212.doc

42
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seksio sesaria merupakan prosedur bedah untuk pelahirkan janin dengan insisi melalui abdomen dan uterus. Resiko penyerta prosedur bedah harus dipertimbangkan. Di Inggris angka mortalitas untuk prosedur elektif berada antara 15 dan 17 per 100.000 kasus maternitas selama tahun 1991-1996 (DoH 1998). Embolisme paru, pendarahan dan sepsis terus terjadi sebagai penyebab mortalitas yang menonjol. Pendelegasian yang tidak tepat, fasilitas yang tidak adekuat dan komunikasi yang buruk menjadi penyebab perawatan di bawah standar yang memrerlukan perbaikan. Masalah yang disertai perlahran per vaginam seperti inkontinensia rektal dan urine, pertanyaan mengenai pilihan, peningkatan keamanan seksio sesaria, semakin besarnya jumlah ibu yang mengandung dan kesiapan penolong terhadap litigasi untuk komplikasi pelahiran operatif per vaginam merupakan faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan angka seksio sesaria. B. TUJUAN 1. Tujuan Umum 1

Upload: lamfeniadwi

Post on 10-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 212.doc

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seksio sesaria merupakan prosedur bedah untuk pelahirkan janin dengan

insisi melalui abdomen dan uterus. Resiko penyerta prosedur bedah harus

dipertimbangkan. Di Inggris angka mortalitas untuk prosedur elektif berada antara

15 dan 17 per 100.000 kasus maternitas selama tahun 1991-1996 (DoH 1998).

Embolisme paru, pendarahan dan sepsis terus terjadi sebagai penyebab mortalitas

yang menonjol. Pendelegasian yang tidak tepat, fasilitas yang tidak adekuat dan

komunikasi yang buruk menjadi penyebab perawatan di bawah standar yang

memrerlukan perbaikan.

Masalah yang disertai perlahran per vaginam seperti inkontinensia rektal

dan urine, pertanyaan mengenai pilihan, peningkatan keamanan seksio sesaria,

semakin besarnya jumlah ibu yang mengandung dan kesiapan penolong terhadap

litigasi untuk komplikasi pelahiran operatif per vaginam merupakan faktor-faktor

yang menyebabkan peningkatan angka seksio sesaria.

B. TUJUAN

1.      Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah Untuk Mengetahui dan

Memahami Tentang Konsep Dasar Teori dan Asuhan Keperawatan pada

Pasien dengan Sectio Ceasarea.

2.      Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain adalah :

1.Untuk mengetahui defenisi dari Sectio Ceasarea.

2.Untuk mengetahui etiologi dari Sectio Ceasarea.

3.Untuk mengetahui patofisiologi dari Sectio Ceasarea.

4.Untuk mengetahui klasifikasi dari Sectio Ceasarea.

5.Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Sectio Ceasarea

1

Page 2: 212.doc

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding rahim

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram

[Wiknjosastro, 2004].

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus (Saefuddin, 2005)

B. ISTILAH

a. Seksio sesarea primer (efektif).

Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio

sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul

sempit (CV kecil dari 8 cm).

b. Seksio sesarea sekunder.

Dalam hal ini kita bersikap menunggu kelahiran biasa (partus percobaan),

bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru

dilakukan seksio sesarea

c. Seksio sesarea ulang (repeat caesarean section) .

Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea (previous

caesarean section) dan kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea

ulang.

d. Seksio sesarea histerektomi (caesarean section

hysterektomy)

Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio

sesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena sesuatu indikasi.

2

Page 3: 212.doc

3

e. Operasi Porro (Porro operation).

Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya

janin sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada

keadaan infeksi rahim yang berat.

Seksio sesarea oleh ahli kebidanan disebut obstetric panacea, yaitu obat atau

terapi ampuh dari semua masalah obstetri.

C. Nifas Dibagi dalam 3 Periode

a. Puerperium Dini

Kepulihan dimana ibu boleh berdiri dan berjalan-jalan.

b. Puerperium Intramedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6–8 minggu.

c. Puerperium Remote

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama

hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi waktu untuk sehat

sempurna bisa berminggu-minggu bulanan atau tahunan.

D. Perubahan Fisiologi dan Psikologi

a. Perubahan Fisiologis

a) Uterus

Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya

kembali seperti sebelum hamil. Pada waktu bayi lahir tinggi fundus uteri

setinggi pusat dan berat uterus 1000 gram, waktu uri lahir

tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat dengan berat uterus 750 gram. 1 jam

setelah lahir tinggi fundus uteri setinggi umbilikus dengan konsistensi lembut

dan kontraski masih ada. Setelah 12 jam tinggi fundus uteri 1 cm di atas

umbilikus setelah 2 hari tinggi fundus uteri turun 1 cm. Satu minggu setelah

persalinan tinggi fundus uteri pertengahan pusat simfisis dengan berat uterus

500 gram, dua minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri tidak teraba di

atas simfisis dengan berat uterus 350 gram. 6 minggu setelah persalinan

tinggi fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gram, dan 8

3

Page 4: 212.doc

4

minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri kembali normal dengan berat 30

gram. (Mochtar, 1998)

b) Lochea

Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa

nifas.

a. Locea Rubra (Cruenta)

Berasal dari kavum uteri dan berisi darah segar dan sisa-sisa selaput

ketuban, sel-sel desidua, vernik kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari

pasca persalinan.

b. Lochea Sanguinolenta

Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Hari ke 3 – 7 pasca

pesalinan.

c. Lochea Serosa

Berwarna pink (merah muda) kecoklatan. Cairan tidak berdarah lagi.

Pada hari ke 7 – 14 pasca persalinan.

d. Lochea Alba

Berwarna kuning putih. Setelah 2 minggu. Tanda bahaya jika setelah

lochea rubra berhenti warna darah tidak muda, bau seperti menstruasi. Lochea

Purulenta jika terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk,

Locheostiasis Lochea tidak lancar keluarnya. Pengeluran rata-rata lochea 240

– 270 ml. (Mochtar, 1998).

c) Servik dan Vagina

Segera setelah melahirkan servik lunak dan dapat dilalui oleh 2 jari,

sisinya tidak rata karena robekan saat melahirkan. Bagaimanapun juga servik

tidak dapat kembali secara sempurna ke masa sebelum hamil. Osteum

externum akan menjadi lebih besar karena adanya. Dalam beberapa hari

bentuk servik mengalami distersi, struktur internal kembali dalam 2 minggu.

Struktur eksternal melebar dan tampak bercelah. Sedangkan vagina akan

menjadi lebih lunak dengan sedikit rugae dan akan kembali mengecil tetapi

akan kembali ke ukuran semula seperti sebelum hamil dalam 6 – 8 minggu

4

Page 5: 212.doc

5

meskipun bentuknya tidak akan sama persis hanya mendekati bentuk awalnya

saja.

d) Perineum

Selama persalinan Perinum mendapatkan tekanan yang besar, yang

kemudian setelah persalinan menjadi edema. Perawat perlu mengkaji tingkat

kenyamanan sehubungan dengan adanya luka episiotomi, laserasi dan

hemoroid. Perawat perlu melaporkan adanya edema, khimosis, kemerahan

dan pengeluaran (darah, pus, serosa). Dan apabila ada luka episiotomy kaji

tanda-tanda infeksi dan luka episiotomy ini akan sembuh dalam 2 minggu.

(Pillitteri, 1999).

e) Proses Laktasi

Di awal kehamilan, peningkatan estrogen yang diproduksi oleh

placenta menstimulasi perkembangan kelenjar susu. Pada hari pertama post

partum terdapat perubahan pada mammae ibu post partum. Semenjak masa

kehamilan kolostrum telah disekresi. Pada 3 hari pertama post partum

mammae terasa penuh atau membesar oleh karena kelahiran plasenta diikuti

dengan meningkatnya kadar prolaktin menstimulasi produksi susu. (Pillitteri,

1999).

f) Tanda-tanda Vital

Jumlah denyut nadi normal antara 50 – 70 x/menit. Takikardi

mengidentifikasi perdarahan penyakit jantung infeksi dan kecemasan.

Tekanan darah terus selalu konsisten dengan keadaan sebelum melahirkan.

Penurunan tekanan darah secara drastis dicurigai adanya peradarahan.

Kenaikan tekanan darah sistole 30 mmHg dan distol 15 mmHg atau keduanya

dicuriagi kehamilan dengan hipertensi atau eklamsi. Kenaikan suhu tubuh

hingga 38o C pada 24 jam pertama atau lebih diduga terjadi infeksi atau

karena dehidrasi. Perawat perlu mengkaji tanda-tanda vital, karena sebagai

petunjuk adanya peradarahan, infeksi atau komplikasi post partum lainnya.

(Sherwen, 1999).

g) Sistem Pernafasan

5

Page 6: 212.doc

6

Diafragma turun dan paru kembali ke tingkat sebelum melahirkan

dalam 6 – 8 minggu post partum. Respiratory rate 16 – 24 kali per menit.

Keseimbangan asam basa akan kembali normal dalam 3 minggu post partum.

Dan metabolisme basal akan meningkat selama 14 hari post partum. Pada

umumnya tidak ada tanda-tanda infeksi pernafasan atau distress pernafasan

pada beberapa wanita mempunyai faktor predisposisi penyakit emboli paru.

Secara tiba-tiba terjadi dyspneu. Emboli paru dapat terjadi dengan gejala

sesak nafas disertai hemoptoe dan nyeri pleura. (Sherwen, 1999).

h) Sistem Muskuloskeletal

Pada kedua ekstremitas atas dan bawah dikaji apakah ada oedema atau

perubahan vaskular. Ekstermitas bawah harus diobservasi akan adanya udema

dan varises. Jika ada udema observasi apakah ada pitting udema, kanaikan

suhu, pelebaran pembuluh vena, kemerahan yang diduga sebagai tanda dari

tromboplebitis. Ambulasi harus sesegera mungkin dilakukan untuk

meningkatkan sirkulasi dan mencegah kemungkinan komplikasi. (Sherwen,

1999).

i) Sistem Persyarafan

Ibu post partum hiper refleksi mungkin terpapar kehamilan dengan

hipertensi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji adanya

peningkatan tekanan darah, proteinuria, udema, nyeri epigastritik dan sakit

kepala. (Sherwen, 1999).

j) Sistem Perkemihan

Untuk mengkaji sistem perkemihan pada masa post partum secara

akurat harus meliputi riwayat : kebiasaan berkemih, infeksi saluran kemih,

distensi kandung kemih, retensi urine. Kemampuan untuk berkemih,

frekuensi, jumlah, warna, konsistensi, rasa lampias. Kemampuan untuk

merasakan penuhnya kandung kemih dan pengetahuan tentang personal

hygiene. Pada umumnya dalam 4 – 8 jam setelah melahirkan ibu post partum,

mempunyai dorongan untuk mengosongkan kandung kemih. Dalam waktu 48

jam kemudian ibu post partum akan sering berkemih tiap 3 – 4 jam sekali

untuk menghidari distensi kandung kemih. (Pillitteri, 1999).

6

Page 7: 212.doc

7

k) Sistem Pencernaan

Karakteristik dari fungsi normal usus adalah adanya bising usu 5 –

35 /menit. Kurangnya pergerakan usus pada hari pertama post partum adalah

hal yang biasa terjadi. Sebagai akibat terjadinya udema saat kelahiran, kurang

asupan makan (puasa) sesaat sebelum melahirkan selanjutnya pada beberapa

hari pertama post partum. Khususnya saat berada di rumah sakit. Beberapa

ibu tidak mendapatkan kembali kebiasaan makannya. Jika terjadi konstipasi,

abdomen akan mengalami distensi, maka feses akan terpalpasi. (Sherwen,

1999).

b. Perubahan Psikologis

a) Taking in Phase

Timbul pada jam pertama kelahiran 1 – 2 hari selama masa ini ibu

cenderung pasif, ibu cenderung dilayani dalam memenuhi cenderung

sendiri. Hal ini disebabkan rasa tidak nyaman pada perineal, nyeri setelah

melahirkan.

b) Taking Hold Phase

Ibu post partum mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan sendiri, telah

suka membuat keputusan sendiri. Ibu mulai mempunyai ketertarikan yang

kuat pada bayinya pada hari 4 – 7 hari post partum.

c) Letting Go Phase

Ibu post partum dapat menerima keadaan dirinya apa adanya. Proses ini

perlu menyesuaikan diri terjadi pada hari terakhir minggu pertama.

E. INDIKASI

a. Indikasi ibu.

a) Panggul sempit absolut

b) Tumor–tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

c) Stenosis serviks/ vagina.

d) Plasenta previa.

e) Disporposi sefalopelvik.

f) Ruptura uteri membakat.

7

Page 8: 212.doc

8

b. Indikasi janin.

a) Kelainan letak

b) Gawat janin

Pada umumnya sectio sesarea dilakukan pada :

a) Janin mati

b) Syok, anemia berat sebelum diatasi.

c) Kelainan congenital berat(monster).

Menurut Mansjoer (2000)

1. Disporposi sevalo pelvic.

2. Gawat janin.

3. Plasenta previa

4. Pernah seksio sesarea sebelumnya.

5. Kelainan letak.

6. Incoordinate uterine action.

7. Eklampsia.

8. Hipertensi.

Menurut Mochtar (1998)

1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior).

2. Panggul sempit.

Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis

ialah CV = 8 cm, panggul dengan CV = 8 cm dapat dipastikan tidak dapat

melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan seksio sesarea.

CV adalah 8–10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan baru setelah

gagal dilakukan seksio sesarea sekunder.

3. Disporposi sefalo- pelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran

kepala dan panggul.

4. Ruptura uteri mengancam

5. Partus lama (prolonged labor).

6. Partus tak maju (obstructed labor).

8

Page 9: 212.doc

9

7. Distosia serviks.

8. Pre- eklampsi dan hipertensi.

9. Malpresentasi janin.

f. Letak lintang

Greenhill dan Eastman sama- sama sependapat:

a. Bila ada kesempitan panggul, maka seksio sesarea adalah

cara yang terbaik dalam letak lintang dengan janin hidup dan besar

biasa.

b. Semua primigravida dengan letak lintang dengan janin

hidup dan besar biasa.

c. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong

dengan seksio sesarea, walau tidak ada perkiraan panggul sempit.

d. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong

dengan cara–cara lain.

g. Letak bokong .

Seksio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :

a. Panggul sempit.

b. Primigravida.

c. Janin besar dan berharga.

h. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan

cara-cara lain tidak berhasil.

i. Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.

j. Gemelli, menurut eastman seksio sesarea dianjurkan:

a. Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder

presentation).

b. Bila terjadi interlock (locking of the twins).

c. Distosia oleh karena tumor.

d. Gawat janin dan sebagainya.

9

Page 10: 212.doc

10

F. KONTRAINDIKASI

1. Jika janin sudah mati atau berada dalam keadaan

jelek sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan

untuk melakukan operasi.

2. Jika janin lahir, ibu mengalami infeksi yang luas

dan fasilitas untuk sectio caesaria ekstraperitoneal tidak tersedia.

3. Jika dokter bedahnya tidak berpengalaman dan

keadaan tidak menguntungkan bagi pembedahan serta tidak tersedianya

tenaga yang memadai.

G. KLASIFIKASI

1. Abdomen [Seksio Sesarea Abdominalis]

a. Seksio sesara transperitonealis

a) Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang

pada korpus uteri.

b) Seksio sesara ismika atau profunda atau low cervical dengan

insisi pada segmen bawah rahim

b. Seksio sosarea ekstraperitonealis.

Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak

membuka kavum abdominal.

Dulu dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat.

Sekarang jarang dilakukan.

2. Vagina [Seksio Sesarea Vaginalis]

Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan sebagai

berikut :

a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig.

b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr

c. Sayatan huruf T (T- incision).

3. Sectio sesarea klasik atau korporal

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen

bawah rahim [low cervical transversal] kira–kira 10 cm.

10

Page 11: 212.doc

11

Kelebihan

a) Mengeluarkan janin lebih cepat

b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik

c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan

a) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada

reperitonealis yang baik.

b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.

4. Seksio Sesarea Ismika (Profunda)

Kelebihan

a) Penjahitan luka kebih mudah

b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk

menahan penyebaran isi uterus kerongga peritonium.

d) Perdarahan kurang

e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura

uteri spontan kurang/ lebih kecil.

Kekurangan

a) Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah, sehingga

dapat menyebabkan arteri uterina putus sehingga mengakibatkan

perdarahan yang banyak.

b) Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.

5. Seksio Sesarea Hysterectomy.

Setelah seksio sesarea dikerjakan hysterektomi dengan indikasi;

a) Atonia uteri

b) Placenta accreta

c) Myoma uteri

d) Infeksi intra uterin yang berat.

11

Page 12: 212.doc

12

Macam–macam bentuk operasi seksio sesarea adalah;

1. Seksio sesarea klasik menurut Sanger

2. Seksio sesarea transperitoneal profunda menurut Kehrer

3. Seksio sesarea histerektomi menurut Porro

4. Seksio sesarea ekstraperitonial.

5. Seksio sesarea transvaginal

H. KOMPLIKASI

Terdapat beberapa bahaya yang telah dikenal bagi fetus bila persalinan

dilakukan dengan seksio sesarea, terlepas dari yang ditunjukan oleh keadaan

abnormal untuk mana diindikasikan seksi. Resiko ini meliputi

1. Hipoksia akibat sindroma hipotensi terlentang.

2. Depresi pernafasan karena anesthesia

3. Sindroma gawat pernafasan, jelas lebih lazim pada bayi yang

dilahirkan dengan seksio

Komplikasi ibu

1. Infeksi yang didapat dirumah sakit, terutama setelah dilakukan

seksio pada persalinan.

2. Fenomena tromboemboli, terutama pada multipara dengan

varikositas.

3. Ileus, terutama karena peritonitis dan kurang sering karena dasar

obstruksi.

4. Kecelakaan anastesi.

Komplikasi menurut Mochtar [1998] yaitu

1. Infeksi puerperal [nifas].

Ringan; dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.

Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi

dan perut sedikit kembung.

12

Page 13: 212.doc

13

Berat ; dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering

kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi

intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.

2. Perdarahan ,disebabkan karena

Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.

Atonia uteri.

Perdarahan pada placental bled.

3. Luka kandung kemih, emboli baru dan keluhan kandung kemih bila

reperitonealisasi terlalu tinggi.

4. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.

Komplikasi yang bisa timbul

Ibu

a. Infeksi puerperal

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari

dalam masa nifas, atau bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dan

sebagainya. Infeksi post operatif terjadi apabila sebelum pembedahan

sudah ada gejala- gejala infeksi intra partum atau ada faktor-faktor yang

merupakan predisposisi terhadap kelainan itu [partus lama khususnya

setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya].

Bahaya infeksi sangat diperkecil dengan pemberian antibiotic akan tetapi

tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini

lebih berbahaya daripada SC transperitonealis porfunda.

b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-

cabang arteri uterina ikut terbuka.

c. Komplikasi–komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme

paru–paru dan sebagainya tapi sangat jarang terjadi.

d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut

pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi

13

Page 14: 212.doc

14

ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah

SC klasik.

Anak

Nasib anak yang dilahirkan dengan SC banyak tergantung dari keadaan yang

menjadi alasan untuk melakukan SC.

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan ibu post partum sectio caesarea menurut Manuaba [1999],

Saifuddin [2002], Hamilton [1998].

1. Kesadaran penderita

a.Pada anastesi lumbal

Kesadaran penderita baik, oleh karenanya ibu dapat mengetahui hampir

semua proses persalinan

b. Pada anestesi umum

Pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan memberikan oksigen,

menjelang akhir operasi.

2.Mengukur dan memeriksa tanda–tanda vital

a.Pengukuran

Kaji tanda–tanda vital setiap 5 menit sampai stabil, kemudian setiap 15

menit selama satu jam, kemudian setiap 30 menit selama 8 jam.

Tensi, nadi, temperature dan pernapasan.

Keseimbangan cairan melalui produksi urin, dengan perhitungan

Produksi urine normal 500- 600 CC

Pernapasan 500- 600 CC

Penguapan badan 900- 1000 CC

Pemberian cairan pengganti sekitar 2000–2500 CC dengan

perhitungan 20 tetes per menit [= 1 CC/ menit].

Infus setelah operasi selitar 2 x 24 jam.

b. Pemeriksaan

Paru

Kebersihan jalan napas.

14

Page 15: 212.doc

15

Ronki basah; untuk mengetahui adanya edema perut.

Bising usus menandakan berfungsinya usus [dengan adanya flatus].

Perdarahan lokal pada luka operasi.

Konstraksi rahim; untuk menutup pembuluh darah.

Perdarahan per vaginam.

o Evaluasi pengeluaran lokhia.

o Atonia uteri meningkatkan perdarahan.

o Perdarahan berkepanjangan.

Profilaksis antibiotika

Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang steil, infeksi

asendens karena manipulasi vagina, sehingga pemberian antibiotika sangat

penting untuk menghindari terjadinya sepsis sampai kematian.

Pertimbangan pemberian antibiotika :

- Bersifat profilaksis

- Bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi

- Berpedoman pada hasil tes sensitifitas

- Kualitas antibiotika yang akan diberikan

- Cara pemberian antibiotika

Yang paling tepat adalah berdasarkan hasil tes sentifitas, tetapi memerlukan

waktu 5-7 hari, sehingga sebagian besar pemberian antibiotika dengan dasar ad

juvantibus.

Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas

demam selama 48 jam :

Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam

Ditambah gentamicin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam

Ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

4. Perawatan luka insisi

Luka insisi dibersihkan dengan larutan desinfektan lalu ditutup dengan kain

penutup luka secara periodik luka dibersihkan dan diganti

15

Page 16: 212.doc

16

Jahitan diangkat pada hari ke 6-7 pst operasi diperhatikan apakah luka sembuh

atau dibawah luka terdapat eksudat

Jika luka dengan eksudat sedikit, ditutup dengan band aid operatif dressing

Jika luka dengan eksudat sedang ditutup dengan regal filmatedswabs atau

pembalut luka lainnya

Jika luka dengan eksudat banyak, ditutup dengan surgipad atau dikompres

dengan cairan suci hama lainnya, sedangkan untuk memberikan kenyamanan

bergerak bagi penderitanya sebaiknya dipakai gurita

5. Mobilisasi penderita

Konsep mobilisasi dini tetap merupakan konsepsi dasar, sehingga pulihnya alat

vital dapat segera tercapai

a. Mobilisasi fisik

Miring kekanan dan kekiri dimulai –1 jam pasca operasi (setelah

sadar)

Hari kedua penderita dapat duduk selama 5 menit dan hari 3-5

mulai belajar berjalan

Infus dan kateter dibuka pada hari kedua atau ketiga

b. Mobilisasi usus

Setelah hari pertama dan keadaan baik, penderita boleh minum

Diikuti dengan makan bubur saring dan pada hari kedua-ketiga makan

buur

Hari keempat-kelima nasi biasa dan boleh pulang

6. Nasehat Pasca Operasi

Hal-hal yang dianjurkan pasca operasi antara lain:

a. Dianjurkan jangan hamil kurang lebih satu tahun dengan memakai alat

kontrasepsi

b. Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antanatal yang baik

c. Bersalin di rs yang besar

d. Apakah persalinan berikutnya harus dengan sectio caesarea tergantung

diindikasi sectio caesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya.

16

Page 17: 212.doc

17

J. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN SECTIO CAESARIA

1. PENGKAJIAN

Menurut Doengoes (2001) fokus pengkajian pasien dengan sectio caesarea,

yaitu ;

1. Sirkulasi

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml

2. Integritas ego

Dapat menunjukkan labilitas emosi dari kegembiraan sampai ketakutan,

marah atau menarik diri. Klien atau pasangan dapat memiliki pertanyaan

atau peran dalam pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan

ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru

3. Eliminasi

Kateter mungkin terpasang, urine jernih pucat, bising usus tidak ada/jelas

4. Makanan atau cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal

5. Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensori di bawah tingkat anastesi spinal epidural

6. Nyeri atau ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber , misalnya :

trauma bedah atau insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih, atau

efek-efek anestesi

7. Pernafasan

Bunyi paru jelas dan vaskuler

8. Seksualitas

Kontraksi kuat dan terletak umbilikus, aliran lokhea sedang dan

berlebihan/banyak

9. Pemeriksaan diagnostik

17

Page 18: 212.doc

18

Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (hb/ht): mengkaji perubahan

dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada

pembedahan.

Sedangkan urinalisis : kultur, urine, darah vaginal dan lokhea. Pemeriksaan

tambahan didasarkan pada kebutuhan individu

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Nyeri akut berhubungan dengan diskontiunitas jaringan sekunder

terhadap insisi bedah.

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, prosedur

invasif

3) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan pembekakan payudara,

pembendungan ASI

4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan

sekunder terhadap insisi bedah

5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan

ketidaknyamanan fisik

6) Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus

7) Inadekuat mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pembedahan

8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,

miss interpretasi informasi.

3. FOKUS INTERVENSI

Menurut Doegoes (2001) Carpeniti (2000) dan Nanda (2001) :

1. Nyeri akut berhubungan dengan diskontiunitas jaringan sekunder

terhadap insisi bedah.

Tujuan : nyeri berkurang

Hasil yang diharapkan :

Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri

dengan tepat

Melaporkan/mengungkapkan nyeri berkurang

18

Page 19: 212.doc

19

Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat

Intervensi :

a.Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan skala nyeri

Perhatikan isyarat verbal dan non verbal pasien

Rasional : Pasien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan

ketidaknyamanan secara langsung, menentukan tingkat nyeri, mengetahui

berat ringannya penderitaan pasien dan memudahkan untuk menentukan

tindakan

b. Kaji tanda-tanda vital

Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah dan nadi

meningkat. Analgesia dapat menurunkan tekanan darah

c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi

Rasional : pengalihan perhatian ke hal-hal yang menyenangkan dapat

meningkatkan rasa kenyamanan dan mengurangi nyeri

d. Ubah posisi klien senyaman mungkin

Rasional: merelaksasikan otot, meningkatkan kenyamanan, serta

meningkatkan rasa sejahtera.

e. Kolaborasi

Berikan analgetik sesuai indikasi

Rasional : meningkatkan kenyamanan karena mengurangi rasa nyeri dan

meningkatkan mobilitas

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan,

prosedur invasif

Tujuan : tidak ada tanda-tanda infeksi

Kriteria hasil/hasil yang diharapkan :

Bebas dari infeksi, tidak demam dan tidak ada tanda-tanda infeksi

lainnya

Menunjukkan tanda awal penyembuhan (misalnya penyatuan tepi-

tepi luka)

Karakter lokhea normal dan urine jernih kuning pucat

19

Page 20: 212.doc

20

Intervensi :

a. Kaji/monitor tanda-tanda vital (ttv)

Rasional : perubahan ttv terutama suhu tubuh dapat disebabkan oleh

terjadinya proses infeksi, sehingga merangsang hipotalamus untuk

meningkatkan suhu tubuh

b. Anjurkan dan gunakan teknik cuci tangan dengan cermat

dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan linen

terkontaminasi dengan tepat

Rasional : membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi

c. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau

rembesan, lepaskan balutan, sesuai indikasi

Rasional : balutan steril menutupi luka pada 24 jam pertama kelahiran

caesarea melindungi luka dari cidera atau kontaminasi. Rembesan dapat

menandakan hematoma, gangguan penyatuan jahitan. Pengankatan balutan

memungkinkan insisi mengering dan meningkatkan penyembuhan

Inspeksi insisi terhadap penyembuhan, perhatikan kemerahan, edema, nyeri,

eksudat, atau ganguan penyatuan

Rasional : membantu menghilangkan media pertumbuhan bakteri,

meningkatkan hygiene

d. Rawat luka dan teknik steril

Rasional : mencegah pertumbuhan bakteri

e. Kolaborasi

Rasional : perlu untuk mematikan mikroorganisme

Berikan antibiotik khusus untuk infeksi yang teridentifikasi

3. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan pembekakan payudara,

pembendungan ASI

Tujuan : menyusui dengan efektif

Kriteria hasil/hasil yang diharapkan :

Asi keluar lancar

Payudara tidak bengkak

20

Page 21: 212.doc

21

Tidak terjadi pembendungan asi

Intervensi

a.Tanyakan pada ibu tentang riwayat menyusui

Rasional : agar dapat memberikan intervensi selanjutnya

b. Jelaskan pada ibu pentingnya asi bagi bayi

Rasional : memotivasi ibu agar proses menyusui efektif dapat berlangsung

baik

c.Jelaskan dna anjurkan pada ibu tentang pentingnya perawatan payudara.

Lakukan perawatan payudara, anjurkan melakukan 2 x sehari.

Rasional : perawatan payudara dapat melancarkan asi dan mengurangi

pembengkakan payudara

d. Kaji keadaan payudara

Rasional : identifikasi dini efektif untuk melakukan intervensi yang tepat

e.Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara teratur

Rasional : rangsangan isapan bayi dapat merangsang keluarnya asi

f. Anjurkan ibu untuk makan makanan bergizi

Rasional :makanan yang bergizi dapat menghasilkan ASI yang baik

g. Berikan alternatif posisi yang aman saat menyusui

Rasional : posisi yang tepat memberikan kenyamanan kepada ibu dan bayi

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya

perdarahan sekunder terhadap insisi bedah

Tujuan : tidak terjadi kkuarangan volume cairan

Kriteria hasil/hasil yang diharapkan :

Volume cairan adekuat, hb/ht dalam batas normal

Perdarahan minimal kurang dari 500 cc

Intervensi :

a. Hitung dan catat balance cairan selama 24 jam

Rasional : mengidentifikasi dan mengontrol balance cairan

b. Monitor ttv

21

Page 22: 212.doc

22

Rasional : hipotensi, takikardi, keadaan kulit dan mukosa mulut

menandakan tanda-tanda syok hipovolemik

c. Tetap dampingi pasien aelama dalam keadaan kekurangan

cairan (volum cairan)

Rasional : pengawasan yang ketat dapat memudahkan intervensi

selanjutnya

d. Kolaborasi

Beri cairan parenteral sesuai indikasi

Rasional : mengganti cairan yang hilang untuk mempertahankan balance

cairan

Pantau hasil laboratorium (hb/ht)

Rasional : membantu dalam menentukan jumlah kehilangan cairan

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan

ketidaknyamanan fisik

Tujuan : klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri

Kriteria hasil/hasil yang diharapkan :

Pasien dapat mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi

kebutuhan perawatan diri

Mengidentifikasi/menggunakan sumber- sumber yang ada.

Intervensi:

a.Kaji keadaan fisik dan psikologis klien.

Rasional: Adanya perubahan dan kesejahteraan fisik atau emosional dapat

memundurkan asumsi peran otonom pada perawatan diri.

b. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan pasien dalam memenuhi

kebutuhan sehari- hari.

Rasional: Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan

pemenuhan kebutuhan secara individual.

c.Berikan bantuan seperlunya sesuai kebutuhan.

Rasional: Memperbaiki harga diri, meningkatkan kemandirian dan

pemulihan, serta meningkatkan perasaan sejahtera.

22

Page 23: 212.doc

23

d. Berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukan

pasien.

asional: Meningkatkan kemandirian dan mendorong pasien untuk

berusaha.

e.Berikan dukungan dan beri waktu cukup untuk melakukan aktifitas untuk

pemenuhan kebutuhan.

Rasional:Pasien merasa lebih bersemangat dalam melakukan aktifitasnya

dan merasa lebih leluasa.

6. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus

Tujuan : tidak ada keluhan dalam bab

Kriteria hasil/hasil yang diharapkan :

Mendapatkan kembali pola eliminasi dalam 4 hari postpartum, yaitu bab

1-2 kali per hari

Kembalinya fungsi usus normal (bising usus kurang lebih 5-30 kali per

menit, flatus)

Intervensi :

a. Auskultasi terhadap adanya bising usus pada keempat

kuadran

Rasional : menentukan kesiapan terhadap pemberian makanan per oral dan

kemungkinan terjadinya komplikasi

b. Palpasi abdomen. Perhatikan adanya distensi abdomen

Rasional : menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau

kemungkinan ileus paralitik

c. Anjurkan masukkan cairan per oral dan diit makanan

tinggi serat

Rasional : cairan yang adekuat dan diit tinggi serat merangsang eliminasi

dan mencegah konstipasi

d. Anjurkan pasien untuk ambulasi dini

Rasional : ambulasi dini meningkatkan peristaltik dan pengeluaran gas

sehingga menghilangkan/mengurangi nyeri

23

Page 24: 212.doc

24

e. Kolaborasi

Berikan analgesik 30 menit sebelum ambulasi

Rasional : memudahkan kemampuan untuk ambulasi dapat menurunkan

aktifitas usus

Berikan pelunak feses

Rasional : melunakkan feses, merangsang peristaltik dan

mengembalikan fungsi usus

7. Inadekuat mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pembedahan

Tujuan : Mobilitas fisik adekuat

Kriteria hasil/ hasil yang diharapkan :

. Tidak ada kontraktur .

. Menunjukan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.

Intervensi:

a. Kaji tanda-tanda vital dan kebutuhan aktivitas.

Rasional : Aktivitas dapat mempengaruhi perubahan respon autonomic

meliputi perubahan pada tekanan darah, nadi dan pernafasan.

b. Anjurkan mobilisasi secara bertahap.

Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke seluruh tubuh dan melatih

kemandirian.

c. Bantu dalam melakukan mobilisasi sesuai dangan kebutuhan.

Rasional : Mobilisasi didi dan dan menurunkan komplikasi tirah baring

dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.

d. Ajarkan rentang gerak aktif – pasif.

Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot, mempertahankan gerak

sendi dan mencegah kontraktur.

e. Anjurkan klien banyak istirahat dan atur posisi pasien senyaman

mungkin.

Rasional : Menjadikan pasien lebih rileks dan memaksimalkan istirahat.

f. Libatkan keluarga dalam mobilisasi pasien.

24

Page 25: 212.doc

25

Rasional : Menciptakan hubungan kerja sama antara tim kesehatan

dangan keluarga dalam proses penyembuhan.

g. Motivasi klien untuk ambulasi, minimal 3 kali

Rasional : Ambulasi secara teratur dapat meningkatkan penyembuhan.

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,

miss interpretasi informasi.

Tujuan : Tingkat pengetahuan pasien meningkat.

Kriteria hasil/ hasil yang diharapkan :

. Pasien mengungkapkan pemahaman, perubahan fisiologi.

Intervensi :

a. Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar.

Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila

penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan

pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi.

b. Bantu klien untuk mengidentifikasi kebutuhan.

Rasional : Karena memerlukan waktu untuk bergerak dari fase taking in ke

taking hold dimana penerimaan dari kesiapannya ditingkatkan dan ia

secara emosional dan secara fisik siap untuk belajar informasi baru untuk

memudahkan peleksanaan peran barunya.

c. Diskusikan perubahan fisik dan psikologis yang normal.

Rasional : Status emosional karena mungkin kadang–kadang lebih pada

saat ini dan sering di pengaruhi oleh kesejahteraan fisik.

d. Identifikasi sumber–sumber yang tersedia.

Rasional : Meningkatkan kemandirian dan memberikan dukungan untuk

adaptasi pada perubahan multipel.

4. EVALUASI

1. Diagnosa keperawatan I

o Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri

dengan tepat.

25

Page 26: 212.doc

26

o Mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.

o Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.

2. Diagnosa keperawatan II

oKlien mendemonstrasikan cara untuk meningkatkan penyembuhan

oBebas dari infeksi, tidak demam dan tidak ada tanda-tanda infeksi lain

oMenunjukan tanda awal penyembuhan [penyatuan tepi- tepi luka].

oKarakter lokhea normal dan urine jernih kuning pucat.

3. Diagnosa keperawatan III

oASI keluar dengan lancar

oPasien merasakan payudara lebih lunak dan tidak terasa tegang, sehingga

tidak terjadi pembendungan ASI

4. Diagnosa keperawatan IV

oVolume cairan adekuat.

oHb/Ht dalam batas normal.

oPerdarahan minimal kurang dari 500 cc.

5. Diagnosa keperawatan V

oPasien dapat mendemonstrasikan teknik–teknik untuk memenuhi

kebutuhan perawatan diri.

oMengidentifikasi/menggunakan sumber- sumber yang ada.

6. Diagnosa keperawatan VI

oMendapatkan kembali eliminasi dalam 4 hari postpartum yaitu 1- 2 kali

per hari.

oKembalinya fungsi usus normal.

7. Diagnosa Keperawatan VII

oTidak adanya kontraktur

oMeningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi

mungkin.

oMenunjukan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.

8. Diagnosa keperawatan VIII

26

Page 27: 212.doc

27

oPasien mengungkapkan pemahaman terhadap informasi yang telah

diberikan.

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Secsio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada

dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).Sectio

caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam

keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991). Jadi operasi

Seksio Sesaria ( sectio caesarea ) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin

( persalinan buatan ), melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian

depan sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding

rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat

2. Saran

Bagi ibu yang sedang menjalani seksio sesaria kami hanya menyarankan

ibu dapat menjalani semua yang disarankan dari bidan maupun penolong

persalinan lainya ,mengetahui bagaimana keadaan pada waktu seksio sesaria itu

sendiri dan perubahan-perubahan yang akan terjadi .

27

Page 28: 212.doc

28

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E, Moorhouse, Mary Frances, 2001, Rencana Perawatan

Maternal/Bayi : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi

Perawatan Klien, ed. 3, EGC, Jakarta.

Friedman, 1998, Seri Skema Diagnosis Dan Penatalaksanaan Obstetri, ed. 2,

Binarupa Aksara Jakarta.

Hamilton, Persis Mary, 1995, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC ,

Jakarta

Manuaba, Ida Bagus Gede, 1999, Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga

Berencana Untuk Dokter Umum, EGC, Jakarta.

Martius, Gerhand, 1995, Bedah Kebidanan Martius, EGC, Jakarta.

Mochtam, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri , ed.2,EGC Jakarta.

Padjajaran, Universitas, 1995, Obstetri Operatif, Elstar Offset, Bandung.

Saifuddin, A.B., 2002 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal

Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Saifuddin, A.B., 2005, Ilmu Kandungan, Edisi Ketiga , Cetakan Ketujuh, Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

28

Page 29: 212.doc

29

Wiknjosastro, Hanifa, 1994, Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

29