22 bab ii ) sebagai suatu upaya atau proses...
TRANSCRIPT
22
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Belajar dan Pembelajaran
1. Konsep Belajar
Konsep belajar (learning) sebagai suatu upaya atau proses perubahan
perilaku seseorang sebagai akibat interaksi peserta didik dengan berbagai sumber
belajar yang ada di sekitarnya. Salah satu tanda seseorang telah belajar adalah
adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotor), dan nilai sikap (afektif). Dengan demikian belajar
adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap.
Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil
pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu
mengomunikasikannya kepada orang lain (Pidarta, 2000:197). Dengan demikian
belajar menuntut adanya perubahan yang relatif permanen pada pengetahuan atau
perilaku seseorang karena pengalaman (Mayer, 1982:1040 dalam Seels & Richey,
2000:13).
Belajar merupakan suatu proses pribadi yang tidak harus dan atau
merupakan akibat kegiatan mengajar. Guru melakukan kegiatan mengajar tidak
selalu diikuti terjadinya kegiatan belajar pada peserta didik. Sebaliknya, peserta
didik dapat melakukan kegiatan belajar tanpa harus ada guru yang mengajar.
Namun, dalam kegiatan belajar peserta didik ini ada kegiatan membelajarkan,
yaitu misalnya yang dilakukan oleh penulis bahan ajar, atau pengembang paket
belajar dan sebagainya (Miarso, 2004:553-554).
22
23
Dalam kegiatan pembelajaran ini tentu saja tidak dapat dilakukan
sembarangan, tetapi harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar
tertentu agar bisa bertindak secara tepat. Artinya teori-teori dan prinsip-prinsip
belajar ini diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan dalam merancang dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Ada banyak teori-teori belajar, setiap teori belajar memiliki konsep atau
prinsip-prinsip sendiri tentang belajar yang mempengaruhi bentuk atau model
penerapannya dalam kegiatan pembelajaran (Suciati & Irawan, 2001:2). Meskipun
banyak teori belajar, namun ada kesamaan umum dalam mendefinisikan belajar.
Empat rujukan yang terkandung dalam definisi belajar adalah: a) adanya
perubahan atau kemampuan baru; b) perubahan atau kemampuan baru itu tidak
berlangsung sesaat, tetapi menetap dan dapat disimpan (permanen); c) perubahan
atau kemampuan baru itu terjadi karena ada usaha; dan d) perubahan atau
kemampuan baru tidak hanya timbul karena faktor pertumbuhan (Miarso,
2004:550-551).
24
a. Teori-teori Belajar
Ada beberapa teori belajar yang melandasi pelaksanaan pembelajaran di
kelas, yaitu:
1) Teori Belajar Behaviorisme
Menurut teori behaviorisme, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-
kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalaman-
pengalaman belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi
karena adanya stimulasi dan respon yang diamati. Seseorang dianggap telah
belajar apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori
behaviorisme manipulasi lingkungan sangat penting agar dapat diperoleh
perubahan tingkah laku yang diharapkan.
Menurut pandangan behaviorisme, belajar pada hakikatnya adalah
pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindera dengan
kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respons (S-
R). Skinner dengan teori operant conditioning menjelaskan belajar sebagaimana
yang dikutip oleh Bell-Gredler (1986:80) adalah:
In Skinner's view, learning is behavior. As the subject learns, responses increase and when unlearning occurs, the rate of responding fall (Skinner, 1950). Learning is therefore formally defined as a change in the likelihood or probability of response. Probability or responding is difficult to measure. Therefore, Skinner suggests that learning should be measured by the rate of frequency of responding.
Menurut pandangan Skinner belajar merupakan respon (tingkah laku) yang
baru. Pada dasarnya respon yang baru itu sama pengertiannya dengan tingkah laku
(pengetahuan, sikap, keterampilan) yang baru. Respon itu terjadi bila siswa belajar
25
dan tidak akan terjadi bila tidak ada proses belajar dan belajar dapat diukur
melalaui laju atau frekwensi respon yang diberikan siswa.
Menurut Gagne (1985:2) belajar ialah perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar terus menerus, bukan hanya
disebabkan proses pertumbuhan saja. Perubahan dalam belajar itu sendiri adalah
perubahan perilaku, dan kesimpulan seseorang belajar dapat dilihat dengan
membandingkan tingkah laku sebelum dan setelah adanya pembelajaran.
Perubahan tingkah laku dimaksud adalah penambahan kapabilitas dari beberapa
tipe performance. Dengan demikian belajar itu menghasilkan berbagai macam
tingkah laku yang berbeda-beda, seperti pengetahuan, sikap, keterampilan,
kemampuan, informasi, dan nilai. Berbagai macam tingkah laku yang berbeda-
beda inilah yang disebut dengan kapabilitas sebagai hasil belajar.
Untuk mencapai perubahan tingkah laku, perlu diterapkan prinsip-prinsip
teori behaviorisme dalam sistem pembelajaran di kelas. Menurut Hartley &
Davies (1978) dalam Soekamto (1992:23) bahwa prinsip-prinsip tersebut
mencakup: 1) proses belajar dapat terjadi dengan baik bila peserta didik ikut
terlibat aktif di dalamnya; 2) materi pembelajaran disusun dalam urutan yang logis
supaya peserta didik mudah mempelajarinya dan dapat memberikan respons yang
di berikannya telah benar; 3) setiap kali peserta didik memberikan respon yang
benar perlu diberi penguatan (reinforcement).
Adapun langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori behaviorisme,
dalam merancang kegiatan pembelajaran, adalah: a) menentukan tujuan
pembelajaran; b) menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk
26
mengidentifikasi pengetahuan awal (entry behavior) peserta didik; c) menentukan
materi pembelajaran; d) memecah materi pembelajaran menjadi bagian-bagian
kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dan sebagainya; e)
menyajikan materi pembelajaran; f) memberikan stimulus, g) mengamati dan
mengkaji respons yang diberikan peserta didik; h) memberikan penguatan
(reinforcement) yang berupa penguatan positif atau penguatan negatif, atau
hukuman; i) memberikan stimulasi baru; j) mengamati dan mengkaji respons yang
diberikan peserta didik; k) memberikan penguatan lanjutan atau hukuman; dan m)
evaluasi hasil belajar (Suciati & Irawan, 2001:31-32).
2) Teori Belajar Kognitif
Kelompok teori kognitif beranggapan bahwa belajar adalah
pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi
dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dan
perubahan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh persepsi berpikir internal yang
terjadi selama proses belajar. Menurut pandangan kognitif belajar sebagai
perubahan perilaku peserta didik terbentuk bukan karena hubungan stimulus dan
respons, akan tetapi lebih disebabkan dorongan dari dalam atau oleh pemanfaatan
potensi yang dimiliki oleh siswa (Sanjaya, 2005:94).
Prinsip-prinsip teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan
pemahaman yang selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku. Teori ini menekankan
pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dalam
27
konteks situasi secara keseluruhan. Dengan demikian, belajar melibatkan proses
berpikir yang kompleks dan mementingkan proses belajar. Yang termasuk dalam
ke kelompok teori ini adalah teori perkembangan Piaget, teori kognitif Bruner,
teori belajar bermakna Ausubel dan lain-lain.
a) Teori Perkembangan Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika
yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem
syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin
kompleks dan ini memunglcinkan kemampuannya meningkat (Traves dalam
Soekamto, 1992:28). Oleh karena itu, proses belajar seseorang akan mengikuti
pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umumya. Penjenjangan ini
bersifat hierarki yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umumya.
Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu di luar kemampuan kognitifnya.
Ada empat tahap perkembangan kognitif anak, yaitu: a) tahap
sensorikmotorik yang bersifat internal (0-2 tahun); b) tahap preoperasional (2-6
tahun); c) tahap operasional kongkret (6-12 tahun); dan d) tahap formal yang
bersifat internal (12-18 tahun).
Perkembangan intelektual seseorang menunjukkan bahwa semakin tinggi
tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak
cara berpikirnya. Oleh karena itu, para guru, perancang pembelajaran, dan
pengembang program-program pembelajaran harus dapat memahami tahap-tahap
perkembangan kognitif peserta didiknya sehingga dapat merancang,
melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap
28
perkembangannya. Dengan kata lain dapat mengembangkan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan kesiapan dan kematangan peserta didik.
Teori schemata memandang bahwa proses pembelajaran sebagai perolehan
pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara mengaitkannya dengan
struktur kognitif yang sudah ada (Warsita, 2008:70). Schemata adalah unit dasar
perkembangan intelektual. Maka hasil belajar merupakan hasil dari
pengorganisasian struktur kognitif yang baru, merupakan integrasi antara
pengetahuan yang lama dengan yang baru. Struktur kognitif yang baru akan
menjadi dasar pada kegiatan belajar berikutnya. Artinya, setiap saat kita
memperoleh informasi, diidentifikasi, diproses, dan disimpan dengan baik/lebih
lama sehingga dapat mengembangkan kemampuan dalam mengklasifikasi objek.
Aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran perlu menggunakan media atau alat
peraga dan sumber belajar lain.
Menurut Piaget, secara garis besar langkah-langkah pembelajar dalam
merancang pembelajaran adalah: 1) menentukan tujuan pembelajaran; 2) memilih
materi pembelajaran; 3) menentukan topik-topik yang dapat dipelajari peserta
didik secara aktif; 4) menentukan dan merancang kegiatan pembelajaran yang
sesuai dengan topik; 5) mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang
kreativitas dan cara berpikir peserta didik; dan 6) melakukan penilaian proses dan
hasil belajar peserta didik (Suciati & Irawan, 2001:37).
Aplikasi praktisnya dalam pembelajaran menuntut keterlibatan peserta
didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, proses
asimilasi (informasi lama disatukan atau diintegrasikan sehingga menyatu dengan
29
informasi baru) dan akomodasi (mengubah atau membentuk) pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.
b) Teori Konstructivist Bruner
Tema dalam kerangka teori Bruner adalah bahwa belajar merupakan
proses aktif di mana peserta didik mengkonstruk gagasan atau konsep baru
berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Peserta didik menyeleksi dan
mengubah informasi, mengkonstruksi hipotesis, dan membuat keputusan
didasarkan pada stuktur kognitif (TIP, 1998). Bruner menyatakan bahwa tugas
mengajar suatu mata pelajaran pada peserta didik dalam usia berapa pun adalah
memperkenalkan struktur keilmuan mata pelajaran tersebut sesuai dengan cara
berpikir peserta didik (Kamarga, 2000:50).
Berdasarkan pernyataan tersebut, terdapat prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan: a) pembelajaran harus memperhatikan pengalaman dan konteks
yang menuntun peserta didik untuk mau dan dapat belajar (readiness); b)
pembelajaran harus terstruktur sehingga secara mudah dapat diterima oleh peserta
didik (spiral organization); dan c) pembelajaran harus dirancang untuk
memudahkan dilakukannya eksplorasi atau mengisi kesenjangan (going beyond
the information given) (TIP, 1998).
Gagasan utama constructivism adalah bahwa seseorang belajar secara
terkonstruksi, membangun pengetahuan berlandaskan apa yang telah dimiliki. Di
sini terdapat 2 (dua) pengertian yakni (a) siswa mengkonstruk pemahaman baru
dengan menggunakan apa yang telah mereka ketahui sebelumnya, dan (b) belajar
adalah proses aktif, di mana peserta didik dihadapkan dengan apa yang mereka
30
pahami dan dipertemukan dengan situasi baru. Proses aktif di sini mengacu
kepada aplikasi pemahaman yang dimiliki, menghubungkannya dengan elemen
elemen yang baru, mempertimbangkan konsistensi pengetahuan yang lama
dengan yang baru, dan berdasarkan pertimbangan tersebut dapat memodifikasi
pengetahuan (Sedletter, 1996 dalam Kamarga, 2000:50).
c) Teori belajar bermakna menurut Ausubel
Teori Ausubel berkenaan dengan bagaimana individu mempelajari
sejumlah besar materi secara bemakna dari presentasi verbal atau teks dalam
lingkup sekolah. Menurut Reilly & Lewis (1983) dalam Warsita (2008:73) ada
dua persyaratan untuk membuat materi pelajaran bermakna, yaitu: a) pilih materi
yang secara potensial bermakna lalu diatur sesuai dengan tingkat perkembangan
dan pengetahuan masa lalu, dan b) diberikan dalam situasi belajar yang bermakna.
Pembelajaran bermakna (meaningful learning) merupakan suatu proses
dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif peserta didik. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa
pembelajaran ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-
konsep, informasi, atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di
dalam struktur kognitif peserta didik. Proses belajar tidak sekedar menghafal
konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan
menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh
sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah
dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka para guru,
perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran harus
31
selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki
peserta didik dan membantu memadukannya secara harmonis dengan pengetahuan
baru yang akan dipelajari.
3) Teori Belajar Konstruktivisme
Dalam orientasi baru Psikologi, konstruktivisme mengajarkan kita ilmu
tentang bagaimana anak manusia belajar. Mereka belajar mengonstruksikan
(membangun) pengetahuan, sikap, atau keterampilannya sendiri, tidak dengan
memompakan pengetahuan itu ke dalam otaknya. Menurut teori konstruktivisme
pengetahuan bukan merupakan kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang
dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek,
pengalaman, ataupun lingkungannya. Oleh karena itu, dalam belajar harus
diciptakan lingkungan yang mengundang atau merangsang perkembangan
otak/kognitif peserta didik (Semiawan, 1997:21).
Teori konstruktivisme yang landasan dasarnya schema. Teori schema
memandang bahwa proses pembelajaran sebagai perolehan pengetahuan baru
dalam diri peserta didik dengan cara mengaitkannya dengan struktur kognitif yang
sudah ada. Hasil belajar merupakan hasil dari pengorganisasian struktur kognitif
yang baru, yaitu integrasi antara pengetahuan lama dengan yang barn. Jadi,
struktur kognitif yang baru nantinya menjadi dasar pada kegiatan belajar
berikutnya.
Belajar menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembentukan
pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh peserta didik sendiri. Maka
32
peserta didik harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan
memberi makna sesuatu yang dipelajarinya. Maka para guru, perancang
pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran ini berperan
untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Artinya
mereka perlu mengatur lingkungan agar peserta didik termotivasi untuk belajar
(Budiningsih, 2005). Dengan kata lain para guru, perancang pembelajaran, dan
pengembang program-program pembelajaran ini berperan untuk membantu proses
pengonstruksian pengetahuan oleh peserta didik agar berjalan lancar. Dengan
demikian, para guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya, tetapi
membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
Jean Piaget (1986-1980) dalam Sagala (2005:24) berpendapat bahwa ada
dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak
yaitu: 1) proses asimilasi, dalam proses ini akan menyesuaikan informasi yang
baru dengan informasi yang telah ia ketahui sebelumnya, 2) proses akomodasi,
yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah
diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan
lebih baik. Belajar menurut Piaget mengandung makna sebagai perubahan
struktural yang saling melengkapi antara asimiliasi dan akomodasi dalam proses
penyusunan kembali dan mengubah apa yang telah diketahui melalui belajar.
Teori konstruktivisme menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan
karena adanya karsa peserta didik. Penataan kondisi bukan penyebab terjadinya
belajar, melainkan sekedar memudahkan belajar. Keaktifan peserta didik menjadi
33
unsur yang amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri
merupakan jaminan untuk mencapai hasil belajar yang sejati.
Implementasi teori konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran, di mana
belajar merupakan proses pemaknaan informasi baru, oleh karena itu peserta didik
perlu: a) didorong munculnya diskusi pengetahuan yang dipelajari; b) berpikir
divergent bukan hanya satu jawaban benar; c) berbagai jenis luapan berpikir atau
aktivitas belajar; dan d) gunakan informasi pada situasi baru (Warsita, 2008:79).
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan supaya
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas. dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Pasal 19. PP No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
Berdasarkan uraian teori dan konsep tentang belajar tersebut di atas, maka
dapat diketahui bahwa belajar merupakan perubahan perilaku peserta didik yang
diperoleh setelah berinteraksi dengan lingkungan dalam suatu suasana
pembelajaran. Perubahan perilaku itu berupa penguasaan konsep terhadap materi
pembelajaran. Penguasaan konsep tersebut adalah baru, bukan yang telah dimiliki
siswa sebelum memasuki kondisi atau situasi pembelajaran dimaksud. Hasil
belajar dipengaruhi oleh kondisi internal dan kondisi eksternal dalam
pembelajaran. Kondisi eksternal merupakan stimulus dari lingkungan dalam
kegiatan pembelajaran sedangkan kondisi internal menggambarkan keadaan
internal dan proses kognitif yang dilakukan siswa.
34
4) Teori Belajar Sibernetik
Teori belajar sibernetik berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu
dan informasi. Menurut teori sibernetik belajar adalah mengolah informasi (pesan
pembelajaran). Proses belajar dianggap penting, tetapi yang lebih penting lagi
adalah sistem informasi yang akan diproses dan akan dipelajari oleh peserta didik.
Oleh karena itu, proses belajar akan sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Demikian pula dengan cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi
(Warsita, 2008:76).
Aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan
Landa yaitu model pendekatan algoritmik dan heuristik. Pendekatan belajar
algoritmik menuntut peserta didik untuk berpikir secara sistematis, tahap demi
tahap, linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target tujuan tertentu. Sedangkan
pendekatan heuristik menuntut peserta didik berpikir secara divergen, menyebar
ke beberapa target sekaligus, menyeluruh dan fleksibel (Sukmadinata, 2007:134,
Budiningsih, 2005:87).
Selain itu juga dikembangkan oleh Pask dan Scott yang membagi tipe
peserta didik menjadi wholist dan serialist. Peserta didik tipe wholist
(menyeluruh) biasanya cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang paling
umum, kemudian bergerak ke yang lebih khusus (rinci). Sedangkan peserta didik
tipe serialist cenderung berpikir secara setahap demi setahap atau linier
(algoritmik) (Budiningsih, 2005:88).
Dengan demikian, aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran
dapat diterapkan dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: 1)
35
menentukan tujuan-tujuan pembelajaran; 2) menentukan materi pembelajaran; 3)
mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran; 4)
menentukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan sistem informasi
tersebut (apakah algoritmik atau heuristik); 5) menyusun materi pembelajaran
dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya; dan 6) mengkaji materi
dan membimbing peserta didik belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan
materi pelajaran (Suciati & Irawan, 2001: 46-47).
b. Prinsip-prinsip Teori Pembelajaran yang Melandasi Penerapan Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial
Pembelajaran berbasis komputer model tutorial merupakan pembelajaran
dengan memanfaatkan multimedia berbasis ICT dalam implementasi
pembelajaran Geografi. Penggunaan ICT dalam pembelajaran di awali oleh B.F.
Skinner (1954) dengan konsep pembelajaran terprogram (programmed
instructions). Tahun 1958 Skinner membuat sebuah mesin pembelajaran (teaching
machine). Mesin ini tidak mengajar, tetapi diprogram dengan menggunakan
logika tertentu sehingga mesin dapat menyajikan materi pelajaran dan seolah-olah
berinteraksi dengan peserta didik.
Mesin pembelajaran dikembangkan berdasarkan teori belajar tingkah laku
(behaviorism theory). Menurut teori ini tujuan pembelajaran adalah untuk
mengubah tingkah laku peserta didik. Perubahan tingkah laku harus tertanam
dalam diri peserta didik sehingga menjadi suatu kebiasaan. Agar tingkah laku
menjadi suatu kebiasaan, perlu diberikan penguatan (reinforcement) berupa
36
pemberitahuan bahwa apa yang dilakukan adalah betul dalam setiap terjadinya
perubahan perilaku positif ke arah tujuan yang dikehendaki.
Berdasarkan teori tersebut diperoleh prinsip-prinsip pembelajaran sebagai
ladasan pemanfaatan pembelajaran berbasis komputer dalam pembelajaran
geografi di Madrasah Aliyah. Prinsip-prinsip dasar pembelajaran tersebut adalah:
a) menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku; b)
menggunakan prinsip penguatan, yaitu untuk mengidentifikasi aspek paling
diperlukan dalam pembelajaran dan untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik
dapat mencapai peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran; c)
mengidentifikasi karakteristik peserta didik, untuk menetapkan pencapaian tujuan
pembelajaran; dan d) menekankan pada hasil belajar dan perbaikan proses
pembelajaran (Warsita, 2008:88-89).
Berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut maka penerapan
program pembelajaran berbasis komputer diarahkan untuk: 1) memperkuat respon
peserta didik secepatnya dan sesering mungkin; 2) memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengontrol laju kecepatan belajar sendiri; 3) peserta
didik mengikuti suatu urutan koheren dan terkendalikan; 4) memberikan
kesempatan adanya partisipasi dari peserta didik dalam bentuk respon baik berupa
jawaban, pemilihan, keputusan percobaan dan lain-lain (Warsita, 2008:169-170).
Aplikasi prinsip-prinsip teori belajar dalam penerapan pembelajaran
berbasis komputer model tutorial dalam geografi di atas merupakan hasil
pengkajian atas seluruh unsur dan aspek pemanfaatan ICT untuk pembelajaran
37
sehingga bisa didapatkan pegangan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam
pemanfaatan sistem pembelajaran berbasis ICT.
2. Konsep Pembelajaran
Konsep pembelajaran dalam konsep teknologi pendidikan menurut Miarso
(2004: 528) dibedakan menjadi pembelajaran (instructional) dan pengajaran
(teaching). Pembelajaran disebut juga kegiatan pembelajaran merupakan usaha
mengelola Iingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara
positif dalam kondisi tertentu. Sedangkan pengajaran adalah usaha membimbing
dan mengarahkan pengalaman belajar kepada peserta didik. Istilah mengajar
(teaching) sebagai penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik (getting
content from the text into the head of learner) dianggap tidak sesuai lagi, sehingga
dalam literatur teknologi pendidikan hanya digunakan istilah pembelajaran.
Pembelajaran menurut Dick & Carey (1990:2) adalah proses sistematis di
mana semua komponen, antara lain guru, siswa, material dan lingkungan belajar
merupakan komponen penting untuk keberhasilan belajar. Pembelajaran sebagai
sebuah sistem menggunakan pendekatan sistem dalam desain pembelajaran.
Dalam pandangan sistem semua komponen yang terlibat dalam pembelajaran
saling berinteraksi satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Istilah pembelajaran banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-
holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah
pembelajaran dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat
mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media
38
seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio, komputer dan dan
sebagainya, sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru
dalam mengelola proses pembelajaran, dari guru sebagai sumber belajar menjadi
guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran (Sanjaya: 2005:78).
Hal ini seperti yang diungkapkan Gagne & Briggs (1979:3), yang
menyatakan bahwa: “instructions are a set of event that effect learner in such a
way that learning is facilitated”. Sehingga mengajar atau teaching merupakan
bagian dari pembelajaran (instructions), di mana peran guru lebih ditekankan
kepada bagaimana merancang atau mengelola berbagai sumber dan fasilitas yang
tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu.
Lebih lengkap Gagne & Briggs (1979:3) menyatakan:
Why do we speak of “instruction” rather than “teaching”? It is because we wish to describe all of the events which may have a direct effect on the learning of human being, not just those set in motion by an individual who is teacher. Instruction may include events that are generated by a pade print, by a picture, by television program, or by a combination of physical objects, among other things. Of course, a teacher may play an essential role in the arrangement of any these events.
Dalam istilah pembelajaran yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan
sebagai subjek belajar yang memegang peranan utama, sehingga dalam setting
proses belajar mengajar siswa dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara
individual mempelajari bahan pelajaran. Dengan demikian kalau dalam istilah
teaching menempatkan guru sebagai pemeran utama dalam memberikan informasi
kepada siswa, maka dalam istilah instruction guru lebih banyak sebagai fasilitator
yang mengelola berbagai sumber belajar untuk dipelajari siswa.
39
Pembelajaran menurut UUSPN No 20 tahun 2003, adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran sebagai proses belajar yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi pelajaran.
Aktivitas proses pembelajaran diwujudkan dalam bentuk interaksi belajar
mengajar dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan,
artinya interaksi yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya
adalah tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada
perencanaan pembelajaran.
Dengan semakin berkembangnya teknologi dalam pembelajaran, pola
interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar mengalamai perubahan dari pola
pembelajaran yang bersifat tradisional, di mana guru memegang peranan utama
dalam menentukan isi dan metode, termasuk dalam menilai kemajuan belajar
siswa menjadi guru sebagai facilitator. Hal ini dijelaskan Morris (Rusman,
2009:222) yang mengklasifikasikan empat pola pembelajaran sebagai berikut:
a. Pola Pembelajaran Tradisional I
Merupakan pola pembelajaran dalam bentuk tatap muka antara guru dan
siswa. Dalam pola ini guru bertindak selaku Komponen Sistem Instruksional,
merupakan satu-satunya sumber belajar. Pola ini dapat digambarkan dalam
diagram berikut:
40
Gambar 2.1 Pola Pembelajaran Tradisional I
Contoh: seorang guru yang mengajar dengan metode ceramah
/tanyajawab. Guru hanya menyampaikan materi pelajaran tanpa menggunakan alat
bantu media untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
yang akan diajarkan.
b. Pola Pembelajaran Tradisional II
Pola pembelajaran tradisional II ini merupakan bentuk tatap muka antara
guru dengan murid. Guru dengan menggunakan “ alat bantu audiovisual” untuk
membantu kegiatan pembelajaran. Pola ini masih tetap memandang guru sebagai
Komponen Sistem Instruksional yang utama, dengan sumber belajar lain (seperti
bahan pelajaran, perangkat keras, teknik) yang digunakan sebagai tambahan. Pola
ini dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:
Gambar 2.2 Pola Pembelajaran Tradisional II
Contoh: seorang guru yang hanya mengajar dengan menggunakan alat
peraga, transparan (OHP). Disamping menerangkan dengan metode ceramah, guru
Penenetapan Isi
dan Metode
Tujuan Guru Siswa
Tujuan Penerapan dan
metode
Guru dengan
media
Siswa
41
juga mendemonstrasikan dengan alat peraga atau menunjukkan dengan transparan
(OHP). Guru yang lebih banyak berbicara menerangkan materi yang berkaitan
dengan pokok bahasan saat itu.
c. Pola Pembelajaran Guru dan Media
Pola pembelajaran ini mengandung pemanfaatan sistem pembelajaran
yang lengkap, meliputi pembelajaran bermedia dimana guru terlibat dalam
merancang dan menilai serta menyeleksi, maupun berperan dalam fungsi
pemanfaatan untuk hal-hal yang belum tercakup dalam sistem instruksional.
Sebagian besar proses pembelajaran di berikan melalui sistem instruksional yang
telah dirancang sebelumnya, dan yang terdiri dari Komonen Sistem Instruksional
yang bukan manusia (bahan, peralatan, teknik). Pola ini dapat digambarkan dalam
diagram berikut:
Gambar 2.3 Guru dengan Media
Contoh: seorang guru yang mengajar dengan menggunnakan media
komputer, LCD atau media pembelajaran elektronik lainnya, dihadapan siswa.
Seorang guru melaksanakan pembelajaran dan mengevaluasi hasil belajar dengan
menggunakan media yang sudah dirancangnya sebelumnya. Guru tidak banyak
menjelaskan materi pelajaran yang dibahas saat itu, tetapi guru hanya
Tujuan Penerapan dan
metode
Siswa Guru
Media
42
menampilkan materi pelajaran melalui media komputer, LCD atau media
elektronik lainnya yang sudah dirancang sebelumnya. Di dalam media
pembelajaran tersebut sudah berisi tentang materi pelajaran, penjelasannya dan
evaluasi hasil belajarnya.
d. Pola Pembelajaran Bermedia
Semakin meningkatnya kebutuhan terhadap kegiatan pembelajaran, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif, maka semakin dirasakan terbatasnya tenaga
pengajar. Dengan demikian, kehadiran guru di kelas dapat digantikan oleh media
yang diciptakannya. Media tersebut disebut guru-media. Pola pembelajaran ini
meliputi penggunaan sistem pembelajaran lengkap yang hanya terdiri dari
pembelajaran bermedia, dimana guru tidak berperan langsung. Pendekatan “media
saja” seperti pada gambar berikut:
Gambar 2.4 Pembelajaran Bermedia
Contoh: seorang guru yang melaksanakan pembelajaran jarak jauh melalui
media elektronik seperti TV, Radio atau komputer dll. Guru menyampaikan
materi pelajaran, penjelasan dan menyampaikan soal melalui shoting rekaman TV,
Radio, CD, Kaset atau memasukan materi pelajaran, penjelasan dan evaluasi
belajar kedalam alamat e-mail yang dimilikinya dan di kirim kepada alamat e-mail
Penerapan dan
metode
Tujuan Media Siswa
43
siswa. Siswa mempelajari materi pelajaran melalui internet atau alamat e-mail
guru atau alamat e-mail yang dimiliki, dan menyampaikan jawaban pertanyaan
atau evaluasi belajar kepada guru melaui e-mail atau faximily.
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan, pembelajaran adalah
proses interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses interaksi dalam pembelajaran
ini dapat berlangsung dalam beberapa pola pembelajaran, yaitu kurikulum-guru-
siswa, kurikulum-guru-media-siswa, kurikulum-guru-media-siswa dan kurikulum-
media-siswa.
B. Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Media merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah
dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Wina Sanjaya dalam buku
”Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan” (2009)
menjelaskan kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, seperti media
dalam menyampaikan pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang
teknik. Istilah media digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan
sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran.
Media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam proses belajar
mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai
proses dan hasil pembelajaran secara efektif dan efisien, serta tujuan pembelajaran
tersebut dapat tercapai dengan mudah (Rohani, 1997: 4).
44
Yudi Munadi (2008: 7) mengungkapkan bahwa media pembelajaran dapat
dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan
pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang
kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan
efektif.
Secara umum, ada dua konsep atau definisi media pendidikan atau media
pembelajaran. Rossi dan Breidle (1966: 3) mengemukakan bahwa media
pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai
tujuan pendidikan seperti radio, televise, buku, Koran, majalah buku dsb. Menurut
Rossi alat-alat seperti radio dan televisi kalau digunakan dan diprogramkan untuk
pendidikan maka merupakan media pembelajaran.
Namun demikian media bukan hanya berupa alat dan bahan saja, akan
tetapi hal-hal yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach
dan Ely (1980: 244) menyatakan “A medium, conceived is any person, material or
even that establishs condition which enable the learner to acquire knowledge,
skill and attitude.” Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang,
bahan, perlatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan
siswa memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Jadi dalam pengertian ini
media bukan hanya alat perantara seperti TV, radio, slide, bahan cetakan tetapi
meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan
semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi dan lain sebagainya yang
dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa,
simulasi untuk menambah ketrampilan.
45
Sedangkan Hamalik (2007) mendefinisikan media sebagai tehnik yang
digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid dalam
proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Dengan demikian yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah suatu
“alat, sarana” (cetak elektronik) yang dipergunakan untuk menghubungkan siswa
dengan substansi bahan ajar yang bertujuan mengoptimalkan pencapaian
kompetensi hasil belajar.
2. Kedudukan Media Dalam Pembelajaran
Kedudukan media dalam pembelajaran sangatlah penting bahkan sejajar
dengan metode pembelajaran, karena metode yang digunakan dalam proses
pembelajaran biasanya akan menutut media yang akan disesuaikan dengan kondisi
dalam pembelajaran, baik materi, karakteristik siswa dan bahkan jumlah siswa
(kelompok besar, kecil atau individual). Pembelajaran merupakan suatu proses
transaksional dalam menyampaikan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor,
maka jika diilustrasikan posisi media sejajar dengan proses komunikasi yang
terjadi adalah seperti gambar dibawah ini (Rusman, 2009:153).
Gambar 2.5 Posisi Media dalam proses komunikasi
Pembelajaran juga merupakan proses komunikasi, komunikasi antara guru
dengan siswa untuk menyampikan suatu pesan (materi pembelajaran), untuk
Komunikator Pesan Media Komunikan
46
proses penyampaian informasi/materi pembelajaran diperlukan media atau sarana
untuk membawa informasi tersebut kepada siswa.
Rusman (2009: 144) mengemukakan kedudukan media sebagai sumber
belajar dapat berfungsi sebagai:
a. Total Teaching
Sumber belajar atau media digunakan secara penuh dari awal hingga akhir
proses pembelajaran. Posisi guru hanya sebagai fasilitator dalam
pembelajaran dikelas maupun diluar kelas.
b. Major Resources
Sumber belajar atau media digunakan sebagai sumber belajar utama/dominan
dalam proses pembelajaran. Posisi guru hanya memperjelas sumber atau
media yang digunakan.
c. Suplement View
Posisi sumber belajar atau media pembelajaran hanya sebagai pelengkap
dalam proses pembelajaran, dimana posisi guru lebih banyak sebagai sumber
informasi dan sumber/media pembelajaran hanya sebagai pelengkap saja.
Rusman (2009:153) mengemukakan dalam proses pembelajaran terdapat tingkatan proses aktivitas yang melibatkan keberadaan media pembelajaran, yaitu: (1) Tingkat pengelolaan informasi, (2) tingkat penyampaian informasi, (3) tingkat penerimaan informasi, (4) tingkat pengolahan informasi, (5) tingkat respon dari peserta didik, (6) tingkat diagnosa dari pengajar, (7) tingkat penilaian dan,(8) tingkat penyampaian hasil.
Peranan media dalam pembelajaran dapat ditempatkan sebagai berikut:
(1) Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pengajaran, (2) alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut oleh
47
para siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa, (3) sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari oleh para siswa baik secara individual maupun kelompok. Dengan demikian akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan mengajarnya (Rusman 2009: 154).
3. Pentingnya Media dalam Pembelajaran
Mengapa perlu media dalam pembelajaran? Pertanyaan yang sering
muncul mempertanyakan pentingnya media dalam sebuah pembelajaran.
Mengajar dapat dipandang sebagai usaha yang dilakukan guru agar siswa belajar.
Sedangkan, yang dimaksud dengan dengan belajar itu sendiri adalah proses
perubahan tingkah laku melalui pengalaman.
Bruner (1966: 10-11) mengungkapkan ada tiga tingkatan utama modus
belajar, seperti: enactive (pengalaman langsung), iconic (pengalaman piktorial
atau gambar), dan symbolic (pengalaman abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan
keterampilan serta perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena adanya
interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang telah dialami
sebelumnya melalui proses belajar. Sebagai ilustrasi misalnya, belajar untuk
memahami apa dan bagaimana mencangkok. Dalam tingkatan pengalaman
langsung, untuk memperoleh pemahaman pebelajar secara langsung mengerjakan
atau membuat cangkokan. Pada tingkatan kedua, iconic, pemahaman tentang
mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau rekaman video.
Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, siswa memahaminya lewat
membaca atau mendengar dan mencocokkannya dengan pengalaman melihat
orang mencangkok atau dengan pengalamannya sendiri. Ketiga tingkatan
48
pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh pengalaman
(pengetahuan, pemahaman, atau sikap) yang baru.
Tingkatan pengalaman pemerolehan hasil belajar ini juga digambarkan
oleh Dale (1969) dalam Kerucut Pengalaman (cone experience). Kerucut ini
(Gambar 2.6) merupakan elaborasi yang rinci tentang konsep tiga tingkatan
pengalaman yang dikemukakan oleh Brunner sebagaimana diuraikan sebelumnya.
Hasil belajar sesorang diperoleh melalui benda tiruan, sampai kepada lambang
verbal (abstrak). Semakin keatas dipuncak kerucut semakin abstrak media
penyampaian pesan itu.
Gambar 2.6 Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Cone of Experience)
Dasar pengembangan kerucut dibawah ini bukanlah tingkat kesulitan,
melainkan tingkat keabstrakkan-jumlah jenis indera yang turut serta selama
penerimaan isi pengajaran dan pesan. Pengalaman langsung akan memberikan
kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang
abstrak
kongkrit
49
terkandung dalam pengalaman itu. Namun dengan demikian (Sanjaya, 2009: 199)
menjelaskan bahwa, pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat
disajikan secara langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan makhluk
hidup di dasar laut, tidak mungkin guru membimbing siswa langsung menyelam
didasar lautan. Untuk memberikan pengalaman semacam itu, guru memerlukan
alat bantu seperti film atau foto-foto dan lain sebagainya.
Untuk kondisi seperti inilah kehadiran media pembelajaran sangat
bermanfaat untuk digunakan sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran,
yaitu alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids). Dalam posisinya yang
sedemikian rupa, media akan dapat merangsang keterlibatan beberapa alat indera,
memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap
dan retensi belajar siswa. Oleh sebab itu dalam proses belajar mengajar sebaiknya
diusahakan agar terjadi variasi aktivitas yang melibatkan semua alat indera
pebelajar. Semakin banyak alat indera yang terlibat untuk menerima dan
mengolah informasi (isi pelajaran), semakin besar kemungkinan isi pelajaran
tersebut dapat dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan pebelajar. Jadi agar
pesan-pesan dalam materi yang disajikan dapat diterima dengan mudah (atau
pembelajaran berhasil dengan baik), maka pengajar harus berupaya menampilkan
stimulus yang dapat diproses dengan berbagai indera pebelajar dengan
pemanfaatan berbagai media yang tepat dalam proses pembelajaran.
50
4. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
a. Fungsi Media Pembelajaran
Dua sisi penting dari fungsi media dalam proses belajar mengajar dikelas
yaitu: (1) Membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan dan
mempercepat keberlangsungan PBM; penyajian informasi atau keterampilan
secara utuh dan lengkap; serta merancang lingkup informasi dan keterampilan
secara sistematis sesuai dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu; (2)
Membantu siswa dalam mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya antara lain
dalam pemusatan perhatian dan mempertahankan perhatian; memelihara
keseimbangan mental; serta mendorong belajar mandiri (mempercepat konstruksi
dan rekonstruksi) (Arifin, 2000:47).
b. Manfaat Media Pembelajaran
Kemp & Dayton (1985: 3-4) mengemukakan manfaat media pembelajaran
didalam kelas, yaitu:
1. Penyampaian pembelajaran akan menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang
melihat atau mendengar peenyajian melalui media menerima pesan yang
sama. Meskipun para guru menfsirkan isi pelajaran yang berbeda-beda,
dengan penggunaan media ragam hasil tafsiran ini dapat dikurangi sehingga
informasi yang sama dapat disampaikan kepada siswa sebagai landasan untuk
pengkajian, latihan, dan aplikasi lebih lanjut.
2. Pembelajaran bisa lebih menarik. Media dapat disosialisasikan sebagai
penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan.
Kejelasan dan ketuntasan pesan, daya tarik image yang berubah-ubah,
51
penggunaan efek khusus yang dapat menimbulkan keingintahuan
menyebabkan siswa bertanya dan berfikir, yang kesemuanya menunjukkan
bahwa media memiliki aspek motivasi dan meningkatkan minat.
3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan
prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan
balik, dan penguatan.
4. Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat karena
kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan
pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan
kemungkinannya dapat diserap siswa.
5. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilaman integrasi kata dan gambar
sebagai media pembelajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen
pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik, dan
jelas.
6. Pembelajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan atau diperlukan
terutama jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secara
individu.
7. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses
belajar dapat ditingkatkan.
8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif; beban guru untuk
penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi
bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian kepada aspek
52
penting lain dalam proses belajar mengajar, misalnya sebagai konsultan atau
penasihat siswa.
Sudjana & Rivai (2009:2) mengemukakan manfaat media pembelajaran
dalam proses belajar siswa, yaitu: (1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian
siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (2) bahan pembelajaran
akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan
memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran; (3) metode
mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui
penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak
kehabisan tenaga, apalagi kalau mengajar pada setiap jam pelajaran;dan (4) Siswa
dapat lebih bnayak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan
uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan,
mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
Encyclopedia of Educational Research dalam Hamalik (1994:15)
menjelaskan manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut:
(1) Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berfikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme. (2) Memperbesar perhatian siswa. (3) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap. (4) Memberikan pengalamn nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa. (5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontiniu, terutama melalui gambar hidup. (6) Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa. (7) Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan kergaman yang lebih banyak dalam belajar.
53
Arsyad (2007: 26-27) menjelaskan manfaat media pembelajaran sebagai
berikut:
1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu: a) Objek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung di
ruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio, atau model.
b) Objek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide, atau gambar.
c) kejadian langka yang terjadi dimasa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, slide, disamping secara verbal.
d) Objek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat ditampilkan secara konkret melalui film, gambar, slide, atau simulasi komputer.
e) Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan dengan media seperti komputer, film dan video.
f) Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama seperti proses, kepompong menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan teknik-teknik rekaman seperti time- lapse untuk film, video, slide, atau simulasi komputer.
4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang.
5. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Menurut Brets (Rusman 2009:156) dan Sanjaya (2008:212) terdapat tujuh
klasifikasi media pembelajaran, yaitu: “(1) media audio visual dan gerak, (2)
media audio visual diam, (3) media audio semi gerak, (4) media visual gerak, (5)
media visual diam, (6) media audio, dan (7) media cetak”.
54
Leshin, Pollock dan Reilught (Arsyad, 2007:36-37) mengelompokkan
media ke dalam lima kelompok, yaitu: (1) media berbasis manusia (guru,
instruktur, tutor, main peran); (2) media berbasis cetak (buku penuntun, buku
latihan, alat bantu kerja, bagan, grafik, peta, gambar;(4) media berbasis audio
visual (video, film,televisi) dan (5) media berbasi komputer (pengajaran dengan
bantuan komputer, interaktif, video.
6. Prinsip Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaan
Arsyad (2007:75-76) mengemukakan beberapa kriteria yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan suatu media, yaitu:
a. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan, yang secara umum mengacu pada salah
satu atau gabungan dari ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Tujuan ini
dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh siswa,
seperti menghafal, melakukan kegiatan yang melibatkan fisik atau pemakaian
prinsip-prinsip sebab akibat, melakukan tugas yang melibatkan pemahaman
konsep-konsep atau hubungan-hubungan perubahan dan mengerjakan tugas-
tugas yang melibatkan pemikiran pada tingkat yang leibh tinggi.
b. Tepat untuk mendukung isi pembelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip
atau generalisasi. Media yang berbeda misalnya film, grafis dan sejenisnya
memerlukan simbol dan kode yang berbeda dan oleh karena itu memerlukan
proses dan keterampilan mental yang berbeda untuk memahaminya. Agar
dapat membantu pembelajaran supaya lebih efektif, media harus selaras dan
sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa.
55
c. Praktis, luwes dan bertahan. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan di
manapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta
mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana.
d. Guru terampil menggunakannya. Ini merupakan salah satu kriteria utama,
apapun media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses
pembelajaran. Nilai manfaat media sangat ditentukan oleh kemampuan guru
untuk memanfaatkannya.
e. Pengelompokan sasaran. Media yang efektif untuk kelompok besar belum
tentu efektif untk pembelajaran individual. Perlu memilih media yang efektif
untuk kelompok besar, sedang dan kecil ataupun individu.
f. Mutu teknis. Media visual, baik gambar maupun fotograf harus memenuhi
persyaratan teknis tertentu. Misalnya visual pada slide harus jelas dan
informasi yang disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang
merupakan latar belakang.
Anderson (1987:19) menjelaskan langkah-langkah dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu : a) Menentukan tujuan pembelajaran; b) Menentukan metode pembelajaran; c) Menentukan ciri khas pembelajaran; d) Memilih media kategori pertama; e) Menganalisis ciri-ciri atau karakteristik media tersebut; f) Meren-canakan implementasi media
Sanjaya (2009:224) mengemukakan beberapa prinsip yang harus
diperhatikan dalam memilih media dalam proses pembelajaran, yaitu:
a. Pemilihan media harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Apakah tujuan tersebut bersifat kognitif, afektif atau psikomotor. Perlu dipahami tidak ada satupun media yang dapat dipakai cocok untuk semua tujuan. Setiap media memiliki karakteristik tertentu, yang harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pemakaiannya.
56
b. Pemilihan media harus didasarkan pada konsep yang jelas. Artinya pemilihan media tertentu bukan didasarkan pada kesenangan guru atau sekedar selingan dan hiburan, melainkan harus menjadi bagian integral dalam keseluruhan proses pembelajaran untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran siswa.
c. Pemilihan media harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. d. Pemilihan media harus sesuai dengana gaya belajar siswa serta gaya dan
kemampuan guru. Oleh sebab itu, guru perlu memahami karakteristik serta prosedur penggunaan media yang dipilih.
e. Pemilihan media harus sesuai dengan kondisi lingkungan, fasilitas dan waktu yang tersedia untuk kebutuhan pembelajaran.
Sungguhpun demikian pentingnya media pembelajaran dalam suatu
peroses pembelajaran, apakah sebagai alat atau sumber belajar, tetapi tidak bisa
menggantikan peranan guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru adalah suatu
hal yang mustahil dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Peranan guru masih
tetap diperlukan sekalipun media telah merangkum semua bahan pembelajaran
yang diperlukan oleh peserta didik. Guru berkewajiban memberikan bantuan
kepada peserta didik tentang apa yang harus dipelajari, bagaimana peserta didik
mempelajarinya serta hasil-hasil apa yang diharapkan diperolehnya dari media
yang digunakannya. Dengan demikian melalui media pembelajaran diharapkan
dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi kualitas hasil belajar peserta didik.
7. Pemanfatan Komputer sebagai Media Pembelajaran
Istilah komputer diambil dari bahasa Latin computare yang berarti
menghitung (to reckon atau to compare). Sedangkan menurut istilah komputer
adalah suatu alat elektronik mampu melakukan beberapa tugas, yaitu menerima
input, memproses input sesuai dengan instruksi yang diberikan, menyimpan
perintah dan hasil pengolahan serta menyediakan output dalam bentuk informasi
57
(Sander. 1985). Seiring dengan perkembangan komputer, penggunaan komputer
tidak hanya digunakan untuk keperluan menghitung saja, melainkan juga
digunakan untuk berbagai keperluan dalam bidang pendidikan. Pemanfaatan
komputer dalam bidang pendidikan mulai berkembang pada awal tahun 1970-an
yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran secara individual serta
melakukan interaksi langsung dengan sumber informasi.
Penggunaan komputer dalam pembelajaran banyak diilhami oleh teori
operant-conditioningnya B.F.Skinner (Berliner and Gage, 1979:534). Skinner
melihat bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh sekolah dalam proses
pembelajaran adalah kurangnya reinforcement atau penguatan kepada peserta
didik. Dengan adanya reinforcement peserta didik akan lebih termotivasi untuk
belajar, karena dalam hal ini reinforcement akan menjadi stimulus atau
rangsangan yang diberikan kepada peserta didik agar peserta didik dapat
dikondisikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Pembelajaran berbasis Komputer akan memudahkan pemberian
reinnforcement kepada pemakai program yang dalam hal ini adalah peserta didik
yang belajar dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Komputer.
Reinforcement dalam Pembelajaran Berbasis Komputer diberikan dalam bentuk
umpan balik (feedback) yang sudah didesain di dalam program Pembelajaran
Berbasis Komputer, yang akan muncul ketika peserta didik sudah menyelasaikan
materi yang sudah disajikan dalam Pembelajaran Berbasis Komputer, baik secara
keseluruhan maupun bagian-bagian kecil.
58
Penggunaan komputer dalam dunia pendidikan, juga memegang peranan
yang cukup sentral dalam menciptakan pembelajaran yang kondusif berupa
penciptaan rangsangan-rangsangan yang memancing respon dan user.
Pemanfaatan komputer dalam PBM mempunyai kelebihan dalam
mempresentasikan grafik dan gambar sebagai bentuk visual yang dapat diamati
dan dipelajari siswa, oleh karena itu sangat beralasan jika para pendidik
menggunakan komputer untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Donough mengemukakan beberapa keuntungan penggunaan komputer
dalam pembelajaran, seperti memberikan stimulus untuk belajar, menciptakan
efek audio visual; membantu recalling (pemanggilan kembali) konsep yang telah
dipelajari, mengaktifkan respon siswa, mendorong cara belajar interaktif,
membebaskan guru dan tugas berulang, dan menyediakan sumber belajar yang
mudah dimodifikasi (Donough, et al, 1994:211).
Sementara itu keuntungan pengunaan komputer dalam pembelajaran
dikemukakan juga oleh Arsyad (2007: 54), sebagai berikut:
a) Komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena ia dapat memberikan iklim yang lebih bersifat afektif dengan cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi, seperti yang diinginkan program yang digunakan.
b) Komputer dapat merangsang siswa untuk rnengerjakan latihan, melakukan kegiatan laboratorium atau simulasi karena tersedianya animasi grafik, warna, dan musik yang dapat menambah realisme.
c) Kendali berada di tangan siswa sehingga tingkat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasaannya.
d) Kemampuan merekam aktivitas siswa selama menggunakan suatu program pengajaran memberi kesempatan lebih baik untuk pembelajaran secara perseorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau.
e) Dapat berhubungan dengan, dan mengendalikan, peralatan lain seperti compact disk, video tape, dan lain-lain dengan program pengendali dan komputer.
59
Selain itu Heinich dalam Johan (2000: 20) mengemukakan keuntungan
penggunaan komputer dalam pembelajaran, antara lain:
a) Pada umumnya siswa mernpunyai rasa penasaran yang tinggi untuk mencoba sesuatu yang baru termasuk untuk mengemukakan komputer sehingga hal ini membangkitkan motivasi kepada siswa dalam belajar.
b) Proses belajar siswa yang lebih sederhana karena pengaturan waktu yang disesuaikan dengan keinginan siswa yang waktunya relatif singkat dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dan memfasilitasi siswa untuk belajar sendiri.
c) Kecepatan respon pribadi. terhadap aktivitas belajar yang dilakukan akan menghasilkan penguatan yang tinggi sehingga bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya, dapat dipahami oleh siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran secara baik.
d) Kesabaran memperlihatkan kebiasaan pribadi sehingga melalui program yang dipelajari dapat melengkapi suasana belajar yang lebih positif, terutama dalam membantu anak yang lamban.
e) Warna, musik dan grafis animasi dapat. menambahkan kesan nyata dan menuntun dan menuntut latihan, kegiatan laboratorium, simulasi, dan sebagainya.
f) Kapasitas memori dan komputer memungkinkan perekaman penampilan siswa pada waktu yang lampau dan dipakai dalam memecahkan langkah-langkah selanjutnya dikemudian hari.
g) Karena kemampuan daya rekam yang tinggi maka kemungkinan pengajaran secara individual dapat dilaksanakan, pemberian perintah secara individual dapat disiapkan untuk semua siswa sehingga kemajuan belajar siswa dapat dipantau dan diawasi secara berkelanjutan.
h) Waktu pengawasan guru terhadap materi yang diberikan dengan mudah diatur dan dirancang oleh guru sehingga membantu pengawasan yang lebih dekat kepada kontak langsung dengan siswa.
i) Metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata berbentuk komunikasi verbal melalui lisan guru.
j) Pembelajaran bersifat individual sehingga dapat belajar sesuai dengan gaya dan kecepatan masing-masing.
k) Siswa dapat mempelajari materi secara berulang-ulang. l) Mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan mandiri. m) Dalam pengerjaan soal latihan dengan komputer adanya umpan balik
dengan segera.
60
Meskipun banyak kelebihan atau keuntungan dan penggunaan media
komputer, namun bukan berarti media komputer tidak mempunyai kelemahan dan
keterbatasan dalam penggunaan maupun pengadaannya, karena komputer pada
dasarnya merupakan hasil dan inovasi-inovasi teknologi yang mempunyai
kelemahan terutama dalam bidang pendidikan, di antaranya:
a) Untuk pengadaan perangkat komputer memerlukan dana investasi yang relatif
cukup besar, sehingga hal inilah yang selalu menjadi pertimbangan bagi pihak
sekolah khususnya untuk memperhitungkan secara hati-hati segi guna dan
manfaatnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran,
selain itu biaya pemeliharaan yang kadang-kadang lebih mahal dan biaya
pengadaannya.
b) Tidak semua materi yang diberikan pada PBM dapat disampaikan secara
teliti oleh komputer kepada siswa secara mandiri.
c) Diperlukan tenaga ahli pemograman yang dapat bekerja sama dengan guru
untuk membuat program yang sesuai dengan kebutuhan PBM, karena
tidak semua guru dapat membuat progam pembelajaran tersebut.
d) Untuk mengoperasikan program, siswa diharuskan mempunyai keterampilan
khusus dalam menggunakan komputer, sehingga tidak semua
siswa dapat menjalankan program secara mandiri.
e) Perangkat keras (hardware) komputer yang bermacam-macam menyebabkan
beberapa perangkat lunak (software) tidak cocok dengan
perangkat keras yang tersedia.
61
f) Penggunaan komputer hanya efektif bila digunakan secara mandiri atau
beberapa orang dalam kelompok yang kecil.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa: Komputer
sebagai alat, mengandung arti bahwa komputer merupakan alat bantu dalam
proses pembelajaran, sedangkan komputer sebagai tutor mengandung arti bahwa
komputer mengganti peranan guru dalam mengajar, mempresentasikan informasi,
menguji melalui pertanyaan dan memberikan umpan balik seperti dalam
pembelajaran berprograma atau melibatkan siswa dalam simulasi atau permainan.
C. Pembelajaran Berbasis Komputer
1. Komputer sebagai Multimedia Pembelajaran Interaktif
Multimedia sering diartikan sebagai gabungan dari banyak media atau
setidak-tidaknya terdiri lebih dari satu media. Multimedia didefinisikan oleh
Haffost (Feldmans, 1994) sebagai suatu sistem komputer yang terdiri dari hardware
dan software yang memberikan kemudahan untuk menggabungkan gambar, video,
fotografi, grafik dan animasi dengan suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan
program komputer. Sejalan dengan hal itu Thompson (1994) mendefinisikan
multimedia sebagai suatu sistem yang menggabungkan gambar, video, animasi,
suara secara interaktif. Multimedia adalah dasar dari teknologi modern yang
meliputi suara, teks, video, gambar, dan data (Munir, 2008: 233). Multimedia
dinyatakan Rosc (1996) sebagai kombinasi dari komputer dan video, atau
kombinasi tiga elemen, yaitu suara, gambar dan teks (Cormick, 1996) yang
diperkuat pernyataan Turban dkk (2002) yang menyatakannya sebagai kombinasi
dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media ini dapat berupa
audio (suara, musik), animasi, vide
21).
Berdasarkan beberapa defenisi di atas nampaknya ada kesamaan bahwa
Multimedia disimpulkan
grafik, gambar, suara, video, animasi dalam satu s
interaktif (Munir, 2008: 234).
secara bersama-sama menampilkan informasi, pesan atau isi pelajaran. Konsep
penggabungan ini dengan sendirinya memerlukan beberapa jenis peralatan
perangkat keras yang masing
sebagaiman biasanya, dan komputer merupakan pengendali seluruh peralatan itu.
Konsep multimedia dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini:
Gambar 2.7
Berkaitan dengan konsep multimedia sebagai perpaduan dari berbagai
media tentunya tidak lepas kaitannya dengan elemen
pendukungnya. Menurut
dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media ini dapat berupa
audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik dan gambar. (Suyanto, 2005: 20
Berdasarkan beberapa defenisi di atas nampaknya ada kesamaan bahwa
disimpulkan sebagai perpaduan dari berbagai media yang berupa teks,
, gambar, suara, video, animasi dalam satu software pembelajaran yang
(Munir, 2008: 234). Penggabungan ini merupakan suatu kesatuan yang
sama menampilkan informasi, pesan atau isi pelajaran. Konsep
penggabungan ini dengan sendirinya memerlukan beberapa jenis peralatan
eras yang masing-masing tetap menjalankan fungsi utamanya
sebagaiman biasanya, dan komputer merupakan pengendali seluruh peralatan itu.
Konsep multimedia dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini:
Gambar 2.7 Konsep Multimedia (Munir, 2008:234)
Berkaitan dengan konsep multimedia sebagai perpaduan dari berbagai
media tentunya tidak lepas kaitannya dengan elemen-elemen atau objek
pendukungnya. Menurut Sutopo (2003 : 8), objek multimedia terbagi menjadi :
62
dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media ini dapat berupa
(Suyanto, 2005: 20-
Berdasarkan beberapa defenisi di atas nampaknya ada kesamaan bahwa
sebagai perpaduan dari berbagai media yang berupa teks,
pembelajaran yang
Penggabungan ini merupakan suatu kesatuan yang
sama menampilkan informasi, pesan atau isi pelajaran. Konsep
penggabungan ini dengan sendirinya memerlukan beberapa jenis peralatan
masing tetap menjalankan fungsi utamanya
sebagaiman biasanya, dan komputer merupakan pengendali seluruh peralatan itu.
Konsep multimedia dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini:
Konsep Multimedia (Munir, 2008:234)
Berkaitan dengan konsep multimedia sebagai perpaduan dari berbagai
elemen atau objek
Sutopo (2003 : 8), objek multimedia terbagi menjadi :
63
a. Teks
Menurut Sutopo (2003: 8) teks merupakan dasar dari pengolahan kata dan
informasi berbasis multimedia. Dalam kenyataannya multimedia menyajikan
informasi kepada audiens dengan cepat, karena tidak diperlukan membaca secara
rinci dan teliti. Menurut Hofstetter adalah kebanyakan sistem multimedia
dirancang dengan menggunakan teks karena teks merupakan sarana yang efektif
untuk mengemukakan ide-ide dan menyediakan instruksi-instruksi kepada user
(pengguna).
b. Image/grafik
Menurut Sutopo (2003 : 9), secara umum image atau grafik berarti still
image (gambar tetap) seperti foto dan gambar. Manusia sangat berorientasi pada
visual, dan gambar merupakan sarana yang sangat baik untuk menyajikan
informasi.
c. Animasi
Menurut Sutopo (2002: 2), animasi adalah pembentukan gerakan dari
berbagai media atau objek yang divariasikan dengan gerakan transisi, efek-efek,
juga suara yang selaras dengan gerakan animasi tersebut atau animasi merupakan
penayangan frame-frame gambar secara cepat untuk menghasilkan kesan gerakan.
Konsep dari animasi adalah menggambarkan sulitnya menyajikan informasi
dengan satu gambar saja atau sekumpulan gambar.
64
d. Audio/Suara
Menurut Sutopo (2003 : 13), penyajian audio atau suara merupakan cara
lain untuk lebih memperjelas pengertian suatu informasi. Contohnya, narasi
merupakan kelengkapan dari penjelasan yang dilihat melalui video. Suara dapat
lebih menjelaskan karakteristik suatu gambar, misalnya musik dan suara efek
(sound effect).
e. Video
Menurut Sutopo (2003: 279), video merupakan elemen multimedia paling
kompleks karena penyampaian informasi yang lebih komunikatif dibandingkan
gambar biasa. Walaupun terdiri dari elemen-elemen yang sama seperti grafik,
suara dan teks, namun bentuk video berbeda dengan animasi. Perbedaan terletak
pada penyajiannya. Dalam video, informasi disajikan dalam kesatuan utuh dari
objek yang dimodifikasi sehingga terlihat saling mendukung penggambaran yang
seakan terlihat hidup.
f. Interactive Link
Menurut Sutopo (2002: 220), sebagian dari multimedia adalah interaktif,
dimana pengguna dapat menekan mouse atau objek pada screen seperti button
atau teks dan menyebabkan program melakukan perintah tertentu. Interactive link
dengan informasi yang dihubungkannya sering kali dihubungkan secara
keseluruhan sebagai hypermedia. Interactive link diperlukan bila pengguna
menunjuk pada suatu objek atau button agar dapat mengakses program tertentu.
Interactive link diperlukan untuk menggabungkan beberapa elemen multimedia
65
sehingga menjadi informasi yang terpadu. Cara pengaksesan informasi pada
multimedia terdapat dua macam, yaitu linier dan non-linier.
Komputer merupakan jenis media yang secara virtual dapat menyediakan
respon yang segera terhadap hasil belajar. Perkembangan teknologi yang pesat
saat ini telah memungkinkan komputer memuat dan menayangkan beragam
bentuk media di dalamnya.
Bentuk penggunaan komputer dalam pembelajaran sebagaimana
dikemukakan Rusman (2009: 176) diantaranya adalah Multimedia Interaktif.
Multimedia Interaktif dapat digunakan pada pembelajaran di sekolah, sebab cukup
efektif meningkatkan hasil belajar siswa terutama komputer. Sifat media ini selain
interaktif juga bersifat multimedia dan terdapat unsur- unsur media secara langkap
yang meliputi sound, animasi, video, teks, dan grafis. Beberapa model
multimedia interaktif berbasis komputer (Rusman, 2009: 176), diantaranya
sebagai berikut:
• Model Drill and Practice: model ini berupa latihan-latihan soal yang dibuat
secara interaktif melalui piranti komputer.
• Model Tutorial: CBI model tutorial merupakan program pembelajaran yang
digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat lunak
komputer yang berisi tujuan, materi pelajaran, pengorganisasian materi,
latihan dan evaluasi. Sifat dari model tutorial ini adalah mastery learning,
yaitu menuntut ketuntasan belajar.
• Model Simulasi: model Simulasi dalam CBI pada dasarnya merupakan salah
satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar
66
yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan–tiruan bentuk pengalaman yang
mendekati suasana yang sebenarnya.
• Model Games Instruction: model permainan ini dikembangkan berdasarkan “
pembelajaran menyenangkan”, di mana peserta didik akan dihadapkan pada
beberapa petunjuk dan aturan permainan.
Pembelajaran berbasis komputer merupakan salah satu pemanfaatan e-
learning dalam pembelajaran. Pemanfaatan komputer sebagai media pembelajaran
dalam pendidikan di atas pada prinsipnya membantu para guru dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran dikelas. Penggunaan komputer dalam
pembelajaran biasanya dapat dimanfaatkan dalam dua bentuk pembelajaran yaitu
Computer Assisted Instruction (CAI) dan Computer Bassed Instruction (CBI).
Kedua bentuk pembelajaran model ini mengharuskan setiap siswa untuk
berinteraksi dengan perangkat komputer dan software program. Perbedaan yang
mendasar adalah adalah keluasan fungsinya. Dalam pembelajaran dengan bantuan
komputer (CAI), perangkat lunak yang digunakan berfungsi untuk membantu
proses pembelajaran, seperti sebagai alat multimedia, sebagai alat bantu didalam
demonstrasi atau sebagai alat bantu di dalam latihan. Sedangkan pembelajaran
berbasis komputer (CBI), perangkat lunak selain dimanfaatkan sebagai fungsi
CAI juga dapat dimanfaatkan sebagai sistem pembelajaran individual (Rusman,
2009: 281).
Berdasarkan peranan komputer dalam bidang pendidkan itu, maka
komputer dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang sangat efektif
digunakan dalam proses pembelajaran, baik sebagian maupun secara keseluruhan.
67
2. Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial
Dalam pembelajaran berbasis komputer, sebagaimana dikatakan Rusman
(2009: 283-304) ada empat model yang biasa digunakan yaitu: model tutorial,
model drill , model simulasi, dan model games. Berkaitan dengan penelitian yang
peneliti lakukan mengenai penerapan pembelajaran berbasis komputer model
tutorial, maka akan dijelaskan secara lebih terperinci tentang model yang
digunakan yaitu model tutorial.
a. Konsep Pembelajaran Tutorial
Berdasarkan asal kata, tutorial dapat diartikan dalam dua bentuk kata,
yaitu kata benda dan kata kerja. Sebagai kata benda tutorial berarti pelajaran
pribadi, guru pribadi, pengajaran tambahan sedangkan sebagai kata kerja tutorial
berarti mengajar di rumah, mengajar ekstra, memberi les, pengajaran tambahan,
pengajaran pribadi (Sadily, 1996: 608). Tutorial secara istilah adalah bimbingan
pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan dan
motivasi agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal (Hamalik, 2003:
73). Pemberian bimbingan berarti membantu para siswa memecahkan masalah-
masalah belajar. Pemberian bantuan berarti membantu siswa dalam mempelajari
program. Pemberian petunjuk berarti memberikan cara belajar agar siswa lebih
belajar secara efektif dan efisien. Pemberian arahan berarti mengarahkan para
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan dan pemberian
motivasi berarti memberikan semangat untuk lebih mengikuti pembelajaran yang
diterapkan.
68
Definisi tutorial dalam pembelajaran berbasis komputer sebagaimana
diungkapkan Rusman (2011: 300) adalah sebagai bentuk pembelajaran khusus
dengan pembimbing yang terkualifikasi, dengan menggunakan software berupa
program komputer yang berisi materi pelajaran dan soal-soal latihan yang
bertujuan untuk memberikan pemahaman secara tuntas (mastery learning) kepada
siswa mengenai bahan atau materi pelajaran yang sedang dipelajari. Komputer
sebagai tutor berorientasi pada upaya membangun perilaku siswa melalui
penggunaan komputer. Menurut (Rusman, 2011 : 302) secara sederhana pola-pola
pengoperasiannya adalah sebagai berikut : 1) komputer menyajikan materi; 2)
siswa memberikan respon; 3) respon siswa dievaluasi oleh komputer dengan
orientasi pada arah siswa dalam menempuh presentasi berikutnya; 4) melanjutkan
atau mengulangi tahapan sebelumnya.
Tutorial dalam program pembelajaran dengan bantuan komputer ditujukan
sebagai pengganti manusia yang proses pembelajarannya diberikan lewat teks atau
grafik pada layar yang menyediakan poin-poin pertanyaan atau permasalahan, jika
respon siswa benar, komputer akan bergerak pada pembelajaran berikutnya, jika
respon siswa salah komputer akan mengulangi pembelajaran sebelumnya atau
bergerak pada salah satu bagian tertentu pembelajaran ulang tergantung pada
kesalahan yang dibuat. Trollip dan Allessi (1995:66) menyebutkan bahwa terdapat
delapan identitas dari model tutorial dalam pembelajaran berbasis komputer yaitu:
(1) Pengenalan, (2) Penyajian informasi, (3) Pertanyaan dan respon (4) Penilaian
respon, (5) Pemberian umpan balik (feedback) tentang respon, (6) Pembetulan (7)
Segmen pengaturan pelajaran, dan (8) Penutup.
69
Perkembangan teknologi komputer membawa banyak perubahan pada
sebuah program seharusnya didesain terutama pada upaya menjadikan teknologi
ini mampu memanipulasi keadaan sesungguhnya. Penekanannya terletak pada
upaya yang berkesenambungan untuk memaksimalkan aktivitas belajar-mengajar
sebagai interaksi kognitif antara siswa, meteri subjek, dan komputer yang
diprogram.
Adapun fungsi tutorial menurut Rusman (2009: 291), yaitu sebagai
berikut: 1) Kurikuler, yakni sebagai pelaksana kurikulum sebagaimana telah
dibutuhkan bagi masing-masing modul dan mengkomunikasikannya kepada
siswa; 2) Pembelajaran, yakni melaksanakan proses pembelajaran agar para siswa
aktif belajar mandiri melalui program interaktif yang telah dirancang dan
ditetapkan; 3) Diagnnosis-bimbingan, yakni membantu para siswa yang
mengalami kesalahan, kekeliruan, kelambanan, masalah dalam pembelajaran
berbasis komputer berdasarkan hasil penilaian, baik formatif maupun sumatif,
sehingga siswa mampu membimbing diri sendiri; 4) Administratif, yakni
melaksanakan pencatatan, pelaporan, penilaian dan teknis admistratif lainnya
sesuai dengan tuntutan program CBI; dan 5) Personal, yakni memberikan
keteladanan kepada siswa seperti penguasaan mengorganisasikan materi, cara
belajar, sikap dan prilaku yang secara tidak langsung menggugah motivasi belajar
mandiri dan motif berprestasi yang tinggi.
70
Sedangkan tujuan pembelajaran model tutorial, yaitu sebagai berikut: (1)
Untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan para siswa sesuai dengan yang
dimuat dalam software pembelajaran: melakukan usaha-usaha pengayaan materi
yang relevan; (2) Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa
tentang cara memecahkan masalah, mengatasi kesulitan atau hambatan agar
mampu membimbing diri sendiri; dan (3) Untuk meningkatkan kemampuan siswa
tentang cara belajar mandiri dan menerapkannya pada masing-masing CBI yang
sedang dipelajari.
b. Flowchart Model Tutorial
Untuk menuangkan dialog ke dalam program dapat dilakukan melalui
berbagai cara, salah satunya dengan didahului pembuatan rancangan dalam bentuk
bagan alur (flowchart), baik berupa gambaran umum, maupun dalam bentuk
sedikit lebih rinci namun tidak terlalu mendalam.
Contoh flowchart pembelajara berbasis komputer model tutorial adalah
sebagai berikut:
71
Gambar 2.8 Flowchart CBI Model Tutorial dalam (Rusman, 2009: 293).
Start
Title Page
Menu
Direction
Student choice
Content
Second Question
First Question
Third Question
All Correction
More The Formation of Glaciers
How Glacier are Formed
Question
Correction
Remedian Information
Exit
No Yes
72
c. Langkah-langkah Produksi CBI Model Tutorial
1) Perencanaan Produksi Model Tutorial
a) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Model Tutorial
b) Perencanaan Program PBK Tutorial
• Pendahuluan
• Tujuan (SK-KD-Indikator)
• Treatment, dan
• Storyboard
c) Flowchart PBK Model Tutorial
2) Proses Produksi Program Tutorial
Setelah membuat perencanaan pengembangan program tutorial, langkah
selanjutnya yang harus ditempuh adalah proses produksi. Disinilah seorang
programmer program pembelajaran harus “mengerahkan” seluruh
kemampuannya untuk menghasilkan program yang layak dimanfaatkan dalam
proses pembelajaran. Pada tahap proses produksi program Pembelajaran
Berbasis Komputer Model Tutorial, beberapa tahapan model tutorial yang
terdiri dari:
1) Pendahuluan (Introduction), meliputi:
a) Judul Program (Title Page)
Suatu program Tutorial diawali dengan tampilnya halaman judul yang
dapat menarik perhatian siswa. Judul program merupakan bagian penting
untuk memberikan informasi kepada siswa tentang apa yang akan
dipelajari dan disajikan dalam program tutorial ini.
73
b) Tujuan Penyajian (Presentation of Objektif)
Pada bagian ini disajikan tujuan, yaitu standar kompetensi, kompetensi
dasar, dan indikator yang akan dicapai melalui program CBI model
tutorial.
c) Petunjuk (Direction)
Petunjuk berisi informasi cara menggunakan program yang di buat,
diusahakan agar siswa mampu mengoperasikan program tersebut.
d) Stimulsi Prioritas Pengetahuan (Stimulating Prior Knowledge)
Prioritas pengetahuan berguna sebagai appersepsi. Dalam program tutorial
bentuk stimulasi prioritas pengetahuan dapat berupa sinopsis dari materi
yang terdapat dalam program.
e) Inisial Kontrol ( Initial Student Control)
Tampilan Inisial kontrol berisi pilihan bagi siswa untuk meggunakan
program.
2) Penyajian Informasi (Presentasion of Information)
a) Mode penyajian atau presentasi
Presentasi merupakan bentuk penyajian informasi/ materi yang dibuat.
Model umum dari penyajian informasi biasanya mempergunakan
informasi visual seperti teks, gambar, grafik, foto dan Image yang
dianimasikan.
b) Panjang Teks Penyajian ( Length of Text Presentation )
Panjang teks dalam program yang dibuat harus benar-benar diperhatikan
karena akan mempengaruhi kualitas program tersebut. Setiap presentasi
74
harus sesingkat mungkin untuk memberikan tambahan frekuensi interaksi
siswa, selain itu, harus memperhatikan keseimbangan antara teks yang
disajikan dengan kemampuan monitor untuk menyajikannya.
c) Grafik dan Animasi
Pembuatan grafik dan animasi dalam program yang dibuat ditujukan untuk
menambah pemahaman siswa terhadap materi dan fokus informasi pada
materi yang disajikan. Grafik digunakan sebagai informasi, analogi atau
mnemonik sebagai isyarat. Grafik dan animasi sangat efektif untuk
menambah sistem belajar dengan komputer.
d) Warna dan Penggunaanya
Penggunaan warna sangat berhubungan dengan presentasi grafik, seperti
halnya grafik, warna dapat digunakan secara efektif untuk sistem belajar.
Penggunaan warna yang sesuai akan berguna untuk menarik perhatian dan
memfokuskan siswa. Warna harus berfungsi sebagai acuan, bukan sebagai
bagian yang diutamakan dalam proses, pembelajaran. Penggunaan warna
pada program tutorial harus konsisten dengan penggunaan yang umum
dilingkungan sekitar.
e) Penggunaan Petunjuk
Petunjuk digunakan untuk memandu siswa dan memberikan arahan
tentang apa yang harus dilakukan siswa.
75
3) Pertanyaan dan Respon-respon (Question of responses)
Adanya pertanyaan dalam program tutorial dimaksudkan agar siswa selalu
memperhatikan materi yang dipelajarinya, serta untuk menilai sejauhmana
kemampuan siswa untuk mengingat dan memahami pelajaran tersebut.
Pertanyaan yang diberikan dapat berbentuk benar-salah, menjodohkan,
pilihan ganda atau dalam bentuk jawaban singkat, sedangkan respon
diberikan untuk menganalisis jawaban yang diberikan siswa.
4) Penilaian Respon (Judging of responses)
Penilaian jawaban merupakan proses mengevaluasi respon agar feedback
dapat diberikan siswa. Fungsi penilaian berfungsi untuk mengevaluasi hasil
belajar siswa serta membuat keputusan apakah proses belajar dapat dilakukan
ke proses berikutnya atau diulang kembali.
5) Pemberian balikan respon (Providing feedback about responses)
Feed back atau umpan balik diberikan sebagai reaksi terhadap respon yang
diberikan siswa. Umpan balik dapat berupa pesan - pesan dalam bentuk teks
dan bentuk ilustrasi grafik. Fungsi adanya umpan balik adalah untuk
menginformasikan apakah respon yang diberikan siswa tepat atau tidak. Jika
respon yang diberikan siswa benar program akan memberikan reinforcement
(penguatan) bagi siswa, namun jika respon siswa salah, maka program akan
memberikan keterangan punishment (hukuman) bahwa respon yang
diberikannya salah.
76
6) Pengulangan (Remediation)
Penyajian materi kembali bagi siswa yang belum memahami materi yang
dipelajarinya. Prosedur pengulangan yang paling umum adalah mengulangi
informasi yang pemah dilihat siswa.
7) Segmen Pengaturan Pelajaran (Sequencing Lesson Segment)
Program Tutorial pola dasarnya mengikuti pola pengajaran berprograma tipe
branching. Pencabangan diatur sebelumnya dan dibuat dengan menu yang
banyak pilihan.
8) Penutup (Closing)
Penutupan tutorial dilengkapi dengan ringkasan tentang informasi pelajaran.
Ringkasan dapat berupa poin-poin utama, sebuah paragraf tentang tujuan
pembelajaran. Jika program sudah mengumpulkan tentang data kemampuan
hasil belajar siswa dan rekomendasi untuk pembelajaran selanjutnya.
77
d. Karakteristik Model Tutorial
Henich (1995:243) mengemukakan bahwa pemanfaatan model tutorial
dalam Computer Assited Instruction (CAI) adalah:
Tabel 2.1 Karakteristik Model Tutorial
Diskripsi Peran Guru Peran Komputer Peran siswa Aplikasi
/contoh Menampilkan informasi yang baru Menganjarkan konsep dan prinsip Menyediakan perintah remedial
Menyeleksi materi pelajaran Mengadaptasi perintah Memonitoring kemajuan siswa
Menampilkan informasi/materi pelajaran Menjawab pertanyaan Memonitoring respon siswa Menyediakan umpan balik dalam bentuk remedial Merangkum poin-poin yang utama/penting Selalu merekam
Berinteraksi dengan komputer Melihat hasil akhir Menjawab pertanyaan Menanyakan pertanyaan
Pelatihan eller bank Prosedur kesehatan Pelajaran keagamaan
e. Keuntungan dan Kekurangan Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis Komputer Model Tutorial
1) Keuntungan Model Tutorial
Keuntungan dari model tutorial diantaranya adalah:
a) Adanya penilaian atas hasil jawaban siswa yang dapat ditunjukkan kepada
siswa dan guru, sehingga menjadi landasan untuk evaluasi.
78
b) Adanya pengulangan materi, sehingga siswa betul-betul dapat menguasai
materi
c) Lebih individualized, sehingga siswa dapat belajar tanpa harus selalu
didampingi oleh guru.
d) Dapat memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak.
e) Memberikan pengalaman yang konkrit untuk menghindari verbalisme.
2) Kelemahan Model Tutorial
a) Feedback pada umumnya hanya ada dalam bentuk salah atau benar, tidak ada
penjelasan mengenai jawaban yang benar, ataupun dimana letak
kesalahannya.
b) Biasanya jenis jawaban sangat kaku dan singkat, khususnya dalam hal salah
ejaan atau tulisan.
D. Hakekat Mata Pelajaran Geografi
1. Pengertian Mata Pelajaran Geografi
Sumaatmadja (1997:12) menyatakan bahwa “pengajaran geografi
hakikatnya adalah pengajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi
yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan
variasi kewilayahannya”.
Secara sederhana pembelajaran Geografi adalah geografi yang diajarkan di
tingkat sekolah dasar dan menengah, karena itu penjabaran konsep-konsep, pokok
bahasan dan sub pokok bahasan harus disesuaikan dan diserasikan dengan tingkat
79
pengalaman dan perkembangan mental anak pada jenjang-jenjang pendidikan
yang bersangkutan.
Sementara itu melalui Seminar Lokakarya Peningkatan Kualitas
Pembelajaran Geografi di Semarang Tahun 1988, telah merumuskan konsep
Geografi sebagai berikut :” Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan
dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan,
kewilayahan dalam konteks keruangan”. Konsep Geografi tersebut secara jelas
menegaskan bahwa yang mejadi objek studi Geografi tidak lain adalah geosfer
yaitu permukaan bumi yang hakikatnya merupakan bagian dari bumi yang terdiri
atas atmosfer (lapisan udara), litosfer (lapisan batuan), hidrosfer (lapisan air,
perairan), dan biosfer (lapisan kehidupan). Dengan demikian dapat diketengahkan
disini bahwa pengajaran Geografi hakikatnya adalah pengajaran tentang aspek-
aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dan
kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya.
Geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan sepanjang hayat
dan mendorong peningkatan kehidupan.Lingkup bidang kajiannya memungkinkan
manusia memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang
menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia. Bidang
kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses yang membentuknya, hubungan
kausal dan spasial manusia dengan lingkungan, serta interaksi manusia dengan
tempat. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik
dengan dimensi manusia dalam menelaah keberadaan dan kehidupan manusia di
tempat dan lingkungannya.
80
Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan pemahaman
peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat,tempat dan
lingkungan pada muka bumi.Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan
proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran
spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara
aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman
mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah.
Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam mata
pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun kemampuan peserta didik untuk
bersikap, bertindak cerdas, arif, dan bertanggungjawab dalam menghadapi
masalah sosial, ekonomi, dan ekologis. Pada tingkat pendidikan dasar mata
pelajaran Geografi diberikan sebagai bagian integral dari Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS), sedangkan pada tingkat pendidikan menengah diberikan sebagai mata
pelajaran tersendiri.
2. Tujuan Mata Pelajaran Geografi di MA
Mata pelajaran Geografi di SMA/MA sebagaimana dalam rumusan
lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang
berkaitan.
b. Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi,
mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi.
81
c. Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan
sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman
budaya masyarakat.
3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Geografi
Menurut Sumaatmadja (1997:12) ruang lingkup pengajaran geografi
meliputi : (1) Alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan
manusia. (2) Penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya. (3) Interaksi
keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang memberikan variasi
terhadap ciri khas tempat-tempat dipermukaan bumi. (4) Kesatuan regional yang
merupakan perpaduan antara darat, perairan dan udara diatasnya.
Ruang lingkup inilah yang memberikan ciri dan karakteristik terhadap
pengajaran geografi. Apapun yang akan diproses pada pengajaran geografi,
materinya selalu digali dari permukaan bumi pada suatu lokasi untuk
mengungkapkan corak kehidupan manusia yang memberikan ciri khas pada
wilayah yang bersangkutan sebagai hasil interaksi faktor-faktor geografis pada
lokasi yang bersangkutan.
Sedangkan secara khusus ruang lingkup mata pelajaran Geografi di
SMA/MA sebagaimana dalam rumusan lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, meliputi aspek-aspek
sebagai berikut: (1) Konsep dasar, pendekatan, dan prinsip dasar geografi. (2)
Konsep dan karakteristik dasar serta dinamika unsur-unsur geosfer mencakup
litosfer, pedosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer, dan antroposfer serta pola
82
persebaran spasialnya. (3) Jenis, karakteristik, potensi, persebaran spasial Sumber
Daya Alam (SDA) dan pemanfaatannya. (4) Karakteristik, unsur-unsur, kondisi
(kualitas) dan variasi spasial lingkungan hidup, pemanfaatan dan pelestariannya.
(5) Kajian wilayah negara-negara maju dan sedang berkembang. (6) Konsep
wilayah dan pewilayahan, kriteria dan pemetaannya serta fungsi dan manfaatnya
dalam analisis geografi. (7) Pengetahuan dan keterampilan dasar tentang seluk
beluk dan pemanfaatan peta, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan citra
pengideraan jauh.
4. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Geografi di SMA dan MA
Menurut Diknas (2003) standar kompetensi mata pelajaran adalah
kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran
geografi di SMA dan MA.
a. Memahami ciri-ciri fisik dan sosial budaya secara keruangan.
b. Memahami interaksi antara lingkungan fisik dan sosial budaya wilayah
tertentu.
c. Menggunakan konsep wilayah dalam menginterperetasikan keragaman bumi.
d. Menggunakan peta dan tampilan geografis lainnya untuk mengelola informasi
fisik dan sosial budaya dalam konteks keruangan.
83
E. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Sudjana (2009:22) mendefenisikan hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Hasil belajar merupakan perubahan pada diri pembelajar karena mengalami proses
belajar. Pendapat lain dikemukakan oleh Purwanto (2009: 44), hasil belajar dapat
dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan
“belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat
dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input
secara fungsional. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan
perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan
yang menjadi hasil belajar.
Perubahan-perubahan tersebut dapat ditunjukkan diantaranya dari
kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu obyek.
Perubahan dari hasil belajar ini dalam Taxonomy Bloom dikelompokkan dalam
tiga ranah (domain), yakni: (1) domain kognitif atau kemampuan berfikir, (2)
domain afektif atau sikap, dan (3) domain psikomotor atau keterampilan.
Selanjutnya Wahidmurni (2010: 18-23) mengemukakan bahwa peserta
didik dapat dikatakan berhasil dalam belajar jika pada diri mereka telah terjadi
perubahan dari minimal salah satu aspek diatas. Tiap-tiap aspek belajar memiliki
beberapa tingkatan sebagaimana yang dijabarkan oleh Benjamin Bloom sebagai
berikut:
84
Tabel 4.2 Ranah atau Domain Hasil Belajar Menurut Taxonomy Bloom Ting-katan
Cognitive Domain Affective Domain Psychomotor Domain
1. Knowledge (C1) Receiving (A1) Perception (P1) 2. Comprehension (C2) Responding (A2) Set (P2) 3. Application (C3) Valuing (A3) Guided response (P3) 4. Analysis (C4) Organization (A4) Mechanism (P4) 5. Synthesis (C5) Characterization
(A5) Complex overt response (P5)
6. Evaluation (C6) Adaption (P6) 7. Origination (P7)
Masing-masing tingkatan dalam setiap ranah atau domain menuntut
kemampuan atau kecakapan yang berbeda-beda dari setiap peserta didik untuk
memberikan respon terhadapnya. Semakin tinggi tingkatan yang dituntut semakin
tinggi pula tingkat kekomplekkan jawaban atau respon yang dikehendaki.
Berdasarkan Masing-masing ranah atau domain diatas dapat digambarkan
sebagai tangga dan dalam setiap tangga terdapat anak tangga sejumlah tingkatan
yang ada dalam setiap ranah atau domain sebagai berikut:
Gambar 4.7 Tingkatan Anak Tangga Cognitive Domain
C1
C2
C3
C4
C5
C6
85
Berdasar gambar diatas menjadi semakin jelas bahwa untuk mencapai
anak tangga yang lebih atas, maka harus melewati anak tangga yang ada
dibawahnya. Hal ini juga berlaku bagi ranah atau domain yang lainnya.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya tiga ranah, yakni ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Hasil belajar dalam penelitian ini
mengarah pada ranah kognitif. Ranah kognitif mengarah pada taksonomi Bloom.
Secara hirarkis, perilaku kognitif mencakup 6 tahapan kemampuan yakni :
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Hasil belajar dalam pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar
mempunyai beberapa fungsi, seperti yang diungkapakan oleh W.S. Winkel
(1985:13) yaitu: (1) Hasil belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas
pengetahuan yang telah dikuasai anak didik; (2) Hasil belajar sebagai lambang
pemusatan hasrat keingintahuan; (3) Hasil belajar sebagai bahan informasi dalam
inovasi pendidikan; (4) Hasil belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari
situasi institusi pendidikan; (5) Hasil belajar dapat dijadikan indikator terhadap
daya serap kecerdasan anak didik.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, diambil kesimpulan bahwa hasil
belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa
dalam memahami berbagai konsep atau materi yang diberikan khususnya pada
pada ranah kognitif, dan itu ditunjukkan dengan kemampuan menjawab
86
pertanyaan dengan benar pada pretes dan postes dengan alat evaluasi yang disusun
dan dikembangkan sebagai instrumen penelitian. Dengan kata lain, hasil belajar
yang diperoleh siswa dalam pelajaran komputer yang dilihat dari gain atau selisih
nilai pretest dan nilai postest dalam bentuk angka.
2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa menurut Bloom
dalam Susilana (2006:102) terbagi menjadi dua yaitu faktor eksternal atau faktor-
faktor yang berada dalam diri siswa, dan faktor internal atau faktor-faktor yang
berada diluar diri siswa.
Lebih jelasnya menurut Gagne sebagaimana dikutip Bell-Gredler
(1986:120), menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar, yaitu belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu :
a. Kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam kegiatan
pembelajaran,
b. Kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif
siswa dan,
c. Hasil belajar berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan
motorik, sikap dan strategi kognitif.
Each of the five verieties of learning is acquired in different way.That is, each requires a different set of prerequisite skills and a different set of cognitve-processing step. These requirements are referred to by Gagne (1977a) as the internal conditions of learning. Gagne (1977a) also describes the types of enviromental stimuli that are required to support the learner’s cognitive processes during learning. These particilar stimuli are referred to as the external conditions of learning.
87
Hasil belajar ini dipengaruhi oleh kondisi internal dan kondisi eksternal
dalam pembelajaran. Kondisi internal menggambarkan keadaan internal dan
proses kognitif yang dilakukan siswa, kondisi internal yang dimaksud yaitu
kondisi yang ada pada diri siswa itu sendiri. Secara psikologi perkembangan,
mempelajari prilaku dan karakteristik individu dalam berbagai tahap
perkembangan. Masa sebelum lahir (prenatal), Masa bayi, masa kanak-kanak,
masa anak kecil, masa anak sekolah dasar, masa remaja awal, remaja tengah dan
adolesen, masa dewasa muda, dan dewasa tua, serta masa usia lanjut. Belajar
merupakan aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang kompleks, oleh karena
itu dalam mengembangkan materi pelajaran hendaknya guru memperhatikan
perkembangan peserta didik. Sebagai individu peserta didik mempunyai
perbedaan-perbedaan, walaupun secara garis besar struktur manusia sama.
Kesamaan tersebut meliputi jasmani dan rohani (fisik dan psikis) yang merupakan
satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Namun demikian secara psikologis pria
dan wanita itu berbeda, bukan hanya sekedar jenis kelaminnya saja. Menurut
Sukmadinata (2009a: 25) “perbedaan jenis kelamin tidak hanya membawa
perbedaan dari segi fisik tetapi juga segi kerohanian”.
Psikologi ini mempelajari kondisi dan ciri-ciri yang khas dari kedua jenis
kelamin. Wanita dan pria secara kodrat berbeda, keduanya memiliki ciri-ciri yang
berbeda, dalam hal-hal tertentu kemampuan keduanya juga berbeda. Perbedaan ini
bukan hanya disebabkan oleh hal-hal yang bersifat kodrati tetapi juga karena
adanya perbedaan fungsi dalam kehidupan. Sedangkan Kondisi eksternal
merupakan stimulus dari lingkungan dalam kegiatan pembelajaran. Keberhasilan
88
belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar diri siswa, baik faktor
fisik maupun sosial-psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat.
Keluarga, merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan,
memberikan landasan dasar bagi proses belajar pada lingkungan sekolah dan
masyarakat. Menurut Sukmadinata (2009a:163) Faktor-faktor fisik dan sosial
psikologis yang ada dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan
belajar anak. Termasuk faktor fisik dalam lingkungan keluarga adalah: ekonomi
keluarga yaitu keadaan rumah dan ruangan tempat belajar, sarana dan prasarana
belajar yang ada, suasana dalam rumah apakah tenang atau banyak kegaduhan,
juga suasana lingkungan disekitar rumah.
Hasil belajar merupakan hasil interaksi antara kondisi internal dan kondisi
eksternal yang berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan
motorik, sikap dan strategi kognitif, berdasarkan pendapat tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
intern dan ekstern. Faktor intern terdiri dari dari faktor jasmaniah, psikologi,
minat, motivasi dan cara belajar. Sedangkan faktor ekstern terdiri atas faktor
keluarga, sekolah,dan masyarakat.
3. Pengkuran Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2009:2), penilaian adalah suatu kegiatan atau tindakan
untuk melihat sejauh mana tujuan instruksional dikuasai oleh siswa dalam bentuk
hasil belajar. Alat penilaian hasil belajar dapat berupa tes dan non tes. Kategori
tes seperti tes lisan dan tes tulisan (objektif atau esay), sedangkan kategori non tes
89
meliputi observasi, kuesioner, wawancara, skala, sosiometri, studi kasus dan
checklist.
Pada proses pembelajaran, alat ukur yang umumnya digunakan guru untuk
mengukur hasil belajar siswa adalah Tes Hasil Belajar (THB). Menurut Purwanto
(2009:66), THB merupakan tes penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan
oleh guru atau dipelajari siswa. Tes diujikan setelah siswa memperoleh sejumlah
materi sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui penguasaan siswa
terhadap materi tersebut. Bentuk tes yang paling sering digunakan guru adalah tes
objektif pilihan ganda. Menurut Sudjana (2009:49), kelebihan bentuk soal ini
adalah : (1) materi yang diujikan dapat mencakup sebagian besar dari bahan
pengajaran yang diberikan, (2) jawaban siswa dapat dikoreksi (dinilai) dengan
mudah dan cepat dengan menggunakan kunci jawaban, dan (3) jawaban untuk
setiap jawaban sudah pasti benar sehingga penilaian bersifat objektif. Sedangkan
kelemahannya adalah : (1) Kemungkinan untuk melakukan tebakan jawaban
masih cukup besar, dan (2) proses berfikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.
Menurut Sudjana dan Ibrahim (2004:100), ada dua jenis tes hasil belajar,
yaitu tes baku (standardized test) yang dibuat para ahli dan tes tidak baku (buatan
guru atau peneliti). Tes buatan peneliti sekalipun tidak baku tetap dapat digunakan
dalam penelitian asalkan telah memenuhi persayaratan validitas dan reliabelitas.
Menurut Sukmadinata (2009b:229), beberapa validitas yang harus diperhatikan
peneliti adalah validitas isi, validitas konstruk, dan validitas kriteria.
Validitas isi (content validity) berkenaan dengan isi dari instrumen.
Pengujian validitas isi bertujuan untuk memastikan apakah isi instrumen
90
mengukur secara tepat keadaan yang akan diukur. Menurut Purwanto (2009:120-
121), pengujian valisitas isi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
(1) Telaah butir (item review) yaitu dengan mencermati kesesuaian isi butir yang
ditulis dengan perencanaan yang dituangkan dalam kisi-kisi. Apabila butir-butir
telah sesuai dengan kisi-kisi maka instrumen dikatakan valid. (2) Pertimbangan
ahli (expert judgement). Ahli disini berarti orang yang memahami atau memiliki
kompetensi dibidang instrumen penelitian. (3) Pertimbangan profesonal
(Professional judgmenet), yaitu meminta pertimbangan orang yang menekuni
bidang tertentu seperti dokter, guru, mekanik, dan lain-lain. (4) Pertimbangan
beberapa orang yang memiliki kompetensi untuk memberikan penilaian (inter-
rater judgement).
Validitas konstruk (construct validity) berkenaan dengan konstruk atau
struktur dan karakteristik psikologis aspek yang akan diukur dengan instrumen.
Pengujian ini bertujuan untuk melihat kesesuai konstruksi butir yang ditulis
dengan kisi-kisinya. Menurut Purwanto (2010:125), metode yang dapat digunakan
adalah metode telaah butir. Metode ini dilakukan denga mencermati kesesuaian
penempatan butir-butir dalam faktornya dari sisi konstruksinya. Instrumen
dikatakan valid apabila konstruksinya sesuai dengan kisi-kisi instrumen yang
telah dibuat.
Validitas criteria (criterion validity) berkenaan dengan tingkat ketepatan
instrumen mengukur segi yang akan diukur yaitu hasil belajar siswa.
Pengujiannya dilakukan dengan cara membandingkan instrumen dengan kriteria
tertentu di luar instrumen. Validitas kriteria dibedakan menjadi validitas konkuren
91
dan validitas prediktif. Validitas konkuren dilakukan dengan cara membandingkan
instrumen yang dibuat dengan instrumen yang sudah ada sebelumnya, misalnya
hasil pengujian intrumen yang dibuat dengan hasil ulangan harian yang sesuai
dengan materi yang diujikan. Validitas prediktif dilakukan dengan cara
membandingkan instrumen yang dibuat dengan yang belum ada sehingga
pembandingnya harus diprediksi terlebih dahulu. Misalkan saja menguji
reliabelitas instrumen tes seleksi siswa baru, kita membandingkan hasil
ujicobanya dengan hasil tes ulangan harian yang kira-kira materinya sama karena
hasil tes seleksi siswa baru belum ada. Di dalam penelitian ini, validitas criteria
diabaikan dengan asumsi bahwa jika tes telah valid secara konten dan konstruk
maka instrumen tersebut akan tepat mengukur apa yang akan diukur.
Syarat tes hasil belajar berikutnya adalah reliabel. Menurut Purwanto
(2009:153-154), reliabelitas berasal dari kata rely yang artinya percaya dan
reliabel yang artinya dipercaya. Keterpercayaan berhubungan dengan ketepatan
dan konsistensi. Tes hasil belajar dikatakan dapat dipercaya apabila memberikan
hasil pengukuran yang relatif tetap dan konsisten. Menurut Sukmadinata
(2009b:229), reliabilitas berkenaan dengan keajegan atau ketepatan hasil
pengukuran Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabilitas yang tinggi jika
tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap yang dihitung dengan koefesien
reliabilitas.