212.doc
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seksio sesaria merupakan prosedur bedah untuk pelahirkan janin dengan
insisi melalui abdomen dan uterus. Resiko penyerta prosedur bedah harus
dipertimbangkan. Di Inggris angka mortalitas untuk prosedur elektif berada antara
15 dan 17 per 100.000 kasus maternitas selama tahun 1991-1996 (DoH 1998).
Embolisme paru, pendarahan dan sepsis terus terjadi sebagai penyebab mortalitas
yang menonjol. Pendelegasian yang tidak tepat, fasilitas yang tidak adekuat dan
komunikasi yang buruk menjadi penyebab perawatan di bawah standar yang
memrerlukan perbaikan.
Masalah yang disertai perlahran per vaginam seperti inkontinensia rektal
dan urine, pertanyaan mengenai pilihan, peningkatan keamanan seksio sesaria,
semakin besarnya jumlah ibu yang mengandung dan kesiapan penolong terhadap
litigasi untuk komplikasi pelahiran operatif per vaginam merupakan faktor-faktor
yang menyebabkan peningkatan angka seksio sesaria.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah Untuk Mengetahui dan
Memahami Tentang Konsep Dasar Teori dan Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Sectio Ceasarea.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain adalah :
1.Untuk mengetahui defenisi dari Sectio Ceasarea.
2.Untuk mengetahui etiologi dari Sectio Ceasarea.
3.Untuk mengetahui patofisiologi dari Sectio Ceasarea.
4.Untuk mengetahui klasifikasi dari Sectio Ceasarea.
5.Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Sectio Ceasarea
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
[Wiknjosastro, 2004].
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus (Saefuddin, 2005)
B. ISTILAH
a. Seksio sesarea primer (efektif).
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio
sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul
sempit (CV kecil dari 8 cm).
b. Seksio sesarea sekunder.
Dalam hal ini kita bersikap menunggu kelahiran biasa (partus percobaan),
bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru
dilakukan seksio sesarea
c. Seksio sesarea ulang (repeat caesarean section) .
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea (previous
caesarean section) dan kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea
ulang.
d. Seksio sesarea histerektomi (caesarean section
hysterektomy)
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio
sesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena sesuatu indikasi.
2
3
e. Operasi Porro (Porro operation).
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya
janin sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada
keadaan infeksi rahim yang berat.
Seksio sesarea oleh ahli kebidanan disebut obstetric panacea, yaitu obat atau
terapi ampuh dari semua masalah obstetri.
C. Nifas Dibagi dalam 3 Periode
a. Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu boleh berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerperium Intramedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6–8 minggu.
c. Puerperium Remote
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama
hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu bulanan atau tahunan.
D. Perubahan Fisiologi dan Psikologi
a. Perubahan Fisiologis
a) Uterus
Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil. Pada waktu bayi lahir tinggi fundus uteri
setinggi pusat dan berat uterus 1000 gram, waktu uri lahir
tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat dengan berat uterus 750 gram. 1 jam
setelah lahir tinggi fundus uteri setinggi umbilikus dengan konsistensi lembut
dan kontraski masih ada. Setelah 12 jam tinggi fundus uteri 1 cm di atas
umbilikus setelah 2 hari tinggi fundus uteri turun 1 cm. Satu minggu setelah
persalinan tinggi fundus uteri pertengahan pusat simfisis dengan berat uterus
500 gram, dua minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri tidak teraba di
atas simfisis dengan berat uterus 350 gram. 6 minggu setelah persalinan
tinggi fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gram, dan 8
3
4
minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri kembali normal dengan berat 30
gram. (Mochtar, 1998)
b) Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa
nifas.
a. Locea Rubra (Cruenta)
Berasal dari kavum uteri dan berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, vernik kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari
pasca persalinan.
b. Lochea Sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Hari ke 3 – 7 pasca
pesalinan.
c. Lochea Serosa
Berwarna pink (merah muda) kecoklatan. Cairan tidak berdarah lagi.
Pada hari ke 7 – 14 pasca persalinan.
d. Lochea Alba
Berwarna kuning putih. Setelah 2 minggu. Tanda bahaya jika setelah
lochea rubra berhenti warna darah tidak muda, bau seperti menstruasi. Lochea
Purulenta jika terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk,
Locheostiasis Lochea tidak lancar keluarnya. Pengeluran rata-rata lochea 240
– 270 ml. (Mochtar, 1998).
c) Servik dan Vagina
Segera setelah melahirkan servik lunak dan dapat dilalui oleh 2 jari,
sisinya tidak rata karena robekan saat melahirkan. Bagaimanapun juga servik
tidak dapat kembali secara sempurna ke masa sebelum hamil. Osteum
externum akan menjadi lebih besar karena adanya. Dalam beberapa hari
bentuk servik mengalami distersi, struktur internal kembali dalam 2 minggu.
Struktur eksternal melebar dan tampak bercelah. Sedangkan vagina akan
menjadi lebih lunak dengan sedikit rugae dan akan kembali mengecil tetapi
akan kembali ke ukuran semula seperti sebelum hamil dalam 6 – 8 minggu
4
5
meskipun bentuknya tidak akan sama persis hanya mendekati bentuk awalnya
saja.
d) Perineum
Selama persalinan Perinum mendapatkan tekanan yang besar, yang
kemudian setelah persalinan menjadi edema. Perawat perlu mengkaji tingkat
kenyamanan sehubungan dengan adanya luka episiotomi, laserasi dan
hemoroid. Perawat perlu melaporkan adanya edema, khimosis, kemerahan
dan pengeluaran (darah, pus, serosa). Dan apabila ada luka episiotomy kaji
tanda-tanda infeksi dan luka episiotomy ini akan sembuh dalam 2 minggu.
(Pillitteri, 1999).
e) Proses Laktasi
Di awal kehamilan, peningkatan estrogen yang diproduksi oleh
placenta menstimulasi perkembangan kelenjar susu. Pada hari pertama post
partum terdapat perubahan pada mammae ibu post partum. Semenjak masa
kehamilan kolostrum telah disekresi. Pada 3 hari pertama post partum
mammae terasa penuh atau membesar oleh karena kelahiran plasenta diikuti
dengan meningkatnya kadar prolaktin menstimulasi produksi susu. (Pillitteri,
1999).
f) Tanda-tanda Vital
Jumlah denyut nadi normal antara 50 – 70 x/menit. Takikardi
mengidentifikasi perdarahan penyakit jantung infeksi dan kecemasan.
Tekanan darah terus selalu konsisten dengan keadaan sebelum melahirkan.
Penurunan tekanan darah secara drastis dicurigai adanya peradarahan.
Kenaikan tekanan darah sistole 30 mmHg dan distol 15 mmHg atau keduanya
dicuriagi kehamilan dengan hipertensi atau eklamsi. Kenaikan suhu tubuh
hingga 38o C pada 24 jam pertama atau lebih diduga terjadi infeksi atau
karena dehidrasi. Perawat perlu mengkaji tanda-tanda vital, karena sebagai
petunjuk adanya peradarahan, infeksi atau komplikasi post partum lainnya.
(Sherwen, 1999).
g) Sistem Pernafasan
5
6
Diafragma turun dan paru kembali ke tingkat sebelum melahirkan
dalam 6 – 8 minggu post partum. Respiratory rate 16 – 24 kali per menit.
Keseimbangan asam basa akan kembali normal dalam 3 minggu post partum.
Dan metabolisme basal akan meningkat selama 14 hari post partum. Pada
umumnya tidak ada tanda-tanda infeksi pernafasan atau distress pernafasan
pada beberapa wanita mempunyai faktor predisposisi penyakit emboli paru.
Secara tiba-tiba terjadi dyspneu. Emboli paru dapat terjadi dengan gejala
sesak nafas disertai hemoptoe dan nyeri pleura. (Sherwen, 1999).
h) Sistem Muskuloskeletal
Pada kedua ekstremitas atas dan bawah dikaji apakah ada oedema atau
perubahan vaskular. Ekstermitas bawah harus diobservasi akan adanya udema
dan varises. Jika ada udema observasi apakah ada pitting udema, kanaikan
suhu, pelebaran pembuluh vena, kemerahan yang diduga sebagai tanda dari
tromboplebitis. Ambulasi harus sesegera mungkin dilakukan untuk
meningkatkan sirkulasi dan mencegah kemungkinan komplikasi. (Sherwen,
1999).
i) Sistem Persyarafan
Ibu post partum hiper refleksi mungkin terpapar kehamilan dengan
hipertensi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji adanya
peningkatan tekanan darah, proteinuria, udema, nyeri epigastritik dan sakit
kepala. (Sherwen, 1999).
j) Sistem Perkemihan
Untuk mengkaji sistem perkemihan pada masa post partum secara
akurat harus meliputi riwayat : kebiasaan berkemih, infeksi saluran kemih,
distensi kandung kemih, retensi urine. Kemampuan untuk berkemih,
frekuensi, jumlah, warna, konsistensi, rasa lampias. Kemampuan untuk
merasakan penuhnya kandung kemih dan pengetahuan tentang personal
hygiene. Pada umumnya dalam 4 – 8 jam setelah melahirkan ibu post partum,
mempunyai dorongan untuk mengosongkan kandung kemih. Dalam waktu 48
jam kemudian ibu post partum akan sering berkemih tiap 3 – 4 jam sekali
untuk menghidari distensi kandung kemih. (Pillitteri, 1999).
6
7
k) Sistem Pencernaan
Karakteristik dari fungsi normal usus adalah adanya bising usu 5 –
35 /menit. Kurangnya pergerakan usus pada hari pertama post partum adalah
hal yang biasa terjadi. Sebagai akibat terjadinya udema saat kelahiran, kurang
asupan makan (puasa) sesaat sebelum melahirkan selanjutnya pada beberapa
hari pertama post partum. Khususnya saat berada di rumah sakit. Beberapa
ibu tidak mendapatkan kembali kebiasaan makannya. Jika terjadi konstipasi,
abdomen akan mengalami distensi, maka feses akan terpalpasi. (Sherwen,
1999).
b. Perubahan Psikologis
a) Taking in Phase
Timbul pada jam pertama kelahiran 1 – 2 hari selama masa ini ibu
cenderung pasif, ibu cenderung dilayani dalam memenuhi cenderung
sendiri. Hal ini disebabkan rasa tidak nyaman pada perineal, nyeri setelah
melahirkan.
b) Taking Hold Phase
Ibu post partum mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan sendiri, telah
suka membuat keputusan sendiri. Ibu mulai mempunyai ketertarikan yang
kuat pada bayinya pada hari 4 – 7 hari post partum.
c) Letting Go Phase
Ibu post partum dapat menerima keadaan dirinya apa adanya. Proses ini
perlu menyesuaikan diri terjadi pada hari terakhir minggu pertama.
E. INDIKASI
a. Indikasi ibu.
a) Panggul sempit absolut
b) Tumor–tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
c) Stenosis serviks/ vagina.
d) Plasenta previa.
e) Disporposi sefalopelvik.
f) Ruptura uteri membakat.
7
8
b. Indikasi janin.
a) Kelainan letak
b) Gawat janin
Pada umumnya sectio sesarea dilakukan pada :
a) Janin mati
b) Syok, anemia berat sebelum diatasi.
c) Kelainan congenital berat(monster).
Menurut Mansjoer (2000)
1. Disporposi sevalo pelvic.
2. Gawat janin.
3. Plasenta previa
4. Pernah seksio sesarea sebelumnya.
5. Kelainan letak.
6. Incoordinate uterine action.
7. Eklampsia.
8. Hipertensi.
Menurut Mochtar (1998)
1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior).
2. Panggul sempit.
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis
ialah CV = 8 cm, panggul dengan CV = 8 cm dapat dipastikan tidak dapat
melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan seksio sesarea.
CV adalah 8–10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan baru setelah
gagal dilakukan seksio sesarea sekunder.
3. Disporposi sefalo- pelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dan panggul.
4. Ruptura uteri mengancam
5. Partus lama (prolonged labor).
6. Partus tak maju (obstructed labor).
8
9
7. Distosia serviks.
8. Pre- eklampsi dan hipertensi.
9. Malpresentasi janin.
f. Letak lintang
Greenhill dan Eastman sama- sama sependapat:
a. Bila ada kesempitan panggul, maka seksio sesarea adalah
cara yang terbaik dalam letak lintang dengan janin hidup dan besar
biasa.
b. Semua primigravida dengan letak lintang dengan janin
hidup dan besar biasa.
c. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong
dengan seksio sesarea, walau tidak ada perkiraan panggul sempit.
d. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong
dengan cara–cara lain.
g. Letak bokong .
Seksio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
a. Panggul sempit.
b. Primigravida.
c. Janin besar dan berharga.
h. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan
cara-cara lain tidak berhasil.
i. Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
j. Gemelli, menurut eastman seksio sesarea dianjurkan:
a. Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder
presentation).
b. Bila terjadi interlock (locking of the twins).
c. Distosia oleh karena tumor.
d. Gawat janin dan sebagainya.
9
10
F. KONTRAINDIKASI
1. Jika janin sudah mati atau berada dalam keadaan
jelek sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan
untuk melakukan operasi.
2. Jika janin lahir, ibu mengalami infeksi yang luas
dan fasilitas untuk sectio caesaria ekstraperitoneal tidak tersedia.
3. Jika dokter bedahnya tidak berpengalaman dan
keadaan tidak menguntungkan bagi pembedahan serta tidak tersedianya
tenaga yang memadai.
G. KLASIFIKASI
1. Abdomen [Seksio Sesarea Abdominalis]
a. Seksio sesara transperitonealis
a) Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang
pada korpus uteri.
b) Seksio sesara ismika atau profunda atau low cervical dengan
insisi pada segmen bawah rahim
b. Seksio sosarea ekstraperitonealis.
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak
membuka kavum abdominal.
Dulu dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat.
Sekarang jarang dilakukan.
2. Vagina [Seksio Sesarea Vaginalis]
Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan sebagai
berikut :
a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig.
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Sayatan huruf T (T- incision).
3. Sectio sesarea klasik atau korporal
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim [low cervical transversal] kira–kira 10 cm.
10
11
Kelebihan
a) Mengeluarkan janin lebih cepat
b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
a) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
4. Seksio Sesarea Ismika (Profunda)
Kelebihan
a) Penjahitan luka kebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan penyebaran isi uterus kerongga peritonium.
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura
uteri spontan kurang/ lebih kecil.
Kekurangan
a) Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah, sehingga
dapat menyebabkan arteri uterina putus sehingga mengakibatkan
perdarahan yang banyak.
b) Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.
5. Seksio Sesarea Hysterectomy.
Setelah seksio sesarea dikerjakan hysterektomi dengan indikasi;
a) Atonia uteri
b) Placenta accreta
c) Myoma uteri
d) Infeksi intra uterin yang berat.
11
12
Macam–macam bentuk operasi seksio sesarea adalah;
1. Seksio sesarea klasik menurut Sanger
2. Seksio sesarea transperitoneal profunda menurut Kehrer
3. Seksio sesarea histerektomi menurut Porro
4. Seksio sesarea ekstraperitonial.
5. Seksio sesarea transvaginal
H. KOMPLIKASI
Terdapat beberapa bahaya yang telah dikenal bagi fetus bila persalinan
dilakukan dengan seksio sesarea, terlepas dari yang ditunjukan oleh keadaan
abnormal untuk mana diindikasikan seksi. Resiko ini meliputi
1. Hipoksia akibat sindroma hipotensi terlentang.
2. Depresi pernafasan karena anesthesia
3. Sindroma gawat pernafasan, jelas lebih lazim pada bayi yang
dilahirkan dengan seksio
Komplikasi ibu
1. Infeksi yang didapat dirumah sakit, terutama setelah dilakukan
seksio pada persalinan.
2. Fenomena tromboemboli, terutama pada multipara dengan
varikositas.
3. Ileus, terutama karena peritonitis dan kurang sering karena dasar
obstruksi.
4. Kecelakaan anastesi.
Komplikasi menurut Mochtar [1998] yaitu
1. Infeksi puerperal [nifas].
Ringan; dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi
dan perut sedikit kembung.
12
13
Berat ; dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Perdarahan ,disebabkan karena
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
Atonia uteri.
Perdarahan pada placental bled.
3. Luka kandung kemih, emboli baru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonealisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.
Komplikasi yang bisa timbul
Ibu
a. Infeksi puerperal
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas, atau bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dan
sebagainya. Infeksi post operatif terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala- gejala infeksi intra partum atau ada faktor-faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu [partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya].
Bahaya infeksi sangat diperkecil dengan pemberian antibiotic akan tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini
lebih berbahaya daripada SC transperitonealis porfunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-
cabang arteri uterina ikut terbuka.
c. Komplikasi–komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme
paru–paru dan sebagainya tapi sangat jarang terjadi.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
13
14
ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah
SC klasik.
Anak
Nasib anak yang dilahirkan dengan SC banyak tergantung dari keadaan yang
menjadi alasan untuk melakukan SC.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ibu post partum sectio caesarea menurut Manuaba [1999],
Saifuddin [2002], Hamilton [1998].
1. Kesadaran penderita
a.Pada anastesi lumbal
Kesadaran penderita baik, oleh karenanya ibu dapat mengetahui hampir
semua proses persalinan
b. Pada anestesi umum
Pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan memberikan oksigen,
menjelang akhir operasi.
2.Mengukur dan memeriksa tanda–tanda vital
a.Pengukuran
Kaji tanda–tanda vital setiap 5 menit sampai stabil, kemudian setiap 15
menit selama satu jam, kemudian setiap 30 menit selama 8 jam.
Tensi, nadi, temperature dan pernapasan.
Keseimbangan cairan melalui produksi urin, dengan perhitungan
Produksi urine normal 500- 600 CC
Pernapasan 500- 600 CC
Penguapan badan 900- 1000 CC
Pemberian cairan pengganti sekitar 2000–2500 CC dengan
perhitungan 20 tetes per menit [= 1 CC/ menit].
Infus setelah operasi selitar 2 x 24 jam.
b. Pemeriksaan
Paru
Kebersihan jalan napas.
14
15
Ronki basah; untuk mengetahui adanya edema perut.
Bising usus menandakan berfungsinya usus [dengan adanya flatus].
Perdarahan lokal pada luka operasi.
Konstraksi rahim; untuk menutup pembuluh darah.
Perdarahan per vaginam.
o Evaluasi pengeluaran lokhia.
o Atonia uteri meningkatkan perdarahan.
o Perdarahan berkepanjangan.
Profilaksis antibiotika
Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang steil, infeksi
asendens karena manipulasi vagina, sehingga pemberian antibiotika sangat
penting untuk menghindari terjadinya sepsis sampai kematian.
Pertimbangan pemberian antibiotika :
- Bersifat profilaksis
- Bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi
- Berpedoman pada hasil tes sensitifitas
- Kualitas antibiotika yang akan diberikan
- Cara pemberian antibiotika
Yang paling tepat adalah berdasarkan hasil tes sentifitas, tetapi memerlukan
waktu 5-7 hari, sehingga sebagian besar pemberian antibiotika dengan dasar ad
juvantibus.
Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam
Ditambah gentamicin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam
Ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
4. Perawatan luka insisi
Luka insisi dibersihkan dengan larutan desinfektan lalu ditutup dengan kain
penutup luka secara periodik luka dibersihkan dan diganti
15
16
Jahitan diangkat pada hari ke 6-7 pst operasi diperhatikan apakah luka sembuh
atau dibawah luka terdapat eksudat
Jika luka dengan eksudat sedikit, ditutup dengan band aid operatif dressing
Jika luka dengan eksudat sedang ditutup dengan regal filmatedswabs atau
pembalut luka lainnya
Jika luka dengan eksudat banyak, ditutup dengan surgipad atau dikompres
dengan cairan suci hama lainnya, sedangkan untuk memberikan kenyamanan
bergerak bagi penderitanya sebaiknya dipakai gurita
5. Mobilisasi penderita
Konsep mobilisasi dini tetap merupakan konsepsi dasar, sehingga pulihnya alat
vital dapat segera tercapai
a. Mobilisasi fisik
Miring kekanan dan kekiri dimulai –1 jam pasca operasi (setelah
sadar)
Hari kedua penderita dapat duduk selama 5 menit dan hari 3-5
mulai belajar berjalan
Infus dan kateter dibuka pada hari kedua atau ketiga
b. Mobilisasi usus
Setelah hari pertama dan keadaan baik, penderita boleh minum
Diikuti dengan makan bubur saring dan pada hari kedua-ketiga makan
buur
Hari keempat-kelima nasi biasa dan boleh pulang
6. Nasehat Pasca Operasi
Hal-hal yang dianjurkan pasca operasi antara lain:
a. Dianjurkan jangan hamil kurang lebih satu tahun dengan memakai alat
kontrasepsi
b. Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antanatal yang baik
c. Bersalin di rs yang besar
d. Apakah persalinan berikutnya harus dengan sectio caesarea tergantung
diindikasi sectio caesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya.
16
17
J. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN SECTIO CAESARIA
1. PENGKAJIAN
Menurut Doengoes (2001) fokus pengkajian pasien dengan sectio caesarea,
yaitu ;
1. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
2. Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosi dari kegembiraan sampai ketakutan,
marah atau menarik diri. Klien atau pasangan dapat memiliki pertanyaan
atau peran dalam pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru
3. Eliminasi
Kateter mungkin terpasang, urine jernih pucat, bising usus tidak ada/jelas
4. Makanan atau cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
5. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensori di bawah tingkat anastesi spinal epidural
6. Nyeri atau ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber , misalnya :
trauma bedah atau insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih, atau
efek-efek anestesi
7. Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vaskuler
8. Seksualitas
Kontraksi kuat dan terletak umbilikus, aliran lokhea sedang dan
berlebihan/banyak
9. Pemeriksaan diagnostik
17
18
Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (hb/ht): mengkaji perubahan
dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
Sedangkan urinalisis : kultur, urine, darah vaginal dan lokhea. Pemeriksaan
tambahan didasarkan pada kebutuhan individu
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan diskontiunitas jaringan sekunder
terhadap insisi bedah.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, prosedur
invasif
3) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan pembekakan payudara,
pembendungan ASI
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan
sekunder terhadap insisi bedah
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
ketidaknyamanan fisik
6) Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
7) Inadekuat mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pembedahan
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
miss interpretasi informasi.
3. FOKUS INTERVENSI
Menurut Doegoes (2001) Carpeniti (2000) dan Nanda (2001) :
1. Nyeri akut berhubungan dengan diskontiunitas jaringan sekunder
terhadap insisi bedah.
Tujuan : nyeri berkurang
Hasil yang diharapkan :
Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri
dengan tepat
Melaporkan/mengungkapkan nyeri berkurang
18
19
Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :
a.Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan skala nyeri
Perhatikan isyarat verbal dan non verbal pasien
Rasional : Pasien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan
ketidaknyamanan secara langsung, menentukan tingkat nyeri, mengetahui
berat ringannya penderitaan pasien dan memudahkan untuk menentukan
tindakan
b. Kaji tanda-tanda vital
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah dan nadi
meningkat. Analgesia dapat menurunkan tekanan darah
c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
Rasional : pengalihan perhatian ke hal-hal yang menyenangkan dapat
meningkatkan rasa kenyamanan dan mengurangi nyeri
d. Ubah posisi klien senyaman mungkin
Rasional: merelaksasikan otot, meningkatkan kenyamanan, serta
meningkatkan rasa sejahtera.
e. Kolaborasi
Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan kenyamanan karena mengurangi rasa nyeri dan
meningkatkan mobilitas
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan,
prosedur invasif
Tujuan : tidak ada tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil/hasil yang diharapkan :
Bebas dari infeksi, tidak demam dan tidak ada tanda-tanda infeksi
lainnya
Menunjukkan tanda awal penyembuhan (misalnya penyatuan tepi-
tepi luka)
Karakter lokhea normal dan urine jernih kuning pucat
19
20
Intervensi :
a. Kaji/monitor tanda-tanda vital (ttv)
Rasional : perubahan ttv terutama suhu tubuh dapat disebabkan oleh
terjadinya proses infeksi, sehingga merangsang hipotalamus untuk
meningkatkan suhu tubuh
b. Anjurkan dan gunakan teknik cuci tangan dengan cermat
dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan linen
terkontaminasi dengan tepat
Rasional : membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi
c. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau
rembesan, lepaskan balutan, sesuai indikasi
Rasional : balutan steril menutupi luka pada 24 jam pertama kelahiran
caesarea melindungi luka dari cidera atau kontaminasi. Rembesan dapat
menandakan hematoma, gangguan penyatuan jahitan. Pengankatan balutan
memungkinkan insisi mengering dan meningkatkan penyembuhan
Inspeksi insisi terhadap penyembuhan, perhatikan kemerahan, edema, nyeri,
eksudat, atau ganguan penyatuan
Rasional : membantu menghilangkan media pertumbuhan bakteri,
meningkatkan hygiene
d. Rawat luka dan teknik steril
Rasional : mencegah pertumbuhan bakteri
e. Kolaborasi
Rasional : perlu untuk mematikan mikroorganisme
Berikan antibiotik khusus untuk infeksi yang teridentifikasi
3. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan pembekakan payudara,
pembendungan ASI
Tujuan : menyusui dengan efektif
Kriteria hasil/hasil yang diharapkan :
Asi keluar lancar
Payudara tidak bengkak
20
21
Tidak terjadi pembendungan asi
Intervensi
a.Tanyakan pada ibu tentang riwayat menyusui
Rasional : agar dapat memberikan intervensi selanjutnya
b. Jelaskan pada ibu pentingnya asi bagi bayi
Rasional : memotivasi ibu agar proses menyusui efektif dapat berlangsung
baik
c.Jelaskan dna anjurkan pada ibu tentang pentingnya perawatan payudara.
Lakukan perawatan payudara, anjurkan melakukan 2 x sehari.
Rasional : perawatan payudara dapat melancarkan asi dan mengurangi
pembengkakan payudara
d. Kaji keadaan payudara
Rasional : identifikasi dini efektif untuk melakukan intervensi yang tepat
e.Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara teratur
Rasional : rangsangan isapan bayi dapat merangsang keluarnya asi
f. Anjurkan ibu untuk makan makanan bergizi
Rasional :makanan yang bergizi dapat menghasilkan ASI yang baik
g. Berikan alternatif posisi yang aman saat menyusui
Rasional : posisi yang tepat memberikan kenyamanan kepada ibu dan bayi
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya
perdarahan sekunder terhadap insisi bedah
Tujuan : tidak terjadi kkuarangan volume cairan
Kriteria hasil/hasil yang diharapkan :
Volume cairan adekuat, hb/ht dalam batas normal
Perdarahan minimal kurang dari 500 cc
Intervensi :
a. Hitung dan catat balance cairan selama 24 jam
Rasional : mengidentifikasi dan mengontrol balance cairan
b. Monitor ttv
21
22
Rasional : hipotensi, takikardi, keadaan kulit dan mukosa mulut
menandakan tanda-tanda syok hipovolemik
c. Tetap dampingi pasien aelama dalam keadaan kekurangan
cairan (volum cairan)
Rasional : pengawasan yang ketat dapat memudahkan intervensi
selanjutnya
d. Kolaborasi
Beri cairan parenteral sesuai indikasi
Rasional : mengganti cairan yang hilang untuk mempertahankan balance
cairan
Pantau hasil laboratorium (hb/ht)
Rasional : membantu dalam menentukan jumlah kehilangan cairan
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
ketidaknyamanan fisik
Tujuan : klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
Kriteria hasil/hasil yang diharapkan :
Pasien dapat mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri
Mengidentifikasi/menggunakan sumber- sumber yang ada.
Intervensi:
a.Kaji keadaan fisik dan psikologis klien.
Rasional: Adanya perubahan dan kesejahteraan fisik atau emosional dapat
memundurkan asumsi peran otonom pada perawatan diri.
b. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan pasien dalam memenuhi
kebutuhan sehari- hari.
Rasional: Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual.
c.Berikan bantuan seperlunya sesuai kebutuhan.
Rasional: Memperbaiki harga diri, meningkatkan kemandirian dan
pemulihan, serta meningkatkan perasaan sejahtera.
22
23
d. Berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukan
pasien.
asional: Meningkatkan kemandirian dan mendorong pasien untuk
berusaha.
e.Berikan dukungan dan beri waktu cukup untuk melakukan aktifitas untuk
pemenuhan kebutuhan.
Rasional:Pasien merasa lebih bersemangat dalam melakukan aktifitasnya
dan merasa lebih leluasa.
6. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
Tujuan : tidak ada keluhan dalam bab
Kriteria hasil/hasil yang diharapkan :
Mendapatkan kembali pola eliminasi dalam 4 hari postpartum, yaitu bab
1-2 kali per hari
Kembalinya fungsi usus normal (bising usus kurang lebih 5-30 kali per
menit, flatus)
Intervensi :
a. Auskultasi terhadap adanya bising usus pada keempat
kuadran
Rasional : menentukan kesiapan terhadap pemberian makanan per oral dan
kemungkinan terjadinya komplikasi
b. Palpasi abdomen. Perhatikan adanya distensi abdomen
Rasional : menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau
kemungkinan ileus paralitik
c. Anjurkan masukkan cairan per oral dan diit makanan
tinggi serat
Rasional : cairan yang adekuat dan diit tinggi serat merangsang eliminasi
dan mencegah konstipasi
d. Anjurkan pasien untuk ambulasi dini
Rasional : ambulasi dini meningkatkan peristaltik dan pengeluaran gas
sehingga menghilangkan/mengurangi nyeri
23
24
e. Kolaborasi
Berikan analgesik 30 menit sebelum ambulasi
Rasional : memudahkan kemampuan untuk ambulasi dapat menurunkan
aktifitas usus
Berikan pelunak feses
Rasional : melunakkan feses, merangsang peristaltik dan
mengembalikan fungsi usus
7. Inadekuat mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pembedahan
Tujuan : Mobilitas fisik adekuat
Kriteria hasil/ hasil yang diharapkan :
. Tidak ada kontraktur .
. Menunjukan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
Intervensi:
a. Kaji tanda-tanda vital dan kebutuhan aktivitas.
Rasional : Aktivitas dapat mempengaruhi perubahan respon autonomic
meliputi perubahan pada tekanan darah, nadi dan pernafasan.
b. Anjurkan mobilisasi secara bertahap.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke seluruh tubuh dan melatih
kemandirian.
c. Bantu dalam melakukan mobilisasi sesuai dangan kebutuhan.
Rasional : Mobilisasi didi dan dan menurunkan komplikasi tirah baring
dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
d. Ajarkan rentang gerak aktif – pasif.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot, mempertahankan gerak
sendi dan mencegah kontraktur.
e. Anjurkan klien banyak istirahat dan atur posisi pasien senyaman
mungkin.
Rasional : Menjadikan pasien lebih rileks dan memaksimalkan istirahat.
f. Libatkan keluarga dalam mobilisasi pasien.
24
25
Rasional : Menciptakan hubungan kerja sama antara tim kesehatan
dangan keluarga dalam proses penyembuhan.
g. Motivasi klien untuk ambulasi, minimal 3 kali
Rasional : Ambulasi secara teratur dapat meningkatkan penyembuhan.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
miss interpretasi informasi.
Tujuan : Tingkat pengetahuan pasien meningkat.
Kriteria hasil/ hasil yang diharapkan :
. Pasien mengungkapkan pemahaman, perubahan fisiologi.
Intervensi :
a. Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar.
Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila
penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan
pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi.
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi kebutuhan.
Rasional : Karena memerlukan waktu untuk bergerak dari fase taking in ke
taking hold dimana penerimaan dari kesiapannya ditingkatkan dan ia
secara emosional dan secara fisik siap untuk belajar informasi baru untuk
memudahkan peleksanaan peran barunya.
c. Diskusikan perubahan fisik dan psikologis yang normal.
Rasional : Status emosional karena mungkin kadang–kadang lebih pada
saat ini dan sering di pengaruhi oleh kesejahteraan fisik.
d. Identifikasi sumber–sumber yang tersedia.
Rasional : Meningkatkan kemandirian dan memberikan dukungan untuk
adaptasi pada perubahan multipel.
4. EVALUASI
1. Diagnosa keperawatan I
o Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri
dengan tepat.
25
26
o Mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
o Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.
2. Diagnosa keperawatan II
oKlien mendemonstrasikan cara untuk meningkatkan penyembuhan
oBebas dari infeksi, tidak demam dan tidak ada tanda-tanda infeksi lain
oMenunjukan tanda awal penyembuhan [penyatuan tepi- tepi luka].
oKarakter lokhea normal dan urine jernih kuning pucat.
3. Diagnosa keperawatan III
oASI keluar dengan lancar
oPasien merasakan payudara lebih lunak dan tidak terasa tegang, sehingga
tidak terjadi pembendungan ASI
4. Diagnosa keperawatan IV
oVolume cairan adekuat.
oHb/Ht dalam batas normal.
oPerdarahan minimal kurang dari 500 cc.
5. Diagnosa keperawatan V
oPasien dapat mendemonstrasikan teknik–teknik untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
oMengidentifikasi/menggunakan sumber- sumber yang ada.
6. Diagnosa keperawatan VI
oMendapatkan kembali eliminasi dalam 4 hari postpartum yaitu 1- 2 kali
per hari.
oKembalinya fungsi usus normal.
7. Diagnosa Keperawatan VII
oTidak adanya kontraktur
oMeningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi
mungkin.
oMenunjukan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
8. Diagnosa keperawatan VIII
26
27
oPasien mengungkapkan pemahaman terhadap informasi yang telah
diberikan.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Secsio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).Sectio
caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991). Jadi operasi
Seksio Sesaria ( sectio caesarea ) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin
( persalinan buatan ), melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian
depan sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding
rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat
2. Saran
Bagi ibu yang sedang menjalani seksio sesaria kami hanya menyarankan
ibu dapat menjalani semua yang disarankan dari bidan maupun penolong
persalinan lainya ,mengetahui bagaimana keadaan pada waktu seksio sesaria itu
sendiri dan perubahan-perubahan yang akan terjadi .
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E, Moorhouse, Mary Frances, 2001, Rencana Perawatan
Maternal/Bayi : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi
Perawatan Klien, ed. 3, EGC, Jakarta.
Friedman, 1998, Seri Skema Diagnosis Dan Penatalaksanaan Obstetri, ed. 2,
Binarupa Aksara Jakarta.
Hamilton, Persis Mary, 1995, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC ,
Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gede, 1999, Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Dokter Umum, EGC, Jakarta.
Martius, Gerhand, 1995, Bedah Kebidanan Martius, EGC, Jakarta.
Mochtam, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri , ed.2,EGC Jakarta.
Padjajaran, Universitas, 1995, Obstetri Operatif, Elstar Offset, Bandung.
Saifuddin, A.B., 2002 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Saifuddin, A.B., 2005, Ilmu Kandungan, Edisi Ketiga , Cetakan Ketujuh, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
28
29
Wiknjosastro, Hanifa, 1994, Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
29