya.

f) Kapasitas memori dan komputer memungkinkan perekaman penampilan siswa pada waktu yang lampau dan dipakai dalam memecahkan langkah-langkah selanjutnya dikemudian hari.

g) Karena kemampuan daya rekam yang tinggi maka kemungkinan pengajaran secara individual dapat dilaksanakan, pemberian perintah secara individual dapat disiapkan untuk semua siswa sehingga kemajuan belajar siswa dapat dipantau dan diawasi secara berkelanjutan.

h) Waktu pengawasan guru terhadap materi yang diberikan dengan mudah diatur dan dirancang oleh guru sehingga membantu pengawasan yang lebih dekat kepada kontak langsung dengan siswa.

i) Metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata berbentuk komunikasi verbal melalui lisan guru.

j) Pembelajaran bersifat individual sehingga dapat belajar sesuai dengan gaya dan kecepatan masing-masing.

k) Siswa dapat mempelajari materi secara berulang-ulang. l) Mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan mandiri. m) Dalam pengerjaan soal latihan dengan komputer adanya umpan balik

dengan segera.

60

Meskipun banyak kelebihan atau keuntungan dan penggunaan media

komputer, namun bukan berarti media komputer tidak mempunyai kelemahan dan

keterbatasan dalam penggunaan maupun pengadaannya, karena komputer pada

dasarnya merupakan hasil dan inovasi-inovasi teknologi yang mempunyai

kelemahan terutama dalam bidang pendidikan, di antaranya:

a) Untuk pengadaan perangkat komputer memerlukan dana investasi yang relatif

cukup besar, sehingga hal inilah yang selalu menjadi pertimbangan bagi pihak

sekolah khususnya untuk memperhitungkan secara hati-hati segi guna dan

manfaatnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran,

selain itu biaya pemeliharaan yang kadang-kadang lebih mahal dan biaya

pengadaannya.

b) Tidak semua materi yang diberikan pada PBM dapat disampaikan secara

teliti oleh komputer kepada siswa secara mandiri.

c) Diperlukan tenaga ahli pemograman yang dapat bekerja sama dengan guru

untuk membuat program yang sesuai dengan kebutuhan PBM, karena

tidak semua guru dapat membuat progam pembelajaran tersebut.

d) Untuk mengoperasikan program, siswa diharuskan mempunyai keterampilan

khusus dalam menggunakan komputer, sehingga tidak semua

siswa dapat menjalankan program secara mandiri.

e) Perangkat keras (hardware) komputer yang bermacam-macam menyebabkan

beberapa perangkat lunak (software) tidak cocok dengan

perangkat keras yang tersedia.

61

f) Penggunaan komputer hanya efektif bila digunakan secara mandiri atau

beberapa orang dalam kelompok yang kecil.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa: Komputer

sebagai alat, mengandung arti bahwa komputer merupakan alat bantu dalam

proses pembelajaran, sedangkan komputer sebagai tutor mengandung arti bahwa

komputer mengganti peranan guru dalam mengajar, mempresentasikan informasi,

menguji melalui pertanyaan dan memberikan umpan balik seperti dalam

pembelajaran berprograma atau melibatkan siswa dalam simulasi atau permainan.

C. Pembelajaran Berbasis Komputer

1. Komputer sebagai Multimedia Pembelajaran Interaktif

Multimedia sering diartikan sebagai gabungan dari banyak media atau

setidak-tidaknya terdiri lebih dari satu media. Multimedia didefinisikan oleh

Haffost (Feldmans, 1994) sebagai suatu sistem komputer yang terdiri dari hardware

dan software yang memberikan kemudahan untuk menggabungkan gambar, video,

fotografi, grafik dan animasi dengan suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan

program komputer. Sejalan dengan hal itu Thompson (1994) mendefinisikan

multimedia sebagai suatu sistem yang menggabungkan gambar, video, animasi,

suara secara interaktif. Multimedia adalah dasar dari teknologi modern yang

meliputi suara, teks, video, gambar, dan data (Munir, 2008: 233). Multimedia

dinyatakan Rosc (1996) sebagai kombinasi dari komputer dan video, atau

kombinasi tiga elemen, yaitu suara, gambar dan teks (Cormick, 1996) yang

diperkuat pernyataan Turban dkk (2002) yang menyatakannya sebagai kombinasi

dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media ini dapat berupa

audio (suara, musik), animasi, vide

21).

Berdasarkan beberapa defenisi di atas nampaknya ada kesamaan bahwa

Multimedia disimpulkan

grafik, gambar, suara, video, animasi dalam satu s

interaktif (Munir, 2008: 234).

secara bersama-sama menampilkan informasi, pesan atau isi pelajaran. Konsep

penggabungan ini dengan sendirinya memerlukan beberapa jenis peralatan

perangkat keras yang masing

sebagaiman biasanya, dan komputer merupakan pengendali seluruh peralatan itu.

Konsep multimedia dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini:

Gambar 2.7

Berkaitan dengan konsep multimedia sebagai perpaduan dari berbagai

media tentunya tidak lepas kaitannya dengan elemen

pendukungnya. Menurut

dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media ini dapat berupa

audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik dan gambar. (Suyanto, 2005: 20

Berdasarkan beberapa defenisi di atas nampaknya ada kesamaan bahwa

disimpulkan sebagai perpaduan dari berbagai media yang berupa teks,

, gambar, suara, video, animasi dalam satu software pembelajaran yang

(Munir, 2008: 234). Penggabungan ini merupakan suatu kesatuan yang

sama menampilkan informasi, pesan atau isi pelajaran. Konsep

penggabungan ini dengan sendirinya memerlukan beberapa jenis peralatan

eras yang masing-masing tetap menjalankan fungsi utamanya

sebagaiman biasanya, dan komputer merupakan pengendali seluruh peralatan itu.

Konsep multimedia dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini:

Gambar 2.7 Konsep Multimedia (Munir, 2008:234)

Berkaitan dengan konsep multimedia sebagai perpaduan dari berbagai

media tentunya tidak lepas kaitannya dengan elemen-elemen atau objek

pendukungnya. Menurut Sutopo (2003 : 8), objek multimedia terbagi menjadi :

62

dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media ini dapat berupa

(Suyanto, 2005: 20-

Berdasarkan beberapa defenisi di atas nampaknya ada kesamaan bahwa

sebagai perpaduan dari berbagai media yang berupa teks,

pembelajaran yang

Penggabungan ini merupakan suatu kesatuan yang

sama menampilkan informasi, pesan atau isi pelajaran. Konsep

penggabungan ini dengan sendirinya memerlukan beberapa jenis peralatan

masing tetap menjalankan fungsi utamanya

sebagaiman biasanya, dan komputer merupakan pengendali seluruh peralatan itu.

Konsep multimedia dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini:

Konsep Multimedia (Munir, 2008:234)

Berkaitan dengan konsep multimedia sebagai perpaduan dari berbagai

elemen atau objek

Sutopo (2003 : 8), objek multimedia terbagi menjadi :

63

a. Teks

Menurut Sutopo (2003: 8) teks merupakan dasar dari pengolahan kata dan

informasi berbasis multimedia. Dalam kenyataannya multimedia menyajikan

informasi kepada audiens dengan cepat, karena tidak diperlukan membaca secara

rinci dan teliti. Menurut Hofstetter adalah kebanyakan sistem multimedia

dirancang dengan menggunakan teks karena teks merupakan sarana yang efektif

untuk mengemukakan ide-ide dan menyediakan instruksi-instruksi kepada user

(pengguna).

b. Image/grafik

Menurut Sutopo (2003 : 9), secara umum image atau grafik berarti still

image (gambar tetap) seperti foto dan gambar. Manusia sangat berorientasi pada

visual, dan gambar merupakan sarana yang sangat baik untuk menyajikan

informasi.

c. Animasi

Menurut Sutopo (2002: 2), animasi adalah pembentukan gerakan dari

berbagai media atau objek yang divariasikan dengan gerakan transisi, efek-efek,

juga suara yang selaras dengan gerakan animasi tersebut atau animasi merupakan

penayangan frame-frame gambar secara cepat untuk menghasilkan kesan gerakan.

Konsep dari animasi adalah menggambarkan sulitnya menyajikan informasi

dengan satu gambar saja atau sekumpulan gambar.

64

d. Audio/Suara

Menurut Sutopo (2003 : 13), penyajian audio atau suara merupakan cara

lain untuk lebih memperjelas pengertian suatu informasi. Contohnya, narasi

merupakan kelengkapan dari penjelasan yang dilihat melalui video. Suara dapat

lebih menjelaskan karakteristik suatu gambar, misalnya musik dan suara efek

(sound effect).

e. Video

Menurut Sutopo (2003: 279), video merupakan elemen multimedia paling

kompleks karena penyampaian informasi yang lebih komunikatif dibandingkan

gambar biasa. Walaupun terdiri dari elemen-elemen yang sama seperti grafik,

suara dan teks, namun bentuk video berbeda dengan animasi. Perbedaan terletak

pada penyajiannya. Dalam video, informasi disajikan dalam kesatuan utuh dari

objek yang dimodifikasi sehingga terlihat saling mendukung penggambaran yang

seakan terlihat hidup.

f. Interactive Link

Menurut Sutopo (2002: 220), sebagian dari multimedia adalah interaktif,

dimana pengguna dapat menekan mouse atau objek pada screen seperti button

atau teks dan menyebabkan program melakukan perintah tertentu. Interactive link

dengan informasi yang dihubungkannya sering kali dihubungkan secara

keseluruhan sebagai hypermedia. Interactive link diperlukan bila pengguna

menunjuk pada suatu objek atau button agar dapat mengakses program tertentu.

Interactive link diperlukan untuk menggabungkan beberapa elemen multimedia

65

sehingga menjadi informasi yang terpadu. Cara pengaksesan informasi pada

multimedia terdapat dua macam, yaitu linier dan non-linier.

Komputer merupakan jenis media yang secara virtual dapat menyediakan

respon yang segera terhadap hasil belajar. Perkembangan teknologi yang pesat

saat ini telah memungkinkan komputer memuat dan menayangkan beragam

bentuk media di dalamnya.

Bentuk penggunaan komputer dalam pembelajaran sebagaimana

dikemukakan Rusman (2009: 176) diantaranya adalah Multimedia Interaktif.

Multimedia Interaktif dapat digunakan pada pembelajaran di sekolah, sebab cukup

efektif meningkatkan hasil belajar siswa terutama komputer. Sifat media ini selain

interaktif juga bersifat multimedia dan terdapat unsur- unsur media secara langkap

yang meliputi sound, animasi, video, teks, dan grafis. Beberapa model

multimedia interaktif berbasis komputer (Rusman, 2009: 176), diantaranya

sebagai berikut:

• Model Drill and Practice: model ini berupa latihan-latihan soal yang dibuat

secara interaktif melalui piranti komputer.

• Model Tutorial: CBI model tutorial merupakan program pembelajaran yang

digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat lunak

komputer yang berisi tujuan, materi pelajaran, pengorganisasian materi,

latihan dan evaluasi. Sifat dari model tutorial ini adalah mastery learning,

yaitu menuntut ketuntasan belajar.

• Model Simulasi: model Simulasi dalam CBI pada dasarnya merupakan salah

satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar

66

yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan–tiruan bentuk pengalaman yang

mendekati suasana yang sebenarnya.

• Model Games Instruction: model permainan ini dikembangkan berdasarkan “

pembelajaran menyenangkan”, di mana peserta didik akan dihadapkan pada

beberapa petunjuk dan aturan permainan.

Pembelajaran berbasis komputer merupakan salah satu pemanfaatan e-

learning dalam pembelajaran. Pemanfaatan komputer sebagai media pembelajaran

dalam pendidikan di atas pada prinsipnya membantu para guru dalam

meningkatkan kualitas pembelajaran dikelas. Penggunaan komputer dalam

pembelajaran biasanya dapat dimanfaatkan dalam dua bentuk pembelajaran yaitu

Computer Assisted Instruction (CAI) dan Computer Bassed Instruction (CBI).

Kedua bentuk pembelajaran model ini mengharuskan setiap siswa untuk

berinteraksi dengan perangkat komputer dan software program. Perbedaan yang

mendasar adalah adalah keluasan fungsinya. Dalam pembelajaran dengan bantuan

komputer (CAI), perangkat lunak yang digunakan berfungsi untuk membantu

proses pembelajaran, seperti sebagai alat multimedia, sebagai alat bantu didalam

demonstrasi atau sebagai alat bantu di dalam latihan. Sedangkan pembelajaran

berbasis komputer (CBI), perangkat lunak selain dimanfaatkan sebagai fungsi

CAI juga dapat dimanfaatkan sebagai sistem pembelajaran individual (Rusman,

2009: 281).

Berdasarkan peranan komputer dalam bidang pendidkan itu, maka

komputer dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang sangat efektif

digunakan dalam proses pembelajaran, baik sebagian maupun secara keseluruhan.

67

2. Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial

Dalam pembelajaran berbasis komputer, sebagaimana dikatakan Rusman

(2009: 283-304) ada empat model yang biasa digunakan yaitu: model tutorial,

model drill , model simulasi, dan model games. Berkaitan dengan penelitian yang

peneliti lakukan mengenai penerapan pembelajaran berbasis komputer model

tutorial, maka akan dijelaskan secara lebih terperinci tentang model yang

digunakan yaitu model tutorial.

a. Konsep Pembelajaran Tutorial

Berdasarkan asal kata, tutorial dapat diartikan dalam dua bentuk kata,

yaitu kata benda dan kata kerja. Sebagai kata benda tutorial berarti pelajaran

pribadi, guru pribadi, pengajaran tambahan sedangkan sebagai kata kerja tutorial

berarti mengajar di rumah, mengajar ekstra, memberi les, pengajaran tambahan,

pengajaran pribadi (Sadily, 1996: 608). Tutorial secara istilah adalah bimbingan

pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan dan

motivasi agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal (Hamalik, 2003:

73). Pemberian bimbingan berarti membantu para siswa memecahkan masalah-

masalah belajar. Pemberian bantuan berarti membantu siswa dalam mempelajari

program. Pemberian petunjuk berarti memberikan cara belajar agar siswa lebih

belajar secara efektif dan efisien. Pemberian arahan berarti mengarahkan para

siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan dan pemberian

motivasi berarti memberikan semangat untuk lebih mengikuti pembelajaran yang

diterapkan.

68

Definisi tutorial dalam pembelajaran berbasis komputer sebagaimana

diungkapkan Rusman (2011: 300) adalah sebagai bentuk pembelajaran khusus

dengan pembimbing yang terkualifikasi, dengan menggunakan software berupa

program komputer yang berisi materi pelajaran dan soal-soal latihan yang

bertujuan untuk memberikan pemahaman secara tuntas (mastery learning) kepada

siswa mengenai bahan atau materi pelajaran yang sedang dipelajari. Komputer

sebagai tutor berorientasi pada upaya membangun perilaku siswa melalui

penggunaan komputer. Menurut (Rusman, 2011 : 302) secara sederhana pola-pola

pengoperasiannya adalah sebagai berikut : 1) komputer menyajikan materi; 2)

siswa memberikan respon; 3) respon siswa dievaluasi oleh komputer dengan

orientasi pada arah siswa dalam menempuh presentasi berikutnya; 4) melanjutkan

atau mengulangi tahapan sebelumnya.

Tutorial dalam program pembelajaran dengan bantuan komputer ditujukan

sebagai pengganti manusia yang proses pembelajarannya diberikan lewat teks atau

grafik pada layar yang menyediakan poin-poin pertanyaan atau permasalahan, jika

respon siswa benar, komputer akan bergerak pada pembelajaran berikutnya, jika

respon siswa salah komputer akan mengulangi pembelajaran sebelumnya atau

bergerak pada salah satu bagian tertentu pembelajaran ulang tergantung pada

kesalahan yang dibuat. Trollip dan Allessi (1995:66) menyebutkan bahwa terdapat

delapan identitas dari model tutorial dalam pembelajaran berbasis komputer yaitu:

(1) Pengenalan, (2) Penyajian informasi, (3) Pertanyaan dan respon (4) Penilaian

respon, (5) Pemberian umpan balik (feedback) tentang respon, (6) Pembetulan (7)

Segmen pengaturan pelajaran, dan (8) Penutup.

69

Perkembangan teknologi komputer membawa banyak perubahan pada

sebuah program seharusnya didesain terutama pada upaya menjadikan teknologi

ini mampu memanipulasi keadaan sesungguhnya. Penekanannya terletak pada

upaya yang berkesenambungan untuk memaksimalkan aktivitas belajar-mengajar

sebagai interaksi kognitif antara siswa, meteri subjek, dan komputer yang

diprogram.

Adapun fungsi tutorial menurut Rusman (2009: 291), yaitu sebagai

berikut: 1) Kurikuler, yakni sebagai pelaksana kurikulum sebagaimana telah

dibutuhkan bagi masing-masing modul dan mengkomunikasikannya kepada

siswa; 2) Pembelajaran, yakni melaksanakan proses pembelajaran agar para siswa

aktif belajar mandiri melalui program interaktif yang telah dirancang dan

ditetapkan; 3) Diagnnosis-bimbingan, yakni membantu para siswa yang

mengalami kesalahan, kekeliruan, kelambanan, masalah dalam pembelajaran

berbasis komputer berdasarkan hasil penilaian, baik formatif maupun sumatif,

sehingga siswa mampu membimbing diri sendiri; 4) Administratif, yakni

melaksanakan pencatatan, pelaporan, penilaian dan teknis admistratif lainnya

sesuai dengan tuntutan program CBI; dan 5) Personal, yakni memberikan

keteladanan kepada siswa seperti penguasaan mengorganisasikan materi, cara

belajar, sikap dan prilaku yang secara tidak langsung menggugah motivasi belajar

mandiri dan motif berprestasi yang tinggi.

70

Sedangkan tujuan pembelajaran model tutorial, yaitu sebagai berikut: (1)

Untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan para siswa sesuai dengan yang

dimuat dalam software pembelajaran: melakukan usaha-usaha pengayaan materi

yang relevan; (2) Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa

tentang cara memecahkan masalah, mengatasi kesulitan atau hambatan agar

mampu membimbing diri sendiri; dan (3) Untuk meningkatkan kemampuan siswa

tentang cara belajar mandiri dan menerapkannya pada masing-masing CBI yang

sedang dipelajari.

b. Flowchart Model Tutorial

Untuk menuangkan dialog ke dalam program dapat dilakukan melalui

berbagai cara, salah satunya dengan didahului pembuatan rancangan dalam bentuk

bagan alur (flowchart), baik berupa gambaran umum, maupun dalam bentuk

sedikit lebih rinci namun tidak terlalu mendalam.

Contoh flowchart pembelajara berbasis komputer model tutorial adalah

sebagai berikut:

71

Gambar 2.8 Flowchart CBI Model Tutorial dalam (Rusman, 2009: 293).

Start

Title Page

Menu

Direction

Student choice

Content

Second Question

First Question

Third Question

All Correction

More The Formation of Glaciers

How Glacier are Formed

Question

Correction

Remedian Information

Exit

No Yes

72

c. Langkah-langkah Produksi CBI Model Tutorial

1) Perencanaan Produksi Model Tutorial

a) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Model Tutorial

b) Perencanaan Program PBK Tutorial

• Pendahuluan

• Tujuan (SK-KD-Indikator)

• Treatment, dan

• Storyboard

c) Flowchart PBK Model Tutorial

2) Proses Produksi Program Tutorial

Setelah membuat perencanaan pengembangan program tutorial, langkah

selanjutnya yang harus ditempuh adalah proses produksi. Disinilah seorang

programmer program pembelajaran harus “mengerahkan” seluruh

kemampuannya untuk menghasilkan program yang layak dimanfaatkan dalam

proses pembelajaran. Pada tahap proses produksi program Pembelajaran

Berbasis Komputer Model Tutorial, beberapa tahapan model tutorial yang

terdiri dari:

1) Pendahuluan (Introduction), meliputi:

a) Judul Program (Title Page)

Suatu program Tutorial diawali dengan tampilnya halaman judul yang

dapat menarik perhatian siswa. Judul program merupakan bagian penting

untuk memberikan informasi kepada siswa tentang apa yang akan

dipelajari dan disajikan dalam program tutorial ini.

73

b) Tujuan Penyajian (Presentation of Objektif)

Pada bagian ini disajikan tujuan, yaitu standar kompetensi, kompetensi

dasar, dan indikator yang akan dicapai melalui program CBI model

tutorial.

c) Petunjuk (Direction)

Petunjuk berisi informasi cara menggunakan program yang di buat,

diusahakan agar siswa mampu mengoperasikan program tersebut.

d) Stimulsi Prioritas Pengetahuan (Stimulating Prior Knowledge)

Prioritas pengetahuan berguna sebagai appersepsi. Dalam program tutorial

bentuk stimulasi prioritas pengetahuan dapat berupa sinopsis dari materi

yang terdapat dalam program.

e) Inisial Kontrol ( Initial Student Control)

Tampilan Inisial kontrol berisi pilihan bagi siswa untuk meggunakan

program.

2) Penyajian Informasi (Presentasion of Information)

a) Mode penyajian atau presentasi

Presentasi merupakan bentuk penyajian informasi/ materi yang dibuat.

Model umum dari penyajian informasi biasanya mempergunakan

informasi visual seperti teks, gambar, grafik, foto dan Image yang

dianimasikan.

b) Panjang Teks Penyajian ( Length of Text Presentation )

Panjang teks dalam program yang dibuat harus benar-benar diperhatikan

karena akan mempengaruhi kualitas program tersebut. Setiap presentasi

74

harus sesingkat mungkin untuk memberikan tambahan frekuensi interaksi

siswa, selain itu, harus memperhatikan keseimbangan antara teks yang

disajikan dengan kemampuan monitor untuk menyajikannya.

c) Grafik dan Animasi

Pembuatan grafik dan animasi dalam program yang dibuat ditujukan untuk

menambah pemahaman siswa terhadap materi dan fokus informasi pada

materi yang disajikan. Grafik digunakan sebagai informasi, analogi atau

mnemonik sebagai isyarat. Grafik dan animasi sangat efektif untuk

menambah sistem belajar dengan komputer.

d) Warna dan Penggunaanya

Penggunaan warna sangat berhubungan dengan presentasi grafik, seperti

halnya grafik, warna dapat digunakan secara efektif untuk sistem belajar.

Penggunaan warna yang sesuai akan berguna untuk menarik perhatian dan

memfokuskan siswa. Warna harus berfungsi sebagai acuan, bukan sebagai

bagian yang diutamakan dalam proses, pembelajaran. Penggunaan warna

pada program tutorial harus konsisten dengan penggunaan yang umum

dilingkungan sekitar.

e) Penggunaan Petunjuk

Petunjuk digunakan untuk memandu siswa dan memberikan arahan

tentang apa yang harus dilakukan siswa.

75

3) Pertanyaan dan Respon-respon (Question of responses)

Adanya pertanyaan dalam program tutorial dimaksudkan agar siswa selalu

memperhatikan materi yang dipelajarinya, serta untuk menilai sejauhmana

kemampuan siswa untuk mengingat dan memahami pelajaran tersebut.

Pertanyaan yang diberikan dapat berbentuk benar-salah, menjodohkan,

pilihan ganda atau dalam bentuk jawaban singkat, sedangkan respon

diberikan untuk menganalisis jawaban yang diberikan siswa.

4) Penilaian Respon (Judging of responses)

Penilaian jawaban merupakan proses mengevaluasi respon agar feedback

dapat diberikan siswa. Fungsi penilaian berfungsi untuk mengevaluasi hasil

belajar siswa serta membuat keputusan apakah proses belajar dapat dilakukan

ke proses berikutnya atau diulang kembali.

5) Pemberian balikan respon (Providing feedback about responses)

Feed back atau umpan balik diberikan sebagai reaksi terhadap respon yang

diberikan siswa. Umpan balik dapat berupa pesan - pesan dalam bentuk teks

dan bentuk ilustrasi grafik. Fungsi adanya umpan balik adalah untuk

menginformasikan apakah respon yang diberikan siswa tepat atau tidak. Jika

respon yang diberikan siswa benar program akan memberikan reinforcement

(penguatan) bagi siswa, namun jika respon siswa salah, maka program akan

memberikan keterangan punishment (hukuman) bahwa respon yang

diberikannya salah.

76

6) Pengulangan (Remediation)

Penyajian materi kembali bagi siswa yang belum memahami materi yang

dipelajarinya. Prosedur pengulangan yang paling umum adalah mengulangi

informasi yang pemah dilihat siswa.

7) Segmen Pengaturan Pelajaran (Sequencing Lesson Segment)

Program Tutorial pola dasarnya mengikuti pola pengajaran berprograma tipe

branching. Pencabangan diatur sebelumnya dan dibuat dengan menu yang

banyak pilihan.

8) Penutup (Closing)

Penutupan tutorial dilengkapi dengan ringkasan tentang informasi pelajaran.

Ringkasan dapat berupa poin-poin utama, sebuah paragraf tentang tujuan

pembelajaran. Jika program sudah mengumpulkan tentang data kemampuan

hasil belajar siswa dan rekomendasi untuk pembelajaran selanjutnya.

77

d. Karakteristik Model Tutorial

Henich (1995:243) mengemukakan bahwa pemanfaatan model tutorial

dalam Computer Assited Instruction (CAI) adalah:

Tabel 2.1 Karakteristik Model Tutorial

Diskripsi Peran Guru Peran Komputer Peran siswa Aplikasi

/contoh Menampilkan informasi yang baru Menganjarkan konsep dan prinsip Menyediakan perintah remedial

Menyeleksi materi pelajaran Mengadaptasi perintah Memonitoring kemajuan siswa

Menampilkan informasi/materi pelajaran Menjawab pertanyaan Memonitoring respon siswa Menyediakan umpan balik dalam bentuk remedial Merangkum poin-poin yang utama/penting Selalu merekam

Berinteraksi dengan komputer Melihat hasil akhir Menjawab pertanyaan Menanyakan pertanyaan

Pelatihan eller bank Prosedur kesehatan Pelajaran keagamaan

e. Keuntungan dan Kekurangan Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial

1) Keuntungan Model Tutorial

Keuntungan dari model tutorial diantaranya adalah:

a) Adanya penilaian atas hasil jawaban siswa yang dapat ditunjukkan kepada

siswa dan guru, sehingga menjadi landasan untuk evaluasi.

78

b) Adanya pengulangan materi, sehingga siswa betul-betul dapat menguasai

materi

c) Lebih individualized, sehingga siswa dapat belajar tanpa harus selalu

didampingi oleh guru.

d) Dapat memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak.

e) Memberikan pengalaman yang konkrit untuk menghindari verbalisme.

2) Kelemahan Model Tutorial

a) Feedback pada umumnya hanya ada dalam bentuk salah atau benar, tidak ada

penjelasan mengenai jawaban yang benar, ataupun dimana letak

kesalahannya.

b) Biasanya jenis jawaban sangat kaku dan singkat, khususnya dalam hal salah

ejaan atau tulisan.

D. Hakekat Mata Pelajaran Geografi

1. Pengertian Mata Pelajaran Geografi

Sumaatmadja (1997:12) menyatakan bahwa “pengajaran geografi

hakikatnya adalah pengajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi

yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan

variasi kewilayahannya”.

Secara sederhana pembelajaran Geografi adalah geografi yang diajarkan di

tingkat sekolah dasar dan menengah, karena itu penjabaran konsep-konsep, pokok

bahasan dan sub pokok bahasan harus disesuaikan dan diserasikan dengan tingkat

79

pengalaman dan perkembangan mental anak pada jenjang-jenjang pendidikan

yang bersangkutan.

Sementara itu melalui Seminar Lokakarya Peningkatan Kualitas

Pembelajaran Geografi di Semarang Tahun 1988, telah merumuskan konsep

Geografi sebagai berikut :” Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan

dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan,

kewilayahan dalam konteks keruangan”. Konsep Geografi tersebut secara jelas

menegaskan bahwa yang mejadi objek studi Geografi tidak lain adalah geosfer

yaitu permukaan bumi yang hakikatnya merupakan bagian dari bumi yang terdiri

atas atmosfer (lapisan udara), litosfer (lapisan batuan), hidrosfer (lapisan air,

perairan), dan biosfer (lapisan kehidupan). Dengan demikian dapat diketengahkan

disini bahwa pengajaran Geografi hakikatnya adalah pengajaran tentang aspek-

aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dan

kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya.

Geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan sepanjang hayat

dan mendorong peningkatan kehidupan.Lingkup bidang kajiannya memungkinkan

manusia memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang

menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia. Bidang

kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses yang membentuknya, hubungan

kausal dan spasial manusia dengan lingkungan, serta interaksi manusia dengan

tempat. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik

dengan dimensi manusia dalam menelaah keberadaan dan kehidupan manusia di

tempat dan lingkungannya.

80

Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan pemahaman

peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat,tempat dan

lingkungan pada muka bumi.Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan

proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran

spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara

aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman

mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah.

Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam mata

pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun kemampuan peserta didik untuk

bersikap, bertindak cerdas, arif, dan bertanggungjawab dalam menghadapi

masalah sosial, ekonomi, dan ekologis. Pada tingkat pendidikan dasar mata

pelajaran Geografi diberikan sebagai bagian integral dari Ilmu Pengetahuan Sosial

(IPS), sedangkan pada tingkat pendidikan menengah diberikan sebagai mata

pelajaran tersendiri.

2. Tujuan Mata Pelajaran Geografi di MA

Mata pelajaran Geografi di SMA/MA sebagaimana dalam rumusan

lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 bertujuan

agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang

berkaitan.

b. Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi,

mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi.

81

c. Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan

sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman

budaya masyarakat.

3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Geografi

Menurut Sumaatmadja (1997:12) ruang lingkup pengajaran geografi

meliputi : (1) Alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan

manusia. (2) Penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya. (3) Interaksi

keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang memberikan variasi

terhadap ciri khas tempat-tempat dipermukaan bumi. (4) Kesatuan regional yang

merupakan perpaduan antara darat, perairan dan udara diatasnya.

Ruang lingkup inilah yang memberikan ciri dan karakteristik terhadap

pengajaran geografi. Apapun yang akan diproses pada pengajaran geografi,

materinya selalu digali dari permukaan bumi pada suatu lokasi untuk

mengungkapkan corak kehidupan manusia yang memberikan ciri khas pada

wilayah yang bersangkutan sebagai hasil interaksi faktor-faktor geografis pada

lokasi yang bersangkutan.

Sedangkan secara khusus ruang lingkup mata pelajaran Geografi di

SMA/MA sebagaimana dalam rumusan lampiran Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, meliputi aspek-aspek

sebagai berikut: (1) Konsep dasar, pendekatan, dan prinsip dasar geografi. (2)

Konsep dan karakteristik dasar serta dinamika unsur-unsur geosfer mencakup

litosfer, pedosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer, dan antroposfer serta pola

82

persebaran spasialnya. (3) Jenis, karakteristik, potensi, persebaran spasial Sumber

Daya Alam (SDA) dan pemanfaatannya. (4) Karakteristik, unsur-unsur, kondisi

(kualitas) dan variasi spasial lingkungan hidup, pemanfaatan dan pelestariannya.

(5) Kajian wilayah negara-negara maju dan sedang berkembang. (6) Konsep

wilayah dan pewilayahan, kriteria dan pemetaannya serta fungsi dan manfaatnya

dalam analisis geografi. (7) Pengetahuan dan keterampilan dasar tentang seluk

beluk dan pemanfaatan peta, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan citra

pengideraan jauh.

4. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Geografi di SMA dan MA

Menurut Diknas (2003) standar kompetensi mata pelajaran adalah

kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran

geografi di SMA dan MA.

a. Memahami ciri-ciri fisik dan sosial budaya secara keruangan.

b. Memahami interaksi antara lingkungan fisik dan sosial budaya wilayah

tertentu.

c. Menggunakan konsep wilayah dalam menginterperetasikan keragaman bumi.

d. Menggunakan peta dan tampilan geografis lainnya untuk mengelola informasi

fisik dan sosial budaya dalam konteks keruangan.

83

E. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Sudjana (2009:22) mendefenisikan hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Hasil belajar merupakan perubahan pada diri pembelajar karena mengalami proses

belajar. Pendapat lain dikemukakan oleh Purwanto (2009: 44), hasil belajar dapat

dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan

“belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat

dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input

secara fungsional. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan

perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan

yang menjadi hasil belajar.

Perubahan-perubahan tersebut dapat ditunjukkan diantaranya dari

kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu obyek.

Perubahan dari hasil belajar ini dalam Taxonomy Bloom dikelompokkan dalam

tiga ranah (domain), yakni: (1) domain kognitif atau kemampuan berfikir, (2)

domain afektif atau sikap, dan (3) domain psikomotor atau keterampilan.

Selanjutnya Wahidmurni (2010: 18-23) mengemukakan bahwa peserta

didik dapat dikatakan berhasil dalam belajar jika pada diri mereka telah terjadi

perubahan dari minimal salah satu aspek diatas. Tiap-tiap aspek belajar memiliki

beberapa tingkatan sebagaimana yang dijabarkan oleh Benjamin Bloom sebagai

berikut:

84

Tabel 4.2 Ranah atau Domain Hasil Belajar Menurut Taxonomy Bloom Ting-katan

Cognitive Domain Affective Domain Psychomotor Domain

1. Knowledge (C1) Receiving (A1) Perception (P1) 2. Comprehension (C2) Responding (A2) Set (P2) 3. Application (C3) Valuing (A3) Guided response (P3) 4. Analysis (C4) Organization (A4) Mechanism (P4) 5. Synthesis (C5) Characterization

(A5) Complex overt response (P5)

6. Evaluation (C6) Adaption (P6) 7. Origination (P7)

Masing-masing tingkatan dalam setiap ranah atau domain menuntut

kemampuan atau kecakapan yang berbeda-beda dari setiap peserta didik untuk

memberikan respon terhadapnya. Semakin tinggi tingkatan yang dituntut semakin

tinggi pula tingkat kekomplekkan jawaban atau respon yang dikehendaki.

Berdasarkan Masing-masing ranah atau domain diatas dapat digambarkan

sebagai tangga dan dalam setiap tangga terdapat anak tangga sejumlah tingkatan

yang ada dalam setiap ranah atau domain sebagai berikut:

Gambar 4.7 Tingkatan Anak Tangga Cognitive Domain

C1

C2

C3

C4

C5

C6

85

Berdasar gambar diatas menjadi semakin jelas bahwa untuk mencapai

anak tangga yang lebih atas, maka harus melewati anak tangga yang ada

dibawahnya. Hal ini juga berlaku bagi ranah atau domain yang lainnya.

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan

kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari

Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya tiga ranah, yakni ranah

kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Hasil belajar dalam penelitian ini

mengarah pada ranah kognitif. Ranah kognitif mengarah pada taksonomi Bloom.

Secara hirarkis, perilaku kognitif mencakup 6 tahapan kemampuan yakni :

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Hasil belajar dalam pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar

mempunyai beberapa fungsi, seperti yang diungkapakan oleh W.S. Winkel

(1985:13) yaitu: (1) Hasil belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas

pengetahuan yang telah dikuasai anak didik; (2) Hasil belajar sebagai lambang

pemusatan hasrat keingintahuan; (3) Hasil belajar sebagai bahan informasi dalam

inovasi pendidikan; (4) Hasil belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari

situasi institusi pendidikan; (5) Hasil belajar dapat dijadikan indikator terhadap

daya serap kecerdasan anak didik.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, diambil kesimpulan bahwa hasil

belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa

dalam memahami berbagai konsep atau materi yang diberikan khususnya pada

pada ranah kognitif, dan itu ditunjukkan dengan kemampuan menjawab

86

pertanyaan dengan benar pada pretes dan postes dengan alat evaluasi yang disusun

dan dikembangkan sebagai instrumen penelitian. Dengan kata lain, hasil belajar

yang diperoleh siswa dalam pelajaran komputer yang dilihat dari gain atau selisih

nilai pretest dan nilai postest dalam bentuk angka.

2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa menurut Bloom

dalam Susilana (2006:102) terbagi menjadi dua yaitu faktor eksternal atau faktor-

faktor yang berada dalam diri siswa, dan faktor internal atau faktor-faktor yang

berada diluar diri siswa.

Lebih jelasnya menurut Gagne sebagaimana dikutip Bell-Gredler

(1986:120), menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar, yaitu belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu :

a. Kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam kegiatan

pembelajaran,

b. Kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif

siswa dan,

c. Hasil belajar berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan

motorik, sikap dan strategi kognitif.

Each of the five verieties of learning is acquired in different way.That is, each requires a different set of prerequisite skills and a different set of cognitve-processing step. These requirements are referred to by Gagne (1977a) as the internal conditions of learning. Gagne (1977a) also describes the types of enviromental stimuli that are required to support the learner’s cognitive processes during learning. These particilar stimuli are referred to as the external conditions of learning.

87

Hasil belajar ini dipengaruhi oleh kondisi internal dan kondisi eksternal

dalam pembelajaran. Kondisi internal menggambarkan keadaan internal dan

proses kognitif yang dilakukan siswa, kondisi internal yang dimaksud yaitu

kondisi yang ada pada diri siswa itu sendiri. Secara psikologi perkembangan,

mempelajari prilaku dan karakteristik individu dalam berbagai tahap

perkembangan. Masa sebelum lahir (prenatal), Masa bayi, masa kanak-kanak,

masa anak kecil, masa anak sekolah dasar, masa remaja awal, remaja tengah dan

adolesen, masa dewasa muda, dan dewasa tua, serta masa usia lanjut. Belajar

merupakan aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang kompleks, oleh karena

itu dalam mengembangkan materi pelajaran hendaknya guru memperhatikan

perkembangan peserta didik. Sebagai individu peserta didik mempunyai

perbedaan-perbedaan, walaupun secara garis besar struktur manusia sama.

Kesamaan tersebut meliputi jasmani dan rohani (fisik dan psikis) yang merupakan

satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Namun demikian secara psikologis pria

dan wanita itu berbeda, bukan hanya sekedar jenis kelaminnya saja. Menurut

Sukmadinata (2009a: 25) “perbedaan jenis kelamin tidak hanya membawa

perbedaan dari segi fisik tetapi juga segi kerohanian”.

Psikologi ini mempelajari kondisi dan ciri-ciri yang khas dari kedua jenis

kelamin. Wanita dan pria secara kodrat berbeda, keduanya memiliki ciri-ciri yang

berbeda, dalam hal-hal tertentu kemampuan keduanya juga berbeda. Perbedaan ini

bukan hanya disebabkan oleh hal-hal yang bersifat kodrati tetapi juga karena

adanya perbedaan fungsi dalam kehidupan. Sedangkan Kondisi eksternal

merupakan stimulus dari lingkungan dalam kegiatan pembelajaran. Keberhasilan

88

belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar diri siswa, baik faktor

fisik maupun sosial-psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah,

dan masyarakat.

Keluarga, merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan,

memberikan landasan dasar bagi proses belajar pada lingkungan sekolah dan

masyarakat. Menurut Sukmadinata (2009a:163) Faktor-faktor fisik dan sosial

psikologis yang ada dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan

belajar anak. Termasuk faktor fisik dalam lingkungan keluarga adalah: ekonomi

keluarga yaitu keadaan rumah dan ruangan tempat belajar, sarana dan prasarana

belajar yang ada, suasana dalam rumah apakah tenang atau banyak kegaduhan,

juga suasana lingkungan disekitar rumah.

Hasil belajar merupakan hasil interaksi antara kondisi internal dan kondisi

eksternal yang berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan

motorik, sikap dan strategi kognitif, berdasarkan pendapat tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor

intern dan ekstern. Faktor intern terdiri dari dari faktor jasmaniah, psikologi,

minat, motivasi dan cara belajar. Sedangkan faktor ekstern terdiri atas faktor

keluarga, sekolah,dan masyarakat.

3. Pengkuran Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2009:2), penilaian adalah suatu kegiatan atau tindakan

untuk melihat sejauh mana tujuan instruksional dikuasai oleh siswa dalam bentuk

hasil belajar. Alat penilaian hasil belajar dapat berupa tes dan non tes. Kategori

tes seperti tes lisan dan tes tulisan (objektif atau esay), sedangkan kategori non tes

89

meliputi observasi, kuesioner, wawancara, skala, sosiometri, studi kasus dan

checklist.

Pada proses pembelajaran, alat ukur yang umumnya digunakan guru untuk

mengukur hasil belajar siswa adalah Tes Hasil Belajar (THB). Menurut Purwanto

(2009:66), THB merupakan tes penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan

oleh guru atau dipelajari siswa. Tes diujikan setelah siswa memperoleh sejumlah

materi sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui penguasaan siswa

terhadap materi tersebut. Bentuk tes yang paling sering digunakan guru adalah tes

objektif pilihan ganda. Menurut Sudjana (2009:49), kelebihan bentuk soal ini

adalah : (1) materi yang diujikan dapat mencakup sebagian besar dari bahan

pengajaran yang diberikan, (2) jawaban siswa dapat dikoreksi (dinilai) dengan

mudah dan cepat dengan menggunakan kunci jawaban, dan (3) jawaban untuk

setiap jawaban sudah pasti benar sehingga penilaian bersifat objektif. Sedangkan

kelemahannya adalah : (1) Kemungkinan untuk melakukan tebakan jawaban

masih cukup besar, dan (2) proses berfikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.

Menurut Sudjana dan Ibrahim (2004:100), ada dua jenis tes hasil belajar,

yaitu tes baku (standardized test) yang dibuat para ahli dan tes tidak baku (buatan

guru atau peneliti). Tes buatan peneliti sekalipun tidak baku tetap dapat digunakan

dalam penelitian asalkan telah memenuhi persayaratan validitas dan reliabelitas.

Menurut Sukmadinata (2009b:229), beberapa validitas yang harus diperhatikan

peneliti adalah validitas isi, validitas konstruk, dan validitas kriteria.

Validitas isi (content validity) berkenaan dengan isi dari instrumen.

Pengujian validitas isi bertujuan untuk memastikan apakah isi instrumen

90

mengukur secara tepat keadaan yang akan diukur. Menurut Purwanto (2009:120-

121), pengujian valisitas isi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:

(1) Telaah butir (item review) yaitu dengan mencermati kesesuaian isi butir yang

ditulis dengan perencanaan yang dituangkan dalam kisi-kisi. Apabila butir-butir

telah sesuai dengan kisi-kisi maka instrumen dikatakan valid. (2) Pertimbangan

ahli (expert judgement). Ahli disini berarti orang yang memahami atau memiliki

kompetensi dibidang instrumen penelitian. (3) Pertimbangan profesonal

(Professional judgmenet), yaitu meminta pertimbangan orang yang menekuni

bidang tertentu seperti dokter, guru, mekanik, dan lain-lain. (4) Pertimbangan

beberapa orang yang memiliki kompetensi untuk memberikan penilaian (inter-

rater judgement).

Validitas konstruk (construct validity) berkenaan dengan konstruk atau

struktur dan karakteristik psikologis aspek yang akan diukur dengan instrumen.

Pengujian ini bertujuan untuk melihat kesesuai konstruksi butir yang ditulis

dengan kisi-kisinya. Menurut Purwanto (2010:125), metode yang dapat digunakan

adalah metode telaah butir. Metode ini dilakukan denga mencermati kesesuaian

penempatan butir-butir dalam faktornya dari sisi konstruksinya. Instrumen

dikatakan valid apabila konstruksinya sesuai dengan kisi-kisi instrumen yang

telah dibuat.

Validitas criteria (criterion validity) berkenaan dengan tingkat ketepatan

instrumen mengukur segi yang akan diukur yaitu hasil belajar siswa.

Pengujiannya dilakukan dengan cara membandingkan instrumen dengan kriteria

tertentu di luar instrumen. Validitas kriteria dibedakan menjadi validitas konkuren

91

dan validitas prediktif. Validitas konkuren dilakukan dengan cara membandingkan

instrumen yang dibuat dengan instrumen yang sudah ada sebelumnya, misalnya

hasil pengujian intrumen yang dibuat dengan hasil ulangan harian yang sesuai

dengan materi yang diujikan. Validitas prediktif dilakukan dengan cara

membandingkan instrumen yang dibuat dengan yang belum ada sehingga

pembandingnya harus diprediksi terlebih dahulu. Misalkan saja menguji

reliabelitas instrumen tes seleksi siswa baru, kita membandingkan hasil

ujicobanya dengan hasil tes ulangan harian yang kira-kira materinya sama karena

hasil tes seleksi siswa baru belum ada. Di dalam penelitian ini, validitas criteria

diabaikan dengan asumsi bahwa jika tes telah valid secara konten dan konstruk

maka instrumen tersebut akan tepat mengukur apa yang akan diukur.

Syarat tes hasil belajar berikutnya adalah reliabel. Menurut Purwanto

(2009:153-154), reliabelitas berasal dari kata rely yang artinya percaya dan

reliabel yang artinya dipercaya. Keterpercayaan berhubungan dengan ketepatan

dan konsistensi. Tes hasil belajar dikatakan dapat dipercaya apabila memberikan

hasil pengukuran yang relatif tetap dan konsisten. Menurut Sukmadinata

(2009b:229), reliabilitas berkenaan dengan keajegan atau ketepatan hasil

pengukuran Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabilitas yang tinggi jika

tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap yang dihitung dengan koefesien

reliabilitas.